Modul Analisis Data
Modul Analisis Data
ANALISA DATA
1
PENGANTAR ANALISIS DATA
1. Pendahuluan
Setelah kita selesai melakukan pengolahan data, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data. Data mentah (raw data) yang sudah susah payah kita
kumpulkan tidak akan ada artinya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan
kegiatan yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena dengan analisislah data
dapat mempunyai arti/makna yang dapat berguna untuk memecahkan masalah
penelitian.
Analisis mempunyai posisi strategis dalam suatu penelitian. Namun perlu
dimengerti bahwa dengan melakukan analisis tidak dengan sendirinya dapat langsung
memberi jawaban penelitian, untuk itu perlu diketahui bagaimana menginterpretasi
hasil penelitian tersebut. Menginterpretasi berarti kita menjelaskan hasil analisis guna
memperoleh makna/arti.
Interpretasi mempunyai dua bentuk, yaitu arti sempit dan arti luas. Interpretasi
dalam arti sempit (deskriptif) yaitu interpretasi data dilakukan hanya sebatas pada
masalah penelitian yang diteliti berdasarkan data yang dikumpulkan dan diolah untuk
keperluan penelitian tersebut. Sedangkan interpretasi dalam arti luas (analitik) yaitu
interpretasi guna mencari makna data hasil penelitian dengan jalan tidak hanya
menjelaskan/menganalisis data hasil penelitian tersebut, tetapi juga melakukan
inferensi (generalisasi) dari data yang diperoleh dengan teori-teori yang relevan
dengan hasil-hasil penelitian tersebut.
Pada umumnya analisis data bertujuan untuk:
a. Memperoleh gambaran/deskripsi masing-masing variabel
b. Membandingkan dan menguji teori atau konsep dengan informasi yang ditemukan
c. Menemukan adanya konsepbaru dari data yang dikumpulkan
d. Mencari penjelasan apakah konsep baru yang diuji berlaku umum atau hanya
berlaku pada kondisi tertentu
Seberapa jauh analisis suatu penelitian akan dilakukan tergantung dari:
a. Jenis penelitian
b. Jenis sampel
c. Jenis data/variabel
d. Asumsi kenormalan distribusi data
2
a. Jenis Penelitian
Jika ingin mengeahui bagaimana pada umumnya (secara rata-rata) pendapat
masyarakat akan suatu hal tertentu, maka pengumpulan data dilakukan dengan survei.
Dari kasus ini maka dapat dilakukan analisis data dengan pendekatan kuantitatif.
Namun bila kita menginginkan untuk mendapatkan pendapat/gambaran yang
mendalam tentang suatu fenomena, maka data dapat dikumpulkan dengan fokus grup
diskusi atau observasi, maka analisisnya menggunakan pendekatan analisis kualitatif.
b. Jenis Sampel
Analisis sangat tergantung pada jenis sampel yang dibandingkan, apakah
kedua sampel independen atau dependen. Misalnya pada penelitian survei yang tidak
menggunakan sampel yang sama, dapat digunakan uji statistik yang mengasumsikan
sampel yang independen. Misalkan survei untuk mengetahui apakah ada perbedaan
berat badan bayi antara bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu perokok dengan bayi-bayi
dari ibu yang tidak merokok. Disini berarti kelompok ibu perokok dan kelompok ibu
bukan perokok bersifat independen.
Sedangkan untuk penelitian eksperimen yang sifatnya pre dan post (sebelum
dan sesudah adanya perlakuan tertentu dilakukan pengukuran) maka uji yang
digunakan adalah uji statistik untuk data yang dependen. Misalnya, suatu penelitian
ingin mengetahui pengaruh penelitian manajemen terhadap kinerja petugas kesehatan.
Pertanyaan penelitiannya “Apakah ada perbedaan kinerja petugas kesehatan antara
sebelum dan sesudah mendapatkan pelatihan manajemen?”. Dalam penelitian ini
sampel kelompok petugas kesehatan bersifat dependen, karena pada kelompok
(orang) yang sama diukur dua kali yaitu pada saat sebelum pelatihan (pre test) dan
sesudah dilakukan pelatihan (Post Test).
c. Jenis Data/Variabel
Data denganjenis katagori berbeda cara analisisnya dengan data jenis numerik.
Beberapa pengukuran/uji statistik hanya cocok untuk jenis data tertentu. Sebagai
contoh, nilai proporsi/persentase (pada analisis univariat) biasanya cocok untuk
menjelaskan data berjenis katagorik, sedangkan untuk data jenis numerik biasanya
dapat menggunakan nilai rata-rata untuk menjelaskan karakteristiknya. Untuk analisis
hubungan dua variabel (analsis bivariat), uji kai kuadrat hanya dapat dipakai untuk
3
mengetahui hubungan data katagori dengan data katagori. Sebaliknya untuk
mengetahui hubungan numerik dengan numerik digunakan uji korelasi/regresi.
d. Asumsi Kenormalan
Jenis analisis yang akan dilakukan sangat tergantung dari bentuk distribusi
datanya. Bila distribusi datanya tidak normal, maka sebaiknya digunakan prosedur uji
statitik nonparametrik. Sedangkan bila asumsi kenormalan dapat dipenuhi maka dapat
digunakan uji statistik parametrik.
Berikut ini akan dijelaskan langkah-langkah analisis (pendekatan kuantitatif):
1. Analisis Deskriptif (Univariat)
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendiskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis datanya.
Untuk data numerik digunakan nilai mean (rata-rata), median, standard deviasi
dan inter kuartil range, minimal maksimal.
2. Analisis Analitik (Bivariat)
Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel dapat diteruskan analisis
lebih lanjut. Apabila diinginkan analisis hubungan antar dua variabel, maka
analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Misalnya ingin diketahui hubungan
antara berat badan dengan tekanan darah. Untuk mengetahui hubungan dua
variabel tersebut biasanya digunakan pengujian statistik. Jenis uji statistik yang
digunakan sangat tergantung jenis data/variabel yang dihubungkan.
3. Analisis Multivariat
Merupakan analisis yang menghubungkan antara beberapa variabel independen
dengan satu variabel dependen.
4
ANALISIS UNIVARIAT
( DESKTIPTIF)
1). Mean
Mean/average adalah ukuran rata-rata yang merupakan hasil dari jumlah semua
nilai pengukuran dibagioleh banyaknya pengukuran. Secara sederhana
perhitungan nilai mean dapat dituliskan dengan rumus :
X = Σ Xi / n
5
karena itu pada kelompok data yang ada nilai ekstrimnya (sering dikenal dengan
‘distribusi data yang menceng/miring’), Mean tidak dapat mewakili rata-rata
kumpulan nilai pengamatan. Sebagai contoh data yang ada nilai ekstrimnya adalah
data penghasilan. Apabila mean pendapatan perbulan adalah Rp 10.000.000,- ,
sebenarnya sebagian besar orang pendapatannya di bawah Rp 10.000.000,- . Mean
sebesar Rp 10.000.000,- diperoleh karena tarikan sekelompok kecil orang
(misalnya konglomerat) yang pendapatannya sangat tinggi. Dengan demikian
penggunaan mean untuk data yang ada nilai ekstrimnya (data yang distribusinya
menceng) kurang tepat.
Contoh; ada 5 pasien diukur lama hari rawatnya : 1 hr, 3 hr, 4 hr, 2 hr, 90 hr.
Mean = (1+3+4+2+90)/5 = 20 hr.
Dari hasil penghitungan didapatkan rata-rata lama hari rawat 20 hari, hasil ini
tentunya tidak dapat mewakili karena secara visual datanya sebagian besar kurang
dari 5 hari. Keadaan ini bisa terjadi karena kumpulan data di atas ada nilai
ekstrimnya.
2). Median
Median adalah nilai dimana setengah banyaknya pengamatan mempunyai nilai di
bawahnya dan setengahnya lagi mempunyai nilai di atasnya. Berbeda dengan nilai
mean, penghitungan median hanya mempertimbangkan urutan nilai dasil
pengukuran, besar beda antar nilai di abaikan. Karena mengabaikan besar beda,
maka median tidak dipengaruhi oleh nilai ekstrim.
Prosedur penghitungan median melalui langkah
a). Data diurutkan/di-array dari nilai kecil ke besar
b). Hitung posisi median dengan rumus (n+1)/2
c). Hitung nilai mediannya
Contoh ada usia 6 mahasiswa 20 th, 26 th, 24 th, 30 th, 40 th, 36 th
Data diurutkan: 20, 24, 26, 30, 36, 40
Posisi = (6+1)/2 = 3,5
Mediannya adalah data yang urutannya ke 3,5 yaitu (26 + 30)/2 = 28
Jadi 50% mahasiswa berumur dibawah 28 tahun dan 50% mahasiswa berumur di
atas 28 tahun
6
3). Mode/Modus
Mode adalah nilai pengamatan yang mempunyai frekuensi/jumlah terbanyak.
Contoh mode data umur mahasiswa: 18 th, 22 th, 21 th, 20 th, 23th, 20 th.
Dari data tersebut berarti mode-nya adalah 20 tahun
b. Ukuran Variasi
Nilai-nilai hasil pengamatan akan cenderung saling berbeda satu sama lain atau
dengan kata lain hasil pengamatan akan bervariasi. Untuk mengetahui seberapa jauh
data bervariasi digunakan ukuran variasi antara lain range, jarak linier kuartil dan
standard deviasi.
