Kisah Fatimah Binti Ubaidillah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 2

Keputrian SMAN 27 Bandung, Jum’at 26 Pebruari 2021

Fatimah binti Ubaidillah, Ibunda Imam Syafi’i


(Sirah Shahabiyah)

(Materi Keputrian SMAN 27 Bandung, Jum’at 26 Pebruari 2021)

Siapa yang tak kenal Imam Syafi’i? Ketokohan dan kepakaran Imam Syafi’i tersohor di
seluruh dunia. Ia adalah pendiri mazhab fikih dan ahli di segala bidang keilmuan. Karya-karyanya
diakui dan menjadi rujukan utama. Kehebatan sang tokoh tak terlepas dari peran ibunda, Fatimah
binti Ubaidillah Azdiyah. Nasab ke suku Al-Azd di Yaman, seperti dikuatkan oleh Al-Baihaqi.
Sedangkan menurut sejarawan lain, Fatimah adalah Ahlul Bait. Keturunan Rasulullah saw. dari
jalur Ubaidillah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib.
Fatimah binti Ubaidillah adalah madrasah pertama bagi Syafi’i. Sejak berumur dua tahun,
Fatimah terpaksa harus membesarkan buah hatinya itu sendirian. Ini lantaran sang suaminya yaitu
Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’I meninggal di Gaza. Fatimah dikenal cerdas, Ia adalah sosok
yang tegar dan tidak pernah mengeluh. Ketika suaminya wafat, tak sedikit pun harta ia warisi.
Dengan kondisi serba kekurangan, ia berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi anak semata
wayangnya itu. Keinginannya hanya satu, kelak buah hatinya tersebut menjadi figur hebat dan
bermanfaat bagi semua.
Mereka pun berpindah ke Makkah. Kota suci itu dipilih agar Fatimah bisa mempertemukan
Syafi’i dengan keluarga besarnya dari Suku Quraisy. Syafi’i menuturkan, langkah ini ditempuh
ibundanya karena ia khawatir hidup Syafi’i sia-sia. “Ibuku ingin agar aku seperti keluarga di
Makkah. Ibuku takut aku kehilangan nama besar keluargaku bila tetap tinggal dan besar di luar
Makkah.”
Tak hanya itu, Fatimah ingin anaknya belajar bahasa Arab langsung dari Suku Hudzail.
Konon kabilah ini terkenal dengan kefasihan bahasa, ajaran ini kelak membekas. Imam Syafi’i
bukan hanya dikenal sebagai ahli fikih, melainkan pakar seni sastra dengan kumpulan puisi
gubahannya. Imam Asymal (pakar bahasa Arab) berkata, “Aku membaca syair-syair dari Suku
Hudzail di depan pemuda dari Quraisy yang bernama Muhammad bin Idris (nama Imam Syafi’i).”

Miskin
Di Makkah, Fatimah tinggal bersama Syafi’i kecil di Kampung Al-Khaif. Nasab boleh
tinggi dan terhormat, tetapi taraf ekonomi mereka di level bawah. Syafi’i menuturkan sendiri
tentang kondisi ibunya yang serba kekurangan..
“Aku tumbuh sebagai seorang anak yatim di bawah asuhan ibuku, dan tidak ada harta pada beliau
yang bisa diberikan kepada guruku. Ketika itu guruku merasa lega apabila aku menggantikannya
saat dia pergi,” kenangnya.
Namun, kemiskinan tidak pernah membuat Syafi’i minder. Apalagi patah semangat.
Karena sang ibunda selalu berada di sampingnya. Mendoakan, mendampingi, serta memberi

Keputrian SMA Negeri 27 Bandung


Keputrian SMAN 27 Bandung, Jum’at 26 Pebruari 2021

semangat. Imam Syafi’i berkata, “Tidak akan berhasil orang yang menuntut ilmu, kecuali
menuntutnya dalam keadaan susah.”
Dari kondisi ini, Fatimah mengajarkan agar anaknya kelak memahami perasaan dan
kehidupan masyarakat miskin. Beruntung, Syafi’i dikaruniai kecerdasan otak, Anugerah ini
dimaksimalkan Fatimah. Ia paham betul bahwa daya tangkap anaknya itu sangat luar biasa. Ia juga
turun langsung mengajar dan membimbing hafalan Al-Qur’an buah hatinya itu. Syafi’i sukses
menghafal Al Qur’an di usia tujuh tahun. Kemudian, agar lebih berkualitas, Fatimah mengajak
anaknya menyetor hafalannya ke Syekh Ismail Qusthanthin di Makkah, belajar tafsir dari
Abdullah bin Abbas. Setelah itu, Imam Syafi’i mulai menghafal hadis-hadis Rasulullah SAW.
Dedikasi dan kedisiplinan Fatimah mencetak kepribadian dan intelektual sang anak begitu
kuat. Sering kali, ia tak membukakan pintu rumah dan menyuruh anaknya itu kembali mencari
ilmu.

Berpisah
Muncul keinginan Syafi’i menuntut ilmu di luar Makkah. Ketika itu, ia berumur 15 tahun,
namun, ia dilanda kebimbangan lantaran harus meninggalkan sang ibu seorang diri. Tetapi, justru
Fatimah memberikan dukungan penuh. Ibundanya itu berkeyakinan, Allah SWT-lah yang akan
menjaganya. Ia membekali putranya dengan rentetan doa. Kedua tangannya memeluk erat sang
putra disertai dengan linang air mata. Ia tak hanya dikenal sukses mencetak generasi yang handal.
Tetapi, Fatimah juga terkenal sebagai ahli ibadah, sosok yang jenius, tegas, dan disiplin.

Quote of the Day:


“ Barangsiapa belum pernah merasakan pahitnya mencari ilmu walau sesaat, ia akan menelan
hinanya kebodohan sepanjang hidupnya." - Imam Syafi’i

“ Hidup akan begitu berat bagi mereka yang selalu mengeluh dan bagi mereka yang lupa untuk
bersyukur.”

Sumber: Mahmud Al-Mishri. 2006. 35 Sirah Shahabiyah (35 Sahabat Wanita Rasulullah
saw.) Jakarta: Al-I’tishom

WALLAHU ‘ALAM BI AL SHAWAB

Keputrian SMA Negeri 27 Bandung

Anda mungkin juga menyukai