Anda di halaman 1dari 20

TUGAS SOP

PENGKAJIAN & PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULAR & INTERPRETASI


CTR

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu : Syahrul Ningrat, M. Kep., Ns., Sp.Kep.MB

KELOMPOK 2 CSL :

MILDASARI (R011191096)

ANNIDA RIFAI NUR (R011191124)

JAMILA (R011191146)

VHINOLIA PERMATA BAMBA SION (R011191006)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

MAKASSAR

2020

PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER


Jenis pemeriksaan yang di lakukan yaitu:

a. Inpeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi

Inspeksi (melihat)

Inspeksi jantung berarti mencari tanda-tanda yang akan menggambarkan keadaan


jantung, dengan cara melihat/mengamati tanda-tanda seperti. Bentuk perikardium, denyut
pada apeks jantung, denyutan nadi pada dada, dan denyut vena:

1. Bentuk perikardium

Pada umumnya kedua belah dada akan berbentuk simetris. Prekordium yang cekung dapat
terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis
dan akibat penekanan oleh benda yang seringkali disandarkan pada dada dalam melakukan
pekerjaan( pemahat tukang kayu dsb). Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari
pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum dan
scoliosis atau kifoskoliosis. Voussure Cardiaque Penyakit jantung yang menimbulkan
penggembungan/penonjolan setempat , di antara sternum dan apeks codis,yang Kadang-
kadang memperlihatkan pulsasi jantung, Voussure Cardiaque adalah penyakit jantung
bawaan (Tetralogi Fallot).

2. Denyut apeks jantung (iktus kordis)

Letak iktus kordis belum tentu dapat dilihat terutama pada orang yang memiliki tubuh
gemuk, namun Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah
untuk melihatnnya. Cara inspeksi untuk iktus kordis ini yaitu Dalam keadaaan normal,
dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V
sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra.Pada anak-anak iktus tampak pada
ruang interkostal IV, pada wanita hamil atau yang perutnya buncit iktus kordis dapat
bergeser ke samping kiri. Tempat iktus kordis sangat tergantnug pada :

a) Sikap badan
Pada sikap tiduran dengan menghadapa ke kiri iktus akan terdapat dekat linea
axillaries anterior. Pada sikap tiduran dengan menghadap ke klanan iktus terdapat
dekat tepi sternum kiri. Pada sikap berdiri, iktus akan lebih rendah dan lebih ke dalam
dari pada sikap tiduran.
b) Letak diafragma
Pada inspirasi yang dalam, maka letak iktus lebih ke bawah dan pindah ke medial ± 1
– 1,5 cm. Pada wanita hamil trimester III, dimana diafragma terdesak ke atas, maka
iktus akan lebih tinggi letaknya, bisa pada ruang interkostal III atau bahkan II, serta
agak di luar linea midklavikularis.Pada ascites juga akan dijumpai keadaan seperti
tersebut di atas,

Kadang-kadang iktus dapat ditentukan dengan melihat papilla mammae, tapi seringkali hal
ini tidak dapat dijadikan patokan karena letak papilla mammae terutama pada wanita sangat
variable.Iktus sangat menentukan batas jantung kiri.Maka jika didapatkan iktus terdapat pada
perpotongan antara spatium interkostale V kiri dengan linea midklavikularis, berarti besar
jantung normal. Jika iktus terdapat di luar linea midklavikularis, maka menunjukan suatu hal
tidak normal, yang dapat disebabkan oleh pembesaran jantung kiri atau jika besar jantung
adalah normal, maka perpindahan itu disebabkan oleh penimbunan cairan dalam kavum
pleura kiri atau adanya schwarte pleura kanan. Jika iktus terdapat lebih medial (lebih kanan)
dari normal, hal ini juga patologis, dapat terjadi karena penimbunan cairan pleura kiri atau
adanya schwarte pleura kanan.

