Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PONDASI DANGKAL

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat menghitung daya dukung tanah
sesuai kondisi tanah, sifat pembebanan dan bentuk serta dimensi pondasi,
menggunakan rumus yang sesuai. Dapat menghitung penurunan pada pondasi
dangkal akibat beban yang bekerja di atasnya dengan cara dan rumus yang tepat
dan benar.

1.1 Jenis Dan Fungsi Pondasi Dangkal


Pondasi merupakan bagian paling bawah dari suatu konstruksi bangunan
(sub-structure) yang berfungsi untuk meneruskan beban-beban dari konstruksi
diatasnya (supper structure) kelapisan tanah yang berada di bawah pondasi dan
tidak boleh melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan. Apabila kekuatan
tanah dilampaui, maka akan terjadi penurunan yang berlebihan atau keruntuhan
dari tanah, kedua hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakkan konstruksi
keseluruhannya.
Pondasi dangkal (shallow foundation) digunakan apabila lapisan tanah keras
yang mampu mendukung beban bangunan di atasnya terletak dekat dengan
permukaan tanah, sedangkan pondasi dalam (deep foundation) dipakai pada
kondisi yang sebaliknya. Suatu pondasi akan aman apabila:
1. Penurunan (settlement) tanah yang disebabkan oleh beban masih dalam
batas yang diperbolehkan.
2. Keruntuhan geser dari tanah di mana pondasi berada tidak terjadi.
Secara umum, yang dinamakan pondasi dangkal adalah pondasi yang
mempunyai perbandingan antara kedalaman dengan lebar pondasi sekitar kurang
dari 4 (Df/B < 4) seperti pada Gambar 1.1, dan bentuk pondasi biasanya dipilih
sesuai dengan jenis bangunan dan jenis tanahnya dan secara umum pondasi
dangkal dapat berbentuk:
 Pondasi telapak (square foudations)
 Pondasi menerus (continus foudations)

1
 Pondasi lingkaran (circle foudations)

B
 Pondasi rakit (raft foudations)

Df
B = lebar pondasi

Df/B 10 pondasi tiang


4 Df/B 10 pondasi sumuran
Df/B 4 pondasi telapak
dimana:Df = kedalaman pondasi
Gambar 1.1 Syarat perbandingan antara kedalaman dengan lebar pondasi

Bangunan lainnya yang dikategorikan sebagai konstruksi yang erat


hubungannya dengan pondasi dangkal, seperti:
 Dinding penahan tanah atau turap
 Bendung elak sementara (penurapan pada pembuatan pilar jembatan di
dasar sungai

- Bentuk segi-empat

- Bentuk Trapesium

- Bentuk T - Bentuk pondasi gabungan

Gambar 1.2 Bentuk pondasi dangkal

2
1.2 Syarat-syarat Perencanaan Pondasi Dangkal.
Didalam merencanakan suatu pondasi harus memperhatikan beberapa
persayaratan di bawah ini:
1. Syarat yang berhubungan dengan konstruksi dan beban yang diterima oleh
pondasi, adalah:
 Beban maksimum yang diterima.
 Muatan sedapat mungkin merata.
 Tanah dasar pondasi terlindung dari penggerusan air.
2. Syarat yang berhubungan dengan perencanaan dan perluasan pondasi,
adalah:
 Galian tanah sekecil-kecilnya.
 Lubang pondasi harus dapat dikeringkan.
 Menghindari kemungkinan terjadinya kebocoran dari air tanah.
 Pondasi yang terbuat dari kayu harus terletak pada muka air tanah
terendah.
3. Syarat yang berhubungan dengan stabilitas dan deformasi, adalah:
 Kedalaman pondasi harus cukup untuk menghindari kerusakan tanah
dalam arah lateral di bawah pondasi.
 Kedalaman pondasi harus di bawah daerah yang mempunyai sifat
kompresibilitas yang tinggi.
 Konstruksi harus aman terhadap guling, geser, rotasi dan keruntuhan
geser tanah.
 Konstruksi harus aman terhadap korosi atau kegagalan akibat bahan-
bahan kimia yang ada di dalam tanah.
 Konstruksi diharapkan mudah untuk dimodifikasi jika terdapat
perubahan geometri konstruksi.
 Pondasi harus dapat memberikan toleransi terhadap pergerakan
diferensial akibat pergerakan tanah.
 Pondasi harus memenuhi persyaratan standar.
 Pondasi harus ekonomis dalam pelaksanaan.

3
1.3 Daya Dukung Tanah.
Kapasitas/daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah untuk
menahan suatu beban yang bekerja padanya yang biasanya disalurkan melalui
pondasi. Kapasitas/daya dukung tanah batas (qu = qult = ultimate bearing capacity)
adalah tekanan maksimum yang dapat diterima oleh tanah akibat beban yang
bekerja tanpa menimbulkan kelongsoran geser pada tanah pendukung tepat di
bawah dan sekeliling pondasi.
Konsep perhitungan daya dukung batas tanah dan bentuk keruntuhan geser
dalam tanah dapat dilihat dalam model pondasi menerus dengan lebar (B) yang
diletakkan pada permukaan lapisan tanah pasir padat (tanah yang kaku) seperti
pada Gambar 1.3a. Apabila beban terbagi rata (q) tersebut ditambah, maka
penurunan pondasi akan bertambah pula. Bila besar beban terbagi rata q = qu (qu
= daya dukung tanah batas) telah di capai, maka keruntuhan daya dukung akan
terjadi, yang berarti pondasi akan mengalami penurunan yang sangat besar tanpa
penambahan beban q lebih lanjut seperti Gambar 1.3b. Hubungan antara beban
dan penurunan ditunjukkan pada kurva I pada Gambar 1.3b. Untuk keadaan ini,
qu didefinisikan sebagai daya dukung batas dari tanah.

qu’ q Beban per


q satuan luas
q
II I

Keruntuhan geser
Keruntuhan geser
setempat
menyeluruh

(a) (b)

Gambar 1.3 Daya dukung batas tanah untuk kondisi dangkal.


Model pondasi
Grafik hubungan antara beban dan penurunan

4
Terdapat 3 kemungkinan pola keruntuhan kapasitas dukung tanah, yaitu:
1. Keruntuhan geser umum (General Shear Failure), Gambar 1.4.
1) Kondisi kesetimbangan plastis terjadi penuh diatas failure plane
2) Muka tanah di sekitarnya mengembang (naik)
3) Keruntuhan terjadi di satu sisi sehingga pondasi miring
4) Terjadi pada tanah dengan kompresibilitas rendah (padat dan kaku)
5) Kapasitas dukung batas (qu) bisa diamati dengan baik.

Gambar 1.4. Pola keruntuhan geser umum (General Shear Failure).

2. Keruntuhan geser setempat (Local Shear Failure), Gambar 1.5.


1) Muka tanah disekitar pondasi tidak terlalu mengembang, karena dorongan
kebawah dasar pondasi lebih besar
2) Kondisi kesetimbangan plastis hanya terjadi pada sebagian tanah saja
3) Miring yang terjadi pada pondasi tidak terlalu besar
4) Terjadi pada tanah dengan kompresibilitas tinggi yang ditunjukkan dengan
penurunan yang relatif besar
5) Kapasitas dukung batas (qu) sulit dipastikan dan dianalisis, hanya bisa
diamati penurunannya saja.

5
Gambar 1.5. Pola keruntuhan geser setempat (Local Shear Failure).

3. Keruntuhan geser baji/penetrasi (Punching Shear Failure), Gambar 1.6.


1) Terjadi desakan di bawah dasar pondasi disertai pergeseran arah vertikal
sepanjang tepi
2) Tidak terjadi kemiringan pondasi dan pengangkatan di permukaan tanah
3) Penurunan yang terjadi cukup besar
4) Terjadi pada tanah dengan kompresibilitas tinggi dan kompresibilitas
rendah jika kedalaman pondasi agak dalam

6
Gambar 1.6. Pola Keruntuhan geser baji (Punching Shear Failure)
1.4 Kapasitas Daya Dukung Menurut Terzaghi
Analisis kapasitas dukung didasarkan kondisi general shear failure, yang
dikemukakan Terzaghi (1943) dengan anggapan-anggapan sebagai berikut:
 Tahanan geser yang melewati bidang horisontal di bawah pondasi diabaikan
 Tahanan geser tersebut digantikan oleh beban sebesar q =  . Df
 Membagi distribusi tegangan di bawah pondasi menjadi tiga bagian
 Tanah adalah material yang homogen, isotropis dengan kekuatan gesernya
yang mengikuti hukum Coulumb.
 = c +  . tan  (1.1)
dimana:
= tegangan geser
c= kohesi tanah
 = tegangan normal
 = sudut geser dalam tanah
 Untuk pondasi menerus penyelesaian masalah seperti pada analisa dua
dimensi
Analisa distribusi tegangan di bawah dasar pondasi menurut teori Terzaghi
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.7, dimana bidang keruntuhan dibagi menjadi
3 (tiga) zona keruntuhan yaitu:

Gambar 1.7 Analisa distribusi tegangan di bawah pondasi menurut teori


Terzaghi (1943)

Zona I
Bagian ACD adalah bagian yang tertekan ke bawah dan menghasilkan suatu
keseimbangan plastis dalam bentuk zona segitiga di bawah pondasi dengan

7
sudut ACD = CAD = α = 45o+ø/2. Gerakan bagian tanah ACD ke bawah
mendorong tanah disampingnya ke samping.
Zona II
Bagian ADF dan CDE disebut radial shear zone (daerah geser radial) dengan
curve DE dan DF yang bekerja pada busur spiral logaritma dengan pusat
ujung pondasi.
Zona III
Bagian AFH dan CEG dinamakan zona pasif Rankine dimana bidang
tegangannya merupakan bidang longsor yang mengakibatkan bidang geser di
atas bidang horisontal tidak ada dan digantikan dengan beban sebesar q = Df

Terzaghi (1943), memberikan beberapa rumus sesuai dengan bentuk geometri


pondasi tersebut. Rumus-rumus yang dimaksud antara lain:
Untuk tanah dengan keruntuhan geser umum (general shear failure)
1. Daya dukung pondasi menerus dengan lebar B
qu = c Nc + Df Nq + 1/2  B N (1.2)
2. Dayadukung pondasi lingkaran dengan jari-jari R
qu = 1,3 c Nc + Df Nq + 0,6  R N (1.3)
3. Daya dukung pondasi bujur sangkar dengan sisi B
qu = 1,3 c Nc + Df Nq + 0,4  B N (1.4)
4. Daya dukung pondasi segi empat (B x L)
qu = c Nc (1 + 0,3 B/L) +  Df Nq + 1/2  B N(1-0,2. B/L) (1.5)
dimana:
qu = daya dukung maksimum
c = kohesi tanah
 = berat isi tanah
B = lebar pondasi (= diameter untuk pondasi lingkaran)
L = panjang pondasi
Df = kedalaman pondasi
Nc; Nq; N adalah faktor daya dukung yang besarnya dapat ditentukan dengan
memakai Tabel 1.1 atau Gambar1.8 atau dengan memakai rumus-rumus
sebagai berikut:

