Anda di halaman 1dari 4

NAMA : SITI ROSIDATUL LUTFIANAH

KELAS : TASAWUF PSIKOTERAPI 1-A

NIM : 12303183011

SEJARAH ISLAM LOKAL DI DAERAH KEDIRI

Agama islam merupakan agama yang di anut oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Namun
untuk mencapai pada situasi seperti ini pasti melewati proses yang panjang dan tidak secara
instan, ini biasanya disebut sebagai islamisasi. Di setiap daerah di Indonesia tentu
mengalami proses islamisasi maupun proses-proses lainnya. Dalam membahas islamisasi di
Indonesia tidak terlepas dari daerah Jawa yang dimana Jawa merupakan pusat penyebaran
agama islam pertama selain di Sumatra. Sama halnya di daerah Kediri ini seperti yang di
ketahui dalam fakta sejarah bahwa daerah kediri ini merupakan daerah yang penting dalam
sejarah kerajaan kediri hingga kerajaan Majapahit yang dahulu merupakan daerah agama
Hindu-Buddha. Kediri juga dapat dikatakan sukses dalam menyebarkan agama islam dan
menggeser agama sebelumnya sehingga agama islma dapat diterima oleh masyarakat Kediri
sampai saat ini. Namun untuk sumber sejarah islamisasi di daerah kediri bisa dikatakan
sangat minim karena keterbatasan bukti yang telah rusak dan hilang dan banyaknya
penafsiran juga menyulitkan untuk mengetahui sejarah yang sebenarnya.

Proses islamisasi di daerah Jawa menurut data arkeologis datang sejak abad ke 11 dari
beberapa informasi juga islam sudah masuk kerajaan Majapahit dan dapat diterima dalam
kerajaan Majapahit. Penyebaran islam di Jawa tidak terlepas dari peran toko penyebarnya
yang biasa masyarakat sebut dengan Walisongo yang mulai menyebarkan agama Islam
sekitar pada abad 15-16 Masehi. Walisongo merupan sebagai pemeran utama dalam sejarah
islam di Jawa namun yang harus kita ketahui bahwa keterbatasan para tokoh dalam aspek
mobilitas jangkauan dakwah, dimana seperti yang kita ketahui bahwa wilayah Jawa sangat
luas dan masyarakatnya pun tersebar diberbagai daerah. Jadi tidak semua daerah di Jawa bisa
di singgahi oleh para tokoh Walisongo seperti daerah kediri, di daerah kediri bahkan tidak
pernah dijumpai catatan historis tentang peranan Walisongo dalam menyebarkan islam. Akan
tetapi kita bisa melacak awal masuknya islam di daerah kediri dari mencoba mencari jejak-
jejak peninggalan yang menjadi bukti proses islamisasi. Bukti-bukti historis tersebut dapat
berupa makam islam yang sudah ada sejak dahulu, prasasti dan bisa juga cerita masyarakat
kediri itu sendiiri

