Anda di halaman 1dari 27

BAB II

DAYA DUKUNG TANAH


( Bearing Capacity )

TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS ( TIK )

Setelah mempelajari Bab ini mahasiswa diharapkan :

 Dapat menjelaskan definisi daya dukung tanah

 Dapat menjelaskan metoda yang digunakan dalam mengitung daya dukung

 Dapat menghitung daya dukung tanah pada pondasi

2.1 Definisi

adalah kemampuan tanah untuk memikul beban struktur fondasi agar tidak terjadi

keruntuhan geser, tepat di bawah dan di sekeliling pondasi.

Besarnya daya dukung beban fondasi ditentukan oleh :

 Kekuatan geser tanah , yang dipengaruhi oleh kohesi dan sudut geser tanah

 Dalamnya fondasi

 Lebar fondasi

 Berat jenis tanah

2.2 Daya Dukung Tanah untuk beban statik q

-----------

LSF

PSF GSF

q=Q/A

Setlement

Gambar 2.1 Hubungan beban dan penurunan

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-1
Kapasitas dukung ultimit (q ) didefinisikan sebagai tekanan terkecil yang dapat

menyebabkan keruntuhan geser pada tanah pendukung tepat dibawah dan disekeliling

pondasi.

Ada 3 kemungkinan pola keruntuhan kapasitas dukung tanah yakni:

General Shear Failure (GSF)

Gambar 2.2 Keruntuhan geser umum

Pada keruntuhan geser umum (general shear failure), akan terbentuk suatu

permukaan kontinu diantara sisi-sisi pondasi dan permukaan tanah seperti Gambar 2.2

di atas. Bila tekanan dinaikkan mencapai tekanan ultimit, akan dicapai suatu kondisi

kesetimbangan plastis mula-mula pada tanah disekeliling sisi-sisi pondasi, lalu secara

bertahap menyebar ke bawah dan ke luar. Akhirnya kondisi kesetimbangan plastis

ultimit akan terbentuk pada sepanjang tanah di atas bidang runtuh. Terjadi

pengangkatan (heaving) pada permukaan tanah, yaitu pada kedua sisi pondasi, disertai

dengan miringnya pondasi (Craig,R.F. 1991).

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-2
Lokal Shear Failure (LSF)

Gambar 2.3 Keruntuhan geser local


Dalam hal keruntuhan geser local (local shear failure), terdapat kompresi

yang cukup besar pada tanah di bawah pondasi dan kondisi kesetimbangan plastis hanya

terbentuk pada sebagian tanah saja. Permukaan runtuh tidak sampai mencapai

permukaan tanah dan pengangkatan yang terjadi hanya sedikit. Kemiringan pada

pondasi dalam hal ini diperkirakan tidak terjadi. Keruntuhan geser local biasanya terjadi

pada tanah berkompresibilitas tinggi, ditunjukkan dengan adanya penurunan yang

relative besar. Kapasitas dukung ultimit sulit dipastikan, sehingga sulit dianalisis, hanya

bias dibatasi penurunannya saja.

Puncing Shear Failure (PSF)

Gambar 2.4 Keruntuhan geser pons

Keruntuhan geser pons (puncing shear failure), terjadi jika terdapat kompresi

tanah di bawah pondasi, yang disertai dengan adanya geseran vertical di sekitar sisi-sisi

pondasi. Tidak terjadi pengangkatan pada permukaan tanah dan pondasi tidak akan

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-3
miring.terjadi penurunan yang relative besar dan daya dukung ultimit tidak dapat

dipastikan. Keruntuhan geser pons terjadi pada tanah dengan kompresibilitas tinggi dan

kompresibilitas rendah jika pondasi agak dalam.

Secara umum keruntuhan yang terjadi tergantung pada kompresibilitasnya dan

kedalaman pondasi relatif terhadap lebarnya.