8
2(3 π /4−φ/2) tanφ
e
N c =cot φ
[ π φ
2cos +
4 2
2
( ) ]
−1 =cot ϕ( N q −1)

(1.6)

e 2(3 π /4−φ/2) tanφ


N q=
φ
(
2cos 2 45+
2 ) (1.7)

1 K py
Nγ=
(
2 cos 2 φ
−1 tanφ
)
(1.8)
Kpy = koefisien tekanan tanah pasif

Untuk tanah dengan keruntuhan geser setempat (local shear failure)


Untuk harga c diganti c′ = 2/3 c dan harga  diganti ′ = tan-1 (2/3 tan). Dari
nilai c′ dan ′ didapatkan faktor-faktor daya dukung untuk kondisi keruntuhan
lokal: N′c; N′q; N′ (Table 1.2 atau Gambar 1.8).
1. Kapasitas daya dukung pondasi menerus dengan lebar B
q′u = c′ N′c +Df N′q + 1/2 B. N′ (1.9)
2. Kapasitas daya dukung pondasi lingkaran dengan jari-jari R
q′u = 1.3 c′’ N′c + Df N′q + 0.6 R N′ (1.10)
3. Kapasitas daya dukung pondasi bujur sangkar dengan sisi B
q′u = 1.3 c′ N′c + Df N′q + 0.4  B N′ (1.11)
4. Kapasitas daya dukung pondasi persegi empat (BxL)
q′u = c′ N′c (1 + 0.3 B/L) + Df N′q + 1/2  B N′y (1-0.2BL) (1.12)

9
Tabel 1.1 Faktor Daya Dukung Terzaghi untuk Kondisi Keruntuhan Geser Umum
(general shear failure)

 Nc Nq N  Nc Nq N
0 5,70 1,00 0,00 26 27,09 14,21 9,84
1 6,00 1,10 0,01 27 29,24 15,90 11,60
2 6,30 1,22 0,04 28 31,61 17,81 13,70
3 6,62 1,35 0,06 29 34,24 19,98 16,18
4 6,97 1,49 0,10 30 37,16 22,46 19,13
5 7,34 1,64 0,14 31 40,41 25,28 22,65
6 7,73 1,81 0,20 32 44,04 28,52 26,87
7 8,15 2,00 0,27 33 48,09 32,23 31,94
8 8,60 2,21 0,35 34 52,64 36,50 38,04
9 9,09 2,44 0,44 35 57,75 41,44 45,41
10 9,61 2,69 0,56 36 63,53 47,16 54,36
11 10,16 2,98 0,69 37 70,01 53,80 65,27
12 10,76 3,29 0,85 38 77,50 61,55 78,61
13 11,41 3,63 1,04 39 85,97 70,61 95,03
14 12,11 4,02 1,26 40 95,66 81,27 115,31
15 12,86 4,45 1,52 41 106,81 93,85 140,51
16 13,68 4,92 1,82 42 119,67 108,75 171,99
17 14,60 5,45 2,18 43 134,58 126,50 211,56
18 15,12 6,04 2,59 44 151,95 147,74 261,60
19 16,56 6,70 3,07 45 172,28 173,28 325,34
20 17,69 7,44 3,64 46 196,22 204,19 407,11
21 18,92 8,26 4,31 47 224,55 241,80 512,84
22 20,27 9,19 5,09 48 258,28 287,85 650,67
23 21,75 10,23 6,00 49 298,71 344,63 831,99
24 23,36 11,40 7,08 50 347,50 415,14 1072,80
25 25,13 12,72 8,34
* Kumbhojkar (1993)

Tabel 1.2 Faktor-faktor daya dukung Terzaghi modifikasi untuk kondisi


keruntuhan geser setempat (local shear failure)

10
 N′c N′q N′  N′c N′q N′
0 5,70 1,00 0,00 26 15,53 6,05 2,59
1 5,90 1,07 0,005 27 16,30 6,54 2,88
2 6,10 1,14 0,02 28 17,13 7,07 3,29
3 6,30 1,2 0,04 29 18,03 7,66 3,76
4 6,51 1,30 0,055 30 18,99 8,31 4,39
5 6,74 1,39 0,074 31 20,03 9,03 4,83
6 6,97 1,49 0,10 32 21,16 9,82 5,51
7 7,22 1,59 0,128 33 22,39 10,69 6,32
8 7,47 1,70 0,16 34 23,72 11,67 7,22
9 7,74 1,82 0,20 35 25,18 12,75 8,35
10 8,02 1,94 0,24 36 26,77 13,97 9,41
11 8,32 2,08 0,30 37 28,51 15,32 10,90
12 8,63 2,22 0,35 38 30,43 16,85 12,75
13 8,96 2,38 0,42 39 32,53 18,56 14,71
14 9,31 2,55 0,48 40 34,87 20,50 17,22
15 9,67 2,73 0,57 41 37,45 22,70 19,75
16 10,06 2,92 0,67 42 40,33 25,21 22,50
17 10,47 3,13 0,76 43 43,54 28,06 26,25
18 10,90 3,36 0,88 44 47,13 31,34 30,40
19 11,36 3,61 1,03 45 51,17 35,11 36,00
20 11,85 3,88 1,12 46 55,73 39,48 41,70
21 12,37 4,17 1,35 47 60,91 44,54 49,30
22 12,92 4,48 1,55 48 66,80 50,46 59,25
23 13,51 4,82 1,74 49 73,55 57,41 71,45
24 14,14 5,20 1,97 50 81,31 65,60 85,75
25 14,80 5,60 2.25
* Kumbhojkar (1993)

Gambar 1.8 Grafik Faktor Daya Dukung Terzaghi

1.5 Pengaruh Permukaan Air Tanah Terhadap Kapasitas Dukung

11
Terdapat tiga keadaan pengaruh muka air tanah (ground water table) terhadap
kapasitas dukung, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.9.

Gambar 1.9. Perubahan kapasitas dukung adanya beda tinggi muka air
tanah

a. Kasus I: jika letak muka air tanah, 0 ≤ D1  Df:


q = D1. + D2(sat - w) dan
nilai  dibawah pondasi menjadi: ´= sat – w (1.13)
b. Kasus II: jika letak muka air tanah, 0≤ d  B:
d
γ =γ ' + (γ−γ ' )
nilai  dibawah pondasi menjadi: B (1.14)
c. Kasus III: jika letak muka air tanah, d  B:
Muka air tanah tidak berpengaruh terhadap kapasitas dukung tanah.

1.6 Rumus Kapasitas Dukung Secara Umum


Meyerhof (1963) telah mengembangkan rumus-rumus perhitungan kapasitas
daya dukung dengan mempertimbangkan faktor kedalaman, bentuk dan kemiring-
an beban. Rumus daya dukung secara umum dari Meyerhof adalah:

qu = c.Nc.Fcs.Fcd.Fci+.Df.Nq.Fqs.Fqd.Fqi+½..B.N.Fs.Fd.Fi (1.15)

Dimana:
qu = satuan daya dukung maksimum
c = kohesi tanah
B = lebar pondasi (= diameter untuk pondasi lingkaran)
 = berat isi tanah

12
Df = kedalaman pondasi
Fcs, Fqs, Fs = koreksi faktor bentuk (shape factors)
Fcd, Fqd, Fd = koreksi faktor kedalaman (depth factors)
Fci, Fqi, Fi = koreksi faktor kemiringan beban (inclination factors)
Nc; Nq; N = faktor daya dukung, sesuai Tabel 1.3 atau dengan rumus
faktor daya dukung diberikan oleh Meyerhof sebagai berikut:
φ
2( )
N q =tan2 45+ ⋅e π . tan φ
(1.16)
N c =( N q−1).cot φ (1.17)

N γ =2.( N q +1).tan φ (1.18)

13
Tabel 1.3 Faktor daya dukung Meyerhof (1963)
 Nc Nq Nγ Nq/Nc tan   Nc Nq Nγ Nq/Nc tan 
0 5,14 1,00 0,00 0,20 0,00 26 22,25 11,85 12,54 0,53 0,49
1 5,38 1,09 0,07 0,20 0,02 27 23,94 13,20 14,47 0,55 0,51
2 5,63 1,20 0,15 0,21 0,03 28 25,80 14,72 16,72 0,57 0,53
3 5,90 1,31 0,24 0,22 0,05 29 27,86 16,44 19,34 0,59 0,55
4 6,19 1,43 0,34 0,23 0,07 30 30,14 18,40 22,40 0,61 0,58
5 6,49 1,57 0,45 0,24 0,09 31 32,67 20,63 25,99 0,63 0,60
6 6,81 1,72 0,57 0,25 0,11 32 35,49 23,18 30,22 0,65 0,62
7 7,16 1,88 0,71 0,26 0,12 33 38,64 26,09 35,19 0,68 0,65
8 7,53 2,06 0,86 0,27 0,14 34 42,16 29,44 41,06 0,70 0,67
9 7,92 2,25 1,03 0,28 0,16 35 46,12 33,30 48,03 0,72 0,70
10 8,35 2,47 1,22 0,30 0,18 36 50,59 37,75 56,31 0,75 0,73
11 8,80 2,71 1,44 0,31 0,19 37 55,63 42,92 66,19 0,77 0,75
12 9,28 2,97 1,69 0,32 0,21 38 61,35 48,93 78,03 0,80 0,78
13 9,81 3,26 1,97 0,33 0,23 39 67,87 55,96 92,25 0,82 0,81
14 10,37 3,59 2,29 0,35 0,25 40 75,31 64,20 109,41 0,85 0,84
15 10,98 3,94 2,65 0,36 0,27 41 83,86 73,90 130,22 0,88 0,87
16 11,63 4,34 3,06 0,37 0,29 42 93,71 85,38 155,55 0,91 0,90
17 12,34 4,77 3,53 0,39 0,31 43 105,11 99,02 186,54 0,94 0,93
18 13,10 5,26 4,07 0,40 0,32 44 118,37 115,31 224,64 0,97 0,97
19 13,93 5,80 4,68 0,42 0,34 45 133,88 134,88 271,76 1,01 1,00
20 14,63 6,40 5,39 0,43 0,36 46 152,10 158,51 330,35 1,04 1,04
21 15,82 7,07 6,20 0,45 0,38 47 173,64 187,21 403,67 1,08 1,07
22 16,88 7,82 7,13 0,46 0,40 48 199,26 222,31 496,01 1,12 1,11
23 18,05 8,66 8,20 0,48 0,42 49 229,93 265,51 613,16 1,15 1,15
24 19,32 9,60 9,44 0,50 0,45 50 266,89 319,07 762,89 1,20 1,19
25 20,72 10,66 10,88 0,51 0,47
* Vesic (1973)

