Anda di halaman 1dari 40

TUGAS KHUSUS PKPA RUMAH SAKIT

BANGSAL ANAK
“MALARIA, TOKSOPLASMA DAN
RHINITIS ALERGI, BATUK”

DISUSUN OLEH :
LUTHFI ARIZA LUBIS
2041013016

ANGKATAN I TAHUN 2020


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
 Malaria dan Toksoplasma
1. Malaria
1.1 Defenisi Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan
oleh satu atau lebih spesies Plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat
intermiten, anemia, dan hepato-splenomegali. Untuk memastikan diagnosis
diperlukan pemeriksaan darah tepi (apusan tebal atau tipis) untuk konfirmasi
adanya parasite Plasmodium.
Malaria merupakan masalah seluruh dunia dengan transmisi yang terjadi di
lebih dari 100 negara dengan jumlah populasi keseluruhan 1,6 juta orang.
Daerah transmisi utama adalah Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.
Plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropikana, Plasmodium vivax
menyebabkan malaria tertian, Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale,
Plasmodium malariae menyebabkan malaria kuartana.
Malaria dapat ditularkan melalui penularan (1) alamiah (natural infection)
melalui gigitan nyamuk anopheles, (2) penularan bukan alamiah yaitu malaria
bawaan (kongenital) dan penularan secara mekanik melalui transfusi darah atau
jarum suntik. Sumber infeksi adalah orang yang sakit malaria, baik dengan
gejala maupun tanpa gejala klinis.
Masa inkubasi:
- Masa inkubasi 9-30 hari tergantung pada spesies parasite, paling pendek
pada P. falciparum dan paling panjang P. malariae.
- Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing
spesies parasite untuk P. falciparum 12 hari, P. vivax dan P. ovale 13-17
hari, P. malariae 28-30 hari.
1.2 Patofisiologi Malaria

1.3 Tatalaksana Malaria


1.3.1 Pengobatan malaria tanpa komplikasi
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian ACT. Pemberian
kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa
komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara oral. Malaria berat diobati dengan
injeksi Artesunat dilanjutkan dengan ACT oral. Di samping itu diberikan primakuin
sebagai gametosidal dan hipnozoidal.
A. PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI
1) Malaria falsiparum dan Malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah
primakuin.Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, Primakuin
untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25
mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB.
Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan. Pengobatan malaria
falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:
Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin
Tabel 1.Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin

Jumlah tablet per hari menurut berat badan


Hari Jenis obat <4 kg 4-6kg >6-10 kg 11-17 kg 18-30 kg 31-40 kg 41-59 kg ≥60 kg
0-1 bln 2-5 bln <6-11 bln 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun ≥15 tahun ≥15 tahun
1-3 DHP ⅓ ½ ½ 1 1½ 2 3 4
1 Primakui - - 1 1
¼ ¼ ½ ¾
n

Tabel 2. Pengobatan Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

Jumlah tablet per hari menurut berat badan


Hari Jenis obat <4 kg 4-6kg >6-10 kg 11-17 kg 18-30 kg 31-40 kg 41-59 kg ≥60 kg
0-1 bln 2-5 bln <6-11 bln 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun ≥15 tahun ≥15 tahun
1-3 DHP ⅓ ½ ½ 1 1½ 2 3 4
1-14 Primakuin - - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1

Catatan :
Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila penimbangan
berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan
kelompok umur.
a. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
b. Apabila pasien P.falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu
2 bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif
P.falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5
tablet/hari selama 3 hari.
2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan
regimen ACT yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5
mg/kgBB/hari.
3) Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah
dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk
malaria vivaks.
4) Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin
5) Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P.ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.
Tabel 3.Pengobatan infeksi campur P.falciparum P.vivax/P.ovale dengan DHP +
Primakuin

Jumlah tablet per hari menurut berat badan


<4 kg 4-6kg >6-10 kg 11-17 kg 18-30 kg 31-40 kg 41-59 kg ≥60 kg
Hari Jenis obat
0-1 bln 2-5 <6-11 bln 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun ≥15 tahun ≥15 tahun
bln
1-3 DHP ⅓ ½ ½ 1 1½ 2 3 4
1-14 Primakuin - - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1
Catatan :
a. Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila penimbangan
berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan
kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
B. PENGOBATAN MALARIA PADA IBU HAMIL
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan
pengobatan pada orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan
Primakuin.
Tabel 4.Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks pada ibu hamil

UMUR KEHAMILAN PENGOBATAN


Trimester I-III (0-9 bulan) ACT tablet selama 3 hari
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut
kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus
makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.

Algoritme 1. Tatalaksana Penderita Malaria

1.3.2 Pengobatan malaria berat

Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau
puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya
jika dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan
fasilitas yang lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan
ketepatan diagnosis serta pengobatan.

A. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik non Perawatan


Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria
berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk
berikan artesunat intramuskular ( dosis 2,4mg/kgbb ).
B. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik Perawatan atau Rumah
Sakit
Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat
diberikan kina drip.
Kemasan dan cara pemberian artesunat
Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering
asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%.
Keduanya dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat. Kemudian
diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga
didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus
perlahan-lahan.
Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali
jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam
sehari sampai penderita mampu minum obat.
Contoh perhitungan dosis :
Penderita dengan BB = 50 kg.
Dosis yang diperlukan : 2,4 mg x 50 = 120 mg Penderita tersebut
membutuhkan 2 vial artesunat perkali pemberian.
Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen DHP atau ACT lainnya (3 hari) + primakuin (sesuai dengan
jenis plasmodiumnya).
Kemasan dan cara pemberian kina drip
Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat
ini diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat
intramuskular/intravena.Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina
dihidroklorida 25 %. Satu ampul berisi 500 mg / 2 ml.
Pemberian kina pada dewasa :
1. loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml (hati-hati overload
cairan) dextrose 5% atau NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama.
2. 4 jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%.
3. 4 jam berikutnya berikan kina dengan dosis rumatan 10 mg/kgbb dalam larutan
500 ml (hati-hati overload cairan) dekstrose 5 % atau NaCl.
4. 4 jam selanjutnya, hanya diberikan cairan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%.
5. Setelah itu diberikan lagi dosis rumatan seperti di atas sampai penderita dapat
minum kina per-oral.
6. Bila sudah dapat minum obat pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-
oral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali diberikan tiap 8 jam. Kina oral diberikan
bersama doksisiklin atau tetrasiklin pada orang dewasa atau klindamisin pada ibu
hamil. Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang
pertama.
Pemberian kina pada anak :
Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6 - 8
mg/kg bb) diencerkan dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 % sebanyak 5 - 10
cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat
minum obat.
Catatan :
1. Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung dan
dapat menimbulkan kematian.
2. Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
Algoritme 2. Penatalaksanaan Malaria Berat di Pelayanan Primer dan
Sekunder

Primakuin
Komposisi Primakuin
Indikasi Antimalaria
Kontraindikasi hipersensitif, reumatoid artritis dan lupus eritematosus, terapi obat
yang dapat menyebabkan hemolisis dan depresi sumsum tulang,
anak <4 tahun, defisiensi G6PD dan NADH, penggunaan
kuinakrin. (PIONAS, 2015)
Mekanisme Kerja Primakuin dapat menggangu plasmodium mitokondria
Efek Samping Anemia Hemolitik pada defisiensi G6PD, mual muntah, sakit
perut
Interaksi - karbamazepin akan menurunkan kadar atau efek primakuin
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4.
Hindari atau Gunakan Obat Alternatif
- lopinavir akan meningkatkan tingkat atau efek primakuin dengan
mempengaruhi metabolisme CYP3A4 enzim hati / usus. Hindari
atau Gunakan Obat Alternatif.
- rifampisin akan menurunkan kadar atau efek primakuin dengan
mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4. Hindari
atau Gunakan Obat Alternatif.
- abametapir akan meningkatkan kadar atau efek primakuin
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4.
Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Selama 2 minggu setelah
aplikasi abametapir, hindari penggunaan obat yang berstatus
CYP3A4. Jika tidak memungkinkan, hindari penggunaan
abametapir (Medscape)

