Syeikh As_Sayid Mahfudz Al-Hasani adalah putera tertua dari pasangan suami istri
Syeikh As_Sayid Abdurrahman bin Ibrahim al-Jailani Al-Hasani dengan Ummi Lathifah binti
Muhammad Faqih bin Abdullah Faqih bin Iman ‘Ali bin Nur ‘Ali.
Dari abahnya mengalir darah Rasulullah Saw melalui as-Syaikh as-Sayyid Abdul
Kahfi Al-Hasani (pendiri Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu) yang merupakan keturunan
ke-10 dari as-Syaikh as-Sayyid Abdul Qadir Al-Jilani Al-Hasani. Adapun lengkap nasabnya
yang sampai ke pendiri Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu adalah ; Syeikh As_Sayid
Mahfudz bin Abdurrahman bin Ibrahim (Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani) bin Muhammad bin
Zaenal ‘Abidin bin Yusuf bin Abdul Hannan bin Zakariya bin Abdul Mannan bin Hasan bin
Yusuf bin Jawahir bin Muhtarom bin Syeikh As_Sayid Muhammad ‘Ishom al-Jailani al-
Hasani (Syeikh Abdul Kahfi Al-Awwal).
Ada ungkapan sederhana dari seoarang Habaib Ba’alawi keturunan Al-Haddad yang
tinggal di Kebumen. Beliau adalah Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Haddad. “Ketika kecil, saya
sering diajak oleh abah saya ke Somalangu. Lalu saya melihat wajah as-Syaikh Mahfudz
tidaklah seperti para Kyai pada umumnya. Sayapun bertanya kepada abah saya ; Bah, kok as-
Syaikh Mahfudz wajahnya seperti Jama’ah (istilah yg biasa dipakai keturunan Hadhramaut
apabila menyebut sesama ahlubaitin nabi Saw)” kata Al-Habib ‘Ali bin Abdullah Al-Haddad,
“Abah saya pun lalu menjawab ; Syeikh Mahfudz itu memang Jama’ah. Sama seperti kita.
Kalau dia dari Al-Hasani. Sedangkan kita dari Al-Huseini”. Demikian penuturan Al-Habib
‘Ali bin Abdulah Al-Haddad kepada abah penulis disuatu waktu. Kisah sederhana ini
mengungkapkan bahwa kesaksian terhadap harismatik as-Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-
Jailani al-Hasani bukanlah hanya dongeng belaka.
Di usia dini, ia telah amat menyukai belajar ilmu – ilmu agama islam. Teman – teman
yang sebayanya senantiasa diajaknya untuk mengikuti shalat berjamaah dan mengaji. Beliau
sangat fasih. Ia menamatkan pelajaran Al-Qur’an dan jenis – jenis qiraahnya secara fasih dari
abahnya sendiri. Dalam usia 7 tahun, beliau telah khatam Al-Qur’an dan hafal berbagai
suaratan penting yang ada didalamnya. Ada yang bilang beliau setengah hafal Al-Qur’an.
Berbagai dalil – dalil naqli yang terkait dengan fiqh ‘ubudiah telah banyak dihafalnya dengan
baik. Tidak hanya Al-Qur’an, hadits Al-Arba’in Lin Nawawi-pun juga telah beliau hafal.
Kemana beliau pergi atau bermain, diriwayatkan Mahfudz kecil senantiasa membawa catatan
– catatan kecil atau korasan kitab untuk dibaca diwaktu dia sempat. Sehingga dikatakan,
kawan – kawan sebayanya telah merasa sungkan ketika bergaul dengan Mahfudz kecil.
Namun mereka tetap menyukainya karena selain menyenangkan dalam bertutur kata,
Mahfudz kecil juga tidak sombong dan amat dermawan.
Ketika usianya beranjak mencapai 16 tahun, as-Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani
al-Hasani mulai diizinkan oleh abahnya untuk menambah bekal ilmu pengetahuan agamanya
di Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur yang waktu itu diasuh oleh KH Dimyathi.
Di Pesantren Tremas, Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani tinggal selama kurang
lebih 1,5 tahun. Disini beliau sempat menyusun dua buah kitab yang diberi judul : Al-
Fawaidus Sharfiyah (kitab sharaf) dan Al-Burhanul Qath’i (fiqh ‘ala madzhab As-Syafi’i).
Dua buah kitab ini beliau selesaikan pada bulan Ramadhan 1336 H (Juni 1918 M). Oleh KH
Dimyathi, Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani juga sempat diminta untuk
mengajar rekan – rekannya di serambi masjid walau beliau baru sebentar keberadaannya di
pesantren tersebut.
Dari Tremas, beliau sempat singgah di Jamsaren, Solo selama beberapa hari dan
kemudian singgah di Pesantren Darussalam, Watu Congol, Muntilan, Magelang. Di
Watucongol, semula niat Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani hendak berguru
menambah ilmu agamanya pada mbah Kyai Nahrowi Dalhar. Akan tetapi mbah Kyai Dalhar
menolak untuk mengajar beliau. Alasannya karena mbah Kyai Dalhar merasa ilmunya masih
sedikit. Mungkin yang seperti ini hanya sikap tawadhu’nya mbah Kyai Dalhar pada Syaikh
as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani. Karena mbah Kyai Dalhar sempat berguru kepada
kakek Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani selama 8 tahun. Mbah Kyai Dalhar
malah meminta Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani agar berkenan mengajar kitab
yang telah disusunnya di Tremas. Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani pun sempat
terkejut ketika mbah Kyai Dalhar mengetahui hal ini. Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani
al-Hasani akhirnya bersedia dengan catatan mbah Kyai Dalhar berkenan untuk mendoakan
beliau dan keturunannya. Dan tak disangka kemudian selang pada generasi cucu keduanya
akhirnya terjadi pernikahan. Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani kemudian tinggal
di Watucongol sekitar 3 bulan. Setelah selesai mengajarkan kitab Fawaidus Sharfiyah
susunannya, Syaikh as-Sayyid Mahfudz al-Jailani al-Hasani kemudian pulang kembali ke
Somalangu.
Narasumber:
Sayyid ‘Afiffuddin Chanif Al-Hasani,
Pengasuh PP. Al-Kahfi Somalangu Kebumen
Generasi ke-16
(Cucu pertama As-Syaikh as-Sayyid Mahfudz)