Rumus umum yang digunakan untuk menentukan faktor pengaruh bentuk,


kedalaman dan kemiringan beban dapat digunakan seperti dalam Tabel 1.4

14
Tabel 1.4 Faktor bentuk, kedalaman dan kemiringan yang rekomendasikan:
Faktor Rumus Sumber
Bentuk De Beer (1970)
B N
Fcs =1+ ⋅ q
L Nc
B
Fqs=1+ tan φ
L
B
F γs=1 − 0,4 ⋅
L
Kedalaman a. Bila Df/B 1 Hansen (1970)
Untuk  = 0
Df
Fcd =1 + 0,4
B
Fqd =1
F γd=1
Untuk > 0
1-F qd
Fcd =F qd−
N c −tanφ
Df
Fqd =1+ 2 tanφ ( 1−sinφ ) ²
B
F γd=1
b. Bila Df/B > 1
Untuk  = 0
Df
Fcd =1 + 0,4 tan−1 ( )B
Fqd =1
F γd=1
Untuk > 0
1-F qd
Fcd =F qd−
N c −tanφ
Df
Fqd =1+ 2 tanφ ( 1−sinφ ) ²tan−1 ( )
B
F γd =1

15
...lanjutan Tabel 1.4
Faktor Rumus Sumber
Kemiringan 2 Mayerhof (1963);
β°
(
Fci = Fqi = 1−
90° ) Hanna dan Mayerhof
(1981)
2
β°
F =(1 − )
γi
φ°

β
Df

β
B

Gambar 1.10 Kemiringan beban pada pondasi

1.7 Faktor Keamanan pada Pondasi Dangkal


Besarnya kapasitas dukung ijin kotor (qijin = qall = gross allowable load-bearing
capacity) adalah:
qu
q ijin =
SF (1.19)
Sedangkan penambahan tegangan di bawah tanah netto (qijin(net)) = beban dari
bangunan atas (superstructure) per satuan luas pada pondasi dinyatakan dalam:
qu( net ) −¿ q
q ijin( net)= =q u ¿
SF SF (1.20)
keterangan:
qu = kapasitas dukung batas kotor (gross ultimate bearing capacity)
qu(net) = kapasitas dukung batas netto (net ultimate bearing capacity)
q = tekanan overburden = .Df
SF = faktor keamanan (factor of safety) umumnya minimal bernilai = 3.

16
1.8 Beban Eksentris pada Pondasi
Pembebanan yang tidak sentris pada pondasi bisa terjadi apabila beban
vertikal yang bekerja mempunyai eksentrisitas terhadap titik pusat pondasi atau
jika pondasi menerima momen selain beban vertikal. Adapun dalam perhitungan,
Meyerhof (1953) menggolongkan pengaruh eksentristas beban terhadap kapasitas
dukung pondasi segi empat menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu seperti Gambar 1.11.

a. Eksentrisitas satu arah (Gambar 1.11a.)


b. Eksentrisitas dua arah (Gambar 1.11b.)
c. Eksentrisitas dua arah yang disederhanakan (Gambar 1.11c.).

Gambar 1.11 Pengaruh eksentrisitas pada kapasitas dukung pondasi


segi empat dengan beban vertikal (Meyerhof, 1953)

a. Eksentrisitas satu arah


Pada Gambar 1.12terlihat pengaruh eksentrisitas beban satu arah pada
pondasi segiempat terhadap distribusi tekanan tanah dan dimensi efektif pondasi.

17
Gambar 1.12. Detail pengaruh eksentrisitas beban satu arahpada pondasi
segi empat

Distribusi tekanan dibawah pondasi adalah:


Q 6.M
q max = +
B . L B2 . L (1.21)
Q 6. M
q min = − 2
B.L B .L (1.22)

Tahapan menghitung beban batas dan faktor keamanan pada pondasi satu arah:
1. Dari Gambar 1.12b. menunjukkan system pembebanan yang sama dengan
Gambar 1.12a., maka jarak e adalah:
M
e=
Q (1.23)
Memasukkan Rumus 1.23. dalam Rumus 1.21. dan Rumus 1.22., maka:
Q 6.e
q max =
B. L ( )
1+
B (1.24)
Q 6. e
q min =
B. L ( 1− )
B (1.25)

18
Jika e > B/6, maka qmin adalah negatif artinya ada daerah tarikan. Karena tanah
tidak dapat menerima gaya tarik, maka terdapat perubahan perhitungan qmax
sebagai berikut:
4. Q
q max =
3. L.( B−2.e) (1.26)
2. Menentukan dimensi efektif B′ dan L′
Jika beban eksentris pada arah lebarnya (B, misal arah x):
B′ = B – 2.ex ; L′ = L (1.27)
Jika beban eksentris pada arah memanjangnya (L, misal arah y):
L′ = L – 2ey ; B′ = B (1.28)
3. Menentukan kapasitas dukung ultimit pondasi (qu), maka Rumus1.15menjadi:
qu′ = c.Nc.Fcs.Fcd.Fci + .Df.Nq.Fqs.Fqd.Fqi + ½..B′.N.Fs.Fd.Fi (1.29)
dengan:
Fcs ; Fqs ; Fs gunakan Tabel 1.4.dengan B′ dan L′
Fcd ; Fqd ; Fd gunakan Tabel 1.4. dengan lebar pondasi B
4. Beban batas total yang dapat diterima pondasi adalah:
Qult = qu′ . A′ = qu′ . (B′).(L′) (1.30)
5. Faktor keamanan daya dukung adalah:
Qult
FS=
Q (1.31)

b. Eksentrisitas dua arah


Keadaan sebuah pondasi yang mengalami beban batas maksimum (Q ult) dan
sebuah momen (M) seperti pada Gambar 1.13a. dan Gambar 1.13b. Sedangkan
pondasi yang mengalami pembebanan batas maksimum dan momen dua arah (M x
dan My) seperti pada Gambar 1.13c. Ekivalen dari dua momen tersebut
membentuk dua eksentrisitas (x = eB = ex dan y = eL= ey) seperti pada Gambar
1.13d.

19
Gambar 1.13Analisis momen satu arah dan dua arah dari pondasi dangkal

Jika beban eksentris dua arah (eB dan eL) maka lebar efektif pondasi (B′)
ditentukan sedemikian rupa sehingga resultan beban terletak di pusat berat luas
efektifnya (A′) dengan L′ adalah sisi terpanjang pada luas efektif tersebut.
My Mx
e B= dan e L=
dengan: Qult Qult (1.32)
Beban total maksimum (Qult) seperti halnya pada pondasi eksentrisitas satu arah:
Qult = qu′ . A′ = qu′ . (B′).(L′) (1.33)

Sedangkan luas, panjang dan lebar efektif (A′, L′ dan B′) ditentukan dengan
menggunakan batasan-batasan sebagai berikut:

1. Jika eL/L ≥ 1/6 dan eB/B ≥ 1/6, seperti pada Gambar 1.14., maka:
A′ = ½.B1. L1 (1.34)
3 . eB
(
B 1=B . 1,5−
B ) (1.35)

20
3 . eL
L1=L . 1,5− ( L ) (1.36)
L′ = nilai terbesar antara L1 dan B1, serta
A'
B '=
L' (1.37)

Gambar 1.14Area efektif untuk kasus eL/L ≥ 1/6 dan eB/B ≥ 1/6

2. Jika eL/L < ½ dan 0 < eB/B < 1/6, seperti pada Gambar 1.15, maka:
A′ = ½.(L1 + L2).B (1.38)
L′= L1 atau L2 (dipakai yang terbesar, L1 dan L2 dari Gambar 1.15b (1.39)
B′= A′ / L′ (1.40)

Gambar 1.15Area efektif untuk kasus eL/L < ½ dan 0 < eB/B < 1/6

21
3. Jika eL/L < 1/6 dan 0 < eB/B < ½, seperti pada Gambar 1.16., maka:
A′ = ½.(B1 + B2).L; (B1 dan B2 dari Gambar 1.16b) (1.41)
L′ = L (1.42)
A'
B '=
L (1.43)

Gambar 1.16. Area efektif untuk kasus eL/L < 1/6 dan 0 < eB/B < ½

4. Jika eL/L< 1/6 dan eB/B < 1/6, seperti pada Gambar 1.17., maka:
A′ = L2.B + ½.(B + B2).(L – L2) (2.44)
L′ = L (2.45)
A'
B '=
L (2.46)

22
Gambar 1.17. Area efektif untuk kasus eL/L < 1/6 dan eB/B < 1/6

c. Eksentrisitas dua arah yang disederhanakan seperti Gambar 1.11c.


Jika beban eksentris dua arah (eB dan eL) disederhanakan akan didapat:
B′ = B – 2.eB dan L′ = L – 2.eL (1.47)

d. Eksentrisitas pada pondasi lingkaran, pada kasuspondasi lingkaran yang


menerima beban eksentris seperti Gambar 1.18, eksestrisitas selalu dalam satu
arah dan luasan efektif (A′) dan lebar efektif (B′) diberikan seperti padaTabel
1.5. Bila A′ dan B′ salah satu sudah ditentukan maka panjang efektif adalah: L’
= A′/ B′

Gambar 1.18 Luasan efektif pondasi lingkaran


Tabel 1.5 Variasi nilai A′/R2 dan B′/R dengan eR/R untuk pondasi lingkaran
eR/R A′/R2 B′/R
0.1 2.8 1.85
0.2 2.4 1.32
0.3 2.0 1.2
0.4 1.61 0.80
0.5 1.23 0.67
0.6 0.93 0.50
0.7 0.62 0.37
0.8 0.35 0.23

23
0.9 0.12 0.12
1.0 0 0

1.9 Kapasitas Dukung Batas Berdasarkan SPT (Standard Penetration Test)


dan CPT (Cone Penetration Test/Sondir)

Pada umumnya rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya daya


dukung berdasarkan SPT atau CPT mempunyai anggapan bahwa daya dukungnya
mengijinkan penurunan pondasi dangkal sebesar 1” (25,4 mm).

a. Kapasitas Dukung Berdasarkan SPT (Standard Penetration Test)


Meyerhof (1956, 1974) mengusulkan kapasitas dukung ijin netto (qijin(net)) untuk
tanah pasir sebagai berikut:
q ijin(net)= 12.N (kN/m²) → untuk lebar B ≤ 1,2 m (1.48)
2
B+0,3
q ijin(net)= 8. N . ( )
B
(kN/m²) → untuk lebar B > 1,2 m
(1.49)

Bowles (1968) mengusulkan menaikkan ±50 % persamaan Meyerhof di atas


sekaligus memberikan faktor koreksi kedalaman pondasi sebagai berikut:
q ijin(net)= 20.N .K d (kN/m²) → untuk lebar B ≤ 1,2 m
(1.50)

B+0,3 2
( )
q ijin(net)= 12,5 .N .
B
. K d ( kN/m²) → untuk lebar B > 1,2 m

(1.51)
dimana:
qijin(net) = kapasitas dukung ijin netto untuk penurunan 1” (2,54 cm)
Kd = faktor kedalaman pondasi = 1 + 0.33Df/B ≤ 1.33

Bowles (1968) menyarankan nilai N diambil dari nilai rata-rata statistis dari zona
½.B di atas dasar pondasi sampai paling sedikit 2.B di bawah dasar pondasi.

Nilai N yang diperoleh dari uji SPT di lapangan sebelum digunakan dalam
hitungan perlu dikoreksi terlebih dahulu.

24
Jika tanah mengandung pasir halus atau pasir berlanau nilai N menjadi:
N = 15 + ½ (N´ – 15) (1.52)
dengan:
N’ = nilai N tercatat dari uji di SPT di lapangan

Beberapa analisis mengoreksi jumlah N-SPT dengan tekanan overburden efektif


(q = p0´). Koreksi N akibat pengaruh tekanan overburden efektif sebagai berikut:
N = CN N´ (1.53)
dengan:
N´ = nilai N tercatat dari uji di SPT di lapangan
CN = faktor koreksi overburden

Gibbs dan Holtz (1957), mengkoreksi tekanan overburden:


5
C N=
1,422 . p0 '+1 (1.54)
dengan:
p0´ = tekanan overburden efektif (kg/cm²) pada kedalaman yang diuji
dengan nilai tidak lebih 2.81 kg/cm² (1 kg/cm² = 98.1 kN/m²).

Bazaraa (1967), mengkoreksi tekanan overburden:


4
C N= ⋅p ' < 1,5 k/ft²
1+2 . p 0 ' 0 (1.55)
4
C N= ⋅p ' < 1,5 k/ft²
3,25+0,5 . p0 ' 0 (1.56)
dengan:
p0´ = tekanan overburden efektif (ksf) [1 k/ft² = 47.94 kN/m²]

Peck, Hanson dan Thornburn (1974), mengusulkan tekanan overburden:

20
C N = 0,77.log
( )
p0 '
(1.57)
dengan:

25
p0´ = tekanan overburden efektif (ton/ft²) [1 ton/ft² = 1 kg/cm²], persamaan
ini tidak valid, jika p0´ < 0.25 ton/ft²

Skempton (1986), mengkoreksi tekanan overburden, berdasarkan macam


pasirnya:
2
C N= → untuk pasir halus normally consolidated
p0 '
1+
pr (1.58)
3
C N= → untuk pasir kasar normally consolidated
p0 '
2+
pr (1.59)
1,7
C N= → untuk pasir overconsolidated
p0 '
0,7+
pr (1.60)
dengan:
p0’ = tekanan overburden efektif (kN/m²]
pr = 100 kN/m² = tekanan efektif referensi

Bowles (1968), menyarankan penggunaan koreksi N harus dilakukan hati-hati dan


tidak diperbolehkan memberikan faktor koreksi CN> 2. (1.61)

Sedangkan Parry (1977) memberikan rumus kapasitas dukung batas (q u) dengan


menggunakan data SPT melalui rumus:
D f +0,73 . B
qu (MN/m² )=0,24 . N f
( D f +0,75 . B ) (1.62)
qu (MN/m²)=0,24 .N f → untuk D f /B < 1 (1.63)
dimana:
Nf = nilai N-SPT lapangan pada kedalaman 0,75B di bawah dasar pondasi
Df dan B = kedalaman dan lebar pondasi

b. Kapasitas Daya Dukung Berdasarkan CPT (Cone Penetration Test/Sondir)


Meyerhof (1956) berdasarkan kurva Terzaghi dan Peck (1943) menyarankan
persamaan sederhana untuk menentukan kapasitas dukung ijin (qijin = qall) yang

26
didasarkan penurunan 1” (2.54 cm) untuk pondasi telapak persegi atau pondasi
memanjang dengan dimensi yang tidak terlalu besar pada tanah pasir adalah
sebagai berikut:
qc
q ijin( net)= (kg/cm² ) → untuk lebar pondasi B ≤ 1,20 m
30
(1.64)
2
qc B+0,3
qijin ( net)=
50 B [ ] ( kg/cm²) → untuk lebar pondasi B > 1,20 m
(1.65)
dimana:
qijin(net) = kapasitas dukung ijin netto untuk penurunan 1” (2,54 cm)
qc = tahanan ujung rata-rata konus pada kedalaman 0 sampai B dari
dasarpondasi

Bila persamaan di atas didasarkan hubungan qc = 4.N dan N dari uji SPT sekaligus
memberikan faktor kedalaman maka akan diperoleh:
q
q ijin( net)= c⋅K d (kg/cm² ) → untuk lebar pondasi B ≤ 1,20 m
20 (1.66)
qc B+0,3 2
qijin ( net)=
33 B[ ]
⋅K d (kg/cm² ) → untuk lebar pondasi B ≥ 1,20 m

(1.67)
dimana:
Kd = faktor kedalaman pondasi = 1 + 0.33 (Df/B) ≤ 1,33.

Schmertmann (1978) mengusulkan akan hubungan kapasitas dukung batas tanah


(qu) dengan nilai peralawanan penetrasi konus (qc) dari uji CPT untuk Df/B  1.5:
1. Untuk tanah berbutir kasar ( - soils), dalam satuan (kg/cm² atau ton/ft²):
Pondasi menerus : qu= 28 – 0,0052 (300 – qc)1,5 (1.68)
Pondasi persegi : qu= 48 – 0,009 (300 – qc)1,5 (1.69)
2. Untuk tanah berbutir halus (c – soils)
Pondasi menerus : qu= 2 + 0,28qc (1.70)
Pondasi persegi : qu = 5 + 0,34qc (1.71)

27
dimana:
qu = kapasitas dukung batas
qc = tahanan ujung rata-rata konus yang dibaca pada kedalaman 0,5 B di
atas dasar pondasi dan 1,1 B di bawah dasar pondasi [kg/cm2]

Contoh 1.1
Suatu rencana pondasi dengan ukuran 4 x 4 ft seperti gambar di bawah. Tentukan
beban gross yang diijinkan, Qijin (Qijin = qijin x luasan pondasi) yang dapat dipikul
oleh pondasi. Angka keamanan (FS) = 3.

= 110 lb/ft3
= 20 0
3 ft c = 200 lb/ft2

4 ft

Penyelesaian:
Anggaplah bahwa tanah mengalami keruntuhan geser menyeluruh:
qu =1,3.c. N c +q.N q +0,4.γ .B .N γ
Dari gambar di atas, untuk  = 20 o, Nc = 17,69; Nq = 7,44; N = 3,64
2
q=γ . D f =110 x 3 = 330 lb/ft

Jadi:
qu =( 1,3 ) . ( 200 ) . ( 17 , 69 ) + ( 330 ) . ( 7 , 44 ) + ( 0,4 ) . ( 110 ) . ( 4 ) . ( 3 ,64 )
2
=4599,4+2455,2+640,6=7695,2 lb/ft
qu 7695 , 2
qijin = = =2565 ,1 lb/ft 2
FS 3
Sehingga: catatan 1 lb = 0,0004536 ton

28
2
Qijin=2565 ,1 x B2=2565, 1 x ( 4 ) =41.041 ,6 lb = 18,62 ton

29
Contoh 1.2
Pondasi persegi seperti dalam gambar dibawah, eL = 0.3 m, eB = 0.15 m. Dengan
eksentrisitas dua arah tersebut, tentukan beban batas Qult

1.5 m

0.7 m
1.5 m x 1.5 m
1.5 m

eB = 0.15 m
eL = 0.3 m

c=0
φ = 30°
γ = 18 kN/m3
Sand

Penyelesaian:
e L 0 .3
= =0 . 2
L 1. 5
e B 0. 15
= =0 .1
B 1.5
L1
≈0 . 85→L1 =(0. 85 )(1. 5)=1. 275 m
L
L2
≈0 . 21→L2 =(0 . 21)(1 .5 )=0 . 315 m
L
1
A ' = ( L1 +L2 )B=1 .193 m 2
2
L’ = L1=1.275 m
'A ' 1. 193
B= ' =0 . 936 m
L 1. 275
Untuk c = 0
qu′ = .Df.Nq.Fqs.Fqd.Fqi + ½..B′.N.Fs.Fd.Fi

30
Untuk nilai φ = 30 ° dari tabel 2.3 diperoleh nilai Nq = 18.4, Nγ =22.4

B' 0 . 936
( ) ( )
F qs =1+ ' tan φ=1+
L 1 .275
tan 30∘ =1. 424

B' 0. 936
( ) ( )
F γs =1−0 . 4 ' =1−
L 1. 275
=0 . 706

D (0 . 289)(0 . 7)
F =1+2 tanφ (1−sin φ ) ( ) =1+
2 f
=1 .135
qd B 1.5
F γd=1
Qult = A′qu′= A′ (.Df.Nq.Fqs.Fqd.Fqi + ½..B′.N.Fs.Fd.Fi)
= 605.95 kN

Contoh 1.3
Suatu pondasi plat menerus lebar 1 meter berada pada lapisan tanahlempung keras
yang mempunyai nilai kohesi c = 50 kN/m2, berat isi tanah γ = 19 kN/m3, sudut
geser dalam tanah φ = 0. Kedalaman telapak pondasi dari permukaan tanah adalah
0,7 meter. Tentukan beban yang diijinkan bila SF = 3,0.
Jawab:

Dengan rumus:
qu=c.N c +q. N q +0.5.γ . B. N γ
Untuk φ = 0 °, diperoleh Nc = 5.14, Nq=1.00, Nγ=0
qu =(50)(5 .14 )+(0 .7 )(19)(1 )+(0 )
=331 . 98 kN/m 2
qu 331. 98
q all= = ≈110 . 66 kN/m 2
SF 3
Beban yang diijinkan = qa x B = (110.66)(1) = 110.66 kN/m

Contoh 1.4

31
Suatu pondasibentuk bujur sangkar terletak di atas tanah pasir, kedalaman pondasi
(Df) = 0,7 m dengan kemiringan beban () = 20o terhadap vertikal, berat volume
tanah = 18 kN/m3. Lebar pondasi (B) = 0,7 m, jika faktor keamanan (FS) = 3.
Tentukan beban gross (Qijin) pada pondasi tersebut ?

Qijin = ?

= 18,0 kN/m3
20 o = 30 0
c=0
0,70
m

0,70
m

Penyelesaian:
1
qu =q . N q . F qs . F qd . F qi + . γ . B. N γ .F γs .F γd . F γi
2
q=Df .γ=( 0,7 ) . ( 18 )=12 ,6 kN/m 2
Dari Tabel 1.3, untuk  = 30oNq = 18,4; N = 22,4
Dari Tabel 1.4:

( BL ). tan φ=1+0 , 577=1, 577


F qs =1+

B
F =1−0,4 . ( ) =1−0,4=0,6
γs
L
Df
F qd=1+2 tan φ . ( 1−sin φ )2 tan −1 =1+12 , 99=13 , 99
B
F γd=1
2 2
βo 20 o
( ) ( )
F qi= 1− o = 1− o =0 , 605
90 90
2 2
βo 20o
F γi= 1−( ) ( )
φ
= 1− o =0 , 11
30
Sehingga:

32
qu=( 12,6 ) . ( 18,4 ) . ( 1,577 ) . ( 13,99 ) . ( 0,605 ) + ( 0,5 ) . (18 ) . ( 0,7 ) . (22,4 ) . ( 0,6 ) . ( 1 ) . ( 0,11)
2
=3094,52+9,31=3103,83 kN/m
Maka:
q u 3103 , 83
q all = = =1034 , 61 kN/m 2
3 3
Untuk Qijin = qall x B2 = (1034,61) x (0,7)2 = 506,96 kN

Soal-soal
1. Suatu pondasi segi empat dengan lebar (B) = 0.91 m dan panjang (L) = 1.83
m, dasar pondasi Df terletak 0.91 m dari muka tanah. Nilai kohesi c = 0 dan =
18.08 kN/m3. Dengan angka keamanan 4 tentukan daya dukung ijin.
2. Suatu pondasi plat setempat dengan ukuran 5 ft x 5ft. Pondasi tersebut terletak
diatas tanah dengan data sudut geser dalam  = 20o; c = 320 lb/ft2 dan berat isi
tanah 115 lb/ft3. Tentukan daya dukung ijin tanah dengan SF = 4, sedangkan
kedalaman pondasi terletak pada kedalaman 3 ft dan kondisi keruntuhan geser
umum (geneal shear failure)
3. Pondasi memanjang menerima beban terbagi rata di atas permukaan (qo)
sebesar 20 kN/m. Dari hasil pengujian lapisan tanah terdiri dari:
-Tanah 1: Elv. 0.00 – 1.00; 1= 19 kN/m3, c1 = 20 kN/m2, 1 = 25°
-Tanah 2: Elv.> 1.00; 2= 19,9 kN/m3, c2 = 50 kN/m2, 2 = 30°
Berapa kapasitas dukung ultimit (qu), jika kedalaman fondasi Df = 1 m, lebar
B = 1,8 m dan`kedudukan muka air tanah sangat dalam? Bagaimana
pengaruhnya terhadap kapasitas dukung ultimit jika tidak terdapat beban
terbagi rata?
4. Pondasi berbentuk memanjang dengan B = 1,6 m dan kedalaman Df = 1,50 m,
terletak pada tanah homogen dengan:
c = 160 kN/m2, =20°; t= 18 kN/m3, sat = 20,81 kN/m3
Ditanyakan:
(a) Pada tinjauan keruntuhan geser umum, berapakah kapasitas dukung batas,
jika muka air tanah terletak pada:

33
(1) 4 m dari permukaan tanah?
(2) kedalaman 0,50 m di bawah dasar pondasi?
(3) dasar pondasi?
(b)Pada kasus (a.l), berapakah kapasitas dukung batas jika ditinjau menurut
keruntuhangeser lokal?
(c)Jika faktor aman FS = 3, berapakah tekanan fondasi maksimum agar
memenuhi kriteria keamanan terhadap keruntuhan kapasitas dukung?
(Dianggap terjadi keruntuhan geser umum dan muka air tanah pada
kedalaman 4 m dari permukaan).

1.10 Tegangan Pada Massa Tanah.


Tegangan yang terjadi di dalam massa tanah disebabkan oleh beban yang
bekerja dipermukaan tanah atau beban akibat berat sendiri tanah. Tegangan akibat
beban di permukaan tanah akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman, dan
sebaliknya tegangan akibat berat sendisi tanah akan bertambah dengan
bertambahnya kedalaman.

1.10.1 Tegangan Tanah Akibat Berat Sendiri.


a. Tegangan geostatik pada tanah tidak berair. (Tidak ada MAT)
Tegangan geostatik vertikal pada tanah yang tidak berada pada daerah yang
berair atau dengan kata lain tanah mempunyai kelembaban yang relatif kecil
sehingga tidak ada pengaruhnya.

1 Lapisan 1 Z1

2 Lapisan 2 Z2

σv

Gambar 1.19Tegangan geostatik pada tanah tidak berair.

σ V =γ 1 .Z 1+γ 2 .Z 2 .................................................................(1.72)

34
dimana:
v = tegangan vertikal dalam tanah [kN/m2)
1 = berat isi tanah lapisan 1[kN/m3]
2 = berat isi tanah lapisan 2 [kN/m3]
z = kedalaman [m]

b. Tegangan geostatik di dalam tanah yang berair.

Lapisan 1
Z1
MAT

Lapisan 2
Z2

σv

Gambar 1.20 Tegangan geostatik pada tanah berair.

σ v '=γ 1 .Z 1 + ( γ sat −γ w ) . Z2 .........................................................(1.73)


dimana:
v′ = tegangan vertikal effektif tanah [kN/m2]
1 = berat isi tanah lapisan 1 [kN/m3]
sat = berat isi tanah jenuh lapisan 2 [kN/m3]
w = berat isi air [kN/m3]
z = kedalaman [m]

c. Tegangan geostatik di dalam tanah jenuh air.

Z1

Z2

σ
Gambar 1.21 Teganganv geostatik pada tanah jenuh
air.
35
σ v '= γ sat .Z 2−γ w . ( Z 1 +Z 2 ) ...............................................................(1.74 )

SALAH, yang betul = (sat-w)Z2

dimana:
v′ = tegangan vertikal effektif tanah [kN/m2]
sat = berat isi tanah jenuh [kN/m3]
w = berat isi air [kN/m3]
z = kedalaman [m]

1.10.2Tegangan Tanah Akibat Beban Luar.


a. Tegangan Akibat Beban Terpusat.
Teori Boussinesq (1885) menentuan tegangan pada sembarang titik pada
sebuah media tanah yang homogen, elastis dan isotropis pada titik A yang
diakibatkan oleh beban terpusat P, adalah seperti Gambar 1.22:

P 3 . x2 . z x2− y2 y2 . z
Δp x =
2. π
.
{L5
− ( 1−2. μ ) .
[ +
L .r 2 . ( L+z ) L3 .r 2 ]}
.. . .. .. . .. .. . .. ..(1 .75a )

P 3. y 2 . z y 2−x 2 x2 . z
Δp y =
2. π
.
{L5
− ( 1−2. μ ) .
[ +
L .r 2 . ( L+z ) L3 . r 2 ]}
. .. .. . .. .. . .. .. . .(1 . 75b)

3 3
3.P z 3.P z
Δpz = . 5 = . ................................................(1.75c)
2. π L 2.π ( r 2+z 2 )5/2

dimana:

r= √ x2+ y 2
2 2 2 2 2
L = √ x + y +z =√ r +z
 = angka Poisson

Persamaan (1.75a) dan (1.75b), merupakan tegangan-tegangan normal


dalam arah horisontal, adalah tergantung pada angka Poisson mediumnya.
Sebaliknya, tegangan arah vertikal, pz seperti pada Persamaan (1.75c) tidak

36
tergantung pada angka Poisson. Hubungan untuk pz di atas kemudian dapat
dituliskan lagi dalam bentuk sebagai berikut:
p 3 1 P
Δp z = 2 .
z 2.π
.
{ 5

[ ( r/ z )2+1 ] 2 }= 2 . I .. .... ... ... .. ... .... ... .. ... .... ...... .. ... ..(1 .76 )
z

3 1
I= . . . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .... . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .(1. 77 )
2 . π r 2 5/2
z[( ) ]
+1

dimana:

r= √ x2+ y 2
x, y, z = koordinat titik A

x
L
z

Gambar 1.22 Tegangan vertikal di titik A akibat beban terpusat.

Tabel 1.6 Variasi I(Persamaan 1.77).


r/z I r/z I
0,01 0,4775 0,9 0,1089
0,1 0,4657 1,0 0,0844
0,2 0,4329 1,5 0,0251
0,3 0,3849 1,75 0,0144
0,4 0,3295 2,0 0,0085
0,5 0,2733 2,5 0,0034
0,6 0,2214 3,0 0,0015
0,7 0,1762 4,0 0,0004
0,8 0,1386 6,0 0,0014

37
Sumber: Braja M. Das

b. Tegangan Akibat Beban Garis.


Pada Gambar 1.23 menunjukkan sebuah beban garis dengan panjang tak
terhingga dan beban qper satuan panjang pada suatu massa tanah. Kenaikkan
(perubahan) tegangan vertikal, p, di dalam massa tanah tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan dasar-dasar teori elastis, sebagai berikut:
3
2.q.z
Δp= ..............................................................(1.78)
2 22
π . ( x +z )

q (kN/m’)

y
x

r
z
p

x
z
Gambar 1.23 Tegangan vertikal di titik A akibat beban garis.

c. Tegangan Akibat Beban Merata.


1) Beban merata berbentuk segi empat.
Besarnya tegangan tanah yang terjadi dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
B L
3qz 3 ( dxdy )
Δp=∫ dp= ∫ ∫ =qo . I ...........................(1.79)
2 2 2 5/2
y=0 x=0 2π ( x + y +z )
1 2. m. n . √m2 +n2+1 m2 +n2 +2 2 . m. n . √ m2 +n 2 +1
I=
(
. 2 2 2 2 . 2 2 +tan−1 2 2
4 . π m +n +m .n +1 m +n +1 (
m +n +1−m2 .n 2 ) ( ))
dimana:
m = B/z; n = L/z
p = tegangan tanah yang terjadi (disudut segi empat) [kN/m2]
qo = beban merata segi empat [kN/m2]

38
I = koefisien Boussinesq
B&L = sisi-sisi segi empat
z= kedalaman

Gambar 1.24 Grafik Variasi nilaiIterhadap m dan n.

