Anda di halaman 1dari 5

Diam

Ini tentang bumiku. Kondisinya tak ada perubahan sejak awal pandemi yang melanda Negeri
ini. Perkenalkan namaku Laras Ayu, aku tinggal di kota Depok dan aku seorang mahasiswa. Aku
di sini merantau jauh dari kampung halamanku, demi meneruskan pendidikan dan meraih cita-
cita yang telah ku impikan sedari kecil. Orangtuaku memang hanya Buruh Tani biasa, namun
aku bisa melanjutkan pendidikanku di sini dengan beasiswa yang aku dapat saat duduk di
bangku SMA.

Pagi ini cuaca cerah seperti biasa. Aku sedang menunggu angkutan untuk berangkat ke
kampus. Setibanya di sana aku langsung menaiki tangga gedung yang tertulis besar nama
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Saat membaca nama besar Gedung ini membuatku Kembali mengingat perjuanganku saat itu.
Susah dan senang semua dapat ku lalui dengan mudah. Sekarang perjuangan itu menjadi haru
saat aku mengingatnya Kembali.

“Eh Laras hari ini tanggal berapa?” Ini dia Tika, teman seperjuanganku dari zaman SMA sampai
sekarang. “Hm sebentar, hari ini tanggal 16 Tik, kenapa toh memangnya?”

“Itu lhoo, aku tadi denger-denger dari kating katanya kita ada mau libur 2 minggu!” Ucap Tika
dengan suara medok khas Jawa. “Wah.. asik nih libur. Hitung-hitung refreshing biar ndak jenuh
sama tugas kuliah, hahaha.” Tak sadar lama mengobrol ternyata dosen memasuki ruangan
kami. “Selamat pagi semua, apa kabar kalian hari ini?” Tanya pak Bandi salah satu dosen kami.

“Baik pak!” serempak kami menjawab. “Hari ini saya ada info penting untuk kalian semua.
Kalian tahu virus yang sedang marak diberitakan di luar sana? Yap, corona virus. Sedikit saya
jelaskan kepada kalian tentang virus ini, virus ini adalah penyakit menular yang dapat menyebar
melalui droplet (percikan air liur), gejalanya bisa ringan dan bisa juga sangat berat jika memiliki
penyakit bawaan seperti Penyakit Paru, Diabetes, Hipertensi, Penyakit Jantung dan Penyakit
Ginjal. Maka dari itu kita harus mencegah dengan mencuci tangan, memakai masker dan
menjaga jarak. Tak hanya itu saja, karna di siaran tv kita kasus virus ini sudah 2 orang
terkonfirmasi positif, maka kita akan karantina di rumah masing-masing selama kurang lebih 2
minggu. Sampai sini ada yang ingin ditanyakan?”

“Tidak pak!”

“Baik saya tutup kelas hari ini karena matkul hari ini di tiadakan.” Pak Bandi melangkah keluar
dari ruangan kami. “Widih! Libur nih Ras, betulkan apa kataku tadi!” Kata Tika kepadaku.

“Iya Tik, udah yuk langsung pulang aja,” ajakku kepada Tika. Aku tinggal di sebuah rumah sewa.
Aku dan Tika masih tetangga, karena rumah sewa kami jaraknya berdekatan.
Libur 2 minggu sudah berlalu, libur ini tak seindah yang kami bayangkan.

Virus ini lebih ganas dari perkiraanku. Sudah 8 bulan ini kasus terkonfirmasi positif sangat
melonjak. Aku sebagai mahasiswa semester akhir ikut serta menjadi relawan di rumah sakit
sekitar kampusku.Setiap hari kami harus memakai pakaian pelindung serta masker yang
membuat ruang pernafasan semakin kecil. Lelah, letih tak terasa lagi di tubuh ini.

Kebetulan aku dan Tika di tempatkan di rumah sakit yang sama, Rumah Sakit Pelita Medika.
“Akhirnya sudah boleh pulang juga ya Ras, badanku rasanya pegal semua nih..” kata Tika
sembari melepas semua pakaian pelindung nya. “Iya Tik, aku juga nih.”

Sesampainya aku di rumah aku langsung mandi dan membersihkan tubuh agar terhindar dari
virus. “Kapan ya semua ini berakhir. Bebas masker, bisa berdekatan lagi dengan teman. Rindu
banget sama mereka, hufftt..”

Tring.. tring..

“Ras.. kok badanku rasanya ndak enak banget yah, lalu badanku agak demam nih..”

Aku melihat ponselku menyala dan berbunyi menandakan ada yang mengirimi ku pesan.
Ternyata Tika. “Ada apa ya? Kenapa perasaanku tidak enak.. semoga kamu baik-baik saja Tik..”
Doa ku dalam hati.

“Kamu sudah makan? Atau perlu kubawakan makanan Tik?”

“Balas Tika.. Yang perlu aku lakukan sekarang hanya tenang, agar Tika tidak ikut panik karna
prasangkaku. Aku.. hanya takut Tika.. akhh tidak, tidak mungkin!” Aku yang terus bergelut
dengan fikiran ku sampai larut karna Tika tak kujung membalas pesan dari ku.

Jam sudah menunjukkan pukul 05.03 aku bergegas mengambil air wudhu lalu melaksanakan
shalat subuh. Lalu aku mengetuk pintu rumah sewa Tika. “Assalamualaikum.. Tik…” terdengar
suara tangisan dari dalam sana. “Tika! Kamu kenapa?! Buka pintunya!” Aku yang sedari tadi
malam khawatir dengan keadaannya sekarang semakin menjadi-jadi. “Jangan masuk Ras.. aku
takut kalau aku positif covid.. hiks..” Tika menyaut dari dalam.

“Tika ayo keluar dulu dong, kamu belum makan dari tadi malam. Aku khawatir..” Tak terasa air
mataku ikut menetes. “Tika.. kalau kamu tidak mau keluar karna kamu takut, tunggu aku pulang
nanti ya. Aku akan bawakan alat tes covid untukmu. Sekarang tenang dan jangan panik..” Aku
berusaha menenangkan Tika dan segera Kembali untuk bersiap berangkat kerja.

Langit sudah berwarna jingga, burung-burung sudah mulai pulang Kembali ke sarang masing-
masing. Matahari mulai tenggelam dan adzan Magrib berkumandang menandakan hari sudah
berganti waktu. Aku langsung bergegas Kembali ke rumah lalu memeriksa keadaan Tika.
Tika positif, dunia ku rasanya hancur. Sahabatku yang selama ini selalu menemaniku suka dan
duka sekarang sedang sakit dan terbaring lemah. Tika juga memiliki beberapa penyakit bawaan.
Demi menghindari kata-kata tetangga yang awam tentang virus ini, aku membawa Tika untuk
isolasi di rumah sakit.

“Ras.. tolong sampaikan ke ibuku ya, kalau aku positif covid”

“Iya Tik, aku tinggal untuk menelfon sebentar ya..”

Hari demi hari sudah di lalui. Sudah 5 hari Tika di rawat di sini. Kondisinya sama sekali tak ada
perubahan, badan Tika semakin mengurus karena ia tak mau makan. Wajahnya yang ceria dan
penuh tawa, sekarang menjadi pucat dan menyisakan tulang pipi yang mulai terlihat.

“Ras, aku mau pulang ras..” Rupanya Tika mengigau. “Iya Tik, kamu bakalan pulang asal kamu
mau makan dan minum obat ya..” Kataku menenangkan Tika. “Tapi Ras.. Aku ngga kuat lagi..
sesak Ras…” Dengan mata yang berkaca-kaca Tika menatapku. “Apaan sih kamu Tik! Kamu kuat,
jangan ngomong gitu dong.” Aku yang pura-pura kesal dengan perkataan Tika langsung keluar
dari ruangan.

“Maafin aku ya Tik.. Belum bisa jadi yang terbaik buat kamu..” Dengan nafas tercekal aku
berusaha menahan tangisku.

Drett.. drett.. drett..

Bude Siti is calling..

“Halo, assalamulaikum Laras apakabar nak?”

“Walaikumussalam, sehat bude.. Gimana kabar bude sekeluarga, baik toh?”

“Alhamdulillah nduk.. Gimana perkembangan kesehatan Tika?”

“Tika ndak mau makan dan minum obat bude.. Sudah Laras rayu berkali-kali toh dia tetap ndak
mau.. kadang Laras bingung bude..”

“Ya Allah Tika.. maafin bude ya nduk, ndak bisa jenguk Tika di sana..” Dengan suara lirih Bude
Siti meminta maaf kepadaku.

“Ndak perlu minta maaf bude.. kondisi sekarang juga lagi ndak memungkinkan untuk bude
berangkat ke sini. Lagi pula ada Laras yang selalu jaga Tika di sini. Bude sekeluarga baik-baik ya
di sana. Jaga kesehatannya, rajin olahraga ya bude.. Jangan lupa juga maskernya di pakai
bude.. salam juga buat Ibu Laras ya Bude..”

“Iya nduk pasti.. Yaudah bude tutup ya telfonnya, assalamualaikum..”


“Walaikumussalam, nggeh bude..”

Tutt.. Tutt..

“LARAS! LARAS CEPAT KE SINI!”

Terdengar suara teriakan dari Lorong yang baru aku lalui. Seketika jantungku berdetak lebih
cepat, perasaanku mulai tidak enak.

“Ada apa Mitha??”

“Tika Ras… Tika…”

“Tika kenapa toh?!”

“Udah ngga ada Ras…”

“Nggak! Kamu bohong kan Mith.. Mitha! Bohong kan kamu?” Aku langsung berlari menuju
ruangan isolasi Tika. Dan benar saja, sekarang Tika sedang di bawa untuk di mandikan dan di
makamkan.

Kaki yang senantiasa tegar dan kuat itu sudah terkulai lemah di Lorong rumah sakit. Air mata
tak henti-hentinya menetes. Seorang wanita yang di tinggal sahabatnya sejak SMA itu tak kuasa
menahan kesedihannya. “Assalamulaikum bude Tika sudah nggak ada..”

“waalaikumussalam, ya Allah Tikaa! Nak..”

“Maafin Laras ya bude, belum bisa jaga Tika..hiks..”

“Jangan gitu Laras, ini bukan salah kamu nak.. Sekarang kamu bantu bude ya Ras.. buat urus
Jenazahnya Tika.. karna kalau Tika di bawa ke sini juga nggak memungkinkan..””

“Maaf ya bude.. maaf.. Laras sudah urus semuanya kok bude..”

“Laras! Sudah siap semuanya.” Kata Mitha dari ujung Lorong.

Bulan sudah menampakkan sinarnya yang amat sangat indah. Semua tenaga Kesehatan
berbaris di sepanjang jalan memberi Jenazah Tika penghormatan terakhir. Aku yang sedari tadi
lemas dan tak mampu menahan air mataku terdiam melihat semua kejadian yang tak pernah
terbayang sebelumnya di benakku. Tika, sahabat terbaikku selama ini harus pergi
meninggalkanku untuk selama-lamanya. Duniaku rasanya hancur, tak bersisa. Tak ada lagi yang
akan setia mendengarkan keluh kesahku, taka da lagi yang menghiburku saat aku sedang
bersedih. Virus ini memang sangat berbahaya. Dan anehnya, di luar sana masih banyak yang
tidak percaya adanya virus covid. Aku saksinya. Aku kehilangan sahabat terbaikku sendiri karena
virus ini.

Untuk kalian yang masih tidak percaya apa tentang ini. Apa tak cukup beribu-ribu jiwa gugur
karna pandemi ini? Apa kalian tak melihat banyak orang di luar sana sedang berjuang untuk
pulih Kembali? Aku, masih sering melihat di luar sana orang-orang beramai-ramai keluar rumah
tanpa meggunakan masker dan beramai-ramai membentuk kerumunan.

Kalau bisa mengatakan aku Lelah. Tentu saja aku Lelah. Tapi kami sedang berjuang demi kalian.
Tetaplah patuhi protokol Kesehatan dan ikuti himbauan pemerintah. Semoga saja bumi ini lekas
pulih.. Aamiin. Aamiin Ya Rabbal Alamin..

Anda mungkin juga menyukai