1). Range
Range merupakan ukuran variasi yang paling dasar, dihitung dari selisih nilai
terbesar dengan nilai terkecil. Kelemahan range adalah dipengaruhi nilai ekstrim.
Keuntungan penghitungan dapat dilakukan dengan cepat.
2). Jarak Inter Quartil
Nilai observasi disusun berurutan dari nilai ke cil ke besar, kemudian ditentukan
kuartil bawah dan atas. Kuartil merupakan pembagian data menjadi 4 bagian yang
dibatasi oleh tiga ukuran kuartil, yaitu kuartil I, kuartil II dan kuartil III.
Kuartil I mencakup 25% data berada di bawahnya dan 75% data berada di atasnya.
Kuartil II (median) mencakup 50% data berada di bawahnya dan 50% data berada
di atasnya.
Kuartil III mencakup 75% data berada di bawahnya dan 25% data berada di
atasnya.
7
Jarak inter kuartil adalah selisih anatar kuaril III dan kuaril I. Ukuran ini lebih
baik dari range, terutama kalau frekuensi pengamatan banyak dan distribusi sangat
menyebar.
Semakin besar nilai varian akan semakin bervariasi, karena satuan varian
(kuadrat) yang tidak sama dengan satuan nilai pengamatan, maka dikembangkan
suatu ukuran variasi yang mempunyai satuan yang sama dengan satuan
pengamatan, yaitu Standard Deviasi.
Standard Deviasi merupakan akar dari varian:
Seperti halnya varian, semakin besar SD semakin besar variasinya. Apabila tidak
ada variasi, maka SD=0
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, untuk data numerik digunakan nilai
mean (rata-rata), median, standard deviasi dan inter quartil range, minimal dan
maksimal. Bila data yang terkumpul tidak menunjukkan adanya nilai ekstrim
(distribusi normal), maka perhituungan nilai mean dan standard deviasi merupakan
cara analisis univariat yang tepat. Seddangkan bila dijumpai nilai ekstrim 9 distribusi
data tidak normal), maka nilai nedian dan inter quartil range (IQR) yang lebih tepat
dibandingkan nilai mean.
8
berjenis katagorik, tentunya informasi/peringkasan yang penting disampaikan tidak
mungkin/tidak lazim menggunakan ukuran mean atau median. melainkan informasi
jumlah dan persentase yang disajikan. Untuk ukuran variasi, pada data katagorik
variasi maksimal apabila jumlah antar katagori sama.
Contoh: Kelas A: mahasiswa 50 dan mahasiswi 50
Kelas B: mahasiswa 90 dan mahasiswi 10
Pada kelas A, jenis kelamin mahasiswa bervariasi (heterogen) karena 50% pria dan
50% wanita.
Pada kelas B, jenis kelamin mahasiswa tidak bervariasi (homogen pada pria) karena
pria 90% dan wanita hanya 10%.
a. Data numerik
Tabel 1
Distribusi Umur dan Lama Hari Rawat pasien Rumah sakit X Tahun 1999
Variabel Mean SD Minimal- Maksimal
Median
1. Umur 30,3 10,1 17 – 60
31,1
2. Lama hari rawat 10,1 8,9 2 – 60
7,0
9
b. Data katagorik
Tabel 2
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pasien Rumah sakit X
tahun 1999
Pendidikan Jumlah Persentase
SD 60 60,0
SMP 30 30,0
SMU 10 10,0
Total 100 100,0
10
KASUS :
ANALISIS DESKRIPTIF (UNIVARIAT)
Tujuan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik
digunakan nialai mean (rata-rata), median, standard deviasi dll. Sedangkan untuk data
katagorik tentunya hanya dapat menjelaskan angka/nilai jumlah dan persentase
masing-masing kelompok. Berikut akan dipelajari cara mengeluarkan analisis
deskriptif di SPAA, dimulai untuk variabel katagorik (sebagai latihan digunakan
variabel ‘pendidikan’) dan kemudian dilanjutkan variabel numerik (variabel umur).
a. Data Katagorik
Untuk menampilkan tabulasi data katagorik digunakan tampilan frekuensi.
Sebagai contoh kita akan menampilkan tabel distribusi frekuensi untuk variabel
pendidikan dari file ‘ASI.SAV’.
1. Dari menu utama SPSS pilih ‘Analyze’, kemudian ‘Descriptive Statistic’ dan pilih
‘Frequencies’, sehingga muncul tampilan:
2. Sorot variabel ‘didik’. Klik tanda panah dan masukkan ke kotak “Variable (s)”
11
3. Klik ‘OK’, hasil dapat dilihat di jendela output, seperti sbb:
Frequencies
Statistics
pendidikan formal ibu menyusui
N Valid 50
Missing 0
Kolom ‘Frequency’ menunjukkan jumlah kasus dengan nilai yang sesuai. Pada
contoh di atas, total responden 50 orang, dari jumlah tersebut 10 ibu yang
berpendidikan SD, proporsi dapat dilihat pada kolom ‘Percent’, pada contoh di atas
ada 20% ibu yang berpendidikan SD. Kolom ‘Valid Percent’ memberi hasil yang
sama karena pada data ini tidak ada ’missing cases’. ‘Cumulative Percent’
12
menjelaskan tentang persent kumulatif. Pada contoh di atas ada 42,0% ibu yang
tingkat pendidikannya SD dan SMP. Dalam menginterpretasikan tabel katagorik dapat
dilihat dari variasi dan konsentrasi datanya.
Tabel …
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Di ………… X tahun ….
Pendidikan Jumlah Persentase
SD 10 20,0
SMP 11 22,0
SMU 16 32,0
PT 13 26,0
Total 50 100,0
b. Data Numerik
Pada data numerik, peringkasan data dapat dilakukan dengan melaporkan
ukuran tengah dan sebarannya. Ukuran yang digunakan adalah rata-rata, median dan
modus. Sedangkan ukuran sebarannya (variasi) yang digunakan adalah range,
standard deviasi, minimal dan maksimal. Pada SPSS ada dua cara untuk
mengeluarkan analisis deskriptif yaitu dapat melalaui perintah ‘Frequencies’ atau
perintah ‘Expolre’. Biasanya yang digunakan adalah Frequencies oleh karena ukuran
statistik yang dapat dihasilkan pada menu ‘Frequencies’ sangat lengkap (seperti mean,
median, varian dll), selain itu pada perintah ini juga dapat ditampilkan grafik
13
histogram dan kurve normalnya. Berikut akan dicoba mengeluarkan analisis deskriptif
untuk variabel umur dengan menggunakan perintah frequencies.
1. Aktifkan data “susu.sav”
2. Pilih ‘Analyze’
3. Pilih ‘Descriptive Statistic’
4. Pilih ‘Frequencies’, terlihat kotak frequencies:
5. Sorot variabel yang akan dianalisis, sorot umur, dan klik tanda panah
sehingga umur masuk ke kotak variable (s).
6. Klik tombol option ‘Statistics…’, pilih ukuran yang anda minta misalnya
mean, median, standard seviasi, minimum, maximum, SE.
7. Klik ‘Continue’
8. Klik tombol option ‘Charts’ lalu muncul menu baru dan klik ‘Histogram’, lalu
klik ‘With Normal Curve’
14
9. Klik ‘Continue’
10. Klik ‘OK’, dan pada layar terlihat distribusi frekuensi disertai ukuran statistic
yang diminta dan dibawahnya tampak grafik histogram beserta curve
normalnya.
Frequencies
Statistics
Umur ibu menyusui
N Valid 50
Missing 0
Statistics
Umur ibu menyusui
N Valid 50
Missing 0
Mean 25.10
Std. Error of Mean .686
Median 24.00
Mode 19
Std. Deviation 4.850
Minimum 19
Maximum 35
15
Umur ibu menyusui
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid 19 7 14.0 14.0 14.0
20 3 6.0 6.0 20.0
21 3 6.0 6.0 26.0
22 5 10.0 10.0 36.0
23 5 10.0 10.0 46.0
24 4 8.0 8.0 54.0
25 2 4.0 4.0 58.0
26 5 10.0 10.0 68.0
27 3 6.0 6.0 74.0
30 3 6.0 6.0 80.0
31 3 6.0 6.0 86.0
32 3 6.0 6.0 92.0
34 2 4.0 4.0 96.0
35 2 4.0 4.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Dari hasil di atas, nilai rata-rata dapat dilihat pada baris mean, sedangkan nilai
standard deviasi dapat dilihat pada baris std. Seviation. Pada contoh di atas, rata-rata
16
umur ibu adalah 25,10 tahun, median 24,0 tahun dan standard deviasi 4,85 tahun
dengan umur termuda 19 tahun dan yang tertua 35 tahun. Distribusi frekuensi
ditampilkan menurut umur termuda sampai dengan umur tertua dengan informasi
tentang jumlah dan persentasenya. Bentuk distribusi data dapat diketahui dari grafik
histogram dan kurve normalnya. Dari tampilan grafik dapat dilihat bahwa distribusi
variabel umur berbentuk normal
Dari hasil di atas belum diperoleh informasi estimasi interval yang penting untuk
melakukan estimasi parameter populasi. Bila anda ingin memperoleh estimasi interval
lakukan analisis eksplorasi data dengan perintah ‘Explore’. Adapun caranya sbb:
1. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze’, kemudian pilih submenu
‘descriptive Statistics’, lalu pilih ‘Explore’
2. Isikan kotak ‘Dependent List’ dengan variabel ‘umur’, kotak ‘Factor List’ dan
‘Label Cases By’ biarkan kosong, sehingga tampilannya sbb:
17
4. Klik ‘Continue’
5. Klik ‘OK’, hasilnya dapat dilihat di layar:
Explore
Descriptives
Statistic Std. Error
18
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
umur ibu menyusui .130 50 .035 .920 50 .002
a
. Lilliefors Significance Correction
umur ibu menyusui
umur ibu menyusui Stem-and-Leaf Plot
Frequency Stem & Leaf
7.00 1 . 9999999
20.00 2 . 00011122222333334444
10.00 2 . 5566666777
11.00 3 . 00011122244
2.00 3 . 55
Stem width: 10
Each leaf: 1 case(s)
19
Dari hasil analisis ‘Explore’ terlihat juga nilai mean, median dan mode. Namun yang
paling penting dari tampilan explore munculnya angka estimasi interval. Dari hasil
tersebut kita dapat melakukan estimasi interval dari umur ibu. Kita dapat menghitung
95% confidence interval umur yaitu 23,72 s.d. 26,48. Jadi kita 95% yakin bahwa rata-
rata umur ibu di populasi berada pada selang 23,72 sampai 26,48 tahun.
20
Uji kenormalan data:
Untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal, ada 3 cara untuk mengetahuinya
yaitu:
1. Dilihat dari grafik histogram dan kurve normal, bila bentuknya menyerupai bel
shape, berarti distribusi normal
2. Menggunakan nilai Skewness dan standar errornya, bila nilai Skewness dibagi
standar errornya menghasilkan angka ≤ 2, maka distribusinya normal
3. Uji kolmogorov smirnov, bila hasil uji signifkan (p value > 0,05) maka distribusi
normal. Namun uji kolmogorov sangat sensitif dengan jumlah sampel,
maksudnya : untuk jumlah sampel yang besar uji kolmogorov cenderung
menghasilkan uji yang signifikan (yang artinya bentuk distribusinya tidak normal).
Atas dasar kelemahan ini dianjurkan untuk mengetahui kenormalan data lebih
baik menggunakan angka skewness atau melihat grafik histogram dan kurve
normal
Untuk variabel umur diatas, dilihat dari histogram dan kurve normal terlihat bentuk
yang normal, selain itu hasil dari perbandingan skwness dan standar error didapatkan:
0,547/0,337 =1,62 , hasilnya masih dibawah 2, berarti distribusi normal. Dari hasil
tersebut diatas dengan demikian variabel umur disimpulkan berdistribusi normal.
Hasil analisis didapatkan rata-rata umur ibu adalah 25,10 tahun (95% CI: 23,72 –
26,48), dengan standar deviasi 4,85 tahun. Umujr termuda 19 tahun dan umur tertua
35 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa
rata-rata umur ibu adalah diantara 23,72 sampai dengan 26,48 tahun.
21
ANALISIS BIVARIAT
22
minum Obat B ratarata penurunannya 39 mmHg. Kemudian dilakukan uji statistik dan
hasilnya signifikan/bermakna (p value < alpha), apa yang dapat disimpulkan dari
temuan ini? Secara statistik memang terjadi perbedaan bermakna, namun secara
substansi tidaklah mempunyai perbedaan yang berarti, oleh karena perbedaan mean
penurunan tekanan darah antara obat A dan B hanya 1 mmHg. Dengan hasil ini dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya antara obat A dan B tidak ada perbedaan (sama saja)
kasiatnya.
UJI HIPOTESIS
Pengujian hipotesis dapat berguna untuk membantu pengambilan keputusan
tentang apakah suatu hipotesis yang diajukan, seperti perbesaan atau hubungan, cukup
menyakinkan untuk ditolak atau tidak ditolak. Keyakinan ini didasarkan pada
besarnya peluang untuk memperoleh hubungan tersebut secara kebetulan (by chance).
Semakin kecil peluang tersebut (peluang adanya by chance), semakin besar keyakinan
bahwa hubungan tersebut memang ada.
Sebagai contoh, seorang peneliti masalah imunisasi diminta untuk
memutuskan berdasarkan bukti-bukti hasil percobaan, apakah suatu vaksin baru lebih
baik daripada yang sekarang beraedar di pasaran. Untuk menjawab pertanyaan ini
maka perlu dilakukan pengujian hipotesis. Dengan pengujian hipotesis akan diperoleh
suatu kesimpulan secara probalistik apakah vaksin baru tersebut lebih baik dari yang
sekarang beredar di pasaran atau malah sebaliknya.
Prinsip uji hipotesis adalah melakukan perbandingan antara nilai sampel (data
hasil penelitian) dengan nilai hipotesis (nilai populasi) yang diajukan. Peluang untuk
diterima atau ditolaknya suatu hipotesis tergantung besar kecilnyanya perbedaan
antara nilai sampel dengan nilai hipotesis. Bila perbedaan tersebut cukup besar, maka
peluang untuk menolak hipotesis besar pula, sebaliknya bila perbedaan tersebut kecil,
maka peluang untuk menolak hipotesis menjadi kecil. Jadi, makin besar perbedaan
antara nilai sampel dengan nilai hipotesis, makin besar peluang untuk menolak
hipotesis.
Kesimpulan yang didapat dari hasil pengujian hipotesis ada dua kemungkinan
yaitu menolak hipotesis dan menerima hipotesis (gagal menolak hipotesis). Perlu
dipahami bahwa arti menerima hipotesis sebetulnya kurang tepat, yang tepat adalah
gagal menolak hipotesis. Dalam uji hipotesis bila kesimpulannya menerima hipotesis,
23
bukan berarti bahwa kita telah membuktikan hipotesis tersebut benar, karena benar
atau tidaknya suatui hipotesis hanya dapat dibuktikan dengan mengadakan observasi
pada seluruh populasi, dan hal ini sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk dilakukan.
Jadi menerima hipotesis sebetulnya artinya adalah kita tidak cukup bukti untuk
menolak hipotesis, dengan kata lain dapat diartikan kita gagal menolak hipotesis.
Untuk memperjelas pengertian bahwa “gagal menolak hipotesis berbeda dengan
mengakui kebenaran hipotesis (menerima hipotesis”, kita coba analogkan proses
persidangan kriminal di pengadilan. Seperti dalam sidang pengadilan, kegagalan
membuktikan kesalahan tertuduh bukan berarti si tertudauh tidak bersalah atau
sitertuduh benar. Pengadilan memutuskan bahwa si tertuduh tidak dapat dibuktikan
bersalah, bukan memutuskan tidak bersalah. Dari uraian tersebut sangatlah jelas
bahwa istilah yang tepat dalam kesimpulan uji hipotesis adalah gagal menolak
hiopotesis, dan bukan menerima hipotesis.
3. Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis. Hupo artinya sementara/lemah
kebenarannya dan thesis artinya pernyataan/teopri. Dengan demikian hipotesis berarti
pernyataan yang perlu diuji kebenarannya. Untuk menguji kebenaran sebuah hipotesis
digunakan pengujian yang disebut pengujian hipotesis.
Dalam pengujian hipotesis dijumpai dua jenis hipotesis yaitu hipotesis nol
(Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Berikut akan diuraikan lebih jelas tentang masing-
masing hipotesis tersebut.
a. Hipotesis Nol (Ho).
Hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua
kelompok. Atau hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel
satu dengan variabel lainnya
Contoh:
1) Tidak ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu
yang merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok
2) Tidak ada hubungan antara merokok dengan berat badan bayi
b. Hipotesis Alternatif (Ha)
Hipotesis yang menyatakan ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua
kelompok. Atau hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara variabel satu
dengan variabel lainnya
24
Contoh:
1) Ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang
merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok
2) Ada hubungan antara merokok dengan berat badan bayi
Ho : μA ≠ μB
Ada perbedaan mean tekanan darah antara laki-laki dan perempuan, atau Ada
hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah
25
3. Menentukan Tingkat Kemaknaan (Level of Significance)
Tingkat kemaknaan merupakan kesalahan tipe I suatu uji yang biasanya diberi
notasi ‘α’. Seperti sudah diketahui bahwa tujuan dari pengujian hipotesis adalah untuk
membuat suatu pertimbangan tentang perbedaan antara nilai sampel dengan keadaan
populasi sebagai suatu hipotesis. Langkah selanjutnya setelah ktriteria/batasan yang
digunakan untuk memutuskan apakah hipotesis nol ditolak atau gagal ditolak yang
disebut dengan tingkat kemaknaan (Level of Significance). Tingkat kemaknaan, atau
sering disebut dengan nilai α, merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang
salah dalam menolak hipotesis nol. Atau dengan kata lain, nilai α merupakan batas
toleransi peluang salah dalam menolak hipotesis nol. Dengan kata-kata yang lebih
sederhana, nilai α merupakan batas maksimal kesalahan menolak Ho. Bila kita
menolak Ho berarti menyatakan adanya perbedaan/hubungan. Sehingga nilai α dapat
diartikan pula sebagai batas maksimal kita salah dalam menyatakan adanya perbedaan.
