Anda di halaman 1dari 2

Biografi Imam Syafi'i

Imam Syafi’i dilahirkan pada tahun 150 H bertepatan dengan wafatnya dua ulama besar saat itu,
yakni Imam Abu Hanafi yang wafat di Irak dan Imam Ibn Jureij Al-Makky, seorang mufti hijaz
yang wafat di kota Makkah.

Imam Syafi'i bernama lengkap Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin Saib
bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib (kakek dari Rasulullah saw). Nama
Imam Syafi’i, yang kita kenal sekarang ini, diambil dari nama kakek buyutnya. Sementara
ibunya yang bernama Fatimah binti Ubaidillah merupakan perempuan keturunan sahabat Ali bin
Abi Thalib dari jalur Sayyidina Husein ra.

Sedangkan ayah Imam al-Syafi’i yang bernama Idris adalah seorang pemuda asal Makkah yang
merantau ke Gaza, Palestina, yang memiliki keuletan serta keikhlasan luar biasa sehingga dapat
disimpulkan bahwa Imam Syafi’i adalah ulama yang bernasab mulia.

Sejak usia dua tahun, Imam Syafi’i sudah dibawa ke kota Makkah oleh ibunya. Pindahnya sang
ibu bersama Imam Syafi’i dikarenakan meninggalnya ayah Imam Syafi’i sehingga membuat
ekonomi ibunya sedikit memprihatinkan.

Tumbuh dan berkembang di kota Makkah, menjadikan Imam Syafi’i begitu jatuh cinta dengan
dunia sastra.

Ketika Imam Syafi’i memasuki usia muda, ia banyak mencurahkan waktu untuk mencari naskah-
naskah sastra dengan cara berkeliling ke kabilah-kabilah pedalaman, salah satunya adalah
kabilah Hudzel (kabilah yang terkenal sebagai ahli sastra).

Setelah Imam Syafi'i melewati pengembaraan dalam bidang sastra, akhirnya ia mahir dalam
menggubah syair-syair Arab serta menciptakan karya syair yang kemudian dikumpulkan oleh
Syekh Yusuf Muhammad Al-Biqa’i dalam buku kecil berjudul Diwan Al-Syafi’i.

Adapun perkenalan Imam Syafi’i dengan keilmuan fikih dimulai ketika guru-gurunya
menyarankan agar beliau mempelajari fikih setelah mahir berkarya di bidang sastra.

"Alangkah baiknya jika kecerdasanmu itu digunakan untuk mempelajari ilmu fikih, hal itu lebih
baik bagimu dari pada hanya belajar sastra," kata Imam Muslim bin Khalid gurunya.

Atas saran dari guru-gurunya itulah Imam Syafi’i akhirnya termotivasi mempelajari ilmu fikih
dan ilmu hadis. Ia kemudian belajar kepada ulama besar kota Makkah yaitu Imam Sufyan bin
Uyainah (seorang ahli hadis) dan Muslim bin Khalid Al-Zanji, (seorang ahli fikih).
Selanjutnya, Imam Syafi’i melanjutkan safari keilmuannya hingga ke kota Madinah untuk
berguru dengan Imam Malik bin Anas. Tidak hanya itu, Imam Syafi’i juga berguru kepada
murid-murid Imam Hanafi ke Kufah dan Irak.

Ia juga melanjutkan perjalanan hingga ke Persia, Turki, dan Palestina sebelum akhirnya
memutuskan untuk tinggal di Mesir.

Pengalaman-pengalaman dalam mengembara ilmu itulah yang membuatnya melahirkan beberapa


petuah tentang musafir agar mencari ilmu tidak hanya di satu tempat.

“Singa jika tidak keluar dari sarangnya maka ia tidak akan mendapatkan makanan. Begitu juga
dengan anak panah, jika tidak meluncur dari busurnya, anak panah tersebut tidak akan mengenai
sasarannya,” kata Imam Syafi’i.

Hingga akhirnya Imam Syafi’i melahirkan karya besar dalam bidang fikih berjudul Ar-Risalah
yang disebut-sebut sebagai kitab ushul fikih pertama yang ditulis secara sistematis dan
membawanya dijuluki sebagai Nasir As-Sunnah (pembela sunnah).

Wallahu a'lam.

Anda mungkin juga menyukai