Anda di halaman 1dari 25

BIOGRAFI IMAM ABU HANIFAH

Makalah

Disusun oleh:

MUHAMMAD IHSANUDDIN

13620073

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2014
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha


Esa yang dengan taufik dan hidayahnya makalah yang berjudul Biograf
Imam Abu Hanifah an-Numan dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat
dan salam tidak lupa juga kami haturkan kepada Nabi Muhamamd SAW.

Madzhab Hanafi merupakan madzhab yang terbesar dengan


prosentase 30% pengikut di seluruh dunia dan terkenal sebagai madzhab
dengan yang paling terbuka dengan ide modern. Madzhab ini
dilaksanakan terutama di daerah Mesir, Seorang pendiri Madzhab ini yaitu
Abu Hanifah atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Hanafi,
merupakan salah satu tokoh yang sangat berjasa dalam Ilmu Fiqih. Beliau
menjadi salah satu Imam Madzhab Islam Sunni diantara empat madzhab
sunni. Menurut Imam SyafiI Seluruh ahli Fiqih berhutang budi kepada
Abu Hanifah.

Abu Hanifah adalah seorang pedagang, ia juga seorang yang pandai


berdebat dalam Ilmu Kalam sebelum menggeluti bidang Fikih sampai pada
suatu hari beliau mendapatkan Taufik untuk mempelajari Ilmu Fikih. Beliau
belajar Ilmu Fikih dari Hammad bin Abu Sulaiman selama 18 tahun. Selain
itu beliau juga belajar dari beberapa guru yang berbeda-beda
pendapatnya, yang akhirnya beliau menjadi seorang panutan dalam
beribadah kepada Allah. Cara beliau belajar dan kehidupan kesehariannya
menjadi suri tauladan yang patut kita tiru.

Makalah ini membahas tentang kehidupan Abu Hanifah mulai dari


kecil sampai pemahaman beliau tentang Fiqih juga pengalaman-
pengalaman dan komentar para ulama tenang Abu Hanifah. Kehidupan
sosial dan politik pada masa Abu Hanifah juga terdapat dalam
pembahasan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas ujian tengah
semester mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Selain itu makalah ini
bertujuan agar para pembaca bisa meneladani sifat dan perilaku beliau
dalam kesehariannya.

Dalam penulisan dan penyajian makalah ini masih terdapat banyak


sekali kesalahan serta kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diharapkan agar dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan
pada makalah selanjutnya.

1 | Page
Malang, 20-April-
2014

Muhammad Ihsanuddin

2 | Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
2.1 Biografi Abu Hanifah 5
2.1.1 Nasab 5
2.1.2 Dari Keluarga Sholih 5
2.1.3 Masa Menjadi Pedagang 7
2.1.4 Masa Mencari Ilmu 8
2.1.5 Masa Mempelajari Fikih 9
2.1.6 Guru Abu Hanifah 10
2.2 Kehidupan Abu Hanifah 11
2.2.1 Bakti Kepada Ibunda 11
2.2.2 Teladan Dalam Bisnis 11
2.2.3 Teladan Dalam Bertetangga 11
2.2.4 Akhlak Abu Hanifah 12
2.2.5 Komentar Ulama Tentang Abu Hanifah 12
2.3 Keputusan-keputusan Abu Hanifah
2.3.1 Apakah Kamu Melihat Akalmu?
2.3.2 Ulama Sombong
2.3.3 Aku Khawatir Telah Memanfaatkannya
2.3.4 Kemahlukan Al-Quran
2.4 Fikih Abu Hanifah
2.4.1 Dalil-Dalil Fikih Abu Hanifah
2.4.2 Konsep Fikih Abu Hanifah
2.4.3 Fikih Antisipatif dan Abu Hanifah
2.4.4 Contoh Fikih Imam Hanafi
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

3 | Page
DAFTAR PUSTAKA

4 | Page
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imam Hanafi yang bernama lengkap Abu Hanifah bin Numan bin
Tsabit Al Marzuban, merupakan seorang pendiri madzhab Hanafi yang
diikuti oleh sekitar 30% pengikut dalam islam sunni 1. Beliau orang yang
berwajah tampan dan ceria, fasih bicaranya, tidak terlalu tinggi badannya,
tidak juga terlalu pendek sehingga enak dipandang mata. Beliau suka
berpenampilan rapi dan memakai wangi-wangian. Ketika muncul di
tenga/h-tengah masyarakat, mereka bisa menebak kedatangannya dari
bau wanginya sebelum melihat orangnya.2

Sebelum menjadi salah satu Imam Madzhab Empat3 yang diikuti umat
islam, beliau adalah seorang ahli yang pandai berdebat dalam Ilmu Kalam
hingga beliau terkenal sebagai ahlinya. Sampai pada suatu hari beliau
yang hendak belajar, beliau memeriksa seluruh ilmu satu persatu, belau
memikirkan akibat dan manfaat dari ilmu-ilmu tersebut. Akhirnnya beliau
mendapat Taufik untuk belajar tentang Fikih yang pada akhirnya beliau
menjadi salah satu panutan umat islam dalam beribadah kepada Allah.

Abu Hanifah adalah orang yang paling alim di zamannya beliau juga
merupakan orang yang paling terkenal di Kufah. Diceritakan oleh Ibnu
Mubarrak, beliau berkata Aku masuk Kufah dan bertanya tentang orang
yang paling memahami fiqih, dan aku diberitahu bahwa dia adalah Abu
Hanifah. Lalu aku bertanya tentang orang yang paling zuhud di Kufah, dan
aku diberitahu bahwa dia adalah Abu Hanifah. Lalu aku bertanya lagi
tentang orang yang paling wara di Kufah, dan aku diberitahu bahwa dia
adalah Abu Hanifah.