Penentuan nilai α (alpha) tergantung dari tujuan dan kondisi penelitian. Nilai α yang
sering digunakan adalah 10%, 5%, atau 1%. Untuk bidang kesehatan masyarakat
biasanya digunakan nilai α sebesar 5%. Sedangkan untuk pengujian obat-obatan
digunakan batas toleransi kesalahan yang lebih kecil misalnya 1%, karena
mengandung risiko yang fatal. Misalkan seorang peneliti yang akan menentukan
apakah suatu obat bius berkhasiat akan menentukan nilai α yang kecil sekali, peneliti
tersebut tidak akan mau mengambil risiko bahwaketidak berhasilan obat bius besar
karena akan berhubungan dengan nyawa seseorang yang akan dibius.
26
data yang dianalisis, bila jumlah data kecil (<30) cenderung digunakan uji non
parametrik.
27
Menentukan Batas atau Tingkat Kemaknaan (Level og Significance)
Batas/tingkat kemaknaan, sering juga disebut dengan nilai α. Penggunaan nilai
alpha tergantung tujuan penelitian yang dilakukan, untuk bidang kesehatan
masyarakat biasanya menggunakan nilai alpha 5%.
28
Pengertian Nilai P
Nilai p merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah menolak
Ho dari data penelitian. Nilai P dapat diartikan pula sebagai nilai besarnya peluang
hasil penelitian (misal adanya perbedaan mean atau proporsi) terjadi karena faktor
kebetulan (by chance). Harapan kita nilai p adalah sekecil mungkin, sebab bila nilai p-
nya kecil maka kita yakin bahwa adanya perbedaan pada hasil penelitian
menunjukkan pula adanya perbedaan di populasi. Dengan kata lain kalau nilai p-nya
kecil maka perbedaan yang ada pada penelitian terjadi bukan karena faktor kebetulan
(by chance).
Contoh:
Suatu penelitian ingin mengetahui hubungan riwayat hipertensi ibu hamil dengan
berat badan bayi yang dikandungnya. Hasil penelitian melaporkan bahwa rata-rata
berat badan bayi dari ibu hipertensi 200 gram, sedangkan rata-rata berat badan bayi
yang lahir dari ibu yang tidak hipertensi adalah 3000 gram. Perbedaan berat bayi
antara ibu yang hipertensi dengan ibu yang tidak hipertensi sebesar 100 gram.
Pertanyaan yang timbul adalah apakah perbedaan berat badan bayi tersebut juga
berlaku untuk seluruh populasi yang diteliti atau hanya faktor kebetulan saja?. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kemudian dilakukan uji statistik yang tepat yaitu uji t.
Miisalnya dihasilkan nilai p = 0,0110 maka berarti peluang adanya perbedaan berat
bayi sebesar 1000 gram akibat dari faktor kebetulan (by chance) adalah sebesar
0,0110. oleh karena peluangnya sangat kecil (p=0,0110), maka dapat diartikan bahwa
adanya perbedaan tersebut bukan karena faktor kebetulan namun karena memang
karena adanya riwayat hipetensi.
Berikut adalah berbagai uji statistik yang dapat digunakan untuk analisis bivariat
Variabel I Variabel II Jenis uji statistik yang
digunakan
Katagorik ↔ Katagorik - Kai kuadrat
- Fisher Exact
Katagorik ↔ Numerik - Uji T
- ANOVA
Numerik ↔ Numerik - Korelasi
- Regresi
29
ANALISIS BIVARIAT HUBUNGAN
KATAGORIK DENGAN NUMERIK
Uji t
Di bidang kesehatan sering kali kita harus menarik kesimpulan apakah
parameter dua populasi berbeda atau tidak. Misalnya, apakah ada perbedaan tekanan
darah penduduk dewasa orang kota dengan orang desa. Atau, apakah ada perbedaan
berat badan antar sebelum mengikuti program diet dengan sesudahnya. Uji statistik
yang membandingkan mean dua kelompok data ini disebut uji beda dua mean.
Pendekatan ujinya dapat menggunakan pendekatan distribusi Z dan distribusi t ,
sehingga pada uji beda dua mean bisa menggunakan uji Z atau uji t, namun lebih
sering digunakan uji t.
Sebelum kita melakukan uji statistik dua kelompok data, kita perlu
mengetahui apakah dua kelompok data tersebut berasal dari dua kelompok yang
independen atau berasal dari dua kelompok yang dependen/pasangan. Dikatakan
kelompok independen bila data kelompok yang satu tidak tergantung dari kelopok
kedua, misalnya membandingkan mean tekanan darah sistolik orang desa dengan
orang kota. Tekanan darah orang kota independen (tidak tergantung) dengan orang
desa. Dilain pihak, kedua kelompok data dikatakan dependen/pasangan bila kelompok
data yang dibandingkan datanya saling mempunyai ketergantungan, misalnya data
berat badan sebelum dan sesudah mengikuti program diet berasal dari orang yang
sama (data sesudah dependen/tergantung dengan data sebelum).
Berdasarkan karakteristik data tersebut maka uji beda dua mean dibagi dalam
dua kelompok, yaitu: uji beda mean independen (uji T independen) dan uji beda mean
dependen (uji T dependen).
30
c. Variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan katagorik (ket: variabel
katagorik hanya dengan dua kelompok).
Prinsip pengujian dua mean dua mean adalah melihat perbedaan variasi kedua
kelompok data. Oleh karena itu dalam pengujian ini diperlukan informasi apakah
varian kedua kelompok yang diuji sama atau tidak. Bentuk varian kedua kelompok
data akan berpengaruh pada nilai standar error yang akhirnya akan membedakan
rumus pengujiannya.
a. Uji untuk varian sama
Uji beda dua mean dapat dilakukan dengan menggunakan uji Z atau uji T. Uji Z
dapat digunakan bila standar deviasi populasi (σ) diketahui dan jumlah sampel
besar (>30). Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka dilakukan uji .
pada umumnya nilai σ sulit diketahui, sehingga uji beda dua mean biasanya
menggunakan uji T (T Test). Untuk varian yang sama maka bentuk ujinya sbb:
X1 – X2
T=
Sp (1/n1) + (1/n2)
df = n1 – n2 - 2
Ket :
n1 atau n2 = jumlah sampel kelompok 1 atau 2
S1 atau S2 = standar deviasi sampel kelompok 1 atau 2
b. Uji untuk varian berbeda
X1 – X2
T=
(S12/n1) + (S22/n2)
[(S12/n1) + (S22/n2)]2
df =
[(S12/n1)2/(n1-1)] + [(S22/n2)2/(n2-1)]
31
c. Uji homogenitas varian
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui varian antara kelompok data satu
apakah sama dengan kelompok data yang kedua.
S12
F=
S22
d
T=
S_d / n
32
KASUS:
UJI t INDEPENDEN DAN UJI t DEPENDEN
1. Uji t independen
Sebagai contoh kita gunakan data “ASI.SAV” dengan melakukan uji hubungan
perilaku menyusui dengan kadar Hb (misal digunakan variabel Hb1), apakah ada
perbedaan kadar Hb antara ibu yang menyusui eksklusif dengan ibu yang
menyusuinya tidak eksklusif, caranya:
1. Aktifkan/bukalah file data “ASI.SAV”
2. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze”, kemudian pilih sub menu
“Compare Means’, lalu pilih “Independen-Samples T Test”
3. Pada layar tampak kotak yang di dalamnya ada kotak ‘Test variable (s)’I dan
‘Grouping Variable’. Ket: kotak test varibles tempat memasukkan variable
numeriknya, sedangkan kotak grouping variable untuk memasukkan variabel
katagoriknya, ingat jangan sampai terbalik.
4. Klik ‘hb1’ dan msukkan ke kotak ‘Test variable’
5. Klik variabel ‘eksklu’ dan masukkan ke kotak ‘Grouping Variable’.
6. Klik ‘Define Group’, kemudian di layar nampak kotak isian. Anda diminta
mengisi kode variabel ‘menyusui’ ke dalam kedua kotak. Pada contoh ini, kita
tahu bahwa ‘0’ kode untuk yang tidak eksklusif dan kode ‘1’ untuk Yang
eksklusif. Jadi ketiklah 0 pada Group 1” dan 1 pada “Group 2”
33
7. Klik “Continue”
8. Klik “OK” untuk menjalankan prosedur perintahnya, dan hasilnya sbb:
T-Test
Group Statistics
Std. Error
status menyusui asi N Mean Std. Deviation Mean
kadar hb pengukuran tdk EKSKLUSIVE 24 10.421 1.4712 .3003
pertama EKSKLUSIVE 26 10.277 1.3228 .2594
Pada tampilan di atas dapat dilihat nilai rata-rata, standar deviasi dan standar
error kadar Hb ibu untuk masing-masing kelompok. Rata-rata kadar Hb ibu yang
menyusui ekslusif adalah 10,277 gr% dengan standar deviasi 1,322 gr%, sedangkan
untuk ibu yang menyusui non eksklusif, rata-rata kadar Hb-nya adalah 10,421 gr%
dengan standar deviasi 1,471 gr%.