2.3 Analisa Kapasitas Dukung

Analisa kapasitas dukung didasarkan kondisi general shear failure, gaya-gaya

yang bekerja dapat dianalisa.

q= .Df Df

E A B F

D C G

Gambar 2.5 Mekanisme keruntuhan

Gambar 2.5 di atas adalah mekanisme keruntuhan untuk pondasi menerus dengan

lebar b dan panjang tak terbatas, memikul suatu tekanan merata (q ) di atas

permukaan tanah yang homogen dan isotropik. Parameter kekuatan tanah adalah c dan

tetapi berat isi tanah diasumsikan sama dengan nol. Pondasi akan tertekan ke bawah

dan menghasilkan suatu kesetimbangan plastis dalam bentuk zona segi tiga di bawah

pondasi dengan sudut ABC = BAC = 45 + /2. Gerakan bagian tanah ABC ke bawah

mendorong tanah disampingnya ke samping. Zona Rankine pasif ADE dan BGF akan
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali
Buku Ajar Teknik Pondasi I II-4
terjadi disepanjang zona geser radial ACD dan BCG. Kesetimbangan plastis akan

terjadi pada permukaan ADCGF sedangkan sisi tanah lainnya berada dalam

kesetimbangan elastis.

Biasanya pondasi tidak diletakkan pada permukaan tanah, dalam praktek diasumsikan

kenaikan geser tanah antara permukaan dan kedalaman Df diabaikan, tanah tersebut

hanya diperhitungkan sebagai beban yang menambah tekanan merata q pada evaluasi

pondasi, hal ini disebabkan tanah di atas elevasi pondasi biasanya lebih lemah,

khususnya jika diurug, dari pada tanah pada tempat yang lebih dalam.

Kapasitas dukung ultimit di bawah pondasi menerus dapat dinyatakan dengan

persamaan Terzaghi (1943),

q ult = cNc + q Nq + ½ b N (2.1)

dimana:

q ult = daya dukung batas (t/m )

c = kohesi tanah (atau kuat geser tanah tidak terdrainase cu) (t/m )

q = over burden pressure = . Df

nilainya diambil di atas elevasi pondasi.

b adalah lebar pondasi (m)

Nc, Nq, N = factor daya dukung Terzaghi (tanpa dimensi)

,c, nilainya diambil di bawah pondasi

Untuk pondasi telapak bentuk bujur sangkar

q = 1,3cNc + q Nq + 0,4 b N

(2.2)

analisa kapasitas dukung didasarkan kondisi local shear failure pada pondasi menerus,

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-5
q' = c'Nc' + q Nq' + ½ b N '

(2.3)

dimana:

c' = 2/3 c

tan ' = 2/3 tan

Local shear failure dapat terjadi untuk nilai < 30 , untuk pondasi bentuk lainnya,

caranya sama dengan mencari q .

Beban dukung batas:

Q =q b'l (2.4)

dimana:

Q = beban dukung batas (ton),

q = daya dukung batas (t/m ),

b' = lebar efektif pondasi = b-2e (m) dan

l = panjang lateral pondasi (m)

2.4 Daya Dukung Ijin

Daya dukung ijin q adalah daya dukung batas (q ) dibagi dengan factor

keamanan (FK) yang memadai.

q = q / FK (2.5)

Q = Q / FK (2.6)

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-6
Nilai FK yang digunakan berfungsi untuk membatasi penurunan agar tidak melebihi

2,54 cm (1 in) dan dapat diambil berkisar antara 2 sampai 4 cm, seperti diperlihatkan

pada Tabel 2.1

Table 2.1 Nilai-nilai factor keamanan minimum

Jenis bangunan FK

Dinding penahan : - Tembok 3,0

- Galian yang diperkuat sementara (tembok penahan

sementara 2,0

Jembatan : - Akuaduk 3,0

- Kereta Api 4,0

- Jalan raya 3,5

Bangunan : - Menara operasi, Silo 2,5

- Gudang 2,5*

- Bangunan fasilitas 3,0

- Industri kecil, umum 3,5

Fondasi telapak 3,0

Fondsi tikar 3,0

* Gudang modern biasanya mempunyai pelat dengan lantai yang luas unyuk

menampung peralatan trasportasi modern. Lantai ini perlu didesain dengan persyaratan

yang ketat terhadap penurunan total dan penurunan defrensial dengan

FK > 3

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-7
2.5 Faktor keamanan

Nilai-nilai factor keamanan (FK) pada Tabel 2.1 umumnya bersifat konservatif

dan membatasi besarnya penurunan yang dapat diterima, walaupun kemungkinan

kurang ekonomis.

Nilai FK yang dipilih untuk analisis desain bergantung pada karateristik tanah

dasar dan tingkat ketelitian hasil penyelidikan geoteknik. Untuk penyelidikan tanah

yang cukup lengkap, dapat digunakan nilai FK yang lebih kecil.

2.6 Tanah dasar pondasi

Tanah dasar pondasi biasanya merupakan campuran butiran mineral berbentuk

tidak teratur dari berbagai ukuran yang mengandung pori-pori diantaranya. Pori-pori ini

berisi air jika tanah jenuh , air dan udara jika jenuh sebagian, serta udara dan gas jika

keadaan kering. Tanah berbutir kasar merupakan hasil pelapukan batuan secara mekanik

dan kimiawi, yang dikenal sebagai kerikil, pasir, lanau dan lempung.

Untuk analisis daya dukung perlu dibedakan antara tanah kohesif dan tanah nonkohesif

sebagai berikut:

a) Tanah kohesif adalah mineral berbutir halus yang terdiri atas lanau atau lempung,

yang mengandung atau tidak mengandung material organik. Kuat geser tanah

berkisar dari rendah sampai tinggi dalam kondisi tidak terkekang, dan jika kondisi

udara kering bergantung dari karateristik khusus. Kebanyakan tanah kohesif

relative lebih kedapdibandingkan dengan tanah nonkohesif. Tanah lanau

mempunyai bahan perantara yang mengikat antara butiran, seperti garam pelarut

dan agregat lempung. Pembasahan zat perantara pelarut yang mengikat butiran

lanau dapat menyebabkan penurunan.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-8
b) Tanah non kohesif terbentuk dari material butiran atau berbutir kasar dengan

ukuran butiran terlihat secara visual dan mempunyai kohesi atau adhesi atar

butiran. Tanah ini mempunyai kuat geser kecil atau tidak ada sama sekali jika

keadaan kering dan tanah tidak terkekang, dan kohesinya kecil atau tidak ada sama

sekali jika keadaan terendam. Adhesi semu (apparent) antar butiran dalam tanah

non kohesif dapat terjadi akibat gaya tarik kapiler dalam air pori. Tanah non

kohesif biasanya relative bebas berdrainase dibandingkan dengan tanah kohesif.

2.7 Daya dukung batas untuk beban sentris

N x

H B y y

x
L

Gambar 2.6 Daya Dukung Beban Sentris

Ketika fondasi dibebani dibawah fondasi akan terbentuk daerah yang terpadatkan (

daerah I ) daerah ini seakan-akan menjadi bagian dari fondasi selama beban yang

bekerja belum melampaui daya dukung batas tanah fondasi. Bila tegangan sudah

melampaui maka daerah I akan bergerak turun dan mendorong tanah ke samping pada

ke dua sisi ( daerah II ). Sedangkan pada daerah III tanah dalam kondisi pasif.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-9
Teori daya dukung

1. Teori Rankiee

2. Teori Terzhagi

3. Teori Mayerhoff

4. Teori Brnch Hanzen.

1. Analisa Rankiee

Gambar 2.7 Analisa Rankine

R= =

= cos

( 45 + ) + 2 C tg ( 45 + ) (2.7)

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-10
Untuk tanah kohesif :

( 45 + ) (2.8)

catatan :

Untuk tahan non kohesif teori rankiee tidak berlaku.

2. Analisa Terzaghi

Terzaghi (1943) menganalisis daya dukung tanah dengan beberapa anggapan, yaitu;

 Pondasi memenjang tak terhingga

 Tanah di dasar pondasi homogen

 Berat tanah di atas dasar pondasi dapat digantikan dengan beban terbagi rata

sebesar , dengan Df adalah kedalaman dasar pondasi dan

adalah berat volume tanah di atas dasar pondasi.

 Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diabaikan

 Dasar pondasi kasar

 Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linier

 Baji tanah yang terbentuk di dasar pondasi dalam kedudukan elastis dan

bergerak bersama-sama dengan dasar pondasinya

 Pertemuan antara sisi baji dan dasar pondasi membentuk sudut geser sebesar

sudut geser dalam tanah

 Berlaku prinsip superposisi.

q = C Nc + q Nc + 0,5 b N (2.9)

dimana : c = Cohesi tanah ( Kn /m )

= berat isi tanah ( Kn / m )

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-11
b = lebar pondasi ( m )

q = . zf

zf = kedalaman pondasi ( m )

P = beban merata diatas permukaan tanah ( kN / m )

P = 0 q = C Nc + ( zf ) Nq + 0,5 b N

(2.10)

P = 0 q = C Nc + ( . Zf ) Nq + 0,5 b N + P

(2.11)

Besarnya nilai Nc, Nq, dan N ( Faktor daya dukung terzhagi ) ,tergantung dari .

Nilainya dapat langsung diambil dari grafik atau tabel.

Grafik 2.1 Hubungan antara dan faktor-faktor kapasitas dukung N.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-12
Tabel 2.2 Nilai-nilai faktor daya dukung Terzaghi.

PERSAMAAN-PERSAMAAN TERZAGHI.

1. Pondasi telapak menerus dengan lebar b

q = C Nc + ( .zf ) Nq + 0,5 b N

2. Pondasi telapak lingkaran dengan jari-jari r

q =1,3 C Nc + ( . Zf ) Nq + 0,6 r N

3. Pondasi telapak bujur sangkar dengan lebar b x b

q = 1,3 C Nc + ( .zf ) Nq + 0,4 b N

4. Pondasi telapak persegi panjang dengan lebar b dan panjang l

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-13
q = C Nc ( 1 + 0,2 ) +( . Zf ) Nq + 0,5 b N ( 1 – 0,2 )

Catatan : - Persamaan terzaghi diatas berlaku untuk tanah kohesif dan tanah non

kohesif

- Khusus untuk pasir yang lepas-lepas dan lempung yang lunak persamaan

diatas sedikit mengalami perubahan dimana nilai C berubah menjadi C'

yang besarnya 2/3 C Sedangkan harga Nc, Nq dan N . berturut-turut

berubah menjadi Nc’ , Nq’ , dan N ’.

Besarnya nilai Nc, Nq, N dapat dihitung juga dengan persamaan berikut

Nq = tg ( 45 + )(e tg )

Nc = ( Nq – 1 ) cot

N = 1,8 ( Nq -1 ) tg

Rumus daya dukung Terzaghi yang telah diuraikan di atas berlaku untuk hal sebagai

berikut :

- Pondasi telapak menerus dengan dasar telapak rata / horizontal

- Gaya yang bekerja pada pondasi adalah vertikal dan sentris / terpusat

- Permukaan tanah di atas pondasi adalah horizontal

- Tanah pondasi bersifat homogen dan isotrop

- Kedalaman pondasi lebih kecil dari lebar pondasi ( zf < B ).

Penyimpangan dari kondisi tersebut di atas, rumus Terzaghi perlu dikoreksi. Dalam hal

ini akan dibahas faktor koreksi menurut Hansen ( 1970 ) .

Dengan memperhatikan faktor koreksi tersebut, maka rumus Terzaghi menjadi :

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-14
q = C Nc.Sc.Dc.Ic.Gc.Kc + .zf.Nq.Sq.Dq.Iq.Gq.Kq + 0,5. b. .N .S .D .I .G .K

(2.12)

dimana :

S = faktor koreksi terhadap bentuk pondasi

D = faktor koreksi terhadap kedalaman pondasi

I = faktor koreksi terhadap kemiringan gaya yang bekerja

G = faktor koreksi terhadap kemiringan permukaan tanah di atas

Pondasi

K = faktor koreksi terhadap kemiringan dasar pondasi.

Faktor koreksi terhadap bentuk pondasi :

Sc = Sq = 1 + B/L . tan (2.13)

S = 1 – 0,4 B /L (2.14)

Faktor koreksi terhadap kedalaman pondasi :

Dc = 1 + 0.007. arctg ( zf / B ) (2.15)

Dq = 1 + 0.0035.tan ( 1-sin ) arctg ( zf / B )

(2.16)

D = 1,0 (2.17)

Faktor koreksi rehadap kemiringan gaya yang bekerja :

5
(2.18)

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-15
Ic =Iq - (2.19)

5
(2.20)

Faktor koreksi terhadap kemiringan permukaan tanah di atas pondasi

Gc = 1 - (2.21)

Gq = G =(1- ) (2.22)

Faktor koreksi terhadap kemiringan dasar pondasi :

Kc = - /147 (2.23)

Kq = e (2.24)

K =e

(2.25)

3. Analisa Mayerhof

Analisa daya dukung Mayerhof (1955) menganggap sudut baji (sudut antara

bidang AD atau BD terhadap arah horizontal) tidak sama dengan , dan nilai > .