DHP
Komposisi Dihidroatemisinin + Piperakuin
Indikasi Pengobatan malaria P. falciparum dan/atau P. vivax tanpa
komplikasi
Kontraindikasi hipersensitivitas, malaria berat, riwayat aritmia atau bradikardia
(penyakit jantung), riwayat keluarga meninggal tiba-tiba, risiko
perpanjangan interval QT kongenital, ketidakseimbangan
elektrolit, mengkonsumsi obat yang mempengaruhi denyut
jantung.
Mekanisme Kerja Mekanisme kerjanya adalah dapat berinteraksi dengan
ferriprotoporphyrin IX (heme) di dalam vakuola makanan parasit
yang bersifat asam dan menghasilkan spesies radikal yang bersifat
toksik. Jembatan peroksida di dalam pharmacophore trioksan
penting untuk aktivitas antimalarianya. Struktur jembatan
peroksida pada molekul artemis in dapat diputus oleh ion Fero
yang berasal dari hemoglobin, menjadi radikal bebas yang sangat
reaktif, sehingga dapat mematikan parasit
Efek Samping umum: anemia, sakit kepala, perpanjangan interval QTc,
takikardia, astenia, pireksia, konjungtivitas, tidak umum:
anoreksia, pusing, kejang, gangguan konduksi jantung, sinus
aritmia, bradikardia, batuk, mual,muntah, nyeri lambung, diare,
hepatitis, hepatomegali, uji fungsi hati yang abnormal, pruritus,
ruam kulit, artalgia, mialgia.
Interaksi hindari pemberian bersama obat yang dapat memperpanjang
interval QTc (misal: meflokuin, halofantrin, lumefantrin,
klorokuin, atau kina).

Artesunat
Komposisi Artesunat
Indikasi Pengobatan malaria berat termasuk malaria Plasmodium
falciparum yang resisten terhadap klorokuin.
Kontraindikasi pasien dengan riwayat hipersensitivitas.
Mekanisme Kerja Artesunat dan DHA, seperti artemisinin lainnya, mengandung
jembatan endoperoksida yang diaktifkan oleh zat besi heme yang
menyebabkan stres oksidatif, penghambatan sintesis protein dan
asam nukleat, perubahan ultrastruktur, dan penurunan
pertumbuhan parasit dan kelangsungan hidup.
Efek Samping mual, muntah diare, pankreatitis, pusing, berkunang-kunang, sakit
kepala, insomnia, tinnitus, ruam, batuk, arthralgia.
Interaksi - Pemberian bersama dengan meflokuin dapat meningkatkan efek
kuratif (PIONAS, 2015)
2. TOKSOPLSMA
2.1 Defenisi Toksoplasma
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,
merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Parasit
ini termasuk golongan protozoa yang bersifat parasit obligat intraseluler. Infeksi
toksoplasmosis saat hamil dapat menyebabkan abortus spontan atau anak yang
dilahirkan mengalami kelainan kongenital seperti hidrosefalus, iridosiklisis, dan
retardasi mental.
2.2 Patofisiologi Toksoplasma

Infasi parasit

Parasite masuk ke sel Parasite di fagositosis

Adanya parasite di
Sel hospes pecah
makrofag dan limfosit

Menyerang sel lain Penyebaran secara


hematogen dan limfogen

Replikasi takizoit

Kematian sel dan


nekrosis

Inflamasi di semua
jaringan terinfeksi
2.3 Tatalaksana Toksoplasma
Penegakan diagnosis
Melakukan anamnesis tentang: (1) adanya riwayat memelihara kucing, dan (2)
memakan daging tidak matang
Tabel 1. Strategi diagnosis toksoplasmosis
Pasien Setting Diagnostik Teknik Sampel
Pasien Infeksi Serologi IgG dan IgM Serum
imunokompeten primer IgG avidity
IgA
Janin Infeksi Deteksi PCR Cairan amnion
primer (ibu) parasit
Bayi baru lahir Infeksi Deteksi PCR, Deteksi Plasenta, darah
primer (ibu) parasit IgG/IgM/IgA umbilikus/serum/
Serologi Western blot serum BBL Serum
ibu & BBL
Pasien imuno Tokso Deteksi PCR, kultur sel, Darah, LCS, BAL,
-kompromais serebral / parasit histologi spesimen jaringan
diseminata
Imunokompeten/ Retino Serologi Western blot Aqueous humor,
imunokompromais choroiditis Deteksi PCR serum
parasit paralel
Aqueous humor

y Pemeriksaan fisis didapatkan khorioretinitis, mikroftalmia, hidrosefalus, dan


kalsifikasi serebral (scattered).9
y Pemeriksaan penunjang: strategi diagnostik untuk toksoplasmosis dapat dilihat pada
Tabel 1.
Terapi
Toksoplasmosis kongenital
 Pyrimethamine 2 mg/kgBB/hari, selama 2 hari, dilanjutkan 1
mg/kgBB/hari selama 6 bulan, diikuti dosis yang sama 3 kali per minggu untuk 6
bulan berikutnya, total selama 1 tahun.
 Sulfadiazin 100-150 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis, selama 1
tahun.
 Leucovorin (asam folat) 5-10 mg 3 kali seminggu.
Anak dengan imunitas normal
 Lymphadenopathy tidak diberikan terapi.
 Terdapat kerusakan organ yang membahayakan jiwa
 Pyrimethamine 2 mg/kgBB/hari, selama 2 hari, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari
selama 4-6 minggu atau 2 minggu setelah gejala menghilang; dan sulfadiazin 50
mg/kgBB/hari tiap 12 jam (maksimum 4 g/hari), selama 4-6 minggu atau 2
minggu setelah gejala menghilang; dan leucovorin (asam folat) 5-20 mg 3 kali
seminggu, selama 4-6 minggu atau 2 minggu setelah gejala menghilang.

 Khorioretinitis aktif pada anak besar


Pyrimethamine 2 mg/kgBB/hari, selama 2 hari, dilanjutkan 1 mg/kgBB/ hari
selama 4-6 minggu atau 2 minggu setelah gejala menghilang; dan sulfadiazin 50
mg/kgBB/hari tiap 12 jam (maksimum 4 g/hari), selama 4-6 minggu atau 2
minggu setelah gejala menghilang; dan Leucovorin (asam folat) 5-20 mg 3 kali
seminggu, selama 4-6 minggu atau 2 minggu setelah gejala menghilang.
Anak dengan imunokompromais
 Non-AIDS
Pyrimethamine 2 mg/kgBB/hari, selama 2 hari, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari
selama 4-6 minggu setelah gejala menghilang; dan sulfadiazin 50mg/kgBB/ hari
tiap 12 jam (maksimum 4 g/hari), selama 4-6 minggu setelah gejala menghilang;
dan leucovorin (asam folat) 5-20 mg 3 kali seminggu, selama 4-6 minggu
setelah gejala menghilang.
 AIDS
Pyrimethamine 2 mg/kgBB/hari, selama 2 hari, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari
selama 4-6 minggu setelah gejala menghilang; dan sulfadiazin 50 mg/kgBB/ hari
tiap 12 jam (maksimum 4 g/hari), selama 4-6 minggu setelah gejala menghilang;
dan leucovorin (asam folat) 5-20 mg 3 kali seminggu, selama 4-6 minggu setelah
gejala menghilang. Ketiganya dapat dihentikan bila lesi menghilang, dan jumlah
CD4 > 200 selama 4-6 bulan.
Pada keadaan pasien tidak dapat toleransi atau alergi terhadap sulfonamid,
pyrimethamin dapat dikombinasikan dengan klindamisin, atovaquone, atau azitromisin.
Pyrimethamine
Komposisi Primakuin
Indikasi Antimalaria
Kontraindikasi hipersensitif, Anemia megaloblastik atau defisiensi folat
(Medscape)
Mekanisme Kerja -
Efek Samping Anoreksia, insomnia, malaise, mual muntah
Interaksi - deferiprone, pirimetamin. Keduanya meningkatkan toksisitas
satu sama lain dengan sinergisme farmakodinamik. Hindari atau
Gunakan Obat Alternatif. Hindari penggunaan deferiprone
dengan obat lain yang diketahui terkait dengan neutropenia atau
agranulositosis; jika alternatif tidak memungkinkan, pantau
jumlah neutrofil absolut lebih sering.
- pirimetamin akan meningkatkan kadar atau efek erdafitinib
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati CYP2C9 / 10.
Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Jika penggunaan
bersama penghambat CYP2C9 yang kuat tidak dapat dihindari,
pantau dengan cermat reaksi yang merugikan dan ubah dosis
erdafitinib yang sesuai. Jika penghambat CYP2C9 yang kuat
dihentikan, pertimbangkan untuk meningkatkan dosis erdafitinib
jika tidak ada toksisitas terkait obat.
- asam folat, pirimetamin. Baik mengurangi efek yang lain dengan
antagonisme farmakodinamik. Monitor (Medscape)