Sifat iktus:

a. Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local. Pada
pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
b. Iktus hanya terjadi selama systole.Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan
juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang
asalnya dari systole

3. Denyuta nadi pada dada

Bagian prekordium di samping sternum dapat bergerak naik-turun seirama dengan diastolic
dan sistolik.Tanda ini terdapat pada ventrikel kanan yang membesar.Apabila di dada bagian
atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta.Aneurisma aorta
ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan
dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan
aneurisma aorta descenden
4. Denyut vena

Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan.Vena yang
menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna.

Palpasi (menilai)

Palpasi merupakan pemeriksaan fisik jantung untuk menilai kinerja dan kondisi
jantung, serta mendeteksi kemungkinan adanya kelainan pada jantung. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan memeriksa detak jantung di permukaan dinding dada. Palpasi juga dapat
dilakukan untuk menilai apakah ada pembengkakan di tungkai yang diakibatkan oleh
penumpukan cairan atau bukan. Dimana Palpasi dapat menguatkan hasil yang didapat dari
inspeksi.Denyutan yang tidak tampak, juga dapat ditemukan dengan palpasi.Palpasi pada
prekordiun harus dilakukan dengan telapak tangan dahulu, baru kemudian memakai ujung
ujung jari.Palpasi mula-mula harus dilakukan dengan menekan secara ringan dan kemudian
dengan tekanan yang keras.dengan sikap Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, sedang
pasien dalam sikap duduk dan kemudian berbaring terlentang.Telapak tangan pemeriksa
diletakkan pada prekordium dengan ujung-ujung jari menuju ke samping kiri toraks.Hal ini
dilakukan untuk memeriksa denyutan apeks.Setelah itu tangan kanan pemeriksa menekan
lebih keras untuk menilai kekuatan denyutan apeks.Jika denyut apeks sudah ditemukan
dengan palpasi menggunakan telapak tangan, kita palpasi denyut apeks dengan memakai
ujung-ujung jari telunjuk dan tengah.

Denyutan getaran dan terikan dapat diteliti dengan cara palpasi mulai dari ringan
hingga berat, Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung yaitu sebagai berikut :

1.Pemeriksaan iktus cordis Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba
dinilai kuat angkat atau tidak.Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba
iktus.Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke
medial (2 cm) dari linea midklavikularis.kiri.Apabila denyut iktus tidak dapat dipalpasi, bisa
diakibatkan karena dinding toraks yang tebal misalnya pada orang gemuk atau adanya
emfisema, tergantung pada hasil pemeriksaan inspeksi dan perkusi. Denyut iktus cordis
sangat kuat kalau pengeluaran darah dari jantung (output) besar. Dalam keadaan itu denyut
apeks memukul pada telapak tangan atau jari yang melakukan palpasi. Hal ini dapat terjadi
pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitralis.Pada keadaan hipertensi dan stenosis aorta
denyutan apeks juga kuat, akan tetapi tidak begitu kuat, kecuali jika ventrikel kiri sudah
melebar (dilatasi) dan mulai timbul keadaan decomp cordis. Denyutan yang memukul pada
daerah sebelah kiri sternum menandakan keadaan abnormal yaitu ventrikel kanan yang
hipertrofi dan melebar.Hal ini dapat terjadi pada septum atrium yang berlubang, mungkin
juga pada stenosis pulmonalis atau hipertensi pulmonalis.Denyutan yang memukul akibat
kelainan pada ventrikel kiri atau ventrikel kanan dapat juga teraba di seluruh permukaan
prekordium.Hal ini terjadi apabila penjalaran denyutan menjadi sangat kuat karena jantung
berada dekat sekali pada dada.Namun, harus tetap ditentukan satu tempat dimana denyutan
itu teraba paling keras.

2. Pemeriksaan getaran / thrill Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan


katub bawaan atau penyakit jantung congenital. Disini harus diperhatikan :

a. Lokalisasi dari getaran


b. Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
c. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan
pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.
d. Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising
jantung.

Contoh pada kelainan jantung bawaan VSD akan teraba getaran sistolik di parasternal kiri
bawah dan pada stenosis pulmonal akan teraba getaran sistolik di parasternal kiri atas. Pada
kelainan jantung didapat seperti stenosis mitral akan teraba getaran distolik di apeks jantung
dan pada stenosis aorta akan teraba getaran sistolik di bagian basis jantung.