Abu Hanifah juga seorang yang lembut, mencintai nsihat dan marah
kalau dipuji. Ia juga memiliki sifar dermawan dan wara sifat-sifat inilah
yang patut untuk ditiru seluruh umat islam. Dengan mengetahui biografi,
kehidupan, dan pola pikirnya diharapkan agar kita dapat meneladani sifat
1 Wikipedia.id.org

2 Dr. Abdurrahman Rafat Basya, Jejak Para Tabiien (terj), oleh: Abu Umar
Abdillah, At-Tibyan, Solo, hlm. 401.

3 Madzhab yang banyak diikuti oleh ummat islam yaitu: Madzhab Hanafi,
Madzhab Maliki, Madzhab SyafiI, dan Madzhab Hambali.

5 | Page
beliau sehingga kita bisa termotivasi untuk bisa menjadi makhluk yang
sempurna disisi Rab-Nya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari Latar belakang yang sudah dipaparkan. Rumusan masalah dari


makalah ini ialah:

1. Bagaimana sifat yang dimiliki Abu Hanifah.


2. Kepada siapa Abu Hanifah belajar ilmu Fikih
3. Mengapa Abu Hanifah menjadi ulama ahli fikih.
4. Bagaimana kehidupan beliau dari lahir sampai menjadi Imam
Madzhab, cara belajar, dan pendapat-pendapat beliau.

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui sifat yang dimiliki Abu Hanifah


2. Untuk mengetahui kepada siapa Abu Hanifah belajar fikih
3. Untuk mengetahui mengapa Abu Hanifah menjadi ulama ahli fikih
4. Untuk mengetahui kehidupan beliau dari lahir sampai menjadi Imam
madzhab, cara belajar dan pendapat-pendapat beliau.

6 | Page
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi Abu Hanifah

2.1.1 Nasab

Ia bernama Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit bin An-Numan bin Al-
Marziban4, Lahir di Kufah pada tahun 80 H.5 Namun ada juga yang
mengatakan bahwa nasabnya ialah Numan bin Tsabit Az-Zauthi Al-Farisi.
Ini berarti bahwa Abu Hanifah adalah orang Persia asli. Beliau diberi nama
Numan agar menjadi orang besar, seperti Numan salah seorang raja
Persia.

Cucu Abu Hanifah, Ismail bin Hammad juga mengatakan, Aku Ismail bin
Hammad bin Numan bin Tsabit bin Numan bin Marzaban. Adalah
keturunan orang Persia yang merdeka. Demi Allah, tak pernah ada sejarah
perbudakan dalam keluarga kami. Kakekku, Tsabit, pernah menghadap
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ketika masih anak-anak. Beliau
mendoakan kakek beserta keturunannya. Dan kami berharap Allah
mengabulkannya.

2.1.2 Keturunan Orang Saleh

Tsabit bin Numan adalah ayah Abu Hanifah. Beliau mempunyai


keutamaan akhlak yang sangat mulia. Hal ini tercermin dari cerita beliau
sewaktu berada di kota Kufah6.

Suatu pagi ayah Abu Hanifah, Tsabit bin Numan berjalan di kota
Kufah, tiba-tiba sebuah apel jatuh dari sebuah kebun. Tsabit mengambil
dan memakan separuh. Seketika itu Tsabit sadar bahwa apel itu bukan
miliknya. Ia pun langsung masuk ke kebun itu dan menceritakan apa yang
terjadi kepada tukang kebun.

Maafkan aku dan ambillah sisanya!

4 Numan bin Tsabit bin Marzaban adalah seorang penguasa keturunan Persia
dari kalangan orang merdeka..

5 Syaikh M. Hasan Al-Jamal. Hayatul Aimmah. (terj) oleh: M. Khalid Muslih, MA,
Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2005, hlm. 2.

6 Abdul Aziz Asy-Synawi. Biografi Imam Abu Hanifah. (terj) oleh: Abdul Majid, L.c,
Aqwam, Solo, 2013, hlm. 17

7 | Page
Aku tak bisa memaafkanmu. Ini bukan kebunku, tapi kebun
majikanku.

Dimana rumah majikanmu? Aku akan memintanya memaafkanku.

Perjalanan sehari semalam dari sini

Aku tetap menemuinya sejauh apapun rumahnya!

Tsabit lantas berjalan kaki hingga tiba di rumah si pemilik kebun.

Tuan

Ujar Tsabit usai mengucapkan salam.

Maafkan aku. Aku telah memakan apel milik anda dan ini sisanya!

Pemilik kebun menatapnya penuh keheranan

Aku tidak akan memaafkanmu!. Kecuali dengan satu syarat

Apa itu? Tanya Tsabit.

Kamu menikahi putriku!

inikah syaratnya? Tanya Tsabit dalam hati. Aku makan separuh


buah apelnya dan agar dia memaafkanku aku harus menikahi putrinya?

Sebelum Tsabit tersadar dari kebingungngannya, si pemilik kebun


menimpali.

Sebelum kamu menikah dengannya, aku akan memberitahukan


ciri-cirinya agar kamu tidak menuduhku telah menipumu. Anakku itu buta,
bisu, tuli dan lumpuh!

Tsabit semakin bingung. Bagaimana mungkin ia harus menikah dengan


gadis buta, bisu, tuli dan lumpuh? Semua itu hanya supaya ia mau
memaafkanku karena separuh apelnya yang telah aku makan. Bukankah
masih banyak lagi syarat-syarat yang lebih ringan? Ketika Tsabit sedang
melamun, si pemilik kebun menegaskan.

Tanpa memenuhi syarat ini, aku tidak akan memaafkanmu!

La haula wa la quwwata illa billah Gumam Tsabit

Lagi-lagi si pemilik kebun mengatakan, Aku tadi lupa


memberitahumu bahwa putriku itu jelek!

8 | Page
Tsabit menutupi wajahnya dengan kedua tangan sambil menggumamkan
surat Al-Baqarah: 156, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka berkata inna lillahi wa inna lillahi rojiun

Bagaimana? tanya si pemilik kebun.

La ilaha illallah muhammadur Rasulullah jawab Tsabit.

Itu kalimat terbaik kata si pemilik kebun, Tapi maksudku apa


jawabanmu untuk pertanyaanku ini?