Akibatnya bentuk baji lebih memanjang ke bawah bila dibandingkan dengan analisa

Terzaghi. Zona keruntuhan berkembang dari dasar pondasi ke atas sampai mencapai

permukaan tanah (Gambar 2.8). jadi tahanan geser tanah di atas dasar pondasi

diperhitungkan. Karena > , nilai faktor daya dukung Mayerhof lebih rendah dari

pada yang diberikan Terzaghi. Namun karena Mayerhof mempertimbangkan faktor

pengaruh kedalaman pondasi, daya dukungnya menjadi lebih besar. Nilai-nilai faktor

daya dukung Mayerhof untuk dasar pondasi yang kasar disajikan dalam Gambar 2.9

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-16
Gambar 2.8 Keruntuhan Daya Dukung Analisa Mayerhof

Mayerhof (1963) dan Brinch Hansen (1970) memberikan persamaan daya dukung

dengan mempertimbangkan bentuk pondasi, kemiringan beban dan kuat geser tanah di

atas dasar pondasinya, sebagai berikut:

q = C Nc.Sc.Dc.Ic. + .zf.Nq.Sq.Dq.Iq + 0,5. B'. .N .S .D .I

(2.26)

dimana: q = daya dukung ultimit

Nc, Nq, N = Faktor daya dukung untuk pondasi memanjang

Sc, Sq, S = Faktor bentuk pondasi (Tabel 2.3a)

Dc, Dq, D = Faktor-faktor kedalaman pondasi (Tabel 2.3b)

Ic, Iq, I = Faktor kemiringan beban (Tabel 2.3c)

B' = Lebar pondasi efektif

Po = Tekanan overburden pada dasar pondasi ( )

Df = Kedalaman pondasi

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-17
= Berat volume tanah.

Grafik 2.2 Faktor Daya Dukung Mayerhof

Tabel 2.3a Faktor-faktor bentuk pondasi (Perlof, 1976; Kezdi, 1974)

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-18
Tabel 2.3b Faktor kedalaman pondasi (Perlof, 1976; Ramiah, 1981)

Tabel 2.3c Faktor-faktor kemiringan beban (Perlof, 1976; Kezdi, 1974)

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-19
2.8 Daya Dukung Batas Untuk Beban Eksentris

Beban eksentris terjadi bila beban yang bekerja tidak terletak pada titik pusat

suatu bidang dasar pondasi atau bila ada momen yang bekerja, misalnya momen yang

berasal dari beban angin.

Perhitungan daya dukung batas untuk beban eksentris dapat dilakukan dengan 2 ( dua )

cara , yaitu :

 Menggunakan konsep lebar manfaat ( useful with )

 Menggunakan faktor reduksi ( reduction factor )

1. Konsep lebar manfaat

Cara ini digunakan untuk menentukan daya dukung hanya telapak yang simetris

dengan beban. Daerah yang diarsir merupakan daerah yang simetris dengan beban yang

bekerja dan digunakan untuk menentukan daya dukung.

Gambar 2.9 Area kontak efektif


a) Eksentrisitas satu arah
b) Eksentrisitas dua arah
c) Eksentrisitas dua arah disederhanakan (Meyerhof, 1953)

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-20
B = 2 ( B/2 – ex ) = B - 2ex

L = 2 ( L/2 – ey ) = L – 2ey

A = B.L

Untuk eksentrisitas 1 arah : P = qa . A

= qa . ( B – 2ex ) ( L )

Untuk eksentrisitas 2 arah P = qa . ( B – 2ex ) ( L – 2ey )

Berdasarkan cara ini, daya dukung batas menurun secara linier bila jarak

eksentrisitasnya meningkat . Hubungan linier ini hanya berlaku pada tanah kohesif,

sedangkan pada tanah non kohesif hubungan menyerupai para bola. Oleh karena itu,

metoda ini dianjurkan untuk digunakan pada tanah kohesif saja.

2. Faktor Reduksi

Faktor reduksi digunakan untuk menghitung daya dukung dengan cara normal dan

mengasumsikan bahwa beban yang bekerja sentris / terpusat. Nilai daya dukung ini,

kemudian dikoreksi ( dikalikan ) dengan faktor reduksi ( Rc ) yang didapat dari Grafik

2.3.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-21
Grafik 2.3 Pengaruh eksentrisitas beban pada daya dukung pondasi memanjang
Yang dibebani secara vertikal ( Mayerhof, 1953)

2.9 Menentukan jenis keruntuhan.

Sebelum kita menghitung daya dukung sebuah pondasi terlebih dahulu kita harus dapat

mengetahui jenis keruntuhan yang mungkin akan terjadi, apakah jenis keruntuhan

umum ( General shear failure ) ataukah jenis keruntuhan lokal ( Local shear failure ) :

~ Dari Stress Strain Test -------- Unconfiend / Triaxial

( strain ) 5 % akan terjadi keruntuhan General

10 – 20 % akan terjadi keruntuhan Lokal

~ Soil ------- 36 akan terjadi keruntuhan General

28 akan terjadi keruntuhan Lokal

~ Dari pengujian SPT di lapangan :

N 30 akan terjadi keruntuhan General

N 5 akan terjadi keruntuhan Lokal

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-22
~ Dari Derajat kepadatan relatif ( D R ) :

DR 70 % akan terjadi keruntuhan General

DR 20 % akan terjadi keruntuhan Lokal

~ Dari hasil test pembebanan :

 Stiff ( tanah lempung ) akan terjadi keruntuhan General

 Dense ( tanah pasir ) akan terjadi keruntuhan General

 Soft ( tanah lunak ) akan terjadi keruntuhan Lokal

 Loose ( tanah lepas ) akan terjadi keruntuhan Lokal

2.10 Pengaruh Muka Air Tanah Pada Daya Dukung.

Berat volume tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air dan kedudukan air tanah.

Oleh karen itu , hal tersebut berpengaruh pula pada daya dukungnya.

1. Jika muka air sangat dalam dibandingkan dengan lebar pondasinya atau z > B,

dengan z adalah muka air tanah di bawah dasar pondasi (lihat Gambar 2.10a), nilai

pada suku ke-2 dari persamaan daya dukung dipakai atau demikian pula

dalam suku persamaam ke-3 dipakai berat volume basah ( ) atau kering .

Untuk kondisi ini, nilai parameter kuat geser yang digunakan dalam hitungan adalah

parameter kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif (c' dan ').

2. Bila muka air terletak di atas atau sama dengan dasar pondasi (Gambar 2.10b),

nilai berat volume yang dipakai pada persamaan suku ke-3 harus berat volume

efektif ( '), karena zone geser yang terletak di bawah pondasi sepenuhnya

terendam air. Pada kondisi ini nilai pada suku persamaan ke-2 menjadi

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-23
dimana : ------------- sub = ( 1-n ) ( s- w)

= kedalaman muka air tanah dari permukaan

3. Jika muka air tanah dipermukaan atau = 0, maka pada suku persamaan ke-2

digantikan dengan ', sedangkan pada suku persamaan ke-3 dipakai berat volume

tanah efektif ( ').

4. Jika muka air tanah terletak pada kedalaman z di bawah dasar pondasi (z < B)

(Gambar 2.10c), nilai pada suku persamaan ke-2 digantikan dengan bila

tanahnya basah, dan diganti dengan bila tanahnya kering. Karena massa tanah

dalam zone geser sebagian terendam air, berat volume tanah yang ditetapkan dalam

suku ke-3 dari persamaan daya dukung suku ke-3, dapat didekati dengan;

dimana; = berat volume tanah rata-rata.

Gambar 2.9 Pengaruh muka air tanah pada daya dukung

Kasus 1 . q = C Nc + .Df.Nq + 0,5 b .N

2. q = C Nc + ( .dw + ' . Df - dw) Nq + 0,5 b '.N

3. q = C Nc + .Df.Nq + 0,5 b rt . N

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-24
2.11 Daya Dukung Yang Diijinkan

Perencanaan struktur yang aman terhadap daya dukung batas digunakan daya dukung

yang diijinkan, yang besarnya adalah daya dukung batas dibagi dengan faktor

keamanan. Dengan kata lain, faktor keamanan didapat dengan membagi nilai daya

dukung batas dengan tegangan pada tanah pondasi.

qa = (2.27)

FK = (2.28)

Dimana :

qa = daya dukung yang diijinkan ( kN/m )

q = daya dukung batas / maksimum ( kN/m )

q = tegangan maksimum yang bekerja pada tanah pondasi ( kN/m )

FK = faktor keamanan ( diambil 2,5 – 3,0 )

2.12 Daya Dukung Berdasarkan SPT

SPT ( standard penetration test ) seringkali digunakan untuk mendapatkan daya

dukung tanah secara langsung di lokasi. SPT merupakan tes dinamis yang dilakukan

dalam suatu lobang bor dengan memasukkan tabung sampel berdiameter dalam 35 mm

sedalam 305 mm dengan menggunakan masa pendorong (palu) seberat 63,5 kg yang

jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk

memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

Terzaghi dan Peck ( 1948 ) merupakan orang pertama yang membuat hubungan empiris

antara nilai N dengan daya dukung tanah. Hubungan tersebut digunakan secara meluas

untuk pondasi yang tidak dipengaruhi oleh air tanah dan merupakan daya dukung yang

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-25
diijinkan, yang mengakibatkan penurunan maksimum 25 mm, dan nilai N diambil nilai

rata-rata dari 0,5 B di atas dasar telapak sampai 2 B di bawah telapak yang sudah

dikoreksi. Berdasarkan hasil opengamatan di lapangan menunjukkan bahwa nilai daya

dukung Terzaghi dan Peck tersebut adalah terlalu konservatif (aman). Oleh karena itu,

Mayerhof (1956) menyarankan untuk menaikkan nilai qa (daya dukung yang diijinkan)

sebesar 50 %.

Sehingga untuk pondasi yang dipengaruhi oleh muka air tanah, Peck dan Bozzora

menyarankan untukl menggunakan faktor K.

K = (2.29)

v' = tegangan geostatik vertikal effektif tanah pada kedalaman 0,5 B di bawah

dasar pondasi dalam kondisi tidak ada air tanahnya.

vw' = tegangan geostatik vertikal effektif tanah pada kedalaman 0,5 B di bawah

dasar pondasi dalam kondisi sebenarnya (ada air tanahnya).

Jadi

qa = K . qa ' (2.30)

qa' = daya dukung bila tidak ada air tanahnya ( kN / m )

2.13 Daya Dukung Berdasarkan Tes Sondir

Tes sondir atau cone penetration test (CPT) adalah uji sederhana untuk tanah lempung

lunak dan pasir halus sampai pasir setengah kasar. Pengujian ini tidak dianjurkan untuk

tanah krikil dan lempung keras.

Pengujian dilakukan dengan mendorong kerucut berdiameter 35,7 mm dan ujungnya

mempunyai sudut 60 derajat, ke dalam tanah dengan kecepatan 10 sampai 20 mm per

detik. Pengujian ini dapat dilakukan sampai kedalaman yang diinginkan dan data yang

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-26
diperoleh adalah tahanan ujung qc dan tahanan selimut qs, namun untuk menentukan

daya dukung tanah untuk pondasi dangkal (telapak) hanya tahanan ujung qc yang

berperan.

Menurut Schmertmann (1978) hubungan nilai qc dengan daya dukung adalah :

 Tanah non kohesif

Pondasi lajur q = 28 – 0,0052 ( 300 – qc ) ( kN/m )

Pondasi bujur sangkar q = 48 – 0,009 ( 300 – qc ) ( kN/m )

 Tanah kohesif

Pondasi lajur q = 2 + 0,28 qc ( kN/m )

Pondasi bujur sangkar q = 5 + 0,34 qc ( kN/m )

Nilai qc tersebut di atas dirata-ratakan sepanjang kedalaman 0,5 B dimana B adalah


dasar telapak. Rumus-rumas tersebut di atas hanya berlaku untuk D/B = 1,5

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Buku Ajar Teknik Pondasi I II-27

Anda mungkin juga menyukai