3. Pemeriksaan gerakan trachea. Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan
karena anatomi trachea berhubungan dengan arkus aorta.Pada aneurisma aorta denyutan
aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba. Carapemeriksaannya adalah sebagai
berikut : Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan kedua jari telunjuknya diletakkan pada
trachea sedikit di bawah krikoid. Kemudian laring dan trachea diangkat ke atas oleh kedua
jari telunjuk itu.Jika ada aneurisma aorta maka tiap kali jantung berdenyut terasa oleh kedua
jari telunjuk itu bahwa trachea dan laring tertarik ke bawah.

Perkusi

1. Batas kiri jantung


Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Perubahan antara bunyi
sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri. Dengan
cara tersebut kita akan dapatkan tempat iktus, yaitu normal pada ruang interkostale V
kiri agak ke medial dari linea midklavikularis sinistra, dan agak di atas batas paru-
hepar. Ini merupakan batas kiri bawah dari jantung. Batas jantung sebelah kiri yang
terletak di sebelah cranial iktus,pada ruang interkostal II letaknya lebih dekat ke
sternum daripada letak iktus cordis ke sternum, kurang lebih di linea parasternalis kiri.
Tempat ini sering disebut denganpinggang jantung. Sedangkan batas kiri atas dari
jantung adalah ruang interkostal II kiri di linea parasternalis kiri
2. jantung mengecil, tapi pada aneurisma aorta daerah redup jantung meluas sampai ke
sebelah kanan sternum sekitar ruang interkostal II.Suara perkusi pada sternumpun
menjadi redup.Pada efusi pericardium daerah redup jantung meluas terutama bagian
bawahnya sehingga bentuknya menyerupai bentuk jambu.

Auskultasi

Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop.Yang dipakai disini adalah stetoskop duplek,
yang memiliki dua corong yang dapat dipakai bergantian.Corong pertama berbentuk kerucut
yang sangat baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi, sedangkan corong yang
kedua berbentuk lingkaran yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi dengan nada rendah.
Pada auskultasi, selama beberapa pukulan jantung harus diusahan untuk mendengarkan dan
memusatkan perhatian pada bunyi I, setelah ada kepastian barulah dipusatkan pada bunyi II.
Pada auskultasi akan diperhatikan 2 hal, Yaitu :

a. Bunyi jantung :Bunyi jantung I dan II


Bunyi Jantung ITerjadi karena getaran menutupnya katub atrioventrikularis, yang
terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole. Getaran yang
terjadi tersebut akan diproyeksikan pada dinding toraks yang kita dengar sebagai
bunyi jantung I.
Intensitas dari BJ I tergantung dari :
 Kekuatan kontraksi bilik dimana ini tergantung dari kekuatan otot bilik.
 Kecepatan naiknya desakan bilik
 Letak katub A - V pada waktu systole ventrikel
 Kondisi anatomis dari katub A – V

Daerah auskultasi untuk bunyi jantung I:

1) Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.


2) Pada ruang interkostal IV – V kanan. Pada tepi sternum : katub trikuspidalis
terdengar disini 3.
3) Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum, merupakan tempat yang
baik untuk mendengar katub mitral.

Intensitas bunyi jantung I di apeks akan melemah pada:

 Shock hebat
 Intelfal PR yang memanjang
 Terjadi Dekompensasi hebat

Bunyi jantung II Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katub aorta dan a.
pulmonalis pada dinding toraks.Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole. BJ II
normal selalu lebih lemah daripada BJ I. Pada anak-anak dan dewasa muda akan
didengarkan BJ II pulmonal lebih keras daripada BJ II aortal. Pada orang dewasa
didapatkan BJ II aortal lebih keras daripada BJ II pulmonal. Intensitas BJ II aorta
akan bertambah pada:
 Hipertensi
 Arteriklerosis aorta

Intensitas bunyi jantung II pulmonal bertambah pada:

 kenaikan desakan arteri pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri,


stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital.