Sulfadiazin
Komposisi Sulfadiazin
Indikasi pencegahan kambuhan demam rematik, toksoplasmosis.
Kontraindikasi Sebaiknya tidak digunakan untuk infeksi strep beta-hemolitik grup
A. Anemia defisiensi folat atau megaloblastik, neuropati obstruktif
(Medscape)
Mekanisme Kerja Menggunakan aksi bakteriostatik melalui antagonisme kompetitif
dengan asam para-aminobenzoic (PABA). Mikroorganisme yang
membutuhkan asam folat eksogen dan tidak mensintesis asam
folat tidak rentan terhadap aksi sulfonamida
Efek Samping Diare, sakit kepala, mual muntah, anoreksia, gangguan lambung
Interaksi - sulfadiazin meningkatkan efek heparin dengan menurunkan
metabolisme. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif.
- sulfadiazine meningkatkan efek antitrombin alfa dengan
menurunkan metabolisme. Hindari atau Gunakan Obat
Alternatif
- sulfadiazin meningkatkan toksisitas metotreksat dengan
kompetisi pengikatan protein plasma. Hindari atau Gunakan
Obat Alternatif
- sulfadiazin meningkatkan efek warfarin dengan kompetisi
pengikatan protein plasma. Hindari atau Gunakan Obat
Alternatif. (Medscape)

Leucovorin
Komposisi Kalsium folinat
Indikasi menetralkan efek toksik segera dari antagonis asam folat seperti
metotreksat; pemberian secara parenteral dilakukan jika pemberian
secara oral pada pengobatan anemia megaloblastik tidak
dimungkinkan (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Anemia defisiensi vitamin B12 dan anemia pernisiosa (Medscape)
Mekanisme Kerja Berfungsi sebagai suplemen kofaktor untuk melawan antagonis
asam folat seperti methotrexate; leucovorin adalah metabolit aktif
dari asam folat. Dalam toksisitas metanol, ia berfungsi sebagai
sumber tetrahidrofolat untuk membantu tubuh menghilangkan
asam format yang dihasilkan dari toksisitas methanol (Medscape)
Efek Samping Diare, mual muntah, anoreksia, trombositosis
Interaksi - leucovorin menurunkan efek trimetoprim dengan antagonisme
farmakodinamik. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Pantau
kegagalan pengobatan trimetoprim atau penurunan kemanjuran
bila diberikan bersamaan dengan leucovorin, terutama bila
digunakan dengan sulfametoksazol untuk pneumonia
Pneumocystis jiroveci pada pasien HIV positif (Medscape)

 Rhinitis Alergi dan Batuk


1. Rhinitis Alergi
1.1 Definisi Rhinitis Alergi
Rhinitis adalah inflamasi mukosa hidung dan ditandai dengan salah satu atau
lebih gejala seperti bersin, hidung gatal, rhinorrhea/hidung berair, dan hidung
tersumbat. Banyak penyebab rhinitis pada anak dan rhinitis alergi adalah bentuk paling
sering ditemukan pada kelompok rhinitisnon infeksi. Gejala yang timbul pada rhinitis
alergi (RA) disebabkan oleh inflamasi akibat respons imun yang dimediasi oleh
imunoglobulin E (IgE) terhadap suatu alergen tertentu.
Prevalens RA cenderung meningkat dan telah menjadi masalah kesehatan dunia.
Sekitar 10% hingga 30% orang dewasa dan sekitar 40% anak-anak menderita RA.1-3
Berdasarkan penelitian The International Study on Asthma and Allergy in Childhood
(ISAAC), prevalens RA berbeda-beda berdasarkan wilayah dengan angka kejadian
paling tinggi di Inggris, Australia, Amerika, dan rendah di beberapa negara Asia,
termasuk Indonesia. Pada penelitian ISAAC ini, prevalens RA di Indonesia berkisar 3-
4% pada usia 6-7 tahun dan 4-5% pada usia 13-14 tahun.
Rhinitis alergi sangat penting dikenali karena dapat mempengaruhi kehidupan
sosial, pola tidur, sekolah, dan pekerjaan. Selain itu, rhinitis alergi mempunyai banyak
komorbiditas dan sangat erat hubungannya dengan asma.

