Agama Hindu lahir diperkirakan 1.500 SM di tanah india. Agama ini merupakan agama tertua yang
memiliki konsep ketuhanan yang kompleks. Namun, agama Hindu sering dianggap sebagai agama yang
polytheisme yang menyembah banyak dewa. Tiga dewa utama atau trimurti yang mereka percayai, yaitu
Dewa Siwa (Dewa Penghancur), Dewa Brahma (Dewa Pencipta) dan Dewa Wisnu (Dewa Pemelihara).
Agama Hindu yang dibawa Bangsa Arya membagi masyarakat dalam kelas-kelas sosial. Kasta tertinggi,
yaitu brahmana atau golongan pendeta. Kasta berikutnya, yaitu ksatria atau golongan raja, bangsawan,
prajurit. Kasta berikutnya, waisya atau golongan pedagang. Lalu, kasta sudra, yaitu petani.
Zaman ini di mulai ketika bangsa Arya berada di Punjab di lembah sungai Shindu, sekitar
2500 – 1500 SM, setelah mendesak bangsa Dravida ke sebelah selatan sampai ke dataran
tinggi Dekkan. Bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi.
Mereka menyembah dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa, dan sebaginya.
Dewa tertinggi yang mereka anggap sebagai penguasa alam semesta mereka
sebut Trimurti, yang terdiri dari: Brahma (pencipta alam), Wisnu (pemelihara alam), dan
Siwa (dewa perusak alam dan kematian). Walaupun banyak, semua merupakan manifestasi
dan perwujudan Tuhan Yang Maha Esa (disebut Brahman). Jadi agama Hindu adalah
agama monoteistis, bukan politeistis.
Kitab suci Weda, kitab suci agama hindu, muncul pada zaman ini. Weda termasuk dalam
golongan Sruti, secara harfiah berarti “yang didengar”, karena umat hindu meyakini isi Weda
sebagai kumpulan wahyu dari Brahman (Tuhan).
Pada zaman ini pula masyarakat dibagi menjadi empat kasta yaitu Brahmana (pendeta dan
ulama), satria (raja, bangsawan, panglima, dan tentara), Vaisya (pedagang, petani, dan
nelayan), Sudra (para pelayan dari semua golongan diatasnya). Ada pula orang-orang yang
dianggap berada di luar kasta, yaitu golongan Paria (pengemis dan gelandangan).
Pada zaman ini, kekuasaan kaum Brahmana amat besar dalam kehidupan keagamaan.
Merekalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para dewa. Pada zaman ini pula
mulai disusun tata cara upacara beragama yang teratur dalam apa yang kemudian
disebut Kitab Brahmana. Weda menjadi pedoman penyusun tat cara upacara agama ini.
Pada zaman ini, yang dipentingkan tidak hanya upacara dan sesaji saja, tetapi lebih dari itu
pengetahuan batin yang lebih tinggi. Zaman ini adalah zaman pengembangan dan
penyusunan falsafah agama, yaitu zaman orang berfilsafat atas dasar Weda.
Zaman ini dimulai ketika putra raja Sudhodana yang bernama Sidharta menafsirkan Weda
dari sudut logika dan mengembangkan sistem Yoga dan Semadhi, sebagai jalan utuk
mendekatkan diri kepada Tuhan.
2. Agama Budha
Sekitar abad ke-6, Agama Hindu di India mengalami penurunan. Disaat itulah kemudian muncul
agama Budha yang disiarkan oleh Siddharta Gautama. Agama ini memiliki satu kitab suci yang
dinamakan sebagai kitab Tripitaka yang berarti tiga keranjang atau tiga himpunan nikmat.
a. Aryastyani, yakni empat kebenaran utama dan delapan jalan tengah (Astavida).
b. Pratityasamudpada artinya rantai sebab akibat yang terdiri atas dua belas rantai dan
masing-masing merupakan sebab dari hal berikutnya.
Agama Buddha berkembang pesat di India pada masa Wangsa Maurya di bawah Raja
Ashoka. Kemudian untuk menghormati sang Budha, Raja Ashoka membuat monumen
sebeagai berikut:
Menurut para ahli sejarah, cara masuk dan proses penyebaran agama Hindu-Budha di
Indonesia terbagi menjadi 2, yaitu:
Masyarakat Nusantara belajar langsung ke India dan China untuk mempelajari agama
tersebut secara mendalam kemudian kembali ke Nusantara sebagai penyebar agama
tersebut.
Dari 2 cara tersebut Squad, muncul 5 teori tentang masuknya agama Hindu-Buddha. 3
untuk yang berperan pasif dan 2 untuk yang berperan aktif. Berikut ini adalah teori-
teorinya:
Teori masuknya Hindu-Buddha Banyak teori dan opini yang diberikan para ahli sejarah tentang
masuknya agama Hindu- Buddha ke Nusantara. Berikut beberapa teori masuknya Hindu-Buddha ke
Nusantara:
1. Teori Brahmana
Teori Brahmana diungkap oleh J.C Van Leur. Dia menyatakan bahwa agama dan kebudayaan
Hindu-Buddha yang datang ke Nusantara dibawa oleh golongan Brahmana. Golongan Brahmana
adalah golongan agama. Mereka sengaja diundang oleh penguasa waktu itu. Ini didasarkan pada
pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan bercorak Hindu-Buddha. Terutama pada
prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Di India bahasa
Sansakerta hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan dan hanya golongan
Brahmana yang mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut.
2. Teori Kesatria
Dalam teori kesatria menyatakan jika masuk agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Nusantara
dibawa oleh kasta ksatri. Karena sekitar abad ke-4 hingga abad ke-6 di India sering terjadi
peperangan. Sehingga kasta ksatria yang terdiri dari kaum bangsawan ada yang mengalami
kekalahan, kemudian melarikan diri mencari daerah baru hingga ke Nusantara. Teori Kesatrian ini
dikemukan oleh sejarawan C.C Berg.
3. Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh Prof. Dr. N. J. Krom. Dia mengatakan jika proses masuknya
kebudayaan Hindu-Buddha melalui hubungan dagang antara India dan Nusantara. Kaum Waisya
yang berdagang ke Nusantara mengikuti angin musim. Jika angin musim tidak memungkinkan akan
kembali. Saat tiba di Nusantara biasanya mereka menetap sementara waktu, sekitar enam bulan.
Selama menetap, mereka memanfaatkan untuk menyebarkan kebudayaan Hindu-Buddha. Baca
juga: Biografi Siddharta Gautama, Pendiri dan Penyebar Agama Buddha
Dalam teori arus balik ini menyatakan banyak orang Nusantara yang sengaja datang ke India untuk
berziarah dan belajar agama Hindu-Buddha. Setelah kembali ke Nusantara mereka menyebarkan
ajaran Hindu-Buddha ke masyarakat. Teori ini dikemukakan oleh F.D.K. Bosch. Teori arus balik di
dukung dengan pendapat Van Leur. Menurutnya orang-orang Nusantara memiliki peran dalam
proses masuknya kebudayaan India. Mereka penasaran dengan kebudayaan tersebut. Di sana,
mereka menetap selama beberapa waktu dan kemudian kembali pulang ke Nusantara
Pengaruh Hindu-Budha mengantarkan masyarakat Indonesia kepada budaya tulis atau zaman
sejarah. Budaya tulis itu menggunakan Bahasa sansekerta dengan huruf Pallawa atau jenis tulisan
yang digunakan di bagian selatan India. Dalam perkembangannya, huruf Pallawa menjadi dasar
dari huruf-huruf lain di Indonesia seperti huruf Kawi, Jawa Kuno, Bali Kuno, Lampung, Batak, dan
Bugis-Makasar.
2. Seni Bangunan
Pengaruh Hindu-Budha secara fisik paling jelas tampak pada bangunan candi. Dimana,
candi merupakan bangunan yang paling banyak didirikan pada masa pengaruh
kebudayaan Hindu-Budha. Candi memiliki arti atau bentuk bangunan beragam misalnya
candi yang berfungsi sebagai tempat peribadatan dan makam, candi pemandian suci
(parthirtan).
Candi terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki bandi (bhurloka, alam dunia fana), tubuh candi
(bhurwaloka, alam pembersihan jiwa), dan puncak candi (swarloka, alam jiwa suci).
Namun, karena ciri akulturasi adalah dengan mempertahankan kekhasan budaya asalnya,
maka terdapat perbedaan arsitektur yang cukup mencolok, salah satunya candi yang
berada di kawasan Jawa Tengah dengan yang ada ada di Jawa Timur. Adapun perbedaan
dari candi-candi tersebut antara lain :
Candi di Jawa Tengah, berbentuk tambun dengan hiasan kalamakara (wajah
raksasa) di atas gerbang pintu masuk. Puncak candi berbentuk stupa, dengan
bahan utama batu andesit. Pada umumnya, candi ini akan menghadap kea rah
timur.
Candi di Jawa Timur, berbentuk lebih ramping, dengan hiasan kala di atas gerbang
lebih sederhana daripada kalamakara. Puncak candi berbentuk kubus, dengan
bahan utama batu bata. Umumnya, candi yang berada di Jawa Timur ini
menghadap kearah barat.
3. Kesusasteraan
Pengaruh akulturasi budaya ini paling jelas tampak pada upaya adaptasi yang dilakukan
oleh sejumlah pujangga seperti Mpu Kanwa, Mpu Sedah, Mpu Dharmaja, dan Mpu
Panuluh. Mereka melakukan adaptasi terhadap epic Mahabharata dan Ramayana
disesuaikan dengan kondisi pada masa itu.
5. Sistem Pemerintahan