Kenaikan tegangan pada suatu titik sembarang di bawah sebuah luasan


berbentuk empat persegi panjang dapat dicari dengan menggunakan Persamaan
1.79 dan Gambar 1.24.
Gambar 1.25. menghitung tegangan di titik A, pada kedalaman z. Kenaikan
tegangan vertikal total akibat seluruh beban pada luasan tersebut adalah:

p=q o . [ I (1 ) +I ( 2 )+I ( 3 ) +I (4 ) ] .......................................................(1.80)

39
dimana:
I(1), I(2), I(3), I(4) = koefisien Boussinesq I untuk masing-masing empat
persegi panjang 1, 2, 3 dan 4

1 3
B
A
2 4

L
Gambar 1.25Kenaikan tegangan pada segala titik di bawah suatu luasan lentur berbentuk
empat persegi panjang yang menerima beban merata.

Tabel 1.7. Angka pengaruh I di dalam tanah akibat beban terpusat.

N
m
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.2 1.4
0,1 0,00470 0,00917 0,01823 0,01678 0,01978 0,02223 0,02420 0,02576 0,02698 0,02794 0,02926 0,03007
0,2 0,00917 0,01790 0,02585 0,03280 0,04866 0,04318 0,04735 0,05042 0,06284 0,05171 0,03783 0,05891
0,3 0,01323 0,02585 0,03725 0,64712 0,05593 0,06204 0,06858 0,07308 0,07661 0,67938 0,08323 0,08361
0,4 0,01678 0,03280 0,01742 0,06024 0,07111 0,08009 0,08734 0,09314 0,09770 0,10120 0,10631 0,10941
0,5 0,01978 0,03866 0,05503 0,07111 0,08103 0,09173 0,10340 0,11035 0,11581 0,12018 0,12626 0,12003
0,6 0,02223 0,01318 0,06204 0,08009 0,09173 0,10688 0,11679 0,12471 0,12105 0,12605 0,11309 0,11719
0,7 0,02120 0,01735 0,06858 0,08734 0,10440 0,11679 0,12772 0,13653 0,14356 0,14914 0,15703 0,16129
0,8 0,02376 0,05042 0,07808 0,09314 0,11935 0,12174 0,13653 0,14607 0,15371 0,15978 0,16813 0,17389
0,9 0,02698 0,05283 0,07661 0,09770 0,11584 0,13105 0,14356 0,15371 0,16186 0,16835 0,17766 0,18357
1,0 0,02794 0,05171 0,07938 0,10120 0,12018 0,13005 0,14914 0,15078 0,16836 0,17522 0,18308 0,19120
1,2 0,02926 0,05733 0,08323 0,10431 0,12626 0,14309 0,15703 0,16813 0,17766 0,18508 0,19584 0,20278
1,4 0,02007 0,05804 0,08561 0,10941 0,13003 0,14749 0,16199 0,17383 0,18357 0,19139 0,20278 0,21029
1,6 0,03058 0,05094 0,08709 0,11135 0,13241 0,15028 0,16515 0,17739 0,18737 0,19616 0,20731 0,17389
1,8 0,03090 0,06058 0,08804 0,11260 0,13396 0,15207 0,16720 0,17967 0,18986 0,19814 0,21032 0,18357
2,0 0,03111 0,06100 0,08867 0,11342 0,13496 0,15326 0,16856 0,18119 0,19152 0,19994 0,21235 0,19130
2,5 0,03138 0,06155 0,08948 0,11450 0,13628 0,15183 0,17036 0,18321 0,19375 0,20236 0,21512 0,22364
3,0 0,03150 0,06178 0,08982 0,11406 0,13681 0,15550 0,17113 0,18407 0,19470 0,20341 0,21633 0,22499
4,0 0,03158 0,06194 0,00007 0,11627 0,13724 0,15508 0,17168 0,18460 0,19640 0,20417 0,21722 0,22600
5,0 0,03100 0,06199 0,09014 0,11537 0,13737 0,15612 0,17185 0,18488 0,19561 0,20440 0,21740 0,22632
6,0 0,03161 0,06201 0,09017 0,11541 0,13741 0,15617 0,17191 0,18496 0,19560 0,20449 0,21760 0,22644
8,0 0,03162 0,06202 0,00018 0,11543 0,13744 0,15621 0,17195 0,18500 0,19574 0,20455 0,21767 0,22652
10,0 0,03162 0,06202 0,09019 0,11544 0,13745 0,15022 0,17196 0,18502 0,19576 0,20457 0,21769 0,22654
∞ 0,03162 0,06202 0,09019 0,11544 0,13745 0,15023 0,17197 0,18602 0,19577 0,20458 0,21770 0,22656

40
* After Newmark (1935)
Lanjutan Tabel 1.7:
n
m
1,6 1,8 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0 6,0 8,0 10,0 
0,1 0,03058 0,03090 0,03111 0,03138 0,03150 0,03158 0,03160 0,03161 0,03162 0,03162 0,03162
0,2 0,05994 0,06058 0,06100 0,06155 0,06178 0,06194 0,06199 0,00201 0,00202 0,06202 0,00202
0,3 0,08709 0,08804 0,08867 0,08948 0,08982 0,09007 0,09014 0,09017 0,09018 0,09019 0,09010
0,4 0,11135 0,11260 0,11342 0,11450 0,11495 0,11627 0,11537 0,11541 0,11543 0,11344 0,11544
0,5 0,13241 0,13395 0,13496 0,13628 0,13684 0,13724 0,13737 0,13741 0,13744 0,13745 0,13745
0,6 0,15028 0,15207 0,15236 0,15483 0,15550 0,15508 0,15612 0,15617 0,15621 0,15622 0,15023
0,7 0,16515 0,16720 0,16856 0,17036 0,17113 0,17168 0,17185 0,17191 0,17196 0,17196 0,17197
0,8 0,17739 0,17967 0,18119 0,18321 0,18407 0,18409 0,18188 0,18496 0,18500 0,18502 0,18302
0,9 0,18737 0,18986 0,19152 0,19375 0,19470 0,10540 0,10601 0,19509 0,19574 0,19576 0,19577
1,0 0,19546 0,19814 0,19994 0,20236 0,20341 0,20417 0,20440 0,20449 0,20455 0,20457 0,20458
1,2 0,20731 0,21032 0,21235 0,21512 0,21633 0,21722 0,21749 0,21760 0,21767 0,21760 0,21770
1,4 0,21510 0,21836 0,22058 0,22364 0,22499 0,22600 0,22632 0,22044 0,22968 0,22654 0,22656
1,6 0,22025 0,22372 0,22610 0,22940 0,23088 0,23200 0,23296 0,23240 0,23258 0,23261 0,23203
1,8 0,22372 0,22736 0,22986 0,23334 0,23495 0,23617 0,23056 0,23671 0,23081 0,23684 0,23686
2,0 0,22610 0,22986 0,23247 0,23614 0,23782 0,23912 0,23954 0,23970 0,23081 0,23985 0,23087
2,5 0,22940 0,23334 0,23614 0,24010 0,24196 0,24344 0,24392 0,34412 0,24425 0,24429 0,24432
3,0 0,23088 0,23495 0,23782 0,24196 0,24394 0,21554 0,24608 0,24630 0,24646 0,24050 0,24654
4,0 0,23200 0,23617 0,23912 0,24344 0,24554 0,21720 0,24791 0,24817 0,24836 0,21812 0,24846
5,0 0,23236 0,23656 0,23954 0,24392 0,24608 0,21791 0,24857 0,24885 0,24307 0,21914 0,24910
6,0 0,23249 0,23671 0,23970 0,24412 0,24630 0,24817 0,24885 0,24916 0,24039 0,24940 0,21952
8,0 0,23258 0,23681 0,23981 0,24425 0,24646 0,21836 0,24007 0,24939 0,24964 0,21073 0,24980
10,0 0,23261 0,23684 0,23985 0,24429 0,24050 0,24842 0,24914 0,24946 0,24073 0,24081 0,24089
∞ 0,23263 0,23686 0,23987 0,24432 0,24664 0,21816 0,24910 0,24952 0,24980 0,24989 0,25000

Catatan:
Harga I pada rumus atau tabel hanya berlaku untuk menentukan tegangan tanah
pada kedalaman z tepat pada masing-masing sudut dari empat persegi tersebut.
Untuk mencari besarnya tegangan di titik yang lain, maka beban tersebut dapat
dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sesuai dengan letak titik yang
dicari.
2) Beban merata berbentuk lingkaran.
Kenaikan tegangan pada titik A akibat seluruh luasan lingkaran tersebut
dapat diperoleh dengan mengintegrasikan Persamaan 1.81:

41
1

dimana:
{ [ ( )] }
Δp=q o . 1−
1+
B
2z
2 3/2
.................................................(1.81)

p =tegangan vertikal di bawah pusat lingkaran [kN/m2]


qo = beban merata berbentuk lingkaran [kN/m2]
B/2= Jari-jari lingkaran (R)
z = kedalaman

Gambar 1.26 (a) Tegangan vertikal di bawah titik pusat suatu luasan lentur
berbentuk lingkaran yang menerima beban merata.
(b) Grafik untuk menentukan penambahan tegangan di bawah beban
merata lingkaran.

Metoda sederhana slope 1:2


Metoda yang paling sederhana untuk menghitung distribusi tegangan pada
suatu kedalaman tanah tersebut dengan metoda 2: 1. Metoda ini merupakan
pendekatan empiris yang didasarkan pada asumsi bahwa besar luasan yang

42
menerima beban akan bertambah dengan bertambahnya kedalaman seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 1.27. dan besar tegangan pada kedalaman yang
bersangkutan adalah:

Gambar 1.27a Fondasi menerus dengan beban P

(L + Z)

(B + Z)

Gambar 1.27bFondasi persegi panjang dengan beban P.

beban q o ( BxL)
qz= =
( B+Z )xL (B+Z )xL ....................................................(1.82)
dimana:

43
qo = tegangan terbagi rata yang bekerja diatas fondasi menerus dengan
lebar B.

