Makalah
Disusun oleh:
MUHAMMAD IHSANUDDIN
13620073
JURUSAN BIOLOGI
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
1 | Page
Malang, 20-April-
2014
Muhammad Ihsanuddin
2 | Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
2.1 Biografi Abu Hanifah 5
2.1.1 Nasab 5
2.1.2 Dari Keluarga Sholih 5
2.1.3 Masa Menjadi Pedagang 7
2.1.4 Masa Mencari Ilmu 8
2.1.5 Masa Mempelajari Fikih 9
2.1.6 Guru Abu Hanifah 10
2.2 Kehidupan Abu Hanifah 11
2.2.1 Bakti Kepada Ibunda 11
2.2.2 Teladan Dalam Bisnis 11
2.2.3 Teladan Dalam Bertetangga 11
2.2.4 Akhlak Abu Hanifah 12
2.2.5 Komentar Ulama Tentang Abu Hanifah 12
2.3 Keputusan-keputusan Abu Hanifah
2.3.1 Apakah Kamu Melihat Akalmu?
2.3.2 Ulama Sombong
2.3.3 Aku Khawatir Telah Memanfaatkannya
2.3.4 Kemahlukan Al-Quran
2.4 Fikih Abu Hanifah
2.4.1 Dalil-Dalil Fikih Abu Hanifah
2.4.2 Konsep Fikih Abu Hanifah
2.4.3 Fikih Antisipatif dan Abu Hanifah
2.4.4 Contoh Fikih Imam Hanafi
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
3 | Page
DAFTAR PUSTAKA
4 | Page
BAB I
PENDAHULUAN
Imam Hanafi yang bernama lengkap Abu Hanifah bin Numan bin
Tsabit Al Marzuban, merupakan seorang pendiri madzhab Hanafi yang
diikuti oleh sekitar 30% pengikut dalam islam sunni 1. Beliau orang yang
berwajah tampan dan ceria, fasih bicaranya, tidak terlalu tinggi badannya,
tidak juga terlalu pendek sehingga enak dipandang mata. Beliau suka
berpenampilan rapi dan memakai wangi-wangian. Ketika muncul di
tenga/h-tengah masyarakat, mereka bisa menebak kedatangannya dari
bau wanginya sebelum melihat orangnya.2
Sebelum menjadi salah satu Imam Madzhab Empat3 yang diikuti umat
islam, beliau adalah seorang ahli yang pandai berdebat dalam Ilmu Kalam
hingga beliau terkenal sebagai ahlinya. Sampai pada suatu hari beliau
yang hendak belajar, beliau memeriksa seluruh ilmu satu persatu, belau
memikirkan akibat dan manfaat dari ilmu-ilmu tersebut. Akhirnnya beliau
mendapat Taufik untuk belajar tentang Fikih yang pada akhirnya beliau
menjadi salah satu panutan umat islam dalam beribadah kepada Allah.
Abu Hanifah adalah orang yang paling alim di zamannya beliau juga
merupakan orang yang paling terkenal di Kufah. Diceritakan oleh Ibnu
Mubarrak, beliau berkata Aku masuk Kufah dan bertanya tentang orang
yang paling memahami fiqih, dan aku diberitahu bahwa dia adalah Abu
Hanifah. Lalu aku bertanya tentang orang yang paling zuhud di Kufah, dan
aku diberitahu bahwa dia adalah Abu Hanifah. Lalu aku bertanya lagi
tentang orang yang paling wara di Kufah, dan aku diberitahu bahwa dia
adalah Abu Hanifah.
Abu Hanifah juga seorang yang lembut, mencintai nsihat dan marah
kalau dipuji. Ia juga memiliki sifar dermawan dan wara sifat-sifat inilah
yang patut untuk ditiru seluruh umat islam. Dengan mengetahui biografi,
kehidupan, dan pola pikirnya diharapkan agar kita dapat meneladani sifat
1 Wikipedia.id.org
2 Dr. Abdurrahman Rafat Basya, Jejak Para Tabiien (terj), oleh: Abu Umar
Abdillah, At-Tibyan, Solo, hlm. 401.
3 Madzhab yang banyak diikuti oleh ummat islam yaitu: Madzhab Hanafi,
Madzhab Maliki, Madzhab SyafiI, dan Madzhab Hambali.
5 | Page
beliau sehingga kita bisa termotivasi untuk bisa menjadi makhluk yang
sempurna disisi Rab-Nya.
1.3 Tujuan
6 | Page
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Nasab
Ia bernama Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit bin An-Numan bin Al-
Marziban4, Lahir di Kufah pada tahun 80 H.5 Namun ada juga yang
mengatakan bahwa nasabnya ialah Numan bin Tsabit Az-Zauthi Al-Farisi.
Ini berarti bahwa Abu Hanifah adalah orang Persia asli. Beliau diberi nama
Numan agar menjadi orang besar, seperti Numan salah seorang raja
Persia.
Cucu Abu Hanifah, Ismail bin Hammad juga mengatakan, Aku Ismail bin
Hammad bin Numan bin Tsabit bin Numan bin Marzaban. Adalah
keturunan orang Persia yang merdeka. Demi Allah, tak pernah ada sejarah
perbudakan dalam keluarga kami. Kakekku, Tsabit, pernah menghadap
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ketika masih anak-anak. Beliau
mendoakan kakek beserta keturunannya. Dan kami berharap Allah
mengabulkannya.
Suatu pagi ayah Abu Hanifah, Tsabit bin Numan berjalan di kota
Kufah, tiba-tiba sebuah apel jatuh dari sebuah kebun. Tsabit mengambil
dan memakan separuh. Seketika itu Tsabit sadar bahwa apel itu bukan
miliknya. Ia pun langsung masuk ke kebun itu dan menceritakan apa yang
terjadi kepada tukang kebun.
4 Numan bin Tsabit bin Marzaban adalah seorang penguasa keturunan Persia
dari kalangan orang merdeka..
5 Syaikh M. Hasan Al-Jamal. Hayatul Aimmah. (terj) oleh: M. Khalid Muslih, MA,
Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2005, hlm. 2.
6 Abdul Aziz Asy-Synawi. Biografi Imam Abu Hanifah. (terj) oleh: Abdul Majid, L.c,
Aqwam, Solo, 2013, hlm. 17
7 | Page
Aku tak bisa memaafkanmu. Ini bukan kebunku, tapi kebun
majikanku.
Tuan
Maafkan aku. Aku telah memakan apel milik anda dan ini sisanya!
8 | Page
Tsabit menutupi wajahnya dengan kedua tangan sambil menggumamkan
surat Al-Baqarah: 156, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka berkata inna lillahi wa inna lillahi rojiun
Mengapa aku tidak mengatakan sesuatu? Tapi, apa yang harus aku
katakan? Salam lagi?
9 | Page
Kemudian istrinya menoleh kearahnya. Tampaklah seraut wajah yang
teramat cantik laksana bulan purnama.
Ayahku berkata benar. Aku buta karena tidak pernah melihat segala
sesuatu yang diharamkan Allah, Aku bisu karena tidak pernah
menggunjing, mengadu domba dan berkata dusta, dan aku lumpuh
karena kakiku hanya aku gunakan untuk mentaati Allah.
10 | P a g e
itulah, Abu Hanifah hanya menjual baju kedua seharga empat dirham
karena ia tidak maul aba dari seorang wanita tua tersebut.
Pada awalnya, Abu Hanifah hanya fokus pada profesi yang ia geluti yaitu
pedagang. Beliau sering pergi ke pasar-pasar hingga ia jarang pergi ke
majlis ilmu atau hanya sekedar menemui para ulama. Sampai pada suatu
hari seorang ulama mengetahui kecerdasan dan kejeniusannya, ia adalah
Amir Asy-Syabi.
7 (Basya)
8 (Asy-Syinawi, 2013)
11 | P a g e
Basrah lebih dari 20 kali. Setiap kunjungannya, ia tinggal di sana satu
tahun, kadang kurang dan kadang lebih.9
11 (Asy-Syinawi, 2013)
12 (Asy-Syinawi, 2013)
12 | P a g e
Suatu hari, ketika kami sedang duduk di dekat halaqoh Hammad bin Abu
Sulaiman, ada seorang wanita yang menanyaiku. Ia berkata Ada seorang
pria punya istri dan sahaya, dia bermaksud menceraikannya karena tidak
mampu menafkahinya, berapa talak yang harus dijatuhkan untuknya?.
Abu Hanifah sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan si wanita
tersebut. Beliau menyuruhnya untuk bertanya kepada Hammad bin Abu
Sulaiman dan memberitahukan jawabannya kepadaku.
Ketika Khalifah Al-Mansur bertanya kepada Abu Hanifah tentang dari siapa
kamu belajar ilmu, Abu Hanifah menjawab dari murid-murid Umar bin
Khottob, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Masud, dan Abdullah bin Abbas.
Abu Hanifah mempelajari fatwa-fatwa sahabat tersebut dan
13 (Asy-Syinawi, 2013)
14 ibid
13 | P a g e
menguasainya. Beliau langsung menerimanya dari murid-murid mereka
tanpa perantara fuqoha. Seperti Sufyan Ats-Tsauri.
Abu Hanifah selalu membawa ibunya ke Dar Umar bin Dzar setiap
malam ramadhan untuk menunaikan shalat tarawih, mendengarkan
pelajaran dan ceramah, dan untuk bermunajat kepada Allah.
15 Hammad bin Abu Sulaiman merupakan seorang pemimpin Fikih Irak pada
masanya.
17 (Al-Jamal, 2007)
18 (Asy-Syinawi, 2013)
14 | P a g e
Salah satu cerita kearifan Abu Hanifah dalam bisnis yang patut
diteladani yaitu, sewaktu Abu Hanifah menitipkan barang dagangan
kepada rekan bisnisnya yaitu Hafs, Abu Hanifah memberitahu bahwa
barang dagangannya yang ini ada cacatnya, serta berkata jika engkau
hendak menjualnya kepada orang lain, maka jangan lupa untuk
memberitahukan cacat barang tersebut.
Salah seorang tetangga Abu Hanifah adalah peminum khamr, ia selalu bernyanyi
dengan suara keras ditengah malam, sehingga mengganggu kenyamanan
masyarakat tersebut. Bait-bait syair yang ia dendangkan sewaktu mabuk ialah
Mereka telah mentelantarkanku, pemuda mana yang mereka telantarkan
Untuk sebuah hari yang dipenuhi kebencian dan untuk menambal kekosongan
Sepertinya aku tidak bisa menjadi perantara
Sementara nisbatku tidak berada pada keluarga Umar
Karena seringnya pemuda tersebut melantunkan dua bait diatas,
Abu Hanifah menjadi sangat hafal. Suatu hari polisi Negara menangkap
tetangganya ketika ia mabuk dan dijebloskan kedalam penjara.
Mendengar kabar itu Abu Hanifah pergi ke kantor polisi untuk
membebaskannya. Setelah meminta sang Amir untuk membebaskannya
dan menebus denda yang dikenakan kepadanya akhirnya si pemuda
tersebut dapat di bebaskan. Melihat begitu pedulinya dan baiknya Abu
Hanifah terhadapnya, saat itu ia bertaubat dan kembali kepada Allah serta
tidak akan pernah mabuk.20
19 (Bastoni, 2006)
20 (Al-Jamal, 2007)
15 | P a g e
berdasarkan ilmu, merupakan seorang yang zuhud, selalu diam (tidak
banyak bicara), dan mempunyai wawasan yang sangat luas
21 (Al-Jamal, 2007)
22 (Al-Jamal, 2007)
16 | P a g e
Suatu hari, seorang Ateis menanyai Abu Hanifah, Apakah engkau
melihat Tuhanmu? dan apakah kamu menyentuhnya, mencium, atau
merasakannya?. Abu Hanifah menjawab Mahasuci Allah. Dia tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala
penglihatan itu dan Dialah Mahahalus dan Mahateliti (Qs. Al Anam:103)
dan Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha
Mendengar, Mahamelihat (Qs Asy-Syuro:11)
23 (Asy-Syinawi, 2013)
24 (Asy-Syinawi, 2013)
17 | P a g e
untuk pinjaman yang aku berikan. Aku khawatir aku telah
memanfaatkannya25, ujar Abu Hanifah
25 Hukum barang jaminan itu sama seperti benda mati. Tidak boleh diambil
manfaatnya oleh si pemberi hutang.
26 (Asy-Syinawi, 2013)
18 | P a g e
Abu Hanifah mempergunakan qiyas. Jika qiyas tidak bisa
dilaksanakan Abu Hanifah mempergunakan Istihsan. Bila tidak bisa
digunakan juga maka beliau menggunakan Urf. Menurut Sahl. itu adalah
dalil-dalil yang sama yang digunakan oleh mayoritas para ulama.
Abu Hanifah bisa disebut sebagai ulama pertama yang menulis fikih.
Para ulama setelahnya mengikuti metode dan cara yang ia tentukan.
Sebab para sahabat dan tabiin belum menulis kajian fikih dalam bentuk
bab dan sub-bab atau dalam bentuk buku yang tersusun secara
sistemantis, mereka hanya mengandalkan kekuatan hafalan mereka.
Setelah kemunculan Abu Hanifah, Ia melihat bahwa kajian fikih tersebar
kemana-mana sementara mayoritas umat sibuk untuk mempelajari
disiplin ilmu yang lain, seperti; Tafsir, dan Hadits dan periwatannya. Disisi
lain juga telah terdapat ilmu-ilmu lain seperti Filsafat Yunani. Beliau takut
nantinya fikih akan dilupakan atau dimasuki kajian-kajian luar yang bukan
bagian dari fikih.
Untuk itu Abu Hanifah mulai menulis fikih dan menyusunnya dalam
bab perbab yang sistematis. Dalam buku yang ia dektekan kepada para
muridnya dan ia telah koreksi, Abu Hanifah mulai tulisannya dengan
pembahasan thaharah, terutama bab air, wudlu, lalu tentang mandi dan
tayamum. Setelah itu ia membahas tentang shalat; syarat sahnya, dan
membahas tentang sholat-sholat sunnah seperti shalat jenazah, kemudian
membahas tentang bab zakat, lalu puasa baru setelah itu pindah ke
pembahasan muamalat, hudud, dan ditutup dengan pembahasan
warisan.27
Tidak ada buku yang ditulis langsung oleh Abu Hanifah, adapun yang
dimaksud dengan buku karangan beliau adalah apa-apa yang ditulis oleh
murid-murid beliau lalu mereka membacakannya di hadapan Abu Hanifah,
lalu beliau memberikan catatan, pengarahan, serta persetujuan. Dengan
cara inilah madzhab Imam Hanafi ditulis.
27 (Al-Jamal, 2007)
19 | P a g e
alasan hukum yang didasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah, mereka
terpaksa mereka-reka masalah agar bisa diterapkan pada masalah lain.
Salah satu contoh hukum dalam fikih hanafi adalah Seorang wanita
berhak menikahkan dirinya sendiri.
Islam memberi wanita hak dan kewajiban yang sama dengan pria.
Dia memberi hak atas harta benda dan membebaninya dengan kewajiban
yang tidak berbeda. Selama punya pemikiran yang waras, seorang wanita
punya hak melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginannya dan
tidak bertentangan dengan syariat.
28 (Asy-Syinawi, 2013)
20 | P a g e
wanita itu boleh mengadukan masalahnya kepada qadhi guna membela
diri. Kemudian qadhi memerintah bawahannya untuk menikahkannya
dengan orang yang dicintainya tersebut.
29 (Asy-Syinawi, 2013)
21 | P a g e
22 | P a g e
BAB III
3.1 Kesimpulan
3. Sebelum beliau mulai belajar. Abu Hanifah memeriksa satu persatu ilmu
yang berkembang dimasanya. Yang akhirnya beliau mendapat Taufik
untuk mempelajari ilmu fikih. Beliau juga termasuk orang pertama yang
menulis tentang fikih secara sistematis. Pada zamannya para ulama
hanya mengandalkan hafalannya untuk menjawab permasalahan fikih
tetapi Abu Hanifah khawatir karena umat pada zamannya sudah
termasuki ilmu-ilmu luar seperti Filsafat Yunani, dan Persia. Oleh karena
itulah, Abu Hanifah membuat Ilmu fikih dalam bab-bab yang tersusun
secara sistematis.
3.2 Saran
23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syinawi, A. A. (2013). Biograf Imam Abu Hanifah. (A. Majid, Penerj.) Solo: PT
Aqwam Media Profetika.
Basya, A. R. (n.d.). Jejak Para Tabi'in. (A. U. Abdillah, Trans.) Solo: At-Tibyan.
24 | P a g e