BJ II menjadi kembar pada penutupan yang tidak bersama-sama dari katub aorta
dan pulmonal.terdengar jelas pada basis jantung. BJ I dan II akan melemah pada :

 orang yang gemuk


 Emfisema paru-paru
 perikarditis eksudatif
 penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantun
b. bising jantung/ cardiac murmur
Bising jantung lebih lama daripada bunyi jantung. Hal-hal yang harus diperhatikan
pada auskultasi bising adalah :
1) Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising
terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan
bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising
dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising
sistol.
2) Tentukan lokasi bising yang terkeras
3) Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke
semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang
keras akan dijalarkan lebih dulu.
4) Perhatikan derajat intensitas bising seperti
 Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat
didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar
merupakan suara bising.
 Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.
 Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak
diletakkan pada dinding dada. Bising yang dapat didengar walaupun tak
menggunakan stetoskop.
 Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, dll

Secara klinis, bising dapat dibagi menjadi :

1) Bising fisiologis.
Biasanya bising yang sistolik berupa bising yang fisiologis, dan jarang
patologis. Tetapi bising diastolic selalu merupakan hal yang patologis.
Sifat-sifat bising fisiologis adalah sbb :
o Biasanya bersifat meniup
o Tak pernah disertai getaran
o Biasanya tidak begitu kerasa tetapi lebih dari derajat II
o Pada auskultasi terdengar baik pada sikap terlentanbg dan pada
waktu ekspirasi
o Dapat diauskultasi paling baik di ruang interkostal II – III kiri
pada tempat konus pulmonalis
2) Bising Patologis
Bising sistolik yang terdapat pada apeks biasanya adalah bising patologis.
Sifatnya meniup, intensitasnya tak tentu, lamanya juga tak tentu.Keadaan-
keadaan ini sering dijumpai bising sistolik pada apeks :
o Insufisiensi mitralis organic missal pada cacat katub karena reuma.
o Pembesaran hebat dari bilik kiri, sehingga annulus fibrosis relatif
lebih besar daripada valvula mitralis. Jadi disini ada insufisiensi
mitral relatif. Hal ini terdapat pada miodegenerasi dan hipertensi
hebat.
o Anemia dan hipertiroid atau demam.Bising disini terjadi karena
darah megalir lebih cepat.
o Stenosis aorta.Disini akan dijumpai adanya bising sistolik pada
aorta, yang kemudian dihantarkan ke apeks jantung. Sehingga pada
apeks akan terdengar bunyi yang lebih lemah daripada aorta.

STANDAR OPRASIONAL KEPERAWATAN (SOP) PEMERIKSAAN FISIK


KARDIOVASKULER

1. Pengertian Pemeriksaan kardiovaskule adalah pemeriksaan yang dilakukan


untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya gangguan pada suatu
sistem utanya pada organ jantung, atau sebagai pencegahan
penyakit jantung.
2. Tujuan  Mengidentifikasi tanda-tanda normal atau gejala-gejala
umum yang berkaitan dengan sistem kardiovaskuler
 Mengidentifikasi aspek-aspek atau adanya riwayat
kesehatan mengenai penyakit sistem kardiovaskuler
 Menerapkan teknik inspeksi,palpasi,auskultasi dan perkusi
dalam sistem kardiovaskuler
 Mengevaluasi hasil pengkajain
3. Indikasi  Pasien yang mengeluh mengalami gangguan sistem
kardiovaskuler