1.2 Patofisiologi Rhinitis Alergi


1.3 Tatalaksana Rhinitis alergi
Tata laksana RA meliputi edukasi, penghindaran alergen, farmakoterapi,
dan imunoterapi spesifik. Penghindaran alergen sangat penting dilakukan,
walaupun pada kenyataannya seringkali sulit dilaksanakan. Penghindaran
dilakukan sesuai dengan pencetusnya, tungau debu rumah, jamur, bulu binatang,
atau pencetus lainnya. Pasien dianjurkan memakai berbagai cara, baik secara
fisik maupun kimiawi, untuk menghindari tungau debu rumah dan tidak
dianjurkan untuk memakai metode tunggal.1,6 Hal ini juga sesuai dengan suatu
hasil systematic review yang melakukan analisis mengenai tindakan
penghindaran tungau debu rumah pada pasien RA. Pada review ini didapatkan
bahwa penelitian yang ada sangat terbatas. Intervensi penghindaran tungau debu
rumah dengan berbagai teknik dapat menurunkan gejala pada hidung. Namun
langkah pencegahan tunggal saja seperti penggunaan seprai anti tungau debu
rumah yang tidak disertai usaha pencegahan lain tidak terbukti efektif untuk
menurunkan gejala RA.
Pemberian farmakoterapi dilakukan berdasarkan klasifikasi RA. Pasien
dengan keluhan RA intermiten ringan dapat diberikan antihistamin H1 oral.
Pasien dengan RA intermiten sedang-berat diberikan kortikosteroid intranasal
dan ditambahkan antihistamin H1 oral. Pasien dengan RA persisten ringan
diberikan antihistamin H1 oral dan kortikosteroid. Pasien dengan RA persisten
sedang berat dapat diberikan kortikosteroid intranasal disertai antihistamin H1
oral dan apabila gejala berat dapat diberikan kortikosteroid oral (Gambar 2).
Berbagai obat-obatan yang digunakan pada rinitis alergi adalah
antihistamin H1 oral, antihistamin H1 lokal, kortikosteroid lokal, kortikosteroid
oral, kromon lokal, dekongestan lokal dan oral, leukotriene receptor
antagonist/LTRA, anti IgE (Tabel 1 dan Tabel 2).
Antihistamin H1 oral generasi kedua direkomendasikan sebagai salah satu
terapi dalam tata laksana rinitis alergi. Antihistamin H1 generasi kedua lebih
dipilih dibandingkan dengan generasi pertama karena efek samping antihistamin
generasi terbaru lebih sedikit dan lebih efektif. Antihistamin H1 diperlukan
karena histamin merupakan salah satu mediator penting yang menyebabkan
gejala pada hidung (bersin, rasa gatal, dan rhinorrhea). Antihistamin berperan
sebagai antagonis reseptor H1. Antihistamin H1 juga mempunyai fungsi
tambahan seperti inhibisi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Antihistamin generasi terbaru mempunyai efek anti inflamasi tambahan seperti
penurunan ekspresi intercellular adhesion molecule I (ICAM I).
Antihistamin H1 generasi pertama mempunyai kemampuan selektivitas
terhadap reseptor H1 dan mempunyai banyak efek samping terutama efek sedasi
dan antikolonergik. Antihistamin H1 generasi kedua mempunyai lebih selektif
terhadap reseptor H1 dan mempunyai efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan generasi pertama.
Antihistamin intranasal mempunyai peran dalam tata laksana RA
musiman dan tidak mempunyai peran pada RA persisten. Antihistamin oral lebih
dipilih dalam tata laksana RA pada anak dibandingkan antihistamin intranasal.
Dekongestan oral dan intranasal mempunyai efek vasokonstriktor.
Penurunan aliran darah ke daerah hidung terjadi setelah 5 sampai 10 menit
setelah pemberian dekongestan intranasal dan 30 menit setelah pemberian
dekongestan oral. Hal ini akan mengurangi gejala sumbatan pada hidung, namun
tidak dapat digunakan sebagai monoterapi pada RA. Kombinasi antihistamin H1
dan dekongestan memberikan hasil yang baik. Penggunaan dekongestan
intranasal tidak diperbolehkan lebih dari 7 hari karena akan menyebabkan rinitis
medikamentosa.
Kortikosteroid intranasal merupakan pengobatan yang paling efektif
untuk RA. Banyak penelitian yang menunjukkan efikasi kortikosteroid
intranasal terhadap RA. Kortikosteroid intranasal lebih superior dibandingkan
dengan antihistamin H1 dan leukotriene receptor antagonist.Walaupun meta
analisis pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa penggunaan kortikosteroid
intranasal pada anak tidak mempunyai bukti yang kuat dalam mengatasi gejala
RA pada anak,ARIA tahun 2010 menganjurkan penggunaan kortikosteroid
intranasal pada anak dengan RA.
Obat kortikosteroid intranasal generasi kedua yang saat ini digunakan
(mometason furoat, flutikason propionate, flutikason furoat, ciclesonide)
mempunyai bioavaibilitas sistemik yang sangat rendah (<1%) bila dibandingkan
dengan kortikosteroid intranasal lama (triamsinolon asetonid, flunisolid,
beklometason, deksametason) sehingga meminimalkan efek samping sistemik.
Efek samping yang dapat terjadi antara lain adalah rasa terbakar atau menyengat
dalam hidung, kering, dan epistaksis. Kandidiasis lokal sangat jarang terjadi
pada pemakaian kortikosteroid intranasal. Penggunaan kortikosteroid oral jangka
pendek hanya digunakan pada RA berat. Teknik penggunaan kortikosteroid yang
benar dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Rekomendasi cara penggunaan kortikosteroid intranasal.

1. Posisi kepala tegak.


2. Bersihkan hidung dari sekret.
3. Masukkan ujung spray ke dalam lubang hidung.
4. Arahkan spray ke lateral, menjauhi septum, mengarah ke ujung luar mata. Bila
memungkinkan, bila anak menggunakan spray sendiri, gunakan tangan kanan
untuk menyemprot lubang hidung kiri dan sebaliknya.
5. Tekan alat penyemprot dengan jumlah semprotan sesuai dosis yang dianjurkan.
6. Hirup partikel/cairan yang keluar dari alat penyemprot.
7. Keluarkan napas melalui hidung.

Pada rekomendasi ARIA 2010, leukotriene receptor antagonist (LTRA)


oral dapat diberikan pada anak usia pra sekolah dengan RA persisten, namun
panel tetap memilih antihistamin H1 oral dibandingkan LTRA untuk RA.
Penelitian terbatas mengenai montelukast, menyimpulkan bahwa montelukast
tidak lebih efektif dibandingkan antihistamin H1 generasi kedua dan kurang
efektif dibandingkan kortikosteroid intranasal. Suatu meta analisis
menyimpulkan LTRA mempunyai efektivitas yang terbatas untuk pasien RA.
Dosis obatobatan yang sering digunakan untuk tata laksana RA pada anak dapat
dilihat pada Tabel 2.
Kromon akan menghambat degranulasi sel mast, namun efek klinis tidak
konsisten dalam beberapa penelitian. Ipratropium bromide intranasal dapat
diberikan pada pasien RA untuk mengurangi sekret hidung.
Anti IgE (omalizumab) berperan mengikat IgE yang ada di sirkulasi dan
memberntuk kompleks anti-IgE-IgE yang stabil. Pada berbagai penelitian
ditemukan bahwa omalizumab cukup efektif dalam tata laksana RA. Namun
karena harganya yang mahal, pemberian secara suntikan subkutan, risiko
anafilaksis, membuat omalizumab belum rutin diberikan pada pasien RA.
Irigasi hidung telah digunakan sebagai tata laksana tambahan untuk
berbagai bentuk rinitis. Dalam proses irigasi berbagai intrumen dapat digunakan
dengan cairan salin isotonik/hipertonik. Dalam suatu meta analisis disimpulkan
irigasi hidung dengan cairan salin isotonik dapat direkomendasi sebagai tata
laksana tambahan untuk RA. Langkah ini dapat diterima oleh pasien, murah,
mudah, dan tidak ada bukti mempunyai efek samping.
Faktor lain yang perlu diperhatikan selain efikasi dan keamanan pada
pilihan pengobatan RA adalah ketersediaan, biaya, jadwal pemberian obat, dan
formulasi obat. Pada anak usia sekolah, jadwal obat sangatlah penting. Obat
yang hanya diberikan satu sampai dua kali lebih dipilih untuk digunakan.
Sebagian besar anak sangat sulit patuh terhadap pengobatan dan ketidakpatuhan
sangat berpengaruh terhadap efektivitas.
Imunoterapi dengan alergen spesifik diperlukan apabila gejala RA tidak
dapat terkontrol dengan kortikosteroid intranasal dan antihistamin H1.
Imunoterapi dengan alergen spesifik dilakukan dengan cara pemberian suatu
ekstrak alergen dengan jumlah yang dinaikkan bertahap kepada pasien dengan
tujuan mengurangi gejala alergi yang disebabkan oleh alergen tersebut.
Imunoterapi menginduksi adanya toleransi klinis dan imunologi dan mempunyai
efikasi jangka panjang bahkan setelah dihentikan dan mencegah progresivitas
penyakit alergi.
Cara pemberian imunoterapi adalah subkutan dan sublingual. Efikasi
imunoterapi subkutan sudah terbukti untuk rinitis alergi dan asma, sedangkan
imunoterapi sublingual belum mempunyai bukti yang konklusif. Rekomendasi
ARIA 2010 menganjurkan imunoterapi spesifik subkutan untuk anak dengan
RA. Sedangkan penggunaan imunoterapi sublingual lebih disarankan untuk anak
dengan RA yang dicetuskan oleh polen.(IDAI)
Tabel 2. Dosis antihistamin, kortikosteroid intranasal, dan leukotriene receptor
antagonists yang digunakan untuk rinitis alergi pada anak.

Obat Rentang Usia Dosis


Antihistamin
Cetirizin >12 tahun 5-10 mg, 1 kali/hari
6-11 tahun 5-10 mg, 1 kali/hari 2 ,5 mg, 1
2-5 tahun kali/hari.
6-23 bulan Dosis maksimum: 5 mg, 1 kali/hari
atau 2,5 mg,
2 kali/hari
2 ,5 mg, 1 kali/hari.
Dosis maksimum: 2,5 mg, 2
kali/hari
Desloratadine >12 tahun Tablet: 5 mg, 1 kali/hari
6-11 tahun Sirup: 5 mg (10 ml), 1 kali/hari
1-5 tahun Tablet: 2,5 mg, 1 kali/hari
6-11 bulan Sirup: 2,5 mg (5 ml), 1 kali/hari
Sirup: 1,25 mg (2,5 ml), 1 kali/hari
Sirup: 1 mg (2 ml), 1 kali/hari
Fexofenadine >12 tahun 180 mg, 1 kali/hari atau 60 mg, 2
6-11 tahun kali/hari
30 mg, 2 kali/hari
Kortikosteroid intranas al
Flutikason >4 tahun- Dosis awal: 50 mikrogram/nostril, 1
propionat remaja kali/hari; dosis maksimum 100
mikrogram/nostril
Flunisolide >15 tahun Dosis awal: 50 mikrogram/nostril, 2
kali/hari.
Dosis maksimum:
200 mikrogram/nostril/hari.
6-14 tahun Dosis awal: 25 mikrogram/nostril, 3
kali/hari atau
50 mikrogram/nostril, 2 kali/hari
Dosis maksimum:
100 mikrogram/nostril/hari.
Mometason >12 tahun 100 mikrogram/nostril, 1 kali/hari
furoat 2-11 tahun 50 mikrogram/nostril, 1 kali/hari
Budesonide >12 tahun Dosis awal: 32 mikrogram/nostril, 1
6-11 tahun kali/hari Dosis maksimum: 128
mikrogram/nostril, 1 kali/ hari
Dosis awal: 32 mikrogram/nostril, 1
kali/hari Dosis maksimum: 64
mikrogram/nostril, 1 kali/ hari
Triamsinolon >12 tahun 110 mikrogram/nostril, 1 kali/hari
asetonide 6-11 tahun Dosis awal: 55 mikrogram/nostril, 1
kali/hari. Dosis maksimal: 110
mikrogram/nostril, 1 kali/ hari
Leukotriene-receptor
antagonist (LTRA)
Montelukast >15 tahun 10 mg, 1 kali/hari
6-14 tahun 5 mg (tablet kunyah), 1 kali/hari
2-5 tahun 4 mg (tablet kunyah/granul), 1
6-23 bulan kali/hari
4 mg (granul), 1 kali/hari
Gambar 1. Tatalaksana rhinitis alergi
CETIRIZINE
Komposisi Cetirizine HCl
Indikasi rinitis menahun, rinitis alergi seasonal, konjungtivitis, pruritus,
urtikaria idiopati kronis. (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap cetirizine hydrochloride atau salah satu
bahannya, levocetirizine, atau hydroxyzine (Medscape)
Mekanisme Kerja Antagonis reseptor histamin H1; bersaing dengan histamin pada
sel efektor di saluran pencernaan, pembuluh darah dan saluran
pernapasan (Medscape)
Efek Samping Mengantuk, sakit kepala
Interaksi - erdafitinib akan meningkatkan kadar atau efek setirizin oleh
pengangkut limbah P-glikoprotein (MDR1). Hindari atau
Gunakan Obat Alternatif. Jika pemberian bersama tidak dapat
dihindari, pisahkan pemberian paling sedikit 6 jam sebelum atau
setelah pemberian substrat P-gp dengan indeks terapeutik
sempit.
- setirizin, metoklopramid intranasal. Salah satu meningkatkan
efek dari yang lain dengan Lainnya (lihat komentar). Hindari
atau Gunakan Obat Alternatif. Komentar: Hindari penggunaan
metoclopramide intranasal atau obat yang berinteraksi,
tergantung pada pentingnya obat bagi pasien.
- isocarboxazid meningkatkan efek setirizin oleh Other (lihat
komentar). Hindari atau Gunakan Obat Alternatif.
- Komentar: Isocarboxazid tidak boleh diberikan dalam
kombinasi dengan antihistamin karena potensi efek depresan
SSP aditif. Penghambat MAO juga memperpanjang dan
meningkatkan efek antikolinergik antihistamin. (Medscape)

Desloratadine
Komposisi Desloratadine
Indikasi gejala yang berkaitan dengan rinitis alergi seasonal (SAR),
urtikaria idiopatik kronis. (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Hipersensitivitas yang tercatat terhadap desloratadine atau
loratadine, Bayi prematur & bayi baru lahir, Wanita menyusui.
Mekanisme Kerja Antihistamin kerja panjang (antagonis reseptor H1) (Medscape)
Efek Samping Sakit kepala, demam, iritasi, diare, batuk
Interaksi - desloratadine, metoclopramide intranasal. Salah satu
meningkatkan efek dari yang lain dengan Lainnya (lihat
komentar). Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Komentar:
Hindari penggunaan metoclopramide intranasal atau obat yang
berinteraksi, tergantung pada pentingnya obat bagi pasien.
- isocarboxazid meningkatkan efek desloratadine oleh Other (lihat
komentar). Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Komentar:
Isocarboxazid tidak boleh diberikan dalam kombinasi dengan
antihistamin karena potensi efek depresan SSP aditif.
Penghambat MAO juga memperpanjang dan meningkatkan efek
antikolinergik antihistamin.
- erdafitinib akan meningkatkan kadar atau efek desloratadine oleh
pengangkut limbah P-glikoprotein (MDR1). Hindari atau
Gunakan Obat Alternatif. Jika pemberian bersama tidak dapat
dihindari, pisahkan pemberian paling sedikit 6 jam sebelum atau
setelah pemberian substrat P-gp dengan indeks terapeutik
sempit. (Medscape)

FEKSOFENADIN HCL
Komposisi FEKSOFENADIN HCL
Indikasi gejala alergi yang berkaitan dengan rinitis alergi pada anak 6-11
tahun. (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Hipersensitivitas (Medscape)
Mekanisme Kerja Antagonis reseptor histamin H1; bersaing untuk situs reseptor H1
di sel target di saluran pernapasan, pembuluh darah, dan saluran
pencernaan; metabolit utama terfenadine (Medscape)
Efek Samping mual muntah
Interaksi - erdafitinib akan meningkatkan kadar atau efek fexofenadine oleh
pengangkut limbah P-glikoprotein (MDR1). Hindari atau
Gunakan Obat Alternatif. Jika pemberian bersama tidak dapat
dihindari, pisahkan pemberian paling sedikit 6 jam sebelum atau
setelah pemberian substrat P-gp dengan indeks terapeutik sempit
- isocarboxazid meningkatkan efek fexofenadine oleh Other (lihat
komentar). Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Komentar:
Isocarboxazid tidak boleh diberikan dalam kombinasi dengan
antihistamin karena potensi efek depresan SSP aditif.
Penghambat MAO juga memperpanjang dan meningkatkan efek
antikolinergik antihistamin.
- fexofenadine, metoclopramide intranasal. Salah satu
meningkatkan efek dari yang lain dengan Lainnya (lihat
komentar). Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Komentar:
Hindari penggunaan metoclopramide intranasal atau obat yang
berinteraksi, tergantung pada pentingnya obat bagi pasien.
(Medscape)