Dengan cara yang sama untuk fondasi yang berbentuk empat persegi panjang
dengan lebar B dan panjang Lakan mempunyai luasan sebesar (B+Z).(L+Z) pada
kedalaman Z, seperti pada Gambar 1.27b.
Tegangan pada kedalaman Z menjadi:

beban σ o BxL
σ z= =
(B+Z )( L+Z ) (B +Z )( L+Z ) .........................................
(1.83)

Contoh Soal 1.5


Dua beban garis di atas tanah seperti pada Gambar di bawah. Tentukan kenaikkan
tegangan pada titik A.

q2 = 1000 lb/ft q1 = 500 lb/ft

x = 5 ft x = 5 ft
x
p
z = 4 ft

q1 = 500 lb/ft q2= 1000 lb/ft

x1 x2
p1 p2
z = 4 ft z = 4 ft
+
A A
x = 5 ft x = 10 ft
z z

Penyelesaian:
p = p1 + p2 = 12,12 + 3,03 = 15,15 lb/ft2

44
3
2 . q1 . z ( 2 ) . ( 500 ) . ( 4 )3
Δp 1= 2
= =12 , 12 lb/ft 2
22
π .( x21 + z 2 ) 2
π . ( 5 +4 )

2 . q2 . z3 (2 ) . ( 1000 ) . ( 4 )3
Δp 2 = 2
= =3 , 03 lb/ft2
22
π .( x 22 + z 2 ) 2
π . ( 10 +4 )

Contoh Soal 1.6


Sebuah beban garis dengan panjang tak terhingga memiliki intensitas bebanq =
500 lb/ft. Tentukan tegangan vertikal pada titik A yang mempunyai koordinat x =
5 ft dan z = 4 ft. Seperti pada Gambar di bawah ini.

q /satuan
panjang

z = 4 ft
p

x = 5 ft

Penyelesaian:
Dari Persamaan (3.9):
2 . q . z3
Δp= 2
π . ( x 2 +z 2 )
Bila q = 500 lb/ft, z = 4 ft dan x = 5 ft, maka didapat:
( 2 ) . ( 500 ) . ( 4 )2
Δp= =12,12 lb/ft 2
2 2 2
( π ) .(5 + 4 )

Contoh Soal 1.7


Sebuah beban merata empat persegi dengan luas (A) = 2,5 x 5 m terletak di atas
permukaan tanah dengan berat (qo) = 145 kN/m2. Hitung kenaikkan tegangan (p)

45
pada titik pusat dari luasan empat persegi, akibat beban dengan kedalaman (z) =
6,25 m.

x
q
o

B
L y

z
Penyelesaian:
2,5 5
B 1= =1 , 25 m L1= =2,5 m
2 ; 2
B1 1 ,25 L1 2,5
m1= = =0,2 n1 = = =0,4
z 6 , 25 ; z 6 ,25

Dari Tabel 3.2, untuk m1 = 0,20 dan n1 = 0,40 didapat nilai I1 = 0,0328
Sama juga nilainya I1 = I2 = I3= I4.
Jadi:
p = qo.(4.I1) = (145).(4).(0,0328) = 19,02 kN/m2

Latihan Soal.
1. Susunan fondasi seperti terlihat pada gambar dibawah. Beban kolom A = 40 t,
kolom-kolom B = 20 t, dan kolom-kolom C = 10 t. Bila beban kolom dianggap
sebagai beban titik, hitung tambahan tegangan di bawah pusat pondasi-pondasi
kolom A, B dan C, pada kedalaman 6 m di bawah pondasi.

46
3m 3m

C1 B1 C2
10 ton 20 ton 10 ton 3m 3m

3m
B2 A B3
B2 A B3
20 ton 20 ton 20 ton

3m 6m

C3 B4 C4
10 ton 20 ton 10 ton

2. Suatu bangunan dengan ukuran 7 m x 7m, bila seluruh area bangunan


didukung oleh fondasi pelat ukuran 7 m x 7 m, berapakah tambahan tegangan
di bawah pusat fondasi (titik A) dan di sudut pondasi (titik B), pada kedalaman
4 m? Dianggap beban total yang didukung kolom-kolom disebarkan secara
sama keseluruhan luasan fondasi pelat.

7m

A
7m

3. Luasan beban pondasi berbentuk lingkaran dengan diameter 7,8 m terletak di


permukaan tanah. Beban terbagi rata q = 11,7 t/m2 bekerja pada luasan
tersebut. Berapa besarnya tambahan tegangan vertikal pada kedalaman 4 m,
ditepi dan pusat fondasi?

4. Suatu pondasi berbentuk bujur sangkar berukuran 3 m x 3 m terletak di


permukaan tanah. Di pusat pondasi bekerja beban titik sebesar 10 ton. Berapa
tambahan tegangan yang terjadi pada kedalaman 4 m, bila dipakai cara
penyebaran 2V: 1H?

47
1.11 Penurunan Pondasi
Penurunan (settlement) pada suatu pondasi dangkal pada umumnya
dibedakan menjadi dua kelompok besar, berdasarkan waktu dan proses terjadinya,
yaitu:
Penurunan seketika (immediate settlement) atau penurunan elastis terjadi
akibat dari deformasi elastis tanah kering, basah atau jenuh air tanpa adanya
perubahan kadar air dalam tanah. Penurunan ini biasanya langsung setelah
pembebanan dilaksanakan dan perhitungan penurunannya di dasarkan pada teori
elastisitas.
Penurunan konsolidasi (consolidation settlement) adalah penurunan yang
merupakan hasil perubahan volume tanah lempung jenuh air sebagai akibat dari
keluarnya air dari pori-pori tanah. Besarnya penurunan ini tergantung pada waktu
dan kemampatan dari tanah.

Dari uraian di atas didapatkan total penurunan sebesar:


St = Se + Scp + Scs (1.84)
dimana:
St = penurunan total yang terjadi
Se = penurunan seketika
Scp = penurunan konsolidasi primer
Scs = penurunan konsolidasi sekunder

Penurunan konsolidasi sekunder terjadi setelah penurunan konsolidasi


primer selesai, yaitu pada saat tekanan air pori sama dengan nol. Penurunan
tersebut masih tetap terjadi disebabkan adanya penyusunan kembali partikel-
partikel tanah atau penyesuaian plastis butiran tanah yang berada di bawah
fondasi. Tahap konsolidasi ini yang dinamakan dengan konsolidasi sekunder.

48
1.11.1 Penurunan Seketika (Immediate Settlement).
Pada Gambar 1.28 menunjukkan suatu pondasi dangkal yang mendapat
beban per satuan luas sepadan dengan qo. Poisson’s ratio dan modulus elastisitas
dari tanah pendukung adalah s dan Es. Secara teoritis, jika Df = 0, H =  dan
pondasi sempurna fleksibel, menurut Harr (1966) penurunan dinyatakan seperti:
- Pada bagian tepi pondasi:
B .q 0 α
S e= . ( 1−μ 2 ) .
Es s 2 ..............................................................................
(1.85)
- Pada bagian tengah bentang pondasi:
B .q 0
S e= . ( 1−μ ). α
Es s2
............................................................................
(1.86)
dimana:

1
α= . ln .
π [( √1+m2 + m
√1+m2 −m ) (
+m. ln
√1+m2+1
√ 1+m2−1 )] ........................................
(1.87)
m = L/B
B = lebar pondasi
L = panjang pondasi

Gambar 1.28 Penurunan elastis daripondasi fleksibel dan kaku.

49
Nilai-nilai dari  untuk berbagai perbandingan panjang dan lebar
ditunjukkan pada Gambar 1.29. Rata-rata penurunan segera untuk suatu pondasi
yang fleksibel juga dapat dinyatakan sebagai berikut:
- Penurunan pondasi fleksibel:
B .q 0
S e= . ( 1−μ 2 ) . α av
Es s
...........................................................................
(1.88)

Untuk pondasi kaku, penurunan segera dinyatakan rumus berikut:


- Penurunan pondasi kaku:
B .q 0
S e= . ( 1−μ ) . αr
Es s2
...........................................................................
(1.89)
Nilai-nilai dari r untuk berbagai perbandingan L/B dari pondasi ditunjukkan
pada Gambar 1.29.

Gambar 1.29 Nilai-nilai dari , av dan r.

1.11.2 Penurunan Seketika dari Pondasi pada Lempung (Immediate


Settlement of Foundations on Saturated Clay).

Janbu(1956) mengusulkan suatu persamaan untuk mengevaluasi rata-rata


penurunan dari dasar pondasi yang fleksibel di tanah lempung saturated

50
(Poisson’s ratio, s = 0,5). untuk notasi menggunakan Gambar 1.30, persamaan
ini adalah:
qo . B
S e= A 1 . A 2 .
Es ...................................................................................
(1.90)
dimana:
A1 adalah fungsi dari H/B dan A2 adalah fungsi dari Df/B.

Gambar 1.30 Nilai-nilai dari A1 dan A2 untuk perhitungan penurunan seketika.


after Christian and Carrier, 1978.

1.11.3 Penurunan Seketika dari Tanah Berpasir (Immediate Settlement of


Sandy Soil).

51
Penurunan seketika dari tanahberpasir dapat juga dievaluasi dengan
menggunakan suatu pengaruh faktor tegangan empiris pada Gambar 1.31 yang
diusulkan oleh Schertmann dan Hartman (1978). Menurut metoda
ini,penyelesaiannya adalah:
z2
Iz
S e=C1 . C2 . ( q−q ) ∑ . Δz
0 Es ......................................................................
(1.91)
dimana:
Iz = faktor tegangan
q
C1 = factor koreksi untuk kedalaman dari pondasi =
1−0,5 .
[ ]
( q−q )

C2 = factor koreksi untuk keretakan tanah =


1+0,2 log. ( time in0,1years )
q = tekanan pada level pondasi
q = .Df

Gambar 1.31Perhitungan Penurunan Elastis.

Variasi dari faktor tegangan dengan kedalaman di bawah pondasi diperlihatkan


pada Gambar 1.31.

52
 Untuk pondasi bujur sangkar atau lingkaran:
Iz = 0,1 pada, z = 0
Iz = 0,5 pada, z = z1 = 0,5.B
Iz =0 pada, z = z2 = 2.B
 Untuk pondasi empat persegi, dengan L/B 10: Menerus
Iz = 0,2 pada, z = 0
Iz = 0,5 pada, z = z1 = B
Iz =0 pada, z = z2 = 4.B
dimana:
B = lebar pondasi
L = panjang pondasi
Besarnya nilai-nilai Es dan untuk keperluan praktis dapat dicari dengan
menggunakan bantuan Tabel 1.8.
Table 1.8 Nilai pendekatan parameter elastik dari variasi tipe tanah.
Type of soil Modulus of elasticity (Es) Poisson’s
Lb/in2 MN/m2 Ratio (s)
Loose sand 1.500 – 3.500 10,35 – 24,15 0,20 – 0,40
Medium dense 2.500 – 4.000 17,25 – 27,60 0,25 – 0,40
sand
Dense sand 5.000 – 8.000 34,50 – 55,20 0,30 – 0,45
Silty sand 1.500 – 2.500 10,35 – 17,25 0,20 – 0,40
Sand and gravel 10.000 – 25.000 69,00 – 172,50 0,15 – 0,35
Soft clay 600 – 3.000 4,10 – 20,70 -
Medium clay 3.000 – 6.000 20,70 – 41,40 0,20 – 0,50
Stiff clay 6.000 – 14.000 41,40 – 96,60 -
Sumber: Braja M.Das, Principles of Foundation Engineering

Tabel 1.9Faktor pengaruh  untuk bagian-bagian pondasi dengan berbagai


bentuk.
Fleksibel Kaku
Bentuk Titik Rata-rata
Pusat r
sudut av
Lingkaran 1,00 0,64 (tepi) 0,85 0,88
Bujursangkar 1,12 0,56 0,95 0,82
Empat persegi panjang
B/L= 1,5 1,36 0,68 1,15 1,06
= 2,0 1,53 0,77 1,30 1,20
= 5,0 2,1 1,05 1,83 1,70
= 10,0 2,54 1,27 2,25 2,10
= 100,0 4,01 2,00 3,69 3,40
Sumber: Braja M. Das, Principles of Foundation Engineering

53
1.11.4 Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement).
Seperti pembahasan sebelumnya, penurunan konsolidasi terjadi dari waktu
ke waktu, dan itu terjadi di tanahlempung yang dipenuhi ketika mereka
diperlakukan untuk kenaikkan beban oleh konstruksi pondasiGambar 1.32.
Penyelesaian penurunan konsolidasi didasarkan pada satu dimensi, dapat ditulis:

Penurunan konsolidasi pada lempung terkonsolidasi normal (Normally


Consolidated Clay)
Cc . H c po + Δp av
Sc= . log
1+e o po ...............................................................
(1.92)
Penurunan konsolidasi pada lempung terkonsolidasi berlebih (Over consolidated
clay)
Cs . Hc p o + Δp av
Sc = . log ( po + Δp av < p c )
1+ eo po .............................
(1.93)
Cs. Hc p c Cc . H c p + Δp av
Sc = . log + . log o ( p o < p c < p o + Δp av )
1+ eo p o 1+e o pc ...........
(1.94)

dimana:
po = tegangan rata-rata efektif di tengah-tengah lapisan lempung sebelum
konstruksi pondasi
pav = kenaikkan tegangan rata-rata di lapisan lempung akibat beban luar
pc = tegangan pra konsolidasi
eo = angka pori awal dari lapisan lempung
Cc = indeks compression
Cs = indeks pengembangan (swelling)
Hc = tebal dari lapisan lempungyang ditinjau

Besarnyap akan berkurang dengan peningkatan dari kedalaman diukur dari dasar
pondasi itu dan dapat dihitung dengan rumus:

54
1
Δp av = . ( Δp t +4 . Δp m +Δp b )
6 ..........................................................
(1.95)
dimana:
pt, pm, dan pbadalah kenaikkan tekanan ada di atas, tengah dan dasar dari
lapisan lempung yang disebabkan oleh konstruksi pondasi seperti pada
Gambar 1.32.

H Clay layer
c

Gambar 1.32 Perhitungan Penurunan Konsolidasi.

55
Tabel 1.10Angka porie dan berat isi kering d dari beberapa contoh tanah.
Dry unit weight (d)
Type of soil Void ratio e [kN/m3]
Loose uniform sand 0.8 14.5
Dense uniform sand 0.45 18
Loose angular-grained silty sand 0.65 16
Dense angular-grained silty sand 0.4 19
Stiff clay 0.6 17
Soft clay 0.9-14 11.5 – 14.5
Loess 0.9 13.5
Soft organic clay 2.5 – 3.2 6–8
Glacial till 0.3 21

Contoh Soal 1.8


Pondasi bentuk bujur sangkar seperti pada gambar di bawah menahan beban (Q) =
180 kN dan momen (M) 27 kN.m. Tentukan penurunan pondasi tersebut?
Penyelesaian:
Langkah 1
0,7 m

Untuk Q = 180 kN dan M = 27 kN.m


M 27
= =0 , 15 m
eksentrisitas beban (e) = Q 180
1,5 x 1,5 m

Q = 180 kN
M = 27 kN.m
Es = 15.000 kN/m2
s = 0,3

c=0

Sand
= 30o
=18 kN/m3

Langkah 2
Menentukan besarnya Qult(e), dengan c = 0

56
1
q'u =q .N q . F qs . F qd .F qi + .γ . B' . N γ .F γs . F γd .F γi
2
q=( 0,7 ) . (18 )=12 ,6 kN/m 2
Untuk:  = 30o, dari Tabel 1.3, didapat: Nq = 18,4 dan N = 22,4, lalu:
B’ = 1,5 – [2.(0,15)] = 1,2 m
L’ = 1,5 m
Dari Tabel 1.4:
B' 1,2
F qs =1+
L'
. tan φ=1+
1,5 ( )
. tan 30∘=1 , 462

2 Df ( 0 , 289 ) . ( 0,7 )
F qd=1+2 . tan φ . ( 1−sin φ ) . =1+ =1, 135
B 1,5

F γs =1−0,4 . ( BL'' )=1−0,4 .( 1,21,5 )=0 , 68


Fd = 1
Jadi:
1
q'u =( 12, 6 ) . ( 18, 4 ) . ( 1, 462 ) . ( 1,135 )+ . ( 18 ) . ( 1,2 ) . ( 22,4 ) . ( 0, 68 ) . ( 1 )
2
2
=384, 3+164 ,5=548 ,8 kN/m
' '
Jadi:
Q ult ( e ) =B . L . ( qu ) =( 1,2 ) . ( 1,5 ) . (548 , 8 ) =988 kN
Langkah 3
Menentukan faktor keamanan (F1)
Qult ( e) 988
F1 = = =5 , 49
Q 180
Langkah 4
Menentukan Qult(e=0), karena c = 0
1
qu =q. N q . F qs . F qd + . γ .B . N γ . F γs . F γd
2
q = 12,6 kN/m2
Untuk:  = 30o, dari Tabel 1.3, didapat: Nq = 18,4 dan N = 22,4, lalu:
Dari Tabel 1.4:
B 1,5
F qs=1+ . tan φ=1+
L 1,5 ( )
. tan 30∘=1 ,577

57
2 Df ( 0 , 289 ) . ( 0,7 )
F qd=1+2 . tan φ . ( 1−sin φ ) . =1+ =1, 135
B 1,5

F γs =1−0,4 . ( BL )=1−0,4 .( 1,51,5 )=0 , 60


Fd = 1
Jadi:
1
qu =( 12, 6 ) . ( 18,4 ) . ( 1,577 ) . ( 1,135 )+ . ( 18 ) . ( 1,5 ) . ( 22,4 ) . ( 0,60 ) . ( 1 )
2
=414 ,97+181,44=596, 41 kN/m 2
Jadi:Qult(e=0) = (596,41).(1,5 x 1,5) = 1342 kN

Langkah 5
Menentukan Q(e=0)
Qult ( e=0 ) 1342
Q( e=0 )= = =244 , 4 kN/m 2
F1 5 , 49
Langkah 6
Menentukan Se(e=0) dari Persamaan:
B . ( Qe =0 )
S e ( e=0 ) = . ( 1−μ2s ) . α r
E s . ( B×L )
Untuk L/B = 1, r 0,82 (lihat pada Gambar 1.29, dan untuk s = 0,3 dan Es
= 15.000 kN/m2.
1,5 . ( 244 , 4 )
S e ( e=0 ) = . ( 1−0,32 ) . 0 , 82=0 ,0081 m = 8,1 mm
( 15 . 000 ) . ( 1,5×1,5 )
Langkah 7
Menentukan Se dari Persamaan:
2 2
e 150
[ ( )]
S e=S e ( e=0 ) . 1−2.
B [ ( )]
=( 8,1 ) . 1−2 .
1500
=5 , 18 mm

Contoh Soal 1.9


Sebuah pondasi persegi panjang direncanakan seperti pada gambar di bawah ini.
Tentukan total penurunan elastis dan konsolidasi pada pondasi tersebut?

58
1,5 m
0,5 m
2,5 m

1m
Ground water table

1x2m

qo = 150 kN/m2 (net stress increase)


Cc = 0,32; Cs = 0,09
Es = 6.000 kN/m2
s = 0,5; eo = 0,8

Normally consolidated clay


=16 kN/m3

sar

Sand

Es = 10.000 kN/m2
s = 0,3

Sand
=16,5 kN/m3
=17,5 kN/m3

Penyelesaian:
a. Penurunan Elastis (Elastic Settlement):
B .q o
S e= . ( 1−μ2s ) . α r
Es
Bila, qo = 150 kN/m2, Es = 10.000 kN/m2, s = 0,3 dan r = 1,2
( 1 ) . ( 150 )
S e= . ( 1−0,32 ) . ( 1,2 )=0 , 0163 m = 16,38 mm
10. 000
b. Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement):
Tanah lempung Normally Consolidated (NC)
Cc . H po + Δp av
Sc = . log
1+e po
po = (16,5).(2,5) + (0,5).(17,5 - 9,81) + (1,25).(16 – 9,81)
= 41,25 + 3,85 + 7,74 = 52,84 kN/m2

Dari Persamaan (4.24):


1
Δp av = . ( Δp t +4 . Δp m +Δp b )
6
Gunakan metode 2: 1
qo ×B×L
Δp=
( B+ z ) . ( L+ z )

59
Untuk lapisan atas dari tanah lempung, z = 2 m, jadi:
( 150 ) . ( 1 ) . ( 2 )
Δp t = =25 kN/m2
( 1+2 ) . ( 2+2 )
Dengan cara yang sama:
( 150 ) . ( 1 ) . ( 2 )
Δp m= =13 , 45 kN/m 2
( 1+3 ,25 ) . ( 2+3 ,25 )
(150 ) . ( 1 ) . ( 2 )
Δp b = =8 , 39 kN/m 2
(1+ 4,5 ) . ( 2+ 4,5 )
Lalu:
1
Δp av = . [ 25+4 . ( 13 , 45 )+8 ,39 ]=14 , 53 kN/m 2
6
Jadi:
( 0, 32 ) . ( 2,5 ) 52 ,84 +14 , 53
Sc=
1+0,8 (
. log
52 ,84 ) =0, 0469 m = 46,90 mm

Total Penurunan St = Se + Sc = 16,38 + 46,90 = 63,28 mm

Latihan Soal.
1. Suatu pondasi persegi-panjang 2m x 4 m, terletak pada kedalaman 1.2 m pada
tanah berpasir seperti pada gambar.  = 17.5 kN/m3; q = 145 kN/m2; dan
diberikan variasi nilai qc terhadap kedalaman seperti pada gambar. Tentukan
penurunan yang terjadi pada tanah berpasir tersebut.

60
2. Suatu pondasi persegi-empat terletak pada susunan lapisan tanah seperti
dalam gambar dibawah, tentukan penurunan konsolidasi pada lapisan lempung
yang terjadi apabila pondasi menerima beban terpusat sebesar 900 kN

61

Anda mungkin juga menyukai