34
Hasil uji T dapat dilihat pada tabel bawah, SPSS akan menampilkan dua uji T,
yaitu uji T dengan asumsi varian kedua kelompok sama (equal variances assumed)
dan uji T dengan asumsi varian kedua kelompok tidak sama (equal variances not
assumed). Untuk, memilih uji mana yang kita pakai, dapat dilihat uji kesamaan varian
melalui uji Levene. Lihat nilai p Levene test, nilai p < alpha (0,05) maka varian
berbeda dan bila nilai p > alpha (0,05) maka varian sama (equal). Pada uji Levene di
atas menghasilkan nilai p = 0,790 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5%,
didapat tidak ada perbedaan varian (varian kedua kelompok sama). Selanjutnya dicari
p value uji t pada bagian varian sama (equal variances) di kolom sig (2 tailed) ,yaitu
sebesar p=0,717 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar Hb antara
ibu yang menyusui eksklusif dengan ibu yang menyusui non eksklusif.
Rata-rata kadar Hb ibu yang menyusui eksklusif adalah 10,277 gr% dengan standar
deviasi 1,322 gr%, sedangkan untuk ibu yang menyusui non eksklusif rata-rata kadar
Hb-nya adalah 10,421 gr% dengan standar deviasi 1,471 gr%. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p=0,717, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang
signifikan rata-rata kadar Hb antara ibu yang menyusui secara eksklusif dengan non
eksklusif.
35
2. Uji T Dependen
Uji T dependen seringkali disebut uji T Paired/Related atau pasangan. Uji T
dependen sering digunakan pada analisis data penelitian eksperimen. Seperti sudah
dijelaskan di depan bahwa disebut kedua sampel bersifat dependen kalau kedua
kelompok sampel yang dibandingkan mempunyai subyek yang sama. Dengan kata
lain disebut dependen bila responden diukur dua kali/diteliti dua kali, sering orang
mengatakan penelitian pre dan post. Misalnya kita ingin membandingkan berat badan
antara sebelum dan sesudah mengikuti program diet.
Untuk contoh ini akan dilakukan uji beda rata-rata kadar Hb antara kadar Hb
pengukuran pertama dengan kadar Hb pengukuran kedua, ingin diketahui apakah ada
perbedaan kadar Hb antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua. Disini
terlihat sampelnya dependen karena orangnya sama diukur dua kali. Adapun
langkahnya:
1. Pastikan anda berada di file “ASI.SAV”, jika belum aktifkan/bukalah file ini.
2. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze”, kemudian pilih sub menu
“Compare Means’, lalu pilih “Paired-Samples T Test”
3. Klik ‘hb1’
4. Klik ‘hb2’
5. Klik tanda panah sehingga kedua variabel masuk kotak sebelah kanan
6. Klik ‘OK’ hasilnya tampak sbb:
36
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean
Pair kadar hb pengukuran 10.346 50 1.3835 .1957
1 pertama
kadar hb pengukuran 10.860 50 1.0558 .1493
kedua
Pada tabel pertama terlihat statistik deskriptif berupa rata-rata dan standar
deviasi kadar Hb antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua. Rata-rata kadar
Hb pada pengukuran pertama (hb1) adalah 10,346 gr% dengan standar deviasi 1,38
gr%. Pada pengukuran kedua (hb2) didapat rata-rata kadar Hb adalah 10,860 gr%
dengan standar deviasi 1,05 gr%.
Uji T berpasangan dilaporkan pada tabel kedua, terlihat nilai mean perbedaan
antara pengukuran pertama dan kedua adalah 0,514 dengan standar deviasi 0,982.
perbedaan ini diuji dengan uji T berpasangan menghasilkan nilai p yang dapat dilihat
pada kolom “Sig (2-tailed)”. Pada contoh di atas didapatkan nilai p=0,001, maka
dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan kadar hb antara pengukuran
pertama dengan pengukuran kedua.
37
Penyajian dan Interpretasi di laporan penelitian:
Dari hasil yang didapat di atas kemudian angka-angka disusun dalam tabel
yang disajikan dalam laporan penelitian. Bentuk penyajian dan interpretasinya sbb:
Tabel …
Distribusi Rata-Rata Kadar Hb Responden Menurut Pengukuran pertama dan
Kedua di …. Th……
Variabel Mean SD SE P value N
Kadar Hb
Pengukuran I 10,346 1,38 0,19 0,001 50
Pengukuran II 10,860 1,05 0,14
Rata-rata kadar Hb pada pengukuran pertama adalah 10,346 gr% dengan standar
deviasi 1,38 gr%. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata kadar Hb adalah 10,860
gr% dengan standar deviasi 1,05 gr%. Terlihat nilai mean perbedaan antara
pengukuran pertama dan kedua adalah 0,514 dengan standar deviasi 0,982. hasil uji
statistik didapatkan nilai 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang
signifikan antara kadar Hb pengukuran pertama dan kedua.
38
ANALISIS HUBUNGAN
KATEGORIK DENGAN NUMERIK
UJI ANOVA
Pada bab terdahulu telah dijelaskan uji beda mean dua kelompok data baik
yang independen maupun dependen. Namun seringkali kita jumpai jumlah kelompok
yang lebih dari dua, misalnya ingin mengetahui perbedaan mean berat badan bayi
untuk daerah Bekasi, Bogor dan Tangerang. Dalam menganalisis data seperti ini (> 2
kelompok) sangat tidak dianjurkan menggunakan uji T. kelemahan menggunakan uji
T adalah; pertama kita melakukan uji berulang kali sesuai kombinasi yang mungkin,
kedua, bila melakukan uji T berulang kali akan meningkatkan (inflasi) nilai α, artinya
akan meningkatkan peluang hasil yang keliru.
Perubahan inflasi α sebesar = 1 – (1-α)n
Untuk mengatasi masalah tersebut maka uji statistik yang dianjurkan (uji yang tepat)
dalam menganalisis beda lebih dari dua mean adalah uji ANOVA atau uji F.
Prinsip uji ANOVA adalah melakukan telaah variabilitas data menjadi dua
sumber variasi yaitu variasi dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok
(between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian
sama dengan 1) maka mean-mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan, sebaliknya
bila hasil perbandingan tersebut menghasilkan lebih dari 1, maka mean yang
dibandingkan menunjuk ada perbedaan.
Analisis varian (ANOVA) mempunyai dua jenis analisi varian satu faktor (one
way) dan analisis faktor (two way). Pada bab ini hanya akan dibahas analisis varian
satu faktor (one way).
Beberapa asumsi yang harus dipenuhi pada uji ANOVA adalah:
1. Varian homogen
2. Sampel/kelompok independen
3. Data berdistribusi normal
4. Jenis data yang dihubungkan adalah : Numerik dengan katagori (untuk katagori
yang lebih dari 2 kelompok.
39
Perhitungan uji ANOVA
Sb2
F= df = k-1 → untuk pembilang
2
Sw n-k → untuk penyebut
Xi - Xj
tij =
Sw2[(1/ni) +(1/nj)]
df = n – k
Dengan level of significance (α) sbb:
α
α* =
(k2)
40
Kasus:
UJI ANOVA
Pada contoh ini aka dicoba dihubungkan antara tingkat pendidikan dengan berat
badan bayi. Variabel pendidikan merupakan variabel katagorik dengan 4 katagori.
Variabel berat bayi berbentuk numerik sehingga uji yang digunakan ANOVA.
Adapun caranya sbb:
1. Aktifkan/bukalah file data “ASI.SAV”
2. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze”, kemudian pilih sub menu
“Compare Means’, lalu pilih “One-Way ANOVA” sesaat akan muncul menu One
Way ANOVA
3. Dari menu One way ANOVA, terlihat bahwa kotak Dependent List dan kotak
Factor perlu diisi variabel. Kotak ‘dependent’ diisi variabel numerik dan kotak
‘factor’ diisi variabel katagoriknya. Pada contoh ini berarti pada kotak Dependen
diisi variabel “bbbayi” pada kotak Factor diisi variabel “Didik”.
41
6. Klik tombol “Post Hoc”, tandai dengan √ pada kotak “Bonferroni”
7. Klik “Continue”
8. Klik “OK”
42
Oneway
Descriptives
berat badan bayi
95% Confidence Interval for
Mean
Std. Std. Lower Upper Bound Minim Maxim
N Mean Deviation Error Bound um um
SD 10 2470.00 249.666 78.951 2291.40 2648.60 2100 2900
SMP 11 2727.27 241.209 72.727 2565.23 2889.32 2100 3000
SMU 16 3431.25 270.108 67.527 3287.32 3575.18 3000 4000
PT 13 3761.54 386.304 107.141 3528.10 3994.98 3000 4100
Total 50 3170.00 584.232 82.623 3003.96 3336.04 2100 4100
ANOVA
berat badan bayi
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 12697038 3 4232345.862 48.334 .000
Within Groups 4027962 46 87564.400
Total 16725000 49
43
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: berat badan bayi
Bonferroni
(I) (J) 95% Confidence Interval
pendidika pendidikan Mean
n formal formal ibu Difference
ibu menyusui (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
SD SMP -257.273 129.294 .315 -613.76 99.21
SMU -961.250* 119.286 .000 -1290.14 -632.36
PT -1291.538* 124.468 .000 -1634.72 -948.36
SMP SD 257.273 129.294 .315 -99.21 613.76
SMU -703.977* 115.902 .000 -1023.54 -384.42
PT -1034.266* 121.228 .000 -1368.51 -700.02
SMU SD 961.250* 119.286 .000 632.36 1290.14
SMP -703.977* 115.902 .000 384.42 1023.54
PT -330.288* 110.492 .027 -634.93 -25.64
PT SD 1291.538* 124.468 .000 948.36 1634.72
SMP 1034.266* 121.228 .000 700.02 1368.51
SMU 330.288* 110.492 .027 25.64 634.93
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Dari print out ini diperoleh rata-rata berat bayi dan standar deviasi masing-masing
kelompok. Rata-rata berat bayi pada mereka yang berpendidikan SD adalah 2470,0
gram dengan standar deviasi 249,6 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMP rata-
rata berat bayinya adalah 2727,2 gram dengan standar deviasi 241,2 gram. Pada
mereka yang berpendidikan SMU rata-rata berat bayinya adalah 3431,2 gram dengan
standar deviasi 270,1 gram. Pada mereka yang berpendidikan PT rata-rata berat
bayinya adalah 3761,5 gram dengan standar deviasi 386,3 gram.
Pada hasil di atas nilai p uji ANOVA dapat diketahui pada kolom “F” dan “Sig”,
terlihat p=0,000 (kalau desimalnya 0, maka penulisannnya menjadi p=0,0005), berarti
pada alpha 5%, dapat disimpulkan ada perbedaan berat bayi diantara keempat jenjang
pendidikan.
Pada Box paling bawah terlihat hasil dari uji ‘Multiple Comparisons Bonferroni”
yang berguna untuk menelusuri lebih lanjut kelompok mana saja yang berhubungan
signifikan. Untuk mengetahui kelompok yang signifikan dapat terlihat dari kolom Sig.
Ternyata kelompok signifikan adalah tingkat pendidikan SD dengan SMU, SD
dengan PT, SMP dengan SMU, SMP dengan PT dan SMU dengan PT.
44
Penyajian dan Interpretasi di laporan Penelitian
Tabel …
Distribusi Rata-Rata berat Bayi Menurut Tingkat pendidikan
Variabel Mean SD 95% CI P value
Pendidikan
- SD 2470,0 249,6 2291,4 – 2648,6 0,0005
- SMP 2727,2 241,2 3565,2 – 2889,3
- SMU 3431,2 270,1 3287,3 – 3575,1
- PT 3761,5 386,3 3528,1 – 3994,9
Rata-rata berat bayi pada mereka yang berpendidikan SD adalah 2470,0 gram
dengan standar deviasi 249,6 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMP rata-rata
berat bayinya adalah 2727,20 gram dengan standar deviasi 241,2 gram. Pada mereka
yang berpendidikan SMU rata-rata berat bayinya adalah 3431,2 gram dengan standar
deviasi 270,1 gram. Pada mereka yang berpendidikan PT rata-rata berat bayinya
adalah 3761,5 gram dengan standar deviasi 386,3 gram.
Hasil uji statistik didapat niali p=0,0005, berarti pada alpha 5% dapat disimpulkan ada
perbedaan berat bayi diantara keempat jenjang pendidikan. Analisis lebih lanjut
membuktikan bahwa kelompok yang berbeda signifikan adalah tingkat pendidikan SD
dengan SMU, SD dengan PT, SMP dengan SMU,SMP dengan PT dan SMU dengan
PT.
45
ANALISIS HUBUNGAN
KATAGORIK DENGAN KATAGORIK
Sebelum berlanjut lebih dalam tentang kai kuadrat terlebih dahulu kita
pahami dengan benar apa itu variabel katagorik. Suatu variabel disebut katagorik
bila isi variabel tersebut terbentuk dari hasil klasifikasi/penggolongan, misalnya
variabel sex, jenis pekerjaan, golongan darah, pendidikan. Di lain pihak variabel
numerik (misalnya berat badan, umur dll) dapat masuk/dapat menjadi variabel
katagorik bila variabel tersebut sudah mengalami pengelompokan. Misalkan kita
ambil satu contoh variabel berat badan, berat badan bila nilainyamasih riil (50 kg, 63
kg dst) maka masih termasuk variabel numerik, namun bila sudah dilakukan
pengelompokan menjadi (<50 kg (kurus), 50-60 kg (sedang) dan > 60 (gemuk) maka
variabel tersebut sudah berjenis katagorik.
46
1. Tujuan Uji kai Kuadrat
Tujuan dari digunakannya uji kai kuadrat adalah untuk untuk menguji
perbedaan proporsi/persentase antara beberapa kelompok data. Dilihat dari segi
datanya uji kai kuadrat dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
katagorik dengan variabel katagorik. Contoh pertanyaan penelitian untuk kasus yang
dapat dipecahkan oleh uji kai kuadrat misalnya:
a. Apakah ada perbedaan kejadian hipertensi antara wanita dan pria. Kasus ii berarti
akan menguji hubungan variabel hipertensi (katagori dengan klasifikasi ya dan
tidak) dengan variabel jenis kelamin (katagori dengan klasisfikasi wanita dan pria)
b. Apakah ada perbedaan kejadian anemia antara ibu yang kondisi soseknya tinggi,
sedang dan rendah. Pada kasus ini akan menguji hubungan variabel anemia
katagori dengan klasifikasi ya dan tidak) dengan variabel Sosek (katagori dengan
klasifikasi rendah, sedang dan tinggi).
(O – E)2
2
X =Σ
E
df = (k-1)(n-1)
ket :
O = nilai observasi
E = nilai ekspektasi (harapan)
k = jumlah kolom
b = jumlah baris
Untuk mempermudah analisis kai kuadrat, nilai data kedua variabel disajikan dalam
bentuk tabel silang:
47
Variabel 1 Variabel 2 Jumlah
Tinggi Rendah
Ya a b a+b
Tidak c d c+d
Jumlah a+c b+d n
a, b, c, d merupakan nilai observasi, sedangkan niali ekspektasi (harapan) masing-
masing sel dicari dengan rumus:
N (ad-bc)2
X2 =
(a+c)(b+d)(a+b)(c+d)
Uji kai kuadrat sangat baik untuk tabel dengan derajat kebebasan (df) yang besar.
Sedangkan khusus untuk tabel 2 x 2 (df-nya adalah 1) sebaiknya digunakan uji kai
kuadrat yang sudah dikoreksi (Yate Corrected atau Yate’s Correction). Formula kai
kuadrat Yate’s Correction adalah sbb:
(|O – E| - 0,5)2
X2 =
E
Atau
N {|ad-bc|2 – (N/2)]2
2
X =
(a+c)(b+d)(a+b)(c+d)
48
3. Keterbatasan Kai Kuadrat
Seperti kita ketahui, uji kai kuadrat menuntut frekuensi harapan/ekspektasi (E)
dalam masing-masing sel tidak boleh terlampau kecil. Jika frekuensi sangat kecil,
penggunaan uji ini mungkin kurang tepat. Oleh karena itu dalam penggunaan kai
kuadrat harus memperhatikan keterbatasanketerbatasan uji ini. Adapun keterbatasan
uji kai kuadrat adalah sbb:
a. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 1.
b. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5, lebih
dari 20% dari jumlah sel.
Jika keterbatasan tersebut terjadi pada saat uji kai kuadrat, peneliti harus
menggabungkan katagori-katagori yang berdekatan dalam rangka memperbesar
frekuensi harapan dari sel-sel tersebut (penggabungan ini dapat dilakukan untuk
analisis tabel silang lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 4 dsb). Penggabungan ini
tentunya diharapkan tidak sampai membuat datanya kehilangan makna.
Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2 x 2 (ini berarti tidak bisa
menggabung katagori-katagorinya lagi), maka dianjurkan menggunakan uji Fisher’s
Exact.
49
Pengkodean Variabel :
Perlu diketahui bahwa dalam mengeluarkan nilai OR dan RR harus hati hati
jangan sampai terjadi kesalahan pengkodean. Pemberian kode harus ada konsistensi
antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk variabel independen,
kelompok yang berisiko/expose diberi kode tinggi (kode 1) dan kode rendah (kode
0)untuk kelompok yang tidak berisiko/non expose. Pada variabel dependennya,
kode tinggi (kode 1) untuk kelompok kasus atau kelompok yang menjadi fokus
pembahasan penelitian dan kode rendah (kode 0) untuk kelompok non kasus atau
yang bukan menjadi fokus penelitian. Sebagai contoh data di atas pengkodeannya
adalah sbb: Ibu tidak bekerja diberi kode 1 dan bekerja kode 0 dan ibu yang menyusui
secara eksklusif diberi kode 1 dan non eksklusif diberi kode 0. Sebetulnya bisa juga
kodenya dibalik, tapi harus
konsisten, misalnya kodenya: tidak bekerja =0, bekerja =1 dan eksklusive =0, tdk
eksklusive =1.
Tabel …
Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan
Pengetahuan
Total
Pendidikan Rendah Tinggi
N % n % n %
SD 25 50,0 25 50,0 50 34,4
SMP 16 40,0 24 60,0 40 27,6
10 33,3 20 66,7 30
SMU 20,7
PT 5 20,0 20 80,0 25 17,3
Jumlah 56 38,7 89 61,3 145 100,0
Pembuatan persentase pada analisis tabel silang harus diperhatikan agar tidak
salah dalam menginterpretasi. Pada jenis penelitian survei/Cross sectional atau Kohort,
pembuatan persentasenya berdasarkan nilai variabel independen. Contoh di atas jenis
penelitiannya Cross Sectional, variabel pendidikan sebagai variabel independen dan
pengetahuan sebagai variabel dependen. Dapat dilihat di tabel persentasenya
berdasarkan masing-masing kelompok tingkat pendidikan (persentase baris). Contoh
di atas dapat di interpretasikan sbb:
50
Dari 50 pasien yang berpendidikan SD, ada sebanyak 25 (50,0%) pasien
mempunyai pengetahuan tinggi. Dari 40 pasien yang berpendidikan SMP, ada
sebanyak 24 (60,0%) yang berpengetahuan tinggi. Dari 30 pasien yang berpendidikan
SMU ada sebanyak 20 (66,7%) yang berpengetahuan tinggi. Dan dari 25 pasien yang
berpendidikan PT, ada sebanyak 20 (80,0%) yang berpengetahuan tinggi. Dari data ini
terlihat ada kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin
tinggi tingkat pengetahuannya.
Pada penelitian yang berjenis kasus kontrol (Case Control) pembuatan persentasenya
berdasarkan variabel dependennya, misalkan terlihat pada tabel berikut:
Tabel …
Distribusi Responden Menurut Kasus kanker paru dan Jenis Kelamin
Kanker Paru
Jenis Total
Kasus Kontrol
Kelamin
N % n % n %
Laki-laki 75 75,0 30 30,0 105 52,5
Perempuan 25 25,0 70 70,0 95 47,5
Jumlah 100 50,0 100 50,0 200 100,0
Interpretasinya:
Dari mereka yang menderita kanker paru, ada sebanyak 75 (75%) responden berjenis
kelamin laki-laki. Sedangkan pada kelompok yang tidak menderita kanker paru, ada
sebanyak (30%) responden yang berjenis kelamin laki-laki.
51
KASUS :
UJI KAI KUADRAT
5. Klik option “Statistics..”, klik pilihan “Chi Square” dan klik pilihan “Risk”
52
6. Klik “Continue”
7. Klik option “Cells”, bawa bagian “Percentages” dan klik “Row”
8. Klik “Continue”
9. Klik “OK” hasilnya tampak sbb:
53
Crosstabs
status pekerjaan ibu * status menyusui asi Crosstabulation
status menyusui asi
Total
tdk
EKSKLUSIVE EKSKLUSIVE
status pekerjaan KERJA Count 17 8 25
ibu % within
status 68.0% 32.0% 100.0%
pekerjaan
ibu
tidak kerja Count 7 18 25
% within
status 28.0% 72.0% 100.0%
pekerjaan
ibu
Total Count 24 26 50
% within
status 48.0% 52.0% 100.0%
pekerjaan
ibu
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 8.013b 1 .005
Continuity Correctiona 6.490 1 .011
Likelihood Ratio 8.244 1 .004
Fisher's Exact Test .010 .005
Linear-by-Linear 7.853 1 .005
Association
N of Valid Cases 50
54
Risk Estimate
95% Confidence
Value Interval
Lower Upper
Odds Ratio for status
pekerjaan ibu (TIDAK 5.464 1.627 18.357
KERJA / KERJA)
For cohort status
menyusui asi = YA 2.250 1.209 4.189
EKSKLUSIVE
For cohort status
menyusui asi = .412 .208 .816
TIDAK EKSKLUS
N of Valid Cases 50
Pada hasil di atas tertampil tabel silang antara pekerjaan dengan pola
menyusui, dengan angka di masing-masing selnya. Angka yang paling atas adalah
jumlah kasus masing-masing sel, angka kedua adalah persentase menurut baris (data
yang kita analisis “ASI.SAV, berasal dari penelitian Cross Sectional sehingga persen
yang ditampilkan adalah persentase baris, namun bila jenis penelitiannya Case
Control angka persentase yang digunakan adalah persentase kolom.
Dari analisis data di atas maka interpretasinya:
Ada sebanyak 18 (72,0%) ibu yang tidak bekerja menyusui bayi secara
eksklusif. Sedangkan diantara ibu yang bekerja, ada 8 (32,0%) yang menyusui secara
eksklusif. Hasil uji Chi Square dapat dilihat pada kotak “Chi Square Test”. Dari print
out muncul dengan beberapa bentuk/angka sehingga menimbulkan pertanyaan,
“Angka yang mana yang kita pakai?”, apakah Pearson, Continuity Correction,
Likelihood atau Fisher?”
Aturan yang berlaku pada Chi Square adalah sbb:
a. Bila pada 2 x 2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah “Fisher’s Exact Test”
b. Bila tabel 2 x 2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai sebaiknya
“Continuity Correction (a)”
c. Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dsb, maka digunakan uji
“Pearson Chi Square”
d. Uji “Likelihood Ratio” dan “Linear-by-Linear Assciation”, biasanya digunakan
untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisis stratifikasi pada bidang
55
epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier dua variable katagorik,
sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.
Untuk mengetahui adanya nilai E kurang dari 5, dapat dilihat pada footnote b dibawah
kotak Chi-Square Test, dan tertulis diatas nilainya 0 cell (0 %) berarti pada tabel
silang diatas tidak ditemukan ada nilai E < 5
Dengan demikian kita menggunakan uji Chi Square yang sudah dilakukan
koreksi (Continuity Correction) dengan p value dapat dilihat pada kolom “Asymp.
Sig” dan terlihat p valuenya = 0,011. berarti kesimpulannya ada perbedaan perilaku
menyusui eksklusif antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dengan
kata lain dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status pekerjaan dengan perilaku
menyusui eksklusif.
Uji Chi square hanya dapat digunakan untuk mengetahuiada/tidaknya
hubungan dua variabel, sehingga uji ini tidak dapat untuk mengetahui
derajat/kekuatan hubungan dua variabel. Untuk mengetahui besar/kekuatan hubungan
banyak metodenya tergantung latar belakangdisiplin keilmuannya, misal untuk ilmu
sosial dengan melihat koefisien Phi, koefisien Contingency dan cramer’s V.
sedangkan untuk bidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat digunakan nilai
OR atau RR. Nilai OR digunakan untuk jenis penelitian Cross Sectional dan Case
Control, sedangkan nilai RR digunakan bila jenis penelitiannya Kohort.
Pada hasil di atas nilai OR terdapat pada baris Odds ratio yaitu 5,464 (95% CI:
1,627 – 18,357). Sedangkan nilai RR terlihat dari baris For Cohort yaitu bearnya
2,250 (95% CI: 1,209 – 4,189). Pada data ini berasal dari penelitian Cross Sectional
maka kita dapat menginterpretasikan nialai OR=5,464 sbb: Ibu yang tidak bekerja
mempunyai peluang 5,46 kali untuk menyusui eksklusif dibandingkan ibu yang
bekerja.. Pada perintah Crosstab nilai OR akan keluar bila tabel silang 2 x 2, bila tabel
silang lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 4 x 2 dsb, maka nilai OR dapat diperoleh
dengan analisis regresi logistik sederhana dengan cara membuat “Dummy variable”
56
Penyajian dan Interpretasi di Laporan Penelitian:
Tabel …
Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan dan Perilaku menyusui
Menyusui Total
Jenis OR P
Tdk Eksklusif Eksklusif
Pekerjaan (95% CI) value
n % n % n %
Bekerja 17 68,0 8 32,0 25 100 5,464 0,011
Tdk Bekerja 7 28,0 18 72,0 25 100 1,6 – 18,3
Jumlah 26 52,0 24 48,0 50 100
Hasil analisis hubungan antara status pekerjaan dengan perilaku menyusui eksklusif
diperoleh bahwa ada sebanyak 8 (32%) ibu yang bekerja menyusui bayi secara
eksklusif. Sedangkan diantara ibu yang tidak bekerja, ada 18 (72,0%) yang menyusui
secara eksklusif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,011 maka dapat disimpulkan
ada perbedaan proporsi kejadian menyusui eksklusif antara ibu tidak bekerja dengan
ibu yang bekerja (ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan perilaku
menyusui). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=5,464, artinya ibu tidak bekerja
mempunyai peluang 5,46 kali untuk menyusui eksklusif dibanding ibu yang bekerja.
57
ANALISIS HUBUNGAN
NUMERIK DENGAN NUMERIK
Seringkali dalam suatu penelitian kita ingin mengetahui hubungan antara dua
variabel yang berjenis numerik, misalnya huubungan berat badan dengan tekanan
darah, hubungan umur dengan kadar Hb, dsb. Hubungan antara dua variabel numerik
dapat dihasilkan dua jenis, yaitu derajat/keeratan hubungan, digunakan korelasi.
Sedangkan bila ingin mengetahui bentuk hubungan antara dua variabel digunakan
analisis regresi linier.
1. Korelasi
Korelasi di samping dapat untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan,
korelasi dapat juga untuk mengetahui arah hubungan dua variabel numerik. Misalnya,
apakah huubungan berat badan dan tekanan darah mempunyai derajat yang kuat atau
lemah, dan juga apakah kedua variabel tersebut berpola positif atau negatif.
Secara sederhana atau secara visual hubungan dua variabel dapat dilihat dari
diagram tebar/pencar (Scatter Plot). Diagram tebar adalah grafik yang menunjukkan
titik-titik perpotongan nilai data dari dua variabel (X dan Y). Pada umumnya dalam
grafik, variabel independen (X) diletakkan pada garis horizontal sedangkan variabel
dependen (Y) pada garis vertikal.
Dari diagram tebar dapat diperoleh informasi tentang pola hubungan antara
dua variabel X dan Y. selain memberi informasi pola hubungan dari kedua variabel
diagram tebar juga dapat menggambarkan keeratan hubungan dari kedua variabel
tersebut.
58
disimbolkan dengan r (huruf r kecil).
Koefisien korelasi (r) dapat diperoleh dari formula berikut:
Nilai korelasi (r) berkisar 0 s.d. 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya antara –1
s.d. +1.
r = 0 → tidak ada hubungan linier
r = -1 → hubungan linier negatif sempurna
r = +1 → hubungan linier positif sempurna
Hubungan dua variabel dapat berpola positif maupun negatif. Hubungan
positif terjadi bila kenaikan satu diikuti kenaikan variabel yang lain, misalnya
semakin bertambah berat badannya (semakin gemuk) semakin tinggi tekanan
darahnya. Sedangkan hubungan negatif dapat terjadi bila kenaikan satu variabel
diikuti penurunan variabel yang lain, misalnya semakin bertambah umur (semakin
tua) semakin rendah kadar Hb-nya.
Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam
4 area, yaitu:
r = 0,00 – 0,25 → tidak ada hubungan/hubungan lemah
r = 0,26 – 0,50 → hubungan sedang
r = 0,51 – 0,75 → hubungan kuat
r = 0,76 – 1,00 → hubungan sangat kuat / sempurna
59
Uji Hipotesis
Koefisien korelasi yang telah dihasilkan merupakan langkah pertama untuk
menjelaskan derajat hubungan derajat hubungan linier anatara dua variabel.
Selanjutnya perlu dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah hubungan antara
dua variabelteradi secara signifikan atau hanya karena faktor kebetulan dari random
sample (by chance). Uji hipotesis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama:
membandingkan nilai r hitung dengan r tabel, kedua: menggunakan pengujian dengan
pendekatan distribusi t. Pada modul ini kita gunakan pendekatan distribusi t, dengan
formula:
n–2
t=r
1 – r2
df = n – 2
n = jumlah sampel
Y = a + bx
60
Persamaan di atas merupakan model deterministik yang secara sempurna/tepat dapat
digunakan hanya untuk peristiwa alam, misalnya hukum gravitasi bumi, yang
ditemukan oleh Issac Newton adalah contoh model deterministik. Variabel kecepatan
benda jatuh (variabel dependen) pada keadaan yang ideal adalah fungsi matematik
sempurna (bebas dari kesalahan) dari variabel independen berat beda dan gaya
gravitasi.
Contoh lain misalnya hubungan antar suhu Fahrenheit dengan suhu Celcius dapat
dibuat persamaan Y = 32 + 9/5X. variabel suhu Fahrenheit (Y) dapat
dihitung/diprediksi secara sempurna/tepat (bebas kesalahan) bila suhu celsius (X)
diketahui.
Ketika berhadapan pada kondisis ilmu sosial, hubungan antar variabel ada
kemungkinan kesalahan/penyimpangan (tidak eksak), aretinya untuk beberapa nilai X
yang sama kemungkinan diperoleh nilai Y yang berbeda. Misalnya hubungan berat
badan dengan tekanan darah, tidak setiap orang yang berat badannya sama memiliki
tekanan darah yang sama. Oleh karena hubungan X
Y = a + bx + e
dan Y pada ilmu sosial/kesehatan masyarakat tidaklah eksak, maka persamaan garis
yang dibentuk menjadi:
Y = Variabel Dependen
X = Variabel Independen
a = Intercept, perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = 0
b = Slope, perkiraan besarnya perubahan nialia variabel Y bila nilai variabel X
berubah satu unit pengukuran
e = nilai kesalahan (error) yaitu selisih antara niali Y individual yang teramati
dengan nilai Y yang sesungguhnya pada titik X tertentu
ΣXY – (ΣXΣY)/n
b= a = Y - bX
ΣX2 – (ΣX)2/n
61
Kesalahan Standar Estimasi (Standard Error of Estimate/Se)
Besarnya kesalahan standar estimasi (Se) menunjukkan ketepatan persamaan estimasi
untuk menjelaskan nilai variabel dependen yang sesungguhnya. Semakin kecil nilai
Se, makin tinggi ketepatan persamaan estimasi yang dihasilkan untuk menjelaskan
niali variabel dependen yang sesungguhnya. Dansebaliknya, semakin besar nilai Se,
makin rendah ketepatan persamaan estimasi yang dihasilkan untuk menjelaskan nilai
variabel dependen yang sesungguhnya. Untuk mengetahhui besarnya Se dapat
dihitung melalui formula sbb:
62
KASUS :
KORELASI DAN REGRESI
Sebagai contoh kita akan melakukan analisis korelasi dan regresi
menggunakan data ‘ASI.SAV’ dengan mengambil variabel yang bersifat numerik
yaitu umur dengan kadar Hb (diambil Hb pengukuran pertama: Hb1).
A. Korelasi
Untuk mengeluarkan uji korelasi langkahnya adalah sbb:
1. Aktifkan data ‘ASI.SAV’
2. Dari menu utama SPSS, klik ‘Analyze’, kemudian pilih ‘Correlate’, dan lalu pilih
‘Bivariate’, dan muncullah menu Bivariate Correlations:
3. Sorot variabel ‘Umur dan Hb1, lalu masukkan ke kotak sebelah kanan ‘variables’.
4. Klik ‘OK” dan terlihat hasilnya sbb:
Correlations
Correlations
berat berat
badan ibu badan bayi
berat badan ibu Pearson Correlation 1 .684**
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50
berat badan bayi Pearson Correlation .684** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
63
Tampilan analisis korelasi berupa matrik antar variabel yang di korelasi,
informasi yang muncul terdapat tiga baris, baris pertama berisi nilai korelasi (r), baris
kedua menapilkan nilai p (P value), dan baris ketiga menampilkan N (jumlah data).
Pada hasil di atas diperoleh nilai r = 0,684 dan nilai p = 0,0005. Kesimpulan dari hasil
tersebut: hubungan berat badan ibu dengan berat badan bayi menunjukkan hubungan
yang kuat dan berpola positif artinya semakin bertambah berat badannya semakin
tinggi berat bayinya. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan
antara berat badan ibu dengan berat badan bayi (p = 0,0005).
64
6. Klik ‘OK’, dan hasilnya sbb:
Regression
Model Summary
Model R R Square Adjusted Std. Error of
R Square the Estimate
1 .684a .468 .456 430.715
a. Predictors: (Constant), berat badan ibu
ANOVAb
Model Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
1 Regression 7820262 1 7820261.965 42.154 .000a
Residual 8904738 48 185515.376
Total 16725000 49
a. Predictors: (Constant), berat badan ibu
b. Dependent Variable: berat badan bayi’
65
Coefficientsa
Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta
1 (Constant) 657.929 391.676 1.680 .099
berat badan ibu 44.383 6.836 .684 6.493 .000
a. Dependent Variable: berat badan bayi
Dari hasil di atas dapat diinterpretasikan dengan mengkaji nilai-nilai yang penting
dalam regresi linier diantaranya: koefisien determinasi, persamaan garis dan p value.
Nilai koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai R Square (anda dapat lihat pada
tabel ‘Model Summary’) yaitu besarnya 0,468 artinya, persamaan garis regresi yang
kita peroleh dapat menerangkan 46,8% variasi berat badan bayi atau persamaan garis
yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan variabel berat badan bayi. Selanjutnya
pada tabel ANOVAb, diperoleh nilai p (di kolom Sig) sebesar 0,0005, berarti pada
alpha 5% kita dapat menyimpulkan bahwa regresi sederhana cocok (fit) dengan data
yang ada persamaan garis regresi dapat dilihat pada tabel ‘Coefficienta’ yaitu pada
kolom B. Dari hasil diatas didapat nilai konstant (nilai ini merupakan nilai intercept
atau nilai a) sebesar 657,93 dan nilai b = 44,38, sehingga persamaan regresinya:
Y = a + bX
Berat badan bayi = 657,93 + 44,38(berat badan ibu)
Dengan persamaan tersebut, berat badan bayi dapat diperkirakan jika kita tahu nilai
berat badan ibu. Uji uji statistik untuk koefisien regresi dapat dilihat pada kolom Sig
T, dan menghasilkan nilai p=0,0005. Jadi pada alpha 5% kita menolak hipotesis nol,
berarti ada hubngan linier antara berat badan ibu dengan berat badan bayi. Dari nilai
b=44,38 berarti bahwa variabel berat badan bayi akan bertambah sebesar 44,38 gr bila
berat badan ibu bertambah setiap satu kilogram.
66
Hubungan berat badan ibu dengan berat badan bayi menunjukkan hubungan kuat
(r=0,684) dan berpola positif artinya semakin bertambah berat badan ibu semakin
besar berat badan bayinya. Nilai koefisien dengan determinasi 0,468 artinya,
persamaan garis regresi yang kita peroleh dapat menerangkan 46,8,6% variasi berat
badan bayi atau persamaan garis yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan
variabel berat badan bayi. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan
antara berat badan ibu dengan berat badan bayi (p=0,005).
67
7. Untuk mengeluarkan garisnya, klik grafiknya 2 kali
8. klik’Chart’
9. pada kotak ‘Fit Line, Klik Total
10. klik ‘OK’ maka muncul garis regresi
68