FLUTIKASON PROPIONAT
Komposisi FLUTIKASON PROPIONAT
Indikasi Profilaksis dan pengobatan rinitis alergik musiman, termasuk hay
fever dan rinitis alergik tahunan, profilaksis dan terapi asma.
(PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Hipersensitif thd flutikason atau bahan-bahan lainnya (Medscape)
Mekanisme Kerja Kortikosteroid anti-inflamasi yang kuat dengan sifat
vasokonstriksi (Medscape)
Efek Samping Diare, sakit kepala, batuk
Interaksi - ketokonazol akan meningkatkan kadar atau efek flutikason
intranasal dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus
CYP3A4. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Penghambat
CYP3A4 yang kuat dapat meningkatkan efek samping
kortikosteroid sistemik; pantau tanda / gejala konsentrasi
kortikosteroid tinggi termasuk tanda / gejala tipe Cushing
- isoniazid akan meningkatkan kadar atau efek flutikason
intranasal dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus
CYP3A4. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Penghambat
CYP3A4 yang kuat dapat meningkatkan efek samping
kortikosteroid sistemik; pantau tanda / gejala konsentrasi
kortikosteroid tinggi termasuk tanda / gejala tipe Cushing.
- Klaritromisin akan meningkatkan kadar atau efek flutikason
intranasal dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus
CYP3A4. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Penghambat
CYP3A4 yang kuat dapat meningkatkan efek samping
kortikosteroid sistemik; pantau tanda / gejala konsentrasi
kortikosteroid tinggi termasuk tanda / gejala tipe Cushing.
- nicardipine akan meningkatkan level atau efek fluticasone
intranasal dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus
CYP3A4. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Penghambat
CYP3A4 yang kuat dapat meningkatkan efek samping
kortikosteroid sistemik; pantau tanda / gejala konsentrasi
kortikosteroid tinggi termasuk tanda / gejala tipe Cushing.
- ritonavir akan meningkatkan tingkat atau efek flutikason
intranasal dengan mempengaruhi metabolisme CYP3A4 enzim
hati / usus. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Penghambat
CYP3A4 yang kuat dapat meningkatkan efek samping
kortikosteroid sistemik; pantau tanda / gejala konsentrasi
kortikosteroid tinggi termasuk tanda / gejala tipe Cushing.
- quinidine akan meningkatkan level atau efek fluticasone
intranasal dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus
CYP3A4. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Penghambat
CYP3A4 yang kuat dapat meningkatkan efek samping
kortikosteroid sistemik; pantau tanda / gejala konsentrasi
kortikosteroid tinggi termasuk tanda / gejala tipe Cushing.
(Medscape)

FLUNISOLID
Komposisi FLUNISOLID
Indikasi profilaksis dan pengobatan rinitis alergi. (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Hipersensitif. Jangan gunakan dengan infeksi lokal yang tidak
diobati yang melibatkan mukosa hidung. Operasi / cedera hidung
baru-baru ini (Medscape)
Mekanisme Kerja Memperoleh efek glukokortikoid yang kuat dan mineralokortikoid
lemah; memberikan tindakan anti-inflamasi langsung ke mukosa
hidung (Medscape)
Efek Samping Hidung perih/rasa terbakar, hidung kering, mual
Interaksi -

MOMETASON FUROAT MONOHIDRAT


Komposisi MOMETASON FUROAT MONOHIDRAT
Indikasi rhinitis seasonal dan menahun terutama pada alergi sedang sampai
berat yang menetap pada anak usia di atas 3 tahun. (PIONAS,
2015)
Kontraindikasi Hipersensitivitas. Operasi hidung baru-baru ini, trauma hidung,
ulkus septum hidung (sampai penyembuhan terjadi) (Medscape)
Mekanisme Kerja Kortikosteroid dengan sifat anti-inflamasi yang kuat;
menimbulkan efek pada berbagai sel, termasuk sel mast dan
eosinofil; juga menimbulkan efek pada mediator inflamasi
(misalnya, histamin, eikosanoid, leukotrien, sitokin) (Medscape)
Efek Samping Sakit kepala, faringitis, batuk, infeksi virus
Interaksi - ketokonazol akan meningkatkan kadar atau efek mometasone,
intranasal dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus
CYP3A4. Gunakan Caution / Monitor. (Medscape)

BUDESONID
Komposisi BUDESONID
Indikasi profilaksis dan pengobatan rinitis alergi dan rinitis vasomotor;
polip nasal (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Hipersensitivitas (Medscape)
Mekanisme Kerja Kortikosteroid anti-inflamasi; aktivitas glukokortikoid kuat tetapi
aktivitas mineralokortikoid lemah; mengontrol tingkat sintesis
protein; mengurangi peradangan dengan menekan migrasi
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan mengurangi permeabilitas
kapiler; menstabilkan sel dan membran lisosom, meningkatkan
sintesis surfaktan, meningkatkan konsentrasi vitamin A serum, dan
menghambat prostaglandin dan sitokin proinflamasi; menekan
proliferasi limfosit melalui sitolisis langsung, menghambat
mitosis, dan memecah agregat granulosit (Medscape)
Efek Samping Sakit kepala, jerawat, muntah, infeksi pernafasan
Interaksi - karbamazepin akan menurunkan tingkat atau efek budesonide
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4.
Hindari atau Gunakan Obat Alternatif.
- simetidin akan meningkatkan kadar atau efek budesonide dengan
mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4. Hindari
atau Gunakan Obat Alternatif.
- klaritromisin akan meningkatkan kadar atau efek budesonide
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4.
Hindari atau Gunakan Obat Alternatif.
- budesonide akan menurunkan kadar atau efek
dihydroergotamine intranasal dengan mempengaruhi
metabolisme enzim hati / usus CYP3A4. Hindari atau Gunakan
Obat Alternatif.
- diltiazem akan meningkatkan kadar atau efek budesonide dengan
mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4. Hindari
atau Gunakan Obat Alternatif. Hindari penggunaan bersama
penghambat CYP3A4 dan budesonide oral. Jika pemberian
bersama diperlukan, pantau dengan cermat tanda dan gejala
kelebihan kortikosteroid
- budesonide akan menurunkan tingkat atau efek eritromisin
stearat dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus
CYP3A4. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif.
- ketoconazole akan meningkatkan level atau efek budesonide
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4.
Hindari atau Gunakan Obat Alternatif.
- rifampisin akan menurunkan tingkat atau efek budesonide
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4.
Hindari atau Gunakan Obat Alternatif (Medscape)

TRIAMSINOLON
Komposisi TRIAMSINOLON
Indikasi Terapi penunjang utk penggunaan jangka pendek pada sinovitis
dari OA, AR, bursitis akut atau subakut, artritis gout akut &
tenosinovitis non septik, epikondilitis, & OA pasca traumatik. Inj
ID: Terapi dermatosis & tumor kistik dari tendon. Inj IM: Alergi,
peny kolagen & kulit; ggn reumatik; edema. Tab: Insufisiensi
adrenokortikal primer atau sekunder, hiperplasia adrenal
kongenital, tioiditis non supuratif, hiperkalsemia yg berkaitan dg
kanker, terapi rumat pd kasus tertentu dari lupus eritematosus
sistemik & karditis reumatik akut, peny kulit, kondisi alergi,
penyakit mata & pernapasan, ggn hematologi, ggn neoplastik &
ggn Gl, status edematosa. (MIMS, 2018)
Kontraindikasi Hipersensitivitas (Medscape)
Mekanisme Kerja Kortikosteroid dengan sifat anti-inflamasi yang kuat;
menimbulkan efek pada berbagai sel, termasuk sel mast dan
eosinofil; juga menimbulkan efek pada mediator inflamasi
(misalnya, histamin, eikosanoid, leukotrien, sitokin) (Medscape)
Efek Samping Flu Syndrome, faringitis, sakit kepala, bronchitis, diare, asma
Interaksi - Risiko hipokalemia dapat meningkat jika triamcinolone
diberikan secara bersamaan dengan simpatomimetik dan teofilin
yang dapat menurunkan kalium plasma dan dengan diuretik yang
tidak hemat kalium, hipokalemia juga dapat memperkuat efek
glikosida jantung

MONTELUKAST
Komposisi Montelukast
Indikasi Profilaksis & terapi terhadap asma kronis termasuk pencegahan
terhadap broncokonstriksi yang diakibatkan oleh olahraga/aktivitas
berlebihan. (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Hipersensitivitas (Medscape)
Mekanisme Kerja Memblokir pengikatan leukotrien D4 ke reseptornya; mengubah
patofisiologi yang terkait dengan proses inflamasi yang
berkontribusi pada tanda dan gejala asma (Medscape)
Efek Samping Sakit kepala, demam, batu, sinusitis
Interaksi - abametapir akan meningkatkan tingkat atau efek montelukast
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4.
Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Selama 2 minggu setelah
aplikasi abametapir, hindari penggunaan obat yang berstatus
CYP3A4. Jika tidak memungkinkan, hindari penggunaan
abametapir. (Medscape)
2. Batuk
2.1. Definisi Batuk
Batuk adalah pengeluaran sejumlah volume udara secara mendadak dari rongga
toraks melalui epiglotis dan mulut. Melalui mekanisme tersebut dihasilkan aliran udara
yang sangat cepat yang dapat melontarkan keluar material yang ada di sepanjang saluran
respiratorik, terutamamekanisme utama pertahanan respiratorik. Mekanisme lain yang
bekerja sama dengan batuk adalah bersihan mukosilier (mucociliary clearance) . Batuk
akan mencegah aspirasi makanan padat atau cair dan berbagai benda asing lain dari luar.
Batuk juga akan membawa keluar sekresiberlebihan yang diproduksi di dalam saluran
respiratorik, terutama pada saat terjadi radang oleh berbagai sebab.Selain sebagai
mekanisme pertahanan respiratorik, batuk juga dapat berfungsi sebagai ‘alarm’ yang
memberitahu adanya gangguan pada sistem respiratorik atau sistem organ lainnya yang
terkait. Hampir semua keadaan yang mengganggu sistem respiratorik dan beberapa
gangguan ekstra-respiratorik, memberikan gejala batuk. Pada anak, batuk mungkin
‘normal’ ataumerupakan gejala penyakit respiratorik dan jarang merupakan gejala
penyakit non-respiratorik.
Batuk merupakan salah satu keluhan klinis yang paling banyak membawa
pasien mencari pertolongan medis. Gangguan yang paling sering adalah
kelelahan, insomnia, suara serak, nyeri otot dan tulang, berkeringat, dan
inkontinensia urin. Tekanan udara tinggi intratorakal yang kemudian dilepaskan
mendadak dapat menyebabkan berbagai komplikasi hampir di semua sistem
organ.Pada anak, gejala batuk terutama yang kronik atau berulang dapat
berakibat mengganggu aktivitas sehari-hari termasuk kegiatan belajar,
mengurangi nafsu makan, dan pada akhirnya dapat mengganggu proses tumbuh
kembang.
Batuk tidak selalu berarti patologis atau abnormal. Seperti telah
dikemukakan di atas, sebagai mekanisme pertahanan respiratorik, batuk
diperlukan untuk membersihkan jalan napas dari mukus sekresi respiratorik,
pada orang dewasa mencapai 30 ml/hari.Sebuah studi yang mengukur batuk
secara obyektif menemukan bahwa anak sehat dengan rerata umur 10 tahun
biasanya mengalami 10x batuk (rentang hingga 34) dalam 24 jam, sebagian
besar batuk terjadi pada siang hari.Angka ini meningkat selama infeksi
respiratorik, yang bisa terjadi hingga 8x lipat per tahun pada anak sehat.
Walaupun sebagian besar anak batuk tidak mengalami kelainan paru yang serius,
batuk dapat sangat mengganggu dan sulit untuk diatasi. Sampai batas tertentu
batuk kronik pada anak adalah normal dan mempunyai prognosis yang baik. Jika
batuk kronik yang terjadi sangat sering atau berat, maka sangat mungkin
terdapat penyakit yang mendasarinya.
2.2. Patofisiologi Batuk
2.3. Tatalaksana Batuk
Tata laksana batuk yang membandel (kronik dan atau berulang) bergantung pada
penyebabnya. Beberapa obat yang biasa digunakan pada batuk yang membandel antara
lain antibiotik, bronkodilator, proton pump inhibitor, kortikosteroid, dan lain-lain. Di
samping obat yang befungsi untuk mengatasi etiologi, beberapa obat digunakan sebagai
suportif seperti mukolitik, dan dekongestan.
Antibiotik
Pada batuk kronik dan/atau berulang yang disebabkan adanya infeksi oleh
bakteri, maka sebagai obat untuk mengatasi etiologinya adalah antibiotik. Pada
rinosinusitis bakterialis umumnya digunakan amoksisilin-klavulonat, makrolid atau
sefalosporin. Asma tanpa disertai adanya komorbiditas pneumonia tidak memerlukan
antibiotik. Sementara, penggunaan makrolid juga diberikan pada anak dengan pertusis
dan pneumonia atipik. Pada bronkiektasis, antibiotik diberikan apabila terjadi
eksaserbasi akut.
Bronkodilator
Bronkodilator diberikan pada anak dengan batuk kronik /dan atau berulang yang
disebabkan asma. Pada serangan asma baik ringan-sedang maupun berat terjadi keadaan
bronkokonstriksi yang memerlukan penanganan segera dengan bronkodilator baik
secara inhalasi maupun sistemik. Bronkodilator dengan awitan cepat (short acting beta-
2 agonist) digunakan pada serangan asma, sedangkan long acting beta-2 agonist
(LABA) digunakan sebagai controller atau pengendali.
Antihistamin
Penggunaan antihistamin pada kasus batuk yang membandel, umumnya pada
kasus rinitis dengan runny nose (hidung meler) disertai rasa gatal. Jenis antihistamin
yang digunakan sebaiknya generasi kedua karena efek kolinergiknya lebih ringan
dibanding antihistamin generasi pertama. Meskipun pada asma, sebagai faktor
predisposisinya alergi, penggunaan antihistamin tidak dianjurkan kecuali ada rinitis
sebagai komorbiditasnya.
Dekongestan
Penggunaan dekongestan pada batuk yang membandel hanya pada keadaan
sumbatan pada hidung (blocked nose) dengan lama yang tidak lebih dari 10 hari karena
dapat berakibat adanya rebound phenomenon yang justru memperburuk keadaannya.
Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid baik topikal (inhalasi) maupun sistemik sering
diberikan pada kasus batuk membandel. Pada asma, kortikosteroid diberikan baik pada
serangan asma maupun sebagai controller (pengendali). Pada keadaan serangan asma
digunakan kortikosteroid sistemik baik oral maupun parenteral sedangkan pada
pengendali kortikosteroid yang digunakan dalam bentuk inhalasi karena diberikan
dalam jangka panjang (lama). Selain pada asma, rinitis alergi yang persisten atau
serangan berat pada rinitis intermiten digunakan kortikosteroid intranasal dengan waktu
yang cukup lama.
Antituberkulosis
Tata laksana pada batuk yang membandel karena tuberkulosis diperlukan
antituberkulosis seperti rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dengan/atau tanpa etambutol.
Lama pemberian antituberkulosis minimal 6 bulan yaitu padatuberkulosis paru yang
tidak berat, tetapi pada tuberkulosis yang berat misalnya tuberkulosis milier diperlukan
waktu sampai 12 bulan.
Proton pump inhibitor (PPI)
Pada GERD yang berat dapat diberikan PPI dalam jangka yang cukup lama.
Obat suportif
Obat suportif yang sering diberikan adalah mukolitik untuk mengurangi gejala
lendir (sputum) yang kental sehingga mudah untuk dikeluarkan.
AMBROXOL
Komposisi AMBROXOL
Indikasi Sebagai sekretolitik pada gangguan saluran nafas akut dan kronis
khususnya pada eksaserbasi bronkitis kronis dan bronkitis asmatik
dan asma bronkial. (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap ambroksol. (PIONAS, 2015)
Mekanisme Kerja Mekanisme kerja obat ambroxol adalah dengan menstimulasi sel
serousdari tonsil pada mukous membran saluran bronchus,
sehingga meningkatkansekresi mukous didalamnya dan merubah
kekentalan komponen serous danmukous dari sputum menjadi
lebih encer dengan menurunkan viskositasnya
Efek Samping Reaksi intoleran setelah pemberian ambroksol pernah dilaporkan
tetapi jarang; efek samping yang ringan pada saluran saluran cerna
pernah dilaporkan pada beberapa pasien; reaksi alergi (jarang);
reaksi alergi yang ditemukan: reaksi pada kulit, pembengkakan
wajah, dispnea, demam; tidak diketahui efeknya terhadap
kemampuan mengendarai atau menjalankan mesin. (PIONAS,
2015)
Interaksi - Pemberian bersamaan dengan antibiotik (amoksisilin
sefuroksim, eritromisin, doksisiklin) menyebabkan peningkatan
penerimaan antibiotik kedalam jaringan paru-paru. (PIONAS,
2015)