Tsabit bingung dan terkejut, bukan karena harus menikahi gadis


yang jelek, buta, bisu, tuli, dan lumpuh itu. Tapi ia heran karena
memikirkan rahasia senyuman yang menyungging di bibir ayah gadis
tersebut. Akhirnya, Tsabit menerima tawaran tersebut. Ia hanya berharap
si pemilik kebun mau memaafkannya.

Tsabit bersiap-siap menemui istrinya. Ia tak memikirkan


keburukannya sedikit pun. Ia masih bingung memikirkan arti senyuman
ayah gadis tersebut. Tsabit lalu masuk ke kamar pengantin. Tampaklah
seorang gadis membelakanginya.

Mengapa aku tidak mengucapkan salam terlebih dahulu?


tanyanya dalam hati, Tetapi, ayahnya telah mengatakan bahwa ia tidak
bisa mendengar? Lebih baik aku tetap mengucapkan salam saja. Kalaupun
ia tak menjawabnya, aku akan tetap mendapatkan sepuluh kebaikan dan
jawaban dari para malaikat

Assalamualaikum! ucap Tsabit.

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh

Sebuah jawaban yang sangat lembut terdengar. Tsabit menoleh


kekanan-kiri. Apakah para malaikat menjawab salamnya dengan suara
yang bisa didengar? tanyanya dalam hati. Tidak ada seorangpun disitu,
yang ada hanya dirinya dan istrinya yang membelakanginya.

Mengapa aku tidak mengatakan sesuatu? Tapi, apa yang harus aku
katakan? Salam lagi?

Sebelum Tsabit sempat mengucapkan salam lagi, terdengarlah


suara yang sangat merdu.

Apakah kamu sudah sholat Isya?

Tsabit kembali menoleh kekanan-kiri. Benar, istrinyalah yang


berbicara. Tapi bukankah ayahnya telah menyebut bahwa ia tuli dan bisu.

9 | Page
Kemudian istrinya menoleh kearahnya. Tampaklah seraut wajah yang
teramat cantik laksana bulan purnama.

Ayahmu telah memberitahuku bahwa kamu ....

Aku jelek, buta, bisu, tuli, dan lumpuh timpalnya meneruskan


kata-kata Tsabit.

Gadis itu lalu berdiri. Ia tidak lumpuh. Kemudian ia lalu menjulurkan


tangannya kepada Tsabit. Ia juga tidak buta. Lalu Tsabit berkata

Tapi mengapa ayahmu mengatakan kamu buta, bisu dan lumpuh?

Ayahku berkata benar. Aku buta karena tidak pernah melihat segala
sesuatu yang diharamkan Allah, Aku bisu karena tidak pernah
menggunjing, mengadu domba dan berkata dusta, dan aku lumpuh
karena kakiku hanya aku gunakan untuk mentaati Allah.

2.1.3 Masa Menjadi Pedagang

Masa kanak-kanak Abu Hanifah dimulai dari menghafal Al-Qura dan


belajar Ilmu Qiroah. Beliau belajar dari salah satu imam qioroah sabah
yaitu Imam Ashim. Abu Hanifah adalah seorang pedagang beliau
meneruskan profesi ayahnya yang juga seorang pedagang. Ia menjadi
seorang pedagang yang sangat jujur, dermawan serta bijaksana dan
profesi ini membuatnya mahir membuat kaidah-kaidah Fikih tentang
perdagangan.

Diceritakan pada suatu hari, seorang wanita menawarkan sepotong


baju seharga 100 dirham. Abu Hanifah memeriksanya dan mengatakan
Kamu bisa menawarkannya lebih mahal lagi.

Wanita itu menawarkannya seharga 200 dirham dan menawarkan


lagi seharga 400 dirham. Tapi Abu hanifah berkata Kamu bisa
menawarkannya lebih mahal lagi. Wanita itu merasa bahwa dia telah
diejek. Kemudian Abu Hanifah meminta maaf sambil mengatakan kepada
si wanita tersebut Panggil seseorang untuk menaksirnya. Wanita itu
memanggil seseorang untuk menaksirnya dan ia menaksirnya seharga
500 dirham.

Diceritakan dalam kesempatan lain, seorang wanita tua bermaksud


membeli sepotong baju darinya. Abu Hanifah menghargai baju tersebut
hanya seharga empat dirham saja. Si wanita tua merasa bahwa ia telah
dihina karena ia sudah tua. Abu Hanifah kemudian menjelaskan
maksudnya bahwa ia telah membeli dua baju, Ia telah menjual baju yang
pertama dan kurang empat dirham ia telah kembali modal. Oleh karena

10 | P a g e
itulah, Abu Hanifah hanya menjual baju kedua seharga empat dirham
karena ia tidak maul aba dari seorang wanita tua tersebut.

Bukti dari kebijaksanaan dan kesabaran Abu Hanifah sebagai


contohnya, pernah ada seorang pelanggan yang berkata: Saya
membutuhkan baju Khaz, wahai Abu Hanifah pelannggan tersebut
menginginkan baju tersebut berwarna ini dan itu. Kemudian Abu Hanifah
berkata: Bersabarlah sampai saya menemukannya dan akan aku berikan
kepada Anda7

2.1.4 Masa Mencari Ilmu

Pada awalnya, Abu Hanifah hanya fokus pada profesi yang ia geluti yaitu
pedagang. Beliau sering pergi ke pasar-pasar hingga ia jarang pergi ke
majlis ilmu atau hanya sekedar menemui para ulama. Sampai pada suatu
hari seorang ulama mengetahui kecerdasan dan kejeniusannya, ia adalah
Amir Asy-Syabi.

Suatu hari Abu Hanifah melintas di depan Amir Asy-Syabi yang


sedang duduk dan kemudian ia menanyaiku kepada siapa kamu belajar
ilmu?. Karena Abu Hanifah jarang menghadiri majlis-majlis ilmu beliau
menjawab Aku jarang melakukannya. Kemudian Amir Asy-Syabi berkata
Jangan teruskan! Pelajarilah ilmu! Karena kamu mempunyai otak yang
cerdas dan minat yang kuat.

Abu Hanifah terkesan dengan perkataan beliau. Ia berkata Karena


terkesan oleh perkataan beliau aku mulai berhenti ke pasar dan mulai
fokus mempelajari ilmu, hingga aku menjadi seperti sekarang ini 8

Setelah kejadian itu, lalu beliau mulai menghadiri halaqah-halaqah utama


di Masjid Kufah yang terdiri dari halaqah ilmu kalam, halaqah Quran dan
halaqah hadits. Namun sebagaian besar adalah halaqah Al-Quran.
Kemudian ia mulai menghadiri halaqah ilmu kalam di Masjid Basrah.
Halaqah ini berisi perdebatan sengit yang menarik minat Abu Hanifah.

Riwayat dari Yahya bin Syaiban mengatakan bahwa Abu Hanifah


adalah seorang yang pandai dalam berdebat dalam ilmu kalam. Sampai
beberapa waktu ia menggelutinya, mengalahkan lawan debat dan
membela diri dengan ilmu kalam itu. Karena saat itu, mayoritas tukang
seteru dan tukang debat berdomisili di Basrah. Makanya, ia berkunjung ke

7 (Basya)

8 (Asy-Syinawi, 2013)

11 | P a g e
Basrah lebih dari 20 kali. Setiap kunjungannya, ia tinggal di sana satu
tahun, kadang kurang dan kadang lebih.9

2.1.5 Belajar Ilmu Fikih

Abu Hanifah sebelum menekuni belajar dalam bidang fikih beliau


mengkaji seluruh ilmu yang ada pada zamannya. Beliau memikirkan
manfaat dan akibat yang akan ditimbulkan dari belajar suatu ilmu
tersebut. Hingga beliau menemukan yang cocok untuk dirinya yaitu fikih.

Diriwayatkan oleh Abu Yusuf10 bahwa seseorang menanyai Abu


Hanifah, Mengapa anda memmilih bidang fikih?. Abu Hanifah menjawab
bahwa Taufik untuk memilih bidang Fikih adalah dari Allah. Kemudian
ketika hendak belajar, aku memeriksa seluruh ilmu satu persatu. Aku
mempelajari bidang-bidang tersebut dan aku pikirkan satu-persatu akibat
dan manfaat ilmu tersebut. Ketika aku mengkaji ilmu kalam, ternyata
akibatnya buruk dan manfaatnya sedikit. Jika orang berbicara dengan ilmu
kalam, ia tidak bisa berbicara terang-terangan dan akan menuduh dengan
segala macam kejahatan. Kemudian aku mengkaji ilmu sastra (adab) dan
nahwu, akibatnya ujung-ujungnya saya harus mengajarkan anak-anak
tentang ilmu adab dan sastra.

Lalu aku mengkaji ilmu qiroah, jika menguasainya akibatnya adalah


anak-anak muda akan berkumpul dan belajar kepadaku. Padahal
menerangkan Al-Quran serta makna-maknanya itu sulit. Kemudian aku
mengkaji ilmu hadits. Tapi, untuk mengumpulkan banyak hadits
memerluka umur panjang, sampai orang-orang datang kepadaku dan
kebanyakan adalah anak-anak muda. Bisa saja mereka menuduhku dusta
dan lemah hafalan sehingga tuduhan itu akan melekat padaku. Kemudian
aku mengkaji ilmu fikih. Setiap kali beliau memikirkannya didapati makin
berkilau dan tanpa cela11. Oleh karena itu, aku memilih bidang fikih dan
memutuskan berguru kepada para fuqoha dan para ulama untuk
menimba ilmu dari mereka12

Dalam kesempatan lain, Zufar bin Hudzail (murid Abu Hanifah)


mengisahkan bahwa sebelum belajar fikih Abu Hanifah dulu adalah
seorang yang terkenal dalam ilmu kalam dan dikatakan sebagai ahlinya.
9 (Asy-Syinawi, 2013)

10 Abu Yusuf adalah salah seorang sahabat Abu Hanifah.

11 (Asy-Syinawi, 2013)

12 (Asy-Syinawi, 2013)

12 | P a g e
Suatu hari, ketika kami sedang duduk di dekat halaqoh Hammad bin Abu
Sulaiman, ada seorang wanita yang menanyaiku. Ia berkata Ada seorang
pria punya istri dan sahaya, dia bermaksud menceraikannya karena tidak
mampu menafkahinya, berapa talak yang harus dijatuhkan untuknya?.
Abu Hanifah sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan si wanita
tersebut. Beliau menyuruhnya untuk bertanya kepada Hammad bin Abu
Sulaiman dan memberitahukan jawabannya kepadaku.

Wanita itu kemudian bertanya kepada Hammad tentang masalah


tersebut dan Hammad menjawab, Satu talak, jika ia menceraikannya
ketika tidak sedang haid dan belum disetubuhi. Setelah itu ia
membiarkannya sampai haid dua kali. Setelah mandi, ia telah diizinkan
menikah lagi. Setelah mendengar jawaban dari si wanita tersebut, Abu
Hanifah langsung mengatakan Aku sama sekali tidak butuh ilmu kalam!.
Kemudian beliau mendatangi halaqoh Hammad, mendengar masalah-
masalah yang disampaikan dan menghafal perkataannya.13

2.1.6 Guru Abu Hanifah

Abu Hanifah yang tinggal di tengah-tengah komunitas ilmu. Beliau


berguru kepada ulama-ulama yang berbeda beda pemikirannya. Guru Abu
Hanifah berasal dari beberapa aliran dan ideologi. Ada yang ahlussunnah
wal jamaah ada juga yang tidak, ada yang menganut madzhab rayi ada
juga yang tidak. Diantara mereka ada ulama Al-Quran yang ilmunya dari
Abdullah bin Abbas. Guru-guru Abu Hanifah ada juga yang dari firqah
syiah seperti Kaisaniyah, Zaidiyah, Itsna Asyariyah, dan Ismailiyah.
Kecenderungan mengguru tidaklah sama, ada yang dari golongan ahli
Hadits tapi ada juga yang dari golongan ahli ra'yi.

