Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS NOVEL

DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH


(KARYA: HAMKAH)

DOSEN PENGAMPU:

Yuli harianti M.pd

DISUSUN OLEH:

Chanti santia putri(2223290050)

PROGRAM STUDI BAHASA INDONESIA


FALKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO
BENGKULU
2023
Judul Novel: Dibawah Lindungan Ka’bah

Karya: Hamkah

Penerbit: PT Balai pustaka (persuro)

Jumlah Halaman :76 halaman

A. SINOPSIS
Novel Roman karya Hamka yang berjudul ‘Di Bawah Lindungan
Ka’bah’ ini menceritakan tentang seorang pemuda yang bernama Hamid,
sejak usianya empat tahun ia sudah di tinggal oleh ayahnya. Masa kecilnya
ia habiskan untuk membantu ibunya memenuhi kebutuhan sehari-hari
sebagai penjual kue keliling. Hingga suatu hari ia bertemu dengan keluarga
Engku Haji Jafar yang baik hati dan kaya raya.
Karena merasa kasihan melihat tetangganya yang menderita maka
keluarga Haji Jafar meminta agar Hamid dan Ibunya tinggal dan bekerja di
rumahnya. Dan Hamid diangkat sebagai anak oleh Engku Haji Jafar karena
dia anak yang cerdas, rajin, sopan, dan taat beragama. Hamid juga di
sekolahkan ke HIS bersama Zainab, anak Haji Jafar.Tamat dari HIS keduanya
kemudian melanjutkan ke Mulo sampai keduanya mendapat ijazah. Dan
ternyata selama kebersamaan mereka itu, membuat keduanya saling jatuh
cinta.
Namun perasaan itu hanya mereka pendam dalam hati. Hamid
menyadari bahwa dirinya hanyalah seorang anak dari keluarga miskin yang
dibiayai oleh keluarga Haji Jafar. Itulah kenapa dia hanya memendam rasa
sukanya terhadap Zainab. Setelah tamat dari Mulo baru mereka berpisah.
Zainab menjalani pingitan sesuai adat di desa itu sedangkan Hamid
melanjutkan sekolah agama ke Padang Panjang. Di sekolah itulah Hamid
mempunyai seorang teman laki-laki yang bernama Saleh.
Suatu hari kabar mengejutkan datang, Hamid mendapat kabar bahwa
ayah angkatnya, Haji Jafar meninggal dunia dan tidak lama kemudian, ibu
kandungnya pun meninggaldunia. Dan sejak kematian ayah angkatnya,
Hamid jarang bahkan tidak pernah menemui Zainab, hingga pada suatu
petang, saat Hamid pergijalan-jalan di pesisir, ia bertemu dengan Mak
Asiah, ibuangkatnya. Pada pertemuan itu Asiah berharap agar Hamid bisa
datang kerumahnya, karena ada suatu hal penting yang ingin
dibicarakannya. Pada keesokan harinya Hamid datang kerumah Mak Asiah,
dan beliau meminta tolong agar Hamid mau membujuk Zainab untuk
bersedia dinikahkan dengan kemenakan Haji Jafar.
Meskipun permintaan itu bertentangan dengan isihatinya, dia tetap
melaksanakan apa yang diminta Mak Asiah. Akan Tetapi permintaan itu
ternyata ditolak oleh Zainab dengan alasan ia belum ingin
menikah.Semenjak kejadian itu Hamid tidak pernah datang lagi, dia hanya
mengirimkan surat kepada Zainab dan mengatakan bahwa ia akan pergi
jauh mengikuti langkah kakinya berjalan. Surat Hamid itulah yang selalu
mendampingi Zainab yang dalam kesepian itu.
Hamid meratau sampai ketanah suci, di negeri itu ia bertemu dengan
Saleh, temannya dulu. Istri Saleh ternyata adalah sahabat baik Zainab. Dari
surat Rosna yang dikirim untuk suaminya, Hamid mengetahui bahwa Zainab
sakit dan ia sangat mengharapkan kedatangan Hamid. Zainab sendiri
mengirim surat kepada Hamid dan mengatakan bahwa hamid harus
kembali, kalau tidak, mungkin akan terjadi sesuatu padanya. Dan benar saja
seminggu setelah itu, Zainab menghembuskan nafas terakhirnya. Saleh
yang mengetahui kabar meninggalnya Zainab dari istrinya pun tidak tega
memberitahu kabar tersebut pada Hamid. Namun akhirnya atas desakan
dari Hamid, Saleh memberitahukan kabar tersebut.
Setelah mendengar kabar menyedihkan itu, Hamid tetap
memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun, dalam perjalanannya,
dia jatuh lunglai, sehingga Saleh mengupah orang Badui untuk memapah
Hamid. Setelah acara di Mina, mereka kemudian menuju Masjidil Haram.
Setelah mengelilingi Ka'bah, Hamid minta diberhentikan di Kiswah. Dan
kemudian Hamid pun meninggalkan dunia di hadapan Kabah, menyusul
sang kekasih.

B. ANALILIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK


1. Tema
Tentang cinta yang tak sampai karena perbedaan status sosial yang
menghalangi untuk Zaenab dan Hamid bisa bersama. Hamid adalah
seorang pemuda miskin yang tinggal bersama ibunya karena ayahnya
telah meninggal semasa Hamid kecil. Berbeda dengan Zaenab anak dari
seorang saudagar kaya, orang tuanya tentu memilihkan pasangan hidup
bagi Zaenab karena agar harta kekayaannya tetap terjaga tentu dari
kalangan orang kaya pula.

2. Alur/plot
Alur Campuran
“Diawali pada tahun1927 di Mekkah saat tokoh saya sedang ingin me-
laksanakan ibadah haji bertemu dengan seorang pemuda yaitu Hamid,
merekapun berteman. “
“Hamid yang hanya tinggal berdua dengan ibunya karena ketika dia
umur empat tahun ayahnya telah meninggal. Hamid dan ibunya tinggal
dalam kemiskinan, Hamid pun yang sudah memasuki umur enam tahun
harus menunda masuk sekolah karena tidak adanya biaya. Suatu hari
telah pindah ke kampung Hamid seorang saudagar kaya bernama Haji
Ja’far beserta istri yaitu Mak Asiah dan satu anak perempuannya
bernama Zaenab. Perhatian Haji Ja'far dan Mak Asiah sangat baik.
Hamid dianggap seperti anaknya sendiri.”
3. TOKOH DAN PENOKOHAN
A. TOKOH
1. Hamid
“ Seorang pemuda miskin yang tinggal bersama ibunya karena
ayahnya telah meninggal semasa Hamid kecil. Hamid berbudi pekerti
luhur, sopan, pintar, rendah hati, dan sederhana”
2. Ibu Hamid
“ wanita yang gigih berjuang membesarkan anaknya walau hanya
sendirian. Baik hati dan penuh kasih saying”
3. Zaenab
“ Anak perempuan Haji Ja’far dam Mak Asiah. Berteman dengan
Hamid sejak kecil. Selalu bersama-sama hingga tamat sekolah.
Zaenab baik hatinya, sopan, ramah, dan sangat patuh kepada orang
tuanya.”
4. Haji Ja’far
“Saudagar kaya yang membantu kehidupan Hamid dan ibunya, yang
menyekolahkan Hamid. Haji Ja’far sangat dermawan dan baik hati”
5. Mak Asiah
“Wanita yang penuh kasih sayang. Baik hatinya kepada siapa
saja,Mak asiah”
6. Rosna
“Istri Saleh dan juga sahabat baik Zaenab, dia selalu bersedia
mendengarkan keluh kesah Zaenab dan menemani Zaenab disaat
Zaenab merasa sedih karena kepergian Hamid.”
7. Saleh
“ Teman semasih sekolah Hamid yang ingin melanjutkan
pendidikannya di Mesir. Suami Rosna”
B. PENOKOHAN (watak)
1. Hamid( Tabah dan tegar)
“Hidupnya amat sederhana, tiada lalai dari ibadat, tiada suka
membuang waktu kepada yang tidak berpaedah, lagi amat suka
memperhatikan buku-buku agama, terutama kitab-kitab yang
menerangkan kehidupa orang-orang yang suci, ahli-ahli tasawuf
yang tinggi”
2. Zainab (Gadis baik)
“meskipun saya hanya anak yang beroleh tolongan dari ayahnya,
sesekali tidaklah Zainab memandang saya sebagai orang lain lagi,
tidak pula pernah mengangkat diri, agaknya karena kebaikan
didikan ayah bundanya”
3. Haji Ja’far (baik hati dan dermawan)
“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau
lekas pintar dalam perkara agama dan dapat hendaknya saya
menolong engkau sampai tamat pelajaranmu.”
4. Saleh (Susah menjaga rahasia)
“Demi kelihatan hal itu jantung saya berdebar-debar, saya kasihan
kepadanya, kalau-kalu ditempat itulah ia akan bercerai buat
selama-lamanya dengan kami”
5. Rosna (setia dan teguh hati)
“Dia menceritakan kepadaku, bahwa dia telah beristri dan istrinya
telah sudi melepaskan dia berlayar sejauh itu, padahal mereka
baru kawin. Dipujinya istrinya sebagai seorang perempuan yang
setia yang teguh hati melepas suaminya berjalan jauh, karena
untuk menambah pengetahuannya”
6. Mak aisya (darawan dan rendah hati)
“Perempuan itu memakan sirih, mukanya jernih, peramah dan
penyayang. ...segala perasaian dan penanggungan ibu
didengarnya dengan tenang dan muka rawan, kadang-kadang ia
pun turut menangis waktu ibu menceritakan hal-hal yang sedih-
sedih. Sehingga waktu cerita itu habis, terjadilah diantara
keduanya persahabatan yang kental, harga-menghargai dan cinta
mencintainya”
7. Ibu hamid (tidak putus asa,penyayang,penyabar)
“ibu kelihatan tidak putus harapa, ia berjanji akan berusaha,
supaya kelak saya menduduki bangku sekolah, membayarkan cita-
cita almarhum suamiya yang sangat besar angan-angannya,
supaya kelak saya menjadi orang yang terpakai dalam pergaulan
hidup.Di waktu teman-teman bersukaria bersenda gurau,
melepaskan hati yang masih merdeka, saya hanya duduk dalam
rumah didekat ibu, mengerjakan apa yang dapat saya tolong.
Kadang-kadang ada juga disuruhnya saya bermain-main.”

4. Latar/setting
1. Latar tempat
a. Mekah
“Dua hari kemudian saya pun sampai di mekkah, Tanah Suci kaum
muslim sedunia.”
b. Kota padang
“Ayah pindah ke kota padang, tinggal dalam rumah kecil yang
kami diami itu”
c. Dirumah
“…saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu”
d. Halaman rumah
”saya dan Zainab bersama teman-teman kami yang lain berlari-lari
bermain galah dalam pekarangan rumahnya”
e. Di puncang gunung padang
“Waktu orang berlimau, sehari orang akan berpuasa, kami dibawa
ke atas puncak Gunung Padang”
f. Di padang panjang
“Waktu orang berlimau, sehari orang akan berpuasa, kami dibawa
ke atas puncak Gunung Padang”
g. Di pesisir arau
“di waktu saya sedang berjalan-jalan seorang diri di Pesisir Arau
yang indah itu”
h. Kuburan Ma’ala
“Sehari sebelum kami meninggalkan Mekkah, pergilah kami
berziarah ke kuburan Ma'ala, tempat Hamid di kuburkan”

2. Latar waktu
a. Tahun 1927
“Konon kabarnya, berjumlah pernah orang naik haji seramai
tahun 1927 itu, baik sebelum itu ataupun sesudahnya.”
b. Bulan Ramadan
“Baharu dua bulan saja, semenjak awal Ramadan sampai syawal.”
c. Bulan zulhijjah
“Pada hari kedelapan bulan Zulhijjah, datang perintah dari syekh
kami....”
d. Pagi hari
“Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu..”
e. Malam
“Pada suatu malam, sedang ia duduk seorang dirinya...”
f. Sore
“kadang-kadang di waktu sore , kami duduk di berenda mukaa.”

3. Latar suasana
a. Sedih
“air matanya titik amat derasnya membasahi sorban yang
membalut dadanya...”
b. Bahagiah
“Habis cerita sahabatku Hamid sehingga itu, mukanya kelihatan
berseri-seri,sebab simpanan dadanya yang meluap selama ini
telah dapat ditumpahkannya kepada orang yang dipercayainya”
c. Sedih
“ia berasa sedih amat, adalah anak-anak perempuan yang akan
masuk pingitan; tamat sekolah bagi mereka artinya suatu sangkar
yang telah tersedia buat seekor burung yang bebas terbang...”

5. Sudut Pandang
Dalam novel Di Bawah Lindungan Ka’bah menggunakan sudut
pandang orang pertama pelaku sampingan.

“Karena dalam cerita tokoh utamanya yaitu ‘saya’ yang bertemu


dengan Hamid di Mekkah lalu menjadi teman, menceritakan kisah
Hamid dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama yaitu
Hamid sendiri. Sedangkan dalam film menggunakan sudut pandang
orang pertama pelaku utama yaitu Hamid.”

6. Gaya bahasa
Di Bawah Lindungan Ka'bah ditulis dalam bentuk singkat dengan
gaya bahasa yang sederhana. Kritikus sastra Indonesia, Bakri Siregar
beranggapan bahwa ini mungkin terjadi karena Hamka mengikuti gaya
penulisan yang diwajibkan Balai Pustaka. Sementara ahli dokumentasi
sastra Indonesia, H.B. Jassin mencatat bahwa Hamka memiliki gaya
bahasa yang "sederhana, tapi berjiwa". Kritikus sastra lainnya, Maman
S. Mahayana, Oyon Sofyan, dan Achmad Dian menyebutnya mirip
dengan gaya bahasa dari penulis asal Mesir, Mustafa Lutfi al-Manfaluti.
Di Bawah Lindungan Ka'bah memiliki gaya penceritaan yang bersifat
didaktis, yang bertujuan untuk mendidik pembaca berdasarkan sudut
pandang penulis. Menurut Jassin, Hamka lebih mengedepankan ajaran
tentang dasar-dasar Islam dibanding menyinggung tema kemodernan,
seperti kebanyakan penulis saat itu, dan mengkritik beberapa tradisi
yang menentang Islam.
7. AMANAT
Amanat dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik
Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut:

a) Kita harus memupuk dan mempertahankan cinta dengan jalan


lurus, artinya harus dengan jalan ridho Ilahi.
“Engkau telah mengambil jalan yang lurus dan jujur di dalam memupuk
dan mempertahankan cinta.”

b) Jangan menumbuhkan perasaan jika akhirnya akan membawa


duka.
“Anakku...sekarang cintamu masih bersifat angan-angan, cinta itu
kadang-kadang hanya menurutkan perintah hati, bukan menurut
pendapat otak. Dia belum berbahaya sebelum mendalam. Kalau dia
telah mendalam, kerap kali – kalau yang kena cinta pandai – ia
merusakan kemauan dan kekerasan hati laki-laki. Kalau engkau
perturutkan tentu engkau menjadi seorang anak yang putus asa, apalagi
kalau cinta itu bertolak,, terpaksa ditolak oleh keadaan yang ada
disekelilingnya “Hapuskanlah perasaan itu dari hatimu, jangan ditimbul-
timbulkan jua. Engkau tentu memikirkan juga bahwa, bahwa emas tak
setara dengan loyang, sutra tak sebangsa dengan benang.”

c) Belajarlah dengan sungguh-sungguh.


“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas
pintar dalam perkara agama dan dapat hendaknya saya menolong
engkau sampai tamat pelajaranmu...”
C. ANALISIS UNSUR-UNSUR EKTRINSIK
1. NILAI MORAL
“maka pada dirinya saya dapati beberapa sifat yang tinggi dan terpuji,
yang agaknya tidak terdapat pada pemuda-pamuda yang lain baik dari
kalangan kaya dan bangsawan sekalipun. Sampai pada saat yang paling akhir
daripada kehidupan ayahku, belum pernah ia menunjukkan Perangai yang
tercela. Wahai Ros saya tertarik benar kepadanya.”

2. NILAI AGAMA
“Ibu pun menunjukkan kepadaku beberapa do’a dan bacaan, yang
menjadi wirid dari almarhum Ayah semasa mendiang hidup, mengharapkan
pengharapan yang besar-besar kepada Tuhan serwa sekalian alam memohon
belas kasihannya ”.
3. NILAI SOSIAL
“kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan memandang kehidupan
dan pergaulan dunia ini, karena tali tempat bergantung sudah putus dan
tanah tempat berpijak sudah terban.”
4. NILAI PENDIDIKAN
“Sekolah-sekolah Agama yang di situ mudah sekali sayaMasuki, karena
lebih dahulu saya mempelajari ilmu umum, saya hanya tinggal memperdalam
pengertian dalam perkara agama saja, sehingga akhirnya salah seorang guru
menyarankan saya mempelajari agama di luar sekolah , sebab kepandaian
saya dalam ilmu umum”
D. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis pada novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji
Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) temanya yaitu cinta terhalang kelas sosial
dan kasih tak sampai.
Susunan alur/plotnya yaitu yang pertama pengarang melukiskan keadaan
digambarkan pada awal cerita saat pengarang menunaikan ibadah haji pada
tahun 1927. Yang kedua peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak,
digambarkan ketika Hamd mencintai Zainab. Yang ketiga peristiwa mulai
memuncak, digambarkan ketika Hamid mengalami beberapa musibah yaitu
kematian Haji Ja'far dan ibunya. Yang keempat peristiwa mencapai klimaks,
digambarkan ketika Hamid diperintah oleh Mak Asiah untuk melunakan hati
Zainab agar mau ditunangkan degan saudaranya, setelah itu Hamid
meninggalkan kampung halamannya. Yang kelima pengarang memberikan
pemecahan dari semua peristiwa dengan menggambarkan cinta keduaya
terbongkar, tapi setelah keduanya mengetahui perasaa masing-masing cinta
mereka terpisah oleh kematian. Ketegangannya terletak pada apakah Hamid dan
Zaiab akan sampai menikah? Jawabannya adalah keduanya tidak sampai
pelaminan tapi sampai di atas nisan.
Tokoh yang mendukung cerita pada novel ini yaitu diantaranya Hamid. Ia
sebagai tokoh utama dengan watak roud character dan digambarkan dengan
watak campuran. Yang kedua tokoh Zainab, ia memiliki watak roud character
dan digambarkan dengan cara campuran. Yang ketiga Haji Ja'far memiliki watak
flat character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang keempat Mak Asiah
memiliki watak flat character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang
kelima tokoh ibu memiliki watak roud character dan digambarkan dengan cara
campuran. Yang keenam tokoh Saleh memiliki watak roud character dan
digambarkan dengan cara campuran. Yang ketujuh tokoh Rosna memiliki watak
flat character dan digambarkan wataknya dengan cara campuran. Yang
kedelapan tokoh Aku (pengarang) memiliki watak flat character dan wataknya
digambarkan dengan cara campuran.
Latar tempatnya yaitu di Mekah, Puncak Gunung Padang, Halaman Rumah,
Kota Padang, Rumah, Padang Panjang, Pesisir Arau, Pemakaman Ma'la, dan
Medan. Latar waktu yaitu tahun1927, bulan Ramadan, bulan Syawal, bulan
Zulhijjah, pagi, malam sore, hari Minggu. Latar lingkungan sosial diantaranya
lingkungan sosial keagamaan dan lingkungan sosial penghasilan rendah. Latar
suasana diantaranya suasana sedih dan suasana bahagia.
Gaya pengarang dalam mengungkapkan seluruh cerita yaitu dengan cara
deskripsi dan narasi. Gaya bahasa yang digunakan diantaranya asoaiasi,
antithese, pleonasme, repetisi, klimaks, hiperbolisme, personifikasi, metaphora,
euphimisme. Titik pengisahan yang digunakan oleh pengarang (HAMKA) adalah
sebgai tokoh yaitu dengan cara titik pengisahan tokoh bawahan. Sementara
amanat keseluruhanya yaitu dalam menghadapi suatu harus lebih bijak dan
memahami perasaan orang lain, serta harus bersabar dan dapat menerima
kenyataan walau menyakitkan.

1. KEUNGGULAN NOVEL DI BAWAH LIDUNGAN KA’BAH


Keunggulan yang dimiliki karya sastra ini, dapat dilihat dari keunikan
bahasanya yang penuh warna dan alurnya yang membawa pembaca
merasakan apa yang dirasakan oleh Hamid dan Zainab. Isi dari karya sastra
ini juga sangat menarik, menceritakan tentang keromantisan dan kesabaran
yang luar biasa yang tanpa disadari akan menguras air mata pada saat kita
membacanya. Kesabaran yang begitu besar, patuh pada orang tua, dan
kebiasaan bertawakal kepada Allah SWT adalah hikmah yang dapat kita
ambil dari novel tersebut.

2. KELEMAHAN NOVEL DI BAWAH LIDUNGAN KA’BAH

Kelemahan yang terdapat dalam novel ini yaitu dalam penulisannya.


Bahasa yang digunakan penulis dalam menulis novel tersebut masih berbelit-
belit, masih mencampuradukkan antara bahasa Minang-Indonesia dengan
bahasa Melayu sehingga tidak semua pembaca akan mengerti akan maksud
yang ingin disampaikan oleh pengarang.

THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai