Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

TERAPI MEDIC MALARIA

Disusun Oleh:

Nama : Komala Sari

Nim : 19020

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

STIKKES Dr. Sismadi Jakarta

TAHUN AJARAN 2020/2021


Penyakit Malaria

1. Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari

genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina

dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran

limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ

misalnya otak, hati dan ginjal (Prabowo, 2004).

2. Etiologi

Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari genus

Plasmodium. Saat ini dikenal ada 5 jenis plasmodium yang dapat menginfeksi

manusia secara alami (Harijanto, 2012), yaitu:

1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan

malaria yang berat (malaria serebral dengan kematian) dan mudah

menyebabkan resisteni obat

2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana

3. Plasmodium malariae, dapat menimbulkan sindrom nefrotik dan penyebab

malaria quartana

4. Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale banyak dijumpai di daerah

Afrika dan Pasik Barat, di Indonesia dijumpai di Irian Jaya dan Nusa

Tenggara, memberikan infeksi yang paling ringan dan sembuh spontan tanpa Terapi

medis

5. Plasmodium Knowlesi, pertama kali dilaporkan tahun 2004 jenis malaria baru
yang sudah ditemukan di Malaysia, dan juga ditemukan Singapura, Thailand,

Myanmar serta Filipina penularannya dari monyet, bentuk plasmodium

menyerupai P. malariae. Tingkat keganasan seperti falsifarum dan tingkat

kekebalan seperti malaria vivax.

3. Gejala malaria
Gejala klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam

turun naik, anemia sekunder dan splenomegali. Gejala fase awal berupa malaise,

sakit kepala, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, mual, diare ringan dan

kadang- kadang merasa dingin di punggung. Keluhan ini sering terjadi pada P.

vivax dan

P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan awal tidak jelas

bahkan gejala dapat mendadak (Harijanto, 2010).


TERAPI MEDIC MALARIA
1. Berobat Jalan
Pasien malaria nonfalciparum tanpa gejala berat dan dapat
mengonsumsi obat oral dapat berobat jalan. Evaluasi pengobatan
dilakukan pada hari ke-3, -7, -14, -21, dan -28 berdasarkan gejala klinis
dan pemeriksaan darah mikroskopis. Edukasi pasien untuk segera
memeriksakan diri jika ada pemburukan klinis tanpa menunggu jadwal
tersebut.[4]

Pasien rawat inap dengan keadaan umum dan kesadaran baik, telah
bebas demam 3 hari tanpa obat penurun demam dan pemeriksaan parasit
negatif 3 kali berturut-turut dengan jarak waktu 12-24 jam, dapat
dipulangkan dan berobat jalan.

2. Persiapan Rujukan
Setiap kasus malaria berat harus dirawat inap atau dirujuk ke
fasilitas kesehatan dengan fasilitas yang memadai. Risiko kematian
tertinggi pada malaria berat atau malaria serebral terjadi pada 24 jam
pertama. Untuk itu, pasien dengan waktu rujukan >6 jam perlu diberikan
antimalaria sebelum dirujuk.

Antimalaria yang dianjurkan adalah artesunate


dan artemether intramuskular. Jika kedua obat tersebut tidak tersedia,
kina intramuskular (paha) dapat diberikan. Artesunate rektal hanya
direkomendasikan untuk anak berusia < 6 tahun (dosis 10 mg/kgBB) jika
artesunate intravena atau intramuskular tidak tersedia. Di Indonesia, bila
tidak tersedia artesunate, maka dapat diberikan dihidroartemisinin-
piperakuin (DHP) sebanyak 1 kali (bila toleransi oral baik).[4,30]

Pasien yang gagal diterapi dengan antimalaria lini pertama


memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang memiliki antimalaria lini
kedua.[39]

3. Medikamentosa
Obat antimalaria tidak boleh diberikan sebelum malaria
terkonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium. Pemberian antimalaria
bertujuan untuk membunuh semua stadium parasit di dalam tubuh,
termasuk gametosit. Pada kasus infeksi Plasmodium
vivax dan Plasmodium ovale, antimalaria yang dapat membunuh
hipnozoit perlu diberikan untuk mencegah relaps. Jenis antimalaria perlu
disesuaikan dengan daerah pasien terinfeksi, sebab adanya pola resistensi
obat yang berbeda.[30,39,40]

Medikamentosa yang dianjurkan di Indonesia untuk kasus malaria


tanpa komplikasi adalah DHP oral dengan atau
tanpa primaquine (tergantung jenis malaria). chloroquine tidak lagi
digunakan karena banyaknya kasus resistensi.[4,40]

DHP diberikan 1 kali sehari selama 3 hari. Dosis primaquine yang


digunakan adalah 0,25 mg/kgBB/hari. Obat antimalaria dikonsumsi
sehabis makan (tidak dalam keadaan perut kosong).[4]

4. Malaria Falciparum
Medikamentosa yang diberikan untuk malaria falciparum adalah
DHP selama 3 hari + primaquine selama 1 hari dengan dosis sebagai
berikut:

Tabel Dosis DHP dan Primaquine untuk Malaria Falciparum

Obat Jumlah Tablet per Hari berdasarkan Berat Badan


≤5 >5-6 >6-10 >10-17 >17-30 >30-40 >40-60 >60-80 >80
  kg kg kg kg kg kg kg kg kg
0–1 2–<6 6–12 <5 5–9 10-14 ≥15 ≥15 ≥15
bulan bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun tahun
DHP

(Hari 1–3)
1/3 ½ ½ 1 1½ 2 3 4 5
primaquine

Hari 1
- - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1 1
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[4,40]

Dosis target DHP adalah dihidroartemisin dengan dosis 2,5–10 mg/kgBB/hari


dan piperakuin 20–32 mg/kgBB/hari. Pada kasus malaria falciparum campuran
dengan malaria vivax atau ovale, primaquine diberikan selama 14 hari. Pada
kasus malaria falciparum campuran dengan malaria malariae, primaquine
diberikan 1 hari.[4,39,40]
Berdasarkan CDC, terapi alternatif untuk Plasmodium falciparum atau spesies
tidak teridentifikasi di area resisten chloroquine yang dapat digunakan adalah:
 Antimalaria kombinasi dosis tetap (KDT) atovaquone-proguanil
(Malarone)
 KDT artemether-lumefantrine (Coartem)
 Kina + doxycycline, tetracycline, atau clindamycin selama 7 hari (di Asia
Tenggara), mefloquine (hanya jika tidak ada terapi lain yang tersedia). Pada
pasien anak, kuinin sulfat dapat diberikan tunggal tanpa antibiotik selama 7
hari[30]
Medikamentosa lini kedua untuk malaria falciparum adalah kombinasi kina-
doxycycline-primaquine atau kina-tetracycline-primaquine. Medikamentosa ini
diberikan apabila lini pertama gagal disertai jumlah parasit stadium aseksual
yang tidak berkurang atau timbul kembali.[40]

Tabel Dosis Kina dan primaquine untuk Malaria Falciparum


Jumlah Tablet Harian berdasarkan Berat Badan
>5-6 >6-10 >10-17 >17-30 >30-40 >40-60 >60-80
≤5 kg kg kg kg kg kg kg kg
0-1 2- <6 6-12 <5 5-9 10-14 ≥15 ≥15
Obat bulan bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun
Kina
sesuai
(Hari 1–7) berat
badan 3x½ 3x½ 3x1 3x1½ 3x2 3x2½ 3x3
primaquine

(Hari 1)
- - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1
Keterangan:

Dosis kina adalah 3x10 mg/kgBB

Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[40]

Tabel Dosis Doxycycline


Hari Dosis Harian berdasarkan Berat Badan
  <19 kg >19–29 kg >29–44 kg >44–59 kg >59 kg
<8 tahun ≥8 tahun 10-14 tahun ≥15 tahun ≥15 tahun
1–7 - 2x25 mg 2x50 mg 2x75 mg 2x100 mg
Keterangan:

Pasien ≥15 tahun: dosis doxycycline 3,5 mg/kgBB/hari, 2 kali sehari

Pasien 8–14 tahun: dosis doxycycline 2,2 mg/kgBB/hari, 2 kali sehari

Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[40]

Tabel Dosis Tetracycline


Hari Dosis Harian berdasarkan Usia
  <8 tahun 8–14 tahun ≥15 tahun ≥15 tahun ≥15 tahun
1–7 - 4x125 mg 4x125 mg 4x250 mg 4x250 mg
Keterangan: dosis tetracycline 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[40]

Malaria Vivax

Medikamentosa yang diberikan untuk malaria vivax adalah DHP selama 3 hari
+ primaquine selama 14 hari dengan dosis sebagai berikut:

Tabel 6. Dosis DHP dan primaquine pada Malaria Vivax


Obat Jumlah tablet per hari berdasarkan berat badan
>5–6 >6–10 >10– >17– >30– >40– >60– >80
  ≤5 kg kg kg 17 kg 30 kg 40 kg 60 kg 80 kg kg
0–1 2– <6 6–12 <5 5-9 10-14 ≥15 ≥15 ≥15
  bulan bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun tahun
DHP

(Hari 1–3)
1/3 ½ ½ 1 1½ 2 3 4 5
primaquine

(Hari 1–14)
- - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1 1
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[40]

Pada kasus relaps malaria vivax, dosis primaquine dinaikkan menjadi 0,5
mg/kgBB/hari. primaquine perlu diberikan pada pasien relaps malaria vivax
dengan defisiensi enzim G6PD dengan dosis mingguan 0,75 mg/kgBB selama
8–12 minggu.[4,40]

Sebuah studi menyatakan bahwa tafenokuin dosis tunggal dapat mencegah


relaps malaria vivax karena memberikan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi
daripada primaquine yang harus dikonsumsi selama 14 hari.[41]
Medikamentosa lini kedua malaria vivax adalah kina (dosis dan durasi
pemberian sama dengan malaria falciparum) + primaquine (14 hari).[40]

Bila berdasarkan rekomendasi CDC, pengobatan alternatif malaria vivax di


daerah resisten chloroquine adalah kina ditambah dengan doxycycline atau
tetracycline, KDT atovaquone-proguanil, atau mefloquine.[30]
Malaria Ovale

Medikamentosa untuk malaria ovale sama dengan malaria vivax.[4]

Malaria Malariae

Medikamentosa yang diberikan untuk malaria malariae adalah DHP selama 3


hari dengan dosis yang sama dengan malaria lainnya.[4]

Malaria Knowlesi

Medikamentosa malaria knowlesi sama dengan malaria falciparum.

Malaria pada Wanita Hamil

Malaria pada wanita hamil diobati hanya menggunakan DHP selama 3 hari.
Medikamentosa berupa primaquine, tetracycline, dan doxycycline tidak boleh
diberikan untuk wanita hamil.[4]

Di Amerika Serikat, terapi pilihan untuk malaria falciparum tanpa komplikasi


pada kehamilan adalah artemether-lumefantrine (Coartem) atau bila tidak
tersedia, alternatifnya adalah mefloquine atau kina + clindamycin. Pada kasus
malaria vivax, obat yang dapat diberikan adalah artemether-lumefantrine
(trimester kedua atau ketiga) atau mefloquine.[30,41]

Di Indonesia, terapi lini kedua trimester pertama dapat diberikan kombinasi


kina (dosis dewasa) + clindamycin 10 mg/kgBB/kali diberikan 2 kali sehari.
Dosis maksimal clindamycin adalah 300 mg/hari.[40]

Malaria Berat

Malaria serebral merupakan salah satu bentuk malaria berat yang disebabkan


oleh kerusakan sawar otak akibat parasit Plasmodium.
Pilihan utama medikamentosa untuk malaria berat adalah artesunate intravena.
 Dosis artesunate dewasa (termasuk wanita hamil) adalah 2,4 mg/kgBB
secara intravena yang diberikan sebanyak 3 kali pada jam ke-0, -12, dan -24.
Kemudian, pemberian dilanjutkan setiap 24 jam sekali hingga pasien mampu
minum obat oral.
 Dosis artesunate untuk anak dengan berat badan ≤20 kg adalah 3
mg/kgBB. Anak dengan berat badan >20 kg menggunakan dosis
artesunate[4,40]
Artesunate intravena minimal diberikan 3 kali. Jika pasien sudah mampu
minum obat oral maka dapat dilanjutkan dengan pemberian DHP + primaquine
sesuai jenis plasmodiumnya. Artesunate intravena juga dapat diberikan pada
pasien malaria tanpa komplikasi yang tidak bisa minum obat oral atau pada
pasien yang mengalami pemburukan klinis dalam 3 hari setelah mengonsumsi
antimalaria oral dengan tepat.[4,40]

Jika tidak tersedia artesunate intravena, alternatif medikamentosa lini pertama


lainnya adalah artemether intramuskular dengan dosis 3,2 mg/kgBB diikuti
dengan dosis 1,6 mg/kgBB pada hari berikutnya, sampai pasien bisa minum
obat oral atau maksimal pemberian 5 hari.[43]

Medikamentosa lini kedua untuk malaria berat adalah kina HCl 25% dengan
dosis pertama 20 mg/kgBB diencerkan dalam dextrose 5% atau NaCl 0,9%,
diberikan selama 4 jam secara drip dengan kecepatan maksimal 5
mg/kgBB/jam. Kemudian, dilanjutkan dengan kina HCl 10 mg/kgBB drip
selama 4 jam yang diulang setiap 8 jam hingga pasien sadar dan mampu minum
obat oral.[40]
Untuk pasien anak-anak, dosis kina HCl 25% yang digunakan adalah 10
mg/kgBB (usia <2 bulan menggunakan dosis 6–8 mg/kgBB) diencerkan dengan
dextrose 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5–10 cc/kgBB dan di-drip selama 4 jam,
kemudian diulang setiap 8 jam hingga pasien sadar dan dapat minum obat oral.
[40]
Evaluasi Pengobatan

Setelah pemberian antimalaria, evaluasi terhadap keadaan klinis dan status


parasitemia pasien dengan pemeriksaan apusan darah tepi harus dilakukan.
Pasien yang telah diberikan antimalaria diharapkan memberikan respons
penurunan kepadatan parasit.[30]

Pasien rawat inap dievaluasi dengan pemeriksaan mikroskopis darah secara


kuantitatif setiap hari hingga tidak ditemukan parasit pada sampel darah selama
3 hari berturut-turut. Evaluasi selanjutnya sama seperti pasien rawat jalan.[4]

Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan untuk pasien malaria adalah terapi cairan,
transfusi darah, terapi simtomatik, koreksi kondisi asidosis dan hipoglikemia.
WHO menyarankan agar pasien dewasa dengan malaria berat dirawat di ruang
perawatan intensif.[39]

Terapi Cairan

Terapi cairan pada malaria berat harus dinilai secara individual. Orang dewasa
dengan malaria berat rentan mengalami kelebihan cairan, sedangkan anak-anak
cenderung dehidrasi. Untuk itu, diperlukan evaluasi tekanan vena jugularis,
perfusi perifer, turgor kulit, capillary refill time, dan urine output.[39]
Transfusi Darah

Anemia berat umumnya terjadi pada anak. Untuk itu, transfusi


darah direkomendasikan dilakukan pada pasien dengan kadar hemoglobin di
bawah 5 gram/dL. Di daerah dengan endemisitas rendah, kadar hemoglobin <7
gram/dL merupakan indikasi untuk transfusi darah.[39]
Terapi Simtomatik

Antipiretik harus diberikan jika suhu tubuh >38,5 oC. Antipiretik yang banyak
digunakan adalah paracetamol  yang dapat diberikan setiap 4 jam. Penggunaan
obat antiinflamasi nonsteroid, seperti diklofenak dan asam mefenamat tidak lagi
direkomendasikan karena meningkatkan risiko perdarahan
gastrointestinal, gangguan ginjal, dan sindrom Reye.[39]
Antiemetik parenteral dapat diberikan untuk mengurangi mual dan muntah
sampai toleransi oral pasien baik. Jika terjadi kejang, penatalaksanaan kejang
dapat diberikan berdasarkan algoritma kejang pada dewasa atau anak.[39,40]

Penanganan Hipoglikemia

Penanganan hipoglikemia diberikan pada pasien malaria berat yang


kesadarannya tidak membaik setelah pemberian artesunate intravena.
Penanganan hipoglikemia dilakukan dengan bolus dextrose 40% sebanyak 50 cc
intravena (diencerkan 1:1) dan dilanjutkan dengan dosis rumatan menggunakan
dextrose 5–10%.

Pada pasien anak, bolus dextrose 10% diberikan dengan dosis 2


mL/kgBB. Pada pasien hipoglikemia yang asimtomatik, cairan rumatan berupa
dextrose 5–10% dapat langsung diberikan. Glukosa darah perlu dievaluasi
secara berkala.[4]

Asidosis

Asidosis pada malaria terjadi akibat beberapa faktor. Parasit malaria


memproduksi Plasmodium laktat dehidrogenase yang menghasilkan asam laktat
sehingga dapat menurunkan pH.
Kondisi distres pernapasan, kesadaran somnolen, edema otak
berhubungan dengan pola pernapasan yang ireguler dan akan memperparah
kondisi asidosis. Terapi suportif untuk menyeimbangkan kembali pH darah
dapat menurunkan mortalitas.[15]

Berikut penjelasan lebih lengkapnya:

1. Obat-obatan medis
Usia akan menentukan dosis obat yang dibutuhkan. Ketika pertama
didiagnosis positif malaria, tenaga kesehatan akan memberikan obat yang wajib
diminum sampai habis untuk mencegah Plasmodium menjadi kebal terhadap
obat.

Dilansir dari Buku Saku Penatalaksanaan Malaria Kementrian Kesehatan,


jika penderita malaria melakukan rawat jalan di rumah, 3 hari setelah diberi
obat antimalaria pasien harus check up untuk memantau perubahan yang positif
atau jika tidak ada perubahan sama sekali. Dokter akan meninjau seberapa
ampuh obat yang sudah diminum.
Selanjutnya, pada hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, dan hari ke-28 dokter juga
harus kembali memeriksa segala perubahan yang terjadi sehingga Anda benar-
benar dinyatakan sembuh.

Berikut adalah obat-obatan malaria yang sering diresepkan dokter:

 Obat malaria falciparum

Di Indonesia, pengobatan lini pertama malaria falsiparum adalah


menggunakan kombinasi obat artesunate, amodiakuin, dan primakuin.
Pengobatan lini pertama ini selanjutnya akan dilihat efektif atau tidak
selama 3 hari setelah minum obat pertama kali.Lini kedua pengobatan
malaria falciparum dilakukan dengan kombinasi
kina, doksisiklin atau tetrasiklin, dan primakuin. Obat-obatan ini
diberikan secara oral selama 7 hari ke depan.
 Obat malaria vivaks dan ovale 
Lini pertama pengobatan malaria jenis ini adalah dengan
kombinasi obat klorokuin dan primakuin. Sama seperti malaria
falsiparum, jika setelah 3 hari mengonsumsi obat lini pertama tidak
efektif maka akan dilanjutkan pengobatan ini kedua.Pengobatan lini
kedua dilanjutkan dengan peningkatan dosis primakuin.

 Obat malaria malariae 


Pengobatan malaria jenis ini cukup diberikan dengan klorokuin sekali
sehari selama 3 hari ke depan dan diikuti dengan pemeriksaan kembali
setelah 3 hari. Klorokuin dapat membunuh Plasmodium malariae
berbentuk aseksual maupun seksual di dalam tubuh.

Semua obat yang diberikan tidak boleh diminum dalam keadaan perut
kosong karena bisa menyebabkan iritasi lambung. Oleh sebab itu, penderita
malaria harus makan dulu sebelum minum obat.

2. Perawatan di rumah sakit


Pengobatan dengan rawat inap di rumah sakit harus dilakukan pada
pasien malaria berat. Dengan penanganan medis di RS, pasien bisa
mendapatkan obat artesunate melalui suntikan dan infus.

Pasien yang menjalani rawat inap di RS akan diperiksa setiap beberapa


hari sekali untuk mengetahui keampuhan obat yang diberikan. Pemeriksaan ini
biasanya dilakukan pada hari ke-7, 14, 21, dan 28.
Tergantung pada tingkat keparahan serta organ tubuh mana yang
terdampak infeksi, pasien mungkin memerlukan pengobatan intensif di ruang
ICU. Biasanya kondisi ini diberlakukan pada pasien dengan komplikasi berat,
seperti malaria serebral, gagal ginjal, anemia berat, atau pernapasan terganggu.

3. Obat-obatan alami
Selain dengan obat-obatan medis dan rawat inap di RS, pengobatan
penyakit malaria juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan bahan-bahan alami
alias obat herbal.

Namun, penting untuk diingat bahwa obat-obatan alami tidak bisa


digunakan sebagai pengobatan utama. Malaria adalah penyakit yang masih
memerlukan penanganan dari tenaga medis. Maka itu, obat-obatan alami hanya
berperan sebagai pengobatan pendamping saja.

Terdapat banyak tanaman dan obat-obatan herbal yang telah diuji secara
klinis sebagai obat alami malaria. Salah satunya adalah kayu manis, yang telah
diteliti dalam Journal of Tropical Medicine. Menurut penelitian tersebut,
terdapat zat antiparasit di dalam kayu manis yang bisa melawan infeksi
parasit Plasmodium.

Bila Anda punya pertanyaan atau kekhawatiran soal pengobatan malaria


tertentu, langsung tanyakan pada dokter yang menangani Anda.
Daftar Pustaka

Acharya, et al. (2017). Host–Parasite Interactions in Human Malaria:


Clinical Implications of Basic Research. Frontiers in Microbiology, Doi:
https://doi.org/10.3389/fmicb.2017.00889
Broderick, et al. (2015). Clinical, Geographical, and Temporal Risk
Factors Associated with Presentation and Outcome of Vivax Malaria Imported
into the United Kingdom Over 27 Years: Observational Study. The BMJ, Doi:
10.1136.bmj.h1703
World Health Organization (2018). Fact Sheet. Malaria
World Health Organization (2018). Malaria. Overview Malaria Treatment
Centers For Disease Control and Prevention (2018). Parasites. Malaria
Centers For Disease Control and Prevention (2018). Malaria. How to Choose a
Drug to Prevent Malaria.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2016). Infodatin.
Malaria
Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Malaria
Burke, D. Healthline (2017). Malaria
Lab Tests Online (2015). Malaria
Davis, CP. MedicineNet (2018). Malaria
Herchline, T.E. & Simon, R.Q. Medscape (2019). Malaria.

Anda mungkin juga menyukai