Anda di halaman 1dari 23

REKAYASA PONDASI I

ANALISIS PONDASI DANGKAL

A. PENDAHULUAN
Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya. Terdapat dua
klasifikasi pondasi yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.
1. Pondasi dangkal yaitu pondasi yang mendukung bebannya secara langsung,
seperti : pondasi telapak, pondasi memanjang dan pondasi rakit.
2. Pondasi dalam yaitu pondasi yang yang meneruskan beban bangunan ke
tanah keras atau batu yang relatif jauh dari permukaan, contohnya pondasi
sumuran dan pondasi tiang.

Gambar 1.1 Macam- macam pondasi

REKAYASA PONDASI I 2016 1


REKAYASA PONDASI I

Macam macam pondasi:


1. Pondasi telapak adalah pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom.
2. Pondasi memanjang adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung
dinding memanjang atau digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang
berjarak dekat sehingga bila dipakai fondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit
satu sama lain.
3. Pondasi-rakit (raft foundation atau mat foundation), adalah pondasi yang
digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak, pada tanah lunak atau
digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat di semua
arahnya, sehingga bila dipakai pondasi telapak, sisi-sisinya akan berimpit satu
sama lain.
4. Pondasi sumuran (pier foundation) yang merupakan bentuk peralihan antara
pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat
terletak pada kedalaman yang relatif dalam. Peck, dkk. (1953) membedakan
pondasi sumuran dengan pondasi dangkal dari nilai kedalaman (Df) dibagi
lebarnya (B). Untuk pondasi sumuran Df/B > 4, sedang untuk pondasi
dangkal Df/B < 1.
5. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman
yang normal tidak mampu mendukung bebannya, dan tanah keras terletak
pada kedalaman yang sangat dalam. Demikian pula, bila pondasi bangunan
terletak pada tanah timbunan yang cukup tinggi, sehingga bila bangunan
diletakkan pada timbunan akan dipengaruhi oleh penurunan yang besar.
Bedanya dengan pondasi sumuran adalah pondasi tiang umumnya berdiameter
lebih kecil dan lebih panjang.

B. KERUNTUHAN PONDASI
1. Daya Dukung Tanah
Kapasitas/daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah
untuk menahan suatu beban yang bekerja padanya yang biasanya disalurkan
melalui pondasi. Kapasitas/daya dukung tanah batas (qu = qult = ultimate

REKAYASA PONDASI I 2016 2


REKAYASA PONDASI I

bearing capacity) adalah tekanan maksimum yang dapat diterima oleh tanah
akibat beban yang bekerja tanpa menimbulkan kelongsoran geser pada tanah
pendukung tepat di bawah dan sekeliling pondasi. Untuk mempelajari perilaku
tanah pada saat permulaan pembebanan sampai mencapai keruntuhan,
dilakukan tinjauan terhadap suatu pondasi kaku pada kedalaman dasar pondasi
yang tak lebih dari lebar pondasinya. Penambahan beban pondasi dilakukan
secara berangsur-angsur (Gambar 1.2)

Gambar 1.2 Fase-fase keruntuhan pondasi

a. Fase I, Saat awal penerapan bebannya, tanah di bawah pondasi turun


yang diikuti oleh deformasi tanah secara lateral dan vertikal ke bawah.
Sejauh beban yang diterapkan relatif kecil, penurunan yang terjadi kira-
kira sebading dengan besarnya beban yang diterapkan. Dalam keadaan ini
tanah dalam kondisi keseimbangan elastis. Massa tanah yang terletak di
bawah pondasi mengalami kompresi yang mengakibatkan kenaikan kuat
geser tanah yang dengan demikian menambah daya dukungnya.
b. Fase II, Pada penambahan beban selanjutnya baji tanah terbentuk tepat di
dasar pondasi dan deformasi plastis tanah menjadi semakin dominan.
Gerakan tanah pada kedudukan plastis dimulai dari tepi pondasi, dan
kemudian dengan bertambahnya beban, zona plastis berkembang.
Gerakan tanah ke arah lateral menjadi semakin nyata yang diikuti oleh

REKAYASA PONDASI I 2016 3


REKAYASA PONDASI I

retakan lokal dan geseran tanah di sekeliling tepi pondasinya. Dalam zona
plastis, kuat geser tanah sepenuhnya berkembang untuk menahan
bebannya.
c. Fase III, Fase ini dikarakteristikkan oleh kecepatan deformasi yang
semakin bertambah seiring dengan penambahan bebannya. Deformasi
tersebut diikuti oleh gerakan tanah ke arah luar yang diikuti oleh
menggembungnya tanah permukaan, dan kemudian tanah pendukung
pondasi mengalami keruntuhan dengan bidang runtuh yang berbentuk
lengkungan dan garis, yang disebut bidang geser radial dan bidang geser
linier.

Berdasarkan pengujian model Vesic (1963) membagi mekanisme


keruntuhan pondasi menjadi 3 macam:
a. Keruntuhan geser umum (General Shear Failure)
Keruntuhan pondasi terjadi menurut bidang runtuh yang dapat
diidentifikasi dengan jelas. Suatu baji tanah terbentuk tepat pada dasar
pondasi (zona A) yang menekan tanah ke bawah hingga menyebabkan
aliran tanah secara plastis pada zona B.Gerakan ke arah luar di kedua
zona tersebut, ditahan oleh tahanan tanah pasif di bagian C. Saat tahanan
tanah pasif bagian C terlampaui, terjadi gerakan tanah yang
mengakibatkan penggembungan tanah di sekitar fondasi. Bidang longsor
yang terbentuk, berupa lengkungan dan garis lurus yang menembus
hingga mencapai permukaan tanah. Saat keruntuhannya terjadi gerakan
massa tanah ke arah luar dan ke atas Gambar 1.3 Keruntuhan geser
umum terjadi dalam waktu yang relatif mendadak yang diikuti oleh
penggulingan pondasinya. Ciri-ciri keruntuhan geser umum:
1) Kondisi kesetimbangan plastis terjadi penuh diatas failure plane
2) Muka tanah di sekitarnya mengembang (naik)
3) Keruntuhan terjadi di satu sisi sehingga pondasi miring
4) Terjadi pada tanah dengan kompresibilitas rendah (padat dan kaku)

REKAYASA PONDASI I 2016 4


REKAYASA PONDASI I

5) Kapasitas dukung batas (qu) bisa diamati dengan baik.

Gambar 1.3 Pola keruntuhan geser umum (General Shear Failure)

b. Keruntuhan geser setempat (Local Shear Failure)


Tipe keruntuhan geser ini hampir sama dengan keruntuhan geser umum,
namun bidang runtuh yang terbentuk tidak sampai mencapai permukaan
tanah. Jadi bidang runtuh yang yang kontinu tidak berkembang. Pondasi
tenggelam akibat bertambahnya beban pada kedalaman yang relatif
dalam, yang menyebabkan tanah di dekatnya mampat. Tetapi, mampatnya
tanah tidak sampai mengakibatkan kedudukan kritis keruntuhan tanahnya,
sehingga zona plastis tak berkembang seperti pada keruntuhan geser
umum. Dalam tipe keruntuhan geser lokal, terdapat sedikit
penggembungan tanah di sekitar pondasi, namun tak terjadi penggulingan
fondasi Gambar 1.4. Ciri-ciri keruntuhan geser setempat yakni:

1) Muka tanah disekitar pondasi tidak terlalu mengembang, karena


dorongan kebawah dasar pondasi lebih besar
2) Kondisi kesetimbangan plastis hanya terjadi pada sebagian tanah saja
3) Miring yang terjadi pada pondasi tidak terlalu besar terjadi
4) Terjadi pada tanah dengan kompresibilitas tinggi yang ditunjukkan
dengan penurunan yang relatif besar

REKAYASA PONDASI I 2016 5


REKAYASA PONDASI I

5) Kapasitas dukung batas (qu) sulit dipastikan sulit dianalisis, hanya bisa
diamati penurunannya saja.

Gambar 1.4 Pola keruntuhan geser setempat (Local Shear Failure)

c. Keruntuhan geser baji/penetrasi (Punching Shear Failure)


Pada tipe keruntuhan ini, dapat dikatakan keruntuhan geser tanah tidak
terjadi. Akibat bebannya, pondasi hanya menembus dan menekan tanah
ke samping yang menyebabkan pemampatan tanah di dekat pondasi.
Penurunan pondasi bertambah hampir secara linier dengan penambahan
bebannya. Pemampatan tanah akibat penetrasi pondasi berkembang,
hanya pada zona terbatas tepat di dasar dan di sekitar tepi pondasi.
Penurunan yang terjadi tak menghasilkan cukup gerakan arah lateral
yang,menuju kedudukan kritis keruntuhan tanahnya, sehingga,kuat geser
ultimit tanah tak dapat berkembang. Pondasi menembus tanah ke bawah
dan baji tanah yang terbentuk di bawah dasar pondasi hanya
menyebabkan tanah menyisih. Saat keruntuhan,bidang runtuh tak terlihat
sama sekali Gambar 1.5.

REKAYASA PONDASI I 2016 6


REKAYASA PONDASI I

Ciri-ciri keruntuhan geser penetrasi yaitu:


1) Terjadi desakan di bawah dasar pondasi disertai pergeseran arah
vertikal sepanjang tepi.
2) Tidak terjadi kemiringan pondasi dan pengangkatan di permukaan
tanah.
3) Penurunan yang terjadi cukup besar.
4) Terjadi pada tanah dengan kompresibilitas tinggi dan kompresibilitas
rendah jika kedalaman pondasi agak dalam.

Gambar 1.5 Pola Keruntuhan geser baji (Punching Shear Failure)

Catatan :
a. Keruntuhan geser umum terjadi pada tanah tak mudah mampat dan kuat
gesernya tinggi.
b. Keruntuhan geser penetrasi terjadi pada tanah yang mudah mampat (pasir
tak padat dan lempung lunak) juga jika pada kedalaman fundasi Df sangat
besar dibanding lebarnya.

REKAYASA PONDASI I 2016 7


REKAYASA PONDASI I

Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam perancangan fondasi


adalah:
a. Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung
tanah harus dipenuhi. Dalam hitungan kapasitas dukung, umumnya
digunakan faktor aman 3.
b. Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang
ditoleransikan. Khususnya penurunan yang tak seragam (differential
settlement) harus tidak mengakibatkan kerusakan pada struktur.

2. Kapasitas Daya Dukung Menurut Terzaghi


Analisis kapasitas dukung didasarkan kondisi general shear failure, yang
dikemukakan Terzaghi (1943) dengan anggapan-anggapan sebagai berikut:
a. Pondasi memanjang tak terhingga
b. Tahanan geser yang melewati bidang horisontal di bawah pondasi
diabaikan
c. Tahanan geser tersebut digantikan oleh beban sebesar Po = . Df, dengan
Df adalah kedalaman dasar pondasi dan adalah berat volume tanah
diatas dasar pondasi
d. Dasar pondasi kasar
e. Membagi distribusi tegangan di bawah pondasi menjadi tiga bagian
f. Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linier
g. Tanah adalah material yang homogen, isotropis dengan kekuatan
gesernya yang mengikuti hukum Coulumb.
= c + . tan (1.1)
dimana :
= tegangan geser
c = kohesi tanah
= tegangan normal
= sudut geser dalam tanah

REKAYASA PONDASI I 2016 8


REKAYASA PONDASI I

h. Untuk pondasi menerus penyelesaian masalah seperti pada analisa dua


dimensi
i. Berlaku prinsip superposi

Terzaghi (1943), memberikan beberapa rumus sesuai dengan bentuk geometri


pondasi tersebut. Rumus-rumus yang dimaksud antara lain:
Untuk tanah dengan keruntuhan geser umum (general shear failure)
1. Kapasitas daya dukung pondasi menerus dengan lebar B

qu = c Nc + Df Nq + 1/2 B N (1.3)

2. Kapasitas daya dukung pondasi lingkaran dengan jari-jari R


qu = 1,3 c Nc + Df Nq + 0,6 R N (1.4)

3. Kapasitas daya dukung pondasi bujur sangkar dengan sisi B


qu = 1,3 c Nc + Df Nq + 0,4 B N (1.5)

4. Kapasitas daya dukung pondasi segi empat (B x L)

qu = c Nc (1 + 0,3 B/L) + Df Nq + 1/2 B N (1-0,2 . B/L) (1.6)

dimana:
qu = daya dukung maksimum
c = kohesi tanah
= berat isi tanah
B = lebar pondasi (= diameter untuk pondasi lingkaran )
L = panjang pondasi
Df = kedalaman pondasi