Di suatu daerah di kediri ada sebuah makam yang disebut sebut sebagai makam tokoh islam
kediri yaitu ' Mbah Wasil ' namun para ahli masih bingung mengenai tokoh ini karena banyak
timbul berbagai penafsiran karena rusaknya inskripsi yang berada di makam tersebut dan
menjadi sulit untuk memastikan siapa sebenarnya Mbah Wasil ini. Makam ini terletak di
suatu pemakaman yang biasa dikenal dengan nama Sentono Gedong, makam ini memiliki
pintu gerbang yang berbentuk seperti gapura padurasa bersayap yang terbuat dari batu bata
dan ada ornamen bermotif sulur dan mendallion yang mengelilingi makam ini. Dari ciri-ciri
makam tersebut dapat diperkirakan bahwa makam itu di bangun pada masa peralihan antara
agama Hindu dan Islam. Para arkeolog membuat suatu kajian yang membahas tentang
makam ini yaitu arkeolong bernama Louis Charles Damais yang mengemukakan
pendapatnya dalam artikel yang berjudul “ L'epigraphie musulmane dans le sud-est asiatique
“ didalamnya berisi ulasan singkat seperti ini “ Di pekuburan ini ada seorang tokoh yang
disebut sebagai Al-Imam Al-Kamil dan epitafnya diakhiri dengan nama Al-Shafi'i
madhhaban al-arabi nisban wa huwa tadj al-kuda “ namun dalam ulasan ini tanggalnya
hilang. Salah satu arkeolog lagi yang juga menkaji tentang makam atau situs ini adalah
Claude Guillot dan Ludvik Kalus yang diberi judul “ L'enigmetique insciption musumane du
maqam de kediri “ ulasan atau penelitian ini lebih menjurus pada inskripsi makam melalui
kajian epigrafi. Dari sebuah inskripsi yang ada disana muncul satu kata yaitu al wasil yang
diterjemahkan sebagai orang yang saleh dari penggalan kata tersebut dapat di simpulkan
bahwa makam itu memang makam syaikh al wasil. Selain kata al wasil ada juga kata kata
lainnya seperti al-shafi'i, al-abarkuhi,al-bahrayni. Kata al-shafi’imemiliki arti sebuah madzab
yang di anut tokoh tersebut atau al wasil, al-abarkuhi dikait-kaitkan dengan salah satu kota
kecil yang ada di Iran yaitu abarquh atau abarkuhi, sedangkan al-bahrayni merupakan ada
kaitannya dengan kepulauan bahrain atau pada salah satu suku yang ada di Arab. Ketiga kata-
kata diatas menunjukkan identitas seorang yang dimakamkan tersebut atau al wasil.

Ada banyak hipotesis yang muncul dari para sejarawan mengenai identitas asli tokoh yang
dimakamkan dan tahun kematiannya. Disini akan memaparkan dua hipotesis yang lebih
relevan. Hipotesis yang pertama menyebutkan bahwa tokoh tersebut merupakan seorang
syaikh yang menuntaskan karyanya di kediri sekitar pada tahun 920 hijriah. Hipotesis yang
kedua yaitu tokoh ini berkaitan dengan penyerangan yang dilakukan kerajaan Demak
terhadap kerajaan Majapahit yang saat itu berpusat di daerah Daha atau sekarang Kediri.
Penyerangan tersebut dilakukan bukan hanya satu kali tetapi sebanyak tiga kali yakni
penyerangan pertama dan kedua dilakukan oleh seorang tokoh bernama Rahmatullah namun
penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Lanjut dengan penyerangan ketiga dipimpin
oleh Djafar al-sadiq atau lebih sering dikenal sebagai sunan kudus pada penyerangan kali ini
kerajaan Demak berhasil mengalahkan kerajaan Majapahit. Dan untuk menghargai jasa
Rahmatullah yang telah gugur sebelumnya dan merupakan ayahanda dari sunan kudus maka
dibangunlah sebuah monumen peringatan. Artinya bisa saja makam yang dimaksud itu bukan
tempat dikuburnya tokoh akan tetapi sebuah monumen peringatan. Sama kaitannya dengan
inskripsi yang menyebutkan daerah timur tengah tokoh ini atau Rahmatullah bila di tarik dari
garis keturunan ia merupakan keturunan khalifah husein yang berasal dari Timur tengah jika
menurut Hikayat Hasanuddin.

Menurut penafsiran dari guru besar sejarah Universitas negeri Malang Prof. Habib Mustopo
beliau memberikan penafsiran dwngan menghubungkan seorang tokoh yang disebutkan
dalam kitab musassar kitab yang terkenal kemudian sebagai serat jangka jayabaya didalam
kitab ini terdapat penggalan sajak yang menjelaskan bahwa ada kedatangan seorang tokoh
yang bernama Syamsuddin al wasil yang berasal dari Ngerum/Rum ( persia ) yang melalukan
misi berdakwah dan untuk membahasa kitab musassar atas undangan dari Raja Jayabaya. Jika
dicocokan dengan inskripsi yang telah rusak itu maka ada kecocokan yaitu pada daerah al
abarkuhi atau daerah kecil di Iran Persia. Dalam kitab yang bernama kitab Hariwangsa juga
di jelaskan bahwa semasa jayabaya ada seorang guru dari sang Raja yang ajarannya sangat
dipatuhi oleh sang Raja maka dapat dipastikan bahwa seorang guru tersebut bukan orang
sembarangan melainkan orang yang memiliki tingkatan ilmu yang tinggi. Dapat disimpulkan
bila melihat dari bukti yang terdapat di Serat Jangka Jayabaya dan Kakawin Hariwangsa
bahwa yang dimakamkan di situs Sentono Gedong itu merupakan Syamsuddin al wasil yang
menurut kitab ini tokoh tersebut berusaha menyebarkan agama islam di Kediri melalui jalut
politik dengan memanfaatkan kedekatannya kepada Raja Jayabaya akan memudahkan dalam
proses islamisasi karena pada umumnya sang Raja memang menjadi panutan bagi
masyarakatnya.

Selain syaikh Syamsuddin al wasil yang telah berperan cukup signifikan dalam proses
islamisasi ada juga satu tokoh yang tidak kalah berperan penting dalam proses islamisasi di
daerah kediri yakni Syaikh Abdullah Mursyad atau masyarakat sekitar biasa sebut dengan
Syaikh Mursyad beliau ini merupakan salah satu keturunan dari Sultan Trenggono putra
Raden Patah Demak. Masa hidup Syaikh Mursyad belum bisa dipastikan pada tahun maupun
abad keberapa namun kemungkinan besar beliau hidup pada masa antara Demak akhir atau
abad ke 15-16. Sejarah mencatat tentang Syaikh Mursyad ini dengan adanya makam yang
diidentifikasi sebagai makam beliau yang terketak di Sentolo landean Ds. Bakalan Kec.
Grogol Kab. Kediri. Makam ini merupakan makam hasil pindahan dari lokasi pabrik gula
Meritjan, proses pemindahan ini bukan tanpa alaaan melainkan karena akan dibangunnya
sebuah kanal oleh pihak pabrik gula tersebut sekitar pada tahun 1900-an. Sama halnya
dengan Syaikh al wasil, beliau ini atau Syaikh Mursyad memiliki metode sendiri dalam
berdakwah atau islamisasi dengan menggunakan 2 jalur yaitu jalur pendidikan dan jalur
kesenian. Dalam jalur pendidikan beliau memilih dengan membangun sebuah perguruan atau
semacam sekolah yang didalamnya di ajarkan tentang ilmu ilmu agama terutama agama islam
dan selain itu juga ada pelajaran tentang ilmu kanuragan. Dari perguruan tersebut Syaikh
Mursyad memiliki banyak murid yang menjadi bukti keberhasilan beliau dalam berdakwah.
Selain itu juga dalam jalur kesenian, Syaikh Mursyad di nobatkan sebagai pelopor
tumbuhnya kesenian jemblung yang dimana ceritanya telah dimodifikasi dan digunakan
untuk menarik perhatian masyarakat kediri pada saat itu agar mereka masuk islam secara
damai. Hal semacam ini yang dilakukan oleh Syaikh Mursyad merupakan strategi yang telah
dilakukan oleh tokoh islam terdahulu yakni para tokoh Walisongo antara lain sunan bonang
dengan kesenian bonangnya dan sunan kalijaga dengan kesenian wayangnya. Dengan
menggunakan media kesenian dalam proses islamisasi merupakan salah satu strategi yang
sangat ampuh mengingat masyarakat pada zaman dahulu memang sangat tertarik dengan
hiburan semacam itu sehingga secara tidak langsung memudahkan para pendakwah
melakukan misi atau tujuannya.

Dengan peran para tokoh pembawa islam di daerah Kediri pada saat itu telah membuat
masyarakat Kediri yang dulunya menganut agama Hindu-Buddha sejak kerajaan kediri
sampai ke kerajaan majapahit bahkan ada juga yang menyebutkan bahwa kediri dahulunya
menganut agama Hindu sejak zaman kerajaan Mataram lama sampai kerajaan Majapahit kini
telah tergeser dan menjadikan daerah kediri mayoritas beragama islam. Semua itu merupakan
wujud dari ketelatenan dari para tokoh seperti Syaikh al wasil dan Syaikh Abdullah Mursyad
yang telah tercatat dalam jejak historis Kediri meskipun pada kenyataannya bukti bukti
tersebut banyak yang rusak bahkan hilang akan tetapi kita tetap bisa melihat salah satu bukti
atau peninggalan yang masih ada yakni makam-makam beliau yang masih tetap utuh di
daerah Kediri.

Anda mungkin juga menyukai