Disusun oleh:
KELOMPOK E2
LABORATORIUM FARMASETIKA
UNIVERSITAS JEMBER
2018
I. Tujuan
a. Mahasiswa mampu memformulasi sediaan krim difenhidramin
b. Mahasiswa mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan krim difenhidramin
c. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan krim difenhidramin
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV). Istilah ini secara tradisional telah
digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi
sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim merupakan bentuk emulsi dengan
konsistensi semisolida sehingga mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sediaan likuida. Sediaan krim terdiri atas dua fase yang saling tidak campur, yaitu fase internal
(fase terdispersi) dan fase eksternal (fase pendispersi) yang digabungkan dengan adanya
surfaktan . Umumnya sediaan krim dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe minyak dalam air terdiri
dari tetes-tetes kecil minyak (fase internal) yang terdispersi dalam air (fase eksternal), dan
sebaliknya pada krim air dalam minyak.
Penggunaan campuran dari beberapa surfaktan dalam satu formula semisolida, dapat
memberikan sediaan yang lebih stabil jika dibandingkan dengan penggunaan surfaktan tunggal.
Sedangkan komponen lain yang perlu ditambahkan dalam sediaan semisolida adalah kosolven,
peningkat viskositas, preservatif, dapar, antioksidan dan korigen. Penggunaan bahan tambahan
tersebut harus disesuaikan dengan sifat fisika kimia bahan aktif yang digunakan. Hasil campuran
bahan aktif dan bahan-bahan tambahan harus dapat menghasilkan sediaan semisolida yang
memenuhi persyaratan aman, efektif, stabil, dan dapat diterima oleh masyarakat. Aman berarti
sediaan tersebut memiliki bahan aktif dalam jumlah yang sesuai dengan monografi dan tidak
memberikan pelepasan bahan aktif yang sesuai dari sediaan pada tempat pengggunaannya. Stabil
berarti sediaan tidak mengalami perubahan sifat dan konsistensi baik secara fisika, kimia,
mikrobiologi, toksikologi, maupun farmakologi.
Kestabilan krim akan terganggu jika sistem campurannya terganggu, terutama disebabkan
oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan salah satu fase secara
berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya
dapat dilakukan jika diketahui pengencerannya yang cocok dan dilakukan dengan teknik aseptis.
Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet
pada krim umumnya digunakan metil paraben( nipagin ) dengan kadar 0,12 hingga 0,18% atau
propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga 0,05%. Formulasi umum krim : zat aktif,
basis krim, dan bahan tambahan.
Kelebihan sediaan krim yaitu mudah menyebar rata, praktis, mudah dibersihkan atau
dicuci, cara kerja berlangsung secara setempat, tidak lengket (o/w), memberikan rasa dingin
(w/o) dan dapat digunakan sebagai kosmetik. Kekurangan sediaan krim yaitu susah dalam
pembuatannya karena harus dalam keadaan panas, gampang pecah disebabkan karena formulasi
tidak pas, dan mudah kering.
Difenhidramin ini memblokir aksi histamin, yaitu suatu zat dalam tubuh yang
menyebabkan gejala alergi. Difenhidramin menghambat pelepasan histamine (H1) dan asetil
kolin, hal ini memberikan efek seperti peningkatan kontraksi otot polos vaskular, sehingga
mengurangi kemerahan, hipertermia difenhidramin edema yang terjadi selama peradangan.
Difenhidramin menghalangi reseptor H1 pada perifer nocireseptor sehingga mengurangi
sensitisasi dan akibatnya dapat mengurangi gatal yang berhubungan dengan reaksi alergi. pH
krim harus disesuaikan agar tidak mengiritasi kulit yaitu 4,5- 6,5.
Sediaan krim banyak digunakan untuk sediaan obat misal untuk obat anti inflamasi, anti
jamur, anastesik, antibiotik dan hormon sediaan krim juga sering digunakan untuk industri
kosmetik, misalnya untuk sediaan pembersih, emolien, tabir surya, dan antiaging.
BAHAN AKIF
1. Diphenhidramin HCL
Kontra indikasi : asma akut karena aktivitas anti kolinergik antagonis H-1 dapat
mengentalkan sekresi bronkial pada saluran pencernaan sehingga memperberat serangan
asma akut pada bayi baru lahir karena potensial menyebabkan kejang atau menstimulasi
SSP paradoksikal.
Efek samping :
Peringatan : adanya efek sedasi. Hindari penggunaan bersama anti depresan dan alkohol.
Hati-hati penggunaan pada ibu hamil, karena dapat dieliminasi melalui ASI sehingga
penggunaannya perlu diadakan pengawasan. Obat ini tidak digunakan untuk anak
dibawah 2 tahun. Penggunaan pada anak-anak harus diperhatikan karena dapat
menstimulasi SSP paradoksikal.
2. Dihenhydramin citrat
Efek utama : Antihistamin
Efek samping : pusing,mengantuk,mulut kering
Indikasi : Gemetar, kekakuan otot
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap diphenhidramin citrat
Spesifikasi lain : digunakan secara oral
Diphenhidramin merupakan amine stabil dan cepat diserap pada pemberian secara
peroral. Diphenhidramin memiliki onset maksimum 1 – 3 jam serta durasi 4 – 7 jam. Waktu
paruhnya 2 – 4 jam dan didalam tubuh terdistribusi meluas dan dapat dengan segera memasuki
system saraf pusat dan menimbulkan efek sedative. Bioavaibilitas pada pemakaian peroral
mencapai 40% - 60% dan sekitar 78% terikat protein plasma. Sebagian besar mengalami first past
metabolism, namun beberapa juga dimetabolisme diparu-paru dan ginjal kemudian di ekskresikan
melalui urin. Waktu paruh eliminasinya 2-8 jam dan 13.5 jam untuk pasien geriatri.
Karena diphenhidramin bekerja hanya selektif pada reseptor H-1 tetapi sediaan ini
memiliki efek samping sedasi maka sediaan ini dibuat dalam sediaan cream. Jika dibuat sediaan
cream, efek sedasi dari bahan aktif dapat dikurangi tanpa mengurangi efek terapi yang
diharapkan. Tujuan terapi adalah pada kulit lapisan dermis pada bagian sel beta Langerhans. Sel
beta Langerhans merupakan tempat produksi histamine, sehingga jika reseptor dari histamine di
dalam sel tsb dihambat, maka reaksi alergi dapat dihindari.
c. Aturan dosis
Dalam sekali pemakaian salep kurang lebih digunakan 200 mg-300 mg.
Dalam sehari digunakan 2-4 kali, jadi dalam sehari dibutuhkan :
200 mg-300 mg x 2 = 400 mg-600 mg
200 mg-300 mg x 4 = 800mg-1200 mg
Jika pemakaiannya dalam 1 minggu dibutuhkan salep sebanyak :
600 mg-1200 mg x 7 hari = 4200 mg-8400 mg
Pemerian : Berbentuk Kristal atau serbuk dengan warna putih. Bau lemah.
Kegunaan : Antimikroba
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol, 3 bagian etanol 95%
6 bagian etanol 50%, 10 bagian eter, 60 bagian glycerin, 5 bagian
propilenglikol, 400 bagian air 250C, 50 bagian air 500C, 30 bagian
air 800C.
Penggunaan : 0,02 – 0,30% untuk sediaan topical.
PH :4–8
Inkompatibilitas : Bentonit, Magnesium trisilicat, Talk, Tragakan, Sodium
alginate, Minyak essensial, Sorbitol, Atropin.
ADI : 10 mg/kgBB/hari
Alasan pemilihan :
Rentang Ph besar yaitu 4-8
Punya aktivitas antimikroba yang luas
Tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi
Kelarutanpadapropilenglikol 1 : 4
Mekanisme kerja senyawafenolik adalah dengan
menghilangkan peremeabelitas membran sehingga isi
sitoplasmakeluar dan menghambat sistem transport elektrolit
yang lebih efektif untuyk bakteri gram positif
7. Oleum Jasmine
Kegunaan : sebagai odoris
Penggunaan : secukupnya
Alasan pemilihn : berbau khas melati yang wangi, dan agar mudah diterima
Dipasaran
VII. Metode
1. Alat
- Mortir dan stamper
- Timbangan analitik
- Beker glass
- Gulas ukur
- Batang penagduk
- Sudip
2. Bahan
- Difenhiramin
- Nipagin
- Nipasol
- Propilenglikol
- Oleum jasmin
- Asam stearat
- Cera alba
- TEA
- Aquadest
- Vaselin album
3. Pembuatan Fase Minyak
- Timbang cera alba, vaselin album dan asam stearat
- Lebur diatas water bath (campuran I)
4. Pembuatan Fase Air
- Timbang nipagin, nipasol dan TEA
- Larutkan dalam propilen glikol
- Tambahkan air panas dan aduk ad homogen (campuran II)
- Timbang difenhidramin HCl dan campurkan dengan campuran II
- Gerus ad homogen dalam mortir hangat (campuran III)
5. Pembuatan Krim
Fase minyak dan fase air dicampur dalam mortir hangat aduk hingga homogen
6. Evaluasi Sediaan Krim
- Organoleptis
- Uji pH
- Uji Viskositas
- Pemeriksaan Tipe Krim
- Daya Sebar
a. Desain kemasan
b. Desain E-Tiket
c. Desain Brosure
IX. HASIL DAN PEMBAHASAN
Vaselin album 10 % 30 %
TEA 3% 4%
Asam Stearat 12 % 16 %
Formula diubah dikarenakan ada kendala saat formula awal, ketika fase minyak dan fase
air dicampur terbentuk sabun dan krim tidak jadi. Hal tersebut kemungkinan terjadi fase airnya
yang telalu banyak atau pada saat pencampuran suhu antara keduanya berbeda. Selain itu juga
bisa dikarenakan kesalahan praktikan saat mengaduk fase minyak dan air terlalu cepat.
Hasil Pengamatan
Organoleptis
- Aroma : melati
- Warna : putih
- Tekstur : Lembut
- Konsistensi : kental
Evaluasi pH
Syarat pH krim untuk kulit= 4,5 – 6,5. pH sediaan krim yang dibuat didapatkan pH sebesar 6
Daya Sebar
Evaluasitipekrim
Uji viskositas
Pembahasan
Pada praktikum kali ini, praktikan membuat sediaan krim Difenhidramin HCl dengan
penggantian prosentase formula sebanyak 1 kali. Pada setiap formulasi, pencampuran kedua fase
dilakukan dalam keadaan suhu hangat. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan
leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase
lemak dengan fase cair (Munson, 1991).
Krim difenhidramin HCl terbentuk dengan baik setelah perubahan prosentase pada
formula. Emulsi yang terbentuk stabil, tidak memisah. Krim yang dihasilkan berwarna putih,
beraroma jasmine, dan memiliki konsistensi krim yang baik. Selanjutnya praktikan melakukan
evaluasi terhadap krim yang sudah dibuat.
Pada pemerikasaan organoleptis didapatkan bau seperti melati dan warna sediaan putih
dengan tekstur lembut dan konsistensinya kentalsepertisediaan semisolid.
Setelahdiujipadakelompok kami, didapatkanhasilsediaankrim yang mudahdioles,
lembutdantidaklengket di kulit, sertamudahdicuci. Selanjutnya dilakukan uji evaluasi pH dengan
menggunakan indikator pH. Pada uji evaluasi pH didapatkan pH sebesar 6. Hal tersebut sesuai
dengansyarat pH padaliteraturkarena pada literatur syarat dari pH untuk sediaan krim untuk kulit
yaitu 4,5- 6,5. Pada evaluasi pH apabila sediaan krim pH terlalu asam maka akan mengiritasi
kulit sedangkan apabila PH nya terlalu basa maka kulit akan terasa kering ketika diolesi krim.
Kemudian kami juga melakukan uji daya sebar. Daya sebar merupakan kemampuan penyebaran
krim pada kulit. Penentuannya dilakukan dengan ekstensometer dan dilakukan pada rentang
waktu 1-2 menit. Hasil yang kami dapatkan pada uji daya sebar yaitu didapatkan diameter
sebesar 6 cm. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pada literatur yaitu memiliki diameter antara
5-7 cm.
X. KESIMPULAN
Difenhidramin merupakan sebuah antihistamin yang bekerjanya dengan menghambat
reseptor H1 pada nosiseptor perifer sehingga dapat mengurangi sensitisasi dan gatal yang
berhubungan dengan reaksi alergi.
Difenhidramin dipilih sebagai sediaan krim karena difenhidramin dapat mengalami first
past metabolism di hati yang mempengaruhi keefektifan obat.
Uji evaluasi sediaan krim kami meliputi organoleptis, evaluasi pH, daya sebar, viskositas
dan uji tipe krim
Pada pemeriksaan organoleptis krim berwarna putih, aroma melati, tekstur lembut,
konsistensi kental. Pada pemeriksaan pH sediaan krim kami memiliki pH 6 dan masuk
dalam rentang pHyang memenuhi persyaratan sediaan krim yaitu 4,5-6,5. Pada uji daya
sebar pada sediaan krim kami memiliki diameter sebesar 6 cm dan masuk dalam
persyaratan uji daya sebesar yaitu sebesar 5-7 cm pada waktu 2 menit. Dilakukan juga uji
aseptabilitas sediaan. Setelahdiuji, didapatkanhasilsediaankrim yang mudahdioles,
lembutdantidaklengket di kulit, sertamudahdicuci. Tipe krim adalah air dalam minyak
(A/M), Metilen blue yang diteteskanpadasediaankrim kami menyebarsecaramerata,
sehinggadapatdikatakanbahwasediaankrim kami termasukdalamtipekrim o/w. Sedangkan
pada uji yang terakhir yaitu uji dengan menggunakan viskometer,
kamimelakukanpengujianviskositasmenggunakan spindleno. 2dan di
dapatkanhasilviskositassebesar 200dPas.
DAFTAR PUSTAKA