REKAYASA PONDASI I 2016 9


REKAYASA PONDASI I

Nc; Nq; N adalah faktor daya dukung yang besarnya dapat ditentukan dengan
memakai Tabel 2.2.1 atau Gambar 1.6 atau dengan memakai rumus-rumus
sebagai berikut:

e 2(3/4/2)tan
N c cot 1 cot (N q 1)
(1.7)
2cos 4 2
2

e 2(3/4/2)tan
Nq
(1.8)
2cos 2 45
2

1 K py
N 1 tan (1.9)
2 cos 2

Kpy = koefisien tekanan tanah pasif

Untuk tanah dengan keruntuhan geser setempat (local shear failure)


Untuk harga c diganti c = 2/3 c dan harga diganti = tan-1 (2/3 tan ). Dari
nilai c dan didapatkan faktor-faktor daya dukung untuk kondisi keruntuhan
lokal: Nc; Nq; N (Table 1.2 atau Gambar 1.6).
1. Kapasitas daya dukung pondasi menerus dengan lebar B
qu = c Nc + Df Nq + 1/2 B . N (1.10)

2. Kapasitas daya dukung pondasi lingkaran dengan jari-jari R


qu = 1,3 c Nc + Df Nq + 0,6 R N (1.11)

3. Kapasitas daya dukung pondasi bujur sangkar dengan sisi B


qu = 1,3 c Nc + Df Nq + 0,4 B N (1.12)

4. Kapasitas daya dukung pondasi persegi empat (BxL)


qu = c Nc (1 + 0,3 B/L) + Df Nq + 1/2 B Ny (1-0,2.BL) (1.13)

REKAYASA PONDASI I 2016 10


REKAYASA PONDASI I

Tabel 1.1 Faktor Daya Dukung Terzaghi untuk Kondisi Keruntuhan Geser Umum
(general shear failure)
Nc Nq N Nc Nq N
0 5,70 1,00 0,00 26 27,09 14,21 9,84
1 6,00 1,10 0,01 27 29,24 15,90 11,60
2 6,30 1,22 0,04 28 31,61 17,81 13,70
3 6,62 1,35 0,06 29 34,24 19,98 16,18
4 6,97 1,49 0,10 30 37,16 22,46 19,13
5 7,34 1,64 0,14 31 40,41 25,28 22,65
6 7,73 1,81 0,20 32 44,04 28,52 26,87
7 8,15 2,00 0,27 33 48,09 32,23 31,94
8 8,60 2,21 0,35 34 52,64 36,50 38,04
9 9,09 2,44 0,44 35 57,75 41,44 45,41
10 9,61 2,69 0,56 36 63,53 47,16 54,36
11 10,16 2,98 0,69 37 70,01 53,80 65,27
12 10,76 3,29 0,85 38 77,50 61,55 78,61
13 11,41 3,63 1,04 39 85,97 70,61 95,03
14 12,11 4,02 1,26 40 95,66 81,27 115,31
15 12,86 4,45 1,52 41 106,81 93,85 140,51
16 13,68 4,92 1,82 42 119,67 108,75 171,99
17 14,60 5,45 2,18 43 134,58 126,50 211,56
18 15,12 6,04 2,59 44 151,95 147,74 261,60
19 16,56 6,70 3,07 45 172,28 173,28 325,34
20 17,69 7,44 3,64 46 196,22 204,19 407,11
21 18,92 8,26 4,31 47 224,55 241,80 512,84
22 20,27 9,19 5,09 48 258,28 287,85 650,67
23 21,75 10,23 6,00 49 298,71 344,63 831,99
24 23,36 11,40 7,08 50 347,50 415,14 1072,80
25 25,13 12,72 8,34
* Kumbhojkar (1993)

REKAYASA PONDASI I 2016 11


REKAYASA PONDASI I

Tabel 1.2 Faktor-faktor daya dukung Terzaghi modifikasi untuk kondisi keruntuhan
geser setempat (locall shear failure)
Nc Nq N Nc Nq N
0 5,70 1,00 0,00 26 15,53 6,05 2,59
1 5,90 1,07 0,005 27 16,30 6,54 2,88
2 6,10 1,14 0,02 28 17,13 7,07 3,29
3 6,30 1,2 0,04 29 18,03 7,66 3,76
4 6,51 1,30 0,055 30 18,99 8,31 4,39
5 6,74 1,39 0,074 31 20,03 9,03 4,83
6 6,97 1,49 0,10 32 21,16 9,82 5,51
7 7,22 1,59 0,128 33 22,39 10,69 6,32
8 7,47 1,70 0,16 34 23,72 11,67 7,22
9 7,74 1,82 0,20 35 25,18 12,75 8,35
10 8,02 1,94 0,24 36 26,77 13,97 9,41
11 8,32 2,08 0,30 37 28,51 15,32 10,90
12 8,63 2,22 0,35 38 30,43 16,85 12,75
13 8,96 2,38 0,42 39 32,53 18,56 14,71
14 9,31 2,55 0,48 40 34,87 20,50 17,22
15 9,67 2,73 0,57 41 37,45 22,70 19,75
16 10,06 2,92 0,67 42 40,33 25,21 22,50
17 10,47 3,13 0,76 43 43,54 28,06 26,25
18 10,90 3,36 0,88 44 47,13 31,34 30,40
19 11,36 3,61 1,03 45 51,17 35,11 36,00
20 11,85 3,88 1,12 46 55,73 39,48 41,70
21 12,37 4,17 1,35 47 60,91 44,54 49,30
22 12,92 4,48 1,55 48 66,80 50,46 59,25
23 13,51 4,82 1,74 49 73,55 57,41 71,45
24 14,14 5,20 1,97 50 81,31 65,60 85,75
25 14,80 5,60 2.25
* Kumbhojkar (1993)

REKAYASA PONDASI I 2016 12


REKAYASA PONDASI I

Gambar1.7 Grafik Faktor Daya Dukung Terzaghi

Nilai tahanan gesek satuan fs bergantung pad a bahan fondasi dan tanah di
sekelilingnya, dan merupakan j umlah dari gesekan dan adhesi per satuan luas antara
dinding fondasi dan tanah. Nilai-nilai fs dari berbagai jenis tanah yang disarankan
oleh Terzaghi ( 1943) ditunjukkan dalam Tabel 1.3

Tabel 1.3 Tahanan gesek dinding, fs (Terzaghi, 1943)

Jenis Tanah Tahanan gesek satuan (fs)

Kg/cm2 kN/m2

Lanau dan lempung lunak 0,07 - 0,30 7 - 29

Lempung sangat kaku 0,49 - 1,95 48 - 191

Pasir tak padat 0,12 - 0,37 12 - 36

Pasir padat 0,34 - 0,68 33 - 67

Kerikil padat 0,49-0,96 48 - 94

REKAYASA PONDASI I 2016 13


REKAYASA PONDASI I

Pengaruh Permukaan Air Tanah Terhadap Kapasitas Dukung


Berat volume tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air dan kedudukan air tanah. Oleh
karena itu, hal tersebut berpengaruh pula pada kapasitas dukungnya.
1. Jika muka air tanah sangat dalam dibandingkan dengan lebar fondasi atau z > B,
dengan z adalah jarak muka air tanah di bawah dasar fondasi (lihat Gambar 3.9a),
nilai y dalam suku ke-2 dari, persamaan kapasitas dukung yang dipakai adalah yb
atau yd, demikian pula dalam suku persamaan ke-3 dipakai nilai berat volume
basah (yh) atau kering Yd Untuk kondisi ini, parameter kuat geser yang
digunakan dalam hitungan adalah parameter kuat geser dalam tinjauan tegangan
efektif (c' dan rp ').
2. Bila muka air tanah terletak di atas atau sama dengan dasar fondasi (Gambar 3
.9b), berat volume yang dipakai dalam suku persamaan ke-3 harus berat volume
efektif atau berat volume apung (y'), karena zona geser yang terletak di bawah
fondasi sepenuh-nya terendam air. Pada kondisi ini, nilai Po pada suku
persamaan ke-2, menjadi :
RUMUSSSSSS (3 .23a)

dengan y '=y,a1- Yw dan dw = kedalaman muka air tanah.

3. Jika muka air tanah di permukaan atau dw = 0, maka y pada suku persamaan ke-
2 digantikan dengan y ', sedang y pada suku persamaan ke-3 juga dipakai bcrat
volume apung (y ').
4. Jika muka air tanah terletak pada kedalaman z di bawah dasar fondasi (z <B)
(Gambar 3.9c), nilai y pada suku persamaan ke-2 digantikan dengan Yh bila
tanahnya basah, dan YJ bila tanahnya kering. Karena massa tanah dalam zona
geser sebagian terendam air, berat volume tanah yang diterapkan dalam
persamaan kapasitas dukung suku ke-3 dapat didekati dengan,
Yrt = Y '+ (z/B)( Yb- y') (3 .23b)

dengan y,., = berat volume tanah rata-rata .

REKAYASA PONDASI I 2016 14


REKAYASA PONDASI I

Gambar 1.8 Pengaruh muka air tanah pada kapasitas dukung.

3 Kapasitas Daya Dukung Menurut Meyerhof


Meyerhof (1963) telah mengembangkan rumus-rumus perhitungan kapasitas
daya dukung dengan mempertimbangkan faktor : kedalaman, bentuk dan kemiringan
beban. Rumus daya dukung secara umum dari Meyerhof adalah :

qu = c.Nc.Fcs.Fcd.Fci + .Df.Nq.Fqs.Fqd.Fqi + ..B.N.Fs.Fd.Fi (1.14)

Dimana :
qu = daya dukung maksimum
c = kohesi tanah
B = lebar pondasi (= diameter untuk pondasi lingkaran )
= berat isi tanah
Df = kedalaman pondasi
Fcs, Fqs, Fs = faktor bentuk
Fcd, Fqd, Fd = faktor kedalaman
Fci, Fqi, Fi = faktor kemiringan beban
Nc; Nq; N = faktor daya dukung

REKAYASA PONDASI I 2016 15


REKAYASA PONDASI I

sesuai Tabel 1.4 atau dengan rumus faktor daya dukung diberikan oleh Meyerhof
sebagai berikut :


N q tan 2 45 e .tan (1.15)
2

N c (N q 1).cot (1.16)

N 2.(N q 1).tan (1.17)

Tabel 1.4 Faktor daya dukung Meyerhof (1963)

Nq/N
Nc Nq N tan Nc Nq N Nq/Nc tan
c

0 5,14 1,00 0,00 0,20 0,00 26 22,25 11,85 12,54 0,53 0,49

1 5,38 1,09 0,07 0,20 0,02 27 23,94 13,20 14,47 0,55 0,51

2 5,63 1,20 0,15 0,21 0,03 28 25,80 14,72 16,72 0,57 0,53

3 5,90 1,31 0,24 0,22 0,05 29 27,86 16,44 19,34 0,59 0,55

4 6,19 1,43 0,34 0,23 0,07 30 30,14 18,40 22,40 0,61 0,58

5 6,49 1,57 0,45 0,24 0,09 31 32,67 20,63 25,99 0,63 0,60

6 6,81 1,72 0,57 0,25 0,11 32 35,49 23,18 30,22 0,65 0,62

7 7,16 1,88 0,71 0,26 0,12 33 38,64 26,09 35,19 0,68 0,65

8 7,53 2,06 0,86 0,27 0,14 34 42,16 29,44 41,06 0,70 0,67

9 7,92 2,25 1,03 0,28 0,16 35 46,12 33,30 48,03 0,72 0,70

10 8,35 2,47 1,22 0,30 0,18 36 50,59 37,75 56,31 0,75 0,73

REKAYASA PONDASI I 2016 16


REKAYASA PONDASI I

11 8,80 2,71 1,44 0,31 0,19 37 55,63 42,92 66,19 0,77 0,75

12 9,28 2,97 1,69 0,32 0,21 38 61,35 48,93 78,03 0,80 0,78

13 9,81 3,26 1,97 0,33 0,23 39 67,87 55,96 92,25 0,82 0,81

14 10,37 3,59 2,29 0,35 0,25 40 75,31 64,20 109,41 0,85 0,84

15 10,98 3,94 2,65 0,36 0,27 41 83,86 73,90 130,22 0,88 0,87

16 11,63 4,34 3,06 0,37 0,29 42 93,71 85,38 155,55 0,91 0,90

17 12,34 4,77 3,53 0,39 0,31 43 105,11 99,02 186,54 0,94 0,93

18 13,10 5,26 4,07 0,40 0,32 44 118,37 115,31 224,64 0,97 0,97

19 13,93 5,80 4,68 0,42 0,34 45 133,88 134,88 271,76 1,01 1,00

20 14,63 6,40 5,39 0,43 0,36 46 152,10 158,51 330,35 1,04 1,04

21 15,82 7,07 6,20 0,45 0,38 47 173,64 187,21 403,67 1,08 1,07

22 16,88 7,82 7,13 0,46 0,40 48 199,26 222,31 496,01 1,12 1,11

23 18,05 8,66 8,20 0,48 0,42 49 229,93 265,51 613,16 1,15 1,15

24 19,32 9,60 9,44 0,50 0,45 50 266,89 319,07 762,89 1,20 1,19

25 20,72 10,66 10,88 0,51 0,47

* Vesic (1973)

REKAYASA PONDASI I 2016 17


REKAYASA PONDASI I

Rumus umum yang digunakan untuk menentukan faktor pengaruh bentuk,


kedalaman dan kemiringan beban dapat digunakan seperti dalam Tabel 1.5

Tabel 1.5 Faktor bentuk, kedalaman dan kemiringan yang rekomendasikan:

Meyerhof ( 1 963) mengamati bahwa sudut gesek dalam () dari hasil uji
laboratorium pada kondisi plane strain pada tanah granuler kira-kira 10% lebih
besar daripada nilai dari uji triaksial. Oleh karena itu, untuk fondasi empat
persegi panjang yang terletak pada tanah granuler, seperti pasir dan kerikil,
Meyerhof menyarankan penggunaan koreksi sudut gesek dalam:

REKAYASA PONDASI I 2016 18


REKAYASA PONDASI I

ps = (1, 1 - 0,1 B/L ) tr (3.36)


dengan,
rs = Sudut gesek dalam kondisi plane strain yang digunakan untuk menentukan
faktor kapasitas dukung.
tr = Sudut gesek dalam tanah dari uji triaksial kompresi.


Df

Gambar 1.9 Kemiringan beban pada pondasi

4. Faktor Keamanan pada Pondasi Dangkal


Besarnya kapasitas dukung ijin kotor (qijin = qall = gross allowable load-bearing capacity)
adalah :
qu
q ijin (1.16)
SF

Sedangkan penambahan tegangan di bawah tanah netto (qijin(net)) = beban dari bangunan
atas (superstructure) per satuan luas pada pondasi dinyatakan dalam :

q u(net) qu q
q ijin(net) (1.17)
SF SF

keterangan :
qu = kapasitas dukung batas kotor (gross ultimate bearing capacity)
qu(net) = kapasitas dukung batas netto (net ultimate bearing capacity)
q = tekanan overburden = .Df
SF = faktor keamanan (factor of safety) umumnya minimal bernilai = 3

REKAYASA PONDASI I 2016 19


REKAYASA PONDASI I

5. FONDASI PADA TANAH PASIR


Tanah granuler seperti pasir dan kerikil, tidak berkohesi (c = 0), atau
mempunyai kohesi namun sangat kecil sehingga dalam kapasitas dukung sering
diabaikan. Daya dukung fondasi pada tanah granuler dipengaruhi oleh :
- kerapatan relatif (Dr)
- kedudukan muka air tanah.
- tekanan keliling (confining pressure)
- ukuran fondasinya.
Persamaan daya dukung ultimit Terzaghi untuk tanah tak berkohesi :
(1) Fondasi berbentuk memanjang:
qu = poNq + 0,5BN (1)
(2) Fondasi berbentuk bujur sangkar :
qu = poNq + 0,4BN (2)
(3) Fondasi berbentuk lingkaran:
qu = poNq + 0,3BN (3)
(4) Fondasi berbentuk empat persegi panjang:
qu = poNq + 0,5BN (1-0,2B/L) (4)

dengan :
qu = daya dukung ultimit
B = lebar fondasi
L = panjang fondasi
Df = kedalaman fondasi
= berat volume tanah granuler
Po = Df. = tekanan overburden pada dasar fondasi
Nq, dan N = faktor daya dukung
Catatan :
Permeabilitas tanah granuler besar, maka pada tiap pembebanan air selalu
terdrainase (drained). Perhitungan menggunakan kondisi efektif.

REKAYASA PONDASI I 2016 20


REKAYASA PONDASI I

Sudut geser dalam pasir sangat dipengaruhi kerapatan relatif (28 sampai 45),
bentuk dan gradasi butiran.
Kedudukan muka air tanah.
Kedudukan muka air tanah mempengaruhi daya dukung tanah granuler. Berat
volume pasir pada kondisi kering, lembap, atau jenuh, nilainya tidak banyak
berbeda. Oleh karena itu, bila tanahnya tidak terendam air, berat volume pasir
sendiri bukan variabel yang penting dalam hitungan daya dukung. Akan tetapi, jika
pasir terletak di bawah permukaan air tanah, berat volume.pasir efektif menjadi
berkurang yang secara kasar kira-kira setengah dari berat volume pasir kering atau
lembap. sedangkan nilai pasir tidak banvak berbeda oleh rendaman air. Oleh
karena itu secara pendekatan, kenaikan muka air tanah sejauh B di bawah dasar
fondasi sampai ke permukaan tanah secara kasarakng mengakibatkan pengurangan
daya dukung sebesar kira-kira setengah dari daya dukung pasir kering atau lembab.
Karena material granuler mempunyai permeabilitas besar, bila material fondasi
kedap air dan muka air tanah terletak di atas dasar fondasi, fonadasi akan
mengalami gaya ke atas akibat tekanan air pada bagian yang terendam tersebut.

6. ANALISIS SKEMPTON UNTUK FONDASI PADA TANAH LEMPUNG


Skempton (1951) mengusulkan persamaan kapasitas dukung ultimit fondasi
yang terletak pada lempung jenuh dengan memperhatikan factor-faktor bentuk dan
kedalaman fondasi. Pada sembarang kedalaman fondasi empat persegi panjang
yang terletak pada tanah lempung, Skempton menyarankan pemakaian factor
pengaruh bentuk fondasi (Sc) dengan :

Sc = (1 + 0,2B/L)

Faktor kapasitas dukung Nc untuk bentuk fondasi tertentu diperoleh dari


mengalikan factor bentuk Sc dengan Nc pada fondasi memanjang yang besarnya
dipengaruhi pula oleh kedalaman fondasi Df
1. Fondasi di permukaan (Df = 0)
Nc (permukaan) = 5,14 untuk fondasi memanjang

REKAYASA PONDASI I 2016 21


REKAYASA PONDASI I

Nc (permukaan = 6,02 untuk fondasi lingkaran dan bujur sangka).

2. Fondasi pada kedalaman 0 < Df < 2,5B

3. Fondasi pada kedalaman Df 2,5B :

Nc = 1,5 Nc (permukaan)

Kapasitas dukung ultimit fondasi memanjang menurut Skempton:


qu = cu Nc + Df.
Kapasitas dukung ultimit netto :
qu = cu Nc
dengan :
qu = kapasitas dukung ultimit untuk fondasi (kN/m2)
qun = kapasitas dukung ultimit untuk fondasi netto (kN/m2)
cu = kohesi tak terdrainase (undrained) (kN/m2)
Df = kedalaman fondasi (m)
= berat volume tanah (kN/m3)
Nc, = faktor kapasitas dukung Skempton

Factor kapasitas dukung Skempton (1951) nilainya fungsi dari Df/B dan bentuk
fondasi . Untuk fondasi empat persegi panjang dengan panjang L dan lebar B,
kapasitas dukung dikalikan dengan mengalikan Nc fondasi bujur sangkar dengan
factor :
0,84 + 0,16 B/L

Jadi untuk fonadasi empat persegi panjang dengan panjang L dan lebar B, kapasitas
dukung ultimit dinyatakan dengan persamaan :

qu = (0,84 + 0,16 B/L) cu Nc(bs) + Df.

Dan kapasitas dukung ultimit netto :

qu = (0,84 + 0,16 B/L) cu Nc(bs)

REKAYASA PONDASI I 2016 22


REKAYASA PONDASI I

dengan Nc(bs) adalah factor kapasitas dukung Nc untuk fondasi bujur sangkar.

Tanah-tanah kohesif yang jenuh berkelakuan sebagai bahan yang sulit meloloskan air,
karena itu analisis kapasitas dukung fondasi pada kedudukan kritis (yang terjadi saat
selesai pelaksanaanatau jangka pendek), selalu digunakan parameter tegangantanah
total atau Cu > 0 dan u = 0.

Pada tanah-tanah yang berpermeabilitas rendah, seperti lempung, untuk tinjauan


stabilitas jangka pendek, air akan selalu berada di dalam rongga butirantanah saat
geseran berlangsung. Karena itu untuk tanah kohesif yang terletak di bawah muka air
tanah, berat volume tanahyang digunakan dalam persamaan kapasitas dukung selalu
dipakai berat volume tanah jenuh, serta tidak terdapat gaya angkat ke atas akibat
tekanan air di dasar fondasi (Giroud dkk, 1973). Di alam tanah lempung walaupun
terletak di atas muka air tanah sering dalam kondisi jenuh akibat pengaruh tekanan
kapiler.

REKAYASA PONDASI I 2016 23

Anda mungkin juga menyukai