ASETILSISTEIN
Komposisi ASETILSISTEIN
Indikasi terapi hipersekresi mukus kental dan tebal pada saluran
pernapasan. (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Hipersensitivitas, asma akut (Medscape)
Mekanisme Kerja Melakukan aktivitas mukolitik melalui gugus sulfhidril, yang
membuka ikatan disulfida dalam mukoprotein dan menurunkan
viskositas mukosa sekresi paru (Medscape)
Efek Samping pada penggunaan sistemik: menimbulkan reaksi hipersensitif
seperti urtikaria dan bronkospasme (jarang terjadi). Pada
penggunaan aerosol, iritasi nasofaringeal dan saluran cerna seperti
pilek (rinore), stomatitis, mual, muntah. (PIONAS, 2015)
Interaksi - arang aktif mengurangi efek asetilsistein oleh Other (lihat
komentar). Gunakan Caution / Monitor. Komentar: Ada laporan
yang bertentangan; namun, pemberian arang tidak menghalangi
pemberian asetilsistein untuk overdosis asetaminofen
(Medscape)

BROMHEKSIN
Komposisi BROMHEKSIN
Indikasi mukolitik untuk meredakan batuk berdahak. Injeksi: sekretolitik
pada bronkopulmonari akut dan kronik terkait sekresi mukus
abnormal dan gangguan saluran mukus. (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi Hipersensitivitas (Medscape)
Mekanisme Kerja Mekanisme kerjanya adalah Bromheksin bekerja dengan
mengencerkan sekret pada saluran pernafasan dengan jalan
menghilangkan serat-serat mukoprotein dan mukopolisakarida
yang terdapat pada sputum/dabak sehingga lebib mudah
dikeluarkan.
Efek Samping Hipersensitivitas, syok dan reaksi anafilaktik, bronkospasme,
mual, muntah, diare, nyeri perut bagian atas, ruam, angioedema,
urtikaria, pruritus.
Interaksi -

DEXTROMETHORPHAN
Komposisi DEXTROMETHORPHAN
Indikasi batuk kering tidak produktif. (PIONAS, 2015)
Kontraindikasi asma, batuk produktif, gangguan fungsi hati, sensitif terhadap
dekstrometorfan. (PIONAS, 2015)
Mekanisme Kerja Bertindak pada pusat batuk di medula; menurunkan sensitivitas
reseptor batuk dan mengganggu transmisi impuls batuk
(Medscape)
Efek Samping psikosis (hiperaktif dan halusinasi) pada dosis besar, depresi
pernapasan pada dosis besar.
Interaksi - fluoxetine dan dekstrometorfan keduanya meningkatkan kadar
serotonin. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. (Medscape)

DIFENHIDRAMIN HCl
Komposisi DIFENHIDRAMIN HCl
Indikasi antihistamin, antiemetik, anti spamodik; parkinsonisme, reaksi
ekstrapiramidal karena obat; anak dengan gangguan emosi.
(PIONAS, 2015)
Kontraindikasi bayi baru lahir atau prematur; menyusui; lihat juga keterangan di
atas. (Medscape)
Mekanisme Kerja Menghambat histamine secara kompetitif, mula kerjanya cepat dan
terdistribusi secara luas dalam tubuh
Efek Samping pengaruh pada kardiovaskuler dan SSP; gangguan darah;
gangguan saluran cerna; efek anti muskarinik, reaksi alergi; lihat
juga keterangan di atas. (PIONAS, 2015)
Interaksi - alkohol, depresan SSP, penghambat MAO. (PIONAS, 2015)

GUAIFENESIN
Komposisi Gliseril guaiacolate
Indikasi Ekspetoran (Basic Pharmacology, 2019)
Kontraindikasi Hipersensitivitas (Medscape)
Mekanisme Kerja Mengurangi viskositas sekresi dengan meningkatkan jumlah
cairan saluran pernapasan dan mengiritasi mukosa lambung
(Medscape)
Efek Samping Mual muntah, sakit kepala, mengantuk, nyeri perut (Basic
Pharmacology, 2019)
Interaksi - abametapir akan meningkatkan tingkat atau efek montelukast
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4.
Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Selama 2 minggu setelah
aplikasi abametapir, hindari penggunaan obat yang berstatus
CYP3A4. Jika tidak memungkinkan, hindari penggunaan
abametapir. (Medscape)

CODEIN
Komposisi Codein Phospate
Indikasi Terapi simptomatik untuk batuk kering atau batuk dengan nyeri.
(Basic Pharmacology, 2019)
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap kodein, Depresi pernapasan yang
signifikan, Anak-anak di bawah 12 tahun. Asma bronkial akut atau
berat dalam keadaan tidak terpantau atau tanpa peralatan resusitasi
(Medscape)
Mekanisme Kerja Analgesik agonis narkotik dengan aktivitas antitusif, agonis
reseptor (Medscape)
Efek Samping Konstipasi, mengantuk
Interaksi - fentanyl, kodein. Keduanya meningkatkan efek yang lain dengan
sinergisme farmakodinamik. Hindari atau Gunakan Obat
Alternatif. Pemberian bersama dengan depresan SSP lainnya,
seperti relaksan otot rangka, dapat menyebabkan depresi
pernapasan, hipotensi, sedasi berat, koma, dan / atau kematian.
Pertimbangkan pengurangan dosis salah satu atau kedua agen
untuk menghindari efek samping yang serius. Pantau adanya
hipotensi, depresi pernapasan, dan sedasi berat.
- fentanyl intranasal, kodein. Keduanya meningkatkan efek yang
lain dengan sinergisme farmakodinamik. Hindari atau Gunakan
Obat Alternatif. Pemberian bersama dengan depresan SSP
lainnya, seperti relaksan otot rangka, dapat menyebabkan depresi
pernapasan, hipotensi, sedasi berat, koma, dan / atau kematian.
Pertimbangkan pengurangan dosis salah satu atau kedua agen
untuk menghindari efek samping yang serius. Pantau adanya
hipotensi, depresi pernapasan, dan sedasi berat.
- kodein, metoclopramide intranasal. Salah satu meningkatkan
efek dari yang lain dengan Lainnya (lihat komentar). Hindari
atau Gunakan Obat Alternatif. Komentar: Hindari penggunaan
metoclopramide intranasal atau obat yang berinteraksi,
tergantung pada pentingnya obat bagi pasien.
- tramadol, kodein. Lainnya, Hindari atau Gunakan Obat
Alternatif. Komentar: Tramadol dapat memulai kembali
ketergantungan opiat dalam pts. sebelumnya kecanduan opiat
lain; itu juga dapat memicu penarikan Sx. dalam poin. yang
saat ini bergantung pada opiat. (Medscape)

Anda mungkin juga menyukai