4. Kontraindikasi -
5. Persiapan Pasien 1. Pemeriksaan fisik
 Pasien diletakkan berbaring dengan posisi
terlentang dengan badan bagian atas sedikit
terangkat
 Minta pasien untuk tidak berbicara saat proses
pemeriksaan di lakukan
 Lakukan komunikasi terapeutik pada pasien agar
pasien bisa lebih rilex
 Pastikan ruangan memiliki kapasitas penerang yang
baik
2. Pengkajian Vaskuler
 Pasien dianjurkan duduk selama dilakukannya
pengkajian arteri kronis
 Pasien akan di anjurkan duduk saat pengkajian
venajugular,arteri dan vena perifer
6. Persiapan alat  Stetoskop
 Panggaris (penggaris yang digunakan adalah satuan cm
yaitu 15-30 cm)
 Senter atau penlight
7. Cara kerja/ 1) Inspeksi
Tahap pengerjaan a. Siapkan alat yang akan digunakan
(miss:Penlight,sarung tangan,masker)
b. Cuci tangan
c. Melakukan verifikasi data pasien
d. Sebelum melakukan proses pemeriksaan jelaskan
prosedur yang akan dilakukan dan juga minta kesedian
dari pasien
e. Sebelum melakukan prosedur pemeriksaan tetap jaga
privasi pasien dengan menutup tirai
f. Pastikan juga ruangan pasien memiliki penerangan
yang baik
g. Posisikan pasien sesuai dengan proses pemeriksaan
yang akan dilakukan disini kita bantu pasien mengubah
posisi menjadi posisi telentang
h. Membantu pasien untuk membuka baju, di sini perawat
membuka baju pasien hingga ke punggung pasien.
i. Tentukan lokasi pemeriksaan yaitu lokasi louis (antara
sternum dan manubrium
j. Lakukan pemeriksaan dengan jari-jari tangan kearah
tiap sisi sudut sehingga akan terba ruang interkosta
kedua kanan dan area pulmonal di ruang interkosta
kedua kiri
k. Inspeksi dan kemudian palpasi area sekitar aorta dan
sekitar pulmonal untuk mengetahui ada atau tidaknya
pulsasi
l. Diarea trikuspit pindahkan tangan secara latral 5-7cm
kegaris midkalvikula kiri tempat ditemukan area apikal
atau titik impuls maksimal
m. Inspeksi dan palpasi pulasi pada area apikal, sekitar
50% dari orang dewas akan terdapat pulsasi apikal.
Ukuran dari jantung dapat diketahui dengan
mengamati lokasi pulsasi apikal, kemudian apabila
jantung membesar pulsasi akan bergeser secara lateral
kegaris midklavikula
n. Kemudian untuk mengatahi pulsasi aorta, lakukan
inspeksi dan palpasi pada area epigastrinum di dasar
sternum
o. Rapihkan kembali pakaian dan posisi pasien
p. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
q. Cuci tangan
2) Perkusi
a. Persiapkan alat (miss: masker dan sarung tangan)
b. Cuci tangan
c. Sebelum melakukan proses pemeriksaan jelaskan
prosedur yang akan dilakukan dan juga minta kesedian
dari pasien
d. Sebelum melakukan prosedur pemeriksaan tetap jaga
privasi pasien dengan menutup tirai
e. Pastikan juga ruangan pasien memiliki penerangan
yang baik
f. Lakukan pemeriksaan mulai dari aksila kiri, mulailah
perkusi kearah sternum pada ruang intercosta ke-5
g. Tentukan batas jantung kiri dan kanan di sela costa ke-
2 dan ke-5, dengan mencatat perubahan bunyi sonor ke
bunyi redup
h. Menentukan batas atas jantung dengan melakukan
perkusi dari fossa supraklavikula ke bagain bawah
i. Rapikan pakaian dan posisi pasien
j. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
k. Cuci tangan
3) Auskultasi
a. Siapkan alat yang akan digunakan (miss: Stetoskop)
b. Cuci tangan
c. Sebelum melakukan proses pemeriksaan jelaskan
prosedur yang akan dilakukan dan juga minta kesedian
dari pasien
d. Sebelum melakukan prosedur pemeriksaan tetap jaga
privasi pasien dengan menutup tirai
e. Pastikan juga ruangan pasien memiliki penerangan
yang baik
f. Posisikan pasien senyaman mungkin (berbaring atau
bisa juga posisi setengah duduk / posisi flowler
g. Lakukan auskultasi dengan memakai stetoskop untuk
mengear bunyi jantung
h. Kaji ritme dan frekuensi jantung secara umum
i. Auskultasi tiao bagian anatomis
j. Konsentrasi untuk menentukan atau mendengar bunyi
jantung dan juga bunyi tambahan
k. Dengarkan dengan cermat S1 dan S2
l. Kontaksi pada sitol dan diastol
m. Anjurkan pasien bernapas secara normal
n. Anjurkan pasien untuk menghembuskan,menghurup
dan menahan napas untuk mengetauhu bunyi S2
menjadi tinggi atau tidak
o. Rapikan pasien
p. Buat kontrak selanjutnya
q. Cuci tangan

Tindakan Rasional
Mencuci tangan Meminimalkan trasmisi patogen
Verifikasi data Memastikan data atau identitas pasien yang akan melakukan
pemeriksaan
Menjelaskan prosedur Agar pasien atau keluarga pasien dapat paham mengenai
prosedur yang kita lakukan (menghinari terjadinnya miss
komunikasi)
Menutup tirai,pintu atau Menjaga privasi pasien
jendela kamar pasien
Memposisikan pasien sesuai Membuat pasien lebih nyamman selama proses pemeriksaan
dengan prosedur yang akan di dan membuat perawat menjadi lebih mudah dalam
lakukan melakukan pemeriksaan
Perawat berada di sebelah Posisi/tempat di sisi kanan
kanan saat melakukan
pemeriksaan
Observasi tanda-tanda vital. Tanda-tand vital merupakan bagian yang penting dalam
melakukan pemeriksaan atau tindakan pada pasien
Ajarkan teknik relaksasi nafas Teknik nafas dalam merupakan terapi anti farmakologi yang bisa
dalam. diterapkan pada pasien dengan kondisi apapun.

Avidence Based

Berdasarkan beberapa penilitian, dengan memberikan asuhan keperawatan


(pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi) nyeri akut dapat teratasi
sebagian. Pada penilitian Chintya Eka Aprilyani (2016).

Penyakit jantung koroner (PJK) tidak disadari oleh kebanyakan orang dan tidak
memberikan keluhan yang berarti, karena hanya keluhan seperti nyeri dada sebelah kiri yang
berlangsung sebentar sehingga penderita tahap dini kurang waspada.Tujuan studi kasus ini
adalah melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit jantung koroner.

Desain penelitian ini adalah studi kasus.Jumlah responden yang diambil yaitu 1
(satu) klien yang di diagnosa penyakit jantung koroner.Metode pengumpulan data yang
digunakan yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan menggunakan format
asuhan keperawatan medikal bedah.Pengkajian menggunakan 4 sumber utama yaitu klien,
perawat, keluarga klien, dan status medis klien.Kemudian ditegakkan diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.Pengkajian pada klien didapatkan data, klien
mengeluh nyeri dada.

Pengkajian nyeri P : Nyeri dada setelah beraktivitas berat, Q : Nyeri seperti


tertusuk, berdebar, R : Nyeri dada sebelah kiri, S : Nyeri ringan skala 3, T : Nyeri timbul
sejak ±10 hari yang lalu dengan sekali nyeri berdurasi 3 menit, nyeri hilang timbul, keadaan
umum : lemah, hasil EKG : tidak normal, laboratorium :Cholesterol Total 215 mg/dL,
Triglyserides 299 mg/dL, GDA 257 mg/dL. Dari beberapsa data yang didapatkan dari
responden terdapat dua diagnosa yang dapat ditegakkan yaitu Nyeri akut dan
ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhuan tubuh.Pada klien dilakukan intervensi dan
implementasi dengan pengkajian nyeri komprehensif PQRST, mengajarkan teknik distraksi
relaksasi nafas dalam, memberi HE (health education) diit makan.

Hasil evaluasi tindakan masalah keperawatan nyeri akut teratasi sebagian. Hal ini
diharapkan klien dapat memahami lebih dalam cara mengontrol nyeri dengan cara teknik
distraksi relaksasi nafas dalam.

Link video

https://youtu.be/vL2vcKxYXUI

INTERPRETASI CTR KARDIOVASKULER

A. Pemeriksaan Radiologi Jantung


 Tanpa kontras (X fototoraks)
 Dengan kontras (kateterisasi)
Pemeriksaanrutin: X fototoraks, proyeksi PA dan lateral. Dapat dilengkapi
obliq kanan-kiri, dengan esophagus diisi barium.

B. Penilaian jantung terbagi menjadi 3:


1. Konvigurasi jantung
 Batas kanan : parasternal
 Batas kiri : pertengahan klavikula (mid clavicula)
 Batas atas (batas daria rkus aorta): 1-2 cm dibawah manubriumsterni.
 Batas bawah :sukar ditentukan, karena terdapat difragma.

2. Letak/situsjantung
 N : jantung hemitoraks kiri dan fundus jantung di abdomen sisikiri
(situssolitus)
 Dekstrokardia : fundus dikanan, apeksdi kanan
 Dekstroversi : fundus dikiriapeks di kanan.
 Levoversi : fundus dikanan dan apeks di kiri.
 Mesoversi :jantung ditengah-tengah.

3. Ukuran jantung-Cardio Thoraks Ratio (CTR)


 Posisi PA.
 Inspirasi cukup. Dilihat dariketinggian diafragma (setinggi costa 9 & 8
posterior yang berbentuk huruf A dan tepi medial jelas dantinggi costa 5 &
6)
 Bentuk dada normal
 Tidakada scoliosis
 Focus film distant : 1,8 -2 m.

STANDAR OPRASIONAL KEPERAWATAN (SOP) INTERPRETASI CTR


KARDIOVASKULER

SOP TGL. TERBIT DI TETAPKAN


30 SEPTEMBER 2020 DIREKTUR
PENGER PelayananRadiologimerupakanpelayananradiodiagnostik yang
TIN rutin di lakukankepadapasien yang rawatjalan,
rawatinapdanpelayanan 24 jam.
TUJUAN Agar
dapatmenjadipedomandalammenyelenggarakanpelayananradiolo
gi.
KEBIJAK Pelayananpasien yang rawatjalanumumtepatnya di
AN instalasiRadiologimenitikberatkanpadakepetinganpasien.
PROSED 1. PasienmembawasuratpermintaanpemeriksaanRadiologida
UR ridokterpemeriksaan.
2. PetugasRadiologimemberitahukanjumlahbiayapemeriksa
anRadiologi yang diminta, memberikan nota biling,
kemudianmemintakepadapasienuntukmembayarnya di
loketpembayaran RS.
3. Formulirpermintaanpemeriksaan yang telah di
lampirikwitansipembayarandiserahkankepadapetugasadm
inistrasiRadiologi.
4. PatugasRadiologimelakukanpemeriksanRadiologi yang
di mintaolehpasien.
5. Pengambilanhasil Expertise
dilakukanolehpasienataupihakkeluargapadawaktu yang
sudahditentukandenganmemperlihatkankwitansipembaya
ran.
UNIT 1. Apotek
TERKAIT 2. Instalasi farmasi

Foto Thoraks

Terdapat hubungan lemah antara ukuran jantung pada foto toraks dengan fungsi
ventrikel kiri.Pada gagal jantung akut sering tidak terdapat kardiomegali.Kardiomegali
mendukung diagnosis gagal jantung khususnya bila terdapat dilatasi vena lobus atas.Foto
rontgen adalah indicator penting untuk menentukan ukuran jantung dan mendeteksi
pembesaran.Yang paling umum digunakan adalah CTR (cardiothoracic Ratio).Selain itu juga
digunakan diameter tranversal jantung.CTR adalah perbandingan diameter transversal
jantung dengan diameter transversal rongga thoraks.Rasio normalnya 50% (55% untuk orang
Asia dan Negro). Rasio ini meningkat pada orang tua dan pada neonates kadang mencapai
60%. Metode ini tidak bisa dipakai pada orang yang letak jantungnya mendatar (horizontal)
atau vertical dan orang dengan pericardium penuh lemak (Malueka, 2008).

Penentuan CTR radiografi (RCTR) dilakukan sebagai berikut: Salah satu dari tiga
Ahli Radiologi diukur jarak dalam cm, menggunakan penggaris plastik standar yang jelas,
dari garis tengah tulang belakang horizontal untuk Aspek Kebanyakan lateral puncak jantung.
Prosedur ini dengan cara pengukuran ditambahkan dan dibagi dengan lebar terbesar dari
dada horizontal, dari kiri ke permukaan pleura yang tepat, diturunkan pada tingkat siluet
hemidiaphragmatic kiri. Sebuah RCTR> 0,5 dianggap menunjukan kardiomegali (Miller et
al, 2000).

A+B/C
CTR =

Rasional Tindakan

Intervensi Rasional
Kaji dan laporkan adanya tanda penurunan kejadian morbiditas dan mortalitas
curah jantung berhubungan dengan MI yang lebih dari 24
jam pertama
Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi dan Untuk mengompensasi penurunan
irama jantung kontrakstilitas ventrikel berhubungan
dengan resiko komplikasi
Palpasi nadi perifer Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi. Nadi
mungkin cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulsus alteran mungkin
ada
Pantau adanya pengeluaran urin, catat Ginjal berespon untuk menurunkan curah
volume dan konsentrasi urin jantung dengan menahan cairan dan
natrium.
Kaji perubahan pada sensorik seperti: Dapat menunjukkan tidak adekuatnya
letargi, cemas dan depresi perfusi serebral sekunder terhadap
penurunan curah jantung.
Berikan istirahat posisi semirekumben Untuk memperbaiki efisiensi kontraksi
jantung dan menurunkan kebutuhan oksigen
miokardium dan kerja berlebihan
Berikan istirahat psikologi dengan Stress emosi menghasilkan vasokontriksi
lingkungan yang tenang yang terkait dengan
Batasi aktivitas seperti BAB dan BAK Maneuver valsava menyebabkan rangsang
disamping tempat tidur untuk menghindari vagal diikuti dengan takikardi yang
respon valsava selanjutnya berpengaruh pada fungsi
jantung/ curah jantung
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Meningkatkan sediaan oksigen dapat
melawan efek hipoksia
Kolaborasi pemberian obat: Berikan obat- Dapat diberikan untuk meningkatkan
obatan sesuai dengan idikasi misalnya, kontraktilitas miokard dan menurunkan
digitalis, diuretic beban kerja jantung pada adanya GJK
(miokarditis).
Pantau seri EKG EKG merupakan indicator utama terhadap
perubahan konduksi elektrikal jantung

Link video

https://youtu.be/BQcoT_SsLNI
Avidence Based

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17,5
juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5 juta
kematian di seluruh dunia. Di Indonesia, pada tahun 2018 diperkirakan 17,3 juta kematian
disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dan lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi pada
usia di bawah 60 tahun. Jumlah penderita dengan Hypertensive Heart Disease (HHD) belum
diketahui dengan pasti, namun pada beberapa studi disebutkan pada penderita hipertensi akan
berkembang menjadi penyakit jantung. Sebanyak 50-60% penderita hipertensi akan
mengalami risiko gagal jantung. Seringkali penderita gagal dalam pengobatan karena
ketidakmampuannya dalam memodifikasi gaya hidup, sehingga dokter harus menatalaksana
pasien secara holistik dari berbagai aspek.

Di Indonesia penyakit kardiovaskuler masih menjadi penyakit yang tidak menular utama
penyebab kematian saat ini. Pada 2018 diperkirakan17.3 juta kematian disebabkan penyakit
kardiovaskuler dan lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi pada usia dibawah 60 tahun.
Daftar pustaka

http://eprints.ners.unair.ac.id/852/1/Modul%20PBL%20KARDIO%20II_Abu-Publish.pdf

https://id.scribd.com/document/373444199/sop-pemeriksaan-fisik-kardiovaskuler

APRILIA, C. E. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSUD Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO
MOJOKERTO. KTI D3 KEPERAWATAN.

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2041/7/BAB%20IV%20.pdf

https://bapin-ismki.e-journal.id/jimki/article/view/45/21

Anda mungkin juga menyukai