Anda di halaman 1dari 149

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta


Lingkup hak cipta
Pasal2 :

1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana
Pasal 72 :

1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan


sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan
Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh ) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,


atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
Kumpulan 50 artikel Financial Wisdom
Harian Bisnis & investasi KONTAN

50
FINANCIAL
WISDOM
Royalti yang diterima dari penjualan buku ini akan
disumbangkan kepada
Syamsi Dhuha Foundation (SDF) bagi kegiatan
Care for Lupus & Care for Low Vision.

Syamsi Dhuha Foundation (SDF) adalah lembaga sosial nirlaba yang


membantu para penyandang Lupus dan penyandang keterbatasan
penglihatan (Low Vision). Selain itu SDF juga melakukan berbagai
kegiatan untuk meningkatkan kecerdasan dan kualitas hidup
masyarakat melalui jalur pendidikan dan pelatihan

Sekretariat :
Jl. Ir. H. Juanda 369 Komp DDK No. 1, Bandung 40135
Tlp/Fax : 022-250 2008, 022-250 4050
Hp : 081320509446
Email : end@cbn.net.id

Rekening :
A/N Syamsi Dhuha Yayasan
Bank Syariah Mandiri, Cabang Hasanuddin Jakarta
No. Rek 700 009 2497

Untuk Informasi lebih lanjut, kunjungi


www. syamsidhuhafoundation.org
50 FINANCIAL WISDOM
Cetakan Pertama

Penulis : Eko P. Pratomo


Penata letak : Tony Ardianto
Editor : Tri Adi Sarwoko

Penerbit
KONTAN Publishing
Jl Kebayoran Lama No. 1119
Jakarta 12210
Telp : (021) 535 7636
: (021) 532 8134
Fax : (021) 535 7633
Email : kontanpublishing@kontan.co.id

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang,


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya
Isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

ISBN : 978-602-98937-6-2

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta


Isi diluar tanggung jawab percetakan
D A F TA R I S I

LANGKAH INVESTASI YANG BERMAKNA xi

Sukses = Materi? 1

Hobi Menggesek Kartu Kredit 3

Harta, Milik Kita Atau Titipan Tuhan? 5

Cerdaskah Anda Secara Finansial? 7

Hanya Masalah Pemasukan dan Pengeluaran 9

Mencicil Investasi 11

Tujuh Tanda Tidak Sehatnya Keuangan keluarga 13

Ayo, Jangan Malas Menabung! 15

Pahami, Nikmati 17

Baikkah Kita Memiliki Utang? 19

Kebutuhan versus Keinginan 21

Siapa yang Harus Menanggung Biaya Kesehatan? 23

Puasa dan Pengelolaan Harta 25

Anggaran Lebaran dan THR 27

Kemerdekaan Finansial 29

Mudik dan Permasalahan Keuangan 31

Memulai dari Nol 33

vii
FINANCIAL WISDOM |

Pintar versus Cerdas 37

Memahami dan Menyikapi Risiko Investasi 39

Rebalancing dalam Berinvestasi 43

Membangun Optimisme 47

Seberapa Perlukah Tabungan Darurat? 49

Mengapa Kita Cenderung Boros? 51

Controlled Pain dalam Mendidik Anak 55

Gaya Hidup 59

Portofolio Investasi dengan Strategic Asset Allocation 61

Formasi 4-4-2 atau 4-3-3 65

Perkenalkan, Nama Saya Inflasi 67

Keterbukaan Pengelolaan Keuangan Keluarga 71

Mewariskan Perusahaan 75

Kriteria 4-M di Rekreasi 79

Awal yang Baik 83

Refleksi Akhir Tahun 87

Resolusi 2012 91

Terbatas dan Tidak Terbatas 95

Mengajari Anak Berinvestasi 97

Tolok Ukur Kinerja Investasi 99

Biaya Pendidikan yang "Melangit" 103

Hedonisme dan Tragedi Tugu Tani 105


viii
Manajemen utang 107

Bonus Time! 109

Menghindari Investasi Bodong 111

Kapan Merealisasikan Keuntungan? 113

Persepsi Investasi 117

Menciptakan Generasi Pengusaha Sejak Dini dari Keluarga 119

Investasi Kecerdasan 121

Atasi Kenaikan BBM dengan "BBM" 123

Investasi untuk PensiuN 125

Belajar Banyak Hal dari Pensiun 127

Berakhirnya Uang Muka Ringan 129

Tentang Penulis 131

ix
L A N G K A H I N V E S TA S I

YA N G B E R M A K N A

Sungguh beruntung Harian KONTAN mempunyai


Rubrik Financial Wisdom. Rubrik yang hadir sejak
edisi 29 April 2011 ini diasuh langsung oleh Eko
P. Pratomo, seorang praktisi pasar modal senior yang diakui
kepiawaiannya dalam mengelola dana para investor. Di sela-
sela kesibukannya yang sangat padat, Eko senantiasa rajin
mengirimkan naskahnya setiap pekan, hingga terkumpullah
puluhan artikel sampai paruh kedua tahun 2012 ini.

Artikel-artikel yang kini dimuat pada edisi Sabtu itu ringkas,


tidak bertele-tele. Namun, sungguh dalam makna yang
terkandung dalam tulisan-tulisan Presiden Emeritus/
Senior Advisor BNP Paribas Investment Partners ini. Sudah
begitu, enak pula dibaca. Maklumlah, Eko memang punya
pengalaman yang sangat panjang di dunia pasar modal.
Terlebih pakar pasar modal ini juga banyak menulis buku
mengenai investasi sekaligus terlibat langsung dalam
edukasi masyarakat melalui berbagai seminar dan forum
lainnya.

Karena itulah KONTAN juga bersemangat untuk menerbitkan


artikel-artikel tersebut dalam sebuah buku. Niat utamanya
adalah sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya nilai-
nilai dalam investasi, bahwa berinvestasi bukan sekadar

xi
FINANCIAL WISDOM |

menaruh duit di reksadana, main saham langsung, maupun


menaruh duit dalam berbagai wahana investasi lainnya.
Lebih dari itu, di samping berbagai investasi duniawi, ada
porsi investasi untuk akhirat. Jadi, jangan sampai menjadi
serakah. Karena, selain membuat orang bakal kehilangan
kontrol diri dan akhirnya malah merugi dalam berinvestasi,
sikap serakah juga bakal melupakan suatu kredo bahwa
pada sebagian harta seseorang itu terdapat hak orang
lain yang memang membutuhkan. Dus, tidak perlu pula
sampai kemaruk untuk menumpuk imbal hasil setinggi
langit seolah-olah mau hidup di dunia hingga 1.000 tahun
lamanya.

Memang, pada kenyataannya banyak investor yang terlalu


muluk dalam mendambakan hasil investasi yang telah
ditanamkan. Mereka ingin memperoleh keuntungan
investasi setinggi-tingginya dalam tempo yang sesingkat-
singkatnya, tapi melupakan sama sekali adanya faktor risiko
yang bisa melenyapkan seluruh aset. Alhasil, boro-boro
meraih untung, yang terjadi malah sebaliknya. Sebagaimana
terbaca dari berita KONTAN, belakangan ini kita makin
sering mendengar orang-orang yang terjebak pada tawaran
investasi bodong. Namun, jangankan investasi abal-abal,
tawaran investasi yang legal pun bisa berakhir macet.
Ujung-ujungnya duit investor tak kembali.

Maka sudah sewajarnya bila investor perlu berpegang pada


kredo berikutnya: apa pun yang berlebihan itu pasti tidak
bagus. Berinvestasi bukan berarti mencari untung sebesar-
besarnya, melainkan imbal hasil sesuai dengan target. Perlu
disadari bahwa keuntungan itu bukan tak terbatas.

xii
Pasti ada saatnya laju ataupun siklus bisnis wahana investasi
itu berhenti menanjak, lalu melandai, bahkan turun sebelum
berpeluang mendaki kembali.

Nilai-nilai mulia yang penting ditanamkan dalam niat


berinvestasi inilah yang juga tampak dari tulisan-tulisan
Eko. Ibarat laju mobil, artikel Eko itu dapat menjadi rem
dan rambu-rambu bagi investor agar tidak kebablasan
maupun salah arah. Di dalamnya terkandung panduan
agar menjadikan aktivitas investasi lebih bernilai, lebih
bermakna.

Sudah barang tentu kami, mewakili penerbit


KontanPublishing, berharap buku ini bisa menjadi bahan
pembelajaran bagi pembaca untuk lebih bijak dalam
berinvestasi, tanpa memudarkan nyali maupun ketajaman
dalam perhitungan investasi itu sendiri. Serta, lebih arif
dalam memanfaatkan hasil investasi tersebut.

Kami berharap pula pembaca buku ini mendapatkan


manfaat berupa pengetahuan, insight, sebagai bekal
pegangan menuju masa depan yang lebih baik lagi
ketimbang saat ini.

Salam,
Ardian Taufik Gesuri
Pemimpin Redaksi KONTAN

xiii
1

S U K S E S = M AT E R I ?

Financial Wisdom, 29 April 2011

B
eberapa bulan terakhir kita dikagetkan dengan kasus
pembobolan bank dengan jumlah puluhan hingga
ratusan miliar. Berita ini menambah panjang sisi
gelap tentang hubungan manusia dan uang, setelah kasus
“klasik” tentang korupsi yang juga tidak kunjung habis.
Sungguh menyedihkan. Tapi bersedih melihat kenyataan
di atas saja tidak cukup. Walau kita belum tahu motif
sesungguhnya dan harus menunggu keputusan pengadilan
untuk membuktikan salah tidaknya tersangka, menarik
untuk mempertanyakan dan mengambil pelajaran mengapa
dan untuk apa mereka (jika terbukti bersalah) “berani dan
tega” melakukan itu?

Untuk menjawab pertanyaan di atas akan banyak


versi jawaban atau pendapat, bergantung dari
sudut pandang mana kita melihatnya. Satu di antaranya
menyangkut sudut pandang “kesuksesan” yang ingin
diraih. Di zaman sekarang, ukuran-ukuran kesuksesan boleh
jadi berhenti di tatanan duniawi dengan materi sebagai
bahan bakar utama untuk meraih kesenangan, kenikmatan,

1
FINANCIAL WISDOM |

dan kemewahan. Dimensi akhirat menjadi begitu jauh dan


terlupakan.
Tampaknya sukses yang diidentikkan dengan
kepemilikan materi yang berlimpah sudah menjadi tujuan.
Padahal, kesuksesan di dunia merupakan sebuah perjalanan
(a journey) bukan tujuan (a destination). Kebahagiaan hidup
di akhirat yang abadi kelaklah yang merupakan tujuan
sebenarnya (true destination) yang harus diperjuangkan
selama kita hidup di dunia ini, dengan cara hidup sesuai
dengan aturan main yang digariskan Tuhan.

Masalah keuangan memang bukan sekadar urusan


dunia, melainkan juga memiliki dimensi dan
konsekuensi akhirat. Dua hal ini harus selalu menjadi
pertimbangan dalam setiap langkah kita, termasuk dalam
berikhtiar memperoleh harta dan memanfaatkannya
dengan benar dan baik. Uang bukanlah tujuan, ia adalah alat
untuk mencapai tujuan. Sebaik-baiknya tujuan adalah untuk
meraih kebahagiaan di dunia dan selamat masuk surga di
akhirat kelak. Berhati-hati dengan masalah keuangan bukan
untuk siapa-siapa, melainkan untuk kemuliaan diri kita
sendiri.

2
2

HOBI MENGGESEK

KARTU KREDIT

Financial Wisdom, 13 Mei 2011

A
da hobi baru di banyak keluarga Indonesia selain
hobi ber-SMS-an, ber-BBM-an, dan ber-Facebook ria,
yakni menggesek kartu kredit. Mengapa menggesek
bisa menjadi hobi? Sebagian keluarga sebenarnya “terpaksa”
memiliki hobi ini karena harus melakukan “gali lubang,
tutup lubang” untuk menutupi biaya kehidupan rumah
tangga, termasuk pemenuhan keinginan-keinginan yang
tidak prioritas, yang jumlahnya tidak sebanding dengan
penghasilan. Kartu kredit bisa menjadi dewa penyelamat
sementara, namun di kemudian hari bisa juga menjadi
sumber prahara finansial dalam keluarga.
Sehatkah hobi ini? Jawabnya adalah tidak, jika
penggunaan kartu kredit sudah menjadi fasilitas berutang
untuk menutup kebocoran anggaran rumah tangga dan
kita tidak lagi sanggup melunasi seluruh tagihan kartu kredit
tersebut saat jatuh tempo. Akibatnya, pembayaran secara
mencicil dengan beban bunga, justru akan menambah
besar tagihan utang, yang akan segera menjerat dan melilit
keluarga dengan kesulitan keuangan yang lebih parah.
3
FINANCIAL WISDOM |

Fungsi kartu kredit sebenarnya hanya untuk pengganti


uang tunai dan untuk kepraktisan bertransaksi, bukan
untuk berutang. Hati-hatilah karena sudah banyak keluarga
yang menjadi korban karena terjerat utang kartu kredit.
Nasihat sederhana yang bisa diikuti: pertama,
gunakan kartu kredit hanya sebagai pengganti uang tunai
dan digunakan untuk berbelanja hal-hal yang memang
untuk kebutuhan dan sudah direncanakan anggarannya.
Kedua, lunasilah seluruh tagihan kartu kredit yang
jatuh tempo pada setiap akhir bulan. Jangan membayar
tagihan tersebut secara mencicil, karena ada beban bunga
yang tidak perlu.

Jadi, sekali lagi, kartu kredit bukanlah fasilitas


untuk berutang. Jika kita belum sanggup melunasi
setiap tagihan di akhir bulan dan saldo utang kita makin
bertambah, bukan makin berkurang, hati-hatilah, karena
pasti ada yang salah dalam gaya hidup dan emosionalitas
kita dalam mengelola uang.

4
3

H A R TA , M I L I K K I TA

ATAU T I T I PA N T U H A N ?

Financial Wisdom, 20 Mei 2011

K
ita sering tidak menyadari bahwa harta yang kita
peroleh sebenarnya bukanlah “milik” kita, melainkan
hanyalah rezeki titipan dari Tuhan. Buktinya, harta
yang sudah kita “miliki” itu bisa saja berkurang atau hilang
tanpa kita kuasa menahannya, entah karena suatu bencana
atau terpaksa digunakan untuk hal-hal yang sebenarnya
tidak kita inginkan. Misalnya, musibah sakit yang menimpa
diri atau keluarga kita.

Memahami hakikat harta sebagai titipan akan


menyadarkan kita tentang tanggung jawab dalam
memperoleh maupun memanfaatkan harta. Budaya korupsi
dan pemborosan yang sering kita lihat di sekitar kita adalah
cerminan lemahnya pemahaman tentang hakikat harta
sebagai titipan.
Sama dengan barang yang dititipkan orang pada
kita, barang tersebut suatu ketika harus dikembalikan pada
pemiliknya. Jadi, ada tanggung jawab yang harus kita
emban selaku yang dititipi barang tersebut. Begitu pula
5
FINANCIAL WISDOM |

dengan harta yang kita peroleh, ada tanggung jawab atas


harta di hadapan Tuhan di akhirat kelak.
Tanggung jawab apa yang dimintakan Tuhan
di akhirat kelak atas harta yang kita peroleh? Ada dua
tanggung jawab yang akan diminta kelak: bagaimana kita
memperolehnya (dengan cara baik dan benar/halal)? dan
bagaimana memanfaatkannya (untuk sesuatu yang baik
dan benar/bermanfaat)?

Menganggap harta hanya sebagai hasil jerih


payah yang sudah kita usahakan (bukan sebagai
rezeki titipan dari Tuhan) dan mutlak menjadi “milik” kita,
berpotensi membuat kita menghalalkan segala cara dalam
memperolehnya. Penggunaannya pun dapat berpotensi
untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, bahkan untuk
melakukan keburukan dan kejahatan.
Harta memang dapat mendatangkan kemuliaan,
tapi harta juga dapat menjerumuskan manusia ke lembah
kehinaan. Semua tergantung pilihan kita dan bagaimana
kita memahami hakikat harta dalam kehidupan kita.

6
4

CERDASKAH ANDA

SECARA FINANSIAL?

Financial Wisdom, 27 Mei 2011

A
nda malas atau tidak pernah mampu menabung
secara rutin? Hati-hati, Anda bisa dikategorikan
sebagai orang yang tidak cerdas secara finansial.
Mereka yang dianggap memiliki kecerdasan finansial
yang paling sederhana adalah mereka yang memiliki rasio
penghasilan dibagi pengeluaran selalu lebih besar dari 1
(satu). Artinya, berapa pun penghasilannya, pengeluarannya
selalu lebih kecil daripada penghasilan, sehingga selalu ada
kelebihan uang yang bisa ditabung dan diinvestasikan.

Mengapa rasio penghasilan terhadap pengeluaran,


yang harus selalu lebih besar dari satu, menjadi
ukuran kecerdasan finansial yang paling sederhana?
Pertama, mereka yang selalu memiliki penghasilan
lebih besar daripada pengeluaran adalah orang-orang
yang independen atau mandiri secara finansial. Artinya,
mereka bisa memenuhi kebutuhan finansialnya sendiri dan
tak bergantung kepada orang lain. Adapun mereka yang
memiliki pengeluaran lebih besar daripada penghasilan
7
FINANCIAL WISDOM |

(seperti kata pepatah: lebih besar pasak daripada tiang),


tidak memiliki kemandirian finansial karena selalu
bergantung pada bantuan atau pinjaman dari pihak lain.
Kedua, hanya orang-orang yang memiliki
kemampuan menabung, yakni orang yang selalu sanggup
menyisihkan sebagian penghasilannya secara rutin
yang akan memiliki kemampuan merencanakan dan
mempersiapkan kebutuhan masa depannya.
Sementara itu, mereka yang penghasilannya sama
dengan pengeluaran, memang bisa independen secara
finansial. Tapi itu hanya untuk menutupi kebutuhan saat
ini dan sulit memiliki kemampuan merencanakan dan
mempersiapkan kebutuhan masa depan, karena tidak
adanya kemampuan untuk menabung dan berinvestasi.

Jadi, jika Anda ingin dikatakan cerdas secara finansial,


mulailah berpikir agar selalu bisa meningkatkan
penghasilan atau selalu bisa mengatur pengeluaran,
sehingga Anda selalu bisa menabung dan berinvestasi.
Ingatlah, kebutuhan finansial kita bukan hanya untuk hari
ini, melainkan masih banyak kebutuhan finansial yang harus
kita penuhi di masa mendatang.

8
5

H A N YA M A S A L A H P E M A S U K A N

D A N P E N G E LUA R A N

Financial Wisdom, 3 Juni 2011

M
asalah keuangan keluarga yang mendasar secara
duniawi sebenarnya hanya dipengaruhi dua
faktor besar, yakni pemasukan dan pengeluaran.
Hanya dari dua hal inilah solusi semua masalah keuangan
bersumber, kalau tidak meningkatkan penghasilan, ya,
mengurangi atau mengatur pengeluaran. Tidak ada yang
lain!
Pemasukan terdiri dari dua hal juga, yaitu dari
penghasilan dan utang. Pengeluaran juga dipengaruhi dua
hal, yakni untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan.

Jika kita ingin hidup tenang, penghasilan harus


selalu lebih besar daripada pengeluaran. Sebisa
mungkin hindari utang untuk urusan keluarga (yang bersifat
konsumtif).
Kalau bisa, jangan pernah punya utang, kecuali
utang untuk sesuatu yang produktif. Jika kita belum bisa
meningkatkan penghasilan, pengeluaranlah yang harus
diatur sedemikian rupa agar tidak pernah lebih besar
9
FINANCIAL WISDOM |

daripada penghasilan.
Persoalan mengatur pengeluaran adalah persoalan
memahami dan membedakan antara kebutuhan dan
keinginan. Kebutuhan merupakan sesuatu yang prioritas
dalam kehidupan yang harus dipenuhi. Adapun keinginan
bukan sesuatu prioritas yang harus dipenuhi, melainkan
bisa ditiadakan atau dihindari.

Memahami persoalan mendasar dalam keuangan


akan memudahkan mencari solusi dari persoalan
keuangan yang kita hadapi sehari-hari. Namun, mencari
solusi dari suatu persoalan keuangan bukan sekadar
masalah duniawi.
Keinginan mengatasi persoalan keuangan atau
meraih standar hidup yang lebih tinggi dengan cara
meningkatkan penghasilan melalui jalan pintas dengan cara
mudah dan cepat, sering berpotensi menghalalkan segala
cara.
Ketidaksadaran akan adanya tanggung jawab
akhirat yang melekat pada setiap harta yang kita peroleh
dapat memicu kita mengambil jalan pintas dalam mencari
solusi mudah dan cepat.
Diperlukan kearifan dalam memandang setiap
persoalan keuangan keluarga. Termasuk, menyadari adanya
konsekuensi akhirat dari setiap langkah yang akan kita
ambil.

10
6

M E N C I C I L I N V E S TA S I

Financial Wisdom, 10 Juni 2011

K
etika saya menyebut kata “mencicil”, hampir pasti
yang terlintas di pikiran Anda adalah mencicil utang.
Tapi saya ingin mengubah paradigma tersebut, agar
Anda jangan hanya memiliki cicilan utang, tapi juga memiliki
cicilan untuk investasi.
Mengapa? Salah satu tujuan berinvestasi adalah
memenuhi kebutuhan finansial masa depan yang dananya
belum tersedia saat ini. Untuk bisa berinvestasi, bukan
berarti Anda harus sudah memiliki dana dalam jumlah
besar. Berinvestasi yang bijak salah satu caranya adalah
mengakumulasi sejumlah dana dengan cara mencicil untuk
jangka waktu tertentu, sehingga kebutuhan dana masa
depan dalam jumlah besar bisa dipersiapkan dengan ringan
jauh-jauh hari.

Dua tujuan finansial prioritas dalam keluarga yang


perlu dipersiapkan jauh-jauh hari adalah dana
pendidikan tinggi anak dan dana persiapan pensiun.
Biaya pendidikan, khususnya pendidikan di
perguruan tinggi, akan sangat besar dan memberatkan jika
tak dipersiapkan jauh hari. Kenaikan biaya pendidikan setiap

11
FINANCIAL WISDOM |

tahun juga menambah beban finansial.


Untuk mengatasinya, mencicil investasi menjadi
salah satu solusi. Agar tidak memberatkan dalam memenuhi
kebutuhan masa depan tersebut.
Sebagai ilustrasi, jika biaya pendidikan (dan biaya
hidup bulanan seorang mahasiswa) selama lima tahun pada
saat ini, katakanlah Rp 250 juta, dengan inflasi sebesar 5%
per tahun, biaya tersebut akan membengkak menjadi Rp
407 juta di tahun ke-10.
Nah, jika Anda sadar akan kebutuhan tersebut
saat ini, Anda punya waktu 10 tahun untuk mencicil secara
bulanan, sekaligus memanfaatkan instrumen investasi
jangka panjang yang memiliki tingkat keuntungan yang
lebih tinggi untuk “melawan” inflasi, sehingga kita sanggup
mengumpulkan dana sebesar Rp 407 juta.

Dengan berinvestasi dalam jangka panjang, Anda


dapat memanfaatkan instrumen atau produk
investasi, misalnya saham, obligasi atau sukuk, emas dan
reksadana.
Melalui cicilan investasi, Anda bisa mempersiapkan
masa depan anak-anak Anda dengan lebih baik, karena
pendidikan merupakan investasi terbaik bagi anak-anak
Anda.

12
7

T U J U H TA N D A T I D A K

S E H AT N YA K E UA N G A N

K E LUA R G A

Financial Wisdom , 17 Juni 2011

K
ondisi keuangan harus dijaga seperti layaknya
menjaga kondisi jiwa dan raga kita agar tetap sehat.
Agar bisa menjaga kondisi kesehatan raga, kita perlu
tahu gejala-gejala yang muncul sebagai pertanda bahwa
kondisi tubuh mulai tidak sehat. Begitu pula dengan kondisi
keuangan. Kita perlu tahu tanda-tanda adanya gejala kondisi
keuangan kita yang mulai tidak sehat atau bahkan sudah
menjadi sakit.

Bagaimana kita tahu jika kondisi keuangan kita


sedang tidak sehat? Ada banyak tanda-tanda yang
bisa dijadikan acuan, namun paling tidak ada tujuh hal yang
patut diwaspadai : Pertama, kita tidak memenuhi kewajiban
agama atas harta yang kita peroleh (misalnya zakat bagi
umat Islam atau perpuluhan bagi umat nasrani). Kedua, tidak
bisa menabung secara rutin, artinya pengeluaran kita sering
atau selalu sama atau malah lebih besar dari penghasilan.
13
FINANCIAL WISDOM |

Ketiga, kita tidak memiliki tabungan darurat minimal tiga


bulan dari pengeluaran bulanan kita. Keempat, jika memiliki
kartu kredit, kita sering atau selalu tidak sanggup membayar
lunas semua tagihan bulanan, sehingga terpaksa harus
membayar secara mencicil. Kelima, jika memiliki utang dan
mulai mengalami kesulitan dalam mencicilnya. Keenam,
jika memiliki saldo utang yang lebih besar dari aset yang
kita miliki. Ketujuh, kita tidak memiliki perencanaan dan
persiapan finansial untuk kebutuhan masa depan seperti
pendidikan anak dan persiapan pensiun kita.

Hati-hatilah jika salah satu ciri tersebut ada pada


kita, artinya kondisi keuangan kita sudah mulai tidak
sehat. Segera perbaiki apa yang perlu diperbaiki, sebelum
kondisinya menjadi sakit betulan dan segalanya menjadi
lebih sulit.

14
8

AYO, J A N G A N M A L A S

MENABUNG!

Financial Wisdom, 24 Juni 2011

K
ita sering lupa pentingnya menabung. Karena
biasanya kita tidak memiliki fokus dan tujuan spesifik
serta tidak mengerti mengapa harus menabung.
Kita perlu mengalokasikan sebagian penghasilan untuk
menabung dan berinvestasi. Kita memerlukan kedua hal
tersebut untuk menghadapi berbagai kebutuhan masa
depan. Problematikanya, sebagian dari kita tidak menyadari
adanya kebutuhan masa depan yang harus kita rencanakan
dan dipersiapkan sedini mungkin.
Mari kita coba ambil secarik kertas. Coba Anda
pikirkan, apa kebutuhan masa depan yang harus dipenuhi
dan tuliskan. Makin banyak kita berpikir, makin banyak
kebutuhan masa depan yang bisa kita tuliskan.

Jika kita ingin mulai rajin menabung, ini kiat sederhana


sekaligus contohnya. Pertama, menentukan
kebutuhan paling penting yang belum sanggup kita penuhi
saat ini. Misalnya, biaya pendidikan di perguruan tinggi anak
pertama.
15
FINANCIAL WISDOM |

Kedua, menentukan kapan dan perkiraan dana


yang harus kita siapkan untuk memenuhi biaya tersebut.
Misalnya, lima tahun dari sekarang dan membutuhkan
biaya, setelah memperhitungkan faktor inflasi, sebesar Rp
120 juta.
Ketiga, hitung berapa besar tabungan per bulan
agar terkumpul Rp 120 juta dalam jangka waktu lima tahun.
Maka, dengan cara membagi Rp 120 juta dengan 60 bulan
(dengan mengasumsikan hasil investasi riil setelah inflasi
sama dengan 0%), kita mendapatkan angka Rp 2 juta per
bulan selama lima tahun. Itulah besar tabungan bulanan
yang harus kita sisihkan.
Mudah bukan? Jadi kuncinya adalah fokus pada
tujuan, lalu disiplin untuk meraih tujuan tersebut.

Mempersiapkan kebutuhan masa depan akan terasa


ringan dengan menabung secara rutin jauh-jauh
hari dan sedini mungkin. Untuk waktu yang panjang, bisa
menjadi lebih ringan, karena alokasi per bulan yang harus
kita sisihkan bisa lebih terjangkau dengan “bantuan”
instrumen investasi yang bisa memberikan hasil atau kinerja
investasi yang tinggi.

16
9

PA H A M I , N I K M AT I

Financial Wisdom, 1 Juli 2011

S
ebagai praktisi investasi, saya sering mendapat
pertanyaan: “Apa investasi yang terbaik ?” Mungkin
sebagian orang mengharapkan saya menjawab salah
satu dari jenis instrumen investasi semisal saham, emas,
properti, reksadana, atau produk investasi lainnya. Namun,
saya selalu menjawab, investasi terbaik adalah ilmu. Ilmu
yang bisa didapat, baik melalui proses pembelajaran secara
formal maupun nonformal, mengikuti pelatihan, membaca,
atau dengan cara lainnya.

Mengapa ilmu? Jika investasi yang dimaksud adalah


investasi berkaitan dengan harta/keuangan, apa pun
instrumen investasi yang menjadi pilihan, maka sebelum
sampai pada keputusan memilih, sebaiknya kita melalui
proses untuk memahami paling tidak tiga hal: paham akan
karakteristik jenis instrumennya, paham akan potensi dan
risikonya, serta paham tentang mekanisme bagaimana
keuntungan diperoleh. Untuk memahami tiga hal tersebut
kita perlu proses pembelajaran.

17
FINANCIAL WISDOM |

Dengan berbagai inovasi dan tersedianya berbagai produk-


produk investasi di pasar saat ini, kita tidak perlu lagi
mengetahui dan menguasai seluruh ilmu dan seluk-beluk
instrumen investasi yang rumit, yang diperlukan adalah
ilmu-ilmu dasar yang juga cukup mudah untuk dipelajari
dan dimengerti .

Segala sesuatu ada ilmunya, termasuk dalam


berinvestasi. Akan sangat bijak, jika kita memiliki
kesadaran dan kemauan untuk belajar sebelum berinvestasi.
Sebab, tanpa pemahaman yang benar, niat berinvestasi
untuk mendapatkan keberuntungan justru bisa berbalik
menjadi bencana, jika kita tidak paham. Karena itu, pahami
dulu, baru nikmati.

18
10

B A I K K A H K I TA

M E M I L I K I U TA N G ?

Financial Wisdom, 8 Juli 2011

B
aikkah Kita Memiliki Utang? Utang timbul karena
adanya kesenjangan antara kebutuhan dana besar
dan ketersediaan dana tunai (tabungan) yang ada.
Dalam kehidupan masa kini, kadang kita tidak bisa terhindar
untuk berutang.
Kebutuhan prioritas, seperti memiliki rumah dan
memiliki kendaraan, sering hanya bisa dipenuhi dengan
bantuan fasilitas utang. Hal ini karena keterbatasan
penghasilan dan tabungan.
Memiliki utang memang bukan sesuatu yang buruk.
Namun, jika kita tidak bijak memanfaatkannya, utang dapat
membuat hidup kita sengsara.

Bagaimana memanfaatkan utang dengan baik?


Pertama, pastikan kita berutang untuk tujuan
produktif, bukan konsumtif. Utang untuk membeli rumah,
memiliki kendaraan untuk melancarkan usaha dalam
mencari nafkah, atau meminjam untuk modal usaha,
merupakan contoh-contoh utang produktif.
19
FINANCIAL WISDOM |

Kedua, pastikan kita memiliki penghasilan yang


cukup, yakni minimum tiga kali lipat dari total cicilan yang
harus dibayar. Dengan begitu, kita mampu mencicil hingga
jatuh tempo dan membayar lunas semua utang tersebut.
Ketiga, pastikan bahwa besarnya penghasilan
bulanan setelah dikurangi cicilan bulanan masih dalam
batas kewajaran untuk memenuhi biaya kebutuhan rutin
bulanan.
Keempat, miliki asuransi jiwa dengan
pertanggungan sebesar total utang yang ada. Tujuannya,
berjaga-jaga agar tidak membebani keluarga dan ahli waris
dengan utang jika terjadi kematian.
Kelima, upayakan besar total utang tidak melebih
total aset kekayaan kita. Dengan begitu, dalam kondisi
terburuk, kita masih bisa menjual aset untuk melunasi
utang-utang tersebut.

Memahami bagaimana memanfaatkan dan


mengelola utang menjadi suatu keharusan. Berhati-
hatilah sebelum memutuskan memiliki utang. Utang
seperti pisau bermata dua, yang bisa bermanfaat namun
bisa juga mencelakakan, jika kita tidak berhati-hati dalam
menggunakannya.

20
11

KEBUTUHAN VERSUS

KEINGINAN

Financial Wisdom, 15 Juli 2011

K
etika upaya meningkatkan pemasukan atau
penghasilan belum memenuhi hasil, pemecahan
persoalan keuangan hanya bisa melalui pengaturan
(pengurangan) pengeluaran dan penghematan dari
keborosan. Kemampuan memahami dan membedakan
antara kebutuhan dan keinginan menjadi salah satu
pintu masuk untuk mampu membatasi pengeluaran dan
mengatasi pemborosan.

Apa perbedaan antara kebutuhan dan keinginan


dalam pembahasan masalah keuangan? Kebutuhan
adalah motivasi mengalokasikan anggaran pengeluaran
yang bersifat prioritas untuk memenuhi tujuan-tujuan
kehidupan yang memang harus disediakan, baik untuk saat
ini maupun masa depan.
Kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan,
pendidikan, dan transportasi adalah contoh pos-pos
pengeluaran kebutuhan yang prioritas.
Adapun keinginan adalah motivasi menggunakan sumber
21
FINANCIAL WISDOM |

dana (yang biasanya belum direncanakan dan belum


dianggarkan dananya), yang umumnya didorong untuk
memperoleh kesenangan, kenyamanan, kenikmatan,
kemudahan, menjaga gaya hidup dan gengsi. Sebenarnya
semua hal tersebut masih bisa ditunda atau bahkan bisa
dihindari.

Dalam bahasa spiritual, keinginan sering didominasi


oleh godaan hawa nafsu dalam diri (dan juga godaan
setan sang provokator ulung) yang kadang lebih bersifat
emosional atau tidak rasional. Sering godaan ini memiliki
tarikan yang lebih kuat untuk dipenuhi dibandingkan
dengan tarikan rasional untuk memenuhi kebutuhan. Karena
itu, mencari solusi untuk mengatasi persoalan keuangan
memang tidak bisa lepas dari pendekatan spiritual.

22
12

S I A PA YA N G H A R U S

M E N A N G G U N G B I AYA

K E S E H ATA N ?

Financial Wisdom, 22 Juli 2011

T
idak ada orang yang berharap sakit. Namun, tidak
seorang pun yang bisa menjamin bahwa dirinya tidak
akan pernah sakit. Itu sebabnya, dalam mengelola
keuangan keluarga, biaya kesehatan merupakan pos penting
yang harus dialokasikan sebagai bagian pengeluaran rutin,
jika kita belum memiliki tabungan darurat.

Umumnya biaya kesehatan bisa dibagi dua, yakni


biaya untuk rawat jalan (memeriksa ke dokter dan
membeli obat) dan biaya untuk rawat inap kalau harus
dirawat di rumah sakit. Umumnya, jika Anda seorang
karyawan, Anda akan mendapatkan tunjangan biaya rawat
jalan atau pengobatan dan juga tunjangan pembayaran
premi asuransi untuk biaya rawat inap.
Namun, terlepas ada tidaknya tunjangan
perusahaan, sebaiknya Anda tetap memiliki alokasi rutin
setiap bulan untuk biaya kesehatan dan juga alokasi untuk
23
FINANCIAL WISDOM |

membayar premi asuransi rawat inap tambahan. Tujuannya,


agar Anda tidak terlalu berat menanggung biaya apabila
ternyata biaya yang harus dikeluarkan melebihi dari jatah
perusahaan atau melebihi manfaat asuransi.
Besarnya biaya kesehatan sering tidak terduga
karena selalu ada batasan (limit) yang diberikan oleh
perusahaan tempat kita bekerja maupun batas manfaat
pertanggungan rawat inap asuransi. Jadi, sebaiknya ada
dana cadangan untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan.

Kesehatan adalah anugerah Tuhan yang harus kita


jaga. Namun, ketika Tuhan menetapkan kita sakit,
ikhtiar kita juga harus tetap maksimum untuk berobat.
Tanpa persiapan finansial dengan cara mencadangkan dana
kesehatan, sulit kita bisa berikhtiar maksimum.
Jadi, sedia payung sebelum hujan mumpung
selagi sehat. Jangan lupa juga mempersiapkan dana khusus
kesehatan, misalnya, memiliki asuransi untuk berjaga-jaga
jika kita sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

24
13

P UA S A D A N

P E N G E LO L A A N H A R TA

Financial Wisdom, 29 Juli 2011

B
ulan Ramadan sudah di ambang pintu. Puasa tidak
sekadar menahan lapar dan dahaga. Mereka yang
berpuasa hanya untuk menahan lapar dan dahaga,
sungguh hanya memperoleh kesia-siaan.
Puasa harus lebih merupakan ajang pelatihan untuk
meningkatkan kualitas diri menjadi manusia mulia. Caranya,
berlatih memuasakan kehendak diri dan memberlakukan
hanya kehendak Tuhan (mengutip Renungan Kalbu, Permadi
Alibasyah).
Sudah seharusnya manusia mengikuti kehendak
Tuhan, dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Namun,
ternyata, manusia masih lebih sering mengikuti kehendak
(nafsu) mereka sendiri, yang sering banyak bertentangan
dengan kehendak-Nya.

Termasuk dalam hal mencari harta dan


membelanjakan harta. Begitu banyak terjadi kasus
korupsi di negara kita, dan begitu banyak pemborosan serta
kesia-siaan atas penggunaan harta, yang semuanya berakar
25
FINANCIAL WISDOM |

dari dilupakannya aturan atau kehendak Tuhan, tentang


bagaimana manusia seharusnya mengelola harta mereka.
Sudah saatnya kita semua mengambil momentum
ibadah puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga,
melainkan untuk mengevaluasi dan sekaligus memperbaiki
diri dalam keseluruhan aspek dan perilaku kehidupan kita
agar disesuaikan dengan kehendak Tuhan. Termasuk, dalam
bagaimana kita memperoleh serta memanfaatkan harta.

Harta bukanlah milik kita, ia hanyalah titipan


Tuhan, yang harus kita kelola dan kita manfaatkan
sesuai dengan kehendak-Nya. Kita akan dimintai
pertanggungjawaban kelak atas harta titipan tersebut.
Selamat berpuasa dengan “memuasakan kehendak
diri dan memberlakukan hanya kehendak Tuhan”. Bukan
hanya selama bulan puasa, semoga bisa dilakukan
sepanjang hidup kita.

26
14

ANGGARAN LEBARAN

DAN THR

Financial Wisdom, 12 Agustus 2011

M
ungkin Anda pernah menerima joke: “Teh apa yang
paling disukai di bulan Ramadan?” Jawabannya
tentu saja TeHR. Ya, rasanya semua pekerja
sangat menantikan THR alias Tunjangan Hari Raya Idul Fitri
(Lebaran) atau gaji ke-13.
Bagi sebagian besar pekerja, umumnya THR
ini segera habis untuk memenuhi pos-pos pengeluaran
tambahan di luar pengeluaran rutin bulanan. Seperti
anggaran ekstra makan-minum selama puasa, pakaian baru,
gaji ke-13 pembantu, hadiah ke orangtua, serta biaya mudik
Lebaran.
Bersisakah THR untuk keperluan penting lain,
misalnya membayar utang, biaya pendidikan anak? Besar
kemungkinan tidak. Sebagian bahkan terpaksa menggesek
kartu kredit, karena anggaran tambahan Lebaran lebih besar
daripada besarnya THR.

Mengapa kejadian ini terus berulang setiap


tahun? Padahal, hakikat puasa adalah melakukan
27
FINANCIAL WISDOM |

pengendalian diri dan memperbaiki segala sesuatu yang


salah. Tidak ada salahnya, kita juga melakukan evaluasi
dan perbaikan dalam pengelolaan keuangan mulai tahun
ini, agar tahun depan bisa lebih baik. Dalam hal anggaran
Lebaran, misalnya, sejatinya perlu disiapkan setahun
sebelumnya.
Mari kita mulai saat ini. Catat keperluan pos-pos
anggaran tambahan Lebaran tahun depan dan anggarkan
untuk setiap pos. Misalnya, makan-minum ekstra Rp 1 juta,
pakaian Rp 1 juta, hadiah Rp 2 juta, Gaji ke-13 pembantu
Rp 1 juta, biaya mudik Rp 4 juta. Total Rp 9 Juta. Siapkan
dana tersebut dengan mencicil tabungan khusus Lebaran
selama 12 bulan @ Rp 750.000 per bulan. Mudah dan ringan
bukan?

Dalam segal hal, adanya perencanaan selalu lebih


baik dibandingkan dengan tanpa perencanaan.
Dengan perencanaan, kita bisa menentukan skala prioritas
pengeluaran, menyiapkan sumber dana tabungan dan
terhindar dari jeratan utang.
Ingat, jangan pernah lagi berutang atau
menggunakan kartu kredit untuk tujuan konsumtif, seperti
biaya Lebaran, karena dapat menyulitkan keuangan keluarga
ke depan. Dengan perencanaan dan cicilan tabungan, THR
bisa utuh dan bisa digunakan untuk kebutuhan keuangan
keluarga lain yang juga perlu mendapat prioritas.

28
15
KEMERDEKAAN FINANSIAL

Financial Wisdom, 19 Agustus 2011

S
ering kita mendengar, tujuan finansial perencanaan
keuangan keluarga adalah mencapai kebebasan
finansial (financial freedom). Kebebasan finansial
sering diartikan terpenuhinya segala kebutuhan dan
keinginan hidup oleh penghasilan pasif (passive income),
yakni penghasilan dari aset atau kekayaan yang kita miliki.
Lalu, jika seseorang mencapai kondisi tersebut,
apa yang akan ia lakukan? Bersantai, tidak perlu bekerja,
bersenang-senang, menikmati hidup dan menikmati
kekayaan tanpa memikirkan nasib saudara, lingkungan dan
bangsanya? Tentu saja tidak.

Jika kita menengok sejarah kehidupan kita,


kemampuan dan kemudahan yang kita peroleh
saat ini karena pengorbanan dan investasi yang dilalukan
orangtua kita. Orangtualah yang telah melahirkan,
membesarkan, menjaga dan memberi pendidikan, sehingga
kita mampu mandiri dan menjadi manusia merdeka. Negara
bisa merdeka dan kita menikmati kehidupan dan kebebasan
dari penjajah, karena pengorbanan para bapak pendiri
(founding fathers) dan pahlawan bangsa.

29
FINANCIAL WISDOM |

Kembali kepada kemampuan mencapai status


kebebasan atau kemerdekaan finansial, tentunya hanya
sebagian kecil dari rakyat yang sudah dan akan meraih
kondisi tersebut. Jika hukum pareto berlaku, hanya 20%
populasi akan menguasai 80% seluruh kekayaan negeri ini.
Kasus Indonesia, boleh jadi kurang dari 10% populasi yang
bisa menguasai mayoritas kekayaan negeri ini. Dengan
demikian, ada tanggung jawab moral dan sosial bagi mereka
yang mendapat karunia kemampuan berupa kemerdekaan
finansial.

Salahkah bercita-cita mencapai kemerdekaan


finansial? Tentu tidak, jika kemampuan finansial yang
sudah dan akan dimiliki tersebut diinvestasikan kembali
untuk memberikan manfaat ke masyarakat luas. Seperti
menciptakan lapangan pekerjaan, membantu meningkatkan
pendidikan, membangun fasilitas sosial, dan membantu
meningkatkan harkat dan kemuliaan saudara sebangsa.
Semoga momentum kemerdekaan republik
ini juga meningkatkan semangat meraih kemerdekaan
finansial, bukan sekadar untuk tujuan dan kepentingan
pribadi, melainkan juga untuk memerdekakan masyarakat
dari kemiskinan dan kebodohan serta membangun dan
menyejahterakan rakyat negeri tercinta ini. Merdeka!

30
16

MUDIK DAN PERMASALAHAN

K E UA N G A N

Financial Wisdom, 26 Agustus 2011

S
etiap menjelang Lebaran, fenomena mudik selalu
menjadi perhatian pemerintah, media, dan masyarakat
“pengembara”, khususnya yang tinggal di kota besar.
Besarnya pemudik, padatnya lalu-lintas, terbatasnya sarana
jalan dan sarana angkutan, selalu menjadi permasalahan
utama dari tahun ke tahun.
Namun, segala kesulitan itu tak pernah
menyurutkan niat para pemudik pulang kampung. Ada
kerinduan dengan keluarga, tradisi, kesempatan yang hanya
sekali ini saja dalam setahun, dan berbagai alasan lain untuk
tetap mudik. Rencana sudah disiapkan, dana THR sudah
dialokasikan, bahkan tidak sedikit yang terpaksa berhutang
mendanai perjalanan mudik ini.

Tulisan ini tidak membahas lebih lanjut mengenai


fenomena mudik, tapi mencoba melihat mudik dari
sudut pandang lain. Kehidupan ternyata juga seperti mudik.
Manusia pada dasarnya sedang “mengembara” di kota
besar bernama dunia. Disadari atau tidak, kita sedang dalam
31
FINANCIAL WISDOM |

perjalanan untuk mudik.


Sibuknya kita bekerja adalah suatu pengembaraan
yang hanya sementara. Nanti harus berujung ke mudik
abadi yang sesungguhnya, yakni kembali ke kampung
halaman di akhirat.
Apa korelasi mudik dengan permasalahan
keuangan? Untuk urusan mudik yang sementara saja di
dunia, kita perlu bekal selama di perjalanan maupun di
kampung halaman. Nah, untuk mudik abadi, kita juga pasti
perlu bekal untuk hidup nyaman di akhirat. Bekal itu bukan
uang, melainkan ibadah dan amal baik yang kita lakukan di
dunia.
Uang dan kekayaan dapat menjadi modal, sekaligus
sarana untuk beribadah dan berbuat amal kebaikan. Uang
dan kekayaan selalu bisa dinvestasikan, bukan hanya
untuk kepentingan pribadi, melainkan juga bisa untuk
kepentingan masyarakat. Kesadaran kebutuhan mudik
ke kampung akhirat dan perlunya bekal di akhirat akan
menyadarkan kita perlunya berhati-hati mencari uang dan
memanfaatkannya.

Mari jauhi korupsi dan mendapatkan uang dengan


cara tidak halal. Mari sisihkan sebagian investasi kita
untuk investasi akhirat, jika kita ingin selamat dan memiliki
bekal cukup untuk mengarungi kehidupan abadi kelak.

32
17

MEMULAI DARI NOL

Financial Wisdom, 9 September 2011

A
da yang menarik dari upaya SPBU Pertamina untuk
mengubah citranya menjadi lebih baik dan lebih
“bersih”. “Mulai dari Nol ya pak...”, begitu sapa
petugas SPBU alias stasiun pengisian bahan bakar umum
dengan tak lupa memberi senyuman yang ramah kepada
konsumennya. Upaya tersebut sepertinya berhasil dan
masyarakat saat ini bisa lebih percaya kepada petugas SPBU
sekaligus kepada Pertamina.
“Mulai dari Nol” boleh jadi bisa menjadi slogan
untuk “berubah menjadi lebih baik” yang tidak hanya
berlaku bagi SPBU, tapi juga bagi kita sebagai manusia,
untuk berubah dari perilaku dan kebiasaan buruk dan
memulai hidup baru dengan perilaku dan kebiasaan yang
baik. Begitulah seharusnya momentum usainya bulan
puasa yang merupakan bulan perjuangan untuk melakukan
perubahan. Perubahan untuk menghapus kebiasaan lama
yang tidak baik dengan memulai kebiasaan yang baru.

Bagaimana dengan masalah pengelolaan keuangan


kita? Apa yang harus kita “Mulai dari Nol”? Paling
tidak ada tiga hal yang perlu kita evaluasi dan kita perbaiki

33
FINANCIAL WISDOM |

jika masih ada hal baik yang belum kita lakukan dan hal yang
buruk yang tidak seharusnya kita lakukan sebelumnya.
Pertama, sudahkah kita memastikan “kebersihan”
sumber penghasilan dan harta kita sehingga terhindar
dari sesuatu yang tidak halal atau dilarang agama? Begitu
pula dengan pengeluaran ataupun pemanfaatan dari
penghasilan dan harta tersebut, apakah masih ada yang
digunakan secara sia-sia atau untuk hal-hal yang tidak
membawa manfaat?
Kedua, sudahkah kita membuat perencanaan hidup
sekaligus perencanaan keuangannya, baik perencanaan
jangka pendek (bulanan dan tahunan), jangka menengah
(hingga 5 tahun) dan jangka panjang (di atas 5 tahun).
Perencanaan akan memaksa kita berpikir dan menentukan
tujuan serta prioritas-prioritas dalam kehidupan kita,
sehingga kita akan termotivasi untuk meraih tujuan-tujuan
kehidupan dengan lebih bersemangat dan lebih terarah.
Ketiga, sudahkah kita “melek dan cerdas” secara
finansial? Salah satu hal penting untuk menyadari
pentingnya melakukan pengelolaan dan perencanaan
keuangan adalah kesadaran perlunya belajar hal-hal
mendasar (basic knowledge) tentang keuangan, termasuk
memahami masalah investasi. Tanpa adanya kesempatan
belajar, sulit diharapkan untuk memiliki kesadaran akan
pentingnya melakukan perencanaan dan mengaplikasikan
rencana tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Saat ini menjadi momentum yang tepat untuk kita


mulai memikirkan pengelolaan dan perencanaan
keuangan demi masa depan kehidupan kita dan anak-
anak kita yang lebih baik. Mari kita “Mulai dari Nol” jika

34
sebelumnya kita tidak sempat memikirkan dan melakukan
hal-hal di atas agar kita terhidar dari kegagalan, seperti
kata pepatah: “Gagal merencanakan sama artinya dengan
merencanakan kegagalan”.

35
FINANCIAL WISDOM |

36
18

P I N TA R V E R S U S C E R D A S

Financial Wisdom, 16 September 2011

J
ika kita ditanya ingin menjadi orang pintar atau orang
cerdas, mayoritas atau mungkin semua di antara kita
akan menjawab ingin menjadi orang cerdas. Namun,
ketika ditanya lebih lanjut mengapa? Biasanya sulit
memberikan alasannya.
Mungkin kita bisa membuat definisi bebas seperti
di bawah ini untuk membedakan antara pintar dan cerdas,
sekaligus alasan mengapa kita perlu menjadi orang cerdas.
Orang pintar dianggap mampu mengatasi persoalan-
persoalan baik di sekolah atau dalam kehidupan. Adapun
orang cerdas tahu apa yang ia inginkan, ia impikan dan
berusaha sekuat tenaga meraih impian tersebut, termasuk
mampu menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan
dalam rangka meraih apa yang diinginkan dan diimpikan.

Dalam kehidupan, sudah pasti kita akan menemui


banyak persoalan. Tidak ada orang yang tak memiliki
persoalan. Namun, dalam mengarungi kehidupan kita
harus memiliki arah dan tujuan yang ingin dicapai. Itulah
mengapa kita perlu memiliki tujuan serta impian, baik dalam
kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.

37
FINANCIAL WISDOM |

Begitu pula soal keuangan, kita perlu memiliki


tujuan finansial. Setiap tujuan dan impian, hampir
pasti membutuhkan pendanaan. Menyekolahkan anak,
memiliki rumah, memiliki kendaraan, liburan, perjalanan
ibadah, membantu orangtua, saudara atau orang lain,
membuka usaha, adalah contoh tujuan-tujuan kehidupan,
sekaligus menjadi tujuan finansial dalam perencanaan
keuangan. “Begin with the end in mind” kata Stephen Covey,
penulis buku Seven Habits. Mengetahui tujuan dan impian
kehidupan adalah langkah awal yang akan memudahkan
melakukan perencaanaan keuangan.
Kompleksitas kehidupan memang luar biasa.
Wajar jika kita ingin meraih tujuan kehidupan yang sudah
dicanangkan diperlukan banyak kecerdasan yang harus
dimilki untuk meraih kesukseksan, seperti kecerdasan
intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan
spiritual (SQ), kecerdasan fisik (PQ), dan jangan dilupakan
kecerdasan finansial (FQ). Puncak kecerdasan adalah ketika
seseorang memahami bahwa kehidupan akhirat (meraih
surga) lebih penting daripada kehidupan di dunia. Ia
mempersiapkan bekal untuk kehidupan di akhirat dengan
baik, tanpa harus meninggalkan kebahagiaan selama ia
hidup di dunia.

38
19

MEMAHAMI DAN MENYIKAPI

R I S I K O I N V E S TA S I

Financial Wisdom, 23 September 2011

B
anyak investor, terutama yang berinvestasi dalam
saham dan obligasi, baik yang secara langsung,
maupun yang tidak langsung melalui reksadana,
mengalami kekhawatiran dengan tingkat penurunan
dan tingkat fluktuasi yang terjadi pada beberapa bulan
terakhir. Namun, begitulah karkteristik suatu instrumen
investasi yang diperdagangkan, selamanya akan terus
bergerak naik dan turun alias berfluktuasi. Fluktuasi harga-
harga tersebut bukan hanya karena mengikuti kondisi
fundamentalnya (kinerja perusahaan yang bersangkutan),
melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan (makro,
regional, global), serta persepsi dan psikologis (“greed &
fear”- ketamakan & ketakutan ) dari investor sendiri, yang
kemudian membentuk sisi penawaran dan permintaan
(supply dan demand) antara investor beli dan investor jual.
Inilah bagian dari risiko investasi yang harus dipahami dan
diterima oleh investor yang mengharapkan keuntungan
yang tinggi dalam jangka panjang.

39
FINANCIAL WISDOM |

 
Biasanya, kekhawatiran muncul pada investor yang
berorientasi jangka pendek, dan yang belum atau
lupa melakukan proses investasi serta penerapan prinsip
umum dalam beinvestasi seperti : Penetapan tujuan dan
jangka waktu investasi, pemahaman atas karakteristik
profil risiko dan imbal hasil (risk & return profile), penerapan
prinsip diversifikasi investasi, penetapan alokasi aset
strategis (strategic asset allocation decision), serta penerapan
manajemen risiko. Memang tidak mudah mengelola suatu
portofolio investasi. Itu sebabnya, bagi investor individu yang
tidak cukup memiliki waktu dan kemampuan melakukan
analisis serta memiliki dana terbatas, berinvestasi melalui
reksadana adalah pilihan yang paling bijak, karena proses-
proses yang disebutkan di atas diterapkan oleh Manajer
Investasi dalam pengelolaan portofolionya. Lalu, apakah
kemudian reksadana bisa terbebas dari risiko penurunan
nilai dan fluktuasi ketika pasar bergejolak. Tentu tidak.
Reksadana, walau sudah berupaya menerapkan proses
investasi dan meminimalkan risiko dengan melakukan
diversifikasi dan seleksi perusahaan-perusahaan pilihan,
tetap tidak bisa melawan risiko pasar (market risk) yang
timbul karena faktor lingkungan (makro, regional, global),
serta persepsi dan psikologis (greed & fear) yang dijelaskan
di atas.

 
Lalu, sebagai investor bagaimana kita harus
menyikapinya? Sabar menanti terjadinya pemulihan
kondisi ekonomi global serta bertahan dengan orientasi
investasi jangka panjang merupakan salah satu kunci
sukses dalam berinvestasi. Itu sebabnya, investor harus
memiliki aset alokasi strategis dalam portofolio investasinya

40
dengan memilah-milah porsi alokasinya untuk jangka
pendek, menengah, dan panjang. Porsi alokasi investasi
jangka pendek yang diisi dengan instrumen berisiko
rendah (deposito/reksadana pasar uang) perlu ada sebagai
cadangan likuiditas, jika suatu saat diperlukan. Adapun
investasi pada saham dan obligasi, serta reksadana saham
dan pendapatan tetap, memang harus selalu berasal dari
dana yang dialokasikan untuk tujuan jangka panjang/
menengah. Dengan adanya pemilahan alokasi ini, investor
tidak pernah “terpaksa” harus melikuidasi ketika portofolio
investasinya tidak dalam posisi untung dan masih selalu
memiliki kapasitas untuk sabar menunggu keuntungan
ketika terjadi pemulihan ekonomi global

41
FINANCIAL WISDOM |

42
20

REBALANCING DALAM

B E R I N V E S TA S I

Financial Wisdom, 30 September 2011

D
ua pekan terakhir, kondisi pasar investasi masih
dalam situasi yang cukup mengharu-biru, dengan
tingkat fluktuasi yang menyebabkan banyak investor
khawatir. Kita semua tentu berharap akan ada sinyal positif,
yakni segera ada keputusan-keputusan penting dari para
pemimpin dunia agar terjadi perbaikan kondisi ekonomi
global, khususnya dalam penyelesaian masalah krisis utang
Eropa di hari-hari mendatang.
Bagaimanapun, para investor tetap perlu berhati-
hati dan tidak menjadi panik menyikapi situasi pasar
investasi yang seperti ini. Kita pernah melewati krisis yang
cukup dalam di tahun 1997, 2005, dan 2008 dan semoga
pengalaman tersebut menjadi bekal dan pembelajaran.

Menyikapi kondisi pasar apa pun, investor perlu


memiliki strategi. Pada dasarnya, keputusan investasi
yang harus dilakukan investor berkisar di antara tiga
keputusan, yaitu beli, jual, dan tahan. Pertanyaan yang
paling sering ditanyakan investor: kapan waktu yang tepat
43
FINANCIAL WISDOM |

mengambil salah satu keputusan di atas? Permasalahannya,


tidak ada yang bisa mengetahui kapan waktu yang “tepat”
itu.
Salah satu cara menyiasati kendala di atas adalah
melalui penerapan manajemen portofolio investasi dengan
menetapkan alokasi aset strategis jangka panjang. Caranya,
para investor menetapkan tujuan investasi berdasarkan
jangka waktu dan membagi portofolio mereka.
Misalnya, dengan membagi portofolio menjadi tiga
bagian: jangka pendek (30% di deposito atau reksadana
pasar uang), jangka menengah (40% di obligasi atau
reksadana pendapatan tetap/terproteksi/campuran), dan
jangka panjang (30% di saham atau reksadana saham).
Komposisi seperti ini disebut sebagai alokasi aset strategis.
Komposisi yang cocok untuk masing-masing investor tentu
bisa berbeda satu sama lain, tergantung kebutuhan dan
tingkat toleransi investor terhadap risiko.