Motivasi utama Abu Hanifah belajar dengan ulama yang berbeda-


beda pendapatnya (firqoh) adalah karena kecintaannya kepada Ahlul Bait
dan keluarga Nabi. Abu Hanifah berguru kepada mereka semua dan keluar
dengan pemikiran baru dengan pendapat yang benar. Selain dari berguru
kepada firqah-firqah tersebut, Abu Hanifah juga banyak berguru kepada
ahli ilmu seperti Amir Asy-Syabi yang terkenal dalam ilmu hadits.14

Ketika Khalifah Al-Mansur bertanya kepada Abu Hanifah tentang dari siapa
kamu belajar ilmu, Abu Hanifah menjawab dari murid-murid Umar bin
Khottob, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Masud, dan Abdullah bin Abbas.
Abu Hanifah mempelajari fatwa-fatwa sahabat tersebut dan

13 (Asy-Syinawi, 2013)

14 ibid

13 | P a g e
menguasainya. Beliau langsung menerimanya dari murid-murid mereka
tanpa perantara fuqoha. Seperti Sufyan Ats-Tsauri.

Dalam belajar fikih Abu Hanifah mula-mula berguru kepada


beberapa ulama. Namun kemudian beliau hanya fokus berguru kepada
Syaikh Hammad bin Abu Sulaiman Al-Kufi15. Beliau belajar fikih pada
Hammad sejak umur 22 tahun dan berguru kepadanya selama 18 tahun
sampai akhirya syaikh Hammad meninggal dunia.16

2.2 kehidupan Abu Hanifah

2.2.1 Bakti kepada Ibunda

Abu Hanifah sangat mencintai ibundanya. ia selalu taat dan berbakti


kepada ibunya. Tidak pernah menolak perintah yang diberikan kepadanya.
Beliau berpendapat bahwa ketaatan kepada ibunya merupakan ketaatan
kepada Allah.

Abu Hanifah selalu membawa ibunya ke Dar Umar bin Dzar setiap
malam ramadhan untuk menunaikan shalat tarawih, mendengarkan
pelajaran dan ceramah, dan untuk bermunajat kepada Allah.

Setiap kali mendapatkan ujian karena dakwah, beliau merasa


tersiksa karenanya, ia , selalu berkata; Demi Allah, bukan karena pukulan
cambuk yang menyakitkanku, namun cucuran air mata ibuku-lah yang
membuat hatiku terluka.17

2.2.2 Teladan dalam Bisnis

Abu Hanifah adalah seorang yang proporsional dalam menjalankan


bisnis dan mencari ilmu. Beliau juga merupakan pebisnis yang sangat
jujur dan wara yang patut dituru. Beliau mempunyai kolega dalam bisnis
yang dikelola oleh Hafs bin Abdurrahman, kendati begitu beliau kadang-
kadang tetap turun tangan dalam mengurusi masalah jual beli ini.18

15 Hammad bin Abu Sulaiman merupakan seorang pemimpin Fikih Irak pada
masanya.

16 Sekitar tahun 119 120 H.

17 (Al-Jamal, 2007)

18 (Asy-Syinawi, 2013)

14 | P a g e
Salah satu cerita kearifan Abu Hanifah dalam bisnis yang patut
diteladani yaitu, sewaktu Abu Hanifah menitipkan barang dagangan
kepada rekan bisnisnya yaitu Hafs, Abu Hanifah memberitahu bahwa
barang dagangannya yang ini ada cacatnya, serta berkata jika engkau
hendak menjualnya kepada orang lain, maka jangan lupa untuk
memberitahukan cacat barang tersebut.

Akhirnya Hafs berhasil menjual semuanya. Namun ia lupa


memberitahukan cacat barang-barang tertentu tersebut. Ketika Abu
Hanifah mengetahui masalah ini, sedangkan seorang pembeli tersebut
sudah tidak bisa bertemu kembali. Abu Hanifah merasa tidak tenang
hingga akhirnya ia menyedekahkan seluruh hasil penjualan yang didapat
atas baju yang cacat tersebut.19

2.2.3 Teladan dalam bertetangga

Salah seorang tetangga Abu Hanifah adalah peminum khamr, ia selalu bernyanyi
dengan suara keras ditengah malam, sehingga mengganggu kenyamanan
masyarakat tersebut. Bait-bait syair yang ia dendangkan sewaktu mabuk ialah
Mereka telah mentelantarkanku, pemuda mana yang mereka telantarkan
Untuk sebuah hari yang dipenuhi kebencian dan untuk menambal kekosongan
Sepertinya aku tidak bisa menjadi perantara
Sementara nisbatku tidak berada pada keluarga Umar
Karena seringnya pemuda tersebut melantunkan dua bait diatas,
Abu Hanifah menjadi sangat hafal. Suatu hari polisi Negara menangkap
tetangganya ketika ia mabuk dan dijebloskan kedalam penjara.
Mendengar kabar itu Abu Hanifah pergi ke kantor polisi untuk
membebaskannya. Setelah meminta sang Amir untuk membebaskannya
dan menebus denda yang dikenakan kepadanya akhirnya si pemuda
tersebut dapat di bebaskan. Melihat begitu pedulinya dan baiknya Abu
Hanifah terhadapnya, saat itu ia bertaubat dan kembali kepada Allah serta
tidak akan pernah mabuk.20

2.2.4 Akhlak Abu Hanifah

Diceritakan oleh Al-Jauhari; Tatkala aku bersama Amirul Mukminin


Harun Al-Rosyid, Abu Yusuf murid dari Abu Hanifah masuk, maka Amirul
mukminin berkata, Ya Abu Yusuf, tolong ceritakan kepadaku tentang
akhlak Abu Hanifah! kemudian Abu Yusuf menjawabnya, menurut kami
Abu Hanifah merupakan seorang yang sangat gigih membela hurumat
Allah, jika di datangi sangat wara, tidak berbicara masalah agama kecuali

19 (Bastoni, 2006)

20 (Al-Jamal, 2007)

15 | P a g e
berdasarkan ilmu, merupakan seorang yang zuhud, selalu diam (tidak
banyak bicara), dan mempunyai wawasan yang sangat luas

Jika ditanya tentang suatu masalah, ia ibarat ilmu yang sedang


berbicara. Menjawab sesuai yang ia dengar, jika tidak ia mengkiaskan
dengan kebenaran, sangat dermawan dalam ilmu dan harta, tidak ghibah,
dan tidak menyebutkan seseorang kecuali kebaikannya.21 Kemudian
Amirul Mukminin berkata Ini merupakan Akhlak orang-orang sholeh yang
sebenarnya.

2.2.5 Komentar Para Ulama tentang Abu Hanifah

Banyak sekali pujian-pujian terhadap Abu Hanifah, mereka memuji


kreadibilitas, keilmuan dan kepribadian Abu Hanifah dan semuanya
sepakat atas penilaian tersebut. Seperti yang diriwayatkan oleh Al-Khatib
bahwa seseorang bermimpi melihat Abu Hanifah membongkar makam
Nabi Muhammad. Ketika ditanya tentang maknanya, Muhammad bin Sirrin
menjawab, orang yang terlihat di dalam mimpi itu (Abu Hanifah) akan
menciptakan ilmu yang belum pernah diciptakan oleh orang lain.

Ketika Ibnu Sirrin mendatangi Sufyan Ats-Tsauri beliau berkata Anda


datang dari mana?. Dari Abu Hanifah jawab Ibnu Sirrin. Kemudian Sufyan
menjawab Anda telah berkunjung kepada seorang yang paling fakih
sedunia. Selain itu dalam kesempatan lain Bisyr berkata; Saya pergi haji
bersama Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri; Sufyan merupakan orang
yang paling tahu tentang hadits Rasulullah SAW, serta mempunyai
kedudukan yang tinggi. Setiapkali mereka berdua turun disuatu tempat,
orang-orang berkumpul disekeliling mereka dan Sufyan selalu
mendahulukan Abu Hanifah apabila ditanya tentang suatu masalah
sementara Abu Hanifah ada, Sufyan tidak segera menjawab sampai Abu
Hanifah-lah yang menjawabnya22

Diriwayatkan dari Malik bin Anas bahwa ketika ditanya, Apakah


Anda pernah bertemu dengan Abu Hanifah? Malik bin Anas menjawab,
Ya. Seperti apakah Abu Hanifah itu?, kemudian Malik menjawab Dia
adalah seorang pria yang bila mengatakan, Aku bisa mengubah tiang ini
menjadi emas ia akan memberikan alasan untuknya.

2.3 Jawaban-jawaban Abu Hanifah

2.3.1 Apakah kamu melihat akalmu.

21 (Al-Jamal, 2007)

22 (Al-Jamal, 2007)

16 | P a g e
Suatu hari, seorang Ateis menanyai Abu Hanifah, Apakah engkau
melihat Tuhanmu? dan apakah kamu menyentuhnya, mencium, atau
merasakannya?. Abu Hanifah menjawab Mahasuci Allah. Dia tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala
penglihatan itu dan Dialah Mahahalus dan Mahateliti (Qs. Al Anam:103)
dan Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha
Mendengar, Mahamelihat (Qs Asy-Syuro:11)

Jika kamu tidak melihat-Nya, menyentuh-Nya, mencium-Nya, dan


merasakan-Nya bagaimana caramu membuktikan keberadaan-Nya?.
Jawab Abu Hanifah, kamu ini benar-benar tidak bisa berfikir! Apakah kamu
melihat akalmu, mencium dan merasakan akalmu?. Tidak jawab orang
atheis itu. Kemudian Abu Hanifah bertanya kamu berakal atau gila? Jika
kamu benar-benar berakal, dimana letak akalmu?. Tidak tahu, tetapi
yang pasti dia ada. Demikian pula Allah Subhanahu Wataala. Dia tidak
bisa dirasakan tetapi yang pasti Dia ada.23

2.3.2 Ulama Sombong

Salah seorang ulama masuk di Masjid Rushafah dan mengumumkan


kepada para hadirin. Saya siap menjawab pertanyaan paling sulit
sekalipun. Dan diantara para hadirin ada Abu Hanifah dan menanyakan
satu pertanyaan yaitu Semut yang berbicara dengan Nabi Sulaiman
jantan atau betina. Ulama yang sombong tersebut terdiam karena tidak
bisa menjawab pertanyaannya dan berkata Aku tidak tahu. Abu Hanifah
berkata Dia adalah betina. Terdapat dalam surat An-Naml:18
Berkatalah seekor namlah (semut wanita). Sebenarnya Aku tidak ingin
menanyaimu. Aku hanya ingin mengatakan. Jangan menyombongkan
kemampuanmu.24

2.3.3 Aku Khawatir telah Memanfaatkannya

Seorang pria datang kepada Abu Hanifah meminta beliau


meminjami uang dengan rumahnya sebagai jaminannya. Tanpa pikir
panjang Abu Hanifah mengiyakannya. Suatu hari di siang hari yang sangat
terik, seorang pria melintas dan melihat Abu Hanifah berdiri di bawah
terik matahari di depan rumah tersebut. Kemudian akhirnya pria tersebut
bertanya kepada Abu Hanifah Mengapa Anda berdiri di bawah terik
matahari, padahal rumah itu didepan anda?. Rumah ini dijadikan jaminan

23 (Asy-Syinawi, 2013)

24 (Asy-Syinawi, 2013)

17 | P a g e
untuk pinjaman yang aku berikan. Aku khawatir aku telah
memanfaatkannya25, ujar Abu Hanifah

2.3.4 Kemahlukan Al-Quran

Pada zaman Abu Hanifah, sekelompok orang mulai menyebarkan


keyakinan tentang khalqul Quran. Mereka menyatakan Al-Quran adalah
mahluk, padahal dia adalah mukjizat Nabi Muhammad. Penyebar pertama
keyakinan ini adalah Jad bin Dirham yang dihukum pancung oleh Khalid
bin Abdillah, gubernur Khurasan. Salah satu orang yang meyakini iktikad
ini adalah jahm bin shafwan.

Musuh-musuh Abu Hanifah telah menuduhnya meyakini iktikad ini


hingga ia disuruh bertaubat sebanyak dua kali yaitu oleh Yusuf bin Umar
dan Qadhi Ibnu Abi Laila. Musuh-musuh Abu Hanifah seperti mutazilah
juga menuduh bahwa ia telah mengikuti iktikad ini. Pasalnya, kelompok
yang mempunyai iktikad ini mereka ingin aliran mereka didukung oleh
ulama tersohor agar dapat penganut yang banyak.

Ketika ditanya oleh Abu Yusuf tentang pendapat Al-Quran tersebut


beliau hanya berwasiat kepada muridnya tadi. Beliau berkata Pegang
teguhlah wasiatku ini: jangan pernah membicarakan dan menanyakannya.
Yakinlah, Al-Quran adalah adalah firman Allah. Titik! Dan jika umat islam
membahasnya, mereka tidak akan mendapat kemajuan selama-lamanya.
Pernyataan Abu Hanifah ini menegaskan bahwa Abu Hanifah menolak
dengan keras membahas tentang kemakhlukan Al-Quran. Tetapi begitu
musuh-musuhnya terus berusaha mendakwa bahwa Abu Hanifah
mengakui iktikad ini.26

2.4 Fikih Imam Abu Hanifah

2.4.1 Dalil-dalil Fikih Imam Hanafi

Dalam kitab Tarikh Baghdad ada nukilan perkataan Abu Hanifah


yang berbunyi, Saya memakai Kitabullah. Jika tidak ada saya memakai
Sunnah Rasul-Nya. Apabila tidak ada dalam keduanya, saya memakai
perkataan dari sahabat yang saya sukai. Dan saya tidak mau selain dari
perkataan mereka sedangkan Ibrahim, Asy-Syabi, Ibnu Sirin, Hasan, Atha
dan Saad bin musayyab adalah sekelompok orang yang berijtihad, maka
aku pun berijtihad seperti mereka

25 Hukum barang jaminan itu sama seperti benda mati. Tidak boleh diambil
manfaatnya oleh si pemberi hutang.

26 (Asy-Syinawi, 2013)

18 | P a g e
Abu Hanifah mempergunakan qiyas. Jika qiyas tidak bisa
dilaksanakan Abu Hanifah mempergunakan Istihsan. Bila tidak bisa
digunakan juga maka beliau menggunakan Urf. Menurut Sahl. itu adalah
dalil-dalil yang sama yang digunakan oleh mayoritas para ulama.

Kesimpulannya adalah dalil-dalil yang digunakan oleh Abu Hanifah


ada tujuh; yaitu: Al-Quran, sunnah, perkataan para sahabat, ijma, qiyas,
istihsan lalu urf.

2.4.2 Konsep Fikih Imam Hanafi

Abu Hanifah bisa disebut sebagai ulama pertama yang menulis fikih.
Para ulama setelahnya mengikuti metode dan cara yang ia tentukan.
Sebab para sahabat dan tabiin belum menulis kajian fikih dalam bentuk
bab dan sub-bab atau dalam bentuk buku yang tersusun secara
sistemantis, mereka hanya mengandalkan kekuatan hafalan mereka.
Setelah kemunculan Abu Hanifah, Ia melihat bahwa kajian fikih tersebar
kemana-mana sementara mayoritas umat sibuk untuk mempelajari
disiplin ilmu yang lain, seperti; Tafsir, dan Hadits dan periwatannya. Disisi
lain juga telah terdapat ilmu-ilmu lain seperti Filsafat Yunani. Beliau takut
nantinya fikih akan dilupakan atau dimasuki kajian-kajian luar yang bukan
bagian dari fikih.

Untuk itu Abu Hanifah mulai menulis fikih dan menyusunnya dalam
bab perbab yang sistematis. Dalam buku yang ia dektekan kepada para
muridnya dan ia telah koreksi, Abu Hanifah mulai tulisannya dengan
pembahasan thaharah, terutama bab air, wudlu, lalu tentang mandi dan
tayamum. Setelah itu ia membahas tentang shalat; syarat sahnya, dan
membahas tentang sholat-sholat sunnah seperti shalat jenazah, kemudian
membahas tentang bab zakat, lalu puasa baru setelah itu pindah ke
pembahasan muamalat, hudud, dan ditutup dengan pembahasan
warisan.27

Tidak ada buku yang ditulis langsung oleh Abu Hanifah, adapun yang
dimaksud dengan buku karangan beliau adalah apa-apa yang ditulis oleh
murid-murid beliau lalu mereka membacakannya di hadapan Abu Hanifah,
lalu beliau memberikan catatan, pengarahan, serta persetujuan. Dengan
cara inilah madzhab Imam Hanafi ditulis.

2.4.3 Fikih Antisipatif dan Abu Hanifah

Fikih Antisipatif adalah fatwa fikih tentang masalah yang belum


terjadi, tapi mempunyai kemungkinan terjadi. Fikih jenis ini banyak
menyebar di kalangan fuqoha aliran rasional karena ketika menyimpulkan

27 (Al-Jamal, 2007)

19 | P a g e
alasan hukum yang didasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah, mereka
terpaksa mereka-reka masalah agar bisa diterapkan pada masalah lain.

Abu Hanifah membuat sangat banyak masalah rekaan karena dia


begitu sering memakai qiyas dan menyimpulkan alasan hukum dari nash.
Sampai-sampai ada riwayat yang mengatakan bahwa Abu Hanifah telah
membuat 60.000 fikih rekaan ada juga yang mengatakan 300.000 fikih
rekaan. Dalam riwayat pertama angka yang sedemikian besar sehingga ia
layak diragukan dan sedangkan dalam riwayat kedua lebih besar lagi
sehingga ia layak untuk ditolak. Alasan Abu Hanifah membuat ini adalah
untuk persiapan menghadapi musibah sebelum benar-benar datang, jika
kelak terjadi kita sudah tahu jawabannya.

Banyak yang mengklaim bahwa pencipta fikih rekaan adalah Abu


Hanifah seperti Al-Hajawi. Kenyataannya pencipta fikih rekaan bukanlah
Abu Hanifah. Beliau hanya memperluas cakupannya dengan
memperbanyak masalah yang dibahas, sebelum itu fikih antisipatif sudah
ada di tengah-tengah fuqoha rayu. Pada waktu itu, terjadi perbedaan
pendapat tentang pengira-ngiraan masalah beserta hukumnya.
Kebanyakan ulama salaf menentangnya bahkan ada yang menyebutnya
bidah yang wajib diingkari dalam agama.28

Mereka-reka masalah yang mungkin terjadi dan menetapkan hukumnya


adalah sesuatu yang mesti dilakukan orang yag mempelajari fikih. Sejak
fikih menjadi menjadi ilmu sendiri yang dipelajari umat islam, terdapat
begitu banyak dan beragam masalah yang dihadapi.

2.4.4 Contoh Fikih Imam Hanafi

Salah satu contoh hukum dalam fikih hanafi adalah Seorang wanita
berhak menikahkan dirinya sendiri.

Islam memberi wanita hak dan kewajiban yang sama dengan pria.
Dia memberi hak atas harta benda dan membebaninya dengan kewajiban
yang tidak berbeda. Selama punya pemikiran yang waras, seorang wanita
punya hak melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginannya dan
tidak bertentangan dengan syariat.

Mayoritas ulama tidak membolehkannya bertindak sendiri dalam


perkawinan. Menurut mereka, seorang wanita dewasa dan berfikiran sehat
tidak boleh dipaksa menikah dengan seseorang dan dia wajib diberi hak
untuk menentukan siapa calon suaminya, namun ia tetap wajib
melibatkan walinya. Seorang wali tidak boleh melarangnya menikah
dengan pria yang dicintainya dan sepadan denganny. Jiak ia melarangnya,

28 (Asy-Syinawi, 2013)

20 | P a g e
wanita itu boleh mengadukan masalahnya kepada qadhi guna membela
diri. Kemudian qadhi memerintah bawahannya untuk menikahkannya
dengan orang yang dicintainya tersebut.

Itulah ketetapan yang diselisihi oleh Abu Hanifah. Dan satu-satunya


fuqaha ahlu sunnah yang sepakat dengannya adalah Abu Yusuf menurut
salah satu riwayat darinya. Wanita berhak menikahkan dirinya dengan
orang yang sepadan asal dengan Mahar mitsi adalah pendapat yang
cuman dimiliki oleh Abu Hanifah, walaupun demikian, Abu Hanifah tetap
berpendapat, pernikahan yang dilangsungkan seorang wali adalah
tindakan yang lebih baik, sehingga wanita yang menikah sendiri adalah
perilaku tindakan yang tidak baik. Walau begitu wanita tersbut tidak
melampaui batas, tidak berbuat dzalim, tidak berdosa dan akad nikahnya
tetap sah karena ia bertindak di wilayah kekuasaannya29.

29 (Asy-Syinawi, 2013)

21 | P a g e
22 | P a g e
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah:

1. Abu Hanifah mempunyai sifat yang sangat mulia dan merupakan


panutan dalam beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Beliau selalu
mengedepankan Al-Quran dan Sunnah dalam ketetapan hukumnya.
Beliau selalu takut kepada Rabnya dan tidak sembarangan dalam
pengambilan suatu hukum.

2. Beliau belajar ilmu fikir dari beberapa ulama yang berbeda-beda


pendapatnya. Ada yang dari Ahlus sunnah dan ada juga yang dari Ahli
Rayi. Tetapi Abu Hanifah keluar dengan pemahamannya sendiri dan
mempunyai gagasan baru yang tidak menyelisihi dengan Ahlus sunnah.
Beliau juga belajar pada Syaikh Hammad selama 18 tahun. Kepada
syaikh Hammad-lah Abu Hanifah belajar tentang ilmu fikih

3. Sebelum beliau mulai belajar. Abu Hanifah memeriksa satu persatu ilmu
yang berkembang dimasanya. Yang akhirnya beliau mendapat Taufik
untuk mempelajari ilmu fikih. Beliau juga termasuk orang pertama yang
menulis tentang fikih secara sistematis. Pada zamannya para ulama
hanya mengandalkan hafalannya untuk menjawab permasalahan fikih
tetapi Abu Hanifah khawatir karena umat pada zamannya sudah
termasuki ilmu-ilmu luar seperti Filsafat Yunani, dan Persia. Oleh karena
itulah, Abu Hanifah membuat Ilmu fikih dalam bab-bab yang tersusun
secara sistematis.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini terdapat sangat banyak kekurangan,


penulis merekomendasikan untuk membaca literatur yang lebih rinci
untuk mendapatkan informasi secara lebih jelas. Beberapa buku yang
dijadikan dasar teori ini juga merupakan buku yang memuat informasi
mengenai Biografi Abu Hanifah.

23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jamal, M. H. (2007). Biograf 10 Imam Besar. (d. M. Khaled Muslih, Trans.)


Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Al-Minsyawi, M. S. (2007). 100 Tokoh Zuhud. (Abdullah, Trans.) Jakarta: Senayan


Abadi Publishing.

Asy-Syinawi, A. A. (2013). Biograf Imam Abu Hanifah. (A. Majid, Penerj.) Solo: PT
Aqwam Media Profetika.

Bastoni, H. A. (2006). 101 Kisah Tabi'in. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Basya, A. R. (n.d.). Jejak Para Tabi'in. (A. U. Abdillah, Trans.) Solo: At-Tibyan.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai