0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
13 tayangan4 halaman
Siti, asisten rumah tangga Yuli, tidak mampu membawa ibunya yang sakit ke rumah sakit karena kehabisan uang. Ibunya akhirnya meninggal akibat virus korona. Yuli dan suaminya kemudian menemukan Siti menangis di rumah sakit setelah mendengar kabar duka tersebut. Mereka menyesali ketidakpedulian mereka terhadap keluarga Siti selama ini.
Siti, asisten rumah tangga Yuli, tidak mampu membawa ibunya yang sakit ke rumah sakit karena kehabisan uang. Ibunya akhirnya meninggal akibat virus korona. Yuli dan suaminya kemudian menemukan Siti menangis di rumah sakit setelah mendengar kabar duka tersebut. Mereka menyesali ketidakpedulian mereka terhadap keluarga Siti selama ini.
Siti, asisten rumah tangga Yuli, tidak mampu membawa ibunya yang sakit ke rumah sakit karena kehabisan uang. Ibunya akhirnya meninggal akibat virus korona. Yuli dan suaminya kemudian menemukan Siti menangis di rumah sakit setelah mendengar kabar duka tersebut. Mereka menyesali ketidakpedulian mereka terhadap keluarga Siti selama ini.
Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi syarat kebutuhan posma
Oleh: Jonathan Adi Wijaya
SEKOLAH TINGGI FILSAFAT TEOLOGI
WIDYA SASANA TAHUN AJARAN 2020/2021 MALANG “Iya Bu.. saya setuju kalau kita memberikan bantuan kepada pihak rumah sakit. Apalagi ditengah pandemi seperti ini pasti tenaga medis itu bekerja sangat keras.” Ucapku pada Ketua Arisan lewat gawai. Aku, Yuli, termasuk seorang wanita yang cukup beruntung secara finansial. Aku menikah dengan suamiku, Philip, yang juga berasal dari kalangan orang berada. Kami berdua memiliki jiwa sosial yang tinggi. Tidak sedikit rejeki yang kami bagikan kepada orang lain. Aku dan suamiku termasuk orang yang sibuk sehingga urusan rumah kami serahkan kepada salah seorang asisten rumah tangga. Asisten rumah tanggaku bernama Siti. “Siti.. Hari ini aku pergi sampai malam ya. Kamu nanti bisa langsung pulang saja, jangan lupa kunci pintunya. Kamu gak usah siapkan makan malam. Bapak sama saya nanti makan malam di luar saja.” Siti memang sudah menjadi asisten rumah tanggaku bertahun-tahun sejak dia belum menikah. Bahkan, ibunya Siti yang bernama Bu Dewi juga telah bekerja kepada sebelum akhirnya berhenti karena usia dan digantikan dengan Siti. Aku dan suamiku sungguh percaya dan sudah menganggap dia seperti keluarga sendiri. Aku dan suamiku sendiri jarang bercakap-cakap dengan Siti mengenai keluarganya karena kesibukan kami, selain itu Siti bukan orang yang terbuka tentang masalah rumah tangganya. Aku dan suamiku hanya tahu jika suami dia baru saja pergi merantau untuk bekerja. Bu Dewi juga sudah kami anggap keluarga sendiri, meski kami hanya bertemu ketika mereka berkunjung saat kami merayakan Natal. Namun, kami selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka dengan memberi gaji lebih dari UMR. *** “Baik Bu.. Nanti saya laksanakan. Besok saya datang seperti biasa ya Bu” Jawabku kepada Ibu Yuli. “Iya Siti. Besok kamu datang seperti biasa saja. Besok aku dan Bapak ada rencana pergi pagi hari untuk membeli bantuan yang akan diserahkan siang harinya ke rumah sakit kota.” “Baik Bu. Oh iya Bu.. saya mau bicara sebentar. Apa Ibu ada waktu?” “Aduh. Besok saja gimana Siti? Mobil yang jemput saya sudah di depan. Saya harus segera pergi untuk acara sosial di rumah sakit kecamatan.” “Baiklah Bu.” Jawabku dengan segera berlalu untuk membersihkan rumah. “Aku butuh meminjam uang pada Bu Yuli agar aku bisa membawa Ibu yang telah sakit berhari-hari ke rumah sakit tapi beliau sangat sibuk. Duh Gusti.. Bagaimana ini?” Batin Siti. *** “Para tenaga kesehatan saya mewakili anggota yang lain mengucapkan hormat sebesar- besarnya kepada Bapak dan Ibu sekalian. Bapak dan Ibu sekalian telah rela memberikan tenaga dan waktu untuk membantu para korban virus korona. Saya dan teman-teman yang hadir di sini hendak memberi sedikit bantuan APD dan dana tunai kepada Bapak dan Ibu. Semoga bantuan yang kami berikan mampu sedikit meringankan beban Bapak dan Ibu sekalian.” Ujarku kepada petugas kesehatan rumah sakit kecamatan mewakili kelompok arisanku. *** “Bu.. Bangun Bu.. Sekarang kita ke rumah sakit kota ya bu.” Paksaku kepada Ibuku yang terbaring lemah. Ibuku telah sakit beberapa hari ini dan aku belum membawanya ke rumah sakit. Uang tabunganku sudah habis karena dibuat sebagai modal usaha suamiku di daerah rantau. Namun, malam ini kondisi Ibu sangat memprihatinkan. Aku tidak peduli dengan biayanya. Aku harus meminjam uang sesibuk apapun Bu Yuli besok. *** “Ibu Siti.. Ibu Siti..” panggil seorang dokter. “Saya Dok.. Gimana kondisi Ibu saya Dok?” jawab Siti. “Ibu terkena positif korona. Kami akan memberi bantuan maksimal.” Siti hanya bisa terdiam mendengar kabar tersebut. Ia tidak menyangka Ibunya terkena virus mematikan. Siti semakin takut mengingat virus ini banyak memakan korban yang berusia tua. *** “Aduh.. Ke mana Siti ini? Sudah jam segini kok belum datang ya Pa.” “Mungkin dia ijin Ma.” “Enggak kok Pa. Kemarin dia gak bilang buat ijin. Aku telepon juga tidak aktif.” “Kirim pesan saja Ma. Beritahu pada dia agar tidak usah masuk. Nanti kita mampir ke rumah dia. Sudah lama juga kita tidak bertemu Bu Dewi.” *** Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Pagi ini Ibuku telah meninggal. Virus korona ini ternyata telah menyerang beliau terlalu lama. Aku sungguh menyesal karena tidak segera membawa beliau ke rumah sakit. Aku benar-benar tidak ada uang dan Bu Yuli teramat sibuk sehingga aku tidak bisa meminjam uang kepada beliau. Aku sungguh menyesal. Ibuku yang aku cintai telah tiada. *** “Banyak penderita virus korona yang dirawat di rumah sakit kota ini ya Pa.” “Iya Ma.. Eh, bukankah itu Siti Ma?” “Mana Pa? Lo.. Iya itu Siti Pa. Kenapa dia di sini ya Pa?” “Kita temui saja Ma sekarang. Biarkan acara diurus orang lain.” Ucap Philip sambil berjalan ke arah Siti. “Siti.. Kenapa kamu di sini?” tanya Yuli kepada Siti ketika mereka telah dekat dengan dia. Siti pun menoleh dan terkejut melihat Yuli dan Philip. Siti hanya bisa menangis melihat mereka berdua. Yuli dan Philip semakin bingung dan berusaha menenangkan Siti. Siti perlahan menceritakan yang terjadi pada ibunya dengan terisak. Yuli dan Philip pun tidak kuasa menahan kesedihan mereka. “Maafkan kami ya Siti. Kami terlalu perhatian pada mereka yang jauh sehingga lupa dengan orang yang berada dekat dengan kami.”