Dengan memiliki portofolio dengan alokasi aset


strategis seperti contoh di atas, investor bisa
memiliki disiplin melakukan evaluasi setiap perioda
tertentu, misalnya enam bulan atau satu tahun (atau jika
terjadi perubahan pasar secara signifikan), setelah terjadi
perubahan komposisi alokasi aset. Perubahan kondisi
pasar (naik dan turun) akan otomatis mengubah komposisi
aset di atas dan menjadi tugas investor mempertahankan
komposisi aset dengan mengembalikan komposisi aset
sesuai dengan alokasi aset strategis yang ditetapkan di
awal. Ini yang disebut rebalancing. Jadi, keputusan beli, jual,
atau tahan akan berdasarkan keputusan rebalancing guna
mempertahankan komposisi sesuai dengan alokasi aset

44
strategis jangka panjang.
Ada beberapa manfaat proses rebalancing, yang
juga merupkan salah satu strategi, dari sekian banyak
strategi, untuk membantu investor mengatasi keraguan
menentukan keputusan beli, jual atau tahan.
Pertama, proses rebalancing memberikan sinyal
untuk melakukan penjualan dan membukukan keuntungan,
sekaligus menjadi bagian manajemen risiko. Investor akan
berdisiplin membatasi penempatan berlebihan pada suatu
aset berisiko dengan malakukan profit taking ketika terjadi
kenaikan positif signifikan dari salah aset (misalnya saham).
Kedua, investor juga mendapat sinyal melakukan
pembelian terhadap saham ketika terjadi penurunan
signifikan, dengan melakukan rebalancing untuk
mempertahakan komposisi saham (yang telah menurun)
untuk memenuhi target sesuai alokasi aset strategisnya.
Dinamika pasar investasi membuat setiap strategi
investasi selalu memiliki kelebihan dan kekurangan, tidak
ada yang sempurna. Namun, akan lebih baik investor
memiliki salah satu dari strategi agar bisa berdisiplin diri,
daripada tidak memiliki strategi sama sekali.

45
FINANCIAL WISDOM |

46
21

MEMBANGUN OPTIMISME

Financial Wisdom, 7 Oktober 2011

S
alah satu kunci keberhasilan untuk meraih kesuksesan
adalah optimisme. Optimisme membangkitkan
semangat dan keyakinan menjadi energi positif dalam
menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghadang untuk
mencapai tujuan.
Begitu juga dalam berinvestasi, khususnya di
pasar saham, investor perlu memiliki beberapa optimisme.
Pertama, saham perusahaan-perusahaan di bursa dalam
jangka panjang dan secara agregat akan tumbuh sejalan
dengan kinerja perusahaan dan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, dalam jangka panjang, lebih banyak terjadi
pertumbuhan ekonomi daripada krisis. Ketiga, krisis ekonomi
adalah hal wajar dalam perjalanan peradaban dunia dan
dalam jangka panjang diharapkan akan terjadi pemulihan.

Dalam konteks kondisi pasar yang sedang dilanda


krisis global, kita masih tetap harus bersyukur,
kondisi fundamental ekonomi negara kita cukup kuat dan
menguntungkan ketimbang negara-negara lain. Memang
tak dapat disangkal, secara nilai, investasi portofolio saham
investor berkurang cukup banyak. Investor juga harus tetap

47
FINANCIAL WISDOM |

berhati-hati, namun diharapkan tetap tenang dan tidak


panik.
Belajar dari krisis-krisis sebelumnya, kepanikan
hanya merugikan investor, sementara kesabaran dan
berpikir rasional justru memberikan keuntungan jangka
panjang. Penurunan harga saham, bagi investor yang
memiliki optimisme, merupakan kesempatan untuk
membeli. Bukankah ketika pasar begitu bergairah dan IHSG
di titik tertinggi, investor justru ragu membeli? Namun,
perlu tetap disadari, adanya risiko jangka pendek yang
masih mungkin terjadi.

Membangun optimisme menjadi penting, karena


investor di bursa saham harus memiliki kekuatan
dan ketahanan menghadapi gejolak. Berinvestasilah untuk
jangka panjang. Walaupun tidak ada jaminan, secara
historis, semakin panjang jangka waktu investasi, semakin
kecil risiko fluktuasi pasar dan semakin besar kemungkinan
memperoleh keuntungan.
Dalam suatu seminar politik, Eep Saefulloh Fatah
bertanya kepada peserta, “Apa beda orang optimistis
dengan pesimistis?” Peserta terdiam. Lalu, beliau menjawab
pertanyaannya sendiri, “Orang optimistis memakan donat,
orang pesimistis memakan lubangnya donat”. Saya
berharap, kita semua lebih senang memakan donat.

48
22

S E B E R A PA P E R LU K A H

TA B U N G A N D A R U R AT ?

Financial Wisdom, 14 Oktober 2011

A
pabila kita perhatikan, semua gedung publik
dan pesawat terbang pasti memiliki pintu
darurat. Mengapa? Karena entah kapan, akan ada
kemungkinan suatu kondisi darurat yang tidak kita duga
dan mau tak mau harus dihadapi.
Keberadaan pintu darat merupakan salah satu
cara meminimalisir risiko, agar masih ada berbagai upaya
penyelamatan untuk menghindari bahaya yang bisa
mencelakakan hidup kita.

Dalam hal pengelolaan keuangan keluarga, kita perlu


sekali memiliki dana tabungan darurat. Idealnya dana
darurat ini sebesar 12 kali pengeluaran rutin bulanan atau
minimal tiga kali pengeluaran bulanan. Ilustrasinya begini,
jika pengeluaran rutin bulanan keluarga kita sebesar Rp
10 juta per bulan, maka persiapkankanlah dana darurat
minimum sebesar Rp 30 juta atau idealnya sebesar Rp
120 juta. Mengapa harus memiliki dana sebesar itu? Selain
49
FINANCIAL WISDOM |

untuk berjaga-jaga jika ada hal-hal darurat seperti bencana,


sakit, dan musibah lain yang menimpa keluarga kita yang
memerlukan dana besar, dana itu juga kita perlukan untuk
mengantisipasi jika tiba-tiba kita harus kehilangan pekerjaan
atau penghasilan.
Jadi, dengan adanya tabungan darurat sebesar 12
kali pengeluaran bulanan, paling tidak, kita mempunyai
“napas” untuk tetap bisa menghidupi keluarga selama
12 bulan, ketika tiba-tiba kehilangan pekerjaan dan
penghasilan, sambil berikhtiar mencari pekerjaan dan
penghasilan baru.

Selain untuk berjaga-jaga jika ada kondisi darurat,


tabungan darurat juga bisa menyelamatkan rencana
investasi jangka panjang untuk tujuan finansial yang lain,
seperti mencicil untuk pendidikan masa depan anak atau
mencicil untuk persiapan pensiun.
Dana yang sudah terkumpul beserta alokasi
untuk mencicil investasi jangka panjang tersebut tidak
perlu terganggu oleh kondisi darurat, karena kebutuhan
mendadak tersebut bisa diatasi oleh dana darurat, sehingga
tidak perlu mencairkan investasi untuk kebutuhan masa
depan kita. Strategi yang indah, bukan?

50
23

M E N G A PA K I TA

CENDERUNG BOROS?

Financial Wisdom, 21 Oktober 2011

M
ari kita jawab dan sepakati terlebih dahulu, apa itu
boros? Boros memiliki arti berlebihan. Setiap hal
yang berlebihan pasti menjadi tidak bermanfaat,
karena ada sumber daya seperti dana, tenaga, dan waktu
terbuang percuma, yang sebenarnya bisa dialokasikan
untuk sesuatu yang lebih bermanfaat.
Dalam masalah keuangan keluarga, pemborosan
sering menjadi sumber persoalan utama. karena tidak
terpenuhinya pos-pos kebutuhan yang bersifat prioritas
serta hilangnya potensi menabung dan investasi untuk
memenuhi kebutuhan masa depan. Akibatnya, pemborosan
dapat mengorbankan masa depan anak-anak dan masa
depan keluarga.

Mengapa kita cenderung boros? Biasanya pemborosan


terjadi karena kita tidak memiliki perencanaan masa
depan, tidak sadar adanya kebutuhan-kebutuhan finansial
yang lebih prioritas di masa depan yang perlu dipersiapkan,
seperti pendidikan anak, perjalanan ibadah, menikahkan
51
FINANCIAL WISDOM |

anak, persiapan pensiun, dan membuka usaha.


Bagaimana agar kita terhindar dari pemborosan?
Pertama, ini langkah paling strategis, sempatkan duduk dan
berdiskusi dengan pasangan di akhir pekan dan tuliskan
rencana-rencana masa depan keluarga untuk 10 hingga 20
tahun ke depan dan coba perkirakan biaya atau besarnya
dana semua tujuan/kebutuhan tersebut. Perencanaan akan
menjadi awal perbaikan untuk menghidari pemborosan.
Kedua, ini sifatnya praktis dalam keseharian, cobalah
selalu bertanya pada diri sendiri setiap kali ada niat membeli
sesuatu dan pikirkan dalam-dalam: Apakah ini kebutuhan
atau keinginan? Kalau jawabnya “keinginan”, sebaiknya
langsung putuskan tidak membeli. Jika jawabannya adalah
“kebutuhan”, cobalah tunda sejenak dan sempatkan periksa
dengan perencanaan yang telah dibuat, apakah memang
sesuatu tersebut tidak mengorbankan kebutuhan lain yang
lebih prioritas dan sudah direncanakan.

Jika harta kita berlebih, semua kebutuhan finansial


saat ini bisa dipenuhi serta kebutuhan masa depan
pun sudah bisa dipersiapkan, peluang pemborosan boleh
jadi semakin besar. Tarikan godaan hawa nafsu bisa
semakin besar, justru karena adanya kemampuan finansial.
Sekali lagi, kesadaran spiritual mengenai hakikat harta akan
menyelamatkan kita.
Kita masih bisa menghindari pemborosan dengan
memanfaatkan dana berlebih untuk menolong mereka
yang membutuhkan. Lihatlah di sekeliling keluarga, kerabat
dan lingkungan di sekitar kita. Pasti ada seseorang atau
sekelompok orang yang membutuhkan pertolongan.

52
Masih sangat banyak peluang memanfaatkan harta
dan kekayaan untuk menolong sesama atau memperbaiki
kehidupan dan lingkungan yang telanjur rusak. Pahala
akhirat akan selalu menanti bagi mereka yang mampu
menjadikan harta dan kekayaannya bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan duniawi diri dan keluarganya sendiri,
melainkan juga sebagai sarana ibadah mencari pahala
akhirat. Salah satu caranya adalah dengan membantu dan
memberdayakan orang lain.

53
FINANCIAL WISDOM |

54
24

CO N T R O L L E D PA I N D A L A M

MENDIDIK ANAK

Financial Wisdom, 28 Oktober 2011

S
eorang sahabat pernah menyampaikan istilah
controlled pain. Saya ingin mencoba menghubungkan
istilah itu dengan kondisi finansial suatu keluarga
dengan bagaimana keluarga tersebut mendidik anak.
Suatu keluarga yang memiliki kemapanan finansial,
seharusnya memiliki kemungkinan lebih besar memberikan
bekal pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka,
mengingat biaya pendidikan yang semakin hari semakin
besar. Sayang, kemapanan secara finansial, terkadang bukan
menjadi modal dalam mendidik anak, melainkan juga bisa
menjadi racun, jika tidak menempatkan pada jalur yang
benar.
Rasanya tidak ada orangtua yang mampu secara
finansial, tidak ingin memenuhi semua fasilitas yang
dibutuhkan bagi anak-anak mereka. Apalagi jika pada masa
lalunya sang ayah atau ibu hidup dalam kondisi prihatin,
sederhana, atau bahkan susah dan tidak bisa menikmati
kehidupan yang nyaman, seperti keluarga yang mampu
ketika itu.
55
FINANCIAL WISDOM |

Boleh jadi, seorang ayah atau ibu dengan latar


belakang orangtua mereka yang dahulu prihatin, sering
merasa keprihatinan yang dulu mereka alami jangan
sampai terulang pada anak-anak mereka sekarang. Dengan
kesuksesan dan kemapanan finansial yang mereka miliki
saat ini, mereka justru berlebih memberikan fasilitas yang
menyebabkan anak-anak terlalu dimanja dengan segala
kemudahan.
Akibatnya, sang anak malah menjadi lemah
secara karakter, terbiasa dengan hidup enak. Alhasil, anak-
anak tersebut tidak memiliki fighting spirit seperti orang
tua mereka dahulu. Padahal, boleh jadi keberhasilan dan
kesuksesan orangtua saat ini justru karena keprihatinan
yang dulu mereka alami.

Jadi, tidak ada salahnya, bahkan mungkin perlu


disarankan bagi para orangtua (khususnya yang
mampu), menerapkan pola controlled pain, yang saya coba
artikan sebagai menciptakan “keprihatinan terkontrol”
kepada anak-anak mereka. Perlunya pola controlled pain,
pada anak-anak, sebenarnya untuk mendidik mereka agar
memiliki karakter dan semangat juang yang positif dan
kuat.
Mereka perlu memahami bahwa kelak mereka
harus hidup mandiri, harus menghadapi berbagai tantangan
dan kesulitan dan tidak boleh pernah menyerah dan harus
memiliki semangat juang. Semangat ini bukan hanya untuk
diri mereka sendiri, melainkan juga untuk berperan dalam
memperbaiki masyarakat.

56
Memang belum pernah dilakukan survei, namun
boleh jadi, kebanyakan mereka yang sukses dalam
hidup ini adalah mereka yang prihatin dan harus berjuang
karena keterbatasan fasilitas orang tua mereka pada masa
lalunya.
Karena itu, mengapa kita tidak coba menerapkan
keprihatinan terkontrol pada anak-anak kita yang menjelang
remaja (mulai sekolah menengah pertama). Caranya,
dengan hanya memberikan uang saku terbatas serta fasilitas
dasar yang dibutuhkan (tapi tentu dengan batas kewajaran
yang disesuaikan), bukan yang semua mereka inginkan.
Juga ditambah keharusan selalu membiasakan mereka agar
menabung. Semua ini dilakukan agar tujuan membangun
karakter positif dan belajar mengelola uang dengan bijak
sejak dini bisa tercapai.

57
FINANCIAL WISDOM |

58
25

G AYA H I D U P

Financial Wisdom, 4 November 2011

S
aya mencoba mendefinisikan gaya hidup dalam
konteks keuangan sebagai kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan sebuah keluarga yang memiliki konsekuensi
atau dampak langsung dengan besarnya pengeluaran
bulanan. Sebagai contoh, dalam hal kebutuhan transportasi,
sebuah keluarga bisa memilih gaya hidup bertransportasi di
antara pilihan-pilihan: naik kendaraan umum, naik sepeda
motor, naik taksi, atau naik kendaraan pribadi. Masing-
masing pilihan memiliki konsekuensi besarnya biaya atau
pengeluaran yang berbeda.
Kehidupan modern di kota besar, seperti kota
metropolitan Jakarta dan kota-kota besar lainnya, melahirkan
godaan untuk menerapkan gaya hidup yang “mahal” yang
semakin meningkat. Penawaran berbagai jenis barang
bermerek (branded items), mobil, alat komunkasi mutakhir
(gadget), kuliner, hiburan, dan sebagainya sering menjadi
godaan yang sulit dihindari. Terlebih, budaya pamer serta
tidak percaya diri jika berbeda dengan kebanyakan orang,
masih banyak melekat pada masyarakat.

59
FINANCIAL WISDOM |

Setiap keluarga sebenarnya sah-sah saja untuk


memilih gaya hidup yang diinginkan, sepanjang
penghasilannya sanggup menopang besarnya pengeluaran
untuk gaya hidup yang dipilih. Yang menjadi masalah, kalau
sebuah keluarga tidak menyadari bahwa gaya hidupnya
salah. Pertanyaannya, kenapa kok ada (bahkan banyak)
keluarga yang tidak sadar bahwa gaya hidupnya salah?
Salah satu penyebabnya karena saat ini banyak
keluarga memiliki kartu kredit. Mereka merasa aman
mempertahankan gaya hidup yang sebenarnya salah
dengan bergantung pada fasilitas utang yang disediakan
bank/penerbit kartu kredit.

Memang kita tidak bisa menyalahkan penerbit kartu


kredit, namun penggunaan kartu kredit yang tidak
bijak oleh sebuah keluarga, apalagi untuk mempertahankan
gaya hidup yang salah hanya akan membawa ke jurang
kesulitan karena utang yang tidak terbayar dan akan
berakibat fatal. Karena itu, berhati-hatilah dan sadari agar
gaya hidup kita untuk tetap selalu sesuai dengan tingkat
penghasilan kita. Jangan sampai kita baru menyadari bahwa
gaya hidup kita salah ketika kita sudah mulai didatangi debt
collector.

60
26

P O R TO F O L I O I N V E S TA S I

D E N G A N S T R AT E G I C

A S S E T A L LO C AT I O N

Financial Wisdom, 11 November 2011

M
ungkin masih banyak di antara kita yang belum
menggabungkan investasi keuangan, seperti
deposito, obligasi, saham, reksadana, menjadi
suatu kesatuan portofolio investasi. Juga belum banyak
yang menerapkan alokasi aset strategis jangka panjang.
Umumnya, masing-masing jenis aset tersebut masih sering
dinilai berdasarkan nilai absolut secara terpisah atau sendiri-
sendiri, tidak secara persentase terhadap total keseluruhan
aset yang disebut sebagai alokasi aset.
Ambil contoh, jika seorang investor—sebut saja
Andi—memiliki kekayaan investasi sebesar Rp 500 juta.
Kekayaan itu terdiri dari Rp 100 juta di deposito, Rp 150
juta di reksadana pendapatan tetap, dan Rp 250 juta di
reksadana saham.
Andi boleh jadi tidak menyadari bahwa ia telah
memiliki portofolio investasi dengan komposisi alokasi aset.
Persentasenya sebagai berikut: deposito 20%, reksadana
61
FINANCIAL WISDOM |

pendapatan tetap 30%, dan reksadana saham 50% dari


keseluruhan aset investasinya.
Penggabungan seluruh aset serta pembagian
secara persentase dari masing-masing jenis aset terhadap
total keseluruhan aset ini, jika direncanakan sejak awal dan
akan dipertahankan dalam jangka panjang, akan disebut
sebagai portofolio investasi dan memiliki aset alokasi
strategis (strategic asset allocation). Hal ini merupakan
bagian terpenting dalam berinvestasi.

Mengapa kita perlu memiliki portofolio investasi


dengan alokasi aset strategis? Pertama, setiap jenis
aset memiliki potensi keuntungan sekaligus risiko. Salah
satu cara mengelola risiko adalah memilah aset investasi
berdasarkan jangka waktu investasinya. Jadi, seperti
reksadana pendapatan tetap (yang berbasis obligasi),
investasi ke dalam produk ini sebaiknya untuk tujuan
investasi jangka menengah (di atas 3 tahun). Adapun
reksadana saham (yang berbasis saham) sebaiknya
menyasar investasi jangka panjang (di atas 5 tahun atau
bahkan di atas 10 tahun).
Kedua, alokasi aset strategis dibutuhkan untuk
memperoleh perkiraan target imbal hasil (keuntungan)
jangka panjang, setelah kita terlebih dahulu mengetahui
perkiraan atau harapan imbal hasil masing-masing jenis
aset. Misalnya, kita berharap 10 tahun ke depan deposito
akan memberi imbal hasil 5,6% setelah pajak, reksadana
pendapatan tetap 8%, dan reksadana saham 18% (angka-
angka ini hanya ilustrasi). Dengan portofolio investasi yang
memiliki komposisi seperti di atas, kita bisa memperkirakan,
imbal hasil total portofolio yang bisa dicapai, yakni: 20% x

62
5,6% (deposito) + 30% x 8% (reksadana pendapatan tetap)
+ 50% x 18% (reksadana saham) = 1,12% + 2,4% + 9% =
12,52% rata-rata per tahun.
Ketiga, dengan adanya aset alokasi strategis,
investor akan terbantu dalam mengambil keputusan beli
atau jual. Caranya, memonitor untuk suatu periode tertentu
(6 bulan atau 1 tahun, atau ketika terjadi perubahan pasar
secara signifikan) dengan melihat perubahan yang terjadi
pada komposisi masing-masing aset di atas. Kemudian
melakukan rebalancing untuk mengembalikan posisi
masing-masing jenis aset dengan menjual (aset) yang
telah mengalami keuntungan dan memindahkan ke dalam
(membeli) aset yang berkurang komposisinya.

Dengan memiliki portofolio investasi seperti di


atas, investor sudah menerapkan beberapa prinsip
penting dalam berinvestasi. Prinsip itu meliputi proses:
perencanaan, keputusan alokasi aset strategis, implementasi
dan monitoring serta evaluasi. Inilah proses investasi yang
perlu diikuti dengan penuh kedisiplinan dan juga dengan
kesabaran untuk memperoleh hasil investasi optimal dalam
jangka panjang. Selamat mencoba.

63
FINANCIAL WISDOM |

64
27

F O R M A S I 4 - 4 - 2 ATAU 4 - 3 - 3

Financial Wisdom, 18 November 2011

A
nda mungkin mengira saya akan membahas
formasi sepak bola Timnas Indonesia di SEA
Games yang sedang berlangsung. Anda benar,
tapi tidak seluruhnya benar, karena saya hanya mencoba
menganalogikan formasi sebuah tim sepak bola dalam
konteks pengelolaan keuangan keluarga, khususnya untuk
merancang anggaran keluarga.
Tahun 2011 sudah akan berakhir, perusahaan
umumnya sedang atau sudah selesai membuat bujet dan
rencana kerja tahun 2012. Bagaimana dengan urusan
keuangan keluarga di rumah? Perlukah memiliki anggaran
keuangan? Jawabnya perlu. Formasi seperti tim sepak bola
di atas bisa dijadikan acuan untuk menyusun anggaran
keuangan keluarga.

Coba perhatikan formasi 4-4-2 yg merupakan 4 orang


di lini pertahanan di belakang, 4 orang di lini tengah
dan 2 orang penyerang di lini depan. Analogi yang bagus
untuk mengatur pola keuangan keluarga dengan alokasi
40% dari penghasilan untuk kebutuhan primer, seperti:
belanja dapur, biaya rumah tangga, transportasi, premi

65
FINANCIAL WISDOM |

asuransi, dan cicilan rumah. Kemudian 40% dari penghasilan


untuk kebutuhan sekunder dan pengembangan keluarga,
seperti: biaya sekolah, kursus, buku, olahraga, dan
rekreasi. Terakhir 20% penghasilan dialokasikan untuk
cicilan investasi kebutuhan masa depan, seperti persiapan
pendidikan tinggi anak, persiapan perjalanan ibadah, dan
persiapan pensiun.
Namun, 20% alokasi untuk cicilan investasi
umumnya belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
finansial masa depan, karena inflasi yang masih cukup tinggi
di negara kita. Idealnya, cicilan investasi untuk kebutuhan
masa depan, bisa mencapai 30% dari penghasilan bulanan.
Dengan begitu, alokasi yang lebih disarankan adalah formasi
4-3-3.

Dengan memiliki anggaran keuangan seperti di


atas, sebuah keluarga akan memiliki prioritas dalam
hal pengeluaran, termasuk memiliki rencana untuk masa
depannya. Keterlibatan semua anggota keluarga, termasuk
anak-anak yang sudah beranjak remaja, akan melatih
mereka untuk menyadari pentingnya mengelola keuangan
dengan bijak.
Sebuah keluarga yang tidak memilliki anggaran
keuangan keluarga umumnya akan mengalami kebocoran
dan pemborosan, sehingga pemanfaatan penghasilan
menjadi tidak optimum dan dan dapat mengorbankan
kualitas masa depan keluarga.

66
28

PERKENALKAN, NAMA

S AYA I N F L A S I

Financial Wisdom, 25 November 2011

S
alah satu persoalan keuangan terbesar yang sering
dikeluhkan hampir semua orang adalah biaya hidup
yang terus meningkat. Cobalah kita mengingat-ingat
sejenak, berapa biaya-biaya atau harga-harga kebutuhan
mendasar seperti kebutuhan rumah tangga, rumah,
pendidikan, sepeda motor, mobil, sebelum krisis ekonomi
tahun 1997. Lalu, bandingkan dengan biaya atau harga
kebutuhan yang sama tahun lalu.
Harga mobil baru sejenis minibus yang paling
banyak digunakan masyarakat, misalnya, tahun 1995
masih seharga Rp 40 jutaan. Kini harganya melambung di
kisaran Rp 200 jutaan, atau naik menjadi lima kali lipat. Jika
menghitung kenaikan per tahun, rata-rata kenaikan harga
adalah sekitar 11% per tahun.
Tak cuma mobil. Harga rumah dengan luas, tipe,
dan lokasi yang sama, serta biaya pendidikan, semuanya
mengalami kenaikan yang kurang lebih sama, atau bahkan
lebih tinggi. Salah satu penyebab terus meningkatnya
harga-harga barang dan kebutuhan adalah adanya faktor
67
FINANCIAL WISDOM |

inflasi, yang di negara kita masih tergolong tinggi.

Tulisan ini tidak akan membahas mengapa dan


bagaimana inflasi terjadi dan mengapa tingkat inflasi
di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan
negara lain. Namun, yang perlu menjadi perhatian adalah,
bagaimana kita menyikapi adanya inflasi. Apa yang harus
kita waspadai, lakukan, dan persiapkan menghadapi
inflasi?
Dalam jangka pendek, kesadaran akan inflasi akan
“memaksa” kita berupaya meningkatkan penghasilan setiap
tahun agar naik, paling tidak sama dengan tingkat inflasi
tahunan. Mengapa? Pertama, agar meningkatnya biaya
kebutuhan hidup masih tetap bisa terpenuhi. Kedua, agar
tabungan bulanan yang harus disisihkan untuk persiapan
masa depan tidak ikut tergerus.
Lalu, apa saja yang harus kita waspadai dalam
jangka panjang? Ambil contoh biaya pendidikan anak,
khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Sadarkah kita
bahwa biaya kuliah yang saat ini, misalnya sebesar Rp 250
juta, akan menjadi Rp 492 juta pada 10 tahun dari sekarang,
jika asumsi terjadi kenaikan sebesar 7% per tahun.
Jumlah tersebut meroket menjadi sebesar Rp 649
juta, jika kenaikannya mencapai 10% per tahun. Kenaikan
yang sama akan terjadi dengan biaya kehidupan. Hal ini
harus diperhitungkan ketika kita akan mempersiapkan
dana pensiun untuk memenuhi biaya kehidupan setelah
kita pensiun kelak.

Tulisan ini tidak bermaksud menakut-nakuti


pembaca akan sulitnya kehidupan di masa depan.

68
Namun, dengan memperkenalkan adanya inflasi beserta
dampaknya, justru diharapkan akan menyadarkan kita
untuk mempersiapkan masa depan dengan lebih baik.
Jika ada pepatah “tak kenal maka tak sayang”,
mengenali dan memahami inflasi menjadi perlu, tapi bukan
untuk menyayangi inflasi, tapi demi menyayangi kehidupan
yang harus kita jalani kelak. Semoga perkenalan dengan
inflasi ini menjadi pembuka jalan ikhtiar kita agar lebih
serius mempersiapkan masa depan.

69
FINANCIAL WISDOM |

70
29

K E T E R B U K A A N P E N G E LO L A A N

K E UA N G A N K E LUA R G A

Financial Wisdom, 2 Desember 2011

S
ekarang ini zamannya keterbukaan. Istilah kerennya:
transparansi. Pemerintah, perusahaan, organisasi
politik, pendidikan, sosial, keagamaan, profesi, alumni,
dan masih banyak organisasi lain dituntut melakukan
keterbukaan, terutama dalam masalah keuangan.
Mengapa transparansi keuangan menjadi
penting? Karena uang sering menjadi sumber manipulasi,
korupsi dan sejenisnya yang akan merugikan organisasi
dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang terlibat.
Adanya transparansi keuangan disertai tertib administrasi
akan mengurangi risiko terjadinya manipulasi, korupsi, dan
menumbuhkan kepercayaan para stakeholders organisasi
tersebut.
Bagaimana dengan pengelolaan keuangan dalam
rumah tangga? Perlukah keterbukaan dalam masalah
keuangan keluarga, antara suami istri, bahkan dengan
anggota keluarga (anak-anak) jika diperlukan? Mungkin
sebagian dari Anda menjawab “perlu”, sebagian lain
menjawab “tidak perlu”, dan ada pula yang menjawab
71
FINANCIAL WISDOM |

“tergantung”. Ya, tergantung tingkat penghasilan,


tergantung siapa yang menjadi “menteri keuangan” di
rumah, dan tergantung faktor-faktor lain.

Ada beberapa model pengelolaan keuangan sebuah


keluarga. Ada istri yang sepenuhnya mengatur
seluruh pengelolaan keuangan, termasuk seluruh
penghasilan yang diterima dari suaminya, ada suami yang
mengatur semua pengelolaan tersebut, selain pengeluaran
rutin rumah tangga yang menjadi tanggung jawab istri atau
mungkin masih ada model-model pengelolaan lain. Namun,
apa pun model yang dianut dalam mengelola keuangan
keluarga, adanya keterbukaan antara suami istri dalam
sebuah keluarga sangatlah disarankan.
Suami istri perlu saling mengetahui sumber
penghasilan mereka bersama (jika keduanya bekerja),
maupun bagaimana pemanfaatan sumber dana tersebut.
Sama seperti dalam organisasi, keterbukaan dalam keluarga
juga dimaksudkan sebagai alat kontrol.
Tujuannya, menjaga agar sumber penghasilan
bukan berasal dari manipulasi dan korupsi. Juga agar
penggunaan sumber penghasilan termanfaatkan dengan
benar serta terhindar dari “manipulasi” penggunaan yang
sia-sia atau pemborosan.
Keterbukaan dalam keluarga, bahkan bisa diperluas
dengan anak-anak yang sudah beranjak remaja. Hal ini bisa
dilakukan ketika sebuah keluarga merasa sulit menabung
secara rutin dari penghasilan bulanan, karena adanya
pemborosan, terutama sulit menolak permintaan anak-
anak.

72
Masalah keuangan juga merupakan masalah yang
sensitif dalam sebuah keluarga, terlebih jika suami
maupun istri masih harus menanggung biaya kehidupan
orang tua masing-masing atau keluarga lain. Dalam hal ini
keterbukaan menjadi semakin diperlukan.
Keterbukaan akan mudah dilakukan jika sudah
dibiasakan sejak awal pernikahan. Hal tersebut akan
membantu pasangan suami- istri mengatasi persoalan
keuangan keluarga yang dihadapi bersama. Pasangan
yang tidak membiasakan keterbukaan sejak awal
pernikahannya akan lebih sulit menerapkan di kemudian
hari. Bahkan, timbulnya persoalan keuangan keluarga yang
sulit dipecahkan, boleh jadi berawal karena tidak adanya
keterbukaan.

73
FINANCIAL WISDOM |

74
30

M E WA R I S K A N P E R U S A H A A N

Financial Wisdom, 9 Desember 2012

B
anyak pebisnis yang memiliki usaha keluarga tak
pernah berpikir menjual perusahaannya. Mereka
ingin mempertahankan kepemilikan lalu mewariskan
ke generasi penerus atau keturunannya.
Kalaupun perusahaan tersebut kelak membutuhkan
dana untuk berekspansi, dengan menjual sebagian
saham kepada publik, umumnya, saham mayoritas tetap
dipertahankan. Masuk akal, mengingat membangun usaha
dan perusahaan memerlukan perjuangan dan pengorbanan
luar biasa besar.
Lalu, bagaimana jika kita tidak memiliki usaha,
sementara memiliki keinginan mewariskan anak kita
suatu aset yang bisa menjadi modal mereka di kemudian
hari? Mengapa perlu mewariskan aset? Bukankah cukup
membekali anak-anak kita dengan pendidikan? Betul,
pendidikan adalah bekal dan warisan paling berharga.
Namun, jika kita sebagai orangtua mampu membekali dan
mewariskan pendidikan dan aset, mengapa tidak? Lalu aset
apa yang bisa menjadi pilihan untuk diwariskan?

75
FINANCIAL WISDOM |

Salah satu pilihannya adalah “perusahaan”, yang bisa


kita miliki walau kita tak memiliki usaha di bidang
tertentu. Bahkan, yang lebih menarik, kita bisa ”memiliki”
berbagai jenis perusahaan dengan mencicil (menabung
secara berkala) dalam jangka waktu lama, sambil menunggu
anak kita beranjak dewasa.
Bayangkan, jika kita masih memiliki anak atau cucu
berusia tiga tahun saat ini. Ia akan menempuh pendidikan
hingga menyelesaikan pendidikan tinggi hingga usia,
katakan 23 tahun. Setelah itu ia akan bekerja dan menikah
pada usia, katakanlah 28 tahun. Maka, kita sebagai orangtua
memiliki waktu 25 tahun untuk mempersiapkan warisan
atau hadiah pernikahan, berupa suatu aset yang berharga
yakni “perusahaan”. Bagaimana caranya?
Mudah, kita bisa mulai mencicil, membeli berbagai
“perusahaan”, melalui reksadana saham. Reksadana saham
adalah produk investasi. Manajer investasi mengelola dan
menginvestasikan dana yang terkumpul dari berbagai
investor, ke berbagai perusahaan yang sudah go public di
bursa saham.
Investor dapat membeli unit penyertaan reksadana
melalui bank-bank sebagai agen penjual atau melalui
manajer investasi. Produk ini bisa menjadi alternatif investasi
menarik, dapat dibeli dengan jumlah investasi relatif kecil,
layaknya mencicil, secara berkala (bulanan) dalam jangka
panjang.

Jika diasumsikan pertumbuhan ekonomi Indonesia


di jangka panjang terus membaik dan perusahaan-
perusahaan tempat reksadana saham berinvestasi
membukukan kenaikan harga jangka panjang rata-rata,

76
misalnya 12 % per tahun, cicilan investasi kita Rp 24 juta
per tahun (Rp 2 juta per bulan) selama 25 tahun, akan
menghasilkan total aset Rp 3,58 miliar.
Aset sebesar ini merupakan aset warisan yang tidak
kecil dan bisa menjadi modal anak atau cucu kita kelak. Sama
halnya dengan mengelola usaha atau berinvestasi dalam
aset lain yang memiliki risiko, investasi melalui reksadana
saham juga memiliki risiko yang perlu dipahami, sehingga
kita bisa memanfaatkan secara optimal serta paham dan
bisa mengelola risiko yang mungkin timbul.

77
FINANCIAL WISDOM |

78
31

KRITERIA 4-M DI REKREASI

Financial Wisdom,16 Desember 2011

B
agi masyarakat yang tinggal di kota-kota besar,
rekreasi sudah hampir menjadi suatu kebutuhan
utama. Padatnya kesibukan dan beban pekerjaan,
sering menimbulkan kelelahan fisik maupun jiwa dan
kadang menimbulkan stres, membutuhkan penyegaran
sebagai katup pelepasan. Tak heran, masyarakat selalu
menunggu akhir pekan untuk melakukan aktivitas rekreasi.
Bahkan, aura kegembiraan akhir pekan sudah terasa ketika
hari Jumat tiba: TGiF (Thanks God it’s Friday).
Melakukan rekreasi, sebagai salah satu kebutuhan
utama, menjadi tidak masalah, ketika penghasilan keluarga
mampu memenuhi anggaran pengeluaran yang sudah
direncanakan. Juga disiplin dalam pelaksanaannya serta
tidak mengabaikan prioritas anggaran lain, seperti anggaran
kebutuhan rumah tangga, pendidikan anak, serta tabungan
untuk persiapan kebutuhan masa depan. Urusan rekreasi
bisa menjadi masalah, ketika tidak ada perencanaan
anggaran dan keluarga memaksakan diri melakukan rekreasi
yang dibiayai oleh fasilitas utang, misalnya kartu kredit.

79
FINANCIAL WISDOM |

Rekreasi akhir pekan, sebenarnya juga menjadi


momen yang penting dalam hubungan keluarga.
Biasanya, saat itulah momentum kebersamaan seluruh
keluarga terjadi. Khususnya bagi keluarga yang suami
maupun istri bekerja secara penuh waktu. Rekreasi, selain
pelepas lelah bagi kedua orangtua, juga harus dimanfaatkan
sebagai sarana interaksi langsung seluruh anggota keluarga
dan sarana belajar bagi anak-anak dalam suasana yang
menyenangkan. Itu sebabnya, akan sangat bijak bagi setiap
keluarga merencanakan dan menganggarkan biaya rekreasi
ini dengan baik.
Sangat disayangkan jika sebuah keluarga tidak
melakukan perencanaan rekreasi yang baik. Setiap akhir
pekan hanya diisi secara rutin dengan jalan-jalan atau belanja
di mal, sambil makan atau nonton saja. Penggunaan sumber
dana yang cukup besar untuk kebutuhan ini akan menjadi
kurang bermanfaat, khususnya bagi proses perkembangan
buah hati keluarga. Anak-anak hanya akan belajar menjadi
konsumen dan terbiasa dengan konsumerisme yang tidak
sehat, serta tidak belajar memahami realitas kehidupan dan
berjuang menghadapi berbagai kesulitan.

Salah satu contoh rekreasi yang kreatif adalah


mengunjungi perkebunan atau peternakan
dan belajar mengerti proses produksi dan memahami
perjuangan kehidupan petani atau peternak. Atau
mengunjungi panti asuhan sambil berbagi kebahagiaan,
dengan cara menyampaikan donasi untuk menyantuni
mereka. Sekaligus memahami tantangan kehidupan dan
perjuangan mereka yang sudah hidup tanpa orang tua.
Masih banyak lagi ide kreatif yang bisa dikembangkan untuk

80
rekreasi yang menyenangkan, menyehatkan, mendidik, dan
membawa manfaat.
Karena itu, pikirkanlah baik-baik pemanfaatan
sumber dana serta waktu akhir pekan yang merupakan
golden time bagi seluruh keluarga berinteraksi. Sebuah
keluarga dapat mengisi akhir pekan dengan kegiatan
rekreasi yang memenuhi kriteria 4-M, yakni menyenangkan,
menyehatkan, mendidik, dan manfaat.

81
FINANCIAL WISDOM |

82
32

AWA L YA N G B A I K

Financial Wisdom, 23 Desember 2011

S
alah satu kebutuhan finansial masa depan bagi
keluarga yang memiliki anak adalah mempersiapkan
biaya pernikahan. Rangkaian acara pernikahan bisa
dibuat sederhana, bisa juga begitu mewah, tergantung
motivasi orang tua maupun sang calon pengantin.
Kebutuhan biaya juga bisa sangat bervariasi. Mulai
dari jutaan rupiah, puluhan juta, hingga ratusan juta rupiah,
dan bahkan bisa mencapai miliaran rupiah. Semuanya sah-
sah saja, tergantung kemampuan finansial suatu keluarga.
Bagi keluarga atau calon pengantin yang merencanakan
hajatan pernikahan, kisah di bawah ini mungkin bisa menjadi
bahan perenungan, sekaligus menjadi alternatif pilihan,
seperti apa hajatan pernikahan yang akan dilakukan.

Seorang gadis, anak pertama dari dua bersaudara,


yang tidak lama lagi akan menikah, bersama kedua
orang tuanya sedang menyaksikan tayangan ulang di teve,
sebuah resepsi pernikahan yang begitu megah. Sang ayah,
seorang pengusaha besar, terlihat begitu terpesona dengan
resepsi tersebut dan berkata pada anak gadisnya. “Anakku,

83
FINANCIAL WISDOM |

jika kau mau, ayah sanggup membuat pesta pernikahanmu


nanti seperti itu”.
Sang anak, terlihat diam dan hanya memandang
kepada ibunya, tanpa berani menjawab pertanyaan sang
ayah. Sang ibu kemudian tersenyum dan membelai rambut
sang anak yang duduk di sampingnya sambil bertanya,
“Kamu pernah mendiskusikan dengan calon suamimu,
seperti apa kalian ingin pesta pernikahan kalian nanti?”
Sang anak akhirnya angkat bicara. “Ibu, Ayah... terima
kasih, aku tahu Ayah mampu membiayai pesta pernikahan
seperti itu, namun kami berdua ingin pernikahan sederhana
saja. Karena yang lebih penting adalah menghadapi
kehidupan setelah pernikahan, bukan pesta pernikahan.
Pesta pernikahan seperti itu, mungkin akan menghabiskan
biaya ratusan juta rupiah. Jika ayah berkenan, kami akan
menggunakan sebagian biaya yang Ayah rencanakan untuk
pernikahan sebagai modal kami belajar membuka usaha.
Sebagian lagi akan kami sumbangkan guna memperbaiki
fasilitas pendidikan di rumah anak-anak yatim-piatu, tempat
aku selama ini tergabung menjadi relawan di sana.”

“Ayah, Ibu, maafkan aku, jika apa yang aku inginkan


tidak sesuai dengan keinginan Ayah. Karena aku
tahu, mungkin resepsi pernikahan adalah momentum
penting bagi orangtua melepas kepergian anak mereka
dengan pesta yang besar dan meriah. Tidak salah memang
karena ayah mampu melakukannya. Namun akan lebih
membahagiakan bagiku, jika aku bisa berbagi kebahagiaan
juga di hari pernikahanku dengan saudara-saudara kita
yang tidak seberuntung aku, karena mereka sudah seperti
adik-adikku sendiri…”

84
Sang ibu tak kuat menahan haru, mengusap air
mata yang mulai menetes di pipinya. Ia pun bersyukur karena
langkah kecilnya beberapa tahun lalu, yakni membawa
sang anak ke panti asuhan untuk belajar berempati dan
memahami realitas kehidupan, kini berbuah sudah. Sang
anak bukan hanya belajar berempati, melainkan juga telah
sanggup berpikir dan menentukan pilihan, apa yang baik
dan benar untuk mengawali kehidupannya.

85
FINANCIAL WISDOM |

86
33

R E F L E K S I A K H I R TA H U N

Financial Wisdom, 30 Desember 2011

B
agi orang-orang yang sibuk, waktu terasa berjalan
begitu cepat. Tanpa terasa, kita sudah ada di
pengujung tahun 2011 dan sebentar lagi akan
memasuki tahun baru 2012. Di pengujung tahun ini, ada
baiknya kita melakukan evaluasi dan refleksi (becermin) diri,
atas apa-apa yang sudah dilakukan dan dicapai sepanjang
tahun 2011. Mudah-mudahan, pencapaian itu bisa menjadi
pelajaran untuk berbagai perbaikan yang perlu dilakukan di
tahun 2012 nanti. Apa yang perlu dievaluasi dalam masalah
keuangan keluarga di rumah?
Banyak hal berkaitan, langsung atau tidak
langsung, dengan permasalahan keuangan keluarga.
Boleh dibilang, hampir tidak ada aktivitas yang dilakukan
tanpa membutuhkan sumber dana. Walau tidak semua
aktivitas dan permasalahan perlu dievaluasi, kita bisa
memprioritaskan beberapa permasalahan yang berkaitan
dengan keuangan untuk mendapatkan perhatian dalam
evaluasi dan refleksi akhir tahun ini.

Pertama, sudahkah kita memastikan penghasilan kita


berasal dari sumber yang halal dan tidak berasal dari

87
FINANCIAL WISDOM |

tindak kejahatan.
Kedua, apakah kita sudah memenuhi kewajiban
kepada agama (seperti zakat) dan kewajiban kepada negara
(seperti pajak) atas penghasilan dan harta yang kita peroleh?
Dua hal di atas sangat penting karena akan berkaitan
dengan “kebersihan” penghasilan dan harta yang akan kita
pergunakan. Harta yang berasal dari sumber yang tidak
halal dan harta yang belum dibersihkan akan menjauhkan
kita, istri, dan anak-anak kita dari keberkahan hidup, baik di
dunia maupun di akhirat.
Ketiga, apakah penggunaan harta sudah wajar
sesuai dengan kebutuhan yang membawa manfaat atau
masih ada pemborosan dan kesia-siaan yang seharusnya
tidak perlu terjadi. Terkadang, tanpa sadar, karena tidak ada
perencanaan, penggunaan dana bisa di luar kendali dan
digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
Keempat, jika kita masih memiliki kelebihan
kemampuan finansial, sudahkah kita membantu keluarga,
terutama orang tua, jika memang masih memerlukan
bantuan, lingkungan terdekat, dan pihak-pihak di sekitar
yang memerlukan perhatian dan bantuan finansial dari
kita.
Kelima, apakah anggaran tabungan atau investasi
untuk persiapan kebutuhan finansial masa depan sudah
dilaksanakan sesuai dengan rencana, termasuk memonitor
perkembangan akumulasi hasil investasinya. Langkah ini
untuk memastikan bahwa perkembangan dana untuk tujuan
finansial masa depan kita masih sesuai dengan rencana awal
dan dapat memenuhi kebutuhan pada waktunya kelak.
Keenam, apakah sudah dibuat rencana anggaran
untuk penghasilan, pengeluaran, serta investasi untuk

88
tahun depan.

Kita masih bisa menambah berbagai pertanyaan di


atas dengan pertanyaan lain yang menurut kita sendiri
perlu untuk menjadi bahan evaluasi dan perbaikan. Namun,
paling tidak, dengan enam pertanyaan di atas, kita memiliki
kesempatan agar terus berhati-hati dengan permasalahan
harta. Masalah perolehan maupun pemanfaatan harta
memiliki konsekuensi dan pertanggungjawaban hingga di
akhirat.
Kehati-hatian dan kesadaran akan adanya
pertanggung-jawaban harta di akhirat kelak ini perlu terus
dipelihara. Jika tidak, godaan korupsi dan pemborosan harta
akan segera mengalahkan kita dengan sangat mudah.

89
FINANCIAL WISDOM |

90
34

R E S O LU S I 2 012

Financial Wisdom, 6 Januari 2011

S
elamat tahun baru 2012. Semoga di tahun ini
segalanya lebih baik dari sebelumnya. Jika di akhir
2011 kita sudah melakukan refleksi dan mengevaluasi
atas pencapaian dan kegagalan serta mengambil pelajaran
dari apa yang telah dilakukan, saatnya kita melihat ke depan,
membuat resolusi dengan mencanangkan apa yang ingin
kita capai sepanjang 2012.
Perlukah kita memiliki resolusi di tahun ini? Ada
beberapa manfaat ketika kita menetapkan resolusi di awal
tahun. Pertama, resolusi merupakan penetapan suatu tujuan
secara spesifik. Kedua, adanya tujuan spesifik, seseorang bisa
merencanakan apa yang harus diupayakan untuk meraih
tujuan tersebut. Ketiga, tujuan dan rencana memberikan
motivasi dan semangat bekerja. Keempat, di akhir tahun
kita bisa mengevaluasi lebih mudah, apakah realisasi sesuai
atau menyimpang dengan rencana kerja, apakah target
dan tujuan tercapai atau tidak, sehingga akan ada proses
perbaikan terus-menerus.

Sudahkah Anda memiliki resolusi kehidupan tahun


2012? Sudahkah membuat resolusi keuangan pribadi

91
FINANCIAL WISDOM |

dan keluarga? Jika belum, tidak ada kata terlambat untuk


memulai sekarang. Resolusi dalam hal keuangan tentu
sangat berbeda satu sama lain, tergantung kebutuhan serta
kondisi keuangan masing-masing orang dan keluarga.
Bagi keluarga muda, resolusi lebih untuk
memenuhi kebutuhan dasar keuangan. Berikut beberapa
contoh resolusi yang bisa menjadi masukan tahun ini.
Menambah penghasilan dengan membuka usaha kecil
di rumah, melunasi utang-utang konsumtif (kartu kredit);
menghimpun dana cadangan (emergency fund) minimum
enam kali pengeluaran bulanan; mulai menabung secara
rutin untuk kebutuhan pendidikan anak minimum 10% dari
penghasilan bulanan; mulai menabung secara rutin untuk
persiapan pensiun minimum 10% dari penghasilan bulanan;
belajar memahami investasi reksadana untuk investasi
jangka panjang.
Bagi keluarga dengan kondisi keuangan yang
lebih mapan, ketika kebutuhan keuangan dasar telah
tercapai, resolusinya tentu saja berbeda. Berikut beberapa
contoh resolusi lain: membuka usaha rumah makan secara
kemitraan dengan teman, menyusun ulang alokasi aset
strategis untuk mengoptimalkan portofolio investasi
di pasar modal baik yang langsung atau yang melalui
reksadana; mempersiapkan dana untuk perjalanan ibadah;
memprakarsai terbentuknya komunitas dan menyisihkan
sekian persen dari aset dan penghasilan untuk membantu
pembinaan kegiatan pendidikan dan kegiatan sosial bagi
masyarakat yang kurang mampu.

Sebuah resolusi bisa menjadi bahan bakar pengobar


semangat untuk bekerja. Namun, resolusi bisa juga

92
hanya akan menjadi butir-butir tulisan tanpa makna di atas
secarik kertas, ketika tidak ada ikhtiar untuk merealisasikan.
Karena itu, tidak cukup hanya memiliki resolusi, pastikan
ada action kita untuk menuntaskan.

93
FINANCIAL WISDOM |

94
35

T E R B ATA S D A N

T I D A K T E R B ATA S

Financial Wisdom, 14 Januari 2012

D
alam beberapa kesempatan sebagai pembicara pada
pelatihan atau seminar, saya sering mengajukan
pertanyaan berikut: Dalam hal keuangan, khususnya
bicara masalah penghasilan dan pengeluaran, mana di
antara keduanya yang terbatas dan tidak terbatas?
Sejauh ini, dalam semua kesempatan tersebut,
sebagian besar peserta selalu menjawab begini: yang
terbatas adalah penghasilan dan yang tidak terbatas
adalah pengeluaran. Hanya sebagian kecil peserta
menjawab sebaliknya: penghasilanlah yang tidak terbatas
dan pengeluaranlah yang terbatas. Sebelum meneruskan
membaca, coba Anda tolong jawab, apa jawaban Anda?

Jawaban atas pertanyaan di atas memang tidak ada


yang benar atau salah, tergantung dari argumen
yang diberikan. Mereka yang menjawab dengan jawaban
mayoritas berargumen, besarnya penghasilan dibatasi
besarnya gaji yang selalu terbatas, termasuk kenaikannya
95
FINANCIAL WISDOM |

terbatas. Adapun pengeluaran yang dikaitkan dengan


konsumsi kebutuhan hidup justru terus-menerus naik dan
tidak pernah menurun.
Di lain pihak, sebagian kecil orang berpandangan,
penghasilanlah yang tidak terbatas. Sumber penghasilan
bisa dimunculkan bukan hanya dari gaji, melainkan juga
dari usaha yang bisa dikembangkan tanpa batas. Sementara
itu, pengeluaran yang dikaitkan dengan konsumsi pangan,
sandang dan papan, justru bisa dibatasi. Anda tidak mungkin
makan 10 kali dalam sehari, tidak akan bisa berpakaian
rangkap 10 sekaligus dan tidak akan bisa menempati dan
tinggal di dua rumah dalam waktu yang bersamaan.

Nah, dengan dua pilihan jawaban seperti di atas


mana yang Anda pilih? Anda ingat pareto dalam
kepemilikan aset? Umumnya, hanya 20% populasi yang
menguasai 80% kekayaan suatu negara. Saya berpendapat,
besar kemungkinan populasi yang 20% inilah yang memiliki
paradigma bahwa penghasilanlah yang tidak terbatas dan
pengeluaran yang terbatas. Jika demikian adanya, akhirnya
kita sendiri yang harus memilih, apakah kita ingin masuk
komunitas 20% atau 80% dari populasi?
Paradigma akan menentukan sikap. Karena itu,
berhati-hatilah dengan paradigma, jika kita ingin berupaya
meningkatkan terus penghasilan kita, jangan batasi
keinginan itu dengan paradigma bahwa penghasilan itu
terbatas.

96
36

MENGAJARI ANAK

B E R I N V E S TA S I

Financial Wisdom, 21 Januari 2012

S
ebagian dari kita tentu pernah mendengar nama
Warren Buffet, seorang investor legendaris yang
sering disebut investor paling sukses hingga saat ini. Ia
meraih kesuksesan tersebut tidak secara instan, ada proses
panjang yang berawal sejak usianya sangat dini. Ia sejak
kecil sudah senang berdagang, menjual permen karet dan
minuman ringan, serta pertama kali berinvestasi membeli
saham perusahaan pada usia 11 tahun.
Apa yang kita bisa pelajari dari perjalanan hidup
seorang Warren Buffet? Bisakah kita “mengondisikan” anak
kita belajar memahami uang dan belajar berinvestasi sejak
dini? Mengapa tidak?

Umumnya, seorang anak sudah bisa diperkenalkan


dan diserahi tanggung jawab mengelola keuangan
pribadinya dengan memberi “gaji” alias uang saku
mingguan ketika memasuki umur 10 tahun. Dia bisa belajar
mengatur “kebutuhan hidupnya” dari uang saku tersebut.
Kebiasaan menabung juga sudah bisa diajarkan bersamaan
97
FINANCIAL WISDOM |

dengan memberikan tambahan sejumlah tertentu dari uang


saku untuk ditabung.
Mengajarkan anak berdagang juga bisa dimulai
sejak dini. Orangtua yang memanfaatkan rumah untuk
tempat berdagang, bisa menjadi sarana pendidikan informal
bagi sang anak menanamkan jiwa kewirausahaan sejak
dini.

Bagaimana dengan investasi? Menginjak usia 11


tahun hingga 12 tahun, seorang anak sudah bisa
diajari mulai berinvestasi.
Reksadana merupakan salah satu produk ideal
untuk diajarkan kepada anak usia dini, sekaligus memulai
melakukan investasi pribadi dengan nilai yang relatif
kecil, yakni mulai dari Rp 100.000. Dana bisa diambil dari
tabungan, yang disisihkan dari uang saku dan dilakukan
secara rutin setiap bulan.
Keberhasilan dalam kehidupan membutuhkan
proses. Mengajari anak berinvestasi sejak dini, bukan hanya
untuk memberikan pelajaran kehidupan yang penting bagi
sang anak, hasil investasi jangka panjang yang dilakukan
secara berkala juga akan membuahkan akumulasi dana
yang bisa menjadi modal.
Dana itu bisa digunakan, misalnya, untuk biaya
sekolah di perguruan tinggi atau modal membuka usaha
bagi sang anak ketika lulus sekolah. Mengajari anak
mengelola uang dan berinvestasi sejak dini akan membantu
sang anak menapaki proses menuju keberhasilan tersebut.
Semoga!

98
37

TO LO K U K U R K I N E R J A

I N V E S TA S I

Financial Wisdom, 28 Januri 2012

B
agi masyarakat awam, tentu banyak yang bingung,
untuk apa pergerakan indeks saham, seperti Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa efek yang
diumumkan setiap hari. Masih banyak masyarakat yang
hanya mengenal deposito sebagai satu-satunya instrumen
investasi finansial, karena tidak paham apa dan bagaimana
berinvestasi di saham atau obligasi, dua instrumen dasar di
pasar modal.
Memang, ada beberapa kendala investasi di kedua
instrumen tersebut, seperti kemampuan menganalisis
perusahaan, akses informasi perusahaan dan pergerakan
harga, dana besar untuk membeli saham dari berbagai
sektor (untuk diversifikasi/mengurangi risiko).

Dengan adanya reksadana, kendala-kendala tersebut


dapat teratasi. Kini, masyarakat mudah berinvestasi ke
saham dan obligasi dengan hanya membeli unit penyertaan
reksadana. Bahkan, kini tersedia reksadana syariah. Tulisan
ini akan membahas hubungan indeks saham dengan
99
FINANCIAL WISDOM |

reksadana saham.
Bagi Anda yang memiliki reksadana, khususnya
reksadana saham, tentu ingin tahu apakah kinerja reksadana
itu baik atau tidak. Apakah manajer investasi (MI) mengelola
portofolio dengan baik. IHSG bisa menjadi tolok ukur kinerja
pasar (market benchmark) untuk mengevaluasi kinerja
MI dan reksadana. Pergerakan IHSG untuk suatu periode
tertentu mencerminkan kinerja rata-rata dari seluruh saham
yang tercatat dan diperdagangkan di bursa efek. Ambil
contoh, jika kinerja suatu reksadana saham (dihitung dari
pergerakan nilai aktiva bersih per unit atau NAB/unit) naik
15%, sementara IHSG naik 25%, kinerja MI dan keuntungan
yang Anda peroleh “kalah” dengan rata-rata kinerja pasar
saham.

Apakah MI bisa mengalahkan kinerja rata-rata pasar


secara konsisten? Jawabnya tidak. Tapi, dari data
historis jangka panjang, ada beberapa MI yang mampu
mengalahkan rata-rata pasar, walau di periode jangka
pendek tertentu harus kalah. Itu sebabnya, dalam menilai
kinerja MI dan reksadana, perlu melihat kinerja jangka
panjang, misalnya lima tahun atau lebih, tidak bisa hanya
satu tahun atau bulanan dan harian.
Dengan memahami hubungan kinerja indeks saham
dan indeks obligasi sebagai tolok ukur kinerja dari suatu
reksadana, investor juga bisa menggunakan perbandingan
ini sebagai salah satu cara memilih reksadana. Yakni,
membandingkan kinerja historis jangka panjang antara
indeks dan kinerja reksadana yang akan dipilih. Jangan lupa,
perbandingan kinerja bukan satu-satunya faktor penentu.
Anda harus memilih MI yang dipercaya dan nyaman sebagai

100
pengelola investasi Anda.

101
FINANCIAL WISDOM |

102
38

B I AYA P E N D I D I K A N

YA N G " M E L A N G I T "

Financial Wisdom, 4 Februari 2012

H
ampir semua orangtua sepakat, warisan terbaik bagi
buah hati adalah pendidikan. Namun, membekali
anak-anak kita dengan pendidikan tinggi yang
baik, juga bukan perkara mudah dan murah. Untuk bisa
lulus sarjana S-1 saja, kebutuhan biaya mencapai ratusan
juta rupiah. Belum lagi kenaikan per tahunnya yang bisa
melampaui tingkat inflasi. Bagaimana mengakalinya?
Orangtua zaman sekarang sudah harus menyadari
bahwa biaya pendidikan ini sudah harus dipikirkan dan
dipersiapkan sejak anak lahir. Jika Anda belum melakukan,
lakukan sedini mungkin dan lakukan sekarang juga,
jangan menunggu. Orangtua harus sudah memperkirakan
berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk setiap jenjang
pendidikan yang akan dilalui sang anak. Termasuk
memperkirakan tingkat kenaikan per tahun. Jangan lupa
bahwa komponen biaya yang harus diperkirakan termasuk
biaya hidup dan biaya terkait lainnya.

103
FINANCIAL WISDOM |

Mempersiapkan biaya pendidikan sejak dini untuk


jangka waktu yang lama akan memberikan beberapa
keuntungan. Pertama, timbulnya motivasi, prioritas, dan
disiplin menyisihkan tabungan dari penghasilan secara
berkala atau bulanan, jadi semacam “cicilan” investasi.
Kedua, memungkinkan memanfaatkan instrumen-instrumen
investasi yang memiliki potensi imbal hasil yang tinggi,
misalnya saham atau reksadana saham. Ketiga, besarnya
cicilan investasi per bulan menjadi relatif ringan dan
terjangkau.
Dalam konteks perencanaan keuangan, persiapan
pendidikan masuk dalam skala prioritas utama, jika kita
memiliki anak. Anda yang kesulitan melakukan perencanaan
pendidikan, kini banyak profesi perencana keuangan yang
bisa membantu.

Bagaimana kalau biaya yang dibutuhkan sudah


ada di depan mata, sementara tidak ada persiapan
tabungan sebelumnya? Memang tidak banyak pilihan yang
tersedia. Di antaranya adalah mencari beasiswa, menjual
atau menggadaikan aset, dan terakhir terpaksa berutang.
Untuk yang terakhir ini, usahakan mencari pinjaman
lunak—bisa dari keluarga atau kerabat terdekat—atau jika
terpaksa berutang ke bank, pastikan penghasilan Anda
mampu membayar cicilan hingga lunas.
Menyedihkan memang. Namun, itulah harga yang
harus dibayar, jika kita tidak sempat merencanakan dan
mempersiapkannya sejak dini.

104
39

HEDONISME DAN

T R A G E D I T U G U TA N I

Financial Wisdom, 11 Februari 2012

S
embilan orang tewas dalam tabrakan maut di Tugu
Tani, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu adalah sebuah
tragedi. Hedonisme boleh jadi merupakan salah satu
penyebab kecelakaan tersebut. Sang tersangka diduga lelah,
setelah berpesta-pora semalam suntuk, berpindah-pindah
dari satu pesta ke pesta lain dan tidak ketinggalan berpesta
narkoba. Begitu berita yang ramai dilaporkan di media.
Sepertinya kita mesti lebih berhati-hati dalam
mendidik anak-anak kita. Terlebih, lingkungan saat ini sarat
dengan budaya dan gaya hidup hedonis, yang berorientasi
pada kesenangan. Budaya dan gaya hidup hedonis jualah
yang melahirkan budaya “instan”—untuk meraih kesuksesan
semu melalui jalan pintas dan tanpa perjuangan—serta
menjadi benih merebaknya budaya korupsi.

Selain lemahnya pemahaman agama dalam mendidik


anak, faktor kecukupan dan keberadaan finansial juga
turut berperan dalam menyuburkan kebiasaan bersenang-
senang alias budaya hedonis. Pada umumnya, budaya
105
FINANCIAL WISDOM |

tersebut mulai terbentuk ketika si anak mulai beranjak


remaja. Tanpa dukungan finansial yang mencukupi, sulit
bagi seseorang memenuhi kebutuhannya untuk bersenang-
senang.
Kecukupan dan keberadaan finansial memang
sangat dibutuhkan dalam sebuah keluarga. Maklum, semua
kebutuhan hidup membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Kesadaran untuk memanfaatkan dana sebaik-baiknya untuk
tujuan yang bermanfaat harus sudah diperkenalkan kepada
anak-anak kita sejak dini.

Mendidik anak agar juga cerdas secara finansial


bisa dilakukan sejak dini. Salah satu caranya adalah
memberikan anak tanggung jawab dalam mengelola dan
mencatat keuangan pribadi mereka. Para orangtua dapat
memonitor dan melakukan audit dengan mengevaluasi
catatan keuangan pribadi sang buah hati. Misalnya, tiga
bulan atau enam bulan sekali.
Dengan melibatkan anak mengatur keuangan
pribadi mereka sendiri, diharapkan mereka akan lebih
bertanggung jawab menggunakan dana yang dimiliki secara
bijak. Jangan sampai dana tersebut mengalir ke hal-hal yang
tidak bermanfaat. Pendidikan finansial yang termudah bagi
anak, selain belajar mengelola keuangannya sendiri, adalah
keteladanan yang diberikan oleh orangtuanya.

106
40

M A N A J E M E N U TA N G

Financial Wisdom, 18 Februari 2012

H
ingga kini, seluruh masyarakat dunia masih
menanti penyelesaian krisis utang yang sedang
melanda kawasan Eropa. Khususnya bagaimana
negara-negara di kawasan ini mengatasi ketidakmampuan
beberapa negara Eropa dalam membayar utang mereka
yang sudah menggunung.
Indonesia boleh sedikit berbangga dalam hal yang
satu ini. Hingga akhir tahun lalu, rasio total utang negara kita
terhadap produk domestik bruto alias PDB “hanya” sekitar
25%. Sementara itu, negara-negara yang sedang dilanda
krisis utang di Benua Biru tersebut, rasio utang terhadap
PDB sudah mencapai lebih dari 100%.

Apa yang terjadi di Eropa sebenarnya menunjukkan


buruknya manajemen utang (debt management) suatu
negara. Kabarnya, salah satu faktor penyebab krisis utang di
Eropa adalah karena dana hasil utang tersebut lebih banyak
digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan konsumtif, bukan
untuk kebutuhan produktif. Di Eropa, dana hasil utang,
mengalir untuk membayar gaji dan tunjangan sosial.

107
FINANCIAL WISDOM |

Sejatinya, berutang memang bukan sesuatu yang


buruk. Namun, jika hasil utang tidak digunakan untuk tujuan
produktif dan tidak dikelola dengan baik, niscaya membawa
sengsara. Yang penting juga adalah menerapkan batasan
utang serta menjaga kemampuan melakukan pembayaran.
Tanpa itu, utang akan menjadi bencana.

Dalam memenuhi kebutuhan keuangan keluarga dan


rumah tangga, terkadang kita tidak bisa mengelakkan
dari berutang. Karena itu, mengelola utang secara bijak juga
menjadi keharusan agar rumah tangga terhindar dari krisis
dan bencana keuangan.
Apa yang bisa kita lakukan dalam manajemen
utang? Pertama, membatasi utang hanya untuk tujuan-
tujuan produktif, bukan konsumtif.
Kedua, batasi agar total cicilan tidak melebihi
sepertiga dari penghasilan keluarga dan pastikan total aset
yang kita miliki masih lebih besar dari total atau sisa utang
yang harus kita bayar.
Terakhir, ketiga, berhati-hatilah dengan setiap
utang, karena utang bisa menjadi kebiasaan yang
“memabukkan” para pelakunya untuk terus melakukan.

108
41

BONUS TIME!

Financial Wisdom, 25 Februari 2012

B
ulan ini atau bulan depan, karyawan berharap-harap
cemas menanti pembayaran bonus atas kinerja
selama 2011. Memang, tidak semua perusahaan
memiliki kebijakan memberikan bonus kepada karyawan.
Bagi perusahaan yang memiliki kebijakan bonus bagi
karyawan, umumnya mengaitkan pembayaran bonus
dengan kinerja perusahaan.
Bagi banyak karyawan, bonus yang dikaitkan
kinerja atau prestasi kerja, bisa menjadi motivasi untuk
bekerja sebaik mungkin. Pada saat bersamaan, bonus
menjadi sumber dana yang selalu dinanti untuk menutupi
kebutuhan hidup yang terus meningkat atau berinvestasi
untuk mempersiapkan kebutuhan masa depan.

Pertanyaan penting: Sudahkah Anda memiliki


rencana, untuk kebutuhan apa saja bonus itu?
Segala sesuatu akan lebih baik jika kita rencanakan. Untuk
membuat rencana, Anda perlu mengetahui terlebih dahulu
tujuan yang ingin dicapai.
Mulailah selalu dengan “TUJUAN”. Namun,
sebelumnya, coba renungkan dan ingat kembali, apakah

109
FINANCIAL WISDOM |

bonus tahun-tahun sebelumnya termanfaatkan dengan baik


atau habis tidak bersisa untuk tujuan konsumtif? Periksa
juga kondisi keuangan Anda, apakah masih ada utang
dengan biaya cicilan pokok dan bunga yang membebani.
Memahami kondisi keuangan kita, cukup sehat
atau terbebani utang, serta memahami prioritas kebutuhan
hidup, memudahkan membuat rencana keuangan,
termasuk pemanfaatan bonus. Melunasi atau mengurangi
utang, memiliki dana darurat, mempersiapkan biaya sekolah
anak-anak tahun ini, investasi persiapan biaya pendidikan
tinggi, investasi untuk pensiun, persiapan dana untuk
beribadah adalah beberapa tujuan keuangan yang harus
diprioritaskan.

Bonus yang merupakan tambahan ekstra, boleh jadi


jumlahnya beberapa kali dari gaji bulanan. Suatu
jumlah cukup besar, yang dapat menggoda penerima bonus
memanfaatkan sesuatu yang untuk memenuhi kesenangan
atau kemewahan.
Tidak salah memang, sebagian bonus untuk
menikmati hidup. Tapi, jangan lupa, ada prioritas-prioritas
kehidupan yang tidak tertutupi oleh penghasilan bulanan,
yang bisa dipenuhi oleh bonus.
Jangan lupa, sisihkan sebagian bonus untuk
membantu mereka yang membutuhkan. Tuhan akan
memperbanyak rezeki mereka yang mau membantu
sesama.

110
42

MENGHINDARI

I N V E S TA S I B O D O N G

Financial Wisdom, 3 Maret 2012

K
etika tingkat suku bunga deposito perbankan sudah
semakin rendah, tidak sedikit investor yang berusaha
mencari alternatif investasi yang memberikan hasil
yang lebih tinggi dari deposito. Tidak sedikit pula investor
termakan bujuk rayu tawaran investasi yang menjanjikan
hasil menggiurkan. Namun, bukannya mendapatkan
keuntungan, modal investasi yang mereka tanamkan pun
bisa raib tak jelas rimbanya. Itulah investasi bodong yang
harus kita waspadai dan hindari.

Ketidakpahaman investor atas ciri-ciri investasi ini,


serta keinginan besar mendapatkan hasil investasi
tinggi, sering menjadi penyebab utama investor terjebak
tawaran investasi bodong. Apa ciri-ciri investasi sejenis
ini? Dua ciri utama yang harus segera diwaspadai, justru
merupakan apa yang dicari investor: kepastian dan hasil
tinggi yang dijamin/dijanjikan dalam jangka pendek,
misalnya bulanan atau tahunan.

111
FINANCIAL WISDOM |

Pada umumnya, investor selalu berusaha


menghindari risiko, tapi berharap mendapatkan hasil tinggi.
Suatu prinsip yang bertentangan dengan kaidah umum
berinvestasi. Biasanya, potensi hasil investasi tinggi selalu
dibarengi dengan risiko yang tinggi pula. Jadi, ketika ada
tawaran investasi yang memberikan hasil menggiurkan,
misalnya sekian persen jauh di atas bunga deposito yang
berlaku dengan kepastian atau jaminan dalam jangka
pendek dan secara berkala, kita sudah harus sangat waspada
atau langsung saja hindari.

Sebagai perbandingan, investasi pada saham


perusahaan yang merupakan salah satu instrumen
investasi dengan potensi hasil investasi tinggi, tidak ada
satu pun perusahaan yang menawarkan kepastian dan
jaminan. Begitu pula reksadana saham, tidak ada satu pun
manajer investasi memberikan kepastian dan jaminan.
Bahkan peraturan melarang memberikan jaminan kepastian
hasil investasi.
Karena itu, jika Anda berharap hasil investasi yang
tinggi, saham atau reksadana saham bisa menjadi alternatif
pilihan. Namun, pahami risikonya terlebih dahulu dan Anda
harus berinvestasi untuk jangka panjang.
Lalu, bisakah risiko investasi dihindari? Tentu saja
tidak. Risiko investasi bukan untuk dihindari tapi untuk
dikelola.
Memilih reksadana dan manajer investasi yang
memiliki reputasi bagus merupakan bagian dari pengelolaan
risiko. Di situlah letak seni dan indahnya berinvestasi, seperti
kata sebuah pepatah, no pain no gain.

112
43

K A PA N M E R E A L I S A S I K A N

KEUNTUNGAN?

Financial Wisdom, 10 Maret 2012

B
anyak investor saham, obligasi, reksadana saham,
reksadana campuran, reksadana pendapatan tetap,
sering bingung ketika memperoleh keuntungan.
Ada beberapa pertanyaan. Misalnya, apakah saatnya
menjual saham/obligasi atau unit reksadana? Apakah
dijual seluruhnya atau sebagian? Kalau sudah dijual lalu
diinvestasikan ke mana?
Biasanya, kebingungan ini muncul ketika investor
berinvestasi dengan orientasi jangka pendek dan hanya
melihat sisi satu jenis instrumen investasi. Biasanya investor
jenis ini menargetkan tingkat hasil investasi tertentu di
periode tertentu untuk mengambil keputusan jual atau
merealisasikan keuntungan, misalnya 5% dalam sebulan.

Salah satu sebab munculnya kebingungan, investor


belum menerapkan prinsip alokasi aset dalam
portofolio investasinya (kumpulan beberapa jenis aset
investasi). Ilustrasinya, jika memutuskan memiliki alokasi
aset tiga jenis instrumen, yaitu kas/deposito, obligasi/
113
FINANCIAL WISDOM |

reksadana pendapatan tetap dan saham/reksadana saham


dengan komposisi 20% deposito, 40% obligasi/reksadana
pendapatan tetap dan 40% saham/reksadana saham, lalu
menetapkan kriteria batas pergerakan. Misalnya, 10% di
obligasi/reksadana pendapatan tetap dan atau saham/
reksadana saham, maka ketika porsi alokasi saham/
reksadana saham naik dari 40 % menjadi 50%; investor
akan melakukan portfolio rebalancing, karena alokasi dari
instrumen lain (deposito dan obligasi) akan juga berubah/
berkurang.
Caranya, menjual/mengurangi porsi saham/
reksadana saham dan memindahkan ke kas/deposito
dan obligasi/reksadana pendapatan tetap, sehingga
alokasi aset dari portofolio kembali seperti semula, yakni
20%:40%:40%.

Dengan alokasi aset, saat harga-harga saham turun,


yang berakibat pada turunnya porsi alokasi aset
saham/reksadana saham, dalam portofolio, misalnya
menjadi 30%, sementara porsi alokasi deposito dan obligasi
menjadi meningkat, investor dapat langsung bereaksi. Jika
investor percaya pasar saham akan pulih, ia melakukan
rebalancing, dengan mencairkan sebagian deposito atau
menjual sebagian obligasi/reksadana pendapatan tetap
dan membeli saham/reksadana saham, sehingga komposisi
alokasi aset portofolio kembali seperti semula.
Investor akan memiliki strategi dan disiplin
yang memudahkan mengambil keputusan, bukan hanya
menjawab kapan dan aset apa yang harus dijual, tapi
juga kapan dan aset apa yang harus dibeli, termasuk
kapan bertahan (wait and see), alias tidak perlu melakukan

114
keputusan beli atau jual. Selamat mencoba.

115
FINANCIAL WISDOM |

116
44

P E R S E P S I I N V E S TA S I

Financial Wisdom, 17 Maret 2012

M
asih banyak masyarakat yang cukup “ngeri”, ketika
mendengar kata investasi. Sebab, investasi sering
diasosiasikan dengan istilah-istilah yang seolah
sulit dipahami.
Investasi di pasar modal, misalnya, seperti saham
atau obligasi, kadang dianggap sulit dipahami dan
dipersepsikan sebagai investasi berisiko. Itu sebabnya,
mengapa masih banyak masyarakat yang hingga kini hanya
mengandalkan investasi “tradisional”, seperti properti (tanah
dan bangunan) dan emas, di luar deposito. Salahkah bila
sebagian besar masyarakat masih mengandalkan investasi
tradisional? Tentu tidak, karena hidup adalah pilihan.

Mengapa properti dan emas masih lebih banyak


peminatnya daripada investasi di pasar modal?
Selain masalah kemudahan, salah satu faktor penting lain
adalah persepsi yang terbentuk. Properti dan emas hampir
selalu dipersepsikan sebagai portofolio investasi yang
aman. Padahal, setiap jenis investasi memiliki risiko masing-
masing. Tidak ada investasi yang tidak berisiko.

117
FINANCIAL WISDOM |

Persepsi aman juga muncul salah satunya karena


sifat keberadaan fisik tanah/bangunan dan emas batangan/
perhiasan yang nyata, bisa dilihat dan disimpan/diamankan.
Yang menarik juga, properti dan emas dipersepsikan
sebagai investasi yang harganya selalu meningkat. Padahal,
kita semua tahu, ada masa-masa harga properti maupun
emas menurun. Lalu mengapa persepsi itu begitu melekat?
Salah satu alasannya, investor properti dan emas, sadar atau
tidak sadar, memiliki komitmen berinvestasi jangka panjang,
sehingga mereka tidak merasa perlu atau terpaksa menjual
ketika harga properti tersebut belum naik atau bahkan
turun.

Selain memahami karakteristik dan mekanisme


instrumen yang dipilih, berinvestasi jangka panjang,
merupakan salah satu kunci sukses berinvestasi. Investasi
di pasar finansial, seperti obligasi dan saham, yang saat ini
dengan mudah dilakukan melalui reksadana, bisa saling
melengkapi untuk tujuan diversifikasi dengan investasi
properti dan emas, sebagai investasi tradisional yang sudah
dimiliki.
Yang menjadi tantangan para pelaku investasi di
pasar finansial adalah bagaimana melakukan edukasi untuk
membangun persepsi di masyarakat bahwa investasi di
pasar finansial bisa dipersepsikan sebagai investasi mudah,
aman, dan menguntungkan dalam jangka panjang.

118
45

M E N C I P TA K A N G E N E R A S I

PENGUSAHA SEJAK DINI

D A R I K E LUA R G A

Financial Wisdom, 24 Maret 2012

I
ndonesia dengan populasi penduduknya yang
mencapai sekitar 240 juta, sangat membutuhkan
banyak pengusaha untuk menciptakan dan menambah
lapangan pekerjaan. Sayangnya, banyak lulusan perguruan
tinggi yang masih berorientasi menjadi pegawai daripada
menjadi pengusaha.
Hal ini tidak lepas dari budaya yang diciptakan di
rumah. Selama ini, para orangtua tidak mendorong anak-
anak mereka menjadi pengusaha, tapi sebagai karyawan
atau pegawai biasa. Mungkin ada baiknya kita memulai
mendidik dan membiasakan anak-anak kita agar memiliki
orientasi dan jiwa sebagai seorang pengusaha di masa
mendatang.

Bagaimana cara mendidik agar anak-anak menjadi


pengusaha? Salah satu cara yang bisa dilakukan,
di rumah atau di luar rumah, kita juga memulai untuk
119
FINANCIAL WISDOM |

memiliki usaha keluarga. Entah sekecil apa pun skala


usahanya.
Jika suami sudah bekerja sebagai profesional dan
istri memiliki cukup waktu dan kemampuan, tidak ada
salahnya mencoba memulai usaha. Begitu pula sebaliknya.
Dengan cara begini, risiko finansial dalam sebuah keluarga
dapat diminimalkan, seandainya terjadi kegagalan dalam
berusaha.
Dengan memulai memiliki usaha keluarga,
anak-anak dapat, dengan atau tanpa sadar, terlibat atau
dilibatkan dalam suasana berusaha. Suasana inilah yang
akan mempengaruhi orientasi berpikir sang buah hati.
Apalagi, jika para orangtua secara sengaja melibatkan dan
membimbing sang anak, agar memiliki kebiasaan-kebiasaan
dan karakter-karakter yang diperlukan sebagai seorang
pengusaha.

Sama seperti membangun sebuah tim sepak bola


yang harus melibatkan anak-anak di usia dini untuk
mulai berlatih dan berkompetisi untuk menciptakan tim
yang tangguh. Begitu pula dengan membangun masyarakat
pengusaha, harus juga kita mulai sejak dini. Keluarga
adalah komunitas terkecil yang paling memungkinkan
untuk berperan melahirkan generasi pengusaha di masa
mendatang.

120
46

I N V E S TA S I K E C E R D A S A N

Financial Wisdom, 31 Maret 2012

M
ungkin sebagian besar dari kita hampir selalu
mengasosiasikan investasi dengan uang, harta,
aset, atau kekayaan lain yang bersifat materi.
Sebenarnya, ada hal yang lebih penting dibandingkan
dengan investasi yang bersifat materi, yakni investasi
kecerdasan.
Secara tidak sadar, ketika menekuni bangku
sekolah, mulai taman kanak-kanak hingga perguruan
tinggi, kita sedang melakukan investasi dalam diri pribadi,
yakni investasi untuk membangun kecerdasan, keahlian,
karakter, dan kebiasaan. Hasil dari investasi tersebut sudah
bisa kita “panen” saat ini, dengan memiliki pekerjaan dan
penghasilan.

Lalu, masih perlukah kita berinvestasi kecerdasan


setelah lulus dari jenjang pendidikan formal?
Jawabnya “tentu saja”. Apakah Anda ingin mengetahui,
bagaimana berinvestasi kecerdasan yang paling efisien,
tanpa melalui jalur pendidikan formal yang kita kenal?
Jawabannya adalah “membaca!”

121
FINANCIAL WISDOM |

Lalu, jika ada pertanyaan kembali, apakah


masyarakat kita sudah gemar atau memiliki budaya
membaca? Saya berpikir, Anda dan sebagian besar
masyarakat kita akan menjawab “belum”.
Membaca yang saya maksud bukan sekadar gemar
membaca koran atau majalah, melainkan juga membaca
buku-buku. Buku merupakan sumber ilmu dan sumber
inspirasi. Buku menawarkan banyak pilihan topik, yang
mampu mengubah cara atau paradigma berpikir kita.
Sayangnya, banyak orang tidak menyadari hal ini.

Jika Anda sepakat bahwa investasi kecerdasan


itu penting dan perlu dilakukan seumur hidup,
alokasikanlah dana untuk membeli buku dan buatlah
perpustakaan kecil di rumah. Tentu saja, Anda juga perlu
mengalokasikan waktu untuk membaca.
Tentukan topik yang ingin Anda pelajari atau
berdiskusi dengan sesama teman yang juga memiliki
kegemaran membaca, buku apa yang menarik dan
memberikan inspirasi untuk mereka. Dengan membaca,
suatu saat Anda akan terkejut dengan ide-ide kreatif yang
mungkin timbul, dan menginspirasi Anda untuk berbuat
sesuatu. Jangan lupakan, bangunlah kebiasaan dan budaya
membaca yang sehat dengan mengajak seluruh anggota
keluarga, jika Anda ingin turut berperan dalam membangun
masyarakat Indonesia yang cerdas.

122
47

ATA S I K E N A I K A N B B M

DENGAN "BBM"

Financial Wisdom, 7 April 2012

A
nda pakai BBM apa? Jika pertanyaan ini ditanyakan
seseorang kepada Anda, di tengah suasana hiruk-
pikuk naik tidaknya BBM beberapa waktu lalu,
Anda mungkin akan menjawab: premium atau solar atau
pertamax.
BBM yang merupakan akronim bahan bakar minyak
ini bisa juga digunakan untuk akronim bujet—belanja—
menabung. Apa kaitan BBM dengan “BBM”? BBM yang
pertama menyadarkan kepada kita adanya ketidakpastian
dalam hidup dan pengeluaran akan lebih sering meningkat
daripada menurun.
Kenaikan harga BBM hampir pasti menaikkan
harga-harga kebutuhan hidup. “BBM” kedua menyadarkan
bahwa di tengah ketidakpastian dan kenaikan biaya-biaya
hidup, sejatinya kita semua perlu memiliki perencanaan
dalam mengelola keuangan keluarga.

Nah, apakah Anda sudah memiliki kebiasaan


membuat bujet alias perencanaan keuangan
123
FINANCIAL WISDOM |

keluarga, baik untuk besarnya penghasilan, pengeluaran,


tabungan atau investasi, dan hal lain yang berkaitan dengan
keuangan keluarga Anda? Bagaimana pola dan kebiasaan
Anda membelanjakan uang, yang akan mencerminkan gaya
hidup Anda? Sesuaikah gaya hidup dengan penghasilan?
Dengan kenaikan harga-harga kebutuhan karena kenaikan
BBM, akankah Anda berjuang meningkatkan penghasilan
atau justru terpaksa menyesuaikan pola belanja dan
mengurangi standar gaya hidup Anda?
Bagaimana pola dan kebiasaan menabung dan
investasi Anda? Sanggupkah Anda selalu rutin menabung
dan berinvestasi untuk persiapan kebutuhan masa depan
Anda dan keluarga? Mewajibkan diri untuk bisa selalu
menabung akan memaksa Anda mencari tambahan
penghasilan atau berdisiplin, dan bersedia berkorban
menyesuaikan gaya hidup, jika terjadi kenaikan biaya-
biaya kebutuhan, sementara belum berhasil meningkatkan
penghasilan.

Tidak mudah memang menghadapi tantangan


kehidupan. Ketidakpastian dan kenaikan biaya
kebutuhan hidup merupakan suatu keniscayaan. Bukan
hanya karena kenaikan harga-harga, melainkan juga
lantaran kebutuhan dasar keluarga memang akan terus
meningkat, seiring berjalannya waktu.
Nah, daripada berkeluh-kesah, akan lebih baik jika
kita berpikir dan berupaya sekuat tenaga mengantisipasi
kemungkinan kenaikan BBM dengan pola pengaturan
“BBM” yang baik di dalam keluarga kita.

124
48

I N V E S TA S I U N T U K P E N S I U N

Financial Wisdom, 14 April 2012

A
da beberapa kesalahan persepsi tentang kapan dan
bagaimana sebaiknya persiapan pensiun dilakukan.
Pensiun umumnya diartikan sebagai masa seorang
pegawai/karyawan memasuki usia pensiun (di Indonesia
umumnya 55 tahun) dan terpaksa diberhentikan dari
pekerjaan. Pengusaha atau pekerja mandiri umumnya tidak
mengenal pensiun.
Bagi para karyawan, pensiun boleh jadi sesuatu
yang menakutkan karena dua hal, kehilangan pekerjaan
dan kehilangan sebagian besar penghasilan, secara
bersamaan. Jika kita sudah mengetahui aturan perusahaan
mengharuskan usia 55 tahun kita pensiun, umur berapa
sebaiknya kita mulai mempersiapkan pensiun dan apa yang
harus dipersiapkan?

Walau banyak pekerja di Indonesia menyadari


dirinya pensiun pada usia 55 tahun, sedikit sekali
yang memiliki persiapan dengan baik. Umumnya kesadaran
mempersiapkan pensiun baru muncul ketika umur sudah
melewati 50 tahun. Kehidupan pensiun tidak cukup hanya
dipersiapkan lima tahun atau kurang.

125
FINANCIAL WISDOM |

Persiapan pensiun yang baik, paling tidak


memerlukan waktu 15 tahun atau bahkan 20 tahun. Saya
menyebutnya investasi untuk pensiun. Sebaiknya sejak
umur 35 tahun kita mulai berinvestasi untuk pensiun.
Mengapa begitu lama? Pertama, untuk membiayai hidup,
dana yang dibutuhkan di masa pensiun sangat besar.
Waktu yang panjang meringankan beban finansial saat ini,
karena jumlah kebutuhan dana bisa dipersiapkan dengan
cara mencicil investasi secara rutin (bulanan) dalam jangka
panjang. Kedua, di masa pensiun kita tetap memerlukan
pekerjaan atau aktivitas, yang sebaiknya sudah dipikirkan,
dilatih dan dibina sejak dini. Inilah investasi aktivitas dan
keahlian, yang tidak mudah dilakukan dalam jangka waktu
pendek.

Masih ada dua investasi lain yang diperlukan untuk


membuat kehidupan kita tenang dan nyaman di usia
pensiun, yakni investasi kesehatan, baik kesehatan badan/
raga, jiwa/mental dan spiritual. Tanpa membiasakan pola
hidup baik dan teratur serta dalam kerangka spiritual yang
benar sejak dini, sulit berharap kehidupan ketika pensiun
menjadi tenang.
Yang terakhir, kita perlu berinvestasi membina
pertemanan (friendships) agar tidak kesepian dan tetap
nyaman karena masih memiliki banyak teman saat pensiun.
Nah, tidak cukup bukan mempersiapkan pensiun hanya
dalam kurun waktu lima tahun.

126
49

B E L A J A R B A N YA K H A L

DARI PENSIUN

Financial Wisdom, 21 April 2012

P
ekan lalu, kita membahas secara singkat paling tidak
ada empat investasi menghadapi masa pensiun:
investasi finansial, investasi aktivitas, investasi
kesehatan (jiwa, raga, spiritual), dan investasi pertemanan.
Mungkin sebelumnya kita tidak terpikir, untuk perkara
pensiun saja, begitu banyak yang harus dipersiapkan.
Persiapan pensiun, memang memberikan banyak pelajaran
hidup, jika kita serius ingin sejahtera di masa tua.

Dari investasi finansial, kita akan belajar memahami


nilai uang saat ini dan masa datang (present value &
future value), dampak inflasi terhadap biaya hidup, instrumen
investasi yang harus digunakan dan pengaruhnya pada hasil
investasi, besarnya dana pensiun yang harus dipersiapkan
serta memahami mengapa harus memiliki tabungan rutin
untuk mulai mencicil investasi sedini mungkin. Dengan
memahami semua hal itu, kita akan lebih hemat dan cermat
mengalokasikan biaya hidup saat ini.

127
FINANCIAL WISDOM |

Dari investasi aktivitas, kita mulai berpikir


kompetensi apa yang kita miliki, sukai dan ingin
dikembangkan untuk ditekuni kelak. Bagaimana belajar
dan mempersiapkan diri menjadi pekerja atau pengusaha
mandiri yang tidak tergantung perusahaan, justru mampu
menyediakan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri dan
orang lain.
Dari investasi kesehatan, baik raga, mental, dan
spiritual, kita akan belajar membangun kebiasaan dan pola
hidup sehat. Memiliki alasan menghindari hal-hal buruk dan
tidak bermanfaat serta sadar ke mana arah dan tujuan hidup
kita kelak.
Dari investasi pertemanan kita menyadari perlunya
tetap menjaga persahabatan dan silaturahmi dengan
teman-teman, perlunya membangun jejaring (network)
dengan teman baru agar bisa saling bertukar informasi
dan saling mencerdaskan. Selain itu, juga tetap menikmati
kegembiraan dan keceriaan bersama-sama.

Memikirkan dan mempersiapkan pensiun ternyata


menyentuh spektrum kehidupan yang luas yang
tidak cukup dipersiapkan hanya dengan memiliki
dana pensiun. Apalagi, jika kita mengabaikan hingga baru
sadar ketika umur kita sudah mendekati kepala lima.
Lebih hebat lagi, kesadaran mempersiapkan pensiun
sejak dini, agar sejahtera saat masa pensiun tiba, sebetulnya
merupakan langkah awal sekaligus mempersiapkan pensiun
sebenarnya yang sejahtera, yakni di kehidupan kekal abadi
di akhirat kelak.

128
50
B E R A K H I R N YA UA N G

MUKA RINGAN

Financial Wisdom, 28 April 2012

C
ukup DP Rp 500.000, Anda sudah bisa membawa
pulang sepeda motor baru”. Begitu tulisan besar
pada spanduk di beberapa lokasi atau iklan di media
yang membuat penjualan sepeda motor meroket dalam
beberapa tahun terakhir. Tapi itu dulu. Kini Bank Indonesia
(BI) dan Kementerian Keuangan mengeluarkan peraturan
baru dengan mematok uang muka alias down payment
(DP) minimal pembiayaan kendaraan bermotor roda dua
dan empat antara 20%–30%.
Tentu, peraturan tersebut terbit bukan tanpa alasan.
BI dan Kementerian Keuangan pasti sudah menganalisis dan
punya alasan kuat. Salah satunya adalah menghindari risiko
meningkatnya non-performing loan (NPL) alias kredit macet
di perbankan dan perusahaan pembiayaan. Satu langkah
bijaksana, walau selalu ada dampak dari setiap kebijakan.

Fasilitas utang atau pembiayaan memang sangat


menolong, apalagi jika digunakan untuk kebutuhan
produktif. Sayang, fasilitas utang dengan uang muka
sangat ringan, kadang menjerumuskan. Selain untuk tujuan
129
FINANCIAL WISDOM |

konsumtif, juga mengabaikan kemampuan membayar


cicilan. Keputusan membeli kendaraan bermotor dengan
fasilitas utang, kadang berdasarkan alasan emosional, bukan
rasional. Bagaimana masyarakat harus menyikapi?
Fasilitas transportasi publik yang buruk memang
menjadi salah satu faktor utama masyarakat berusaha
memiliki kendaraan pribadi, baik roda dua maupun
roda empat. Hal ini semakin dipicu dengan tersedianya
pembiayaan yang mudah dan murah. Namun, kedua alasan
di atas, tetap tidak boleh mengabaikan kaidah kehati-hatian
(prudent) dalam memanfaatkan fasilitas utang.

Keputusan membeli kendaraan bermotor dan


menggunakan fasilitas utang harus benar-benar atas
pertimbangan rasional, dengan memperhatikan tujuan dan
kemampuan finansial pribadi atau keluarga.
Kebutuhan sebuah keluarga juga tidak hanya
transportasi yang nyaman, tapi masih banyak kebutuhan
finansial yang memiliki skala prioritas yang lebih tinggi.
Jika ingin melihat sisi positif kebijakan pemerintah di
atas, inilah saatnya juga berpikir ulang tentang tujuan
memiliki kendaraan baru serta melakukan evaluasi dalam
pengelolaan keuangan keluarga. Apakah sudah cukup adil
dalam membuat skala prioritas bagi kebutuhan keluarga
lain, di luar masalah kendaraan?

130
T E N TA N G P E N U L I S

Eko Priyo Pratomo menyelesaikan


pendidikan tahun 1988 dari Institut
Teknologi Bandung (ITB) dengan
spesialisasi di bidang Aeronautika.
Mempunyai pengalaman dalam bidang
riset dan pengembangan teknologi di Delft
University of Technology, Netherlands,
dan di PT Industri Pesawat Terbang Nusantara, Bandung.

Pada tahun 1991, ia menyelesaikan program MBA pada


Institut Pengembangan Manajemen Indonesia (IPMI),
Jakarta. Mengawali kariernya pada bidang marketing
sebagai Deputy Marketing Manager pada salah satu
anak perusahaan Mitsui & Co. LTD pada bidang properti
selama tiga tahun, kemudian bergabung dengan Jababeka
Investment Group sebagai Marketing Manager.

Tahun 1996, Eko bergabung dengan PT. BNP Paribas


Investment Partners (dulu bernama PT Fortis Investments),
salah satu perusahaan Manajer Investasi terbesar di
Indonesia, yang mengelola reksadana serta portofolio
investasi dari berbagai institusi seperti dana pensiun dan
perusahaan asuransi. Sejak tahun 1998 hingga 2004 menjadi
direksi dan pada tahun 2004 ditunjuk sebagai Presiden
Direktur. Tahun 2008 ia sempat meraih penghargaan
sebagai “Indonesia CEO of the Year” dari Asia Asset
Management.
Awal tahun 2010 ia memutuskan mengundurkan diri
131
FINANCIAL WISDOM |

sebagai Presiden Direktur dan beralih peran menjadi Senior


Advisor, untuk memiliki waktu membantu kegiatan sosial di
Syamsi Dhuha Foundation (SDF), yang didirikannya bersama
sang istri, Dian Syarief. SDF adalah lembaga sosial nirlaba
yang membantu para penyandang Lupus dan penyandang
keterbatasan penglihatan (low vision).

Selain itu, SDF juga melakukan berbagai kegiatan untuk


meningkatkan kecerdasan dan kualitas hidup masyarakat
melalui jalur pendidikan dan pelatihan. SDF menerima
berbagai penghargaan di antaranya Sasakawa Health Prize
dari World Health Organization (WHO), di Geneva, Swiss
Juni 2012.

Selain kesibukannya sehari-hari, ia juga meluangkan waktu


untuk menjadi pembicara pada berbagai seminar dan
pelatihan perencanaan keuangan dan investasi, serta telah
menulis beberapa buku. Buku-buku yang sudah diterbitkan
antara lain:

t “Reksadana – Solusi Perencanaan Investasi di Era


Modern”, bersama Ubaidillah Nugraha, Gramedia,
2000.
t “Berwisata ke Dunia Reksadana”, Gramedia, 2004.
t “Cara Mudah Mengelola Keuangan Keluarga Secara
Islami”, Hijrah Institute, 2004.
t ”Agenda Keuangan Keluarga”, Hijrah Institute,
2004.
t ”FQ – Membangun Kecerdasan Finansial dengan
Nilai-Nilai Spiritualitas”, Arga Publishing & Hijrah
Institute, 2007.

132
t ”Miracle of Love, Dengan Lupus Menuju Tuhan”,
Femmeline (2008) dan Gramedia (2010).
t ”Sensasi Golf – Investing in Golf”, Gramedia, 2009.

133
FINANCIAL WISDOM |

134

Anda mungkin juga menyukai