Anda di halaman 1dari 399

1

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb.
Puji dan syukur marilah kita panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah banyak
memberikan beribu-ribu nikmat kepada kita
umatnya. Rahmat beserta salam semoga tetap
tercurahkan kepada jungjunan kita, pemimpin akhir
zaman yang sangat dipanuti oleh pengikutnya yakni
Nabi Muhammad SAW. Buku “Filsafat Pendidikan
Islam ” ini sengaja di bahas karena sangat penting
untuk kita khususnya sebagai mahasiswa yang ingin
lebih mengenal mengenai filsafat positivisme.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan pengarahan-pengarahan sehingga kami
dapat menyelesaikan buku ini dengan tepat waktu.
Tidak lupa juga kepada bapak dosen dan teman-
teman yang lain untuk memberikan sarannya kepada
kami agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi.
Demikian, semoga buku ini bermanfaat
khususnya bagi penyusun dan umumnya semua yang
membaca makalah ini.

2
Wassallamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung 28 Februari 2021

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ 2


DAFTAR ISI .................................................................................... 4
BAB I FILSAFAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENDIDIKAN
ISLAM ............................................................................................ 8
A. Pengertian Filsafat............................................................. 8
B. Objeck Filsafat ................................................................ 12
D. Tiga Persoalan Utama Filsafat ........................................ 17
BAB II HAKIKAT FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM.......................... 41
A. Konsep Pendidikan dan Pendiidikan islam ..................... 41
B. Makna Filosofis Tarbiyah ............................................... 51
C. Makna Filosofis Ta'dib ................................................... 56
D. Makna Filosofis Riyadhah .............................................. 57
E. Makna Filsafat Pendidikan Islam .................................... 58
F. Manfaat dan Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam .......... 60
G. Objek Filsafat Pendidikan islam ..................................... 62
H. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam ...................... 66
I. Sejarah dan Perkembangan Filsafat Pendidikan Islam ... 67

4
J. Sejarah pendidikan islam Sebelum kemerdekaan ........... 71
BAB III ALIRAN FILSAFAT TRADISIONAL DALAM PENDIDIKAN . 81
BAB IV ALIRAN FILSAFAT MODERN DALAM PENDIDIKAN ........ 88
A. Pragmatisme .................................................................... 88
B. Eksestensialisme ............................................................. 89
C. Progresivisme .................................................................. 93
D. Perenialisme .................................................................... 95
E. Esensialisme .................................................................... 99
F. Rekonstruksionisme ...................................................... 102
G. Teori dan Pengertian Behavioristik............................... 104
H. Humanisme ................................................................... 114
I. Positivisme .................................................................... 116
J. Empirisme ..................................................................... 123
K. Naturalisme ................................................................... 128
BAB V ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
.................................................................................................. 134
A. Aliran Konservatif (al-Muhafidz) ................................. 135
B. Aliran Religius-Rasional (al-Diniy-al-'Aqlaniy) ........... 136
C. Aliran Pragmatis (al-Dzara'iy) ...................................... 145

5
BAB VI PRAKSIS PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF FILSAFAT ... 151
A. Filsafat Tujuan Pendidikan Islam ................................. 151
B. Filsafat Kurikulum Pendidikan Islam ........................... 170
C. Filsafat Materi Pendidikan Islam .................................. 186
D. Filsafat Menajamen Pendidikan .................................... 199
E. Filsafat Metode dan Strategi Pendidikan Islam ............ 208
F. Filsafat Kepemimpinan Pendidikan Islam .................... 216
BAB VII FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA............................. 227
A. Hubungan Pancasila dengan Pendidikan ...................... 227
B. Tinjauan Ontologi Filsafat Pendidikan Pancasila .......... 231
C. Tinjauan Epistemologi Filsafat Pendidikan Pancasila.... 233
D. Tinjauan Aksiologi Filsafat Pendidikan Pancasila .......... 237
BAB VIII PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ........................... 246
A. Imam Al-Ghazali ............................................................ 246
B. Ibnu Maskawaih ............................................................ 280
C. Ibnu Khaldun ................................................................. 300
D. Ibnu Sina........................................................................ 316
E. KH. Ahmad Dahlan ........................................................ 329
F. Mahmud Yunus ............................................................. 338

6
G. Ki Hajar Dewantara ....................................................... 352
H. Rahmah El Yunusiah ...................................................... 372
i. Halim Iskandar .............................................................. 390
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 393
Tentang Penulis ........................................................................ 398

7
BAB I FILSAFAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN
PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Filsafat

Filsafat berdasarkan dan berpangkalan pada manusia


yang konkrit pada diri manusia yang hidup di dunia dengan
segala persoalan yang dihadapi.

Filsafat adalah pernyataan dari sesuatu yang hidup di


dalam hati setiap orang, maka walaupun tidak setiap orang
dapat menjadi ahli filsafat, namun yang dibicarakan atau
dipersoalkan dalam filsafat itu memang berarti bagi semua
manusia.

Driyarkara (2006:1003) menyatakan setiap orang di


dunia ini memuculkan berbagai pertanyaan, antara lain:
manusia tentu mempersoalkan sangkan parannya, asal mula,
dan tujuannya. Manusia akan bertanya pada diri sendiri: dari
manakah manusia datang dan ke mana tujuannya, ke
manakah arah hidupnya, apa artinya hidup, untuk apa
manusia hidup, bagaimana setelah manusia meninggal, akan
hapus sama sekali apa tidak? Manusia akan selalu bertanya
demikian dan mencoba menemukan jawabannya. Filsafat
mendorong usahausaha manusia untuk mencari jawaban atas
berbagai pertanyaan tersebut.
8
Magnis-Suseno (1992:17) menyatakan berfilsafat
bergulat dengan masalahmasalah dasar manusia. Filsafat
cenderung mempertanyakan apa saja secara kritis dari seluruh
realitas kehidupan. Hakikatnya filsafat membantu
masyarakat dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan.
Filsafat dapat dipandang sebagai usaha manusia untuk
menangani pertanyaan-pertanyaan fundamental tersebut
secara bertanggung jawab.

Nasroen (1967:19) menyatakan falsafah itu adalah


hasil dari tinjauan manusia tentang makna dirinya, makna
alam, dan tujuan hidupnya dengan mempergunakan pikiran
dan dibantu oleh rasa dan keyakinan yang ada dalam dirinya
itu, sebagai suatu kesatuan, yang satu mempengaruhi dan
membantu yang lain. Falsafah dijadikan pegangan dan
pedoman dalam memberi isi hidupnya dan berusaha
mencapai tujuan hidupnya.

Driyarkara mengatakan, antara ahli pemikir itu


sendiri ada perbedaan faham tentang batasan filsafat, namun
dalam perbedaan itu terdapat persamaan, (a) filsafat adalah
suatu bentuk “mengerti”, (b) filsafat termasuk ilmu
pengetahuan, dan (c) ilmu pengetahuan yang dimaksud
adalah ilmu pengetahuan yang mengatasi ilmu-ilmu lain.

9
Secara etimologis kata filsafat berasal dari bahasa
Yunani yang berarti cinta akan kebijaksanaan (love of
wisdom). Pythagoras atau Sokrateslah yang pertamatama
menyebut diri Philosophus, pecinta kebijaksanaan, artinya
orang yang ingin mempunyai pengetahuan yang luhur
(sophia); mengingat keluhuran pengetahuan yang dikejarnya
itu, maka orang tidak mau berkata bahwa telah mempunyai,
memiliki, dan menguasainya.

Driyarkara (2006: 2012) selanjutnya menjelaskan


filsafat menjadi suatu ajaran hidup. Orang mengharapkan dari
filsafat dasar-dasar ilmiah yan dibutuhkan untuk hidup.
Filsafat diharapkan memberikan petunjukpetunjuk
bagaimana kita harus hidup untuk menjadi manusia yang
sempurna, yang baik, yang susila, dan bahagia. Jadi, tidak
hanya ilmu yang teoretis saja, melainkan yang praktis juga,
artinya yang mencoba menyusun aturan-aturan yang harus
dituruti agar hidup kita mendapat isi dan nilai. Dan ini sesuai
dengan arti filsafat sebagai usaha mencari kebijaksanaan
yang meliputi baik pengetahuan (insight) maupun sikap
hidup yang benar-benar, yang sesuai dengan pengetahuan itu.

Mudhofir (2001:277) menjelaskan pengertian filsafat,


Philosophy-Filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia.
Istilah Yunani philein= mencintai, sedangkan philos=teman.

10
Istilah Sophos = bijaksana, sedangkan Sophia =
kebijaksanaan. Apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata
philen dan sophos, maka berarti mencintai sifat bijaksana
(bijaksana sebagai kata sifat). Apabila filsafat mengacu pada
asal kata philos dan sophia, maka berarti teman kebijaksanaan
(kebijaksanaan sebagai benda).

Filsafat dapat digolong-golongkan menjadi: (1)


tentang pengetahuan, (2) tentang ada dan sebab-sebab yang
pertama, (3) tentang barang-barang yang ada pada khususnya,
yakni dunia dan manusia, dan (4) tentang kesusilaan dan
nilai-nilai (Driyarkara, 2006:1019).

Golongan-golongan itu dipelajari dalam cabang-


cabang/ bagian-bagian filsafat sebagai berikut:
➢ Tentang pengetahuan: logika yang memuat logika formal
yang mempelajari asas-asas atau hukum-hukum memikir,
yang harus ditaati supaya dapat berfikir dengan benar dan
mencapai kebenaran serta logika material atau kritika
(epistemology) yang memandang isi pengetahuan,
bagaimana isi ini dapat dipertanggungjawabkan,
mempelajari sumber-sumber dan asal ilmu pengetahuan,
alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan,
kemungkinankemungkinan dan batas pengetahuan,

11
kebenaran dan kekeliruan, metode ilmu pengetahuan, dan
lain-lain;
➢ Tentang ada: metafisika atau ontology yang membahas
apakah arti ada itu, apakah kesempurnaannya, apakah
tujuan, apakah sebab dan akibat, apa yang merupakan
dasar yang terdalam dalam setiap barang yang ada;
➢ Tentang dunia material: kosmologi;
➢ Tentang manusia: filsafat tentang manusia atau juga
disebut anthropologia metafisika;
➢ Tentang kesusilaan: etika atau filsafat moral;
➢ Tentang Tuhan atau theologia naturalis, yang merupakan
konsekuensi terakhir dari seluruh pandangan filsafat
(Driyarkara, 2006: 1019- 1021).

Filsafat ilmu merupakan salah satu bagian dari


filsafat. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi
dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara
lain ilmu alam dan ilmu sosial. Filsafat ilmu adalah filsafat
yang mempelajari & menyelidiki seluas mungkin segala
sesuatu tentang ilmu.

B. Objeck Filsafat

Setiap cabang ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek


yang akan ditelaah atau dipelajari. Dalam hal ini filsafat

12
mempunyai dua objek kajian yaitu objek material dan objek
formal.
1) Objek material
Objek material adalah yaitu hal atau bahan yang
diselidiki (hal yang dijadikan sasaran penyelidikan). Atau
segala sesuatu yang ada. Objek yang dikaji adalah sesuatu
yang dapat dirasionalkan yang bersifat empiris dan ilmiah.
Sesuatu yang dianggap ada bukan hanya yang hanya
dirasakan indera saja tapi ada beberapa hal yang tidak bisa
dirasakan langsung oleh indera misalkan sejarah. Sesuatu
yang "ada" kemudian disebutkan sebagai berikut:
a. Thinkable, hal rasional yang berdasarkan pada
inderawi dalam artian selama panca indera bisa
mengenali atau merasakan hal tersebut maka itulah
hakikat ada dalam objek material.
b. Unthinkable, sesuatu yang tidak terfikirkan oleh kita
namun bisa jadi sedang atau telah difikirkan oleh
orang lain. Hal tersebut juga merupakan hakikat ada
yang bisa menjadi objek kajian dalam filsafat bagian
dari objek material karena hal yang difikirkan oleh
orang lain bisa diteliti oleh kita. contoh : Mahasiswa
belum memikirkan tentang bagaimana ia akan
bekerja, tetapi orang lain sudah atau telah memikirkan
bagaimana nanti ia akan bekerja.

13
c. Unthoughtable, sesuatu yang tidak pernah terfikirkan
namun diyakini ada. Satu-satunya hal tersebut adalah
adanya Tuhan. Tuhan diyakini ada namu pemikiran
kita tidak akan sampai pada esensi pertanyaan-
pertanyaan tentang adanya Tuhan. Pada akhirnya
apapun tentang Tuhan tidak bisa terpikirkan oleh akal.
Dengan tiga hal tersebut orang Islam menyatakan
bahwa semua hal bisa dikaji dengan filsafat.

2) Objek formal
Objek formal adalah metode untuk memahami objek
material tersebut. Hal yang dijadikan dalam objek formal
merupakan objek material yang dikaji secara khusus.
Contoh: Penelitian tentang pohon kelapa khususnya fungsi
air kelapa. Pohon kelapa merupakan objek material,
sedangkan air kelapa merupakan objek formalnya. Cara
pemahamannya ada dua yaitu:
a. Spesifikasi, yaitu hal yang menjadi fokus kajian
bukan sesuatu yang umum melainkan sesuatu yang
khusus.
b. Perspektif, yaitu objek dikaji dengan sudut pandang
tertentu.

C. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan Islam

14
Salah satu tokoh bernama Jalaluddin dan Said
menjelaskan bahwasanya apa yang menjadi objek filsafat
yaitu dari ruang lingkup yang menjangkau permasalahan
manusia. Alam semesta juga disebut objek filsafat. Namun
secara khusus, ruang lingkup filsafat yaitu; Merumuskan
hakikat pendidikan, Merumuskan manusia sebagai subjek,
Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan,
agama dan budaya, Merumuskan hubungan antara filsafat,
filsafat pendidikan, dan teori pendidikan, Merumuskan
hubungan antara negara, filsafat pendidikan, dan politik
pendidikan, serta Merumuskan nilai norma atau moral
pendidikan.

Pada penjabaran Filsafat Pendidikan diatas, dapat kita


ketahui bahwa Filsafat Pendidikan adalah secara umumnya
dan Filsafat Pendidikan Islam adalah secara khususnya, ialah
bagian dari ilmu Filsafat. Maka untuk memperdalam ilmu
Filsafat, perlu memahami lebih dahulu tentang pengertian
filsafat terutama dalam hubungan dengan pendidikan,
khususnya pendidikan islam.

Selanjutnya, Prof. DR. H. Ramayulis menulis bahwa


ruang lingkup filsafat pendidikan Islam sama seperti ruang
lingkup pada filsafat secara umum yang meliputi kosmologi,
ontologi, epistimologi dan aksiologi. Penjelasannya adalah
sebagai berikut; Kosmologi (manusia adalah ciptaan tuhan),

15
ontologi (asal alam semesta), Epistimologi (sumber
pengetahuan manusia), aksiologi (berkaitan dengan nilai).

Sebenarnya, Tujuan awal Filsafat Pendidikan Islam


yaitu diharapkan bagi generasi modern mencontoh sikap dan
perilaku Nabi Muhammad SAW, menjalankan sunnah Nabi,
dan mengamalkan ilmu terhadap sesame umat muslim.
Pendidikan islam bertugas mempertahankan, menanamkan
dan mengembangkan kelangsungan berjalannya nilai islami
yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits. Sejalan dengan
tuntutan kemajuan atau modernisasi kehidupan masyarakat
akibat pengaruh budaya asing yang masuk, Pendidikan islam
memberikan fleksibilitas perkembangan nilai-nilai dalam
ruang lingkup konfigurasinya. Nilai islami yang seharusnya
dikembangkan pada setiap individu melalui proses
kependidikan adalah berwatak dinamis dalam konfigurasi
normatif yang tak berubah sepanjang masa.

Dalam dunia keislaman, ajaran filsafat pendidikan


Islam lah yang berperan sebagai pondasi atau dasar proses
pembelajaran yang akan di aplikasikan. Jika pendidikan
menjadi dasar pelaksanaan tercapainya suatu tujuan, maka
fungsi dari filsafat pendidikan Islam pedoman atau acuan
untuk pembelajaran itu sendiri.

Demi tercapainya suatu tujuan Pembelajaran, Filsafat


Pendidikan Islam harus meletakkan dasar pemikiran terhadap

16
konsep tentang akhlak mulia. Segala aspek dalam
pendidikan, pasti mempunyai fungsi nya masing-masing.
Dalam mengkaji sesuatu, kita harus paham betul mengenai
fungsinya. Hasan langgulung mengutarakan pendapat nya
mengenai fungsi Filsafat Pendidikan Islam diantaranya;
sebagai memberi pemahaman pada sistem pembelajaran,
membimbing asas pendidikan, menerima perubahan dasar,
dan lain-lain.

Dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan, harus


ada pembaharuan serta menciptakan inovasi terbaru agar
mengikuti perkembangan zaman sekarang maupun yang akan
datang. Karena pada dasarnya, pendidikan untuk menyiapkan
generasi muda untuk masa depan yang lebih cerah.

Tentunya dalam proses pembelajaran, dibutuhkan


cara atau metode yang akan digunakan. Dalam segala aspek,
kita perlu melihat baik dari pengajaran maupun dari segi
peserta didik. Sebagai pendidik, kita harus bisa membimbing,
mengarahkan dan membina individu menjadi orang mandiri,
dewasa dalam kepribadian maupun pemikirannya, sehingga
mampu menanamkan nilai-nilai islam dalam tingkah lakunya
sehari-hari. Bukan hanya mengajarkan tetapi pendidik juga
harus memberi contoh baik kepada peserta didik, guna
melancarkan hubungan timbal balik antara keduanya.

D. Tiga Persoalan Utama Filsafat

17
Seperti yang telah dikemukakan terdahulu bahwa
filsafat berfikir radikal,sistematis, dan universal tentang
sesuatu. Jadi, yang menjadi obyek pemikiran filsafat adalah
segala sesuatu yang ada. Segala yang ada merupakan bahan
pemikiran filsafat karena, filsafat merupak usaha berfikir
manusia secara sistematis. Disini kita perlu mensistematiskan
segala sesuatu yang ada.

Al-Syaibany mendefenisikan filsafat sebagai usaha


mencari yang hak dan mengenai kebenaran, atau usaha untuk
mengetahui sesuatu yang berwujud, atau usaha untuk
mengetahui tentang nilai segala sesuatu yang mengelilingi
manusia dalam alam semesta. Filsafat membahas yaitu
masalah wujud, pengetahuan, dan masalah nilai. Tiga
masalah utama dalam filsafat yaitu, ontology, efistemology,
dan eksiologi.

• Ontology

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan


yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut
membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis
dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya,
kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan
dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filosof yang
pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan

18
substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.
Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa
mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi
belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri
sendiri).

Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan


logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti
ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok filsafat yang
mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada
menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab
akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan ada kuasa prima
dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib
dalam keharmonisan. Ontologi dapat pula diartikan sebagai
ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Obyek ilmu
atau keilmuan itu adalah dunia empirik, dunia yang dapat
dijangkau panca indera. Dengan demikian, obyek ilmu adalah
pengalaman inderawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud
(yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata.
Pengertian ini didukung pula oleh pernyataan Runes
bahwa“ontology is the theory of being qua being ”, artinya
ontologi adalah teori tentang wujud.

Obyek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang


yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya
dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak

19
digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks
filsafat ilmu. Ontologi membahas tentang yang ada, yang
tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi
berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa obyek
formal dari ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Hal
senada juga dilontarkan oleh Jujun Suriasumantri, bahwa
ontologi membahas apa yang ingin diketahui atau dengan
kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang
ada.

Beberapa Konsep Mengenai Ontologi Ilmu

Ontologi sebagai cabang filsafat yang membicarakan


tentang hakikat benda bertugas untuk memberikan jawaban
atas pertanyaan “apa sebenarnya realitas benda itu? Apakah
sesuai dengan wujud penampakannya atau tidak?”. Dari teori
hakikat (ontologi) ini kemudian muncullah beberapa aliran
dalam filsafat, antara lain:
· Filsafat Materialisme
· Filsafat Idealisme
· Filsafat Dualisme
· Filsafat Skeptisisme
· Filsafat Agnostisisme

20
pokok permasalahan yang menjadi obyek kajian filsafat
mencakup tiga segi, yaitu :

· Logika (Benar- Salah)


· Etika (Baik-Buruk)
· Estetika (Indah-Jelek).

Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh


Plato (428-348 SM) dengan teori ideanya. Menurut Plato,
tiap-tiap yang ada di alam nyata ini mesti ada ideanya. Idea
yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep
universal dari tiap sesuatu. Plato mencontohkan pada seekor
kuda, bahwa kuda mempunyai idea atau konsep universal
yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam nyata ini,
baik itu kuda yang berwarna hitam, putih ataupun belang,
baik yang hidup ataupun sudah mati. Idea kuda itu adalah
faham, gambaran atau konsep universal yang berlaku untuk
seluruh kuda yang berada di benua manapun di dunia ini.
Demikian pula manusia punya idea. Idea manusia menurut
Plato adalah badan hidup yang kita kenal dan bisa berpikir.
Dengan kata lain, idea manusia adalah ”binatang berpikir”.
Konsep binatang berpikir ini bersifat universal, berlaku untuk
seluruh manusia besar-kecil, tua-muda, lelaki-perempuan,
manusia Eropa, Asia, India, China, dan sebagainya.

Tiap-tiap sesuatu di alam ini mempunyai idea. Idea


inilah yang merupakan hakikat sesuatu dan menjadi dasar

21
wujud sesuatu itu. Idea- idea itu berada dibalik yang nyata
dan idea itulah yang abadi. Benda-benda yang kita lihat atau
yang dapat ditangkap dengan panca indera senantiasa
berubah. karena itu, ia bukanlah hakikat, tetapi hanya
bayangan. Dengan kata lain, benda-benda yang dapat
ditangkap dengan panca indera ini hanyalah khayal dan illusi
belaka.

Argumen ontologis kedua dimajukan oleh St.


Augustine (354– 430 M). Menurut Augustine, manusia
mengetahui dari pengalaman hidupnya bahwa dalam alam ini
ada kebenaran. Namun, akal manusia terkadang merasa
bahwa ia mengetahui apa yang benar, tetapi terkadang pula
merasa ragu-ragu bahwa apa yang diketahuinya itu adalah
suatu kebenaran. Menurutnya, akal manusia mengetahui
bahwa di atasnya masih ada suatu kebenaran tetap (kebenaran
yang tidak berubah-ubah), dan itulah yang menjadi sumber
dan cahaya bagi akal dalam usahanya mengetahui apa yang
benar. Kebenaran tetap dan kekal itulah kebenaran yang
mutlak. Kebenaran mutlak inilah oleh Augustine disebut
Tuhan. Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang
ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan
berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi,
sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik
dan sebagainya). Ontologi sebagai cabang filsafat yang
membicarakan tentang hakikat benda bertugas untuk
memberikan jawaban atas pertanyaan “apa sebenarnya

22
realitas benda itu? apakah sesuai dengan wujud
penampakannya atau tidak?”. Dari teori hakikat (ontologi) ini
kemudian muncullah beberapa aliran dalam persoalan
keberadaan, yaitu:

a) Keberadaan dipandang dari segi jumlah (kuantitas),


menimbulkan beberapa akiran, yaitu :
• Monisme, aliran yang menyatakan bahwa hanya
satu keadaan fundamental. Kenyataan tersebut
dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi
lainnya yang tidak dapat diketahui.
• Dualisme (serba dua), aliran yang menganggap
adanya dua substansi yang masing-masing berdiri
sendiri. Misal dunia indera (dunia bayang-
bayang) dan dunia intelek (dunia ide).
• Pluralisme (serba banyak), aliran yang tidak
mengakui adanya sesuatu substansi atau dua
substansi melainkan banyak substansi, misalnya
hakikat kenyataan terdiri dari empat unsur yaitu
udara, api, air dan tanah
b) Keberadaan dipandang dari segi sifat, menimbulkan
beberapa aliran, yaitu:
• Spiritualisme, mengandung arti ajaran yang
menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam
adalah roh yaitu roh yang mengisi dan mendasari
seluruh alam.

23
• Materialisme, adalah pandangan yang
menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata
kecuali materi.
c) Keberadaan dipandang dari segi proses, kejadian, atau
perubahan
• Mekanisme (serba mesin), menyatakan bahwa
semua gejala atau peristiwa dapat dijelaskan
berdasarkan asas mekanik (mesin).
• Teleologi (serba tujuan), berpendirian bahwa
yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah
kaidah sebab akibat tetapi sejak semula memang
ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang
mengarahkan alam ke suatu tujuan.
• Vitalisme, memandang bahwa kehidupan tidak
dapat sepenuhnya dijelaskan secara fisika, kimia,
karena hakikatnya berbeda dengan yang tak
hidup.
• Organisisme (lawannya mekanisme dan
vitalisme). Menurut organisisme, hidup adalah
suatu struktur yang dinamik, suatu kebulatan yang
memiliki bagian-bagian yang heterogen, akan
tetapi yang utama adalah adanya sistem yang
teratur.

Epistemologi

24
Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani kuno,
dengan asal kata “episteme” yang berarti pengetahuan dan
“logos” yang berarti teori’. Secara etimologi, epistemologi
berarti teori pengetahuan. Epistemologi atau teori
pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan ruang linkup pengetahuan, tentang asal, struktur,
metode serta keabsahan pengetahuan.[5] Mula-mula manusia
percaya bahwa dengan kekuasaan pengenalannya ia dapat
mencapai realitas sebagaimana adanya para filosof pra
Sokrates, yaitu filosof pertama di alam tradisi Barat, tidak
memberikan perhatian pada cabang filsafat ini sebab mereka
memusatkan perhatian, terutama pada alam dan
kemungkinan perubahan, sehingga mereka kerap dijuluki
filosof alam.

Epistomologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya


ilmu, dari mana sumber ilmu, serta bagaimana proses
terjadinya. Dengan menyederhanakan batasan tersebut,
Brameld mendefinisikan epistomologi memberikan
kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan
kebenaran kepada murid-muridnya”. Disamping itu banyak
sumber yang mendefinisikan pengertian Epistomologi
diantarannya:

• Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang


menengarai masalah-masalah filosofikal yang
mengitari teori ilmu pengetahuan.

25
• Epistomologi adalah pengetahuan sistematis yang
membahas tentang terjadinnya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau
cara memperoleh pengetahuan, validitas dan
kebenaran pengetahuan (Ilmiah).
• Epistomologi adalah cabang atau bagian filsafat yang
membicarakan tentang pengetahuan yaitu tentang
terjadinnya pengetahuan dan kesahihan atau
kebenaran pengetahuan.
• Epistomologi adalah cara bagaimana mendapatkan
pengetahuan, sumber-sumber pengetahuan, ruang
lingkup pengetahuan.

Manusia dengan latar belakang, kebutuhan-


kebutuhan dan kepentingan- kepentingan yang berbeda mesti
akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti :
• Dari manakah saya berasal?
• Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam?
• Apa hakikat manusia?
• Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia?
• Mana pemerintahan yang benar dan adil?
• Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada derajat berapa
air mendidih?
• Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya?

26
Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Tuntutan fitrah
manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya
mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan
tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya. Pada dasarnya,
manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya
mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat
memahami dan menyadari bahwa:
✓ Hakikat itu ada dan nyata;
✓ kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu;
✓ hakikat itu bisa dicapai, diketahui, dan dipahami;
✓ manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan
makrifat atas hakikat itu. Akal dan pikiran manusia
bisa menjawab persoalan-persoalan yang
dihadapinya, dan jalan menuju ilmu dan pengetahuan
tidak tertutup bagi manusia.

Dibawah ini ada beberapa metode agar dapat memperoleh


pengetahuan :
1) Metode Empiris
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat
yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan
melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania,
mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya
merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di
dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman

27
inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita
diperoleh dengan jalan menggunakan serta
memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan
serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat
penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita
betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada
pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang
dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-
objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak
kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau
setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal
yang factual.
2) Metode Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber
pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme
mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman
paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi
pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran
dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di
dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung
makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk
kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam
pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.

28
3) Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant
membuat uraian tentang pengalaman. Baran sesuatu
sebagaimana terdapat dalam dirinyan sendiri merangsang alat
inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-
bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan
jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai
pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaanya
sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang
menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala
(Phenomenon). Bagi Kant para penganut empirisme benar
bila berpendapat bahwa semua pengetahuan di dasarkan pada
pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi
para penganut rasionalisme juga benar, karena akal
memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang
sesuatu serta pengalaman.
4) Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk
mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau
pengetahuan yang diperoleh dari dalam dirinya sendiri pada
saat iya menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif muncul
secara tiba-tiba dalam kesadaran manusia. Mengenai proses
terjadinya, manusia itu sendiri tidak menyadarinya.
Pengetahuan ini sendiri hasil penghayatan pribadi sebagai
hasil ekpresi keunikan dan individualitas seseorang.

29
Dalam pengertian secara umum, intuisi merupakan
metode untuk memperoleh pengetahuan tidak berdasarkan
pengalaman rasio, dan pengamatan indra. Dalam filsafat
paham ini bertujuan agar manusia dapat memperoleh
kebenaran yang hakiki. Menurut kaum intuisionisme, dengan
intuisi kita akan mengetahui dan menyadari diri kita sendiri,
mengetahui karakter perasaan orang lain dan motif orang lain.
5) Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera
dan manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek
yang dihasilkanpun akan berbeda-beda seharusnya
dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan
intuisi. Pengetahuan yang lewat ini bisa diperoleh dengan
cara seperti yang dilakukan Imam Al-Ghazali. intuisi dalam
tasawuf disebut dengan ma'rifah yaitu penge-tahuan yang
datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyiaran Al-
Ghazali menerangkan bahwa pengetahuan intuisi atau
malimpah yang disinarkan oleh Allah secara langsung
merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan
yang diperoleh lewat intuisi ini hanya bersifat individual dan
tidak bisa dipergunakan untuk mencari keuntungan seperti
ilmu pengetahuan yang dewasa ini bila dikomersilkan.
6) Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode
tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini

30
diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya
diskusi logika. Kini dialekta berarti tahap logika, yang
mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan,
juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa
yang terkandung dalam metode peraturan, juga analisis
sistematika tentang ide mencapai apa yang terkandung dalam
pandangannya.
Dalam kehidupan sehari-hari diaektika berarti
kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori
pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak
terasa dan satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam
percakapan. Berdebat paling kurang dua pendapat. Hegel
menggunakan metode dialektis untuk menjelaskan
filsafatnya, lebih luas dari itu. Menurut Hegel dalam realitas
ini berlangsung dialektika.
Ada juga beberapa teori yang dapat dijadikan acuan
apakah pengetahuan itu benar atau salah, yaitu :
1. Teori Korespodensi
Menurut teori ini kebenaran merupakan persesuaian
antara fakta dan situasi nyata. Kebenaran merupakan
persesuaian antara pernyataan dan pemikiran sengan situasi
lingkungannya.
2. Teori koherensi

31
Menurut teori ini kebenaran bukan persesuaian antara
pemikiran dan kenyataan melainkan persesuaian secara
harmonis antara pendapat/pikiran kita dengan pengetahuan
yang telah kita miliki.
Jenis–jenis pengetahuan dapat dibedakan menjadi
tiga (3), yaitu :
❖ Filsafat
Sering dikatakan bahwa filsafat adalah induk segala
ilmu. Pernyataan ini tidak salah karena ilmu-ilmu yang ada
sekarang, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, mulanya
berada dalam kajian filsafat. Pada zaman dulu tidak
dibedakan antara ilmuwan dengan filosof. Isaac Newton
(1642-1627) menulis hukum-hukum fisikanya dalam buku
yang berjudul Philosophie Naturalis Principia Mathematica
(terbit 1686). Adam Smith (1723-1790) bapak ilmu ekonomi
menulis buku The Wealth of Nations (1776) dalam
kapasitasnya sebagai Professor of Moral Philosophy di
Universitas Glasgow. Kita juga mengenal Ibnu Sina (w.1037)
sebagai bapak kedokteran yang menyusun ensiklopedi besar
al-Qanun fi al-Thibb sekaligus sebagai filosof yang
mengarang Kitab al-Syifa’.
Definisi filsafat tidak akan diberikan karena para ahli
sendiri berbeda-beda dalam merumuskannya. Cukup di sini
disinggung mengenai ciri-ciri dari filsafat, sebagaimana
diuraikan Suriasumantri (1998), yaitu menyeluruh

32
(membahas segala hal atau satu hal dalam kaitannya dengan
hal-hal lain), radikal (meneliti sesuatu secara mendalam,
mendasar hingga ke akar-akarnya), dan spekulatif (memulai
penyelidikannya dari titik yang ditentukan begitu saja secara
apriori). Spekulatif juga bermakna rasional.
Objek kajian filsafat sangat luas, bahkan boleh
dikatakan tak terbatas. Filsafat memelajari segala realitas
yang ada dan mungkin ada; lebih luas lagi, segala hal yang
mungkin dipikirkan oleh akal. Sejauh ini, terdapat tiga
realitas besar yang dikaji filsafat, yakni Tuhan (metakosmos),
manusia (mikrokosmos), dan alam (makrokosmos). Sebagian
objek filsafat telah diambil-alih oleh sains, yakni objek-objek
yang bersifat empiris.
❖ Agama
Agama kerap “berebutan” lahan dengan filsafat.
Objek agama dalam banyak hal hampir sama dengan filsafat,
hanya lebih sempit dan lebih praktis. Seperti filsafat, agama
juga membahas Tuhan, manusia, dan alam. Seperti filsafat,
agama juga menyoal metafisika, namun jawabannya sudah
jelas: hakikat segala sesuatu adalah Tuhan. Selain Tuhan,
objek pokok dari agama adalah etika khususnya yang bersifat
praktis sehari-hari.
Yang membedakan agama dari filsafat terutama
adalah epistemologi atau metodenya. Pengetahuan agama
berasal dari wahyu Tuhan yang diberikan kepada Nabi, dan

33
kita memerolehnya dengan jalan percaya bahwa Nabi benar.
Pada agama, yang harus kita lakukan adalah beriman, baru
berpikir. Kita boleh memertanyakan kebenaran agama,
setelah menerima dan memercayainya, dengan cara lain
(rasional atau empiris). Tapi ujung-ujungnya kita tetap harus
percaya meskipun apa yang disampaikan agama itu tidak
masuk akal atau tidak terbukti dalam kenyataan. Jawaban
yang diberikan agama atas satu masalah bisa sama, berbeda,
atau bertentangan dengan jawaban filsafat. Dalam hal ini,
latar belakang keberagamaan seorang filosof sangat
memengaruhi. Jika ia beragama, biasanya ia cenderung
mendamaikan agama dengan filsafat, seperti tampak pada
filsafat skolastik, baik filsafat Yahudi, Kristen, maupun
Islam. Jika ia tidak beragama, biasanya filsafatnya berbeda
atau bertentangan dengan agama.
Secara praktis, agama sangat fungsional dalam
kehidupan manusia. Fungsi utama agama adalah sebagai
sumber nilai (moral) untuk dijadikan pegangan dalam hidup
budaya manusia. Agama juga memberikan orientasi atau arah
dari tindakan manusia. Orientasi itu memberikan makna dan
menjauhkan manusia dari kehidupan yang sia-sia. Nilai,
orientasi, dan makna itu terutama bersumber dari
kepercayaan akan adanya Tuhan dan kehidupan setelah mati.
(Coba perhatikan, dalam Alquran, objek iman yang paling
banyak disebut bahkan selalu disebut beriringan adalah iman
kepada Allah dan hari kemudian).

34
❖ Sains
Sains (dalam bahasa Indonesia disebut juga ilmu,
ilmu pengetahuan, atau pengetahuan ilmiah) adalah
pengetahuan yang tertata (any organized knowledge) secara
sistematis dan diperoleh melalui metode ilmiah (scientific
method). Sains memelajari segala sesuatu sepanjang masih
berada dalam lingkup pengalaman empiris manusia. Objek
sains terbagi dua, objek material dan objek formal. Objek
material terbatas jumlahnya dan satu atau lebih sains bisa
memiliki objek material yang sama. Sains dibedakan satu
sama lain berdasarkan objek formalnya. Sosiologi dan
antropologi memiliki objek material yang sama, yakni
masyarakat. Namun objek formalnya beda. Sosiologi
memelajari struktur dan dinamika masyarakat, antropologi
memelajari masyarakat dalam budaya tertentu.
Sains atau ilmu dibedakan secara garis besar menjadi
dua kelompok, yaitu ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan
ilmu-ilmu sosial (social sciences). Ilmu-ilmu alam
memelajari benda-benda fisik, dan secara garis besar
dibedakan lagi menjadi dua, yaitu ilmu alam (fisika, kimia,
astronomi, geologi, dll) dan ilmu hayat (biologi, anatomi,
botani, zoologi, dll). Tiap-tiap cabang ilmu itu bercabang-
cabang lagi menjadi banyak sekali.
Sains diperoleh melalui metode sains (scientific
method) atau biasa diterjemahkan menjadi metode ilmiah.

35
Metode ini menggabungkan keunggulan rasionalisme dan
empirisisme, kekuatan logika deduksi dan induksi, serta
mencakup teori kebenaran korespondensi, koherensi, dan
pragmatik. Karena penggabungan ini, sains memenuhi sifat
rasional sekaligus empiris. Sains juga bersifat sistematis
karena disusun dan diperoleh lewat suatu metode yang jelas.
Bagi kaum positivis, sains juga bersifat objektif, artinya
berlaku di semua tempat dan bagi setiap pengamat. Namun
sejak munculnya teori relativitas Einstein, apalagi pada masa
postmodern ini, klaim objektivitas sains tidak bisa lagi
dipertahankan.secara ringkas, metode ilmiah disusun
menurut urutan sebagai berikut:
• Menemukan dan merumuskan masalah
• Menyusun kerangka teoritis
• Membuat hipotesis
• Menguji hipotesis dengan percobaan (observasi,
eksperimen, dll).
• Menarik kesimpulan.
Kesimpulan yang diperoleh itu disebut teori. Untuk
benar-benar dianggap sahih dan bisa bertahan, sebuah teori
harus diuji lagi berkali-kali dalam serangkaian percobaan,
baik oleh penemunya maupun oleh ilmuwan lain. Pengujian
ini disebut verifikasi (pembuktian benar). Sebuah teori bisa
juga diuji dengan cara sebaliknya, yaitu sebagaimana
36
diusulkan Karl Popper, falsifikasi (pembuktian salah).
Dengan falsifikasi, jika untuk sebuah teori dilakukan 1000
percobaan, 1 saja dari 1000 percobaan itu menunjukkan
adanya kesalahan, maka teori itu tidak perlu dipertahankan
lagi. Contoh, jika dinyatakan kepada kita bahwa semua
burung gagak hitam, dan di suatu tempat kita menemukan
satu burung gagak yang tidak hitam, berarti pernyataan itu
salah.
Pengetahuan yang diperoleh lewat metode sains
bukanlah terutama untuk pengetahuan itu sendiri, melainkan
sebagai alat untuk membantu manusia dalam memecahkan
masalah sehari-hari. Kegunaan ini diperoleh dengan tiga cara,
description (menjelaskan), prediction (meramal,
memerkirakan), dan controling (mengontrol). Penjelasan
diperoleh dari teori. Dihadapkan pada masalah praktis, teori
akan memerkirakan apa yang akan terjadi. Dari perkiraan itu,
kita memersiapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan
untuk mengontrol segala hal yang mungkin timbul, entah itu
merugikan atau menguntungkan.

Aksiologi
Secara etimologis, istilah eksiologi berasal dari
bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti
nilai dan “logos” yang berarti teori. Jadi, aksiologi
merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari nilai.
Aksiologi mempelajari tentang hakikat nilai. Dalam hal ini

37
aksiologi berkaitan dengan kebaikan dan keindahan tentang
nilai dan penilaian. Hal ini merupakan bidang kajian tentang
dari mana sumber nilai, akar dan norma serta nilai subsransif
dan standar nilai. Etika berkaitan dengan kualitas, moralitas
pribadi dan perilaku sosial. Drmikian pula etika merupakan
penentuan perilaku yang baik, masyarakat yang baik dan
kehidupan yang baik.
Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang
kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan
manusia itu sendiri. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang
membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun
bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu
sendiri, atau dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi
merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan
hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang pada
hakikatnya mempelajari alam sebagaimana adanya mulai
mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya:
• untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan?
• Dimana batas wewenang penjelajahan keilmuan?
• Ke arah mana perkembangan keilmuan harus diarahkan?
• Apakah ilmu itu bermanfaat bagi manusia itu sendiri?
Pertanyaan semacam ini jelas tidak merupakan
urgensi bagi ilmuan seperti Copernicus, Galileo dan ilmuwan

38
seangkatannya; namun bagi ilmuan yang hidup dalam abad
kedua puluh yang telah mengalami dua kali perang dunia dan
hidup dalam bayangan kekhawatiran perang dunia ketiga,
pertanyaan-pertanyaan ini tak dapat di elakkan. Dan untuk
menjawab pertanyaan ini maka ilmuan berpaling kepada
hakikat moral.
Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat
yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang didapatkanya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah memberikan
kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam mengendalikan
kekuatan-kekuatan alam. Dangan mempelajari atom kita
dapat memanfaatkan untuk sumber energi bagi keselamatan
manusa, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka
bagi manusia. Penciptaan bom atom akan meningkatkan
kualitas persenjataan dalam perang, sehingga jika senjata itu
dipergunakan akan mengancam keselamatan umat manusia.
Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah
terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam
perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus (1473-1543)
mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan
menemukan bahwa “bumi yang berputar mengelilingi
matahari” dan bukan sebaliknya seperti apa yang dinyatakan
oleh ajaran agama, maka timbullah interaksi antara ilmu dan
moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi
metafisik. Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam
sebagaimana adanya, sedangkan di pihak lain, terdapat

39
keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-
pernyataan (nilai-nilai) yang terdapat dalam ajaran-ajaran
diluar bidang keilmuan di antaranya agama. Timbullah
konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik ini yang
berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun
1633. Galileo (1564-1642), oleh pengadilan agama tersebut,
dipaksa untuk mencabut pernyataanya bahwa bumi berputar
mengelilingi matahari.
Sejarah kemanusiaan di hiasi dengan semangat para
martir yang rela mengorbankan nyawanya dalam
mempertahankan apa yang mereka anggap benar. Peradaban
telah menyaksikan sokrates di paksa meminum racun dan
John Huss dibakar. Dan sejarah tidak berhenti di sini:
kemanusiaan tak pernah urung di halangi untuk menemukan
kebenaran. Tanpa landasan moral maka ilmuwan mudah
sekali tergelincir dapat melakukan prostitusi intelektual.
Penalaran secara rasional yang telah membawa manusia
mencapai harkatnya seperti sekarang ini berganti dengan
proses rasionalisasi yang bersifat mendustakan kebenaran.
“segalanya punya moral,” kata Alice dalam petualangannya
di negeri ajaib, “asalkan kau mampu menemukannya.”

40
BAB II HAKIKAT FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

A. Konsep Pendidikan dan Pendiidikan islam

1. Pengertian Pendidikan
Kehidupan suatu bangsa erat sekali kaitannya dengan
tingkat pendidikan. Pendidikan bukan hanya sekedar
mengawetkan budaya dan meneruskannya dari generasi ke
generasi, akan tetapi juga diharapkan dapat mengubah dan
mengembangkan pengetahuan.
Pendidikan bukan hanya menyampaikan
keterampilan yang sudah dikenal, tetapi harus dapat
meramalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang
akan datang, dan sekaligus menemukan cara yang tepat dan
cepat supaya dapat dikuasai oleh anak didik.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja secara
sadar dan terencana untuk membantu meningkatkan
perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat
bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan
sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih isi
(materi), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai.
Dilihat dari sudut perkembangan yang dialami oleh anak,
maka usaha yang sengaja dan terencana tersebut ditujukan

41
untuk membantu anak dalam menghadapi dan melaksanakan
tugas-tugas perkembangan yang dialaminya dalam setiap
periode perkembangan. Dengan kata lain, pendidikan
dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai
keberhasilan dalam perkembangan anak.
Branata (1988) mengungkapkan bahwa Pendidikan
ialah usaha yang sengaja diadakan, baik langsung maupun
secara tidak langsung, untuk membantu anak dalam
perkembangannya mencapai kedewasaan. Pendapat diatas
seajalan dengan pendapat Purwanto (1987 :11) yang
menyatakan bahwa Pendidikan adalah pimpinan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-
anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar
berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
Kleis (1974) memberikan batasan umum bahwa :
”pendidikan adalah pengalaman yang dengan
pengalaman itu, seseorang atau kelompok orang dapat
memahami seseuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami.
Pengalaman itu terjadi karena ada interaksi antara seseorang
atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu
menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan
selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan
perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau
kelompok dalam lingkungannya”.

42
Proses belajar akan menghasilkan perubahan dalam ranah
kognitif (penalaran, penafsiran, pemahaman, dan penerapan
informasi), peningkatan kompetensi (keterampilan
intelektual dan sosial), serta pemilihan dan penerimaan secara
sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan dan perasaan, serta
kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan
(stimuli).
Orang yakin dan percaya untuk menanggulangi
kemiskinan, cara utama adalah dengan memperbesar jumlah
penduduk yang bersekolah dan terdidik dengan baik. Dengan
kata lain, pendidikan dipandang sebagai jalan menuju
kemakmuran.
Manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak
berdaya sama sekali. Dia sangat membutuhkan bantuan yang
penuh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, terutama
ibunya, supaya dia dapat hidup terus dengan sempurna,
jasmani dan rohani. Orang tualah yang pertama dan utama
bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya. Dalam
ilmu jiwa dikenal dengan istilah pertumbuhan dan
perkembangan, yaitu supaya anak sempurna dalam
pertumbuhan dan perkembangannya.
Pertumbuhan ialah perubahan-perubahan yang terjadi
pada jasmani; bertambah besar dan tinggi. Perkembangan
lebih luas dari pertunbuhan ialah perubahan-perubahan yang
terjadi pada rohani dan jasmaniah. Dengan kata lain,

43
perkembangan merupakan suatu rentetan perubahan yang
sifatnya menyeluruh dalam interaksi anak dan
lingkungannya.
Oleh karena itu Idris (1982:10) mengemukakan bahwa :
”Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi yang
bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik yang
secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam
rangka memebrikan bantuan terhadap perkembangan anak
seutuhnya, dalam arti supaya dapat mengembangkan
potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia
dewasa yang bertanggung jawab. Potensi disini ialah potensi
fisik, emosi, sosial, sikap, moral, pengetahuan, dan
keterampilan.”
2. Tujuan Pendidikan
Telah kita ketahui bersama bahwa berhasil tidaknya
suatu usaha atau kegiatan tergantung kepada jelas tidaknya
tujuan yang hendak dicapai oleh orang atau lembaga yang
melaksanakannya. Berdasarkan pada pernyataan ini, maka
perlunya suatu tujuan dirumuskan sejelas-jelasnya dan
barulah kemudian menyusun suatu program kegiatan yang
objektif sehingga segala energi dan kemungkinan biaya yang
berlimpah tidak akan terbuang sia-sia.
Apabila kita mau berbicara tentang pendidikan
umumnya, maka kita harus menyadari bahwa segala proses

44
pendidikan selalu diarahkan untuk dapat menyediakan atau
menciptakan tenaga-tenaga terdidik bagi kepentingan bangsa,
negara, dan tanah air. Apabila negara, bangsa dan tanah air
kita membutuhkan tenaga-tenaga terdidik dalam berbagai
macam bidang pembangunan, maka segenap proses
pedidikan termasuk pula sistem pendidikannya harus
ditujukan atau diarahkan pada kepentingan pembangunan
masa sekarang dan masa-masa selanjutnya. GBHN tahun
1999 mencantumkan tentang tujuan pendidikan nasional :
”Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan,
keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat
kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar
dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang
dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”
Selanjutnya tujuan pendidikan nasional tercantum
dalan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
tahun 2003 yang menyatakan:
”Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

45
Pernyataan-pernyataan diatas tampak jelas bahwa pendidikan
harus mampu membentuk atau menciptakan tenaga-tenaga
yang dapat mengikuti dan melibatkan diri dalam proses
perkembangan, karena pembangunan merupakan proses
perkembangan, yaitu suatu proses perubahan yang meningkat
dan dinamis. Ini berarti bahwa membangun hanya dapat
dilaksanakan oleh manusia-manusia yang berjiwa
pembangunan, yaitu manusia yang dapat menunjang
pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spriritual
serta sosial budaya.
Sejarah pendidikan kita dapat menerapkan perkembangan
pendidikan dan usaha-usaha perwujudannya sebagai suatu
cita-cita bangsa dan negara, masyarakat atau masa dan
memberikan ciri khas pelaksanaan pendidikannya.
Setiap tindakan pendidikan merupakan bagian dari
suatu proses menuju kepada tujuan tertentu. Tujuan ini telah
ditentukan oleh mssyarakat pada waktu dan tempat tertentu
dengan latar belakang berbagai macam faktor seperti sejarah,
tradisi, kebiasaan, sistem sosial, sistem ekonomi, politik dan
kemauan bangsa.
Berdasarkan faktor-faktor ini UNESCO telah
memberikan suatu deskripsi tentang tujuan pendidikan pada
umumnya dan untuk Indonesia sendiri tujuan itu telah
ditetapkan dalam ketetapan MPR.

46
Pertama, UNESCO menggaris bawahi tujuan
pendidikan sebagai ”menuju Humanisme Ilmiah”.
Pendidikan bertujuan menjadikan orang semakin menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur manusia. Keluhuran manusia haruslah
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Maka
humanisme ilmiah menolak ide tentang manusia yang
bersifat subjektif dan abstrak semata. Manusia harus
dipandang sebagai mahluk konkrit yang hidup dalam ruang
dan waktu dan harus diakui sebagai pribadi yang mempunyai
martabat yang tidak boleh diobjekkan. Dalam kerangka ini
maka tujuan sistem pendidikan adalah latihan dalam ilmu dan
latihan dalam semangat ilmu.
Kedua, pendidikan harus mengarah kepada
kreativitas. Artinya, pendidikan harus membuat orang
menjadi kreatif. Pada dasarnya setiap individu memiliki
potensi kreativitas dan potesi inilah yang ingin dijadikan
aktual oleh pendidikan. Semangat kreatif, non konformist dan
ingin tahu, menonjol dalam diri manusia muda. Mereka
umumnya bersikap kritis terhadap nilai-nilai yang ada dan
jika mereka menemukan bahwa nilai-nilai itu sudah
ketinggalan jaman, maka mereka ingin merombaknya. Disini
pendidikan berfungsi ganda, menyuburkan kreativitas, atau
sebaliknya mematikan kreativitas.
Ketiga, tujuan pendidikan harus berorientasi kepada
keterlibatan sosial. Pendidikan harus mempersiapkan orang
untuk hidup berinteraksi dengan amsyarakat secara

47
bertanggung jawab. Dia tidak hanya hidup dan menyesuaikan
diri dengan struktur-struktur sosial itu. Disini seorang
individu merealisir dimensi-dimensi sosialnya lewat proses
belajar berpartisipasi secara aktif lewat keterlibatan secara
meyeluruh dalam lingkungan sosialnya. Dalam kerangka
sosialitas pada umumnya ini, suatu misi pendidikan ialah
menolong manusia muda melihat orang lain bukan sebagai
abstriaksi-abstraksi, melainkan sebagai mahluk konkrit
dengan segala dimensi kehidupannya.
Keempat, tekanan terakhir yang digariskan UNESCO
sebagai tujuan pendidikan adalah pembentukan manusia
sempurna. Pendidikan bertugas untuk mengembangkan
potensi-potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-
batas kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang
pandai, terampil, jujur, yang tahu kadar kemampuannya, dan
batas-batasnya, serta kerhormatan diri. Pembentukan
manusia sempurna ini akan tercapai apabila dalam diri
seseorang terjadi proses perpaduan yang harmonis dan
integral antara dimensi-dimensi manusiawi seperti dimensi
fisik, intelektual, emosional, dan etis. Proses ini berlangsung
seumur hidup. Jadi konkritnya pada pokoknya pendidikan itu
adalah humansisasi, karena itu mendidik berarti
”memanusiakan manusia muda dengan cara memimpin
pertumbuhannya sampai dapat berdikari, bersikap sendiri,
bertanggung jawab dan berbuat sendiri”. (Ibid, 1980)
3. Pendidikan Islam

48
Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim
yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing
pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar)
anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya (Akaha, 2001, 154-155).
Pendidikan Islam merupakan sebuah usaha untuk
menjadikan anak keturunan dapat mewarisi ilmu
pengetahuan (berwawasan islam). Setiap usaha dan tindakan
yang disengaja untuk mencapai tujuan harus mempunyai
sebuah landasan atau dasar tempat berpijak yang baik dan
kuat.
Dasar Pendidikan Islam
Bagi umat Islam agama adalah dasar (pondasi) utama
dari keharusan berlangsungnya pendidikan karena ajaran-
ajaran Islam yang bersifat universal mengandung aturan-
aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik
yang bersifat ubudiyyah (mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya), maupun yang bersifat muamalah
(mengatur hubungan manusia dengan sesamanya) (Zuhairini,
1993:153). Adapun dasar-dasar dari pendidikan Islam adalah:
a. Al-Qur’an
Menurut pendapat yang paling kuat, seperti yang
diungkapkan oleh Subhi Shaleh, al-Qur’an berarti bacaan,
yang merupakan kata turunan (masdar) dari fiil madhi qara’a

49
dengan arti ism al-maful yaitu maqru’ yang artinya dibaca
(Atang Abd. Hakim dkk, 2000:69).
“Bacalah dengan (menyebut) Nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. al-Alaq:
1-5).
Ayat tersebut merupakan perintah kepada manusia
untuk belajar dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan
dan kemampuannya termasuk didalam mempelajari,
menggali, dan mengamalkan ajaran-ajaran yang ada al-
Qur’an itu sendiri yang mengandung aspek-aspek kehidupan
manusia. Dengan demikian al-Qur’an merupakan dasar yang
utama dalam pendidikan Islam.
b. As-Sunnah
Setelah al-Qur’an maka dasar dalam pendidikan Islam
adalah as-Sunnah, as-Sunnah merupakan perkataan,
perbuatan apapun pengakuan Rasulullah SAW, yang
dimaksud dengan pengakuan itu adalah perbuatan orang lain
yang diketahui oleh Rasulullah dan beliau membiarkan saja
kejadian itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran
kedua setelah al-Qur’an, Sunnah juga berisi tentang akidah,
syari’ah, dan berisi tentang pedoman untuk kemaslahatan
hidup manusia seutuhnya (Daradjat, 2006:20-21).

50
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan
pemimpin-pemimpin yang selalu amar ma’ruf nahi munkar
(Toha, 1996:102). Sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah surat al- baqarah ayat 30 yaitu: “Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di bumi" (QS. al-
Baqarah: 30).

B. Makna Filosofis Tarbiyah

Tarbiyah adalah bahasa arab yangjika di artikan dalam


bahasa indonesia dapat diartikan sebagai pendidikan
sedangkan ta’lim adalah pengajaran. seringkali seseorang
salah mengartikan pendidikan dan pengajaran dan hanya
mengartikanya sebagai pendidikan yang ada di kelas seperti
hanya guru mengajar.tetapi sebenarnya ini adalah sebuah
pemikiran yang salah yang dapat membuat anak salah
menafsirkan pedidikan dan berakhir dengan stress berlebihan
dan membuat semangat anak dalam belajar menurun.
pemikiran ini adalah pemikiran yang harus diubah karena
pendidikan bukanlah hanya proses belajar mengajar yang ada
di kelas dengan sebatas mengajar materi yang telah di
tentukan sekolah tersebut tetapi, makna pendidikan adalah
semua hal yang diberikan oleh guru untuk murid demi

51
menunjang kehidupan yang lebih baik di masa depan murid
tersebut.
Menurut Dr. Adian Husaini dalam bukunya pendidikan
islam: membangun manusia yang berkarakter dan beradab,
pendidikan islam adalah satu betuk amal nyata dalam
berjihad di jalan Allah dalam aktivitas dakwah dan
menyiapkan generasi mendatang unggul.Sedangkan
pengertian pendidikan menurut Mohamad Natsir adalah suatu
pimpinan jasmani dan ruhani menuju kesempurnaan
kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti. Namun, semua
pengertian di atas pada intinya adalah membangun sumber
daya manusia secara utuh baik intelektual, emosional dan
spritualnya. Sehingga, membentuk manusia yang
berkepribadian muslim sejati sesuai ajaran al-qur’an dan
sunnah. Dalam al-qur’an, Allah juga menjelaskan tentang
adanya pendidikan :
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul
dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada
mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka
Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha
bijaksana” ( Al-Baqarah :129)
Secara garis besar, pendidikan islam sering diartikan
sebagai tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Ketiga makna di atas
sering disalahartikan oleh kebanyakan orang. Bahkan,

52
ketiganya dianggap mempunyai arti yang sama. Padahal,
ketiga kata itu memiliki arti yang berbeda. Kata “tarbiyah”
berasal dari kata rabba yang artinya pendidik sekalian alam.
Kata ini diulang dalam al-qur’an sebanyak 169 kali dan
terhubungankan dengan beberapa obyek yang berbeda,
misalnya alam, manusia, binatang dan yang lainnya.
Sebagaimana disebutkan dalam al-qur’an :

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan


penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil”.(Al-Isra’: 28).
Menurut Syed Naquib Al-Attas, kata tarbiyah ini
kurang memiliki makna yang tepat untuk pendidikan islam.
Sebab, obyeknya tidak di khususkan pada manusia sebagai
makhluk yang paling sempurna diantara ciptaan-Nya yang
lain. Menurut beliau, tarbiyahmengandung pengertian hanya
menyinggung aspek fisikal dan emosioanal dalam
pertumbuhan dan perkembangan pada binatang dan manusia.
Sehingga, kata ini kurang tepat digunakan sebagai makna
pendidikan islam yang ditujukan untuk membentuk manusia
universal (insanul kamil). Sebagaimana disebutkan dalam al-
qur’an :
” Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut
menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya),

53
maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin
berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata
kepadanya,” Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat
yang nyata (kesesatannya)” (Al-Qhasas: 18).
Sedangkan ta’lim hanya terbatas pada pengajaran dan
pendidikan kognitif saja. Sehingga, peran otak lebih
mendominasi pada tataran ini. Jika otak sebagai ujung
tombaknya maka akan berakibat pada menghilang nilai-nilai
yang ada dalam agama islam. Wal hasil, mereka menganggap
ilmu dan agama adalah sesuatu yang terpisahkan. Hal inilah
yang memicu timbulnya pemikiran sekulerisme, liberalisme
dan paham lain yang berasal dari barat. Dimana, tujuan dari
semua itu adalah untuk menghancurkan islam dalam berbagai
bidang, termasuk dalam pemikiran.
Padahal, menurut Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi antara
ilmu dan agama adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan.
Keduanya saling berhubungan satu sama lain. Ketika
seseorang yang mempunyai ilmu tanpa di dasari dengan
pengetahuan agama maka berakibat pada hancurnya tatanan
di masyarakat. Misalnya, seorang dewan yang mempunyai
jabatan penting di tingkat kabupaten. Pada suatu hari dia tidak
mempunyai uang untuk kebutuhan hidup dan biaya sekolah
anaknya. Jika seorang dewan ini tidak memiliki kekuatan
agama yang kuat maka berbagai macam cara dilakukan untuk
mendapatkan uang meski dengan mengambil dana yang ada
di tingkat provinsi ataupun dengan jalan lain yang tidak halal.

54
Oleh karena itu, menurut Syed Nakuib Al-Attas, pengetahuan
yang harus didahulukan (fardhu ‘ain)adalah ilmu agama.
Sebab, agama merupakan rem dalam hidup di dunia ini.
Apalah artinya kalau motor melaju kencang tanpa adanya rem
yang kencang. Semua itu akan berakhir dengan kecelakan
pada diri sendiri.
Ketika konsep tarbiyah dan ta’lim tidak sesuai dengan
ajaran yang ada di dalam islam maka ta’dib lah yang menjadi
konsep yang sesuai dengan ajaran islam. Sebagaimana
disampaikan oleh Syed Naquib Al-Attas dalm bukunya the
concept of education in islam, a framework for an philosophy
of education :
“Ta’dib already includes within its conceptual structure the
elemen of knowledge (‘ilm), instruction (ta’lim), and good
breeading (tarbiyah). So that there is no need the refer to the
concept of education ib islam as tarbiyah-ta’lim-ta’dib all
together”
Struktur konsep tarbiyah sudah mencakup unsure-
unsur ilmu (‘ilm), instruksi (ta’lim), dan pembinaan yang
baik (tarbiyah). Sehingga, tidak perlu lagi dikatakan bahwa
konsep pendidikan islam adalah sebagaimana yang yang
terdapat dalam tiga serangkai konotasitarbiyah-ta’lim-ta’dib.
Sehingga, konsep ta’dib ini sudah mencakuptarbiyah dan
ta’lim serta mengandung unsur hikmah
ilahiyah.Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW :

55
“Sesungguhnya aku ke dunia ini hanya untuk
menyempurnakan akhlak”.
Dari hadist di atas sangat jelas kalau misi nabi
Muhammad adalah akhlak bukan hanya pada tatanan tarbiyah
dan ta’lim saja. Hal ini sesuai dengan makna yang terkandung
dalam ta’dib yaitu pengenalan dan pengakuan terhadap realita
bahwasanya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari
hirearki yang sesuai dengan aktegori-kategori dan tingkatan-
tingkatannya, dan seseorang itu memiliki tempatnya masing-
masing dalam kaitannya dengan realitas, kepasitas, potensi
fisik, intelektual dan spiritual (Wan Mohd Nor Wan Daud :
Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-
Attas). Wallahu a’lam bis-shawab.

C. Makna Filosofis Ta'dib


Kata ta'dib diterjemahkan menjadi pelatihan dan
pembiasaan. Kendati demikian, istilah ta'dib memiliki
beberapa kata dasar berikut. (1) Berasal dari kata adaba-
ya'dubu yang berarti melatih dan mendisiplinkan diri untuk
berperilaku yang baik dan sopan. (2) Berasal dari kata adaba-
ya'dibu, yang berarti mengadakan pesta atau jamuan, atau
berbuat dan berperilaku sopan. (3) Bentuk kata kerja dari
ta'dib, yakni addaba yang berarti mendidik, melatih,
memperbaiki, mendisiplinkan, dan memberi tindakan.

56
Berdasarkan pada kata dasar ta'dib di atas, maka
penggunaan ta'dib berorientasi terhadap pembentukan suatu
perilaku sebagai penyempurna akhlak atau budi pekerti.
Penggunaan istilah ta'dib sebagaimana sabda Rasulullah saw.
berikut. ‫ "ادب بني ربي فاحسن تاديبا‬Tuhanku telah mendidikku
dan dengan demikian menjadikanku yang terbaik"
Berdasarkan hadis tersebut, Syed Muhammad Naquib Al-
Attas mendefinisikan pendidikan Islam menggunakan istilah
ta'dib, karena memaknainya dengan mendidik, yang
berorientasi terhadap perubahan perilaku ke arah positif. Al-
Attas sangat gigih memertahankan pendapatnya bahwa
pendidikan Islam lebih tepat menggunakan istilah ta'dib yang
di dalamnya telah mencakup semua aspek, baik pengajaran,
pengetahuan, maupun pengasuhan. Menurut Al-Attas istilah
ta'dib adalah yang paling tepat.
Alasan Al-Attas cenderung menggunakan istilah ta'dib
karena adab berkaitan erat dengan ilmu. Ilmu tidak bisa
diajarkan dan ditularkan kepada murid kecuali guru tersebut
memiliki adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dan
berbagai bidang. Adab sangat ditekankan oleh Al-Attas,
sebab dalam proses pendidikan Islam, adab bertujuan untuk
menjamin bahwa ilmu yang diperoleh akan dipergunakan
secara baik dalam masyarakat.

D. Makna Filosofis Riyadhah

57
Menurut Husen Bahreisi (1981: 74) yang dikutip oleh
Heri Gunawan dalam bukunya Pendidikan Islam bahwa
penggunaan stilah al-riadhah ini khusus digunakan oleh al-
Ghazali yang terkenal dengan istilah riyadhatu al-sibyan,
artinya pelatihan terhadap individu pada fase anak-anak.
Pengertian al-riyadhah dalam konteks Islam adalah mendidik
jiwa anak dengan akhlak mulia.

E. Makna Filsafat Pendidikan Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo


yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau
hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap
ilmu atau hikmah. Selain itu, teori lain mengatakan bahwa
filsafat berasal dari kata Arab falsafah yang berasal dari
bahasa Yunani, philosophia; philos berate cinta, suka dan
Sophia berarti pengetahuan, hikmah. Jadi, philosophia
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada
kebenaran. Orang yang cinta kepada pengetahuan atau
kebenaran itu lazimnya disebut philosopher yang dalam
bahasa Arab disebut failasuf.
Dengan demikian, filsafat adalah suatu kegiatan atau
aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebijaksanaan sebagai sasaran utamanya. Pendapat yang
lebih jelas lagi tentang filsafat antara lain dikemukakan
oleh Sidi Gazalba. Menurutnya, filsafat adalah berpikir

58
secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam
rangka mencari kebenaran, inti atau arti hakikat mengenai
segala sesuatu yang ada.
Pendapat Sidi Gazalba ini memperlihatkan adanya
tiga cirri pokok dalam filsafat, sebagai berikut:
1. Adanya unsur berpikir yang dalam hal ini
menggunakan akal.
2. Adanya unsur tujuan yang ingin dicapai melalui
berpikir tersebut, yaitu mencari hakikat atau inti
mengenai segala sesuatu.

Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa


pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama. Ahmad D. Marimba menyebutkan ada lima unsur
utama dalam pendidikan, yaitu:
1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan,
atau pertolongan yang dilakukan secara sadar,
2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong,
3) Ada yang dididik, atau si terdidik,
4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut,
5) Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang
dipergunakan.

59
Muzayyin Arifin, mengatakan bahwa filsafat
pendidikan islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir
tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandas
ajaran-ajaran agama islam tentang hakikat kemampuan
manusia untuk dibina dan dikembangkan serta dibimbing
menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai
oleh ajaran islam.
Filsafat pendidikan islam itu merupakan suatu kajian
filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam
kegiatan pendidikan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan
Al-Hadis sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli,
khususnya para filosof muslim, sebagai sumber skunder.
Dengan demikian, filsafat islam secara singkat dapat
dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan
ajaran islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh
ajaran islam. Jadi filsafat ini bukan yang bercorak liberal,
bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam
pemikiran filsafat pada umumnya.

F. Manfaat dan Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam

Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi dalam kajiannya


tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan
yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “
At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :

60
Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.
Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa
pendidikan Islam.
Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada
segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan
saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya
sekaligus.

Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan


memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia
mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar
menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam
berbagai jenisnya.
Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan
perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu,
teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia
mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping
memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.

Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan


segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah
semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil
semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi
kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan

61
aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia
tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.

G. Objek Filsafat Pendidikan islam

Karena filsafat pendidikan islam memadukan dua hal


pokok, yang didasarkan ajaran islam, yaknifilsafat dan
pendiidkan, maka objek kajian filsafat pendidikan islam
adalah objekkajian filsafat dan objek kajian pendidikan.

Objek filsafat ada dua yaitu Objek Materia dan Objek


Forma, tentang objek materia ini banyak yang sama
dengan objek materia sains. Sains memiliki objek materia
yang empiris; filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi
bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang
abstrak. Sedang objek forma filsafat tiada lain ialah
mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang
objek materi filsafat (yakni segala sesuatu yang ada dan
yang mungkin ada). Dari uraian tertera di atas jelaslah,
bahwa:
Objek materia filsafat ialah Sesuatu yang ada, seperti
berikut:
o Hakekat Tuhan (metafisik)
o Hakekat Alam dan (kosmologi)
o Hakekat Manusia (Jiwa dan raga)

62
Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan
secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya)
tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada).
Dalam buku Filsafat Agama; Titik Temu Akal dengan
Wahyu karangan Dr. H. Hamzah Ya’qub dikatakan
bahwa objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-
dalamnya. Di sinilah diketahui bahwa sesuatu yang ada
atau yang berwujud inilah yang menjadi penyelidikan dan
menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah:
1. Ada Umum yakni menyelidiki apa yang ditinjau
secara umum. Dalam realitanya terdapat bermacam-
macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam
bahasa Eropa, ADA UMUM ini disebut “Ontologia”
yang berasal dari perkataan Yunani “Onontos” yang
berarti “ada”, dalam Bahasa Arab sering
menggunakan Untulujia dan Ilmu Kainat.
2. Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak yakni
zat yang wajib adanya, tidak tergantung kepada apa
dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan
tidak berpenghabisan ia harus terus menerus ada,
karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal
adanya segala sesuatu. Ini disebut orang “Tuhan”
dalam Bahasa Yunani disebut “Theodicea” dan
dalam Bahasa Arab disebut “Ilah” atau “Allah”.

63
3. Comologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam
dipelajari apakah sebenarnya alam dan
bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak.
Cosmologia ini ialah filsafat alam yang menerangkan
bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan
isinya adanya itu karena dimungkinkan Allah. “Ada
tidak mutlak”, mungkin “ada” dan mungkin “lenyep
sewaktu-waktu” pada suatu masa.
4. Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia
termasuk “ada yang tidak mutlak” maka juga
menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu
sebenarnya, apakah kemampuan-kemampuannya
dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini
diselidiki dan dibahas dalam Antropologia.
5. Etika: filsafat yang menyelidiki tingkah laku
manusia. Betapakah tingkah laku manusia yang
dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia
mana yang membedakannya dengan lain-lain
makhluk.
6. Logika: filsafat akal budi dan biasanya juga disebut
mantiq. Akal budi adalah akal yang terpenting dalam
penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran.
Tanpa kepastian tentang logika, maka semua
penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar.
Tegasnya tanpa akal budi takkan ada penyelidikan.
Oleh karena itu dipersoalkan adakah manusia

64
mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu
mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal,
apakah kebenaran itu dan sampai dimanakah
kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia.
Maka penyelidikan tentang akal budi itu disebut
Filsafat Akal Budi atau Logika. Penyelidikan tentang
bahan dan aturan berpikir disebut logica minor,
adapun yang menyelidiki isi berpikir disebut logica
mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi
dan adapula yang menyebut Critica, sebab akal yang
menyelidiki akal.
Kemudian objek kajian pendidikan adalah tentang
visi misi, tujuan, proses belajar mengajar, tenaga
kependidikan, karakter murid dan mutu lulusan, sarana
prasarana, pembiyayaan, pengelolaan, lingkunga, kerja
sama dan evaluasi.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek
pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang
menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam
semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran
filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang
menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
a. Merumuskan secara tegas sifat hakikat
pendidikan (The Nature of Education).

65
b. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai
subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of
Man).
c. Merumuskan secara tegas hubungan antara
filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaan.
d. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat
pendidikan dan teori pendidikan.
e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara
(ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan).
f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral
pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu
kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat
pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan
upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat
pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan
bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana
tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-
citakan.

H. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

66
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung
indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui
sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari
adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang
menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat
pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau
tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan
dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan
pembahasannya.

Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari


filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena
pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan
menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak
hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam
saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-
ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk
bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah
masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah
guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.

I. Sejarah dan Perkembangan Filsafat Pendidikan


Islam
Awal sejarah perkembangan filsafat pendidikan islam

67
Sejarah perkembangan Filsafat Pendidikan Islam di mulai
ketika terbentuknya filsafat yang mengajarkan tentang usaha
usaha mencari asas asas fundamental pendidikan
Islam.Berfikir logis dan rasional yang mengarahkan
seseorang menjadi pribadi yang berpegangan pada
pendidikan Islam
Sebagai seorang muslim kita harus tahu kapan sejarah
perkembangan Filsafat Pendidikan Islam dimulai,dengan
mengunakan dasar dasar Pendidikan Islam yaitu melalui
alquran ,sunnah,perkataan sahabat serta pemikiran para tokoh
filsafat Islam.Dengan demikian kita mampu mengetahui awal
dimulainya sejarah pendidikan Islam serta
perkembangannya.
Filsafat pendidikan Islam berawal dari zaman seorang
filosof yang bernama Al-kindi karena beliau adalah filosof
pertama didalam dunia Islam,nama AL-Kindi menanjak
setelah hidup dimasa pemerintahan AL-Mu’tashim yang
menggantikan AL-Makmun pada tahun 218 H(833M)
,karena pada waktu itu AL-Kindi dipercaya pihak istana
menjadi guru pribadi pendidik putranya,yaitu Ahmad bin
Mu’tashim.
Pada waktu inilah AL-Kindi berkesempatan menulis
karya karyanya,setelah masa AL-Ma’mun menerjemahkan
kitab kitab yunani kedalam bahasa arab.Karangan karangan
AL-Kindi mengenai filsafat menunjukan ketelitian dan

68
kecermatannya dalam memberikan batasan batasan makna
istilah yang dipergunakan dalam terminologi ilmu filsafat.
Al-qur’an sebagai wahyu yang diturunkan ALLAH SWT
kepada nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat
Jibril,untukmengajarkan manusia khususnya umat muslim
untuk berfilsafat dan mencari hakikat kebenaran secara
mendalam serta menyuruh untuk menjadi golongan orang
orang yang berfikir.Al-quran sangat mengakui keberadaan
akal sebagai alat untuk berfikir manusia. Artinya:“Dan jika
kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu
surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong
penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang
benar”.(al baqoroh ayat 23)[1]
ِ َ‫ب ْالعَ ْر ِش َع ّما ي‬
َ‫صفُون‬ ُ َ‫سدَتَا ۚف‬
ّ َ‫س ْب َحان‬
ِ ِّ ‫َّللاِ َر‬ ّ ‫لَ ْو َكانَ فِي ِه َما آ ِل َهةٌ إِ َّل‬
َ َ‫َّللاُ لَف‬
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci
Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka
sifatkan.(al anbiya ayat 22)
Dari kedua ayat tersebut Al-Quran menyuruh manusia
untuk berfikir secara mendalam tentang sebuah kebenaran
ada nya keesaan Allah SWT .Filsafat Pendidikan Islam
dimasa turunnya alquran mengajar para umat muslim
memikirkan tentang kekuasaan allah swt sehingga mereka
tergolong orang orang yang berfikir.Dengan berfilsafat

69
seorang muslim yang berpegang teguh didalam agama Islam
dengan sumber Al-Qur’an, maka muslim tersebut
memikirkan secara mendalam dan rasional bahwa l Al-
Qur’an sebagai sumber pengetahuan dan pendidikan
,dikarenakan Al-Qur’an tidak bertentangan dengan akal
fikiran manusia.

Nabi Muhammad SAW menganjurkan seorang


muslim untuk berfikir secara mendalam tentang
hakikatkebenaran dengan menggunakan panca
indra.Memikirkan makhluk ciptaan Allah SWT dengan
menggunakan fikiran nya seorang muslim telah
berfilsafat.Ajaran ajaran nabi Muhammad SAW digali
dengan pemikiran maka akan timbul banyak sekali
pengetahuan pengetahuan yang dibenarkan akal manusia.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Berfikirlah tentang nikmat-nikmat Allah, dan jangan sekali-
sekali engkau berfikir tentang Dzat Allah ” [Hadits hasan,
Silsilah al Ahaadiits ash Shahiihah]
Dari arti hadis diatas seorang muslim didalam kehidupan
sehari harinya dianjurkan untuk berfilsafat terhadap nikmat
nikmat yang diberikan Allah SWT kepadanya.Begitu besar
kekuasaan Allah SWT sehingga akal manusia tidak dapat
menjangkaunya.Akal manusia hanya mampu mencari

70
kebenaran secara mendalam dengan menggunakan panca
indra saja (alam semesta dan seisinya)
Pada zaman khulafaurrosyidin yang terdiri dari (Abu
Bakar As-sidiq,Umar bin khotob,Usman bin afan, Ali bin abi
tholib) menyuruh kaum muslim untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dari Al-quran dan Hadits sehingga terciptalah
berbagai ilmu pengetahuan .Dengan upaya yang sangat keras
dan kesungguhan hati antara para kholifah dan umat muslim
berfikir mencari kebenaran secara mendasar sehingga
memunculkan ilmu pengetahuan baru,ilmu pengetahuan baru
tersebut dikembangkan sehingga memunculkan ilmu ilmu
yang lain.
Pemikiran para tokoh filsafat muslim mengenai Filsafat
Pendidikan Islam,mengarahkan dan mengajak seseorang
untuk mencari kebenaran dengan logika secara mendalam
dan mendasar supaya mendapatkan pengetahuan serta
mampu merubah tingkah laku sesuai ajaran Islam.Semua
tokoh filsafat muslim yang tergila gila dengan ilmu
pengetahuan dan sangat suka berfikir rasional.Di antara para
tokoh filsafat muslim yaitu Al –Khindi,Al-Razi,Al- Farabi
,Ibnu Sina,Al- Ghazali dan lain lain.

J. Sejarah pendidikan islam Sebelum kemerdekaan

Masa penjajahan belanda

71
Pemerintah belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun
1619 M, yaitu ketika jan Pieter zoon coen menduduki
Jakarta.dan di lawan oleh sultan agung abdurrohman
kholifatullah sayidi panotogoma.
Kedatangan bangsa barat memeng telah membawa
kemajuan teghnologi.tetapi tujuannya adalah untuk
meningkatkan penjajahannya, bukan untuk kemakmuran
bangsa yang di jajahnya.Begitu pula di bidang
pendidikan.Mereka memprkenalkan sisistem dan metode
baru tetepi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat
membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah dari
pada mereka mendatangkan tenag dari barat.Apa yang
mereka sebut pembaharuan pendidikan itu adalah
westwrnisasi dari keristenisasi yakni untuk kepentingan barat
dan nasroni.
Dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajah
barat di Indonesia selama 3,5 abad. Setelah belanda dapat
mengatasi pembrontakan-pemerontakan dari tokoh-tokoh
politik dan agama yaitu pangeran Diponegoro,imam
bonjol,tengku cik di tiro,pangeranantasari,sultan hasanuddin,
dll, maka sejarah kolonialisme di Indonesia mengalami fase
yang baru,yaitu belanda secara politik sudah dapat menguasai
Indonesia. Raja-raja di daerah masih ada, tetapi tidak dapat
berkuasa penuh, baik di segi kewilayahanya maupun di
bidang ketatanegaraanya.Belanda berkuasa mengatur

72
pendidikan dan kehidupan beragama, sesuai dengan perinsip-
perinsip kolonialisme, westernisasi dan keristenisasi.
Gubernur Jendral Van den Kapelen pada tahuan 1819 M
mengambil inisiatif merencanakan berdirinya sekolah dasar
bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah
belanda. Dalam surat edarannya kepada para bupati tersebut
sebagai berikut : “ dianggap penting untuk secepat mungkin
mengadakan peraturasn pemerintah yang menjamin
meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk
pribumi agar mereka lebih mudah untuk dapat menaati
undang-undang dan hukum Negara”.
Ketika Van Den Boss menjadi gubernur Jendral di
Jakarta pada tahun 1831, keluarlah kebijaksanaan bahwa
sekolah-sekolah gereja di anggap dan di perluakan sebagai
sekolah pemerintah.Departeman yang mengurus pendidikan
dan keagamaan di jadikan satu.Dan di tiap daerah
keresidenan di dirikan satu sekolah agama keristen.
Jiwa dari surat edaran di atas menggambarkan tujuan dari
pada di dirikannya sekolah dasar pada zaman itu. Pendidikan
agama islam yang ada di pondok pesantren, masjid, mushola
dan lain sebagainya di anggap tidak membantu pemerintah
belanda. Para santri pndok pesantern masih di anggap buta
huruf latin.

73
Politk pemerintah belanda terhadap rakyat Indonesia
yang mayoritas islam di dasari oleh rasa ketakutan, rasa
panggilanagamanya dan rasa kolonialismenya.
Pada tahun 1882 pemerintah belanda membentuk suatu
badan kusus yang bertugasa mengawasi kehidupan beragama
dan pendidikan islam yang di sebut priesterraden. Atas
nasehat dari badan inilah maka pada tahun 1905 M
pemerintah mengeluarkan peraturan yang isinya bahwa orang
yang memberikan pengajaran (baca pengajian) harus minta
izin terlebih dahulu.
Pada tahu 1925 M pemerintan mengeluarkan peraturan
yang yang lebih ketat lagi terhadap pendidikgama islam yaitu
bahwa tidak semua orang (kiai) boleh memberikan pelajaran
mengaji. Peraturan itu munggkin di sebabkan oleh adanya
gerakan organisasi pendidikan islam yang sudah tampak
seperti : Muhamaddiyah, Partai syarikat islam, Alirsyad,
Nahdhotul waton, Dll.
Pada tahun 1932 M kelur pula peraturan yang dapat
memberantas dan menupup madrasah dan sekolah yang tidak
ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak di sukai
oleh pemerintah yang di sebut Ordonansi Sekolah Liar
(Wilde School Ordonantie).peraturan ini di keluarkan setelah
munculnya gerakan Nasionalisme-Islamisme pada tahun
1928 M, berupa Sumpah Pemuda. Selain dari pada itu untuk
lingkungan kehidupan keristen di Indonesia yang selalu

74
menghadapi reaksi dari rakyat, dan untuk menjaga dan
menghalangi masuknya pelajaran agama di sekolah umum
yang kebayakan muridnya beragama islam, maka pemerintah
mengeluarkan peraturan yang di sebut netral agama. Yakni
bahwa pemerintah bersikap tidak memihak kepada salah satu
agama sehingga sekolah pemeritah tidak mengajarkan
agama.Dan pemerintah melindungi tempat peribadatan
agama (indische staat regeling pasal 173-174).
Masa penjajahan jepang
Jepang menjajah Indonesia setelah mengusir pemerintah
hindia belanda dalam pereng dunia ke II. Mereka menguasai
Indonesia pada tahun 1942 M, Dengan membawa semboyan:
asia timur raya untuk asia dan semboyan asia baru.
Pada bapak pertamanya pemerintah japang
menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan islam,
yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan perang
kedua.
Untuk mendekati umat islam Indonesia merek menempuh
kebijaksanaan antara lain :
Kantor urusan agama yang pada zaman belanda tersebut :
kantor Voor Islamistische Saken yang di pimpin olah orang-
orang Oreantalisten Belanda, di ubah oleh jepang menjadi
kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulma’ islam sendiri yaitu
K.H.Hasyim Asyari dari jombang dan di daerah di bentuk

75
Sumuka. Pondok pesantren yang besar-besar sering
mendapatkan kunjungan dan bantuan dari pembesar-
pembesar japang. Sekolah negri diberi pelajaran budi pekerti
yamg isinya identik denganajaran agama.
Disamping itu pemerintah japng menginjinkan
pembentukan barisan khisbullah untuk memberikan latihan
dasar kemiliteran bagi umat islam. Barisan ini di pimpin oleh
K.H.Zainukl arifin. Pemerintah jepang menginjinkan
berdirinya sekolsh tinggi islamdi Jakarta yang di pimpin oleh
K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.
Para ulama’ islam bekerja sama dengan pemimpin-
pemimpin nasionalis di izinkan membentuk barisan pembela
tanah air (PETA). Tokoh-tokokoh santri dan pemuda islam
ikut dalam latihan kader meleter itu. Umat islam di izinkan
meneruskan organisasi persatuan yang di sebut : Majlis Islam
A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat Kemasyarakatkan.
Maksud dari pemerintah japang adalah supaya kekiatan umat
islam dan nasiaonalis dapat dibina untuk kepentingan perang
Asia Timur(Perang Dunia Ke II) raya yang dipimpin japan.
Beberapa tahun menjelang berahirnya perang itu tampak
semakin jelas betapa beratnya jepang menghadapi musuh dari
luar dan oposisi dari rakyat Indonesia sendiri.Ahirnya japang
menampakkan sewenang-wenang dan lebih kasar dari bangsa
belanda.

76
Dunia pendidikan secara umumterbengkali, karma murid-
murid setiap hari hanya di suruh gerak badan, baris berbaris,
bekerja bakti(romusho) dan lain-lain. Yang masih beruntung
adalah madrasah-madrasah ada di lingkungan pondok
pesantren yang bebas langsung dari pemerintah japing.
Sejarah pendidikan islam sesudah merdeka
Pada tanggal 17 agustus 1945 Indonesia merdeka.tapi
musuh-musuh Indonesia tidak diam, bahkan berusaha untuk
menjajah kembali. Pada bulan oktober 1945 para ulama’ di
jawa memproklamasikan perang jihad fi sabilillah terhadap
belanda atau sekutu. Hal ini berarti memberikan fatwa
kepastian hukum terhadap perjuangan umat islam. Isi fatwa
tersebut adalah sebagai berikut :
➢ Kemerdekaan Indonesia (17 agustus 1945) wajib di
pertahankan.
➢ Pemerintah RI adalah satu-satunya pemerintah yang
sah dan wajib di bela dan di selamatkan
➢ Musuh-musuh RI (belanda atuau sekutu), pasti akan
menjajah kembali bangsa Indonesia karna itu kita
wajib mengangkat senjata untuk menghadapi mereka.
➢ Kewajiban-kewajiban tersebut di atas adalah Jihad
Fisabilillah.
Di tengah-tengah bekobarnya revolusi visik,
pemerintah RI tetap membina pendidikan agama pada

77
khususnya.Pembinan pendidikan agama itu secara formal
institusional dipercayakan kepada Depatermen Agama dan
Departemen P&K (Dep Dik Bud).Oleh karena itu
maka di keluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara
kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan
agama di sekolah-sekolah umum (Negri Dan Swasta).adapun
pembinaan pendidikan agama di sekolah agama di tangani
oleh departemen agama sendiri.
Pendidikan Agama Islam untuk sekolah umum mulai
diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember
1946.sebelum itu pendidikan agama sebagai pengganti
pendidikan budi pekerti yang sudah ada sejak zaman jepang,
berjalan sendiri-sendiri di masing-masing daerah.
Pada bulan Desember 1946 di keluarkan peraturan
bersama dua mentri yaitu mentri Agama dan Mentri
Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan bahwa
pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR(Sekolah
Rakyat = Sekolah dasar) sampai kelas VI. Pada masa itu
keadaan keamanan di Indonesia belum mantap sengga SKB
Dua mentri diatas belum dapat berjalan dengan semestisnya.
Daerah-daerah diluar jawa masih banyak yang memberikan
Pendidikan agama mulai kelas satu SR. Pemerintah
membentuk majlis pertimbangan Pengajaran Agama Islam
pada tahun 1947, yang di pimpin oleh Kihajar Diwantoro dari
departemen P & K dan Prof.Drs. Abdulluah Sigit dari

78
departemen agama.Tugasnya ikut mengatur pelaksanaan dan
mentri pengajaran agama yang di berikan di sekolah umum.
Pada tahun 1950 dimana kedaulatan Indonesia telah pulih
untuk seluruh Indonesia, maka rencana pendidikan agama
untuk wilayah indonesia maka di sempurnakan dengan di
bentuknya panitia bersama yang di pimpin oleh prof.
Mahmud Yunus dari departemn agama dan Mister Hadi dari
departemen P & K. Hasil dari panitia itu adalah SKB yang di
keluarkan pada bulan januari 1951. Isinya ialah :
Pendidikan agama di berikan mulai kelas empat
Sekolah Rakyat(Sekoah Dasar).Di daerah-daerah yang
masyarakat agamanya kuat, Maka pendidikan agama di
berikan mulai kelas satu SR dengan catatan bahwa mutu
pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang di bandingkan
dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya di berikan
mulai kelas empat.Di sekolah lanjutan Tingkat Pertama dan
Tingkat Atas (Umum Dan Kejuruan) di berikan pendidikan
agama sebanyak dua jam dalam seminggu.
Pendidikan agama di berikan pada murid-murid
sedikitnya sepuluh orang dalam satu kelas dan mendapat izin
dari orang tua atau walinya.
Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan
mentri pendidikan agama di tanggung oleh departemen
agama. Dalam siding peleno MPRS, Pada bulan Desember
1960 di putuskan sebagai berikut dalam ayat tiga dari pasal

79
tersebut diyatakan bahwa pendidikan agama menjadi mata
pelajaran di setiap sekolah-sekolah umum, mulai Sekolah
Rendah (Dasar) Sampai Universitas.
Pada tahun 1966 MPRS bersidang lagi.Suasana pada
waktu itu ialah membersihkan sisa-sisa mental G. 30
S/PKI.Dalam keputusannya dalam bidang pendidikan agama
telah mengalami kemajuan yaitu dengan menghilangkan
kalimat terakhir dari keputusan terdahulu. Maka sejak
tahun1966 pendidikan agama islam menjadi vak wajib mulai
dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi umum negri di
seluruh Indonesia.
Kehidupan sosial, agama dan politik di Indonesia sejak
tahun 1966 mengalami perubahan yang sangat besar.Priode
ini di sebut Orde Baru dan zaman munculnya angkatan baru
yang di sebut angkatan 66.
Dalam siding MPR yang menyusun GBHN pada tahun
1973-1978 ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi
mata pelajaran wajib disekolah-sekolah negri dalam semua
tingkat (Jenjang) Pendidikan.

80
BAB III ALIRAN FILSAFAT TRADISIONAL DALAM
PENDIDIKAN
Filsafat telah mengalami perubahan-perubahan
sepanjang masanya dalam suatu kegiatan atau aktivitas yang
menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai
sasaran utamanya. Demikian juga pada filsafat pendidikan.
Ada beberapa aliran filsafat yang digunakan dalam dunia
pendidikan.
1. Aliran Filsafat Idealisme
Idealisme adalah aliran filsafat pendidikan yang
menyatakan bahwa pengetahuan dan kebenaran ialah ide.
Aliran ini merupakan lawan dari realisme. Dimana idealisme
menganggap bahwa segala bentuk realita adalah manifestasi
ide.
Secara Pentingnya filsafat idealisme dalam pendidikan
karena peserta didik dapat meningkatkan kemampuan atau
bakat terpendamnya melalui akal atau ide yang kemudian
direalisasikan.
Tokoh Aliran Idealisme
1. Plato
Konsep ilmu pengetahuan menurut plato dibedakan
menjadi dua macam, yaitu indrawi dan kejiwaan. Indrawi ini
sifatnya tidak tetap artinya berubah-ubah dan hanya

81
sementara. Sedangkan kejiwaan yang menghasilkan nilai
yang tidak berubah dan kebijaksanaa.
2. Elea
Elea berpendapat bahwa sesuatu yang ada itu tidak ada
seluk beluknya dan tidak berubah. Yang Nampak oleh
pancaindra bukanlah yang sesungguhnya tetapi hanya
wujudnya saja. Oleh karena itu kebenaran tidak hanya yang
terlihat saja tetapi harus dengan pikiran.
3. Hegel
Menurut Hegel roh merupakan sesuatu yang konkret dan
real. Dan konsep roh didapat atau diilhami dari agama.
Prinsip idealisme menurut hegel ialah bahwa semua realita
harus disepadankan dengan subjek, untuk itu ia juga
mementingkan rasio.

4. Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 di Konigsberg. Ia
mengemukakan bahwa pengalaman ditentukan oleh indrawi
yakni berupa metafisika dan spikologi. Kant juga menentang
aliran metafisika. Ia juga menyatakan bahwa indra dan akal
saling bekerja sama dalam menghasilkan pengetahuan yang
pasti.
5. David Hume

82
David hume berpendapat bahwa ide adalah primer
sedangkan materi adalah sekunder. Jadi ia mengutamakan ide
daripada selainnya karena materi diciptakan oleh ide.
6. Al-Ghazali
Sebenarnya Al-ghazali lebih berpaham empirisme dalam
pendidikan karena ia tidak percaya tentang pengetahuan yang
diperoleh dengan akal begitupula pengetahuan yang dihasilan
pancaindra. Tetapi ia menganut idealisme dengan meletakkan
agama sebagai dasar pandangannya.
Al-ghazali sangat menekankan pendidikan pada anak
didik dan orang tua lah yang berpengaruh besar tehadap
pendidikan anaknya. Selain itu al-ghazali mempunyai kriteria
khusus untuk guru dan murid yang baik dalam sudut pandang
Pendidikan
2. Realisme
Filsafat Realisme menurut pandangan bahwa objek-objek
Indra adalah rel dan berada sendiri tanpa sandaranbtenoa
pengetahuan lain atau kesadaran akal. Realisme merupakan
salah satu akal yang klasik yang disandarkan pada Aristoteles
yang memandang dunia material yang artinya segala sesuatu
yang nyata atau real dapat memunculkan upaya yang selektif
terhadap berbagai pengalaman dan memperdayagunakan
fungsi akal.
Tokoh-tokoh aliran Filsafat Realisme.

83
1. Johan Amos Comenius
Dia adalah pemikiran tokoh terhadap pendidikan yang
dapat digolongkan Realisme Religius yaitu tentang manusia
untuk mencapai dua tujuan yang pertama yaitu keselamatan
dan kebahagiaan dan yang kedua yaitu keadaan dan
kehidupan yang sejahtera.
2. Wiliam MC Gucken
Dia pengikut dari Aristoteles dan Thomas yang berakal
pada metafisika dan epistemologi vfia juga natural dan
supranatural. Menutut Gucken tanpa tuhan tidak ada tujuan
hidup pada akhirnya tidak ada tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan itu sendiri adalah mempersiapkan
manusia untuk hidup didunia pada akhirnya untuk mencapai
akhir yang abadi didunia. Dia juga beranggapan tentang
Moral Realisme menyatujui bahwa kita dapat mengetahui
hukum moral tersebut dengan menggunakan akal namun
secara tegas beranggapan bahwa hukum moral tersebut
diciptakan oleh Tuhan.
3. Francis Bacon
Dia adalah seorang filsuf negarawan dan juga penulis di
Inggris. Dia juga dikenal sebagai kritikus yang hebat terhadap
ilmu pengetahuan dan pendidikan. Teori pendidikan Bacon
sesuai dengan filosofis Realisme bahwa kebenaran atau objek
yang bisa diuji. Semua kebenaran harus diketahui secara

84
pasti, disimpulkan, dibandingkan dan dipakai sebagai satu-
satunya dasar kesimpulan batau ilmu pengetahuan.
4. John Locke
Dia filsuf yang berasal dari Inggris yang banyak
mempelajari Kristen. Filsafat ini dikatakan anti metafisika dia
memandang bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat
metafisik dan universal. Dia berkeyakinan bahwa sesuatu
yang dikatakan benar jika didasarkan pengalaman-
pengalaman indrawi yang sifatnya induksi.
3. Neoskolatisme

Filsafat Esensialisme didasari oleh pemikiran filsafat


idealisme Plato dan realisme Aristoteles. Aliran filsafat
Esensialisme muncul pada zaman renaissance merupakan
perpaduan ide filsafat idealisme objektif di satu sisi dan
realisme objektif di sisi lainnya. Perbedaan utama ialah dalam
memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh
fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran
dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.

Pemikiran tokoh-tokoh esensialisme


1. William C Bagley
Ia adalah seorang pendidik yang berasal dari Amerika. Ia
lahir tahun pada tahun 1876 lalu meninggal pada tahun 1946.

85
Ia berpendapat bahwa filsafat pendidikan mempunyai
beberapa ciri diantaranya yaitu:
• Minat kuat pada seorang peserta didik sering gugur pada
tahap awal.
• Pengawasan, bimbingan, pengarahan.
• Kemampuan mendisiplinkan diri untuk mencapai
tujuan.

2.Johan Frieddrich Herbet


Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan yaitu untuk
menyesuaikan jiwa seseorang disertai dengan kebijaksanaan
dari tuhan. Sedangkan dalam mencapai sebuah proses tujuan
pendidikan yaitu melalui sebuah pengajaran.
3. William T Haris
Ia berpendapat bahwa tugas pendidikan yaitu
terbentuknya realitas dengan tujuan yang tidak dapat
dielakkan.
4. Johan Freederich Frobel
Ia lahir pada tahun 1782. Ia adalah seorang tokoh
trasendental. Menurutnya tugas pendidikan yaitu
membimbing peserta didik ke arah kesadaran diri yang murni.
Ia juga berpendapat bahwa esensialisme menawarkan sebuah
teori yg kokoh dan kuat dalam suatu pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya memberikan teori yg lemah.

86
Maksudnya adalah aliran esensialisme ini sudah
menyediakan banyak teori dalam pembelajaran yang kuat dan
kokoh untuk pendidikan, tetapi pada kenyataannya sekarang
banyak sekolah-sekolah yang progesivismenya atau cara
penyampaiannya itu lemah.

87
BAB IV ALIRAN FILSAFAT MODERN DALAM
PENDIDIKAN

A. Pragmatisme
Aliran pragmatisme ini terdiri dari dua kata yang berasal
dari bahasa yunani yaitu: pragma yang berarti "perbuatan atau
tundakan" dan isme berarti "ajaran atau pandangan". Jadi
pragmatisme ini menekankan bahwa pemikiran yang
memiliki tindakan dalam pendidikan aliran pragmatisme
berpandangan bahwa kriteria kebenaran suatu ialah yang
memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata, semakin banyak
manfaatnya maka semakin benar bagi kalangan pragmatis.
Tujuan pragmatisme dalam pendidikan bahwa
pendidikan harus mengajarkan seseorang yang berpikir dan
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi. Dalam
aliran pragmatisme pendidikan ada dua sudut pandang, yaitu:
peserta didik dan pendidik.
Tokoh-tokoh pragmatisme beserta pemikiranya
1. Charles sanders peirce (1839)
Dalam konsepnya, ia menyatakan bahwa sesuatu
dinyatakan berpengaruh bila memang membuat hasil yang
praktis. Ia juga mengatakan bahwa pragmatisme sebenarnya
bukan suatu metafisika dan juga bukan teori kebenaran
melainkan suatu teknik memecahkan masalah.

88
2. William James (1842)
Ia lahir di New York pada tahun 1842, ia juga dikenal luas
dengan bidang psikolog. Dalam aliran ini James
mengemukakan bahwa tidak ada kebenaran mutlak yang
berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri.
3. John Diwey (1859-1852)
Ia merupakan seorang pragmatis, tetapi pemikiranya
sering disebut dengan instrumentalis. Tujuan filsafat diwey
untuk mengatur kehidupan dan aktifitas manusia agar lebih
baik.
4. Herakleitos (550-480SM)
Ia dikenal dengan sebutan si gelap karena pemikiranya
sukar untuk dipahami, pemikiran yang paling terkenal dari
Herakleitos adalah perubahan alam semesta.

B. Eksestensialisme
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang lahir
karena ketidakpuasan beberapa filsuf pada masa yunani yang
memandang manusia mempunyai kebebasan untuk
melakukan tindakan dan bertanggung jawab atas tindakan
yang telah diperbuat.
Aliran eksistensialisme terbagi menjadi dua yaitu :

89
1. Teitis : manusia mempunyai kebebasan bereksisitensi
namun eksistensinya di pengaruhi oleh kehendak tuhan
bukan kehendak manusia itu sendiri.
2. Ateitis : manusia mempunyai kebebasan bereksistensi dari
dirinya sendiri bukan dari kehendak dari tuhan.
Contoh di dalam pendidikan yaitu guru ikut serta dalam
membimbing dan memfasilitasi peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh peserta
didik.
Metode pembelajaran Humanistik dinilai sangat
cocok dengan aliran filsafat eksistensialisme karena metode
humanistik sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat
serta potensi manusia/peserta didik itu sendiri.
Madhab humanistik berarti semua aliran yang
menjadikan manusia sebagai subjek bukan objek. Termasuk
eksistensialisme yang memfokuskan pemikirannya kepada
manusia.
Perbedaan pemikiran dalam eksistensialisme berawal
dari anggapan esensi yang mendahului eksistensi ataupun
sebaliknya. Sebagian yang berpikir esensi mendahului
eksistensi beranggapan manusia memiliki keterbatasan dalam
dunia ini, dan Tuhan menjadi penolongnya. Ini adalah orang
teistik.

90
Sebagian lainnya, eksistensi mendahului esensi.
Segala sesuatu yang dikatakan benar itu yang terlihat. Yg tak
terlihat tidak pernah ada, semuanya tidak ada kecuali diri kita
dalam kehidupan ini. Inilah sebagian penganut atheistik.
Sedangkan dalam dunia pendidikan, misal nya, orang yg
dikatakan pinter kalau nilainya bagus.
-Pemikiran tokoh-tokoh eksistensialisme
1. Jean Paul Satre
Satre adalah pencetus aliran filsafat eksistensialisme
yang pemikirannya lebih pada kebebasan manusia, manusia
bebas memilih apa yang di inginkan dan apa yang tidak di
inginkan. Ia berpendapat bahwa manusia dalam
kesehariannya mendahului eksistensinya berbeda dengan
benda lain.
2. Soren Kierkegaard
Menurutnya eksistensi manusia adalah kebebasan
sedangkan kebenaran adalah kebenaran untuk dirinya sendiri
dan tidak dapat diganggu karena sudah mutlak. Sedangkan
beberapa filsuf lain hanya melihat dari teori dan konsepsi
dalam mencari kebenaran, oleh karena itu sangat penting
untuk menciptakan eksistensi dari teoritis dan konsepsi dalam
diri masing-masing orang. Dan menurut nya kebenaran
objektif berasal dari individual itu sendiri bukan dari orang
lain dan sudah mutlak adanya.

91
3. Martin Buber
Menurutnya eksistensi manusia tidak murni dari
manusia itu sendiri dan eksistensi manusia ada karena relasi
antar individu dengan orang lain. Ia memiliki sebuah
pemikiran yaitu tentang prinsip dialogis, dimana manusia
memiliki sebuah relasi yang fundamental dan berbeda antara
manusia dengan tuhannya. Ia juga menulis sebuah buku yang
berisikan tentang sebuah asumsi dasar yang diperlukan dalam
pendidikan karakter.
4. Martin Heidegger
Menurutnya eksistensialisme lebih dikenal sebagai
bentuk dari gaya berfilsafat, pokok utamanya yaitu
membahas tentang manusia dengan mahluk yang lain. Jadi,
eksistensialisme yaitu salah satu hubungan yang berkaitan
pada filosofi dengan apa yang ada di sekitar kita. Contohnya
seperti dengan tetangga, sanak saudara dll
5. Karl Jasper
Ia mempunyai pemikiran yang berbeda yaitu tentang
"kebenaran ajaib" menurutnya manusia mempunyai
kebebasan yang luas tetapi kebebasan manusia itu pasti ada
batasannya. Batasan-batasan itu adalah : penderitaan,
perjuangan, bersalah, dan kematian. Jadi, setiap manusia itu
pasti mempunyai kebebasan mau melakukan apa saja yang
mereka inginkan akan tetapi jika manusia sudah tiada atau

92
mati kebebasan yang ia miliki akan hilang karena
eksistensinya sudah tidak ada.
6. Paul Tilich
Ia lahir pada tahun 1886 di chiccago. Ia mengartikan
eksistensialisme sebagai suatu pandangan hidup bagi seorang
individu, gerakan protes dan sebagai ungkapan dari sebuah
ekspresi manusia atas apa yang dirasakan terhadap sesuatu.
7. Marcel
Ia berkebangsaan perancis dan ibunya meninggal saat
ia berusia 4 tahun. Ia berpendapat bahwa hakikat keberadaan
manusia adalah memahami keberadaan diri sendiri dan orang
lain. Jadi, kita tidak boleh egois mementingkan kepentingan
pribadi, kita juga harus melihat orang di sekitar kita,
lingkungan sekitar dan keadaan di sekitar kita. Ia juga
mengartikan filsafat eksistensialisme yaitu sebuah filsafat
dengan metode-metode klasik yang jarang adanya.

C. Progresivisme

Aliran progrisivisme berasal dari kata "Progresif" yang


berarti maju, sehingga aliran progresivisme lebih
mengutamakan masa depan dan cenderung untuk
meninggalkan masa lalu. Aliran progrisivisme mempunyai
citi-ciri antara lain sebagai berikut:

93
Bahwa manusia mampu menghadapi lingkungan atau
dunia yang bersifat kompleks dan dinamis dengan
menggunakan pikiran dan kekuatan nya sendiri, dan aliran
progresivisme ini berkembang pesat pada abad ke 20 dalam
dunia pendidikan
Hubungan aliran progresivisme dengan aliran-aliran yang
lain:

-Aliran Materialisme
-Aliran Naturalisme
-Aliran Eksperimentalisme
-Aliran Instrumental is me
-Aliran Environmentalism
-Aliran Pragmatisme
2.Toko-Tokoh Aliran Progresivisme
1. William James:
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti
juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi
biologis dan nilai kelanjutan hidup, dan dia menegaskan agar
fungsi otak atau fikiran itu dipelajari sebagai bagian dari kata
pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam, jadi James
menolong untuk membebaskan ilmu jiwa prakonsepsi
teologis, dan menempatkan nya diatas dasar ilmu Prilaku
3. John Dewey:

94
Teori Dewey tentang sekolah adalah progresivisme
yang lebih menekankan kepada anak didik dan minatnya dari
pada mata pelajarannya sendiri, progresivisme
mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang
belum jelas
3. Godfrey Kneller
Menurut Kneller, prinsip-prinsip progresivisme
adalah pendidikan itu seharusnya kehidupan bukan persiapan
untuk hidup. Adapun sistem belajar harus dikaitkan dengan
Minat dan kebutuhan siswa, serta memuat berbagai metode
pemecahan masalah (Problem Solving) terhadap masalah
hidup.

D. Perenialisme

Filsafat perenial adalah suatu pengalaman mistis


universal yang telah ada dan akan selalu ada selamanya.
Filsafat perenial merupakan yang pertama, metafisika yang
mengakui realitas ilahi bagi dunia benda-benda hidup dan
akal. Yang kedua, psikologi yang menemukan sesuatu yang
sama dalam jiwa. Yang ketiga, etika yang menempatkan
tujuan akhir manusia pada pengetahuan tentang dasar dari
segala yang ada.
Filsafat sebenarnya adalah suatu pandangan yang menjadi
pegangan hidup bagi mereka yang menyebut dirinya
pengabut hikmah. Cikal bakal filsafat sebenarnya sudah ada

95
pada ajaran nabi terdahulu, yang ajarannya meliputi dua
aspek yaitu ma’rifat dan filsafat.
Tokoh-tokoh perenialisme
1. Plato
Ia berasal dari keluarga aritrokasi yang turun-temurun
memegang politik penting dalam atena. Plato memiliki
kedudukan yang istimewa sebagai seorang filosof. Ia pandai
menyatukan puisi, ilmu, seni dan filosofi. Pandangan yang
abstrak sekalipun dapat di lukiskan dengan gaya bahasa yang
indah. Menurut Plato, pendidikan adalah membina yang
sadar dalam melaksanakan aspek kehidupan. Pendidikan
yang ideal harus di dasarkan pada faham, kemauan dan akal.
2. Aristoteles
Ia merupakan murid dari Plato. Menurut Aristoteles
pendidikan adalah bentuk kebiasaan pada tingkat pendidikan
usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan
moral. Pendidikan perkembangan merupakan titik pusat
perhatian dengan filsafat sebagai alat untuk pencapaiannya.
3. Thomas Aqueness
Menurutnya tujuan pendidikan sebagai usaha untuk
merealisasikan kapasitas dalam setiap individu manusia
sehingga menjadi aktualitas. Tugas seorang pendidik adalah
untuk mempersiapkan peserta didik ke arah kematangan

96
intelektualnya. Dengan pengembangan akal, maka fikirannya
dapat tinggi kemampuannya.
4. Robert Menahertin
Ia adalah seorang filusuf pendidikan Amerika, ia
adalah presiden pada tahun 1929-1945. Ia mengemukakan
bahwa manusia pada hakikatnya ialah makhluk rasiaonal.
Tujuan pendidikan yaitu untuk mencapai kebajikan.
Menurutnya pendidikan yang ideal yaitu pendidikan yang
menumbuhkan intelektual.
5. Artimatler
Ia seorang penulis pelopor pendidikan filusuf
Amerika serikat. Ia adalah seorang filusuf yang menafsirkan
manusia adalah makhluk rasionalitas yang memiliki
kemampuan intelektual yang mana melalui tindakan-
tindakan seperti berfikir, menulis, membaca dan lain-lain.
Pandangannya yaitu peserta didik akan aktif jika guru
mengajarkan dan menerapkan perilakunya yang baik.
Terdapat tiga konsep filsafat pendidikan aliran perenialisme
Hakikat pendidikan
Kaum perenialisme memandang pendidikan sebagai
proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti
dahulu yang dianggap sebagai kebudayaan yang ideal. Tugas
pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-
nilai kebenaran yang pasti, absolut dan abadi. Penganut

97
perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga
benar.
2. Guru
Guru memiliki peran yang dominan dalam
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru
hendaknya adalah orang yang mempunyai cabang ilmu yang
bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan bagi
siswanya dan guru dipandang memiliki otoritas dalam suatu
bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.
3. Hakikat murid
Murid dalam aliran perenialisme merupakan makhluk yang
dipimpin oleh prinsip-prinsip utama kebenaran-kebenaran
abadi. Hakikat pendidikan upaya proses transformasi
pengetahuan dan nilai pada subjek pendidik.
Kurikulum pendidikan dalam aliran penerialisme
Dalam filsafat ini, kurikulum pendidikan yang harus
dipelajari ialah tentang subjek atau mata pelajaran yang sulit
dipahami oleh murid. Dan pengaruh aliran perenialisme
dalam dunia pendidikan, berpandangan bahwa dunia
pendidikan yang tidak menentu dan penuh kekacuan. Seperti
kita rasakan dimasa ini, tidak ada yang baik kecuali kepastian
tujuan pendidikan dan kestabilan peserta didik. Tujuan
pendidikan adalah untuk membantu peserta didik

98
menyiapkan nilai-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai
kebaikan hidup.
Aliran ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan
Kelebihan
1. Perenialisme mengangkat kembali nilai-nilai umum
yang menjadi pandangan hidup yang kokoh pada
zaman kuno.
2. Kurikulum menekankan pada perkembangan
intelektual siswa pada seni dan sains untuk menjadi
terpelajar.
Kelemahan
1. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari.
2. Perenialisme kurang menerima adanya perubahan
karena menurut mereka perubahan banyak
menimbulkan kekacauan dan ketidak teraturan
terutama dalam kehidupan moral.
E. Esensialisme
Esensialisme ini adalah suatu pendidikan yang
didasari dengan hal-hal kebuyaaan di jaman dulunya dimana
budaya itu sudah ada dan bersifat menetap, akan tetapi di
jaman modern ini dari segi Esensialis nya tersendiri sudah
banyak orang indonesia sendiri menghilangkan atau

99
menghapus sebuah budaya yang dulunya dimana kebudayaan
tersebut masih bermanfaat bagi kita.
Akan tetapi dengan adanya Aliran filsafat pendidikan
esensialisme ini bagi kita sendiri insyaallah bisa mengubah
dan mengembalikan kebudayaan yang jaman dulu masih
tetap dan tidak terhapus. nahh, esensialisme ini bahwa sebuah
pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang dimana
mempunyai sebuah kejelasan dan tahan lama yang dimana
mempunyai sebuah tata yang jelas dalam nilai-nilai
pendidikan tersebut dan bersangkutan juga dengan nilai-nilai
sosial maupun budaya serta kemanusiaan.
Dari faham ini bisa di artikan bahwasanga aliran
esensialisme adalah suatu pengetahuan atau pendidikan untuk
membudidayakan sebuah budaya di jaman dulunya agar tidak
terhapuskan dan masih bisa tetep di pakai dalam kebudayaan
negara masing-masing.
Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme
1. Desiderius Erasmus :
Tokoh ini berpendapat bahwasanya ia ingin sekolah-
sekolah atau pendidikan menjadi sebuah pendidikan yang
unggul dan bersifat internasional. Dan tokoh ini juga dimana
ia pertama kali menolak suatu pandangan hidup dimana yang
yang berpijak kepada lainnya.
2. Johan Amos Cosmenius :

100
beliau ini berpendapat bahwasanya sebuah pendidikan itu
berperana pada anak dimana yang sudah sesuai dengan
kehendak Tuhan kenapa begitu? Karena, pada hakikatnya
dunia ini adalah dinamis dan memiliki sebuah tujuan.
3. John Locke :
ia ini berpandangan sebuah pendidikan itu sesuatu yang
sangat dengan situasi dan kondisinya masing-masing
bagaimana cara untuk bisa menjadi sebuah pendidikan yang
mencapai internasional dan profesional.
4. Johan Henrich Pestalozzi ;
nah ia ini mempunyai sebuah kepercayaan kalau sifat-sisat
alam itu sebuah cerminan pada manusia itu sendiri dari
demikian manusia ini dapat kemampuan dan kekurangannya
masing-masing.
5. Johann Friederich Frobel :
beliau ini berpendapat dan berkeyakinan bahwasanya
manusia ini adalah sebuah makhluk hidup yang dimana suatu
ciptaan Tuhan yang dimana mereka (manusia) ini sebagai
sebagian dari alam semesta ini.
6. Johann Friedereck Harbert :
dimana beliau ini berpendapat bahwasanya sebuah
pendidikan itu adalah pengajaran untuk mendidik. Dan
bahwasanya pendidikan adalah menyesuaikan sebuah jiwa
seseorang dengan suatu kebajikan dari hal yang mutlak.

101
7. William T. Harris :
beliau ini dimana ia pernah berusaha menerapkan sebuah
idealisme yang obyektif pada pendidikan umum. Dan dari
segala tugas pendidikan ini bagi beliau adalah sebuah reality
yang sudah bersusunan dengan pasti dari sebuah kesatuan
spiritual.

F. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari kata Rekonstruksi,
tersusun dari dua kata "Re" yang artinya kembali dan
"konstruk" yang artinya menyusun. Jika keduanya
digabungkan maknanya menjadi penyusunan kembali. Dalam
filsafat pendidikan rekonstruksionisme adalah suatu aliran
yang berupaya merombak tata susunan lama dan juga tata
susunan hidup kebudayaan yang mempunyai corak modern
serta menjadi kesepakatan antar manusia.
Pemikiran Tokoh Rekonstruksionisme
a. George Counts (1889-1974)
George Counts mengembangkan pendekatan baru
terhadap pendidikan. Pokok pikiran George Counts yaitu
mengajak para pendidik untuk membuang mentaliatas budak,
agar berhati-hati dalam mengumpulkan kekuatan dan
berjuang membentuk sebuah tatanan sosial baru yang

102
didasarkan pada sistem ekonomi kolektif dan juga prinsip
demokratis.
b. Caroline Pratt (1867-1954)
Caroline Praty mengungkapkan idenya dari Friedrich
Froebel tentang sesuatu yang bisa memberikan anak-anak
kesempatan untuk mewakili dunia mereka. Ia juga merancang
sebuah unit blok yang menjadi bahan dasar di sekolah yang
ada di Amerika Serikat.
c. Paulo Freire (1921-1997)
Ide-idenya tentang pendidikan dan menganalisis
masalah pendidikan yang berkaitan dengan politik
pemerintah yang menjadikan masyarakat bawah sebagai
kaum yang tertindas. Tujuan pendidikan tersebut adalah
penyadaran, bukan teknik untuk menyalurkan atau untuk
pelatihan ketrampilan, melainkan merupakan proses dialogis
yang mengantarkan seseorang secara bersama dalam
memecahkan masalah eksistensial mereka.
7. Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang
meyakini bahwa untuk mengkaji perilaku individu harus
dilakukan terhadap setiap aktivitas individu yang dapat
diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang terjadi dalam
diri individu. Oleh karena itu, penganut aliran behaviorisme
menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran atau mentalitas

103
dalam individu. Pandangan ini sebetulnya sudah berlangsung
lama sejak jaman Yunani Kuno, ketika psikologi masih
dianggap bagian dari kajian filsafat. Namun kelahiran
behaviorisme sebagai aliran psikologi formal diawali oleh
J.B. Watson pada tahun 1913 yang menganggap psikologi
sebagai bagian dari ilmu kealaman yang eksperimental dan
obyektif, oleh sebab itu psikologi harus menggunakan
metode empiris, seperti : observasi, conditioning, testing, dan
verbal reports.

G. Teori dan Pengertian Behavioristik

Pengertian belajar menurut teori Behavioristik adalah


perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya reaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dikatakan telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan pada
tingkah lakunya, apabila dia belum menunjukkan perubahan
tingkah laku maka belum dikatakan bahwa ia telah
melakukan proses belajar. Teori ini sangat mementingkan
adanya input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respons. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat
peraga, gambar-gambar, atau cara-cara tertentu untuk
membantu proses belajar (Budiningsih, 2003). Jadi, Teori
belajar Behavioristik adalah teori belajar yang lebih
menekankan pada tingkah laku manusia..

104
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur
dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan
lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme
hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil
belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R
psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan
oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement
dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral
dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini
berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi
terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
❖ Tokoh-tokoh Behaviorisme
1. John Watson (1878-1958)
Setelah memperoleh gelar master dalam bidang
bahasa (Latin dan Yunani), matematika, dan filsafat di tahun
1900, ia menempuh pendidikan di University of Chicago.
Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke
psikologi karena pengaruh AngellDalam karyanya ini
Watson menetapkan dasar konsep utama dari aliran
behaviorisme:

105
Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science.
Posisinya setara dengan ilmu kimia dan fisika sehingga
introspeksi tidak punya tempat di dalamnya
Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati
diri sebagai natural science. Salah satu halangannya adalah
keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek
psikologi. Oleh karenanya kesadaran/mind harus dihapus dari
ruang lingkup psi.
Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku
nyata.
2. Clark L. Hull (1884-1952)
Hull menamatkan Ph.D dalam bidang psikologi dari
University of Wisconsin dan mengajar di sana selama 10
tahun, kemudian mendapat gelar professor dari Yale dan
menetap di uni ini hingga masa pensiunnya. Sepanjang
karirnya, Hull mengembangkan ide di berbagai bidang
psikologi, terutama psikologi belajar, hipnotis, teknik sugesti.
Metode yang paling sering digunakan adalah eksperimental
lab.
Prinsip-prinsip utama teorinya :
Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar
yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih
sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah
peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal

106
sebagai unsure O (organisma). Faktor O adalah kondisi
internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya
dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena
pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati.
Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis
terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang
mementingkan adaptasi biologis organisma.
Hypothetico-deductive theory
Adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan
menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa
pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan pada teori
dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual
(induktif). Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang
menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak,
reinforcement, habit, reaksi potensial, dan lain sebagainya
(Lundin, 1991, pp.193-195).
Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman teorinya yang
detil, ditunjang dengan hasil-hasil eksperimen yang cermat
dan ekstensif. Akibatnya ide Hull banyak dirujuk oleh para
ahli behavioristik lainnya dan dikembangkan.
3. B.F. Skinner
Prinsip-prinsip utama pandangan Skinner:
Descriptive behaviorism, pendekatan eksperimental yang
sistematis pada perilaku yang spesifik untuk mendapatkan

107
hubungan S-R. Pendekatannya induktif. Dalam hal ini
pengaruh Watson jelas terlihat
Empty organism, menolak adanya proses internal pada
individu.
Menolak menggunakan metode statistical, mendasarkan
pengetahuannya pada subyek tunggal atau subyek yang
sedikit namun dengan manipulasi eksperimental yang
terkontrol dan sistematis.
Konsep-konsep utama:
Proses operant conditioning:
Memilah perilaku menjadi respondent behavior dan operant
behavior. Respondent terjadi pada kondisioning klasik,
dimana reinforcement mendahului UCR/CR. Dalam kondisi
sehari-hari yang lebih sering terjadi adalah operant behavior
dimana reinforcement terjadi setelah response.
Positive dan negative reinforcers [kehadirannya PR
menguatkan perilaku yang muncul, sedangkan justru
ketidakhadiran NR yang akan menguatkan perilaku].
Extinction: hilangnya perilaku akibat dari dihilangkannya
reinforcers
Schedules of reinforcement, berbagai variasi dalam
penjadwalan pemberian reinforcement dapat meningkatkan
perilaku namun dalam kadar peningkatan dan intensitas yang
berbeda-beda (lih Lundin, 1991 fig. 4.p.213)

108
Discrimination : organisma dapat diajarkan untuk berespon
hanya pada suatu stimulus dan tidak pada stimulus lainnya.
Secondary reinforcement, adalah stimulus yang sudah
melalui proses pemasangan/kondisioning dengan reinforcer
asli sehingga akhirnya bisa mendapatkan efek reinforcement
sendiri.
Aversive conditioning, proses kondisioning dengan
melibatkan suasana tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan
dengan punishment. Reaksi organisme adalah escape atau
avoidance.
❖ Behavior Modification
Adalah penerapan dari teori Skinner, sering juga disebut
sebagai behavior therapy. Merupakan penerapan dari shaping
(pembentukan TL bertahap), penggunaan positive
reinforcement secara selektif, dan extinction. Pendektan ini
banyak diterapkan untuk mengatasi gangguan perilaku.
Kritik terhadap Skinner:
Pendekatannya yang lebih bersifat deskriptif dan kurang
analitis dianggap kurang valid sebagai sebuah teori Validitas
dari kesimpulan yang diambilnya yang merupakan
generalisasi berlebihan dari satu konteks perilaku kepada
hampir seluruh perilaku umum
Pandangan ‘empty organism’ mengundang kritik dari
pendukung aspek biologis dan psikologi kognitif yang

109
percaya pada kondisi internal mansuia, entah itu berupa
proses biologis atau proses mental
4. Albert Bandura (1925 – ..)
Bandura lahir di Canada, memperoleh gelar Ph. D dari
University of Iowa dan kemudian mengajar di Stanford
University. Sebagai seorang behaviorist, Bandura
menekankan teorinya pada proses belajar tentang respon
lingkungan. Oleh karenanya teorinya disebut teori belajar
sosial, atau modeling. Prinsipnya adalah perilaku merupakan
hasil interaksi resiprokal antara pengaruh tingkah laku,
koginitif dan lingkungan. Singkatnya, Bandura menekankan
pada proses modeling sebagai sebuah proses belajar.
Teori utama :
Observational learning atau modeling adalah faktor penting
dalam proses belajar manusia.
Dalam proses modeling, konsep reinforcement yang dikenal
adlaah vicarious reinforcement, reinforcement yang terjadi
pada orang lain dapat memperkuat perilaku individu. Self-
reinforcement, individu dapat memperoleh reinforcement
dari dalam dirinya sendiri, tanpa selalu harus ada orang dari
luar yang memberinya reinforcement.
Menekankan pada self-regulatory learning process, seperti
self-judgement, self-control, dan lain sebagainya.
Memperkenalkan konsep penundaan self-reinforcement demi
kepuasan yang lebih tinggi di masa depan

110
❖ Prinsip-Prinsip Belajar Behaviorisme
Teknik Behaviorisme telah digunakan dalam pendidikan
untuk waktu yang lama untuk mendorong perilaku yang
diinginkan dan untuk mencegah perilaku yang tidak
diinginkan.
Stimulus dan Respons
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa
misalnya alat peraga, gambar atau charta tertentu dalam
rangka membantu belajarnya. Sedangkan respons adalah
reaksi siswa terhadap stimulus yang telah diberikan oleh guru
tersebut, reaksi ini haruslah dapat diamati dan diukur.
Reinforcement (penguatan)
Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku
disebut penguatan (reinforcement) sedangkan konsekuensi
yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku
disebut dengan hukuman (punishment).
Penguatan positif dan negatif
Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut
penguatan positif. Sedangkan mengganti peristiwa yang
dinilai negatif untuk memperkuat perilaku disebut penguatan
negatif
Penguatan primer dan sekunder

111
Penguat primer adalah penguatan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan fisik. Sedangkan penguatan
sekunder adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan non fisik.
Kesegeraan memberi penguatan (immediacy)
Penguatan hendaknya diberikan segera setelah perilaku
muncul karena akan menimbulkan perubahan perilaku yang
jauh lebih baik dari pada pemberian penguatan yang diulur-
ulur waktunya.
Pembentukan perilaku (Shapping)
Menurut skinner untuk membentuk perilaku seseorang
diperlukan langkah-langkah berikut :
1. Mengurai perilaku yang akan dibentuk menjadi
tahapan-tahapan yang lebih rinci;
2. menentukan penguatan yang akan digunakan;
3. Penguatan terus diberikan apabila muncul perilaku
yang semakin dekat dengan perilaku yang akan
dibentuk.
Kepunahan (Extinction)
Kepunahan akan terjadi apabila respon yang telah terbentuk
tidak mendapatkan penguatan lagi dalam waktu tertentu.
❖ Behaviorisme dan PLS

112
Pengertian dari pendidikan keluarga adalah proses
transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit
sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan
lingkungan yang pertama dan utama dalam menanamkan
norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku
yang penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat.
Fungsi pendidikan dalam keluarga tak terlepas dari
peranan ayah dan ibu yang memiliki beberapa turunan fungsi
yang bersifat kultur (pendidikan budaya) untuk
mempartahankan budaya dan adat keluarga, bersifat religi
(pendidikan agama) agar kehidupan dalam keluarga berjalan
dengan baik, sejahtera , tentram dan terarah. Selain itu,
bersifat ekonomis (pendidikan ekonomi) sehingga tidak
tercipta krisis keuangan keluarga, bersifat sosialisasi
(pendidikan sosial) agar menciptakan suasana yang kondusif
baik secara internal maupun eksternal, bersifat protektif
(pendidikan proteksi) untuk melindungi wahana keluarga dari
pengaruh apapun atau faktor apapun yang merugikan bagi
keluarga dan lainya.
Beberapa hal yang memegang peranan penting
keluarga sebagai fungsi pendidikan dalam membentuk
pandangan hidup seseorang meliputi pendidikan berupa
pembinaan akidah dan akhlak, keilmuan dan atau intelektual
dan kreativitas yang mereka miliki serta kehidupan pribadi
dan sosial.

113
H. Humanisme
1. Arthur Combs
Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang
penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat
dari sudut pandangnya. Pernyataan ini adalah salah
satu dari pandangan humanistik mengenai perasaan,
persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku inner
(dari dalam) yang membuat orang berbeda dengan
orang lain. untuk mengerti orang lain, yang terpentng
adalah melihat dunia sebagai yang dia lihat, dan untuk
menentukan bagaimana orang berpikir, merasa
tentang dia atau dunianya.
2. Abraham H. Maslow
Teori Maslow didasarkan atas asumsi bahwa
di dalam
diri individu ada dua hal:
Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
Kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu. Maslow berpendapat bahwa ada
hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan dari tingkat
yang lebih rendah yaitu tingkat untuk bisa surviveatau
mempertahankan hidup dan rasa aman, dan ini adalah
kebutuhan yang paling penting. Tetapi jika secara
fisik manusia secara fisik terpenuhi kebutuhannya dan
merasa aman, mereka akan distimuli untuk memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan untuk

114
memiliki dan dicintai dan kebutuhan akan harga diri
dalam kelompok mereka sendiri. Jika kebutuhan ini
telah terpenuhi orang akan kembali mencari
kebutuhan yang lebih tinggi lagi, prestasi intelektual,
penghargaan estetis, dan akhirnya self-actualization.
3. Carl. Rogers
Rogers menganjurkan pendekatan pendidikan
sebaiknya mencoba membuat belajar dan mengajar
lebih manusiawi, lebih personal dan berarti.
Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers
mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip
belajar yang humanistik yang diidentifikasikan
sebagai sentral dari filsafat pendidikannya, yakni:
Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara
alami.
Belajar yang signifikan terjadi apabila materi
pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri. Belajar yang
menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai
dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung
untuk ditolaknya. Tugas-tugas belajar yang
mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu
semakin kecil.
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah,
pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara

115
yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan
melakukannya. Belajar diperlancar bilamana siswa
dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa
seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan
cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam
dan lestari.
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan,
kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa
dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya
sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara
kedua yang penting.
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam
dunia modern ini adalah belajar mengenai proses
belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus
terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri
sendiri mengenai proses perubahan itu.

I. Positivisme
Positivisme berasal dari kata positif. Kata positif
disini sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang
berdasarkan fakta-fakta. secara istilah, positivisme adalah
aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif positif

116
yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam
pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte
(1798-1857) yang tertuang dalam karya utama Auguste
Comte adalah Cours de philosophic positive, yaitu kursus
tentang filsafat positif (1830-1842) yang dirbitkan dalam
enam jilid. Selain itu dia juga mempunyai sebuah karya yaitu
Discour L’esprit Positive (1844) yang artinya pembicaraan
tentang jiwa positif.
Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak boleh
melebihi fakta-fakta. Dengan demikian ilmu pengetahuan
empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan.
Kemudian, filsafat pun harus meneladani contoh itu. Oleh
karena itulah, positivisme menolak cabang filsafat
metafisika. Menanyakan “Hakekat” benda-benda atau
“penyebab yang sebenarnya”, bagi positivisme tidaklah
mempunyai arti apa-apa. Ilmu pengetahuan hanya
menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara
fakta-fakta. Tugas khusus filsafat ialah mengoordinasikan
ilmu-ilmu yang beragam coraknya. Tentu saja, maksud
positivisme berkaitan erat dengan yang dicita-citakan oleh
empirisme. Positivisme pun mengutamakan pengalaman,
hanya saja berbeda dengan empirisme inggris yang menerima
pengalamam batiniah, dan subjektif sebagai sumber
pengetahuan. Positivisme tidak menerima pengalaman

117
batiniah tersebut. Ia hanyalah mengandalkan fakta-fakta
belaka.

❖ Tokoh-tokoh Positivisme
1. Auguste Comte
Bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois
Xavier Comte, lahir di Montepellier, perancis, tahun 1798.
Keluarganya beragama katolik yang berdarah bangsawan.
Meski demikian, Auguste Comte tidak terlalu peduli dengan
kebangsawanannya. Dia mendapat pendidikan di Ecole
Polytechnique di paris dan lama hidup disana. Dikalangan
teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa yang
keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan
ecole sesudah seorang mahasiswa yang memberontak dalam
mendukung napoleon dipecat.
Auguste Comte memulai karir profesionalnya degan
memberi les dalam bidang matematika. Walaupun demikian,
perhatian yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah
kemanusiaan dan sosial.
Tahun 1844, dua tahun setelah dia menyelesaikan
enam jilid karya besarnya yang berjudul course of positive
Philosophy, comte bertemu dengan clothilde de Vaux,
seorang ibu yang mengubah kehidupan comte. Dia berumur
beberapa tahun lebih muda dari pada comte. Wanita tersebut
sedang ditinggalkan suaminya ketika bertemu dengan komte

118
pertama kalinya, comte langsung mengetahui bahwa
peremuan itu bukan sekedar perempuan. Seyangnya clothilde
de Vaux tidak terlalu meluap-luap seperti comte. Walaupun
saling berkirim surat cinta beberapa kali, clothilde de Vaux
menganggap hubungan itu adalah persaudaraan saja.
Akhirnya, dalam suratnya, clothilde de Vaux menerima
menjalin hubungan intim suami isteri. Wanita itu terdesak
oleh keprihatinan akan kesehatan mental comte. Hubungan
intim suami isteri rupanya tidak jadi terlaksana, tetapi
perasaan mesra sering diteruskan lewat surat menyurat.
Namun, romantika ini tidak berlangsung lama. clothilde de
Vaux mengidap penyakit TBC dan hanya beberapa bulan
sesudah bertemu dengan comte, dia meninggal. Kehidupan
comte lalu bergoncang, dia bersumpah membaktikan
hidupnya untuk mengenang “bidadarinya” itu.
Auguste Comte juga memiliki pemikiran Altruisme.
Altruisme merupakan ajaran comte sebagai kelanjutan dari
ajarannya tentang tiga zaman. Altruisme diartikan sebagai
“menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat”.
Bahkan, bukan “salah satu masyarakat”, melainkan
I’humanite “suku bangsa manusia” pada umumnya. Jadi,
Altruisme bukan sekedar lawan “egoisme”. (juhaya S. Pradja,
2000 : 91).
Keteraturan masyarakat yang dicari dalam
positivisme hanya dapat dicapai kalau semua orang dapat
menerima altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka.

119
Sehubungan dengan altruisme ini, comte menganggap bangsa
manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan baru
dan positivisme ini disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk”.
Dalam hal ini comte mengusulkan untuk mengorganisasikan
semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan
imam-imam, santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini
sebenarnya dapat dikatakan sebagai “Suatu agama Katholik
tanpa agama masehi”. Dogma satu-satunya agama ini adalah
cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib sebagai dasar,
kemajuan sebagai tujuan.
Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman
tersebut diatas menurut Comte tidak hanya berlaku bagi
perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga
berlaku bagi peroranga. Misalnya sebagai kanak-kanak
seorang teolog, sebagai pemuda menjadi metafisis dan
sebagai orang dewasa ia adalah seorang positivis.
2. John Stuart Mill
John Stuart Mill memberikan landasan psikoogis
terhadap filsafat positivisme. Karena psikollogi merupakan
pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum
positif, mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi
sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi
merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu
pengetahuan.
❖ Tiga Zaman Perkembangan Pemikiran Manusia

120
Titik tolak ajaran comte yang terkenal adalah tanggapannya
atas perkembangan pengetahuan manusia, baik perseorangan
maupun umat manusia secara keseluruhan. Menurutnya,
perkembangan menurut tiga zaman ini merupakan hukum
yang tetap. Ketiga zaman itu adalah zaman teologis, zaman
metafisis, dan zaman ilmiah atau positif.
1. Zaman Teologis
Pada zaman teologis, manusia percaya bahwa dibelakang
gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang
mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-
kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan
kehendak seperti manusia, tetapi orang percaya bahwa
mereka berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari pada
makhluk-makhluk insani biasa. Zaman teologis dapat dibagi
lagi menjadi tiga periode, yaitu :
a. Animisme : Tahap animesme merupakan tahap paling
primitif, karena benda-benda dianggap mempunyai
jiwa.
b. Politisme : Tahap politisme merupakan
perkembangan dari tahap pertama. Pada hari ini,
menusia percaya pada dewa yang masing-masing
menguasai suatu lapangan tertentu ; dewa laut, dewa
gunung, dewa halilintar, dan sebagainya

121
c. Monoteisme : tahap monoteisme ini lebih tinggi dari
pada dua tahap sebelumnya, karena pada tahap ini,
menusia hanya memandang satu tuhan sebagai
penguasa.
2. Zaman Metafisis
Pada zaman ini, kuasa-kuasa adikodrati dengan
konsep dan prinsip yang abstrak, seperti “kodrat” dan
“penyadap”. Metafisika pada zaman ini dijunjung tinggi.
3. Zaman Positif
Zaman ini dianggap comte sebagai zaman tertinggi
dari kehidupan manusia. Alasannya ialah pada zaman ini
tidak lagi ada usaha manusia untuk mencari penyebab-
penyebab yang terdapat di belakang fakta-fakta. Manusia kini
telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta.
Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya
pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya. Atas dasar
observasi dan dengan menggunakan rasionya, manusia
berusaha menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan
urutan yang terdapat antara fakta-fakta. Pada zaman terakhir
inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang
sebenarnya.
Hukum tiga zaman tidak saja berlaku pada manusia
sebagai anak manusia berada pada zaman teologis, pada masa
remaja, ia masuk zaman metafisis dan pada masa dewasa, ia

122
memasuki zaman positif. Demikian pula, ilmu pengetahuan
berkembang mengikuti tiga zaman tersebut yang akhirnya
mencapai puncak kematangannya pada zaman positif.

J. Empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang
menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh
pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah
empirisme di ambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti
coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin
empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme
berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang
sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh
atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah,
telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah
sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:
1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan
abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa
yang dialami.
2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung
pada data inderawi.
4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di
simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi

123
(kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan
matematika).
5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita
pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada
pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera
kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah
bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui
bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan.
❖ Tokoh-TokohEmpirisme
Aliran Empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292)
dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami
sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan
David Hume.
1. John.Locke(1632-1704)
Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di
Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran.
Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu
essay concerning human understanding, terbit tahun 1600;
letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two
treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul
sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme
mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut

124
empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh
melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke :
Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi
(otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih,
baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi.
Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah
(yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah
(yang bersumber dari empiri).
2. David Hume (1711-1776).
David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat
tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang nyang
menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya
tepentingnya ialah an encuiry concercing humen
understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the
principles of moral yang terbit tahun 1751.
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam
ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any
time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi
pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume
menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman
tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression).
Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan
bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman,
yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression,
atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi

125
pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan
usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama
dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada
pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi),
kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-
pengertian dan akhirnya pengetahuan, rangkaian pemikiran
tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:

❖ Beberapa Jenis Empirisme


1. Empirio-kritisisme
Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat
subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan
Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian
pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas,
dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya
aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan
jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi
(pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai
kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara
sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat
netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.
2. Empirisme Logis

126
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-
pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis
berpegang pada pandangan-pandangan berikut :
a. Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system
logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak
dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
b. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan
(direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai
data inderawi yang kurang lebih merupakan data
indera yang ada seketika
c. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan
yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung
makna.
3. Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua
pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman
inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu,
dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan
kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah
menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak
yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan
empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu
pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka
mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat
diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk
mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar

127
untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya
berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin.
Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada
pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak
terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti
tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.

K. Naturalisme
Banyak pemikiran-pemikiran dari para ahli filsafat
masa lampau yang menghasilkan banyak aliran dalam
filsafat. Semua aliran yang didasari atas pemikiran yang
mendalam tersebut dilatarbelakangi oleh banyak faktor yang
tidak sama.
Diantara sekian banyak aliran filsafat tersebut, satu
diantaranya yaitu aliran filsafat naturalisme. Aliran filsafat
naturalisme lahir sebagai reaksi terhadap aliran filasafat
pendidikan Aristotalian-Thomistik. Naturalisme lahir pada
abad ke 17 dan mengalami perkembangan pada abad ke 18.
Naturalisme berkembang dengan cepat di bidang sains. Ia
berpandangan bahwa “Learned heavily on the knowledge
reported by man’s sense”.
Secara definitif naturalisme berasal dari kata
“nature.” Kadang pendefinisikan “nature” hanya dalam
makna dunia material saja, sesuatu selain fisik secara
otomatis menjadi “supranatural.” Tetapi dalam realita, alam

128
terdiri dari alam material dan alam spiritual, masing-masing
dengan hukumnya sendiri. Era Pencerahan, misalnya,
memahami alam bukan sebagai keberadaan benda-benda
fisik tetapi sebagai asal dan fondasi kebenaran. Ia tidak
memperlawankan material dengan spiritual, istilah itu
mencakup bukan hanya alam fisik tetapi juga alam intelektual
dan moral.
Salah satu ciri yang paling menakjubkan dari alam
semesta adalah keteraturan. Benak manusia sejak dulu
menangkap keteraturan ini. Terbit dan tenggelamnya
Matahari, peredaran planet-planet dan susunan bintang-
bintang yang bergeser teratur dari malam ke malam sejak
pertama kali manusia menyadari keberadaannya di dalam
alam semesta, hanya merupakan contoh-contoh sederhana.
Ilmu pengetahuan itu sendiri hanya menjadi mungkin karena
keteraturan tersebut yang kemudian dibahasakan lewat
hukum-hukum matematika.
Naturalisme merupakan teori yang menerima
“nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature”
telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti,
mulai dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh manusia, sampai
kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura
adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam.
Istilah naturalisme adalah sebaliknya dari istilah
supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik

129
terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di
atas atau di luar alam.
Aliran filsafat naturalisme didukung oleh tiga aliran
besar yaitu realisme, empirisme dan rasionalisme. Pada
dasarnya, semua penganut naturalisme merupakan penganut
realisme, tetapi tidak semua penganut realisme merupakan
penganut naturalisme. Imam Barnadib menyebutkan bahwa
realisme merupakan anak dari naturalisme. Oleh sebab itu,
banyak ide-ide pemikiran realisme sejalan dengan
naturalisme. Salah satunya adalah nilai estetis dan etis dapat
diperoleh dari alam, karena di alam tersedia kedua hal
tersebut.
❖ Tokoh Dan Pandangan Aliran Filsafat Naturalisme
1. Plato. (427 – 347 SM)
Salah satu anasir dasar adalah perbedaan yang nyata antara
gejala (fenomena) dan bentuk ideal (eidos), dimana plato
berpandangan bahwa, disamping dunia fenomen yang
kelihatan, terdapat suatu dunia lain, yang tidak kelihatan
yakni dunia eidos. Dunia yang tidak kelihatan itu tercapai
melalui pengertian (theoria). Apa arti eidos dan hubungannya
dengan dunia fenomena bahwa memang terdapat bentuk-
bentuk yang ideal untuk segala yang terdapat dibumi ini.
Tetapi asalnya tidak lain daripada dari sumber segala yang
ada, yakni yang tidak berubah dan kekal, yang sungguh-
sungguh indah dan baik yakni budi Ilahi (nous), yang

130
menciptakan eidos-eidos itu dan menyampaikan kepada kita
sebagai pikiran. Sehinnga dunia eidos merupakan contoh dan
ideal bagi dunia fenomena.
2. Aristoteles (384 – 322 SM).
Aristoteles menyatakan bahwa mahluk-mahluk hidup didunia
ini terdiri atas dua prinsip :
a. Prinsip formal, yakni bentuk atau hakekat adalah apa
yang mewujudkan mahluk hidup tertentu dan
menentukan tujuannya.
b. Prinsip material, yakni materi adalah apa yang
merupaakn dasar semua mahluk.
Sesudah mengetahui sesuatu hal menurut kedua
prinsip intern itu pengetahuan tentang hal itu perlu dilengkapi
dengan memandang dua prinsip lain, yang berada diluar hal
itu sendiri, akan tetapi menentukan adanya juga. Prinsip
ekstern yang pertama adalah sebab yang membuat, yakni
sesuatu yang menggerakan hal untuk mendapat bentuknya.
Prinsip ekstern yang kedua adalah sebab yang merupakan
tujuan, yakni sesuatu hal yang menarik hal kearah tertentu.
Misalnya api adalah untuk membakar, jadi membakar
merupakan prinsip final dari api. Ternyata pandangan tentang
prisnip ekstern keuda ini diambil dari hidup manusia, dimana
orang bertindak karena dipengaruhi oleh tujuan tertentu,
pandangan ini diterapkan pada semau mahluk alam. Seperti

131
semua mahluk manusia terdiri atas dua prinsip, yaitu materi
dan bentuk.
Materi adalah badan, karena badan material itu
manusia harus mati, yang memberikan bentuk kepada materi
adalah jiwa. Jiwa manusia mempunyai beberapa fungsi yaitu
memberikan hidup vegetatif (seperti jiwa tumbuh-
tumbuhan), lalu memberikan hidup sensitif (seperti jiwa
binatang) akhirnya membentuk hidup intelektif. Oleh karena
itu jiwa intelektif manusia mempunyai hubungan baik dengan
dunia materi maupun dengan dunia rohani, maka
3. William R. Dennes. (Filsuf Modern)
Beberapa pandangan pandangannya menyatakan bahwa:
a. Kejadian dianggap sebagai ketegori pokok, bahwa
kejadian merupakan hakekat terdalam dari kenyataan,
artinya apapun yang bersifat nyata pasti termasuk
dalam kategori alam
b. Yang nyata ada pasti bereksistensi, sesuatu yang
dianggap terdapat diluar ruang dan waktu tidak
mungkin merupakan kenyataan dan apapun yang
dianggap tidak mungkin ditangani dengan
menggunakan metode-metode yang digunakan dalam
ilmu-ilmu alam tidak mungkin merupakan kenyataan
c. Analisa terhadap kejadian-kejadian, bahwa faktor-
faktor penyusun seganap kejadian ialah proses,
kualitas, dan relasi

132
d. Masalah hakekat terdalam merupakan masalah ilmu,
bahwa segenap kejadian baik kerohanian,
kepribadian, dan sebagainya dapat dilukiskan
berdasarkan kategorikategori proses, kualitas dan
relasi
e. Pengetahuan ialah memahami kejadian-kejadian yang
saling berhubungan, pemahaman suatu kejadian, atau
bahkan kenyataan, manakala telah mengetahui
kualitasnya, seginya, susunanya, satuan penyusunnya,
sebabnya, serta akibat-akibatnya.

133
BAB V ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM

Salah satu tanggung jawab seorang muslim adalah


mendidik dan mempersiapkan generasi muda yang lebih baik
dan lebih berkualitas. Generasi yang dimaksud adalah
generasi yang terbebas dari kebodohan, keterbelakangan, dan
dari buruknya akhlak dan keimanan. Terkait dengan hal itu,
Ali bin Abi Thalib berpesan bahwa, "Ajari anak-anakmu
karena mereka akan hidup di zamannya yang berbeda dengan
sekarang".
Islam mengajak dunia pendidikan memasuki era
modern dan fleksibel dalam menghadapi tuntutan perubahan
dan tantangan masa depan. Untuk mempersiapkan generasi
muda yang lebih handal, dibutuhkan konsep dan metode yang
dapat menjawab semua tuntutan perubahan zaman yang akan
datang maka muncul aliran-aliran pemikiran pendidikan
islam : Aliran Konservatif (al-Muhafidz), Aliran Religius-
Rasional (al-Diniy al-'aqlaniy)
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal
hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu
dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang
memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya.
Di dalam kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan,
pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari

134
zaman Yunani kuno sampai kini. Oleh karena itu bahasan
tersebut hanya dibatasi pada beberapa rumpun aliran klasik.
Hal pertama kali yang perlu diketahui oleh pengkaji
pendidikan agar bisa memahami luar dalam pendidikan islam
adalah kenyataan bahwa islam pada dasarnya mengandung
“potensi-potensi” perekat di antara pemikiran para ahli
pendidikan islam.Bahwa islam itu sendiri yang mendasari
adanya kesamaan, bahkan kesamaan dalam banyak hal,
terutama tujuan dan metodel.

A. Aliran Konservatif (al-Muhafidz)


Aliran ini merupakan salah satu aliran pendidikan
islam yang cenderung bersikap keagamaan. Mereka
memaknai ilmu dengan pengertian sempit, yakni hanya ilmu
yang mencakup kehidupan sekarang ini (hidup didunia) yang
jelas-jelas akan membawa manfaat kelak diakhirat.
Tokoh-tokoh aliran pemikiran pendidikan ini adalah
al Ghazali, Nasiruddin al-Thusu, Ibnu Jama'ah, Sahnun, Ibnu
Hajar al-Haitami dan al-Qabisi. Ragam ilmu, menurut aliran
ini, diklasifikasikan menjadi:
Pertama, ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap
individu, yaitu ilmu tentang tata-cara melakukan kewajiban
yang sudah tiba saatnya dan ilmu-ilmu tentang kewajiban
individu tersebut dan tentang kewajiban-kewajiban agama.
Kedua, ilmu yang wajib kifayah untuk dipelajari, yaitu ilmu

135
yang lebih cenderung bersifat ke umum untuk urusan
kebutuhan kehidupan dunia semisal: ilmu kedokteran yang
sangat krusial bagi pemelihara kesehatan badan, ilmu tentang
pembekaman (hujamah) dan ilmu hitung. Maksud wajib
kifayah adalah apabila sebagian warga suatu masyarakat telah
menempelajari ilmu tersebut, maka gugur kewajiban
mempelajarinya bagi warga lain.
Pandangan aliran ini mengarah pada hirarkhi nilai
yang menstrukturkan ragam ilmu secara vertikal sesuai
dengan penilaian mereka tentang keutamaan masing-masing
ilmu

B. Aliran Religius-Rasional (al-Diniy-al-'Aqlaniy)


Pemikiran aliran ini tidak berbeda dengan pemikiran
kalangan "tradisional-tekstualis" (Naqliyyun) dalam hal
relasi pendidikan dengan tujuan agamawi. Kalangan
Religius-Rasional ini memiliki perbedaan yang nampak
sewaktu "menggumuli" persoalan pendidikan.
Kecenderungan rasional-filosofis itu secara eksplisit
terungkap dalam rumusan mereka tentang ilmu dan belajar
yang jauh berbeda dengan rumusan kalangan tradisional-
tekstualis.
Diantara tokoh aliran Religius-Rasional yang dapat
disebutkan adalah : kelompok Ikhwan al-Shafa, al-Farabi,
Ibnu Sina, dan Ibnu Miskawaih. Dalam aliran ini kelompok

136
Ikhwan al Shafa lebih dominan Karena kelompok itu banyak
berbicara tentang aliran ini.
Hal pertama yang menjadi sasaran bidik perhatian
pemikiran kelompok Ikhwan al Shafa dan tokoh-tokoh lain
yang sealiran adalah pengumpulan intensifnya dengan
rasionalitas Yunani dalam berbagai segi, sampai-sampai
mereka "pemburu" hikmah (filsafat) Yunani dibelahan dunia
Timur.
Ikhwan al-Shafa, salah satu representasi dari aliran
Reigius-Rasional, merumuskan ilmu sebagai berikut:
"ketahuilah bahwa ilmu adalah gambaran tentang sesuatu
yang diketahui pada benak (jiwa) orang yang mengetahui.
Lawan dari ilmu adalah kebodohan, yaitu tiadanya gambaran
yang diketahui pada jiwanya. Ketahuilah bahwa jiwa para
ilmuwan, secara riil-aktual berilmu, sedangkan jiwa pelajar
itu, berilmu secara potensial. Belajar dan mengajar
menghasilkan tiada lain adalah mengaktualisasikan hal-hal
potensial, melahirkan hal-hal yang terpendam dalam jiwa.
Teori pengetahuan Ikhwan al-Shafa didasarkan pada
asumsi bahwa pengetahuan merupakan gambaran sesuatu
yang diketahui dalam jiwa orang yang mengetahui. Hal ini
mirip dengan pendapat Plato dalam bukunya Republic,
dimana ia mengaitkan pengetahuan dengan kebajikan umat
(keadilan) dan menganggap pengetahuan itu beremanasi
darinya. Adapun factor penyebab eternalitas akal adalah

137
dukungan Tuhan terhadap eksistensi akal dan emanasinya
yang telah terjadi sejak awal-kali, sedangkan faktor penyebab
kesempurnaan akal adalah akseptabilitas (daya-terima)
terhadap emanasi, keutamaan-keutamaan dan "supporting"
dari Tuhan.
Ikhwan juga berpendapat bahwa Akal Sempurna
mengemanasikan keutamaan-keutamaan pada jiwa dan
dengan emanasi ini eternalitas. Akal menjadi penyebab
keberadaan jiwa. Penyempurnaan Akal menjadi penyebab
kesempurnaan jiwa. Keabadian jiwa menjadi penyebab
keberadaan akal potensial. Karena itu, manakala jiwa itu
sempurna, sempurna juga akal potensialnya. Inilah tujuan
puncak pengaitan jiwa dengan akal potensial. Dengan
demikian terbentuklah kontinuitas; keberadaan akal potensial
disebabkan oleh jiwa, sementara penyebab keberadaan jiwa
adalah akal, dan penyebab keberadaan akal adalah Allah. Bila
kebesaran Allah melampaui semesta alam dan Maha
Melampaui dengan iradat-Nya, maka akal adalah sentral
semesta alam dan spirit inti yang direngkuh manusia melalui
jalan cahaya batin yang merupakan wujud emanasi ilahi
terhadap batiniah para hamba yang dikehendaki-Nya. Jadi
jelas, paham cahaya batin melengkapi pandangan Ikhwan
tentang pengetahuan dengan dualisme jiwa-badan.
Karenanya mereka berpendapat bahwa syari'at lahir hanya
cocok bagi orang umum. Ia ibaratkan obat bagi jiwa-jiwa
lemah yang sedang sakit, sedangkan akal-akal yang ikut,

138
maka makanannya adalah wisdom mendalam yang berasal
dari filsafat. Filsafat mempunyai tiga tingkatan: tingkat
terendah adalah cinta hikmah (wisdom, kebijaksanaan).
Tingkat berikutnya adalah mengetahui realitas hakiki
segenap persoalan sesuai dengan kapasitas berkemampuan
manusia. Dan tingkat tertinggi adalah kesedian berkata dan
berbuat selaras dengan apa yang telah diketahuinya itu.
Kelompok Ikhwan al-Shafa telah menetapkan arah
yang harus dituju oleh aktivitas pendidikan. Mereka melihat
bahwa orientas pendidikan hendaknya lebih diarahkan pada
kalangan anak, remaja dan pemuda, karena mereka inilah
yang menjadi tumpuan harapan masa depan.
Sesungguhnya dorongan untuk lebih memperhatikan
generasi muda daripada generasi tua itu timbul dari
kecenderungan "transformative" pemikiran kelompok
Ikhwan. Tampak jelas bahwa mereka berkeinginan kuat agar
pola dan sistem mereka menjadi model-acuan dan media
transmisi ragam ilmu pengetahuan, khususnya dari Yunani
dan karenanya mereka berusaha serius merekonsiliasi
diantara ragam ilmu pengetahuan tadi dengan visi
epistemologi Islam. Kadangkala usaha rekonsiliasi berhasil
baik, kadangkala tidak. Namun, kita sudah semestinya
merespon positif greget bermetodologi ilmiah yang dimiliki
dikalangan Ikhwan. Mereka menautkan penerapan
metodologi ilmiah dengan manfaat ilmiah. Dengan kata lain,
mereka melakukan kajian empiris-indukatif, baru

139
membangun teori-teori sosial, ekonomi, dan psikologi,
mereformulasikannya, lalu membangun metodologi
keilmuan dalam kerangka teori-teori tersebut. Mengingat
faktor-faktor ekonomis, sosiologis dan psikologis menyentuh
setiap segi kehidupan manusia, maka metodologi Ikhwan pun
mencakup keseluruhan secara komprehensif tanpa
meninggalkan satu cabang pun pengetahuan manusia yang
berkaitan dengan kesejahteraan hidup di bumi dan
kebahagiaan di akhirat kelak. Secara eksplisit dan tegas
mereka berpijak pada prespektif semua ilmu pengetahuan
tentang realitas yang ada di dunia ini
Dari sini jelas bahwa telaah terhadap metodologi
(sistem kurikuler) keilmuan Ikhwan as-Shafa, sangat
tergantung pada telaah terhadap "karya usaha" (al-shanai)
yang diletakkan dalam uraian panjang-lebar dari sistem
rancang-bangun pemikirannya. Akan kita lihat bahwa secara
implicit mereka memberi perhatian pada jiwa dan akal (rasio)
manusia dalam uraian tentang ragam karya-usaha / profesi
manusia. Mereka menganggap para guru berada pada segmen
lapisan para karya-usahawan (kaum professional). Dan
barangkali hanya merekalah yang berpendirian demikian
dalam sejarah pendidikan Islam. Sebagian sejarawan melihat
bahwa Rasa'il al-Ikhwani mampu memberi deskripsi lengkap
tentang karya-usaha di abad IV H. Ragam karya-usaha
mereka klasifikasikan berdasarkan empat hal:
1) Kegunaan

140
2) Objek karya-usaha
3) Nilai-hasil dan
4) Instrumen yang dipergunakan
Di sini akan kita cermati dua yang pertama dengan
kegunaannya adalah:
1) Karya-usaha yang primer-krusial bagi masyarakat,
seperti: pertanian, pertenunan, dan pertukangan
2) Ragam karya-usaha "sekunder", yaitu: karya-usaha
penyerta yang pertama atau penyempurna dan
pelengkap yang pertama, seperti tidak lengkapnya
pertenunan tanpa pemintalan, dan pemintalan tanpa
pembusaran kapas. Karya-usaha pemintalan dan
pembusaran merupakan penopang karya-usaha
pertenunan. Sama halnya dengan karya-usaha
menjahit merupakan kebutuhan primer bagi usaha
tekstil pakaian, karena itu karya-usaha menjahit
adalah penyempurna bagi pertenunan.
3) Ragam karya-usaha kecantikan-aksesoris, semisal:
karya-usaha pembuatan parfum, sutera dan motik-
bordir.
Adapun ragam karya-usaha dilihat dari dilihat dari sudut
objeknya, terbagi menjadi dua macam:
1) Karya-usaha intelektual, termasuk di didalamnya
ragam profesi yang menuntut pemikiran.

141
2) Karya usaha yang lebih menuntut kerja fisik-otot,
termasuk di dalamnya kerajinan tangan yang
dikelompokkan menjadi dua:
a) Ragam karya usaha yang bahan dasarnya berasal
dari sesuatu yang sederhana dan mudah didapat
seperti air, semisal karya usaha produk sigaram
dan pengairan atau bahan dasar dari tanah, seperti
karya usaha pembuatan tempikar dan batu bata.
b) Ragam karya usaha yang bahan dasarnya berasal
dari tiga hal, yaitu pertama, berasal dari barang-
barang tambang. Termasuk kedalam karya usaha
ini adalah parah pengrajin logam, pandai besi dan
tukang emas perak. Kedua, berasal dari tumbuh-
tumbuhan.termasuk kedalam jenis karya usaha ini
di antaranya tukangkayu, pengrajin tikar, penjual
rempah dan penjual daun kurma. Ketiga, karya
usaha yang ingin mendapatkan hewan itu sendiri,
seperti penyamak kulit dan pembuat sepatu kulit,
selain itu ada pula karya usaha yang objeknya
badan manusia, seperti karya usaha (profesi)
dokter dan perias. Atau objeknya jiwa manusia ,
seperti profesi guru.
Berangkat dari kesadaran penuh akan peran ragam
karya usaha dalam menegakkan sendi kehidupan manusia,
kalangan ikhwan al-shafa memperluas sistem kurikuler

142
pendidikan mereka hingga meliputi segala hal yang ada
kaitannya dengan kehidupan ekonomi produktif bagi
masyarakat. Dari sini dipahami bahwa metodologi (sistem
kurikuler) keilmuan mereka sebenarnya berorientasi pada
profesionalisme- produktif. Fenomena demikian terbilang
unik dalam rentang sejarah pemikiran pendidikan islam,
khususnya bila sistem kurikulernya aliran lain dari ahli
kalangan pendidikan muslim yang belum membuka pintu
bagi dimasukkannya selain disiplin ilmu syari'at dan agama
kedalam kurikulum, kecuali disertai dengan sikap "curiga"
dan waspada. Hal ini jelas berlawanan dengan sikap
"longgar". Ikhwan, dimana sisitem kurikuler mereka sangat
memberi tempat terhadap ragam disiplin ilmu yang
berkembang dan bermanfaat bagi kemajuan umat manusia,
baik spiritual kerohanian maupun material. Ikhwal as-shofa
membagi ragam disiplin ilmu secara hirarkis sebagai berikut:
1.) ilmu-ilmu syari'iyah (keagamaan)
2.) ilmu-ilmu filsafat;
3.) ilmu-ilmu riyadliyyat.
Mereka memasukkan ke dalam lingkup ilmu-ilmu
riyadliyyat, Yang banyak relenvansinya dengan dunia kerja
atau penataan urusan hidup, yaitu Sembilan disiplin ilmu:
1.) Ilmu kitabah (tulis) dan qira'at (baca)
2.) Ilmu bahasa dan gramatika (nahwu)
3.) Ilmu hitung dan transaksi

143
4.) Ilmu syi'ir dan prosa
5.) Ilmu peramalan
6.) Ilmu tenun dan sihir
7.) Ilmu profesi
8.) Ilmu Jual Beli (Perdagangan)
9.) Ilmu Kesejarahan
Adapun kedalam lingkup ilmu-ilmu keagamaan,
yakni ilmu-ilmu yang diperuntukkan bagi pengobatan jiwa
dan kepentingan akhirat, mereka memasukkan lima ilmu:
1) Ilmu tanzil (ilmu Qur'an-Hadist)
2) Ilmu Ta'wil (ilmu penafsiran)
3) Ilmu penyampaian informasi keagamaan (akhbar)
4) Ilmu pengkajian sunah dan hokum
5) Ilmu ceramah keagamaan, kezuhudan dan ilmu ta'bir
mimpi.
Sedangkan ilmu-ilmu kefilsafatan (rasional-kritis),
yang banyak mendapat perhatian kalangan Ikhwan,
dikelompokkan menjadi empat macam:
1) Riyadliyyat (ilmu-ilmu eksak)
2) Mantiqiyyat (retrorika-logika)
3) Ilmu-ilmu kealaman (Fisika) dan
4) Teologi
Sementara itu, disiplin ilmu kealaman (Thabi'iyyati)
oleh Ikhwan as-Safa dikelompokkan menjadi tujuh:

144
1) Ilmu tentang dasar-dasar "fisik-biologis" yang
meliputi pengetahuan lima hal; a) Substansi; b)
Bentuk; c) Waktu; d) Tempat; dan e) Gerak (energi)
dan segalanya yang timbul apabila terjadi
persenyawaan
2) Ilmu tentang ruang dan benda angkasa (Astronomi)
3) Ilmu tentang (penciptaan) alam dan kerusakan
4) Ilmu Pertambangan, yakni pengetahuan tentang
bahan-bahan tambang berasal dari endapan unsur-
unsur dalam bumi, gunung dan laut
5) Iklimantologi, yakni pengetahuan tentang perubahan
udara dan cuaca, akibat dari pengaruh edar benda
angkasa.

C. Aliran Pragmatis (al-Dzara'iy)


Ibnu Khaldun adalah tokoh satu-satunya dari aliran
ini. Perkiraan meskipun tidak kurang komprehensifnya di
banding kalangan rasionalis, di lihat dari sudut pandang
tujuan pendidikan, lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih
berorientasi pada aplikatif praktis. Dia mengklasifikasikan
ilmu pengetahuan berdasarkan tujuan fungsionalnya, bukan
berdasar nilai substansinya semata. Dengan hal itu, ia
membagi ragam ilmu yang perlu dimasukkan ke dalam
kurikulum pendidikan menjadi dua bagian:

145
1) Ilmu-ilmu yang bernilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu
syar’iyyat (keagamaan): Tafsir, Hadist, Fiqih, Kalam;
Ontologi dan Teologi ari cabang Filsafat.
2) Ilmu-ilmu yang berniai ekstrinsik-instrumental bagi
ilmu-ilmu jenis pertama, semisal kebahasa-araban,
Ilmu hitung dan sejenisnya bagi ilmu syar’i, Logika
bagi filsafat dan bahkan menurut ulama’ Muta’khirin,
dimasukkan pula ilmu kalam dan ushul Fiqih.
Berangkat dari orientsi kepraktisan (‘amaliyah), Ibnu
Khaldun membolehkan pendalaman ilmu-ilmu yang bernilai
instrinsik. Ia membolehkan berbincang lebih lanjut,
berdiskusi dan berargumentasi secara analiitik-rasional
tentang ilmu-ilmu tersebut. Sebab, hal demikian
meningkatkan intelektualitas akademik seseorang. Adapun
ilmu-ilmu yang bernilai ekstrinsik-instrumental, semisal
kebahasa-araban dan logika, maka Ibnu Khaldun tidak
membolehkan diskursus rasional tentang ilmu ini, kecuali
bila diletakkan dalam kerangka kegunaan bagi jenis ilmu
yang bernilai instrinsik.
Atas dasar pertimbangan praktis itu, Ibnu kholdun
mengecam kalangan ahli nahwu, ahli logika dan ahli fiqih
masanya karena mereka telah memperluas lingkup kajian dan
memperbanyak topik pembahasan dan argumentasi bagi di
siplin ilmu mereka, hingga keluar dari maksud semula
sebagai ilmu bantu menjadi ilmu instrinsik. Menurut ibnu
kholdun hal ini menjadi berdampak negatif bagi para murid

146
secara umum bebab para murid (semestinya) lebih banyak
perhatia pada ilmu-ilmu instrinsik dibandingkan pada ilmu-
ilmu instrumental (bantu). Dengan banyak disibukkan dalam
memperoleh ilmu bantu,ilmu instrinsik diperoleh dari para
guru ilmu-ilmu bantu harus mumpuni dibidang keilmuan
yang di geluti, namun mereka bersedia mengingatkan para
murid akan tujuan utama belajar proporsionalitas yang di
targetkan.
Klasifikasi pragmatis keilmuan yang harus di pelajari
oleh murid tersebut bukanlah satu-satunya pola klasifikasi
ilmu ibnu kholdun. Ia memperkenalkan pola klasifikasi lain
pula yang didasarkan pada sumber ilmu. Terdapat dua sumber
utama ilmu yang di utarakan ibnu kholdun : pertama ; bersifat
alamiah (tabi’iy) yaitu ilmu yang diperoleh melalui olah pikir
rasio. Kedua, bersifat “sosiologis”, yaitu ilmu yang diperoleh
manusia merupakan hasil transmisi dari suatu generasi ke
generasi berikutnya melalui cara indoktrinasi dan pengajaran
“ ketahuilah bahwa ragam ilmu pengetahuan yang di geluti
manusia dan tumbuh-berkembang pesat di wilayah-wilayah
metropolis terkelompokkan menjadi dua jenis : pertama
bersifat alamiah sebagai hasil dari olah-pikir rasio manusia
dan kedua bersifat transmitif (naqliy) sebagai warisan dari
orang terdahulu”.
Jenis pertama adalah ilmu-ilmu ”teosofis”, yaitu
ilmu-ilmu yang bisa diperoleh manusia melalui olah pikirnya.
Dan jenis ke dua adalah ilmu-ilmu “transmitif tradisional”,

147
yakni ilmu-ilmu yang berasal dari syar’iy (al-qur’an dan as-
sunnah) dan ilmu-ilmu yang terkait denganya. Dari sini
lahirlah ilmu-ilmu kebahasa araban, mengingat bahasa arab
merupakan bahasa al-qur’an.
Pola klasifikasi ke dua yang diperkenalkan oleh ibnu
kholdun itu memiliki arti penting tersendiri. Sebab, ia
menjadikan kealamiahan / kodrati (al-thobiah) sebagai salah
satu sumber pengetahuan rasional. Ia membebaskan rasio dari
”kungkungan” naql (dogma, tradisi) dan menjadikannya
sebagai sumber oronom pengetahuan serta medorong
penggunaan daya pikir untuk mengkaji fenomena alam dan
hukum-hukum yang mengaturnya.
Ibnu kholdun sejalan dengan kalangan Rasionalis
dalam hal pengakuan rasio (al-‘aql) atau daya pikir (al-fikr)
sebagai sumber otonom dari sumber-sumber pengetahuan
lainya dan menjadikan kajian tentang realitas kebenaran
sebagai penentu utama eksistensi manusia bahwa manusia
mempunyai dengan hewan dalam banyak hal : kepekaan
terrhadap rangsangan, gerak, makan minum dan sebagainya,
namun berbeda dengan hewan pada daya pikirnya yang
menjadi instrument pemerolehan penghidupan dan kooperasi
dengan sesama. Dari daya pikir itu, muncul ragam ilmu dan
ketrampilan manufaktur. Dalam kerangka daya pikir dan
watak dasar manusia, bahkan juga hewan, yang cenderung
ingin mendapatkan beasic need ( kebutuhan kodrati ), wajar
bila daya lebih cenderung memperoleh pengetahuan-

148
pengetahuan baru yang belum dimiliki, dengan merujuk pada
orang yang lebih dulu tau atau merujuk pada generasi
terdahulu dari kalangan para nabi yang telah menyampaikan
harta kebenaran. Selanjutnya, esplorasi intelektual daya pikir
(rasio) mengarah pada satu persatu realitas kebenaran dan
mencermati hal-hal yang di dapatinya secara berulang,
sehingga tumbuh capability intelektual dan menghasilkan
pengetahuan istimewah. Lalu, generasi yang datang
belakangan berhasyat untuk memperoleh pengetahuan itu.
Mereka berbondong-bondong pergi belajar pada orang yang
sudah mengetahuinya, sehingga terselenggaralah pengajaran.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan pengajaran
merupakan hal alami dalam kehidupan manusia.
Walaupun Ibnu Kholdun telah berusaha memadukan
antara peran rasio dengan peran naql dalam perkembangan
pengetahuan manusia, namun terkesan adanya
kecenderungan rasionalisnya sewaktu mengungkapkan,
entah di sadari atau tidak, peran rasio yang sangat menetukan
dalam perkembangan pengetahuan manusia, yaitu pertama,
ketika ia menegaskan bahwa al-fikr (daya pikir, rasio) itu
berkecenderungan memperoleh sesuatu yang tidak
diketahuinya. Kedua, ketika ia menjadikan eksplorasi
intelektual terhadap satu persatu realitas dan berbagai gejala
yang timbul sebagai "pangkal" pencapaian pengetahuan
istimewah dan mendalam. Ia memahami hal ini sebagai
metode objektif dalam penyingkapan hukum-hukum alam.

149
Dan ketiga, ketika ia menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan
dan pengajaran merupakan hal alami dalam kehidupan
manusia, sehingga rasio manusia (al-fikr) berkompeten untuk
melakukan pengkajian realitas kebenaran secara otonom
tanpa ada ijazah atau izin dari penguasa tertentu.

150
BAB VI PRAKSIS PENDIDIKAN ISLAM
PERSPEKTIF FILSAFAT

A. Filsafat Tujuan Pendidikan Islam


Filosofis pendidikan atau filosofis pendidikan Islam
adalah bagian dari ilmu filsafat, maka dalam mempelajari
filsafat terlebih dahulu harus memahami tentang pengertian
filsafat terutama dalam hubunganya dengan masalah
pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Secara harfiah,
kata filsafat berasal dari kata fhilo yang berarti cinta, dan kata
shopos yang berarti ilmu atau hikmah.27 Dengan demikian,
filsafat berarti cinta terhadap Ilmu dan hikmah.
Al-Syaibaniy mengatakan bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan
berusaha mendapatkanya. Memusatkan perhatian padanya
dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya kata
Al-Syaibaniy filsafat dapat pula berarti mencari hakikat
sesuatu, berusaha menautkan sebab akibat, dan berusaha
menafirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selanjutnya Harun Nasution berpendapat, bahwa kata
falsat berasal Menurut Harun Nasutiaon bahwa kata benda
dari falsafa adalah falsafah dan filsaf. Dalam bahasa
Indonesia banyak digunakan kata filsafat, padahal bukan
berasal dari kata Arab dan bukan dari kata Inggris
philosophy.

151
Harun Nasution mempertanyakan apakah kata fil
berasal dari bahasa Inggris dan safah diambil dari kata Arab,
sehingga terjadilah gabungan antara keduanya, yang
kemudian menimbulkan kata filsafat. Dalam hal ini, Harun
Nasutionkonsisten dengan pendapatnya, bahwa istilah filsafat
yang dipakai dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Arab. Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata filsafat
menunjukan pengertian pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, asal, dan hukumnya.
Filsafat pendidikan pada umumnya dan filsafat
pendidikan Islam khususnya, adalah bagian dari ilmu
filsafat, maka dalam mempelajari filsafat itu harus
memahami terlebih dahulu definisi atau pengertian
filsafat terutama dalam hubunganya dengan masalah
pendidikan.
Untuk lebih memahami tentang perlu adanya filosofis
tujuan pendidikan, maka akan dikemukakan pengertian
filsafat dalam kaitanya dengan pendidikan pada umumnya,
dari beberapa ahli, sebagai berikut :
1. John Dewey, memandang pendidikan sebagai suatu
proses pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental, baik menyangkut daya pikir
(intelektual) maupun daya perasaan (emosional),

152
menuju kearah tabiat manusia, maka filsafat dapat
juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.
John Dewey memandang bahwa ada hubungan yang
sangat erat antara filsafat dengan pendidikan. Oleh
karena itu tugas filsafat dan pendidikan adalah sama-
sama memajukan hidup manusia. Filsafat
lebih memperhatikan tugas yang berkaitan dengan
strategi pembentukan manusia, sedangkan
pendidikan bertugas untuk lebih
memperhatikan pada taktik (cara) agar strategi itu
menjadi terwujud dalam kehidupan sehari-hari
melalui proses kependidikan.
2. Thomson, filsafat berarti melihat seluruh masalah
tanpa ada batas atau implikasinaya. Ia melihat tujuan-
tujuanya, tidak hanya melihat metodenya atau alat-
alatnya serta meneliti dengan seksama hal-hal
yang disebut. Hal itu mengandung arti bahwa perlu
sikap ragu terhadap sesuatu yang diterima oleh
kebanyakan orang sebagai hal yang tidak perlu
dipermasalahkan. Hal itu memerlukan usaha untuk
berpikir secara konsisten dalam pribadinya (self
consistency) serta tentang hal-hal yang dipikirkanya
itu tidak mengenal kompromi.
Disini filsafat dipandang suatu bentuk pemikiran
yang konsekuen tanpa kenal kompromi tentang hal-hal yang
harus diungkap secara menyeluruh.

153
3. Van Cleve Morris menyatakan: pendidikan adalah
studi filosofis, karena ia pada dasarnya, bukan alat
social semata untuk mengalihkan cara hidup secara
menyeluruh kepada setiap generasi, akan tetapi
ia juga menjadi agen (lembaga) yang melayani hati
nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari
depan yang lebih baik.
Jadi kalau dilihat tugas dan fungsinya, pendidikan
harus dapat menyerap, mengolah dan menganalisa serta
menjabarkan aspirasi dan idealisme masyarakat. Pendidikan
harus mampu mengalihkan dan menanamkan aspirasi dan
idealism masyarakat kedalam jiwa generasi penerus. Maka
pendidikan harus menggali dan memahaminya
melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh terutama
tentang problema pendidikan.
Dengan demikan terlihat jelas bahwa filsafat
pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah
kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan,
maka filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dalam semua
tingkat. Filsafat mengkaji dan memikirkan tentang hakikat
segala sesuatu secara menyeluruh, sistematis,
terpadu, universal dan radikal yang hasilnya menjadi
pedoman dan arah bagi perkembangan ilmu-ilmu yang
bersangkutan.

154
Pendidikan selalu diwarnai oleh pandangan hidup
(way of life). Diantara pandangan hidup ialah rasionalisme
ialah faham yang mengatakan bahwa kebenaran diperoleh
melalui akal dan diukur dengan akal. Akal itulah alat pencari
dan pengukur kebenaran. Maka filosofis pendidikan sangat
penting karena dalam proses pendidikan kebenaran menjadi
tujuan.
❖ Sifat Hakiki Pendidikan
Pendidikan adalah pandangan hidup yang mendasari
seluruh aktivitas pendidikan. Karena sangat mendasar maka
menyangkut masalah ideal dan fundamental. maka
diperlukan pandangan hidup yang kokoh dan komprehensif,
serta tidak mudah berubah. Hal ini karena telah
diyakini memiliki kebenaran yang telah teruji kebenaranya
oleh sejarah. Nilai-nilai sebahgai pandangan hidup yang
dijadikan dasar pendidikan itu bersifat relative dan temporal,
maka pendidikan aakan mudah terombang-ambing oleh
kepentingan dan tuntutan sesaat yang bersifat teknis dan
pragmatis.
Pendidikan sebagai usaha membina dan
mengembangkan pribadi manusia dari aspek rohaniah dan
jasmaniah yang berlangsung secara beratahap, oleh karena
itu pertumbuhan dan perkembangan berlangsung melalui
proses tujuan akhir perkembangan. Tidak ada satupun
makhluk ciptaan Tuhan diatas bumi yang dapat mencapai

155
kesempurnaan atau kematangan hidup tanpa berlangsung
melalui suatu proses.
Manusia perlu dibantu agar berhasil menjadi manusia.
Seseorang dapat dikatakan telah menjadi manusia apabila
telah memiliki nilai (sifat) kemanusiaan. Itu menunjukan
bahwa tidaklah mudah menjadi manusia. Karena itu sejak
dahulu banyak manusia gagal menjadi manuisa. Jadi
tujuan mendidik ialah me-manusia-kan manusia. Agar tujuan
itu dapat dicapai maka program harus disusun sehingga cirri-
ciri manusia yang telah menjadi manusia menjadi jelas.
Apa kriteria manusia yang menjadi tujuan pendidikan
itu? tentulah hal ini ditentukan oleh filsafat hidup masing-
masing. Orang-orang yunani lama itu menentukan tiga syarat
untuk disebut manusia. Pertama, memiliki kemampuan
dalam mengendalikan diri, kedua, cinta tanah air, dan
ketiga berpengetahuan.
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, para ahli
filsafat pendidikan seni atau teknik.
Beberapa ahli pendidikan di barat memberikan arti
pendidikan sebagai suatu proses antara lain :
a. Mortimer J. Adler, pendidikan adalah proses
dengan semua kemampuan manusia (bakat
dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat
dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan

156
dengan kebiasaan kebiasaan yang baik
melalui sarana yang secara artistic dibuat
dan dipakai oleh siapapun untuk membantu
orang lain atau dirinya sendiri mencapai
tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang
baik.
b. Herman H. Horne, pendidikan harus
dipandang sebagai suatu proses penyesuaian
diri manusia secara timbal balik dengan alam
sekitar, dengan sesama manusia dan dengan
tabiat tertinggi dari kosmos.
c. William Mc Gucken, SJ, pendidikan adalah
suatu perkembangan dan kelengkapan dari
kemampuan-kemampuan manusia baik
moral, intelektual, maupun jasmaniah yang
diorganisasikan, dengan atau
untuk kepentingan individual atau sosial dan
diarahkan kepada kegiatan
kegiatan yang bersatu dengan penciptanya sebagai
tujuan akhir. Definisi diatas dapat dibuktikan kebenaranya
oleh filsafat pendidikan, terutama yang menyangkut
permasalahan hidup manusia dengan kemampuan-
kemampuan asli dan yang diperoleh atau bagaimana proses
mempengaruhi perkembangan yang haruss dilakukan.
Pendidikan harus mampu mengarahkan kemampuan dari

157
dalam diri manusia menjadi satu kegiatan hidup yang
berhubungan dengan Tuhan (pencipta) baik kegiatan itu
bersifat pribadi maupun kegiatan sosial.
Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa
pendidikan itu tidak hanya menumbuhkan, melainkan
mengembangkan ke arah tujuan akhir. Juga tidak hanya
suatu proses yang sedang berlangsung, melainkan
suatu proses berlangsung kearah sasarannya.
Apabila definisi-definisi diatas dikaitkan dengan
pengertian pendidikan Islam, kita akan mengetahui bahwa;
pendidikan Islam lebih menekankan pada keseimbangan dan
keserasian perkembangan hidup manusia. Definisi-definisi
pendidikan Islam sebagai berikut:
a. Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy Al-
syaebani, pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku
individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan
kemasyaraakatannya dan kehidupan dalam alam sekita
dengan nilai-nilai Islam.
b. Hasil rumusan seminar Pendidikan Islam se-
Indonesia tahun 1960, pendidikan Islam adalah sebagai
bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani
menurut ajaran islam dengan hikmah
mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasah dan
mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.

158
c. Dr. Mohd. Fadil al-Djamaly, pendidikan islam
adalah proses mengarahkan manusia kepada kehidupan yang
baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai
dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajaranya.
Dalam kaitannya dengan esensi pendidikan Islam
yang dilandasi oleh filsafat pendidikan yang benar dan yang
mengarahkan proses pendidikan Islam. Pendidikan yang
harus dilaksaanakan oleh umat Islam adalah pendidikan
keberagaman yang berlandaskan keimanan yang
berdiri diatas filsafat pendidikan yang bersifat menyeluruh
berlandaskan iman.
Pendapat diatas antara lain didasarkan atas firman
Allah dalam surat Ar-Rum 30, dan An-Nahl 78 sebagai
berikut : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu-
ibumu, (ketika itu) kamu tidak mengetahui sesuatupun dan
allah menjadikan bagimu pendengaran dan penglihatan An-
Nahl 78).
Pendidikan yang benar adalah memberikan
kesempatan kepada keterbukaan terhadap pengaruh dari
dunia luar dan perkembangan dari dalam diri anak didik.
Dengan demikian barulah fitrah itu diberi hak
untuk membentuk pribadi anak dan dalam waktu yang
bersamaan faktor dari luar akan mendidik dan mengarahkan
kemampuan dasar (fitrah) anak.

159
❖ Manusia Sebagai Objek dan Subjek Pendidikan
Pengertian Subjek Pendidikan. Subjek pendidikan
adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab
dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang
diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek
pendidikan. Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan
para ahli pendidikan adalah orang tua, guru-guru di institusi
formal (di sekolah) maupun non formal dan lingkungan
masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul
awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah
tangga (orang tua).Sebagai seorang muslim kita harus
menyatakan bahwa pendidik pertama manusia adalah Allah
dan yang kedua adalah Rasulullah. Kita dapat membedakan
pendidik itu menjadi dua kategori yaitu:
a) Pendidik menurut kodrat, yaitu orang tua.
Orang tua sebagai pendidik menurut kodrat
adalah pendidik pertama dan utama, karena
secara kodrat anak manusia dilahirkan oleh
orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak
berdaya hanya dengan pertolongan dan
layanan orang tua (terutama ibu) bayi (anak
manusia) itu dapat hidup dan
berkembang semakin dewasa. Hubungan
orang tua dengan anaknya dalam hubungan
edukatif, mengandung dua unsur dasar, yaitu:

160
a. Unsur kasih sayang pendidik terhadap
anak. b. Unsur kesadaran dan tanggung jawab
dari pendidik untuk menuntun perkembangan
anak. islam. Memperbincangkan pendidikan
adalah hakikatnya adalah mengkaji tentang
manusia,alam dan kehidupan. Dalam
pendidikan ,manusia adalah pelaku
pendidikan sekaligus obyek pendidikan
. seluruh filsafat dan praktek pendidikan dari
berbagai ideology yang ada di dunia tertuju
pada manusia, alam dan kehidupan sebagai
inti obyeknya. Perbedaan paradigma ala
Islam,sosialis dan kapitalis sekuler terletak
pada perbedaan paradigmanya (worldview)
mengenai manusia alam dan kehidupan.
Pandangan Islam tentang manusia tentu
berbeda dengan pandangan sekuler,
begitu juga tentang alam dan kehidupan.
b) Pendidik menurut jabatan, yaitu guru. Guru
adalah pendidik kedua setelah orang tua.
Mereka tidak bisa disebut secara wajar dan
alamiah menjadi pendidik, karena mereka
mendapat tugas dari orang tua, sebagai
pengganti orang tua. Mereka menjadi

161
pendidik karena profesinya menjadi pendidik,
guru di sekolah misalnya. Dalam Undang
undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen,
guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan
anak usia dini, jalur pendidikan formanl, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.
Syarat pendidik harus diangkat oleh pemerintah,
yayasan atau lembaga lain yang berwenang mengangkat
guru. Sehingga ia diberi tugas untuk mendidik dan mengajar.
Dan dia benar-benar mengabdikan dirinya sepenuh hati
dalam provesinya sebagai guru. Semua ketentuan tentang
pendidik di atas, itu hanya terbatas pada kriteria pendidik
dalam dunia pendidikan, karena itu cakupannya lebih sempit
dan terbatas. Pendidikan adalah proses pencerdasan
secara utuh dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan
akhirat atau keseimbangan materi dan religious spritual.
Objek pendidikan adalah murid yang menerima dan
menjalani proses pendidikan yang dilangsungkan oleh
subjek pendidikan atau pun yang dialami langsung oleh
objek melalui pengalaman sehari-hari dan relasi objek
dengan subjek dan objek lain serta relasi dengan alam
(lingkungan). Jadi objek pendidikan adalah orang yang
mendapat pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai

162
kebahagian dunia dan akhirat atau keseimbangan materi dan
religious spritual. dan objek pendidikan adalah manusia
dalam kaitannya dengan fenomena situasi pendidikan.
❖ Implementasi Filosofi Pendidikan
a. Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia:
Implementasi adalah penerapan. Pendidikan adalah upaya
mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik
baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar
potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi
dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-
cita kemanusiaan universal. Filsafat pendidikan adalah
filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-
masalah pendidikan.
Jadi implementasi filsafat ilmu dalam pendidikan
adalah penerapan filsafat ilmu dalam upaya
mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik
baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar
potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi
dalam perjalanan hidupnya.
b. Implementasi Terhadap Pendidikan
Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak
memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga

163
cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik
pendidikan. William T. Harris adalah tokoh
aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di
Amerika Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika
kontemporer tidak sebanyak seperti tokoh-tokoh idealisme
yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-
1946). Herman Harrell Horne adalah filosof yang
mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di
Universitas New York.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah.
Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara
fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus
eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan
manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak
sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme
pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang
kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai
ekspresi realitas spiritual.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran
idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh
pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach)
secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara
yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah pengkelasan
murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya
atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam
pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia

164
berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan
hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul
atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang
pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang
menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan
bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari
keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya
sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model
pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah
ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru
yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan
bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka
tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya
spiritual.
c. Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan
untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi
(self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka
pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai
dengan bakatnya masing-masing. Manusia dalam
kehidupannya yang utama adalah pandangan hidup. Menurut
T.S Eliot Du Bois,1979:14 (dalam Ilmu Pendidikan Islam,
Ahmad Tafsir). Menyatakan bahwa pendidikan yang amat

165
penting itu adalah tujuannya harus diambil dari pandangan
hidup. Jika pandangan hidup (philosophy of life) orang Islam
adalah Islam. Maka tujuan pendidikan haruslah dari ajaran
Islam.
Al-Attas (dalam Ahmad Tafsir) menghendaki
tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Ahmad
D.Marimba berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islmai
adalah terbentuknyan orang yang berkepribadian muslim.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan
menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka
mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara
individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme
berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya
berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga
bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme.
Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai
atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain
bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki
kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang
harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan
berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya
diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup
lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi

166
kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama
manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu
pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak
sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia
yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan
kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling
menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan
sebagai gabungan antara tujuan individual Pendidikan
bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna
mencapai tujuan hidup kemanusiaan, dan mampu
merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang
ditegaskan oleh Allah SWT. Tujuan hidup manusia menurut
Allah adalah beribadah kepada Allah. Tertera dalam surat al-
Dzariyat ayat 56. Yang artinya: Dan Aku tidak mnciptakan
Jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-
Ku.
d. Kurikulum Pendidikan
Menurut pandangan modern , kurikulum lebih dari
sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum
dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata
terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Kurikulum isinya luas, kira-kira seluas isi
masyarakat.Hilda Taba dalam Ahmad Tafsir kurikulum yang

167
luas dapat di kelompokan menjadi empat. Yaitu ; tujuan, isi,
pola belajar mengajar, dan evaluasi. Maka jika ingin menilai
kurikulum, maka ada empat pertanyaan :
a. Apa tujuan pengajaran? disana pengajaran diartikan
dalam pengertian yang luas (inti pengalaman di sekolah
adalah belajar. b. Pengalaman belajar apa yang disiapkan
untuk mencapai tujuan ? c. Bagaimana pengalaman belajar
itu dilaksanakan ? d. Bagaimana menentukan bahwa tujuan
telah tercapai ?
Maka jika demikian kurikulum itu sangat penting
sekali dalam pendidikan terutama pendidikan Islam. Semua
kita mengetahui bahwa kurikulum adalah alat atau jalan
untuk mencapai tujuan hidup. Maka berdasarkan uraian
diatas dapat diketahui bahwa suatu kurikulum mengandung
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Tujuan
b. Isi atau program
c. Metode atau proses belajar mengajar
d. Evaluasi.
e. Metode Pendidikan
Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana
berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan
menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar
hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala,
mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan pilihan

168
moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan
berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan
pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosial,
miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan
mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai dan peradaban
manusia.
Metode metode yang dipergunakan tidak hanya
metode mendidik/mengajar dari para pendidik, melainkan
juga metode belajar yang harus digunakan anak didik.
Menurut Al-Ghozali dalam H.M Arifin (Filsafat Pendidikan
Islam),47 metode untuk melatih anak adalah salah satu hal-
hal yang sangat penting. Anak adalah amanat yang
dipercayakan pada orang tua. Hatinya bersih, murni, laksana
permata yang amat beharga. Oleh karena itu bila dibiasakan
dengan sifat-sifat yang baik, maka akan berkembanglah
sifat-sifat yang baik pada dirinya dan akan memperoleh
kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Orang
tuanya, gurunya, pendidiknya juga akan turut berbahagia
bersamanya.
Sebaliknya bila anak itu dibiasakan dengan sifat-sifat
jelek, dan dibiarkan begitu saja, maka ia akan celaka dan
binasa. Semua tanggung jawab terlatak pada pundak
pengasuhnya atau walinya.

169
Berdasarkan pandangan tersebut maka Al-Ghozali
yang memiliki corak Empiris itu menggambarkan dalam
metode pendidikannya sebagai berikut
✓ Guru harus bersikap mencintai muridnya
bagaikan anaknya sendiri.
✓ Guru tidak usah mengharapkan upah dari
tugas pekerjaanya, karena mendidik
merupakan tugas pekerjaan mengikuti jejak
Nabi Muhammad SAW, nilainya lebih tinggi
dari ukuran harta.
✓ Guru harus member nasihat kepada muridnya
agar menuntut ilmu agar mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
✓ Guru harus member contoh yang baik dan
tauladan yang indah dimata anak didiknya
✓ Guru harus mengamalkan ilmunya, jika ia
mengamalknaya maka anak didik akan
mencontohnya.
✓ Guru harus dapat memahami jiwa anak
didiknya, ia harus memahami jiwa anak
didiknya agar tidak salah dalam mendidiknya.

B. Filsafat Kurikulum Pendidikan Islam


1. Pengertian Kurikulum
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa
Yunani, curir yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak

170
yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya
digunakan dalam dunia olahraga yang berarti a little
racecoursesuatu jarak yang harus ditempuh dalam
pertandingan olahraga(Rusmaini, 110:2010). Dalam Bahasa
Arab, kata kurikulum pendidikan Islam dikenal dengan istilah
manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik
bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap mereka (Ramayulis, 308:2015).
Menurut Ali Muhammad Al-Khawli, kurikulum adalah
seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar
lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan
yang diinginkan ( Muhammad Ali , 74:1992). Menurut
Addamardasyri Sarhan dan Munir Kamil, kurikulum juga
bisa diartikan sebagai sejumlah pengalaman pendidikan,
kebudayaan, sosial, olahraga dan kecakapan yang disediakan
oleh sekolah bagi murid-muridnya dengan maksud untuk
menolongnya berkembang secara menyeluruh dalam segala
segi dalam mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan
tujuan pendidikan.Kurikulum dilihat dari aspek fungsinya,
yaitu: ( Ramayulis ,309)
1. Kurikulum sebagai program studi, yaitu kurikulum
sebagai perangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh
peserta didik.
2. Kurikulum sebagai content, kurikulum adalah
sebagai data atau informasi yang tertera dalam buku-buku

171
kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang
memungkinkan timbulnya belajar.
3. Kurikulum sebagai kegiatan terencana, kurikulum
merupakan kegiatan yang direncanakan tentang halhal yang
akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat
diajarkan dengan berhasil.
4. Kurikulum sebagai hasil belajar, kurikulum sebagai
seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil
tertentu (hasil belajar) yang direncanakan dan diinginkan.
5. Kurikulum sebagai reproduksi cultural, kurikulum
yaitu proses transformasi dan refleksi butir-butir kebudayaan
masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi
muda masyarakat tersebut.
6. Kurikulum sebagai pengalaman belajar, kurikulum
sebagai keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan
di bawah pimpinan sekolah.
7. Kurikulum sebagai produksi, kurikulum sebagai
seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil
yang ditetapkan terlebih dahulu.
Adapun secara terminologis, kurikulum
adalah a plan for learning yang disiapkan dan direncanakan
oleh para ahli pendidikan untuk pelajaran peserta didik baik
berlangsung di lingkungan in formal, formal maupun non
formal untuk mencapai tujuan pendidikan Islam(Ramayulis,

172
111). Pendidikan Islam merupakan rangkaian proses
transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-
nilai pada peserta didik melalui pertumbuhan dan
pengembangan potensi fitrahnya, baik spiritual, intelektual,
maupun fisiknya guna keselarasan dan kesempurnaan hidup
dalam segala aspeknya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Pendidikan merupakan proses pembentukan kepribadian
individu sesuai dengan nilai-nilai Illahiyah, sehingga
individu yang bersangkutan dapat mencerminkan
kepribadian muslim, yang berakhlak karimah. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa kurikulum pendidikan Islam pada
hakikatnya merupakan kegiatan yang mencakup filsafat
(pemikiran-pemikiran) berbagai rencana kegiatan peserta
didik yang terperinci berupa bentukbentuk materi
pendidikan, saransaran strategi belajar mengajar dan hal-hal
yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai
tujuan yang diinginkan dengan mengacu pada nilai-nilai
ajaran Islam.
b. Landasan Kurikulum
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masingmasing
satuan pendidikan. Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu

173
ditambahkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan
pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. S Nasution
mengemukakan bahwa mengembangkanan kurikulum bukan
sesuatu yang mudah dan sederhana karena banyak hal yang
harus dipertimbangkan. Setidaknya ada 4 (empat) landasan
maupun asasasas yang mendasari kurikulum, yakni:
a) Asas filosofis yang berkenaan dengan tujuan
pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara.
b) Asas psikologis yang memperhitungkan
faktor anak dalam kurikulum yakni a.
Psikologi anak, perkembangan anak, b.
Psikologi belajar, bagaimana proses belajar
anak.
c) Asas sosiologis, yaitu keadaan masyarakat,
perkembangan dan perubahannya,
kebudayaan manusia, hasil kerja manusia,
hasil kerja manusia berupa pengetahuan, dan
lain-lain.
d) Asas organisatoris yang mempertimbangkan
bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang
disajikan. (S Nasution, 11:2009)
Sejalan dengan Nasution, Hamalik
Berdasarkan ketentuan dan konsep-konsep dasar pendidikan,
pengembangan kurikulum agar berlandaskan faktor-faktor
sebagai berikut: (Oemar Hamalik, 19:2007)

174
1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang
dijadikan sebagai dasar untuk meumuskan tujuan
instusional yang pada gilirannya mejadi landasan
dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan
pendidikan.
2. Sosial budaya dan agama yang beralaku dalam
masyarakat kita.
3. Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada
karakteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi
lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan
kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan
hdup (bioekologi), serta lingkungan alam
(geoekologis).
5. Kebutuhanpembangunan, yang mencakup kebutuhan
pembangunan di bidang ekonomi, kesejahteraan
rakyat, hukum, dan lain sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengeahuan dan teknologi yang
sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiawian sera
budaya bangsa.
Keenam faktor tersebut saling kait-mengait
antara satu dengan yang lainnya.a. Filsafat dan tujuan
pendidkan Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau
cita-cita masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut terdapat
landasan, mau dibawa kemana penddikan anak. Filsafat
pendidikan menggambarkan manusia yang ideal yang

175
diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, filsafat
pedidkan mejadi menjadi landasan untuk merancang tujuan
pendidkan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta perangkat
pengalaman belajar yang bersifat mendidik.b. Keadaan
LingkunganLingkungan merupakan suatu sistem yang
disebut ekosistem, yang meliputi keseluruhan faktor
lingkungan, yang tertuju pada perigantan mutu kehidupan di
atas bumi ini. Faktorfaktor dalam ekosistem itu, Lingkungan
manusiawi merupakan sumberdaya manusia, baik dalaam
jumlah maupun dalam mutunya. Lingkungan sosial budaya
merupakan sumberdaya yang mencakup kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Lingkungan biologis dan
geogrfis merupakan sumber daya alam. Jadi ada tiga sumber
daya yang terkait erat dengan pembangunan yang
berwawasan lingkungan.c. Kebutuhan PembangunanTujuan
pokok pembangunan adalah untuk menumbukan sikap dan
tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam
rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia utuk
mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil
dan merata.d. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
TeknologiPembangunan didukung oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka mempercepat
terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa.
2. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan adalah cara kerja dengan
menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan

176
mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis
agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. (Abdulah Idi,
200:2013). Menurut Geane, Topter dan Alicia bahwa
Pengembangan Kurikulum adalah suatu proses dimana
partisipasi pada berbagai tingkatan dalam membuat
keputusan tentang tujuan, bagaimana tujuan direalisasikan
melalui proses belajar mengajar dan apakah tujuan dan alat
itu serasi dan efektif. (Muhaimin, 10:2010)
Pengembangan kurikulum adalah suatu proses
yang merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik
dengan didasarkan pada hasil penelitian terhadap kurikulum
yang tidak berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi
kegiatan belajar mengajar yang lebih baik.Dalam
mengembangkan kurikulum maka diperlukan pendekatan-
pendekatan sehingga kurikulum itu dapat sesuai dengan
tujuan pendidikan yang diharapkan. Yang dimaksud dengan
pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan
metode yang tepat dengan mengikuti langkahlangkah
pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum
yang lebih baik.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu.
Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum
menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum

177
tentang proses pengembangan kurikulum (S Nasution,
43:2010). Para pengembang (developers) telah menemukan
beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Yang
dimaksudkan pendekatan adalah cara kerja dengan
menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan
menikmati langkah-langkah pengembangan yang sistematis
agar memperoleh kurikulum yang lebih baik (Abdulah Idi.
222). Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah
pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan
demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk
pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang
proses pengembangan kurikulum. (Wina Sanja,77 :2010)
Pengembangan kurikulum seyogyanya
dilaksanakan secara sistematik berdasarkan prinsip terpadu
yaitu memberikan petunjuk bahwa keseluruhan komponen
harus tepat sekali dan menyambung secara integratif, tidak
terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu
komponen harus dinilai konsistensinya dan berkaitan dengan
komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-
benar terpadu secara bulat dan utuh. Ada beberapa macam
pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan
kurikulum, diantaranya adalah:
1. Pendekatan Administratif (Top Down)

178
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk
pengembangan kurikulum model Administratif, antara lain
yaitu: top down approach dan line staf procedure. Semuanya
memiliki arti yang sama yaitu suatu pendekatan atau prosedur
pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh suatu tim atau
para pejabat tingkat atas sebagai pemilik kebijakan. ( Wina
Sanjaya.78)
Pengembangan kurikulum pada pendekatan
ini muncul dari pejabat pendidikan atau para administrator
atau pemegang kebijakan pendidikan seperti dirjen atau
Kepala Kantor Wilayah. Dikatakan pendekatan top down
atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan
sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari
atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff mode.
Pendekatan ini biasa digunakan Negara yang memiliki sistem
pendidikan sentralisasi. Dilihat dari cakupan
pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik
untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru
(curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan
kurikulum yang sudah ada (curriculum
improvement).Prosedur kerja atau proses pengembangan
kurikulum dengan pendekatan ini adalah sebagai berikut:
a) Pembentukan tim pengarah oleh pejabat
pendidikan. Anggota tim biasanya terdiri dari
pejabat di bawahnya, seperti pengawas
pendidikan, ahli kurikulum dsb. Tim pengarah

179
ini bertugas merumuskan konsep dasar,
garisgaris besar kebijakan, menyiapkan
rumusan falsafah pendidikan, dan tujuan
umum pendidikan.
b) Menyusun tim atau kelompok kerja untuk
menjabarkan kebujakan atau
rumusanrumusan yang telah disusun oleh tim
pengarah. Anggota tim ini adalah para ahli
kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan
tinggi, ditambah dengan guruguru senior yang
sudah berpengalaman. Tim ini bertugas
merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional dari tujuan umum, memilih dan
menyusun sequence bahan pelajaran, memilih
strategi pengajaran dan alat bantu petunjuk
evaluasi, serta menyusun pedoman
pelaksanaan kurikulum untuk guru.
c) Apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh
tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya
diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji
dan diberi catatancatatan atau direvisi. Bila
perlu kurikulum tersebut akan diujicoba,
dievaluasi, dan disempurnakan.
d) Para administrator selanjutnya
memerintahkan kepada setiap sekolah untuk

180
mengimplementasikan kurikulum yang telah
disusun tersebut.
Dari langkah-langkah tersebut tampak bahwa inisiaif
pengembangan kurikulum berasal dari pemegang kebijakan
pendidikan, sedangkan guru hanya bertugas sebagai
pelaksana kurikulum yang telah ditentukan oleh para
pemegang kurikulum, sehingga disebut pendekatan dengan
sistem komando.
3. Kategori Kurikulum Dalam Filsafat Islam
Abdul-Rahman Salih Abdullah membagi kurikulum
pendidikan Islam dalam tiga kategori sebagai berikut : (
Abdur- Rahman Salih. 139)
1. Al-ulum al-diniyyah, yaitu ilmu-ilmu keislaman
normatif yang menjadi kerangka acuan bagi segala ilmu
yabng ada.
2. Al-ulum al-insaniyyah, yaitu ilmu-ilmu sosial dan
humaniora yang berkaitan dengan manusia dan interaksinya,
seperti sosiologi, psikologi, antropologi, pendidikan dan lain-
lain. Al-ulum al-kauniyyah, yaitu ilmu-ilmu kealaman yang
mengandung azas kepastian, seperti fisika, kimia,
matematika, dan lain-lain.
Dengan ketiga kategori ini pendidikan Islam
secara tegas menolak dualisme dan sekularisme kurikulum.
Dualisme kurikulum menurut beliau mengandung dua

181
bahaya. Pertama, ilmu-ilmu keislaman mendapat kedudukan
lebih rendah daripada ilmu-ilmu lainnya. Kedua, lahirnya
adopsi sekularisme yang mengorbankan domain agama yang
pada gilirannta dapat melahirkan konsep anti-
agama.Cakupan bahan pengajaran yang ada dalam suatu
kurikulum kini terus semakin luas atau mengalami
perkembangan karena tuntutan dari kemajuan ilmu
pengetahuan, kebudayaan, teknologi yang terjadi di dalam
masyarakat, dan beban yang diberikan pada
sekolah.Berdasarkan tuntutan perkembangan itu maka para
perancang menetapakan cakupan kurikulum meliputi 4
bagian yaitunya (Abudin Nata, 77:1977): Tujuan merupakan
arah, sasaran, target yang akan dicapai melalui proses
belajarmengajar.Isi merupakan bagian yang berisi
pengetahuan, informasi, data, aktifitas, dan pengalaman yang
diajarkan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan yang
telah dirumuskan.Metode merupakan cara yang digunakan
guru atau dosen kepada peserta didik untuk menyampaikan
mata pelajaran agar mudah dimengerti.
Evaluasi merupakan cara yang dilakukan guru
untuk melakukan penilaian dan pengukuran atas hasil mata
pelajaran.Untuk menentukan kualifikasi isi kurikulum
pendidikan islam dibutuhkan syarat yang perlu diajukan
dalam perumusan yaitu: (a). Materi yang disusun tidak
menyalahi fitrah manusia, (b). Adanya relevansi dengan
tujuan pendidikan islam, (c). Disesuaikan dengan tingkat

182
perkembangan dan usia peserta didik, (d). Membawa peserta
didik kepada objek empiris dan praktik langsung, (e).
Penyusunan bersifat integral, terorganisasi, (f). Materi sesuai
dengan masalah mutakhir yang sedang dibicarakan, (g).
Adanya metode yang sesuai, (h). Materi yang diajarkan
berhubungan dengan peserta didik nantinya., (i).
Memperhatikan aspek sosial, (j). Punya pengaruh positif, (k).
Memperhitungkan waktu, tempat, (l). Adanya ilmu alat yang
mempelajari ilmu lain.Setelah syarat itu dipenuhi disusunlah
isi kurikulum pendidikan. Isi kurikulum menurut Ibnu
Khaldum terbagi jadi 2 tingkatan:
a) Tingkatan Pemula Materi kurikulum
difokuskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah
b) Tingkatan Atas
Tingkatan ini punya 2 klasifikasi:
1) Ilmu yang berkaitan dengan zatnya
2) Ilmu yang berkaitan dengan ilmu lain seperti
ilmu bahasa, matematika.
Menurut Al-Ghazali klasifikasi isi kurikulum pada 3
kelompok yaitu:
a) Kelompok menurut kuantitas yang mempelajari
1) Ilmu fardhu ‘ain yaitu ilmu yang harus
diketahui oleh setiap muslim yang bersumber
dari Al-Qur’an dan AsSunnah.

183
2) Ilmu fardhu kifayah yaitu ilmu yang cukup
dipelajari oleh sebagian orang muslim saja
misalnya kedokteran, pertanian dan lainnya. .
b) Kelompok menurut fungsinya
1) Ilmu tercela adalah ilmu yang tidak berguna
untuk masalah dunia maupun akhirat serta
mendatangkan kerusakan
2) Ilmu terpuji adalah ilmu agama yang dapat
mensucikan jiwa dan menghindari hal-hal yang
buruk, serta ilmu yang dapat mendekatkan diri
pada allah
3) Ilmu terpuji dalam batasan tertentu tidak
bolaeh dipelajari secara mendalam karena akan
mendatangkan ateis.
c) Kelompok menurut sumbernya
1) Ilmu Syar’iyah adalah ilmu-ilmu yang didapat
dari wahyu ilahi dan sabda nabi
2) Ilmu ‘Aqliyah adalah ilmu yang berasal dari
akal pikiran setelah mengadakaneksperi men
dan akulturas. Allah berfirman dalam Q.S.
Fushshilat ayat 53 mengenai isi kurikulum
yang artinya:“Kami akan memperlihatkan
kepada mereka tanda-tanda kekuasaan kami
disegenap ufuk dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran
iu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak

184
cukup bagi kamu bahwa sesungguhnya Dia
menyaksikan segala sesuatu” Ayat tersebut
terkandung tiga isi kurikulum pendidikan
Islam,yaitu:
1. Isi kurikulum yang berorientasi pada “ketuhanan”
Rumusan isi kurikulum yang berkaitan
dengan ketuhanan, mengenal dzat, sifat, perbuatan-Nya, dan
relasinya terhadap manusia dan alam semesta. Bagian ini
meliputi ilmu kalam, ilmu metafisika alam, ilmu fiqh, ilmu
akhlak (tasawuf), ilmu-ilmu tentang AlQur’an dan As-
Sunnah (tafsir, mushtholah, linguistic, ushul fiqh, dan
sebagainya). Isi kurikulum ini berpijak pada wahyu Allah
SWT.
2. Isi kurikulum yang berorientasi pada
“kemanusiaan”
Rumusan isi kurikulum yang berkaitan
dengan perilaku manusia, baik manusia sebagai makhluk
individu, makhluk soaial, makhluk berbudaya dan makhluk
berakal. Bagian ini meliputi ilmu politik, ekonomi,
kebudayaan, sosiologi, antropologi, sejarah lenguistik, seni,
arsitek, filsafat, psikologi, paedagogis, biologi, kedokteran,
pedagangan, komunikasi, administrasi, matematika, dan
sebagainya. Isi kurikulum ini berpijak pada ayat-ayat anfusi.
3. Isi kurikulum yang berorientasi pada “kealaman”

185
Rumusan isi kurikulum yang berkaitan
dengan fenomena alam semesta sebagai makhluk yang
diamanatkan dan untuk kepentingan manusia. Bagian ini
meliputi ilmu fisika, kimia, pertanian, perhutanan, perikanan,
farmasi, astronomi, ruang angkasa, geologi, geofisika, botani,
zoology, biogenetik, dan sebagainya. Isi kurikulum ini
berpijak pada ayat-ayat afaqi. ( Abdul Mujib, 148- 154:2005)

C. Filsafat Materi Pendidikan Islam


Hakikat Materi Pendidikan Islam
Materi merupakan salah satu komponen
operasional dalam pandi-dikan Islam. Pada hakikatnya materi
merupakan bahan pelajaran dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan yang harus disajikan dalam proses kependidikan
dalam suatu sistem institusional pendidikan. Materi-materi
yang diuraikan di dalam nash merupakan menu pokok dalam
sajian proses pelajaran pendidikan Islam, baik di lingkungan
formal, informal maupun nonformal, oleh karenanya
berbagai macam bentuk materi yang telah dijadikan sebagai
rujukan, hendaknya benar-benar dipahami, dihayati, diyakini,
dan diamalkan dalam kehidupan. Dengan demikian, segala
ragam ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Islam
adalah ilmu Islami. Secara prinsipil materi ilmu dari nash
yang dikembangkan oleh para pemikir Islam dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

186
Dalam pandangan al-Farabi, ilmu
pengetahuan (science) yang ber-sumber dari al-Qur'an,
meliputi:
1. Ilmu bahasa;
2. Logika;
3. Sains persiapan yang terdiri dari ilmu berhitung,
geometri, optik, sains tentang benda-benda samawi,
seperti astronomi, musik (praktik dan teoretik), ilmu
pengukuran (timbangann), ilmu tentang pembuatan
instrumen-intrumen (yang biasa dipakai dalam seni,
sains, astronomi, dan sebagainya);
4. Fisika dan metafisika;
5. Ilmu kemasyarakatan.
Model klasifikasi yang dibuat oleh al-Farabi di atas
didasarkan pada hierarki (susunan) yang sejak berabad-abad
silam telah membentuk sistem matriks dan menjadi latar
belakang sistem pendidikan Islam.
Ibnu Khaldun pernah menganalisa sains dari aspek
historisnya secara cermat yang dituangkan di dalam kitabnya,
Muqaddimah. Beliau mendasarkan klasifikasi sains. Ilmu
pengetahuan filosofis dan intelektual. Ilmu-ilmu pengetahuan
yang disampaikan yang terdiri dari, al-Qur'an, tafsir dan
tajwid, ilmu Hadis, ilmu fikih, jurisprudensi Islam, teologi,
ilmu tasawuf, ilmu bahasa.

187
Al-Ghazali mengklasifikasi ilmu pengetahuan
sebagai berikut:
1. Ilmu-ilmu al-Qur'an dan ilmu agama;
2. Ilmu bahasa (terkait dengan bahasa Arab);
3. Ilmu-ilmu yang bersifat fardhu kifayah, seperti
kedokteran, matematika, teknologi, ilmu politik (yang
dianggap dapat memu-dahkan urusan manusia);
4. Ilmu kebudayaan.
Poin 1 dan 2 menurut al-Ghazali masuk dalam
kategori ilmu-ilmu fardlu 'ain (ukhrawi), sedangkan poin 3
dan 4 masuk dalam kategori ilmu-ilmu fardlu kifayah
(duniawi). Ibnu Sina memberikan klasifikasi ilmu
pengetahuan untuk dipelajari oleh orang Islam ke dalam dua
jenis, yaitu:
1. Ilmu nadhory atau ilmu teoretis (murni);
2. Ilmu 'Amaly atau ilmu praktis (terapan).
Menurut Ibnu Shina, seperti halnya para filosof Islam
lainnya, fil-safat mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang
tujuannya adalah untuk mengungkap hakekat kebenaran
segala sesuatu. Filsafat menurut Aristo-teles adalah induk
dari ilmu pengetahuan. Tujuan filsafat secara teoritis yaitu
untuk menyempurnakan jiwa melalui amal perbuatan. Tujuan
per-tama ialah untuk mengenal yang hak dan keduan adalah
untuk mencapai makrifat tentang segala kebaikan.5 Materi
dalam pendidikan Islam itu

188
nilainya diukur berdasarkan firman Allah Swt. Q.S.
al-Mujadilah ([58]: 11).
ّ ِ ‫سح‬
ُ‫ٱَّلل‬ َ ‫وا يَ ْف‬۟ ‫س ُح‬
َ ‫وا فِى ْٱل َم َج ِل ِس فَٱ ْف‬ ّ َ‫َٰٓيَأَيُّ َها ٱلّذِينَ َءا َمنُ َٰٓو ۟ا إِذَا قِي َل لَ ُك ْم تَف‬
۟ ‫س ُح‬
۟ ُ ۟
‫ٱَّللُ ٱلّذِينَ َءا َمنُوا ِمن ُك ْم َوٱلّذِينَ أوتُوا ْٱل ِع ْل َم‬ ّ ِ‫وا يَ ْرفَع‬ ۟ ‫ش ُز‬ ُ ‫وا فَٱن‬ ۟ ‫ش ُز‬
ُ ‫لَ ُك ْم ۖ َو ِإذَا قِي َل ٱن‬
‫ير‬ ُ
ٌ ِ‫ٱَّللُ بِ َما تَ ْع َملونَ َخب‬ ّ ‫ت ۚ َو‬ٍ ‫دَ َر َج‬
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikata-kan: "Berdirilah kamu", maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Pandangan Islam Tentang Tuhan, Manusia, dan
Alam
Mukti Ali mengatakan bahwa ada tiga elemen
yang harus dike-tahui dalam Islam, yaitu masalah Tuhan,
masalah manusia dan masalah alam.6 Ketiga masalah ini
merupakan pokok pembahasan dalam Islam. Demikian pula
halnya ketika kita ingin mengetahui dan menyusun materi
dalam pendidikan Islam. Ketiga hal ini merupakan cakupan
yang terdapat dalam sumber pokok ajaran Islam. Dalam
pembahasan lebih lanjut, penulis akan mencoba memaparkan
bagaimana pandangan Islam tentang Tuhan, bagaimana

189
pandangan Islam tentang manusia dan pan-dangan Islam
tentang alam.
Pandangan Islam Tentang Tuhan
Al-Qur'an sebagai sumber pertama dan utama dalam
ajaran Islam, menjelaskan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam
setiap diri insan. Hal ini merupakan fitrah manusia sejak
muasal kejadiannya, sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah berikut ini.
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari
kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat
adalah lalai. (Q.S. al-Rum [30]: ayat 7)
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman), "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi
saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan
Tuhan)." (Q.S. al-A'raf [7]: 172)
Kehadiran Tuhan pada diri manusia merupakan fitrah,
meski keberadaan-Nya terkadang diabaikan. Islam
mengajarkan bahwa para Nabi terdahulu senantiasa
mengembang ajaran tauhid, sebagai ikhtiar meluruskan

190
akidah umat yang dibinanya. Dalam Q.S al-Anbiya ([21]: 25)
dengan lugas mengungkapkan bahwa tidaklah Allah Swt.
mengutus seorang utusan kecuali diperintahkan untuk
menyembah Allah Yang Maha Tunggal.Apakah Tuhan
dalam Islam? Fazlur Rahman dalam bukunya Major Themes
of the Qur’an menjelaskan, bahwa Tuhan dalam Islam adalah
Allah yang di dalam al-Qur’an disebutkan sekitar 2.500 kali,
di luar penyebutan substansinya, seperti al-Rabb atau al-
Rahman.7 Al-Jurjani mendefinisikan kata “Allah” sebagai
nama yang menunjuk kepada Tuhan yang sebenarnya (al-Ilah
al-Haqq), yang merupakan kumpulan makna bagi seluruh
bagi seluruh nama-nama-Nya.8 Sementara Toshiku Izutsu
menjelaskan bahwa kata "Allah" merupakan kata fokus
tertinggi dalam sistem al-Qur'an. Pandangan yang teosentrik
ini telah membuat konsep tentang Allah meliputi keseluruhan
kandungan al-Qur'an.
Dalam studi filsafat Islam terdapat beberapa konsep
yang membahas permasalahan ini, di antaranya Ibnu 'Arabi
(w. 1240 M), yang konsepnya tentang Tuhan paling mudah
untuk dipahami. Ia mengatakan bahwa Tuhan dibagi dalam
dua level, yaitu Zat dan Sifat.10 Pada level Zat, Tuhan
merujuk pada diri-Nya, terlepas kaitannya dengan apapun
sehingga dalam level ini Tuhan tidak dapat kita kenal. Cara
yang tepat untuk menggam-barkan Tuhan di level ini adalah
dengan berasumsi bahw Dia bukanlah seperti apapun (laiysa
kamislihi syaiun), sehinga tidak mungkin untuk dikenali.

191
Pada level Sifat, Tuhan dapat dikenal, karena Tuhan telah
men-jadi sesuatu (ta'ayyun). Sifat-sifat atau nama-nama
muncul dalam konteks korelasi-Nya dengan alam.
Diperkenalkannya sifat-sifat dan nama-nama Tuhan dalam
kitab suci dalam rangka Tuhan ingin memperkenalkan diri-
Nya dengan manusia. Untuk mengenal Tuhan melalui sifat-
sifat-Nya, ia menawarkan teori tasybih (penyerupaan), yaitu
penyerupaan antara sifat-sifat Tuhan dengan manusia dengan
tetap mempertajam perbedaan mutlak antara Tuhan dan
manusia dari sudut Zat.
Konsep Islam tentang Tuhan tentunya
memiliki implikasi pedagogis yang perlu diperhatikan,
implikasi-implikasi tersebut antara lain:
a. Allah sebagai pencipta hendaknya dikenal,
diketahu dan diya-kini melalu tanda-tanda kekuasaan-Nya.
b. Allah sebagai Rabb mengandung arti bahwa Allah
memelihara dan mengatur alam semesta ini, oleh karenanya
manusia harus tunduk terhadap aturan-aturan yang telah
menjadi ketetapan-Nya.
c. Allah memiliki beberapa sifat yang hendaknya
dapat ditransfor-masikan dalam dunia pendidikan Islam.
Beberapa implikasi di atas, pada dasarnya
bermuara pada tiga hal, yaitu, pertama, filsafat pendidikan
Islam haruslah menggunakan prinsip-prinsip Islam dalam
menentukan aspek pemikiran pendidikannya. Kedua, Filsafat

192
pendidikan Islam berupaya lebih mengarahkan kaum muslim
untuk menjadikan nash sebagai sumber utama bagi pemben-
tukan masyarakat muslim. Ketiga, dengan kembali kepada
nash, filsafat pendidikan Islam berupaya membangun
kembali kepercayaan akan ajaran Islam yang dapat
menguatkan identitas kaum muslim di era global.
2. Pandangan Islam Tentang Manusia
What is man? Semikianlah sebuah
pertanyanaan yang biasa diaju-kan ketika memulai
pembahasan tentang telaah filsafat. Pertanyaan ini
damaksudkan, pada tahap permulaan, filsafat senantiasa
mempersoalkan tentang siapakah manusia itu. Jika pada
tahap awal filsafat memper-soalkan manusia, demikian pula
halnya dengan pendidikan Islam, ia tidak akan memiliki
paradigma sempurna tanpa menetukan sikap kon-septual
filosofis tentang manusia. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa
manusia merupakan bagian dari alam ini. Perlunya
menentukan sikap dan tanggapan tentang manusia dalam
filsafat pendidikan Islam, pada hakikatnya didasarkan pada
asumsi bahwa manusia adalah subjek seka-ligus objek
pendidikan Islam.Al-Syaibany mengemukakan beberapa
prinsip yang menjadi dasar filosofis bagi pandangan
pendidikan Islam, yaitu:
a) Manusia adalah makhluk yang paling mulia di alam
ini. Allah membekalinya dengan kistimewaan-
keistimewaan yang menyebabkan mereka memiliki

193
keunggulan dibandingkan dengan makhluk ciptaan
Allah lainya.
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak
Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami
beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S. al-Isra’ [17]: 70)
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. (Q.S. al-Tin [95]: 4)
b) Kemulian manusia dibanding makhluk Allah lainnya
adalah karena manusia diangkat sebagai khalifah yang
bertugas memak-murkan bumi atas dasar ketakwaan.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi". Mereka berkata, "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau
dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."( Q.S. al-
Baqarah [2]: 30)
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-

194
orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi
aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka
mereka itulah orang-orang yang fasik. (Q.S. al-Nur [24]: 55)
c) Manusia adalah makhluk yang berpikir yang
menggunakan bahasa sebagai media.
d) Manusia adalah makhluk tiga dimensi seperti segitiga
sama kaki, yang terdiri dari tubuh akal dan ruh.
e) Perkembangan dan pertumbuhan manusia dipengaruhi
oleh faktor keturunan dan lingkungan.
f) Manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan.
g) Manusia sebagai individu berbeda dengan manusia
lainnya karena pengaruh faktor keturunan dan
lingkungan.
h) Manusia mempunyai sifat luwes dan selalu berubah
melalu proses pendidikan.
Dengan berpegang pada prinsip-prinsip di atas,
kiranya mudah bagi filsafat pendidikan Islam untuk
menentukan konsep tentang hakikat manusia. Konsep ini
tentunya mencakup pembahasan tentang proses penciptaan
manusia, tujuan hidup, kedudukan dan tugas manusia. Dalam
melaksanakan fungsi kekhalifahannya, manusia dibekali oleh

195
Allah Swt. dengan berbagai potensi. Potensi-potensi yang
diberikan Allah meru-pakan anugrah yang tidak diberikan
kepada makhluk-makhluk lainnya. Potensi-potensi ini
dikenal dengan istilah fitrah. Dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwa setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang
memungkinkan ia menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau
Majusi. Hadis ini mengisyaratkan sejak lahir telah dibekali
potensi-potensi yang disebut fitrah. Pandangan Islam di atas
kiranya memiliki implikasi, bahwa sean-dainya manusia
dibiarkan saja tanpa diberikan pendidikan, maka manusia
dengan sendirinya akan menjadi baik, sebab manusia
diciptakan Tuhan dengan dibekali potensi kebaikan. Yang
menjadi permasalahan kemu-dian adalah manusia tidak dapat
terlepas dari pengaruh lingkungannya, baik lingkungan
keluarga, sekolah ataupun masyarakat. Di sinilah letak
pentingnya pendidikan bagi perkembangan potensi manusia.
Potensi yang dimiliki akan stagnan dan tidak efisien apabila
tidak diarahkan dan dikembangkan. Untuk
mengembangkannya, maka harus melalui proses pendidikan.
3. Pandangan Islam Tentang Alam
Filsafat alam pertama kali dicetuskan di kota
Miletos, terletak di Asia Kecil, oleh ahli filsafat pertama
Thales, kemudian dikembangkan oleh murid-muridnya
hingga ke masa Plato dengan memunculkan filsa-fat
idealismenya dan Aristoteles dengan filsafat realismenya.

196
Keduanya merupakan cikal bakal lahirnya berbagai aliran
filsafat yang menekankan pada akal dan indra.
Sejalan dengan itu, Islam pun mengajarkan
bahwa manusia dipe-rintahkan terlebih dahulu untuk
mengetahui alam dan seisinya, sebelum mengetahui dan
memikirkan siapa Kreator-Nya. Al-Jurjani mendefini-sikan
alam secara etimologi sebagai segala hal yang menjadi tanda
bagi suatu perkara hingga dapat dikenali. Sedangkan secara
terminologi berarti segala sesuatu yang ada (maujud) selain
Allah Swt, yang dengan ini Allah dapat dikenali, baik dari
segi nama maupun sifat-Nya. Penger-tian ini adalah
pengertian teologis, sedangkan dalam konteks filosofis alam
adalah kumpulan substantif (jauhar) yang tersusun dari
materi (maaddah) dan bentuk (shuurah) yang ada di langit dan
di bumi. Al-Qur'an Surat al-Fushilaat ([41]: 53) menyatakan:
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-
tanda (kekua-saan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri
mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa al-Qur’an itu
adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya
Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?
Ayat di atas menyatakan bahwa alam semesta
merupakan tanda-tanda Allah Swt. Alam sebagai sebuah
tanda tentunya akan memberikan petunjuk kepada yang
ditandai, yaitu Tuhan. Dari sini para filsuf menga-takan
bahwa alam merupakan pantulan atau cermin dari sifat-sifat

197
Tuhan. Alam merupakan cerminan universal yang dengannya
Tuhan dapat dikenali.
Di dalam al-Qur'an ditemukan sekitar 750 ayat
yang menunjuk kepada fenomena alam semesta (ayat-ayat
kauniyah). Mahdi al-Ghulisyani dalam bukunya The Holy
Qur'an and the Sciences of Nature, membagi ayat-ayat
kauniyah dalam delapan kategori, yaitu:
1. Ayat-ayat al-Qur'an yang menggambarkan elemen-
elemen pokok alam semesta (manusia dituntut untuk
mengungkapnya).
2. Yang mencakup masalah cara penciptaan alam
semesta (manusia dituntut mengungkap asal-usulnya).
3. Ayat-ayat yang menyuruh manusia mengungkap
bagaimana alam ini berwujud.
4. Ayat-ayat yang menyuruh manusia mempelajari
fenomena alam.
5. Qasm Allah terhadap berbagai macam objek alam.
6. Ayat-ayat yang merujuk terhadap kemungkinan
terjadinya fenomena alam.
7. Ayat-ayat yang menekankan kelangsungan dan
keteraturan pen-ciptaan alam.
8. Ayat-ayat yang menjelaskan keharmonisan
keberadaan manusia dengan alam.
Konsep Islam tentang alam memiliki
implikasi terhadap filsafat pen-didikan Islam, di antaranya:

198
1. Filsafat pendidikan Islam percaya bahwa pendidikan
Islam merupakan proses interaksi antara peserta didik
dengan alam dalam membentuk dan memberikan
pengalaman dan peru-bahan tingkah laku anak didik.
2. Keteraturan alam (sunnatullah) yang dimiliki haruslah
diteliti dan digali oleh manusia dalam lingkungan
pendidikannya.
3. Filsafat pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta
yang terdiri dari dua kategori (alam benda dan alam
ruh) haruslah mendapat proporsi yang seimbang.
4. Filsafat pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta
yang ber-jalan secara teratur merupakan sebuah
keajaiban dan keagungan dari allah SWT. Dengan ini
pendidikan Islam harus dapat mem-berikan pemahamn
kepada anak didik akan keberadaan manusia di
hadapan Allah yang tidak memiliki daya.

D. Filsafat Menajamen Pendidikan


Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar
ontologis dari manajemen pendidikan. Adapun aspek realitas
yang dijangkau teori dan manajemen pendidikan melalui
pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia
secara empiris baik yang berupa tingkat kwalitas maupun
kwantitas hasil yang dicapai. Objek materi manjemen
pendidikan pendidikan ialah sisi manajemen yang mengatur
seluruh kegiatan kependidikan, yaitu, Perencanaan,

199
pengorganisasian, Pengerahan (motivasi, kepemimpinan,
pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi, dan
negoisasi serta pengembangan organisasi)
dan pengendalian (Meliputi Pemantauan,penilaian, dan
pelaporan.
❖ Landasan Epistemologis Manajemen Pendidikan
Menurut Husaini (2006:7) pengertian manajemen
pendidikan adalah seni atau ilmu mengelola sumber daya
pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaa,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara.
Manajemen pendidikan dapat pula didefinisikan
sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan
mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Sumber daya pendidikan adalah sesuatu yang dipergunakan
dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi enam
hal; (1) administrasi peserta didik; (2) administrasi tenaga
pendidik; (3)administrasi keuangan; (4) administrasi sarana
dan prasarana; (5) admistrasi hubungan sekolah dengan
masyarakat; dan (6) administrasi layanan khusus.
Perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang
ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu

200
periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Tujuan perencanaan adalah (1) standar pengawasan,
(2) Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu
kegiatan, (3) mengetahui siapa saja yang terlibat, (4)
mendapatkan kegiatan yang sitematis, (5) meminimalkan
kegiatan yang tidak produktif, (6) mendeteksi hambatan dan
kesulitan yang ditemui, dan (7) mengarahkan pada
pencapaian tujuan.
Manfaat dari perencanaan adalah :
1. sebagai standar pengaasan dan pengawasan
2. pemuilihan sebagai alterbatif terbaik
3. penyusunan skala proritas, baik sasaran maupun
kegiatan
4. menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi.
5. membantu manajer menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan.
6. alat yang memudahkan dalam berkoordinasi dengan
pihak terkait.
7. alat yang meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti.
Pengorganisasian adalah (1) penentuan sumber daya
dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
organisasi, (2) proses perencanaan dan pengembangan suatu
organisasi, (3) penguasaan tanggung jawab tertentu, (4)

201
pendelegasian wewenangyang diperlukan untuk individu-
individu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Manfaat Pengorganisasian adaah :
1. Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemauan, dan
sumber dayayang dimiliki.
2. untuk mencapai tujuan yang lebih efektif dan efesien,
3. wadah memanfaatkan sumber daya yang dimiliki
secara bersama-sama.
4. wadah mengembangkan potensi dan spesialisasi yang
dimiliki sesorang.
5. wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja.
6. dawah mencari keuntungan bersama.
7. wadah mengelola lingkungan bersama-sama.
8. wadah menggunakan kekuasaan dan pengawasan
9. wadah mendapatkan pengahrgaan.
10. wadah memenuhi kebutuhan manusia.
11. wadah menambah pergaulan
Salah satu fungsi manejeman adalah pengerahan
atau pelaksanaan. Setelah melaksanakan perencaan dan
pengorganisian yang terpenting adalah implementasi dari
perencaaan yaitu pelaksaan. Pelasanaan dalam program
organisasi sangat terggantung dari dua aspek, yaitu:
Kepemimpinan, dan motivasi kerja anggota organisasi. Antar
pemimpin dan pelaksana mempunyai tugas dan bertanggung
jawab masing masing atas tugasnya. Program tidak akan
berjalan sesuai dengan yang diinginkan apabila tidak

202
didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan motivasi kerja
para anggota organisasi.
Pengendalian adalah proses pemantauan,
penilaian dan pelaporan perencanaan atas pencapaian tujuan
yang dicapai yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif
guna penyempurnaan lebih lanjut.
Pengendalian sering disebut dengan pengawasan atau
controlling. Tujuannnya adalah:
1. menghentikan atau meniadakan masalah,
penyimpangan, penyelewengan, pemborosan,
banbatan dan ketidak adilan.
2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan
penyimpangan, penyelewengan, pemborosan,
banbatan dan ketidak adilan.
3. menciptakan cara yang lebih baik untuk membina
yang telah baik.
4. menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran,
partisipasi dan akuntabilitas organisasi.
5. meningkatkan kelancaran operasi organisasi.
6. memberikn opini atas kerja organisasi.
menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih.
Manfaat pengawasan adalah menigkatnya
akuntabilitas dan keterbukaan dalam organisasi.
Dasar epistemologis diperlukan dalam manajemen
pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi

203
mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung
jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagaian
dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek
formil ilmu manajemen pendidikan memerlukaan pendekatan
fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan
studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis
itu bersifat kualitaatif, artinya melibatkan pribadi dan diri
peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca
positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data
diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang
jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju
tidak hnya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan &
Biklen, dalam Umaedi: 1999)
Pemikiran ini telah mendorong munculnya
pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu
pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah
sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan.
Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen
peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School
Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih
bersifat pembangunan (developmental) disebut School
Based Quality Improvement.
Konsep manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah ini ditulis dengan tujuan;

204
a. Mensosialisasikan konsep dasar manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada
masyarakat.
b. Memperoleh masukan agar konsep manajemen ini
dapat diimplentasikan dengan mudah dan sesuai
dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki
keragaman kultural, sosio-ekonomi masyarakat dan
kompleksitas geografisnya.
c. Menambah wawasan pengetahuan masyarakat
khususnya masyarakat sekolah dan individu yang
peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan
mutu pendidikan.
d. Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan
berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/pada
sekolah masing – masing.
e. Menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk
ikut serta secara aktif dan dinamis dalam
mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
f. Memotivasi timbulnya pemikiran-pemikiran baru
dalam mensukseskan pembangunan pendidikan dari
individu dan masyarakat sekolah yang berada di garis
paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
g. Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu
pendidikan merupakan tanggung jawab semua
komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan

205
mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran
sekolah.
h. Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada
tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan
dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun. 5
tahun,dst,sehingga tercapai misi sekolah kedepan.
Peran Esensial Pemimpin Kepemimpinan mempunyai
peran strategis dalam upaya perbaikan kualitas. Setiap
anggota organisasi harus memberikan konstribusi penting
dalam upaya tersebut. Namun, setiap upaya perbaikan yang
tidak didukung secara aktif oleh pimpinan, komitment,
kreatifitas, maka lama-kelamaan akan hilang
❖ Dasar Aksiologis Managemen Pendidikan
Aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji
dan menitegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan
manusia. Dengan kata lain nilai-nilai tersebut ditanamkan
dalam pribadi para pemimpin pendidikan (kepala sekolah),
guru, staf dan anak didik. Sesuai dengan tujuannya, maka
manfaat manajemen pendidikan; Pertama, terwujudnya
suasana belajar dan proses pembelajaran yang Aktif,
Inovative, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
(PAIKEM); Kedua, terciptanya peserta didik yang aktif
mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan

206
dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara; Ketiga, terpenuhinya salah satu dari 4 kompetensi
tenaga pendidik dan kependidikan (tertunjangnya kompetensi
profesional sebagai pendidik dan tenaga kependidikan
sebagai manajer); Keempat, tercapainya tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien; Kelima, terbekalinya tenaga
kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas
administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai
manajer pendidikan atau konsultan manajemen
pendidikan); Keenam, teratasinya masalah mutu pendidikan.
(Husaini, 2006:8)
Kemanfaatan teori Manajemen pendidikan tidak
hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan
untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi
pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara
beradab. Oleh karena itu nilai manajemen pendidikan tidak
hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni,
melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah
dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui
kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan
pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian
ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat
batas yang sangat tipis antar pekerjaan administrasi
pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini
relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai
bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966).

207
Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula untuk
menjembatani persoalan yang sedang berlangsung maupun
yang akan terjadi.

E. Filsafat Metode dan Strategi Pendidikan Islam


❖ Strategi Pendidikan Islam
Dalam proses pendidikan tentu sangat diperlukan
suatu perhitungan tentang kondisi dan situasi dimana proses
tersebut berlangsung. Dengan perhitungan tersebut, maka
proses pendidikan islam akan lebih terarah kepada tujuan
yang hendak dicapai. Itulah sebabnya pendidikan
memerlukan strategi yang menyangkut pada masalah
bagaimana melaksanakan proses pendidikan terhadap sasaran
pendidikan dengan melihat situasi dan kondisi yang ada.
1. Pengertian Strategi Pendidikan Islam
Didalam kamus bahasa Indonesia, strategi diartikan
sebagai taktik atau rencana langkah- langkah yang dilakukan
secara sistematis dalam perang. Strategi pendidikan pada
hakikatnya adalah pengetahuan atau seni mendayagunakan
semua factor untuk mengamankan sasaran kependidikan
yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan
dalam operasionalisasi sesuai dengan situasi dan kondisi
lapangan yang ada. Dengan demikian, strategi pendidikan
dapat diartikan sebagai kebijaksanaan dan metode umum
pelaksanaan proses kependidikan.

208
2. Jenis Strategi Pendidikan Islam
Adapun strategi pendidikan islam itu adalah seperti
yang ditunjukkan dalam firman Allah SWT, antara lain:
a. Surat Al-Qashash ayat 77
ّ ‫ّار‬
ُ‫َّللا‬ َ ‫َنس َو ََل ْاْل ِخ َرة َ الد‬ ِ ‫سنَ َك َما َوأَحْ سِن ْنيَاالدُّ ِمنَ ن‬
َ ‫َصيبَكَ ت‬ َ ْ‫َّللاُ أَح‬
ّ َ‫إِلَيْك‬
‫آتَاكَ فِي َما َوا ْبت َِغ‬
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah
kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu”
b.
Surat Almujadalah ayat 11
ّ َ‫ت ْال ِع ْل َم أُوتُوا َوالّذِينَ ِمن ُك ْم آ َمنُوا الّذِين‬
ِ‫َّللاُ يَ ْرفَع‬ ٍ ‫دَ َر َجا‬
“Allah akan Mengangkat (derajat) orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
beberapa derajat”
Dengan dasar petunjuk Allah sebagaimana yang
tersirat dalam firman-Nya, maka strategi pendidikan islam
harus mencakup ruang lingkup pembinaan keimanan,
akhlakul karimah dan ilmu pengetahuan tentang kehidupan
duniawi dan ukhrawi. Dalam strategi pendidikan inilah
segala perencanaan program sampai dengan pelaksanaannya
dirumuskan secara feasible, acceptable, sehingga out put

209
yang diharapkan akan benar- benar sesuai dengan tujuan
pendidikan.
❖ Metode Pendidikan Islam
Pendidikan islam dalam pelaksanaannya
membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan
kegiatan pendidikannya kearah tujuan yang dicita-citakan.
Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum
pendidikan islam, ia tidak akan berarti apa - apa, manakala
tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam
mentransformasikannya kepada peserta didik. Hal ini berarti
bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena
tujuan pendidikan islam itu akan tercapai secara tepat guna
manakala jalan yang ditempuh menuju cita-cita tersebut
benar-benar tepat.
1. Pengertian Metode Pendidikan Islam
Istilah “ Metode” terdiri dari 2 kosa kata,
yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan.
Jadi, metode berarti jalan yang dilalui. Metode ialah istilah
yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian” cara
yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.
Bila dikaitkan dengan proses kependidikan islam,
maka metode berarti suatu proses yang dipergunakan
pendidik dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehubungan

210
dengan hal tersebut, Ahmad Tafsir, secara umum membatasi
bahwa metode pendidikan ialah semua cara yang digunakan
dalam upaya mendidik. Jadi, metode pendidikan islam adalah
cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidik untuk
menyampaikan bahan atau materi pendidikan islam agar
materi pendidikan islam tersebut dapat dengan mudah
diterima oleh anak didik.
2. Tujuan, Tugas, dan Fungsi Metode
Pendidikan Islam
Pendidik dalam proses pendidikan islam tidak hanya
dituntut untuk menguasai sejumlah materi yang akan
diberikan kepada peserta didiknya, tetapi juga harus
menguasai berbagai metode dan teknik pendidikan guna
kelangsungan transformasi dan internalisasi mata pelajaran.
Tujuan diadakan metode adalah menjadikan proses
dan hasil belajar mengajar agama islam lebih berhasil dan
menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan
ketentuan ajaran islam melalui teknik motivasi yang
menimbulkan gairah belajar peserta didik secara mantap.
Adapun fungsi metode pendidikan islam adalah mengarahkan
keberhasilan belajar, memberi kemudahan kepada peserta
didik untuk belajar berdasarkan minat, serta mendorong
usaha kerja sama dalam kegiatan belajar mengajar antara
pendidik dengan peserta didik. Disamping itu, fungsi dari
metode pendidikan adalah memberi inspirasi pada peserta

211
didik melalui proses hubungan yang serasi antara pendidik
dan peserta didik seiring dengan tujuan pendidikan islam.
Tugas utama metode pendidikan islam adalah
mengadakan aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan
pedagogis sebagai kegiatan antar hubungan pendidikan yang
terealisasi melalui penyampaian keterangan dan pengetahuan
agar siswa mengetahui, memahami, menghayati, dan
meyakini materi yang diberikan, serta meningkatkan
keterampilan olah pikir. Selain itu, tugas dari metode itu
adalah membuat perubahan dalam sikap dan minat serta
memenuhi nilai dan norma yang berhubungan dengan
pelajaran dan perubahan dalam pribadi dan bagaimana factor
–faktor tersebut diharapkan menjadi pendorong kearah
perbuatan yang nyata.
3. Prosedur pembuatan metode pendidikan
islam
Prosedur pembuatan metode pendidikan islam adalah
dengan memperhatikan factor-faktor yang
mempengaruhinya, yang meliputi:
1. Tujuan pendidikan islam
2. Peserta didik
3. Situasi
4. Fasilitas
5. Pribadi pendidik

212
4. Asas-Asas Pelaksanaan Metode Pendidikan
Islam
a. Asas motivasi yaitu membangkitkan perhatian
peserta didik kearah bahan pelajaran yang sedang
disajikan
b. Asas aktivitas, yaitu memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk ambil bagian secara
aktif dan kreatif dalam seluruh kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan
c. Asas apersepsi, yaitu mengupayakan respon-
respon tertentu dari peserta didik sehingga mereka
memperoleh perubahan pada tingkah laku,
perbendaharaan konsep, dan kekayaan akan
informasi
d. Asas peragaan, yaitu memberikan variasi dalam
cara-cara mengajar dengan mewujudkan bahan
yang diajarkan secara nyata
e. Asas ulangan, yaitu usaha untuk mengetahui taraf
kemajuan atau keberhasilan belajar peserta didik
dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap
f. Asas korelasi, yaitu menghubungkan suatu bahan
pelajaran dengan bahan pelajaran lainnya,
sehingga membentuk mata rantai yang erat
g. Asas konsentrasi, yaitu memfokuskan pada suatu
pokok masalah tertentu dari keseluruhan bahan
pelajaran untuk melaksanakan tujuan pendidikan

213
serta memperhatikan peserta didik dalam segala
aspeknya
h. Asas individualisasi, yaitu memperhatikan
perbedaan-perbedaan individual peserta didik
i. Asas sosialisasi, yaitu menciptakan situasi social
yang membangkitkan semangat kerja sama antara
peserta didik dengan pendidik atau sesama peserta
didik dan masyarakat, dalam menerima pelajaran
agar lebih berdaya guna
j. Asas evaluasi, yaitu memperhatikan hasil dari
penilaian kemampuan yang dimiliki peserta didik
sebagai umpan balik pendidik dalam
memperbaiki cara mengajar
k. Asas kebebasan, yaitu memberiakn keleluasaan
keinginan dan tindakan bagi peserta didik dengan
dibatasi atas kebebasan yang mengacu pada hal-
hal yang positif
l. Asas lingkungan, yaitu menentukan metode
dengan berpijak pada pengaruh lingkungan akibat
interaksi dengan lingkungan
m. Asas globalisasi, yaitu memperhatikan reaksi
peserta didik terhadap lingkungan secara
keseluruhan, tidak hanya secara intelektual tetapi
juga secara fisik, social dan sebagainya

214
n. Asas pusat-pusat minat, yaitu memperhatikan
kecenderungan jiwa yang tetap ke jurusan suatu
yang berharga bagi seseorang
o. Asas ketauladanan, yaitu memberikan contoh
terbaik untuk ditiru dan ditauladani peserta didik
p. Asas pembiasaan, yaitu memberikan hal-hal
positif dalam diri peserta didik sebagai upaya
praktis dalam pembinaan mereka.
5. Karakteristik Metode Pendidikan Islam
a) Keseluruhan proses penerapannya didasarkan
pada nilai-nilai asasi islam sebagai ajaran yang
universal
b) Proses pembentukan, penerapan, dan
pengembangannya tidak dapat dipisahkan dengan
konsep al akhlak alkarimah
c) Bersifat luwes dan fleksible
d) Bersungguh-sungguh dalam menyeimbangkan
antara teori dan praktek
e) Menekankan kebebasan peserta didik untuk
berkreasi dan mengambil prakarsa dalam batas-
batas kesopanan dan akhlakul karimah
f) Menekankan nilai-nilai keteladanan dan
kebebasan pendidik dalam menggunakan serta
mengkombinasikan berbagai metode pendidikan
yang ada dalam mencapai tujuan pengajarannya

215
g) Berupaya menciptakan situasi dan kondisi yang
memungkinkan bagi terciptanya interaksi edukatif
yang kondusif
h) Metode pendidikan islam merupakan usaha untuk
memudahkan proses pengajaran dalam mencapai
tujuannya secara efektif dan efisien.
6. Metode-Metode Pendidikan Islam
Metode pendidikan islam secara formal yang
dikemukakan oleh al syaibany yaitu:
a. Metode induksi (kesimpulan)
b. Metode qiyasiah
c. Metode kuliah
d. Metode dialog
e. Metode halaqah
f. Metode riwayat
g. Metode mendengar
h. Metode membaca
i. Metode Imla’
j. Metode hafalan
k. Metode pemahaman
l. Metode pariwisata

F. Filsafat Kepemimpinan Pendidikan Islam


Kepemimpinan Pendidikan

216
Jika kita berbicara tentang kepemimpinan pendidikan,
hendaklah kita berusaha memahami bahwa dalam
pelaksanaan tugas itu ada seorang yang berfungsi sebagai
pemimpin. Ia adalah orang yang dapat bekerjasama dengan
orang lain dan yang dapat bekerja untuk orang lain.
Siapakah yang sebenarnya dapat disebut pemimpin
pendidikan? Tiap-tiap orang yang merasa terpanggil untuk
melaksanakan tugas memimpin di dalam lapangan
pendidikan, misalnya orang tua di rumah, guru di sekolah,
kepala kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, serta
pengawas pendidikan di Kantor Pembinaan Pendidikan dan
di daerah pelayanannya, juga pendidik lain. Kepemimpinan
sangat dibutuhkan dalam pembinaan pendidikan.
Ki Hadjar Dewantara, seorang bapak Taman Siswa,
menganggap pendidikan sebagai daya upaya untuk
mewujudkan bertumbuhnya budi pekerti, kekuatan batin,
karakteristik, pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk
memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya.
Apabila pengertian kepemimpinan dipadukan dengan
pengertian pendidikan, maka akan muncul pengertian
kepemimpinan pendidikan. Dirawat dan kawan-kawan
memberikan definisi kepemimpinan pendidikan sebagai satu
kemampuan dan proses mempengaruhi, membimbing,
mengkoordinir dan menggerakkan orang-orang lain yang ada
hubungannya dengan pengembangan ilmu pendidikan dan
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar supaya

217
kegiatan-kegiatan yang diajukan dapat lebih efisien dan
efektif di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan.
1. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan
a) Fungsi pemimpin yang bertalian dengan tujuan
yang hendak dicapai, antara lain terdiri dari: 1)
Pemimpin berfungsi memikirkan dan merumuskan
dengan teliti tujuan kelompok serta menjelaskan
supaya anggota dapat bekerjasama mencapai tujuan
itu; 2) Pemimpin berfungsi memberi dorongan
kepada anggota-anggota kelompok untuk
menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan
rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat
memberi harapan yang baik; 3) Pemimpin
berfungsi membantu anggota kelompok dalam
mengumpulkan keterangan yang perlu supaya
dapat mengadakan pertimbangan yang sehat,; 4)
Pemimpin berfungsi menggunakan kesanggupan
dan minat khusus anggota kelompok; 5) Pemimpin
berfungsi memberi dorongan kepada setiap anggota
kelompok untuk melahirkan perasaan dan
pikirannya dan memilih buah pikiran yang baik dan
berguna dalam perencanaan masalah yang dihadapi
oleh kelompok; 6) Pemimpin berfungsi memberi
kepecayaan dan menyerahkan tanggungjawab
kepada anggota dalam melaksanakan tugas, sesuai

218
dengan kemampuan masing-masing demi
kepentingan bersama.
b) Fungsi pemimpin yang bertalian dengan penciptaan
suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan
sambil memeliharanya, antara lain: 1) Memupuk
dan memelihara kesediaan kerjasama di dalam
kelompok demi tercapainya tujuan bersama; 2)
Menanamkan dan memupuk perasaan pada anggota
masing-masing bahwa mereka termasuk dalam
kelompok dapat dibentuk melalui penghargaan
terhadap usaha-usahanya dan sifat yang ramah
tamah, gembira dari pemimpin akan mempengaruhi
anggota-anggota dan mereka pasti akan menirunya;
3) Meungusahakan suatu tempat pekerjaan yang
menyenangkan; 4) Mempergunakan kelebihan-
kelebihan yang terdapat pada pimpinan untuk
memberi sumbangan dalam kelompok menuju
pencapaian tujuan bersama dan pimpinan dapat
juga mengembangkan kesanggupankesanggupan
anggota masing-masing, maka dengan demikian
pemimpin ini akan diterima dan diakui secara
wajar.
Guru sebagai pemimpin pendidikan bagi murid. Guru
dalam Islam adalah orang yang bertanggungjawab terhadap
perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh
potensinya, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun

219
potensi psikomotorik. Guru juga berarti orang dewasa yang
bertanggungjawab memberikan pertolongan pada anak didik
dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar menacapai
tingkat kedewasaan, serta mampu berdiri sendiri dalam
memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah. Allah berfirman
dalam surat Ali Imran ayat 164: kepada orang yang beriman
ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari
golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al-kitab dan alhikmah. Dan
sesungguhnya sebelum kedatangan Nabi itu, mereka benar-
benar dalam Imran: 164 )39
Dari ayat di atas, dapat ditarik kesimpulan yang utama
bahwa tugas Rasulullah selain sebagai Nabi, juga sebagai
pendidik (Guru). Oleh karena itu, fungsi utama guru menurut
ayat tersebut adalah:1) Penyucian, yakni pengembangan,
pembersihan dan pengangkatan jiwa kepada pencipta-Nya,
menjauhkan diri dari kejahatan dan menjaga diri agar tetap
berada pada fitrah; 2) Pengajaran, yakni pengalihan berbagai
pengetahuan dan akidah kepada akal dan hati kaum Muslimin
agar mereka merealisasikannya dalam tingkahlaku
kehidupan. Selain fungsi utama guru di atas, ada beberapa
fungsi guru yang akan penulis kemukakan, antara lain: 1)
Guru sebagai Pribadi Kunci.
Kita mengetahui bahwa guru merupakan key person
dalam kelas. Guru yang memimpin dan mengarahkan

220
kegiatan belajar para siswanya. Guru yang paling banyak
berhubungan dengan para siswa dibandingkan dengan
personal sekolah lainnya. Di depan mata anak-anak, guru
adalah seseorang memiliki otoritas, bukan saja otoritas dalam
bidang akademis, (dituruti dan ditiru). Pengaruh guru
terhadap para siswanya sangat besar.
Faktor-faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan
simpati, misalnya memegang peran penting dalam interaksi
sosial,41 2) Guru sebagai Pengajar dan Pembimbing: a) Guru
sebagai Pengajaran. Melalui bidang pendidikan, guru
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik sosial,
budaya, maupun ekonomi. Dalam keseluruhannya proes
pendidikan, guru merupakan faktor utama yang bertugas
sebagai pendidik. Guru memegang berbagai jenis peranan
yang mau tidak mau harus dilaksanakannya sebagai guru.42
b) Guru sebagai Pembimbing. Peran guru sebagai
pembimbing, seorang guru harus menyelenggarakan
bimbingan kelompok atau individu bekerjasama dengan
masyarakat dan lemabaga-lembaga lainnya untuk membantu
memecahkan masalah siswa.
❖ Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan
Sesuai dengan situasi sekarang dimana kita berada di
tengah-tengah perjuangan menuju tujuan pendidikan tidak
lepas dan sangat membutuhkan tipe-tipe pemimpin, sebagai

221
pemimpin pendidikan yang official leader. Ada beberapa
pendapat mengenai tipe-tipe kepemimpinan, antara lain:
a) Kepemimpinan Otokratis. Seorang pemimpin yang
otokratis memperlihatkan kekuasaannya, ingin berkuasa. Ia
berpendapat bahwa tanggungjawabnya sebagai pemimpin
besar sekali. Hanya dialah yang bertanggungjawab dalam
kepemimpinannya. Maju mundurnya organisasi yang
dipimpinnya sangat bergantung kepadanya. Pada umunya
situasi lingkungan organisasi yang dipimpinnya tidak akan
menggembirakan anggota. Misalkan, di sekolah guru-guru
akan bersifat acuh tak acuh atau memberontak, kecuali guru
yang menjadi sahabat atau kesayangannya;
b) Kepemimpinan Pseudo-Demokatis. Seorang
pemimpin yang bersifat pseudo- -pura memperlihatkan sifat
demokratis di dalam kepemimpinannya. Ia memberi hak dan
kuasa kepada anggotanya (guru) untuk menetapkan dan
memutuskan sesuatu, tetapi sesungguhnya ia bekerja dengan
perhitungan. Ia mengatur siasat agar kemauannya terwujud
kelak. Bagi pemimpin seperti itu berarti memberi bimbingan
dengan lemah-lembut dalam mengejarkan hal-hal yang
dikehendakinya supaya mereka melakukannya;
c) Kepemimpinan LaissezFaire. Pemimpin pada tipe
ini menghendaki supaya kepada bawahannya diberikan
banyak kebebasan. Pemimpin bersikap acuh tak acuh
terhadap tugas dan kewajibannya. Ia beranggapan bahwa
dengan memberi kebebasan kepada guru-guru itu, mereka

222
akan lebih bersemangat dan bergembira dalam melaksanakan
tugas mereka. Ia telah memberi pengertian yang salah dan
kacau,
d) Kepemimpinan Demokratis. Macam
kepemimpinan yang baik dan yang sesuai dewasa ini ialah
kepemimpinan demokratis. Pemimpin menghormati dan
menghargai pendapat anggotanya. Pemimpin tidak
melaksanakan tugasnya sendiri. Ia berbijaksana di dalam
pembagian pekerjaan dan tanggungjawab. Dapat dikatakan
bahwa tanggungjawab terletak pada pundak dewan guru
seluruhnya termasuk pemimpin sekolah.
❖ Syarat-syarat Kepribadian Bagi Seorang Pemimpin
Pendidikan
Kualifikasi kepribadian guru dipandang sangat
penting oleh sebab itu guru (pendidik) bukan saja
melaksanakan pendidikan, ia juga dituntut dapat
memperbaiki pendidikan yang telah terlanjur salah diterima
anak sekaligus mengadakan pendidikan ulang. Kemudian Al-
Ghazali mengemukakan syarat-syarat kepribadian seorang
pendidik, sebagai berikut:
a) Sabar menerima masalah-masalah yang ditanyakan
murid dan harus diterima baik;
b) Senantiasa bersifat kasih dan tidak pilih kasih;
c) Jika duduk harus sopan dan tunduk, tidak riya'
(pamer);

223
d) Tidak takabbur, kecuali terhadap orang yang dhalim,
dengan maksud mencegah dari tindakannya;
e) Bersikap tawadhu' dalam pertemuan-pertemuan.
Kriteria yang di terapkan oleh Departemen Pendidikan
Amerika Serikat menyimpulkan bahwa guru-guru
yang baik di gambarkan dengan ciri-ciri sebegai
berikut: a) Guru yang waspada secara profesional. Ia
berusaha untuk menjadikan masyarakat sekolah
menjadi tempat yang paling baik bagi anak-anak
muda; b) Merekayakin akan nilai atau manfaat
pekerjaannya, sehingga terus memperbaiki dan
meningkatkan mutu pekerjaannya; c) Mereka tidak
lekas tersinggung oleh larangan-larangan dalam
hubungannya dengan kebebasan pribadi yang
dikemukakan oleh beberapa orang untuk
menggambarkan profesi keguruan; d) Mereka
memiliki seni dalam hubungan-hubungan manusia
yang diperolehnya dari pengamatannya tentang
bekerjanya psikologi, biologi, dan antropologi kultural
di dalam kelas; e) Mereka berkeinginan untuk terus
tumbuh. Mereka sadar bahwa pengaruhnya, sumber-
sumber manusia dapat berubah nasibnya.
❖ Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Pendidikan
Seorang yang menduduki profesi pemimpin
pendidikan, dalam menjalankan tugas kepemimpinanya

224
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut antara lain: 1) Faktor-
faktor legal sebagai pengaruh dalam kepemimpinan.
Seseorang yang menduduki jabatan pemimpin
pendidikan akan berhadapan dengan peraturan-peraturan
formal dari instansi struktural yang berada di atasnya. Di
Indonesia, falsafah Pancasila, UUD 1945, keputusan
Presiden, keputusan Menteri, dan Undang-Undang lainnya
akan mempengaruhi pola kepemimpinan pendidikan; 2)
Kondisi sosial ekonomi dan konsep-konsep pendidikan
sebagai pengaruh dalam kepemimpinan. Faktor ini terdiri atas
dua macam, yaitu: a) Kondisi Sosial-Ekonomi yang
memungkinkan tersedianya sumber-sumber dan fasilitas
pendidikan. Bantuan individu maupun masyarakat terhadap
pendidikan dalam hal fasilitas akan membantu juga
memperlancar jalannya pendidikan; b) Konsep tujuan
pendidikan para pemimpin masyarakat dan para warga pada
umumnya akan berpengaruh terhadap pola kepemimpinan; 3)
Hakekat dan atau Ciri Sekolah sebagai Pengaruh
Kepemimpinan. Faktor ini berkaitan dengan ciri dan atas
hakikat para staf, para murid dan jenis sekolah akan
mempengaruhi kepemimpinan kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan. Sistem administrasi, kurikulum yang
digunakan dan pendekatan yang digunakan dalam sistem
pendidikan akan berpengaruh juga terhadap sistem
kepemimpinan pendidikan; 4) Kepribadian Pemimpin
Pendidikan dan Latihan-latihan sebagai Faktor yang

225
Mempengarui Kepemimpinan. Tidak dapat ingkari bahwa
individu itu sendiri membawa sesuatu dalam jabatanya.
Energinya, logalitas, pandangan hidupnya dan atrobut
atributnya profesional yang melekat padanya akan
berpengaruh terhadap sistem kepimpinan; 5) Perubahan-
perubahan yang Terjadi dalam Teori Pendidikan sebagai
Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan. Tugas
kepemimpinan pendidikan dipengaruhi oleh berbagi
perubahan teori dan metode aktifitas belajar. Konsep-konsep
pertubuhan dan perkembangan anak membawa implikasi
terhadap produser pengajaran di kelas. Hal ini akan berbeda
dengan sepuluh tahun yang lalu atau lebih; 6) Kepribadian
dan Training Kepala Sekolah Mempengaruhi
Kepemimpinan. Adalah suatu kenyataan bahwa individu itu
sendiri membawa sesuatu dalam pekerjaan. Tenaganya,
loyalitasnya, dan lain-lain atribut personal maupun
profesional akan merupakan faktor signifikan yang
berpengaruh terhadap jenis kepemimpinannya di sekolah.
Oleh sebab itu suatu kewajiban moral dan tentunya
profesional di Indonesia untuk menuntut adanya kualifikasi
profesional untuk para kepala sekolah.

226
BAB VII FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA

A. Hubungan Pancasila dengan Pendidikan

Hubungan pancasila dengan sistem pendidikan


Pengertian Pancasila Pancasila adalah ideologi atau
dasar Negara Indonesia yang memiliki fungsi sebagai
pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo,
1988: 17). Memegang fungsi hidup dan kehidupan bangsa
dan Negara Indonesia, Pancasila tidak saja sebagai dasar
Negara RI, tapi juga alat pemersatu bangsa, kepribadian
bangsa, pandangan hidup bangsa, sumber dari segala sumber
hukum dan sumber ilmu pengeteahuan di Indonesia (Azis,
1984: 70).
Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Pancasila
sebagai filsafat pendidikan Indonesia merupakan suatu dasar
yang digunakan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai
tujuan bangsa Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa dan menjadi acuan atau pedoman pelaksanaan
pendidikan di Indonesia yang sesuai pada nilai-nilai luhur.
Pengertian Sistem Pendidikan Sistem Pendidikan
adalah suatu strategi atau cara yang akan dipakai untuk
melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan
agar para pelajar dapat secara aktif mengembangkan potensi

227
di dalam dirinya yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan
masyarakat.
Hubungan Pancasila Dengan Sistem Pendidikan
Pancasila merupakan dasar bagi bangsa Indonesia dalam
menata kehidupannya, termasuk di dalam menata pendidikan.
Isi dari kelima sila Pancasila akan berdampak pada beberapa
kinerja dari proses pendidikan seperti metode pembelajaran
yang akan dilaksanakan dan materi yang akan disampaikan
agar sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia.
Kesimpulan Jadi hubungan pancasila dengan sistem
pendidikan jika dilihat dari filsafat pendidikan adalah dapat
menelaah sila- sila yang terdapat dalam Pancasila, dengan
menelaah akan memiliki dasar pemikiran yang mendalam.
Pendidikan Dan Pancasila
Prof. Dr. H. Imam SuprayogoJumat, 3 Juni
2016. di Dosen . 955 tayangan
Bangsa Indonesia memiliki falsafah hidup yang digali
dari nilai-nilai kepribadian dan sejarahnya sendiri, yaitu
Pancasila. Melalui falsafah berbangsa dan bernegara itu maka
bangsa Indonesia bertahan dan berkembang. Sekalipun
terdiri atas berbagai jenis suku, bahasa daerah, adat istiadat,
dan juga agama yang berbeda-beda, tetapi semuanya hidup
bersama dan saling menghormati satu sama lain.
Namun pada akhir-akhir ini, banyak pihak yang
menyukai peristiwa yang terjadi, terutama yang terkait
dengan pendidikan. Peristiwa itu misalnya ada orang tua

228
yang sampai hati mengkriminalkan guru yang sehari-hari
mengajar anaknya, dan bahkan terakhir ada orang tua siswa
mencukur rambut seorang guru anaknya sebagai balas
dendam. Berita yang demikian itu tentu sangat
memprihatinkan, seolah-olah-olah guru sebagai pegawai atau
penjual jasa biasa, sehingga jika pelayanan yang diberikan
tidak menyenangkan peringkat.
Hal tersebut sebenarnya bukan kepribadian bangsa
Indonesia, apapun suku, agama dan adat istiadatnya. Bangsa
Indonesia pada umumnya adalah menghormati orang tua dan
juga guru. Sejak zaman dahulu, mereka yang disebut guru,
ustadz, kyai, romo, pendeta, dan sejenisnya selalu sangat
dihormati dan diposisikan pada tempat yang mulia. Siapapun
tidak boleh memperlakukan mereka dengan semena-
mena. Guru adalah sosok yang harus ditauladani dan
didengarkan petuahnya.
Bahkan di dunia pesantren, sehari-hari para santri
terhadap ustadz dan apalagi kyainya begitu hormat. Dalam
kehidupan pesantren terdapat konsep yang berbicara
hubungan antara santri dan kyai. Konsep dimaksud misalnya,
bahwa santri harus tawadhu ', tha'at sebagai jalan
mendapatkan ridha dan berkah dari kyainya. Para santri
dalam mencari ilmu harus selektif, yaitu ilmu yang
bermanfaat. Mereka menganggap bahwa ilmu yang akan
diperoleh dari ustadz dan kyai tidak akan membawa manfaat
jika tidak dibangun sikap tawadhu 'dan tha'at yang dimaksud.

229
Pesantren adalah termasuk lembaga pendidikan tertua
di Indonesia. Oleh karena itu, nilai-nilai pendidikan yang
telah diimplementasikan dan benar-benar berhasil
mengantarkan para santrinya menjadi pribadi yang baik,
menjadi yang baru di berbagai lembaga pendidikan. Di
pesantren tidak pernah terdengar ada santri sampai berani dan
melawan ustadz dan kyainya, apalagi mengkriminalkannya.
Para santri di pesantren pada umumnya, mereka
datang ke lembaga pendidikan itu adalah untuk mencari ilmu
dan akhlaknya agar menjadi baik. Para ustadz dan kyai
dipandang sebagai sosok yang berilmu dan seharusnya
ditaladani. Mereka mengajar bukan karena uang atau upah,
melainkan didasari oleh kecintaannya terhadap ilmu,
kecintaannya kepada agama, dan kepada generasi mendatang
agar kehidupan mereka terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Kiranya hubungan yang indah antara guru dan murid
itu tidak saja dapat ditemukan di pesantren, tetapi juga di
berbagai jenis lembaga pendidikan berbasis agama lainnya,
seperti di agama Kristen, Katholik, Budha, Hindu dengan
istilah ataui konsep yang berbeda-beda. Mendasarkan pada
Pancasila, kiranya nilai-nilai mulia yang telah dijalankan di
berbagai lembaga pendidikan yang didasarkan pada agama
yang seharusnya diimplementasikan di lembaga pendidikan
pada umumnya.
Kiranya boleh-boleh saja, mengambil nilai-nilai
pendidikan dari manapun asal-muasalnya, tetapi tidak

230
selayaknya meninggalkan apa yang sudah lama dimiliki oleh
bangsanya sendiri. Konsep kebebasan, keterbukaan, dan apa
saja yang diperoleh dari bangsa lain, yang tidak sesuai dengan
apa yang harus dipelihara, maka tidak perlu diikuti.
Bangsa Indonesia harus tetap menjadi bangsa
Indonesia, termasuk dalam hal mendidik putra-
putrinya. Pendidikan yang dijalankan dengan pendekatan
transaksional, mengedepankan kebebasan, kompetisi
berlebihan, terlalu menjunjung tinggi rasio atau akal tetapi
melupakan rasa, dan sejenisnya, maka tidak perlu menjadi
kebanggaan lalu diikuti, apalagi sudah terbukti melahirkan
generasi yang tidak mampu menghormati orang tua dan
guru. Wallahu a'lam

B. Tinjauan Ontologi Filsafat Pendidikan Pancasila

Tinjauan Ontologi Manajemen Pembelajaran


Berbasis Teori Sibernetik Sebagaimana dikemukakan pada
bagian pendahuluan, manajemen pendidikan yang dimaksud
pada kajian ini adalah manajemen tingkat kelas, yang
dilaksanakan oleh guru di dalam mengelola pembelajaran di
kelas. Fungsi manajemen pembelajaran di kelas meliputi
tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan dan penilaian pembelajaran. Dari keseluruhan
fungsi manajemen pembelajaran tersebut secara khusus
menempatkan aktivitas pembelajaran sebagai penerapan teori

231
belajar sibernetik. Hakekat manajemen pembelajaran
berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk
membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif
dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa,
terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar
melalui proses pengolahan informasi. Proses pengolahan
informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang
mengutamakan berfungsinya memory. Dari proses
pengolahan informasi ini akan menentukan perubahan
perilaku atau hasil belajar siswa. Pendekatan teori sibernetik
yang berorientasi pada pemrosesan informasi ini
dikembangkan oleh Gagne ,Berliner, Biehler dan Snowman,
Baine serta Tennyson. Teori belajar sibernetik sebenarnya
merupakan perkembangan dari teori belajar kognitif, yang
menekankan peristiwa belajar sebagai proses internal yang
tidak dapat diamati secara langsung dan terjadinya perubahan
kemampuan yang terikat pada situasi tertentu Model proses
pengolahan informasi memandang memori manusia seperti
komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi,
mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi, kemudian
menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada
saat dibutuhkan. Dengan demikian kegiatan memproses
informasi meliputi:
(a) mengumpulkan dan menghadirkan informasi
(encoding),
(b) menyimpan informasi (storage),

232
(c) mendapatkan informasi dan menggali informasi
kembali dari ingatan pada saat dibutuhkan (retrieval). Ingatan
terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses
penelusuran bergerak secara hirarkhis dari informasi yang
paling umum dan inklusif ke informasi yang paling umum
dan rinci sampai informasi yang diinginkan diperoleh.

C. Tinjauan Epistemologi Filsafat Pendidikan


Pancasila

Tinjauan Epistemologis Manajemen Pembelajaran


Berbasis Teori Belajar Sibernetik Bagaimana proses
pengolahan informasi terjadi? Berikut disajikan skema
mengenai model memproses informasi (information
processing model) yang diadaptasi dari Woolfolk (1995
dalam Baharuddin, 2007: 100) adalah sebagai berikut:
Penyimpanan Penyimpanan Sementara permanen Bagan:
Model Information Processing Theory diadaptasi dari
Woolfolk (1995, dalam Baharuddin, 2007: 100) Pada teori
sibernetik, cara belajar sangat ditentukan oleh system
informasi. Oleh sebab itu tidak ada satu pun proses belajar
yang ideal untuk segala situasi, dan cocok untuk semua
peserta didik. Komponen pemrosesan informasi berdasarkan
perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi dan proses
terjadinya lupa dijelaskan melalui 3 komponen berikut, yaitu:
Sensory memory atau sensory register ( SM/SR). Sensory

233
memory atau sensory register ( SM/SR) merupakan
komponen pertama dalam sistem memori. Sensory memory
menerima informasi atau stimuli dari lingkungan (seperti
sinar, suara, bau, panas, warna dan lain-lain) terus-menerus
melalui alat-alat penerima (receptors). Receptors biasanya
disebut seagai alat-alat indera, merupakan sebuah mekanisme
tubuh untuk melihat, mendengar, merasakan, membau,
meraba dan perasaan (feeling). Informasi yang diterima
disimpan dalam sensory memory untuk beberapa saat saja,
kurang lebih dua detik. Keberadaan sensory memory
memiliki dua Stimulus Sensory Memory (sensory register)
Short Term Memory Working Memory Perception Learn
(save) Long Term Memory Retrievel (Activate memories)
Executive Control Processes implikasi dalam proses belajar
siswa. Pertama, siswa harus memberikan perhatian pada
informasi yang ingin diingatnya. Kedua, waktu mendapatkan
atau mengambil informasi harus dalam keadaan sadar.
Contoh, seorang siswa diberi informasi yang sangat banyak
pada suatu waktu, tanpa diberi tahu informasi mana yang
penting untuk diperhatikan, maka kemungkinan akan
kesulitan untuk mengingat dan mempelajari semua informasi.
Setelah stimuli atau informasi diterima sensory memory
(sensory register), otak mulai bekerja untuk memberi makna
informasi tersebut, yang disebut sebagai persepsi. Persepsi
manusia terhadap informasi yang diterimanya berdasarkan
realita objek yang ditangkap dan pengetahuan yang telah

234
dimiliki. Persepsi terhadap stimuli bisa saja tidak asli karena
proses persepsi dipengaruhi oleh kondisi mental, pengalaman
sebelumnya, pengetahuan, motivasi dan faktor lain. Menurut
Anderson (Baharuddin, 2007: 102) perhatian (attention)
mempunyai peran penting terhadap stimuli yang ditangkap
oleh sensory memory, akan tetapi perhatian (attention)
manusia sangat terbatas dan manusia hanya dapat
memberikan perhatian pada stimuli yang dibutuhkan pada
saat yang sama. Short Term Memory (STM) Short Term
Memory (STM), adalah bagian dari memori manusia
komponen kedua yang menyimpan informasi menjadi
pikiran-pikiran. Informasi yang diterima oleh seseorang dan
mendapatkan perhatian selanjutnya dikirim ke dalam sistem
memori Short Term Memory (STM). Informasi yang masuk
dalam Short Term Memory (STM) berasal dari sensory
memory dan mungkin dapat pula dari komponen dasar ketiga
sistem memori, yaitu dari Long Term Memory (LTM).
Keduanya seringkali terjadi bersamaan. Salah satu cara untuk
menjaga ingatan terhadap informasi dalam Short Term
Memory (STM) adalah mengulang dengan latihan
(rehearsal). Oleh karena itu, latihan sangat penting dalam
proses belajar. Tanpa diulang dan dilatihkan informasi akan
hilang, apalagi jika mendapatkan informasi lain yang baru
dan lebih kuat. Kapasitas Short Term Memory (STM) sangat
terbatas, kira-kira 5-9 bits infomasi yang dapat disimpan pada
saat yang sama, oleh karena itu manusia hanya dapat

235
membedakan 5-9 informasi pada saat bersamaan. Misalnya
kita kesulitan mengingat nomor telepon lebih 9 digit tanpa
mengulang-ulang menggunakan nomor tersebut. Long Term
Memory (LTM) Long Term Memory (LTM) merupakan
bagian dari sistem memori manusia yang menyimpan
informasi untuk sebuah periode yang cukup lama. Long Term
Memory (LTM) diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat
besar dan sangat lama untuk menyimpan informasi, namun
hanya sedikit saja yang diaktifkan. Sebab hanya informasi
yang ada dan sedang dipikirkan yang dikerjakan oleh ingatan
atau memori. Informasi yang diperoleh dalam jaringan kerja
ini melalui spread of actiation, yaitu pencarian kembali
informasi berdasarkan keterangannya dengan informasi-
informasi yang lain. Informasi yang tersimpan dalam LTM
tidak akan pernah terhapus atau hilang. Persoalan lupa pada
tahap ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan
memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Dengan
demikian cara berpikir seseorang tergantung pada: (a)
keterampilan apa yang telah dipunyainya,
(b) keterampilan serta hierarkhi apa yang diperlukan
untuk mempelajari suatu tugas.
Dalam proses belajar terdapat dua fenomena, yaitu:
(a) keterampilan intelektual yang meningkat sejalan
dengan meningkatnya umur, serta latihan yang diperoleh
individu,

236
(b) belajar akan lebih cepat apabila strategi kognitif
dapat dipakai dalam memecahkan masalah secara lebih
efisien.

D. Tinjauan Aksiologi Filsafat Pendidikan Pancasila

Tinjauan Aksiologi Manajemen Pembelajaran


Berbasis Teori Sibernetik Kajian tentang hakekat teori belajar
sibernetik yang diuraikan pada bagian ontologi dan
epistemologi di atas, berimplikasi pada aplikasi pengelolaan
pembelajaran yang dikelola guru agar dapat mencapai tujuan
belajar secara efektif. Woolfolk (1995 dalam Baharuddin,
2007: 108) memberikan alternatif bagaimana tindakan
pendidik untuk mengelola pembelajaran yang baik, yakni
dengan menempatkan peran penting elaborasi (elaboration),
organisasi (organization) dan konteks (context) untuk
mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan
yang sudah ada dalam memori. Elaborasi merupakan cara
penambahan makna baru terhadap informasi baru dengan
cara menghubungkan dengan pengetahuan yang sudah ada
atau yang sudah dimiliki. Dengan demikian elaborasi ini
digunakan untuk membangun sebuah pemahaman terhadap
informasi baru atau mungkin proses mengubah pengetahuan
yang sudah ada. Elaborasi sebagai sebuah bentuk
pengulangan, yang dapat menjaga keaktifan kerja memori
jangka panjang, sehingga cukup memungkinkan untuk

237
penyimpanan permanen dalam Long Term Memory (LTM).
Organisasi adalah elemen kedua dari proses belajar.
Informasi yang terorganisir dengan baik akan lebih mudah
dipelajari dan diingat. Mempelajari sebuah konsep akan lebih
mudah dan diingat bila disusun dengan baik, misalnya dalam
bentuk tabel, diagram dan sebagainya. Konteks adalah
elemen ketiga dari proses yang mempengaruhi peristiwa
belajar. Aspek fisik dan emosi (ruangan, emosi yang
dirasakan pada saat belajar) akan diproses dengan informasi
yang dipelajari saat itu. Sebuah informasi akan mudah
dipelajari dan diingat bila konteks yang melatarbelakangi
informasi tersebut sama dengan konteks informasi yang
sudah ada. Oleh karena itu, siswa akan lebih senang belajar
di ruang kelasnya sendiri yang sudah biasa ditempati dari
pada belajar di ruang lain yang baru. Menurut Gagne dan
Briggs memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang
terbatas, oleh karena itu untuk mengurangi muatan memori
kerja, perlu memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa
pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan
pembelajaran. Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah,
namun terjadi dengan kondisikondisi tertentu, yaitu kondisi
internal dan kondisi eksternal. Sehubungan hal tersebut maka
pengelolaan pembelajaran dalam teori belajar sibernetik,
menuntut pembelajaran untuk diorganisir dengan baik yang
memperhatikan kondisi internal dan eksternal. Kondisi
internal peserta didik yang mempengaruhi proses belajar

238
melalui proses pengolahan informasi, dan yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh guru dalam mengelola
pembelajaran antara lain: Kemampuan awal peserta didik
Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta didik telah
memiliki pengetahuan, atau keterampilan yang merupakan
prasyarat sebelum mengikuti pembelajaran. Tanpa adanya
kemampuan prasyarat ini peserta didik ini tidak dapat
diharapkan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan
baik. Kemampuan awal peserta didik dapat diukur melalui tes
awal, interview atau cara-cara lain yang cukup sederhana
seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan. Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang
menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu.
Dalam proses belajar motivasi intrinsik lebih menguntungkan
karena dapat bertahan lebih lama. Kebutuhan untuk
berprestasi yang bersifat intrinsik cenderung relatif stabil,
mereka ini berorientasi pada tugas-tugas belajar yang
memberikan tantangan. Pendidik yang dapat mengetahui
kebutuhan peserta didik untuk berprestasi dapat
memanipulasi motivasi dengan memberikan tugas-tugas
yang sesuai untuk peserta didik. Perhatian Perhatian
merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih
stimulus yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara
sekian banyak stimulus yang datang dari luar. Perhatian dapat
membuat peserta didik mengarahkan diri ke tugas yang
diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan,

239
memilih dan memberikan fokus pada masalah yang akan
diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak
relevan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian
seseorang adalah faktor internal yang mencakup: minat,
kelelahan dan kharakteristik pribadi, sedangkan faktor
eksternal mencakup: intensitas stimulus, stimulus yang baru,
keragaman stimulus, warna, gerak dan penyajian stimulus
secara berkala dan berulang-ulang. Persepsi Persepsi
merupakan proses yang bersifat kompleks yang
menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas
informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Persepsi
sebagai tingkat awal struktur kogniti seseorang. Untuk
membentuk persepsi yang akurat mengenai stimulus yang
diterima serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan
perlu adanya latihan-latihan dalam bentuk berbagai situasi.
Persepsi seseorang menjadi lebih mantap dengan
meningkatnya pengalaman. Ingatan Ingatan adalah suatu
sistem aktif yang menerima, menyimpan dan mengeluarkan
kembali informasi yang telah diterima seseorang. Ingatan
sangat selektif, yang terdiri dari 3 tahap, yaitu ingatan
sensorik, ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang
yang relatif permanen. Penyimpanan informasi dalam jangka
panjang dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu melalui
kejadian-kejadian khusus (episodic), gambaran (image) atau
yang berbentuk verbal bersifat abstrak. Daya ingat sangat
menentukan hasil belajar yang diperoleh peserta didik. Lupa

240
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan di
dalam ingatan jangka panjang. Seseorang dapat melupakan
informasi yang telah diperoleh karena: memang tidak ada
informasi yang menarik perhatian, kurang adanya
pengulangan atau tidak ada pengelompokkan informasi yang
diperoleh, mengalami kesulitan dalam mencari kembali
informasi yang telah disimpan, ingatan telah aus dimakan
waktu atau rusak, ingatan tidak pernah dipakai, materi tidak
dipelajari sampai benar-benar dikuasai, adanya gangguan
dalam bentuk informasi lain yang menghambatnya untuk
mengingat kembali. Retensi Retensi adalah apa yang
tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang
mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila seseorang
belajar, setelah beberapa waktu apa yang dipelajarinya akan
banyak dilupakan, dan apa yang diingatnya akan berkurang
jumlahnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi,
yaitu: materi yang dipelajari pada permulaan (original
learnig), belajar melebihi penguasaan (overlearning), dan
pengulangan dengan interval waktu (spaced review).
Transfer Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah
dipelajari, dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari
materi yang baru. Transfer belajar atau transfer latihan berarti
aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan,
kebiasaan, sikap atau responsrespons lain dari satu situasi ke
situasi lain. Kondisi eksternal yang sangat berpengaruh
terhadap proses belajar dengan proses pengolahan informasi

241
antara lain: Kondisi Belajar Kondisi belajar, merupakan
masukkan yang dapat menyebabkan adanya modifikasi
tingkah laku yang dapat dilihat sebagai akibat dari adanya
proses belajar. Cara yang ditempuh pendidik untuk
mengelola pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada
kondisi belajar yang diharapkan. Gagne (1985)
mengklasifikasikan ada 5 macam hasil belajar, yakni:
(a). keterampilan intelektual, atau pengetahuan
prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep,
prinsip dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui
materi yang disajikan dalam pembelajaran di kelas,
(b).strategi kognitif, kemampuan untuk memecahkan
masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal
masing-masing individu dalam memperhatikan belajar,
mengingat dan berpikir,
(c). informasi verbal, kemampuan untuk
mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan
mengatur informasi-informasi yang relevan.
(d). keterampilan motorik, kemampuan untuk
melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang
berhubungan dengan otot.
(e). sikap, suatu kemampuan internal yang
mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari oleh emosi,
kepercayaan serta faktor intelektual.
Tujuan Belajar

242
Tujuan belajar merupakan komponen sistem
pembelajaran yang sangat penting, sebab komponen-
komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari
tujuan belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya.
Tujuan belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat
mengarahkan proses belajar, dapat mengukur tingkat
ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan
motivasi belajar.
Pemberian Umpan Balik
Pemberian umpan balik, merupakan suatu hal yang
sangat penting bagi peserta didik, karena memberikan
informasi tentang keberhasilan, kegagalan dan tingkat
kompetensinya. Berdasarkan deskripsi proses pengolahan
informasi yang terjadi merupakan interaksi faktor internal
dan eksternal dari peserta didik, maka aplikasi pengelolaan
kegiatan pembelajaran berbasis teori sibernetik yang baik
untuk dilakukan bagi pendidik agar dapat memperlancar
proses belajar peserta didik adalah sebagai berikut: Menarik
Perhatian Cara-cara yang dipakai pendidik untuk menarik
perhatian peserta didik adalah: mengetahui minat peserta
didik, memberi pengarahan dan petunjuk yang memotivasi,
menjelaskan tujuan-tujuan belajar, topik-topik, dan
kesimpulan, memberi “advance organizer” yang
menghubungkan antara materi yang sudah dipelajari dengan
materi yang akan dipelajari, mengadakan tes awal atau
pertanyaan. Merangsang Ingatan pada Prasarat Belajar. Cara

243
untuk meningkatkan kemampuan mengingat peserta didik
adalah memberitahukan keberhasilan belajarnya, menyuruh
mengulang kembali materi yang dipelajari secara periodik,
mempelajari materi terus-menerus sampai menguasai sekali,
memberikan latihan berkala, membuat ringkasan, memberi
waktu istirahat setelah belajar sesuatu, mengadakan telaah
kembali (review). Menyajikan Bahan Stimulasi dalam
Bentuk Menarik Perhatian Penyajian yang menarik perhatian,
tidak memberi materi sekaligus dalam jumlah yang banyak,
tidak menyajikan materi terlalu cepat dan tidak memberi
materi yang hampir serupa sekaligus dalam waktu yang
bersamaan dan materi bersifat kontekstual. Meningkatkan
retensi dan alih belajar Meningkatkan retensi dan alih belajar
dengan cara memberikan bimbingan belajar atau latihan-
latihan, membuat situasi belajar yang jelas dan spesifik,
membuat situasi belajar yang relevan dan bermakna tidak
hanya belajar materi yang baru, namun juga mengingat
kembali materi sebelumnya, mendorong unjuk kerja,
memberikan balikan informative dengan menilai unjuk kerja,
memberikan waktu tambahan untuk materi yang sulit
dipelajari peserta didik, mencari peluang situasi belajar baru
untuk menghubungkan antara materi bari dengan materi
sebelumnya. Meningkatkan Transfer Belajar Meningkatkan
transfer belajar dengan beberapa cara: menyajikan materi
belajar secara teratur menurut kierarkhis belajar dari yang
sederhana ke yang sulit, memberikan kesempatan untuk

244
mengadakan latihan menstransfer dari materi yang dipelajari
ke dalam situasi yang sesungguhnya di luar kelas, memberi
kesempatan merencanakan sendiri kesempatan untuk
melakukan tugasnya, memberikan tugas-tugas yang serupa,
membaerikan materi yang bermakna bagi peserta didik.
Gagne juga menerangkan terdapat 3 prinsip kondisi eksternal
(dari pembelajaran) yang mempengaruhi proses belajar,
yakni:
(a) keterdekatan (contiguity), situasi stumulus yang
hendak direspon oleh siswa harus disampaikan sedekat
mungkin waktunya dengan respon yang diinginkan;
(b) pengulangan (repetition), situasi stimulus dan
responnya perlu diulang-ulang atau dipraktekkan agar belajar
dapat diperbaiki dan meningkatkan retensi belajar;
(c) penguatan (reinforcement), belajar sesuatu yang
baru akan diperkuat apabila belajar yang lalu diikuti oleh
perolehan hasil yang menyenangkan. Dengan kata lain, siswa
akan kuat motivasinya untuk mempelajari sesuatu yang baru
apabila hasil belajar yang telah dicapai memperoleh
penguatan. Disamping kondisi eksternal tersebut, juga
diusulkan adanya 3 prinsip kondisi internal yang harus ada
diri siswa. Ketiga kondisi internal yang dimaksud adalah:
(a) informasi faktual (factual information),
(b) kemahiran intelektual (intelectual skill) dan

245
(c) strategi (strategy). Menurut konsepsi Landa,
model pendekatan dalam proses informasi disebut algoritmik
dan heuristic.
Dalam algoritmik peserta didik dituntut untuk
berpikir sistematis tahap demi tahap linear menuju pada
target tujuan tertentu. Pada heuristic, menuntut peserta didik
untuk berpikir divergen menyebar ke beberapa target tujuan
sekaligus. Pada pihak lain, Pask dan Scott menjelaskan,
peserta didik dapat dibedakan menjadi tipe menyeluruh atau
wholist dan tipe serial atau serialist. Peserta didik yang
bertipe wholist cenderung mempelajari sesuatu dari yang
paling umum ke hal-hal yang lebih khusus. Peserta didik
berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke
gambaran lengkap sebuah system informasi. Peserta didik
yang bertipe serialist di dalam berpikir menggunakan cara
setahap demi setahap atau secara linear.

BAB VIII PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Imam Al-Ghazali

Pengertian Pendidikan Islam Menurut Al Ghazali,


pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berupaya dalam
pembentukan insan paripurna, baik di dunia maupun di
akhirat. Menurut Al Ghazali pula manusia dapat mencapai
kesempurnaan apabila mau berusaha mencari ilmu dan

246
selanjutnya mengamalkan fadhilah melalui ilmu pengetahuan
yang dipelajarinya. Fadhilah ini selanjutnya dapat
membawanya untuk dekat kepada Allah dan akhirnya
membahagiakannya hidup di dunia dan akhirat.
1. Bagi Al Ghazali, ilmu adalah medium untuk
taqarrub kepada Allah, dimana tak ada satu
pun manusia bisa sampai kepada-Nya tanpa
ilmu. Tingkat termulia bagiseorang manusia
adalah kebahagiaan yang abadi. Di antara
wujud yang paling utamaadalah wujud yang
menjadi perantara kebahagiaan, tetapi
kebahagiaan itu tidak mungkin tercapai
kecuali dengan ilmu dan amal, dan amal tak
mungkin dicapai kecuali jika ilmu tentang
cara beramal dikuasai. Dengan demikian,
modal kebahagiaan di dunia dan akhirat itu,
tak lain adalah ilmu. Maka dari itu, dapat
disebut ilmu adalah amal yang terutama.
2. Proses pendidikan pada intinya merupakan
interaksi antara pendidik (guru) dan peserta
didik (murid) untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam
konteks umum tujuan pendidikan tersebut
antara lain mentrasmisikan pengalaman dari
generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan
menekankan pengalaman dari seluruh

247
masyarakat, bukan hanya pengalaman pribadi
perorangan. Definisi ini sejalan dengan
pendapat Jhon Dewey yang mengatakan
bahwa pendidikan merupakan organisasi
pengalaman hidup, pembentukan kembali
pengalaman hidup, dan juga pembahasan
pengalaman hidup sendiri. Sedangkan dalam
konteks Islam pendidikan dapat diartikan
sebagai proses persiapan generasi muda untuk
generasi peranan, memindahkan pengetahuan
dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan
fungsi manusia untuk beramal di dunia
danmemetik hasilnya di akhirat.
3. Jadi pendidikan Islam menurut Al Ghazali
merupakan pendidikan yang ingin menjadikan
manusia menjadi insan yang paripura yang
nantinya akan mencapai hidup bahagia di
dunia dan akhirat dengan bertaqarrub kepada
Allah melalui ilmu yang sudah dia dapatkan
lewat proses pendidikan. Tujuan Pendidikan
Islam Al Ghazali menekankan tugas
pendidikan adalah mengarah pada realisasi
tujuan keagamaan dan akhlak, dimana
fadhilah (keutamaan) dan taqarrub kepada
Allah merupakan tujuan yang paling penting
dalam pendidikan.

248
4. Menurut Al Ghazali, tujuan pendidikan yaitu
pembentukan insan paripurna, baik di dunia
maupun di akhirat. Menurut Imam Al Ghazali
pula manusia dapat mencapai kesempurnaan
apabila mau berusaha mencari ilmu dan
selanjutnya mengamalkan fadilah melalui
ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
Fadhilah ini selanjutnya dapat membawanya
untuk dekat kepada Allah dan akhirnya
membahagiakannya hidup di dunia dan di
akhirat.
5. Menurut Al Ghazali tujuan utama pendidikan
Islam itu adalah ber-taqarrub kepada Allah
Sang Khaliq, dan manusia yang paling
sempurna dalam pandangannya adalah
manusia yang selalu mendekatkan diri kepada
Allah.
6. Untuk mencapai tujuan dari sistem pendidikan
apapun, dua faktor asasi berikut ini mutlak
adanya: Pertama, aspek- aspek ilmu
pengetahuan yang harus dibekalkan kepada
murid atau dengan makna lain ialah kurikulum
pelajaran yang harus dicapai oleh murid.
Kedua, metode yang telah digunakan untuk
menyampaikan ilmu- ilmu atau materi-materi
kurikulum kepada murid, sehingga ia benar-

249
benar menaruh perhatiannya kepada
kurikulum dan dapat menyerap faidahnya.
Dengan ini, murid akan sampai kepada tujuan
pendidikan dan pengajaran yang dicarinya.
7. Dari hasil studi terhadap pemikiran Al Ghazali
dapat diketahui dengan jelas, bahwa tujuan
akhir yang ingin dicapai melalui kegiatan
pendidikan ada dua: Pertama, tercapainya
kesempurnaan insani yang bermuara pada
pendekatan diri kepada Allah. Kedua,
kesempurnaan insani yang bermuara pada
kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Karena
itu ia bercita-cita mengajarkan manusia agar
mereka sampai pada sasaran-sasaran yang
merupakan tujuan akhir dan maksud
pendidikan itu. Tujuan itu tampak bernuansa
religius dan moral, tanpa mengabaikan
masalah duniawi.
8. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui
bahwa Al Ghazali sangat menekankan tujuan
pendidikannya pada pembentukan agama dan
akhlak seseorang dimana fadhilah
(keutamaan) dan taqarrub kepada Allah
merupakan tujuan yang paling penting dalam
pendidikan untuk menjadikan seseorang
menjadi insan paripurna yang nantinya akan

250
membuatnya hidup bahagia di dunia dan di
akhirat Metode dan Kurikulum Pendidikan
Islam 1. Metode Pendidikan Islam Dalam
rangka mewujudkan konsep pendidikannya,
Al Ghazali menggunakan metode pengajaran
yang menggunakan keteladanan, pembinaan
budi pekerti, dan penanaman sifatsifat
keutamaan pada diri muridnya. Hal ini sejalan
dengan prinsipnya yang mengatakan bahwa
pendidikan adalah sebagai kerja yang
memerlukan hubungan erat antara dua pribadi,
yaitu guru dan murid.
9. Pendidikan agama dan akhlak merupakan
sasaran Al Ghazali yang paling penting. Dia
memberikan metode yang benar untuk
pendidikan agama, pembentukan akhlak dan
pensucian jiwa. Dia berharap dapat
membentuk individu-individu yang mulia dan
bertaqwa, selanjutnya dapat menyebarkan
keutamaan-keutamaan kepada seluruh umat
manusia.
10. Dalam uraiannya yang lain, Al Ghazali
menjelaskan bahwa metode pendidikan yang
harus dipergunakan oleh para
pendidik/pengajar adalah yang berprinsip
pada child centeredatau yang lebih

251
mementingkan anak didik daripada pendidik
sendiri.Metode demikian dapat diwujudkan
dalam berbagai macam metode antara lain: 1)
Metode contoh teladan 2) Metode guidance
and counsellling (bimbingan dan penyuluhan)
3) Mtode cerita 4) Metode motivasi 5) Metode
reinforcement (mendorong semangat)
11. Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa metode pendidikan
menurut Al Ghazali diklasifikasikan menjadi
dua bagian: 1. Metode Pendidikan Agama,
yaitu dengan menggunakan metode hafalan
dan pemahaman, kemudian dilanjutkan
dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu
penegakan dalil-dalil yang menunjang
penguatan akidah. . 2. Metode Pendidikan
Akhlak, yaitu dengan menggunakan
keteladan, latihan dan pembiasaan 2.
Kurikulum Pendidikan Islam Dalam
menyusun kurikulum pelajaran, Al Ghazali
memberi perhatian khusus pada ilmu-ilmu
agama yang sangat menentukan bagi
kehidupan masyarakat. Al Ghazali agaknya
menginginkan bahwa umat Islam memiliki
gambaran yang makro, dan utuh tentang
agama, yang diyakininya sebagai sumber ilmu

252
pengetahuan dan landasan yang dipahami
dengan sungguh-sungguh yang pada
kenyataannya kemudian menjadi cara berpikir
yang penting dalam memberikan kerangka
bangunan ilmu pengetahuan.
12. Beliau telah membagi ilmu pengetahuan yang
terlarang dipelajari atau wajib dipelajari oleh
anak didik menjadi tiga kelompok ilmu, yaitu:
a. Ilmu yang tercela, banyak atau sedikit. Ilmu
ini tak ada manfaatnya bagi manusiadi dunia
ataupun di akhirat, misalnya ilmu sihir,
nujum, dan ilmu perdukunan. Bila ilmu ini
dipelajari akan membawa mudarat dan akan
meragukan kebenaran adanya Allah. b. Ilmu
yang terpuji, banyak atau sedikit, misalnya
ilmu tauhid, ilmu agama. Ilmu ini jika
dipelajari akan membawa orang kepada jiwa
yang bersih dari kerendahan dan keburukan
serta dapat mendekatkan diri kepada Allah. c.
Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, ang tidak
boleh didalami, karena ilmu ini dapat
membawa kepada kegoncangan iman dan
ilhad, misalnya ilmu filsafat.
13. Dari ketiga kelompok ilmu tersebut, Al
Ghazali membagi lagi menjadi dua kelompok
dilihat dari kepentingannya, yaitu: 1) Ilmu-

253
ilmu yang yang wajib dipelajari oleh semua
orang Islam meliputi ilmuilmu agama yakni
ilmu yang bersumber dari kitab suci al-
4XU¶DQ dan hadits. 2) Ilmu yang merupakan
fardhu kifayah untuk dipelajari setiap muslim.
Ilmu ini adalah ilmu yang dimanfaatkan untuk
memudahkan urusan hidup duniawi, misalnya
ilmu hitung (matematika), ilmu kedokteran,
ilmu teknik, ilmu pertanian dan industri.
14. Al Ghazali mengusulkan beberapa ilmu
pengetahuan yang harus dipelajari di sekolah
sebagai berikut: a) Ilmu Sekumpulan bahasa,
nahwu dan makhraj serta lafaz-lafaznya,
karena ilmu ini berfungsi membantu agama. c)
Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, yaitu ilmu
kedokteran, matematika, dan teknologiyang
beraneka macam jenisnya, termasuk juga ilmu
politik. d) Ilmu kebudayaan seperti syair,
sejarah dan beberapa cabang filsafat.
15. Dalam membuatsebuah kurikulum
pendidikan, Al Ghazali memiliki dua
kecenderungan sebagai berikut: Pertama,
kecenderungan terhadap agama dan tasawuf.
Kecenderungan ini membuat Al Ghazali
menempatkan ilmu-ilmu agama di atas
segalanya dan memandangnya sebagai alat

254
untuk menyucikan dan membersihkan diri
dari pengaruh kehidupan dunia.
Kecenderungan ini membuat Al Ghazali lebih
mementingkan pendidikan etika, karena
menurutnya ilmu ini berkaitan erat dengan
ilmu agama. Kedua, kecenderungan
pragmatis. Kecenderungan ini tampak dalam
karya tulis Al Ghazali. Dia menjelaskan
bahwa ilmu yang tidak bermanfaat bagi
manusia merupakan ilmu yang tak bernilai.
Bagi Al Ghazali, setiap ilmu harus dilihat dari
fungsi dan kegunaannya dalam bentuk
amaliyah. Dan setiap amaliah yang disertai
ilmu harus pula disertai dengan kesungguhan
dan niat yang tulus ikhlas.
16. Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat kita
simpulkan bahwa dalam penyusunan
kurikulum pendidikan, Al Ghazali
memberikan perhatian khusus pada ilmu-ilmu
agama, karena dengan bermodalkan ilmu-
ilmu agama tersebut, seseorang dapat beramal
dengannya dan meraih kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Aspek-Aspek Pendidikan Islam
Pendidikan Keimanan Iman Menurut al-
Ghazali Menurut Al Ghazali

255
17. Dari definisi ini kita bisa pahami bahwa
pendidikan keimanan meliputi tiga prinsip;
Ucapan lidah atau mulut, karena lidah adalah
penerjemah dari hati. Pembenaran hati,
dengan cara itikad dan taklid bagi orang awam
atau manusia pada umumnya, dan secara
kasyaf (membuka hijab hati) bagi orang
khawas. Amal perbuatan yang dihitung dari
sebagian iman, maka bertambah dan
berkurangnya iman seseorang bergantung
pada amal perbuatan.
18. Al Ghazali di dalam bukunya Akidah al-
Muslim menjelaskan hubungan antara iman
dan Islam ini mengatakan bahwa sama dan
saling melazimi. Hakikat Islam adalah
melaksanakan segala ibadah yang wajib atau
sunnah, yakni pembenaran terhadap adanya
Tuhan dan menjalankan segala perintah-Nya;
yang benar dan menjalankan segala yang
berhubungan dengannya. Oleh karena itu,
makna yakin terkandung di dalam Islam dan
makna tunduk (patuh) terkandung di alam
iman. Maka tidaklah dapat pula diterima Islam
tanpa yakin sebagaimana tidak dapat diterima
iman tanpa tunduk kepada Allah.

256
19. Pendidikan Keimanan Bagi Anak-anak (Anak
Didik) Al Ghazali menganjurkan tentang asas
pendidikan keimanan ini agar diberikan
kepada anak-anak sejak dini supaya dia bisa
menghafal, memahami, beriktiqat,
mempercayai, kemudian membenarkan
sehingga keimanan pada anak hadir secara
sedikit demi sedikit hingga sempurna, kokoh
dan menjadi fundamen dalam berbagai aspek
kehidupannya dan bisa mempengaruhi segala
perilakunya mulai dari pola pikir, pola sikap,
pola bertindak, dan pandangan hidupnya.
20. maka tertanamlah dalam jiwanya rasa bahwa
hanya Allah sajalah
21. Al Ghazali menganjurkan agar dalam
mendidik dan meningkatkan keimanan anak
menggunakan cara yang halus dan lemah
lembut, bukan dengan paksaan ataupun
dengan berdebat, sehingga dengan mudah dan
senang akan diterima anak. Pendidikan
Akhlak Akhlak Menurut Al Ghazali Menurut
Imam Al Ghazali, akhlak merupakan tabiat
manusia yang dapat dilihat dalam dua bentuk,
yaitu: Pertama, tabiat-tabiat fitrah, kekuatan
tabiat pada asal kesatuan tubuh dan memiliki
kelanjutan selama hidup. Sebagian tabiat itu

257
lebih kuat dan lebih lama dibandingkan
dengan tabiat lainnya. Seperti tabiat syahwat
yang ada pada diri manusia. Kedua, akhlak
yang muncul dari suatu perangai yang banyak
diamalkan dan ditaati, menjadi bagian dari
adat kebiasaan yang berurat berakar pada
dirinya. Akhlak menurut pengertian Islam
adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat.
Hal ini disebabkan, karena iman dan ibadat
manusia tidak sempurna kecuali kalau dari
situ muncul akhlak yang mulia.
22. Al Ghazali menerangkan bahwa berakhlak
baik atau berakhlak terpuji ituartinya
menghilangkan semua adat-adat kebiasaan
yang tercela yang sudah dirincikan oleh
agama Islam serta menjauhkan diri dari
padanya, sebagimana menjauhkan diri dari
najis dan kotoran, kemudian membiasakan
adat kebiasaan yang baik, menggemarinya,
melakukannya dan membiasakannya.
23. Pendidikan Akhlak Bagi Anak Didik Sebelum
anak dapat berpikir logis dan memahami hal -
hal yang abstrak, serta belum sanggup
menentukan mana yang baik dan mana yang
buruk (tamyiz), mana yang benar dan mana
yang salah, maka contoh-contoh, latihan-

258
latihan dan pembiasaan- pembiasaan (habit
forming) mempunyai peranan yang sangat
penting, dalam pembinaan pribadi anak,
karena masa kanak-kanak adalah masa paling
baik untuk menanamkan dasar-dasar
pendidikan akhlak.
24. Menurut Al Ghazali, kepribadian manusia itu
pada dasarnya dapat menerimasegala usaha
pembentukan. Jika manusia membiasakan
perbuatan jahat, maka dia akan menjadi orang
yang jahat. Oleh karena itu,akhlak harus
diajarkan, yaitu dengan melatih jiwa kepada
pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika
sesorang menghendaki agar dia menjadi
pemurah, ia harus membiasakan dirinya
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat
25. Akhlak yang baik tidak akan dapat terbentuk
kecuali dengan membiasakanseseorang untuk
berbuat sesuatu pekerjaan yang sesuai dengan
sifat akhlak itu. Jikaseseorang mengulang-
ulangi berbuat sesuatu yang tertentu maka
berkesanlah pengaruhnya terhadap
perilakunya dan menjadi kebiasaan moral dan
wataknya.
26. Baiknya akhlak atau budi pekerti itu kembali
kepada lurusnya kekuatan akal , Semuanya itu

259
dikarenakan dua hal: Pertama, dengan karunia
Allah sempurnanya fitrah, dimana manusia itu
diciptakan dan dilahirkan dengan
sempurnanya akal dan baiknya budi pekerti.
Dan bahwa watak dan fitrah manusia itu
terdapat sesuatu yang kadang-kadang tercapai
dengan usaha. Kedua, dengan mengusahakan
budi pekerti itu dengan mujahadah dan
latihan.Yaitu mendorong jiwa dan hati untuk
menerjakan perbuatan-perbuatan yang
dikehendaki oleh budi pekerti yang dicari.
27. Menurut Al Ghazali baik atau buruknya
akhlak seseorang dapat berpengaruh pada jiwa
seseorang. Menurutnya pengobatan pada jiwa
manusia adalah dengan menghilangkan segala
perilaku dan akhlak yang buruk. Dan
melakukan segala kebaikan dan akhlak yang
terpuji. Seperti tubuh yang pengobatannya
adalah dengan menghilangkan segala penyakit
dari tubuh, serta mengusahakan menjaga
kesehatannya.
28. Maka dari pendapat beliau dapat disimpulkan
bahwa baik buruknya akhlak seseorang dapat
berpengaruh pada kesehatan jiwanya. Jika
seseorang ingin jiwanya baik dan sehat, maka
dia harus menghiasi dirinya dengan akhlak

260
dan budi pekerti yang baik. Begitu juga
sebaliknya, orang yang terbiasa dengan budi
pekerti dan akhlak yang buruk, maka ia akan
memiliki jiwa yang buruk dan tidak sehat
pula. Dan budi pekerti dan akhlak yang baik
itu dapat diusahakan dengan jalan latihan dan
pembiasaan. Pendidikan Akliah Akal Menurut
Al Ghazali Ilmu pengetahuan itu berlaku dari
akal, sebagaimana berlakunya buah-
buahandari pohon, sinar
29. Dalam kitab akal yang meliputi: Yang
pertama adalah akal merupakan sifat yang
membedakan antara manusia dengan seluruh
binatang. Yang kedua adalah ilmu- ilmu yang
keluar dari dalam diri anak kecil
yangmumayyiz(sudah dapat membedakan)
terhadap mana yang boleh dan mana yang
tidak boleh dilakukan. Yang ketiga adalah
ilmu-ilmu yang diperoleh dengan pengalaman
dengan berjalannya keadaan-keadaan. Orang
yang didik oleh pengalamanpengalaman dan
aliran-aliran maka biasanya ia disebut sebagai
orang yang berakal. Kekuatan naluri itu
berakhir hingga seseorang mengetahui
kesudahan berbagai perkara dan mampu
menahan syahwat (keinginan). Apabila

261
kekuatan ini berhasil maka pemiliknya disebut
sebagai orang yang berakal.
30. Hakikat akal adalah naluri yang dengannya
manusia siap untuk memahami pengetahuan-
pengetahuan teoritis. Seolah-olah akal
merupakan cahaya yang dimasukkan ke dalam
hati dan dipersiapkan untuk memahami
benda-benda, dan ia bertingkat-tingkat sesuai
dengan tingkatan naluri.
31. Fungsi akal manusia terbagi kepada enam,
yaitu: Akal adalah penahan nafsu. Dengan
akal manusia dapat mengerti apa yang tidak
dikehendaki oleh amanat yang dibebankan
kepadanya sebagai sebuah kewajban. Akal
adalah pengertian dan pemikiran yang
berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik
yang tampak jelas maupun yang tidak jelas.
Akal adalah petunjuk yang dapat
membedakan hidayah dan kesesatan. Akal
adalah kesadaran batin dan pengaturan
tingkah laku. Akal adalah pandangan batin
yang berdaya tembus melebihi penglihatan
mata. Akal adalah daya ingat mengambil dari
yang telah lampau untuk masa yang sedang
dihadapi.

262
32. Pendidikan Akliah Bagi Anak-anak (Anak
didik) Pendidikan akal bertujuan untuk
memperbesar perbuatan tenaga akal dan
membentuk kecakapan akal menjalankan
tugasnya. Cakap berarti dalam waktu singkat
dapat menjelaskan tugas dengan jitu. Dalam
kata jitu itu terkandung pengertian benar, tepat
dan sempurna. Oleh karena tugas akal itu
adalah mengenali dan menyelami seluk beluk
sesuatu dalam rangka memecahkan suatu
problem, maka tujuan pendidikan akal itu
adalah memperbesar kekuatan tenaga akal dan
membentuk kecakapan akal mengenai dan
menyelami seluk beluk sesuatu problem yang
bertalian dengan Tuhan, manusia atau
masyarakat dan alam, sehingga dapat
mencapai keyakinan yang pasti. Titik ujung
dari kerja akal adalah terlahirnya suatu
keyakinan yang pasti (haqul yakin), suatu
keyakinan yang di dalamnya tidak lagi terselip
unsur-unsur ragu-ragu dan unsur sesat (salah)
atau keliru.
Bahan-bahan yang dapat diajarkan dalam kitab-kitab
untuk mendidik akal terdiri dari Hadis-hadis tentang cerita
atau hikayat-hikayat orang-orang baik (saleh) agar anak
mencintai orang saleh sejak waktu kecilnya. Memberikan

263
hafalan syair-syair yang menyentuh pada perasaaan rindu dan
antusias anak terhadap nilai pendidikan. Dan janganlah
mendekatkan anak kepada ajakan pada pendidik yang
menganjurkan menghafal syair-syair yang membawa kepada
situasi yang melemahkan perasaan.
Aspek pendidikan akliah dapat dilaksanakan dengan
cara: a. Mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan
sedalam-dalamnya dan menguasainya secara intens dan
akurat. b. Mengadakan pengamatan, penelitian dan tafakur
terhadap alam semesta dengan berbagai macam kegiatan,
baik oleh anak maupun orang dewasa. c. Mengamalkan
semua ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya untuk
meningkatkan kesejahteraan umat manusia dan untuk
pengabdian (kepentingan peribadatan) pada Khaliqul Alam.
Demikian tinggi fungsi berpikir yang digambarkan
oleh Al Ghazali, sehingga akal pikiran tidak akan menjadi
cerdas dan berguna, selama akal pikiran manusia tidak
diperkenalkan, dipergunakan dan bahkan ditantang dengan
berbagai macam ilmu pengetahuan. Pendidikan Sosial
Konsep Sosial Menurut Al Ghazali. Seorang manusia adalah
makhluk individual dan secara bersamaan adalah makhluk
sosial. Keserasian antar individu dan masyarakat tidak
mempunyai kontradiksi antara tujuan sosial dan tujuan
individu. Dalam Islam tanggung jawab tidak terbatas pada
perorangan, tapi juga sosial sekaligus. Tanggung jawab
perorangan pada pribadi merupakan asas, tapi pada saat

264
bersamaan ia tidak mengabaikan tanggung jawab sosial yang
merupakan dasar pembentuk masyarakat.
Sesungguhnya berkasih sayang di jalan Allah SWT
dan persaudaraan di jalan agamaNya adalah merupakan
jalanuntuktaqarrub yang paling utama kepada-Nya dan
sekaligus merupakan jalan yang paling halus yang bisa
diambil faidah dari segala ketaatan pada segala adat
kebiasaan yang berlaku. Yang mana kesemuanya itu tentunya
memiliki syarat, dimana dengan syarat-syarat tersebut saling
berhubunganlah orang-orang yang menginginkan
persahabatan dengan orang-orang yang mencintai Allah
SWT. Dan pada syarat-syarat itu terdapat pula hak-hak
dimana dengan menjaga hak- hak itu maka bersihlah
persaudaraan dari noda- noda dan dari godaan syaitan.
Sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW:
Pendidikan Sosial Bagi Anak Didik Al Ghazali
memberikan petunjuk kepada orang tua dan para pendidik
umumnya agar anak-anak dalam pergaulan dan
kehidupannya mempunyai sifat-sifat yang mulia dan
memiliki etika pergaulan yang baik, sehingga ia dapat
menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya dan dapat
membatasi pergaulannya. Sifat-sifat itu adalah:
Menghormati dan patuh kepada kedua orang tua dan orang
dewasa lainnya. Merendahkan diri dan lemah lembut.
Membentuk sikap dermawan. Membatasi pergaulan anak.

265
Adapun usaha -usaha yang dapat dilakukan untuk
mengisi pergaulan social dengan akhlak Islami berupa: 1)
Tidak melakukan hal-hal yang keji dan tercela seperti,
membunuh, menipu, riba, merampok, makan harta anak
yatim, menyakiti anggota masyarakat dan sebagainya. 2)
Membina hubungan tata tertib, meliputi bersikap sopan
santun dalam pergaulan, meminta izin ketika masuk ke rumah
orang, berkata baik dan member serta membalas salam. 3)
Mempererat hubungan kerja sama dengan cara meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang dapat merusak dasar kerja sama
untuk membela kejahatan, berkhianat, mengadakan saksi
palsu, menyembunyikan kebenaran menganggap rendah
orang lain, tidak memperdulikan keadaan masyarakat dan
sebagainya. 4) Mengalakkan perbuatan-perbuatan terpuji
yang memberi dampak positif kepada masyarakat antara lain
berupa menepati janji, memaafkan, memperbaiki hubungan
antar sesama muslim, amanah, membina kasih sayang,
berbuat ikhsan terutama kepada fakir miskin,
mengembangkan harta anak yatim, mengajak berbuat baik,
bersifat pemurah, menyebarkan ilmu pengetahuan, membina
persaudaraan dan sebagainya.
Dari pendapat Al Ghazali di atas dapat kita simpulkan
bahwa dalam menjalani kehidupannya, seseorang tidak dapat
hidup sendiri. Seseorang butuh orang lain dalam menjalani
kehidupannya. Maka dari itu sudah sepantasnya jika ia dalam
menjalani kehidupan, setiap orang harus saling menyayangi

266
dan saling tolong menolong. Pendidikan Jasmaniah Konsep
Jasmani Menurut Al Ghazali Al Ghazali menempatkan aspek
jasmaniah manusia pada tingkat ketiga dari tingkattingkat
kebahagiaan manusia, ia berpendapat: keutamaan jasmaniah
terdiri dari empat macam: kesehatan jasmani,
Jasmani (jism) adalah substansi manusia yang terdiri
atas struktur organism fisik. Organisme fisik manusia lebih
sempurna dibandingkan dengan organisme fisik makhluk
lain. Setiap makhluk biotik-lahiriah memiliki unsur material
yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api, udara dan air.
Keempat unsur di atas merupakan materi yang abiotik (mati),
ia akan hidup jika diberi energi kehidupan yang bersifat fisik
(thaqah al-jismiyah). Energi kehidupan ini lazimnya disebut
dengan nyawa, karena nyawa manusia hidup. Al Ghazali
menyebutkan energi tersebut dengan ar-ruh jasmaniah (ruh
material). Dengan daya ini jasad manusia bernafas,
merasakan sakit, panas, dingin, pahit manis, haus lapar, seks
dan sebagainya.
Aspek jasmaniah merupakan salah satu dasar pokok
untuk mendapatkan kemajuan dan kebahagiaan dalam
kehidupan manusia. Akal dan jiwa yang sehat terdapat pada
jasmani yang sehat pula. Hubungan antara jasmaniah dan
rohaniah manusia saling memberikan pengaruh timbal balik,
yaitu hal-hal yang berpengaruh pada jiwa akan akan
berpengaruh pada jasmani, demikian sebaliknya.

267
Pendidikan Jasmaniah Bagi Anak didik Al Ghazali
secara khusus memperhatikan pendidikan jasmani, karena
dapat memperkuat jasmani, serta menumbuhkan kecakatan
dan kegairahan hidup. Beliau
Adapun pendidikan jasmaniah bagi anak-anak
maupun orang dewasa, yaitu Kesehatan dan
kebersihan.Menurut Al Ghazali bersuci itu ada empat
tingkatan, yaitu: 1) Mensucikan badan dari hadats, kotoran
dan lebihan. 2) Mensucikan anggota badan dati tindak
kejahatan dan dosa-dosa. 3) Mensucikan hati dari akhlak
yang tercela dan kehinaan-kehinaan yang dibenci. 4)
Mensucikan sir para Nabi dan para shiddiqin.
Membiasakan makan suatu makanan yang baik,
sekedar mencukupi kebutuhan badan dan menguatkan.
Makanan dan minuman adalah sarana untuk memperkuat dan
menyegarkan jasmaniah agar dengan kekuatan tubuhnya,
seseorang mampu melaksanakan perbuatan yang baik dan
terpuji, untuk beribadah kepada Allah SWT. Pada hakikatnya
kesehatan jasmani tidak akan mendatangkan bebagai
penyakit yang diakibatkannya. Al Ghazali mengajurkan agar
membiasakan makan dan minum dari bahan yang halal dan
caramemperolehnya pun halal, sebaiknya agar menghindari
barang yang haram ataupun syubhat (tidak jelas didapat).
Bermain dan berolahraga Menurut Al Ghazali anak
diizinkan untuk bebas bermain setelah pulang sekolah, dan
untuk beristirahat setelah belajar di sekolah, tapi jangan

268
sampai lelah lantaran bermain, karena melarang anak
bermain, dan mengekang terus belajar akan mematikan hati
dan menghilangkan kecerdasan serta mempersulit
kehidupannya.
Dari uraian-uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa
pendidikan pada seseorang haruslah mencakup segala aspek
yang ada pada dirinya. Baik dari aspek keimanan, akhlak,
akal, social dan jasmani. Dimana dalam pendidikan pada
setiap aspek tersebut memiliki metode atau caranya masing-
masing. Dimana metode yang digunakan dalam mendidik
setiap aspek tersebut adalah metode pendidikan Islam.
Pendidik dan Peserta Didik Pendidik Menurut Al Ghazali
pendidik merupakan maslikhul kabir. Bahkan dapat
dikatakan pula, pendidik mempunyai jasa lebih dibandingkan
kedua orang tuanya. Itu lantaran kedua orang tuanya
menyelamatkan anaknya dari sengatan api dunia, sedangkan
para pendidik menyelamatkannya dari sengatan api neraka.
Al Ghazali seorang pendidik Islam memandang
bahwa seorang pendidik mempunyai kedudukan utama dan
sangat penting. Beliau mengemukakan tentang mulianya
pekerjaan mengajar dengan perkataannya: seorang besar di
semua kerajaan langit. Dia seperti matahari yang menerangi
alam-alam yang lain, dia mempunyai cahaya dalam dirinya,
dan dia seperti minyak wangi yang mewangikan orang lain,
karena ia memang wangi. Barang siapa yang memiliki
pekerjaan mengajar, ia telah memiliki pekerjaan yang besar

269
dan penting. Maka dari itu, hendaklah ia mengajar tingkah
lakunya dan kewajiban-kewajibannya.
Dari kata-kata beliau di atas dapat kita lihat seberapa
tingginya penghargaan beliau terhadap seorang guru. Hingga
beliau mengumpamakan seorang guru itu seperti matahari
yang menerangi dunia dan seperti minyak wangi yang
memberikan keharuman bagi orang lain. Al Ghazali
mengibaratkan guru sebagai seorang penjaga dan pengaman
ilmu. Diantara kewajibannya ialah tidak kikir dengan
ilmunya kepada muridnya dan tidak pula berlebihan
memberikannya, baik murid itu pandai ataupun bodoh.
Menurut Al Ghazali, seperti yang dikutip oleh
Fathiyah Hasan Suleiman, terdapat beberapa sifat penting
yang harus dimiliki oleh guru sebagai orang yang diteladani,
yaitu: Amanah dan tekun bekerja. Bersifat lemah lembut dan
kasih sayang terhadap murid. Dapat memahami dan
berlapang dada dalam ilmu serta orang-orang yang
mengajarkannya. Tidak rakus pada materi. Berpengetahuan
luas. Istiqamah dan memegang teguh prinsip.
Al Ghazali menguraikan sejumlah tugas yang harus
dilaksanakan oleh seorang pendidik yang dijelaskannya
sebagai berikut: 1) Hendaknya seorang guru mencintai
muridnya bagaikan mencintai anaknya sendiri. Pengarahan
akan kasih sayang kepada murid mengandung makna dan
tujuan memperbaiki hubungan pergaulan dengan anak
didiknya, dan mendorong mereka untuk selalu mencintai

270
pelajaran, guru, dan sekolah dengan tanpa berlaku kasar
terhadap mereka. Dengan dasar inilah maka hubungan
pergaulan antara seorang guru dan muridnya akan menjadi
baik dan intim yang didasari atas rasa kasih sayang dan cinta
serta kehalusan budi.
2) Guru tidak usah mengharapkan adanya gaji dari
tugas pekerjaannya, karena mendidik/mengajar merupakan
tugas pekerjaan mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW.
Nilainya lebih tinggi dari ukuran harta atau uang. Mendidik
adalah usaha untuk menunjukkan manusia ke arah yang hak
dan kebaikan serta ilmu. Upahnyaterletak pada diri anak didik
yang setelah dewasa menjadi orang yang mengamalkan apa
yang ia didikan atau ajarkan.
3) Guru hendaknya menasehati siswanya agar tidak
menyibukkan diri dengan ilmu yang abstrak dan yang gaib-
gaib. Sebelum ia telah selesai pelajaran atau pengertiannya
dalam ilmu yang jelas, kongkret dan ilmu yang pokok-pokok.
4) Terangkanlah bahwa niat belajar itu supaya dapat
mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk bermegah-
megahan dengan ilmu pengetahuan itu.
5) Guru wajib memberikan nasehat kepada murid-
muridnya agar menuntut ilmu yang bermanfaat tersebut
(menurut beliau) ialah ilmu tersebut nantinya akan membawa
kepada kebahagiaan hidup akhirat, yaitu ilmu agama.
6) Menasehati para murid dan melarang mereka agar
tidak memiliki akhlak yang tercela, yaitu melalui sindiran

271
tanpa menjatuhkan harga diri mereka. Guru harus terlebih
dahulu beristiqamah. Setelah itu, dia meminta murid untuk
beristiqamah. Apabila hal itu tidak dilakukan, nasehat tidak
akan bermanfaat.
7) Guru hendaknya mencukupkan ilmu bagi murid
tersebut menurut kadar pemahamannya. Maka iatidak
menyampaikan kepada murid sesuatu yang tidak terjangkau
oleh akalnya.
8) Guru hendaknya harus memperhatikan perbedaan-
perbedaan individual yang ada pada anak (murid) tersebut.
Pandangan Al Ghazali mengandung himbauan agar guru
memahami benar tentang prinsip-prinsip tentang perbedaan
individual dikalangan anak didik serta tahapan
perkembangan akal pikirannya, sehingga dengan pemahaman
itu guru bisa mengajarkan ilmu pengetahuan sesuai dengan
kemampuan mereka, dan berusaha sejalan dengan dengan
tingkat kemampuan berpikir anak didiknya.
9) Guru hendaknya mampu mengamalkan ilmunya.
Menurut kebiasaan bahwa seorang guru adalah sebagai
panutan, dan para siswa mengikuti apa yang ditujukkan oleh
gurunya. Perumpamaan seorang guru yang baik dan benar
adalah seperti benih yang ditanam di tanah dan bayangan dari
tiang, maka bagaimana tanah itu tumbuh tanpa benih, dan
mana mungkin bayangan itu bengkok sedangkan tiangnya
lurus.

272
10) Mempelajari hidup psikologis murid-muridnya.
Guru harus dapat memahami jiwa anak didiknya. Dengan
pengetahuan tentang anak didik, ia dapat menjalin hubungan
yang akrab antara dirinya dengan anak didiknya. Secara
praktis, guru harus mendidik mereka berdasarkan ilmu jiwa.
Dalam pendidikan Islam, pendidik memiliki arti dan
peranan yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena ia
memilki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan.
Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati
orang-orang yang berilmu dan bertugas sebagai pendidik.
Peserta Didik Menurut Al Ghazali, anak adalah amanah Allah
dan harus dijaga dan dididik untuk mencapai semua
keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah.
Semua bayi yang dilahirkan ke dunia ini, bagaikan sebuah
mutiara yang belum diukur dan belum berbentuk, tetapi amat
bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan
mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang
berkualitas tinggi dan disenangi semua orang. Maka
ketergantungan anak kepada pendidiknya termasuk kepada
kedua orang tuanya, hendaknya dikurangi secara bertahap.
Menurut Al Ghazali terdapat beberapa sifat penting
yang harus dimiliki oleh seorang murid, yaitu: Rendah hati
Mensucikan diri dari segala keburukan Taat dan istiqamah.
Al Ghazali menguraikan tentang tata kesopanan dan
tugas-tugas seorang murid, yaitu antara lain: 1) Hendaknya
murid bersih jiwanya dan menjauhi akhlak yang rendah serta

273
sifat-Sifat tercela. Beliau seorang murid bersih jiwanya dari
akhlak yang rendah dan sifat-sifat yang tercela, karena
kesucian jiwa dan kebaikan akhlak
2) Menyedikitkan hubungan-hubungannya dengan
kesibukan dunia, dan menjauh dari keluarga serta tanah air.
Karena hubungan-hubungan itu menyibukkan dan
memalingkan.
3) Tidak menyombongkan diri kepada ilmu. Seorang
murid tidak boleh mengatur guru. Bahkan, dia harus
menyerahkan segala keputusan kepada sang guru. Dia juga
harus terus menerus berkhidmat kepada gurunya.
4) Bagi pelajar permulaan janganlah melibatkan atau
mendalami perbedaan pendapat para ulama, karena yang
demikian itu dapat menimbulkan prasangka buruk, keragu-
raguan dan kurang percaya pada kemampuan guru.
5) Orang yang mencari ilmu tidak meninggalkan satu
cabang ilmu yang terpuji, kecuali apabila jika seorang murid
menyelam ke dalam ilmu tersebut hingga mendapatkan apa
yang ia cari. Apabila usianya mendukungnya untuk
melakukan pencarian itu, dia dapat menyempurnakan ilmu
tersebut. Tetapi, apabila tidak, maka dia dapat memilih hal
yang paling penting.
6) Janganlah murid mendalami suatu ilmu atau teknik
(seni) sebelum ia dapat memahami benar ilmu atau teknik
(seni) yang telah dipelajari sebelumnya. Karena semua ilmu

274
itu tersusun secara bertingkat-tingkat menurut keharusannya.
Sebagian ilmu menjadi jalan bagi ilmu yang lainnya.
7) Seorang pelajar agar dalam mencari ilmu selalu
didasarkan pada upaya untuk menghiasi batin dan
mempercantiknya dengan berbagai keutamaan. Hal ini
didasarkan pada tujuan belajar yaitu untuk memperoleh
kehidupan yang baik di akhirat. Hal itu tentunya tidak akan
tercapai kecuali dengan membersihkan jiwa, menghiasi diri
dengan keutamaan dan akhlak yang terpuji.
8) Seorang pelajar harus mengetahui hubungan
macam-macam ilmu dan tujuannya. Oleh sebab itu setiap
pelajar harus menemukan maksud dan tujuan ilmu, dan yang
paling penting adalah memilih ilmu yang dapat
menyampaikan pada maksud tersebut.
Anak adalah makhluk yang masih membawa
kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun
rohani. Ia memiliki jasmani yang belum mencapai taraf
kematangan, baik bentuk, kekuatan maupun perimbangan
bagian-bagiannya. Dalam segi rohaniah, anak mempunyai
bakat-bakat yang harus dikembangkan. Ia juga mempunyai
kehendak, perasaan dan pikiran yang belum matang. Di
samping itu, ia mempunyai berbagai kebutuhan seperti
kebutuhan pemeliharaan jasmani: makan, minum dan
pakaian; kebutuhan akan kesempatan berkembang, bermain-
main, berolahraga dan sebagainya. Selain itu, anak juga
mempunyai kebutuhan rohaniah, Seperti kebutuhan akan

275
ilmu pengetahuan duniawi dan keagamaan, kebutuhan akan
pengertian nilai-nilai kemasyarakatan, kesusilaan; kasih
sayang dan lain-lain.
Berdasarkan uraian- uraian di atas, maka kita dapat
menyimpulkan bahwa Pendidikan Islam yang ada harus dapat
dan mampu untuk membimbing, menuntun,
mengembangkan, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan
anak didik dalam berbagai bidang tersebut. Evaluasi
Pendidikan Islam Proses pendidikan tidak terlepas pula dari
beberapa komponen yang mendukungnya. Salah satu dari
komponen yang urgen dalam melihat keberhasilan sebuah
pendidikan yaitu penilaian. Konsep penilaian dalam
diskursus pendidikan memiliki makna ganda, yaitu: Pertama,
penilaian ditempatkan sebagai salah satu aktivitas
epistimologi pendidikan pendidikan. Kedua, penilaian
ditempatkan sebagai aksiologi pendidikan Islam yang
berguna untuk
Dalam dunia pendidikan, evaluasi memiliki manfaat,
yaitu:
1) Manfaat bagi siswa Dengan diadakannya evaluasi,
maka siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil
mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru.
2) Manfaat bagi guru Guru dapat mengetahui siswa-
siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya
karena telah berhasil menguasai bahan, dan mengetahui
siswa-siswa yang belum berhasil menguasai bahan. Guru

276
akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat
bagi siswa sehingga tidak perlu mengadakan perubahan
untuk memberikan pengajaran di waktu yang akan datang.
Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah
tepat atau belum. Evaluasi dalam pendidikan Islam
merupakan cara-cara atau teknik penilaian terhadap tingkah
laku peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang
bersifat komprehensif dari seluruh aspek-spek kehidupan
mental psikologi dan spiritual-religius, karena manusia hasil
pendidikan Islam bukan saja sosok pribadi yang tidak
beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya. Kata
evaluasi berasal dari bahasa Arab yaitu kata Muhasabah, yang
berasal dari kata Hasiba yang berarti menghitung, atau kata
Hasaba yang berarti memperkirakan. Al Ghazali
menggunakan kata tersebut dalam menjelaskan tentang
evaluasi diri (Muhasabah an-Nafs) setelah melakukan
aktifitas. Penggunaan istilah ini, Al Ghazali mendasarkannya
pada surat Al Hasyr ayat 18 sebagai landasan pokok dalam
tindakan evaluasi diri: Artinya:orang-orang yang beriman!
Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang
memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah
maha teliti terhadap apa yang kamu
Evaluasi pendidikan Al Ghazali ini pada prinsipnya
diarahkan sepenuhnya untuk mengetahui kondisi murid
berkaitan dengan penilikan sejauh mana muridtelah dapat

277
meresap ilmu pengetahuan yang didapat dalam pembelajaran
danperkembangan kepribadian murid. Evaluasi pendidikan
Al Ghazali berangkat dari teori dasar pendidikannya, yaitu al-
Fadhilah. Sebuah teori dasar yang melihatmurid sebagai
sosok yang memiliki kecerdasan dan keutamaan lebih,
sehingga evaluasi pendidikannya diarahkan untuk
mengetahui:
a. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan
pribadinya dengan Tuhannya.
b. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan
dirinya dengan masyarakat.
c. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan
kehidupannya dengan alam sekitarnya.
d. Sikap dan pandangannya terhadap diri selaku
hamba Allah dan selaku anggota masyarakat serta selaku
khalifah di muka bumi (sebagai pemukiman lingkungan
hidupnya).
Keempat kemampuan dasar tersebut dijabarkan
dalam klasifikasi kemampuan teknik sebagai berikut:
a. Sejauh mana loyalitas dan kesungguhan untuk
mengabdikan dirinya kepada tuhan dengan indikasi-indikasi
lahiriah berupa tingkah laku yang mencermin-kan keimanan
dan ketakwaannya kepada Tuhan.
b. Sejauh mana dan bagaimana seseorang selaku
manusia hasil pendidikan Islam mampu menerapkan nilai-
nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakat.

278
c. Bagaimana ia berusaha memelihara serta
menyesuaikan dirinya dengan alam sekitar, apakah ia
merusak lingkungan hidup, apakah ia mampu mengubah
lingkungan sekitar menjadi bermakna bagi kehidupan diri
dan masyarakat.
d. Bagaimana dan sejauh mana ia sebagai seorang
muslim memandang dirinya sendiri dalam berperan sebagai
hamba Allah yang harus hidup menghadapi kenyataan di
dalam masyarakat yang beraneka macam budaya, suku, serta
agama.
Menurut Imam Al Ghazali, evaluasi pendidikan
berarti usaha memikirkan, membandingkan, memprediksi
(memperkirakannya), menimbang, mengukur dan
menghitung segala aktifitas yang telah berlangsung dalam
proses pendidikan, untuk meningkatkan usaha dan
kreativitasnya sehingga dapat seefektif dan seefisien
mungkin dalam mencapai tujuan yang lebih baik di waktu
yang akan datang. Adapun subjek evaluasi pendidikan adalah
orang yang terkait dalam proses kependidikan meliputi:
pimpinan, subjek didik, wali murid dan seluruh tenaga
administrasi. Dan yang menjadi evaluasi pendidikan adalah
semua bentuk aktifitas yang terkait dengan tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing dalam proses pendidikan.
Teknik evaluasi pendidikan digunakan dalam rangka
penilaian dalam proses belajar, maupun dalam kepentingan
perbaikan situasi, proses serta kegiatan belajar mengajar.

279
Adapun teknik penilaian itu ada dua, yaitu: Pertama,
Teknik tes: yaitu penilaian yang menggunakan tes yang telah
ditentukan terlebih dahulu. Metode ini bertujuan untuk
mengukur dan memberikan suatu penilaian terhadap hasil
belajar yang dicapai oleh murid. Meliputi: kesanggupan
mental, penguasaan akan hasil belajarnya, keterampilan,
koordinasi, motorik, dan bakat. Kedua, Teknik non tes: yaitu
penilaian yang tidak menggunakan soal-soal tes. Yaitu dalam
bentuk laporan dari pribadi mereka sendiri (self report). Hal
ini bertujuan untuk mengetahui sikap dan sifat kepribadian
murid yang berhubungan dengan kiat belajar atau pendidikan.
Objek penilaian non tes ini meliputi: perbuatan, ucapan,
kegiatan, pengalaman, keadaan tingkah laku, dan riwayat
hidup.81 Dari uraian di atas, dalam pendidikan perlu adanya
evaluasi. Tujuannya adalah agar dapat mengetahui sejauh
mana tujuan pendidikan yang telah tercapai, dan untuk dapat
mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang menjadi
penghambat tercapainya tujuan pendidikan tersebut.

B. Ibnu Maskawaih

Mengenal Ibn Miskawaih: Sebuah Sketsa Biografis


Nama lengkapnya adalah Abû ‘Alî al-Khasim Ahmad bin
Ya’kûb bin Miskawaih. Ia lebih dikenal dengan nama Ibn
Miskawaih.6 Beliau dilahirkan di kota Ray (Iran) pada 3
Philip K. Hitti, History of the Arabs: From the Earliest Times

280
to the Present (New York: Macmillan Press, 2002), h. 350-
570. 4 M. M Sharif, Alam Fikiran Islam: Peranan Ummat
Islam Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan, terj. Fuad
Moh. Fachruddin (Bandung: Diponogoro, 1979), h. 20 4
Sekedar melihat biografi dan pemikiran para filosof Muslim
ini, lihat Muhsin Labib, Para Filosof Sebelum dan Sesudah
Mulla Shadra (Jakarta: Al-Huda, 2005); M. M. Syarif (ed.),
Para Filosof Muslim, terj. Ilyas Hasan (Bandung: Mizan,
1999); Ahmad Daudy (ed.), Segi-segi Pemikiran Falsafi
Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984); Nurcholis
Madjid (ed.), Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan
Bintang, 1984). 5 M. Luthfi Jum’ah, Tarîkh Falsafah al-Islâm
(Mesir: t.p., 1927), h. 304. 6 Para penulis biografi berbeda
pandangan dalam hal penentuan tahun lahirnya. Jalaluddin
dan Usman Said menyatakan bahwa tokoh ini lahir pada
tahun 330 H/940 M. Sementara Yusnaril Ali menuliskan
bahwa tokoh ini lahir tahun 330 H/932 M. Ahmad Daudy
hanya menyebut tahun hijriahnya yakni 330 H. Zainun Kamal
menyebut tahun 330-921 H/ 421-1030 M. Sementara Ibn al-
Khatib hanya menuliskan tahun wafatnya yakni 421 H/1030
M. Lihat, Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan
Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 263 tahun 320 H/932
M.7 Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Ibn
Miskawaih mempelajari kitab Tarîkh al-Thabarî kepada Abû
Bakar Ahmad ibn Kamîl al-Qadhî (w. 350 H/960 M). Selain
belajar sejarah, beliau pun mempelajari filsafat kepada Ibn

281
alKhammar, salah seorang komentator Aristoteles8 dan al-
Hasan ibn Siwar, seorang ‘ulama pengkaji filsafat,
kedokteran dan logika. Tidak hanya sebatas itu, beliau pun
mempelajari ilmu bahasa, ilmu kedokteran, ilmu fiqih, hadis,
matematika, musik, ilmu militer,9 dan lainnya. Karena beliau
memiliki tingkat kecerdasan yang sangat tinggi, maka beliau
pun dapat melahap habis semua pelajaran yang diberikan
kepadanya. Walhasil, beliau pun menjadi salah seorang filsuf
Islam terkemuka di zamannya. Sebagai seorang pemikir
besar, Ibn Miskawaih telah melahap seluruh kitab-kitab
filsafat dari warisan peradaban pra-Islam. Pada masanya,
beliau banyak membaca dan menelaah kitab-kitab pemikir
dari berbagai peradaban seperti Yunani, Persia, Romawi, dan
lainnya. Karena itu pula, pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh
dari berbagai peradaban itu memberikan pengaruh yang tidak
kecil bagi Ibn Miskawaih. Hal ini terlihat jelas, ketika Ibn
Miskawaih merumuskan pandangannya, beliau pun
mengkombinasikan pemikiran-pemikiran dari Plato,
Aristoteles, Galen dan ajaran Islam.10 Ibn Miskawaih hidup
pada masa Dinasti Buwaihi. Dinasti Buwaihi adalah salah
satu dinasti yang lahir ke dalam tubuh pemerintahan Bani
Abbasiyah di kota Baghdad sebagai ibu kota Bani Abbasiyah,
sehingga tidak berlebihan jika diumpamakan Dinasti Buwaihi
bagaikan benalu yang tumbuh pada sebuah pohon. Pada masa
itu sifat-sifat rakus akan kekuasaan dan harta kekayaan
menjadi tabiat para tokoh-tokoh politik, akibatnya dekadensi

282
moral hampir melanda semua lapisan masyarakat.
Semenatara di pihak lain, kaum sufi hidup dengan
berkontemplasi menjauhkan diri dari komunitas masyarakat
yang sudah dilanda dekadensi moral tersebut. Kondisi sosial
ini pada perjalanan berikutnya sangat berpengaruh dalam
membentuk pemikiran pendidikan Ibn Miskawaih Ketika
masih muda, ia mengabdi kepada Abû Muhammad al-Hasan
al-Muhallabî, wazir pangeran Buwaihi, Mu’iz al-Daulah di
Baghdad.11 Setelah al-Muhallabî itu wafat pada tahun 352
H/963 M), Ibn Miskawaih pun mendekati Ibn al-‘Amid di
Ray, wazir dari 1996), h. 135.; Yusnaril Ali, Perkembangan
Pemikiran Falsafi Dalam Islam (Jakarta: Bumi Aksara,
1991), h. 53.; Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam (Jakarta:
Bulan Bintang, 1986), h. 61; Zainun Kamal, “Sebuah
Pengantar,” dalam Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan
Akhlaq: Buku Daras Pertama Tentang Filsafat Etika, terj.
Helmi Hidayat (Bandung: Mizan, 1997), h. 13-14; Ibn
alKhatib, “Sebuah Pengantar,” dalam Ibn Miskawaih,
Menuju Kesempurnaan Akhlaq: Buku Daras Pertama
Tentang Filsafat Etika, terj. Helmi Hidayat (Bandung: Mizan,
1997), h. 26. 7 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1999), h. 56. 8 Ahmad Amîn, Zhuhr al-
Islâm, juz II (Beirut: Dâr al-Kitab al-‘Arâbî, 1969), h. 66. 9
T.J. D Boer, The History of Philosophy in Islam (New York:
Dover Publication, t.t.), h. 128. 10 Joesoef Souyb, Pemikiran
Islam Merobah Dunia (Medan: Madju, 1984), h. 120. 11

283
Oliver Leaman, “Ibn Miskawaih,” dalam Seyyed Hossein
Nasr dan Oliver Leaman (ed.), terj. Tim Penerjemah Mizan
(Bandung: Mizan, 2003), h. 310. Hadis Purba: Pemikiran
Pendidikan Islam Ibn Miskawaih MIQOT Vol. XXXIII No.
2 Juli-Desember 2009 264 Rukn al-Daulah. Rukn al-Daulah
ini tidak lain adalah saudara Mu’iz al-Daulah. Ibn al- ‘Amid
bukan orang sembarangan, sebab ia seorang tokoh sastra
terkenal. Tidak hanya itu, Ibn al-‘Amid bekerja sebagai
pustakawan. Karena Ibn al-‘Amid menjadi wazir dari Rukn
al-Daulah, maka beliau pun mendapat kedudukan terhormat
di ibukota pemerintahan Dinasti Buwaihi tersebut.12 Pada
tahun 360 H/970 M, al-‘Amid wafat, sehingga kedudukannya
digantikan oleh anaknya, yakni Abû al-Fath. Ibn Miskawaih
pun mengabdi kepada anak al-‘Amid ini. Pada tahun 366
H/976 M, Abû al-Fath wafat, sehingga jabatan wazir direbut
oleh musuhnya yang bernama al-Shahib ibn ‘Abbad. Karena
musuh Abû al-Fath merebut kekuasaan, maka sebagai
pendukung Abû al-Fath, Ibn Miskawaih pun meninggalkan
kota Ray. Kemudian, Ibn Miskawaih berangkat menuju
Baghdad. Di kota ini, Ibn Miskawaih mengabdikan diri
kepada penguasa Dinasti Buwaihi, yakni ‘Adhud al-Daulah.
Pada masa ini, Ibn Miskawaih diangkat sebagai bendahara
penguasa Dinasti Buwaihi. Setelah ‘Adhud al-Daulah wafat,
Ibn Miskawaih tetap mengabdi kepada para pengganti
pangeran Dinasti Buwaihi ini, yakni Syams al-Daulah (388
H/998 M) dan Baha’ al-Daulah (403 H/1012 M). Ibn

284
Miskawaih hidup sebagai seorang Syi‘ah. Para penulis
biografi pun memasukkannya ke dalam daftar ulama dan
filosof Syi‘ah karena beberapa pandangannya menegaskan
keharusan kemaksuman para imam. Sebagai seorang filsuf,
Ibn Miskawaih banyak berdebat dengan para filsuf
sezamannya seperi Ibn Sînâ. Ibn Miskawaih wafat di Isfahan
pada 9 Shafar 421 H/1030 M.13 Meskipun beliau menduduki
jabatan strategis di pemerintahan Dinasti Buwaihi, namun hal
itu tidak membuatnya malas menulis. Hal ini terbukti karena
beliau banyak menulis kitab-kitab bermutu tinggi, antara lain:
al-Fauz al-Akbar; al-Fauz al-Ashghar; Tajarib al-Umâm; Uns
al-Farid; Tartib al-Sa’âdah; al-Mustaufa; Jawidan Khirad; al-
Jami’; al-Siya; On the Simple Drugs; On the Compositions of
the Bajats; Kitâb al-Asyribah; Tahdzîb al-Akhlâq; Risâlah fî
al-Lazzah wa al-‘Alâm fî jauhar al-Nafs; Ajwibah wa As’ilah
fî al Nafs wa al-‘Aql; al-Jawab fî al-Masâ’il al-Tsalas;
Risâlah fî Jawâb fî Su’al ‘Alî ibn Muhammad Abû Hayyan
al-Shufî fî Haqîqah al-‘Aql; dan Thaharah al-Nafs.14
Manusia dan Keutamaannya Menurut Ibn Miskawaih,
manusia memiliki kemiripan dengan alam semesta. Karena
itu, jika alam semesta disebut sebagai makrokosmos, maka
manusia disebut sebagai mikrokosmos. Di samping memiliki
panca indra, manusia memiliki indra 12 Muhammad Iqbal,
Metafisika Persia: Suatu Sumbangan untuk Sejarah Filsafat,
terj. Joebar Ayoeb (Bandung: Mizan, 1990), h. 50. 13
Abdurrahman Badawi, “Miskawaih,” dalam M. M. Sharif

285
(ed.), A History of Muslim Philosophy, vol. I (Wiesbaden:
Otto Harrosowitz, 1963), h. 469-470. 14 Hasyimsyah,
Filsafat Islam, h. 62. 265 bersama. Indra bersama ini berperan
sebagai pengikat sesama indra. Indra bersama dapat
menerima citra-citra indrawi secara serentak, tanpa zaman,
tempat, dan pembagian. Kemudian, citra-citra itu tidak saling
bercampur dan saling mendesak. Daya indra bersama ini
beralih ke tingkat daya khayal, sebuah daya yang berada di
bagian depan otak. Dari daya khayal ini beralih ke daya pikir.
Daya berpikir ini dapat berhubungan dengan akal aktif guna
mengetahui hal-hal Ilahi.15 Menurut Ibn Miskawaih, pada
diri manusia terdapat tubuh dan jiwa. Jiwa tidak dapat
menjadi sebuah fungsi dari materi. Hal ini karena dua hal.
Pertama, suatu benda yang berbeda-beda bentuk dan
keadaannya, dengan sendirinya tidak bisa menjadi salah satu
dari bentuk-bentuk dan keadaan-keadaan itu. Suatu benda
yang warnanya bermacam-macam tentu, dalam
pembawaannya sendiri, tidak berwarna. Jiwa, dalam
mempersepsi obyek-obyek eksternal, mengasumsi, seolah-
olah, berbagai bentuk dan keadaan; karena itu, jiwa tidak
dapat dianggap sebagai salah satu dari bentuk-bentuk itu.
Kedua, atribut-atribut itu terus menerus berubah; tentu ada, di
luar lingkup perubahan, substratum permanen tertentu yang
menjadi fondasi identitas personal. Menurutnya, jiwa bukan
bagian dari tubuh dan bukan aksiden tubuh. Pada wujudnya,
jiwa tidak butuh kekuatan tubuh. Jiwa merupakan substansi

286
sederhana dan tidak dapat ditangkap oleh panca indra. Antara
jiwa dan hidup itu tidak sama. Jiwa itu suatu esensi yang
hidup dan kekal, serta bisa mencapai kesempurnaan hidup di
dunia. Selanjutnya, menurutnya, perbedaan antara jiwa
manusia dari jiwa binatang adalah potensi akal. Jiwa manusia
memiliki potensi akal. Potensi akal adalah potensi untuk
memiliki pengetahuan teoritis dan pengetahuan praktis.16
Secara lengkap, Ibn Miskawaih menuliskan pemikirannya
tentang jiwa di dalam bukunya yang berjudul Tahdzîb al-
Akhlâq. Dalam buku ini, Ibn Miskawaih menulis bahwa
manusia terdiri atas dua unsur yakni tubuh dan jiwa. Tubuh
manusia itu materi (jauhar) dan berbentuk (‘aradh). Tubuh
manusia dan fakultas-fakultasnya mengetahui ilmu melalui
indra. Tubuh sangat butuh terhadap indranya. Tubuh pun
sangat berhasrat terhadap hal-hal indrawi semacam
kenikmatan jasadi, keinginan balas dendam, dan ego untuk
menang. Melalui hal ini, kekuatan tubuh akan bertambah dan
tubuh akan terus mengalami kesempurnaan. Kesempurnaan
eksistensi tubuh manusia terkait erat dengan hal-hal seperti
itu. Sementara itu, jiwa itu bukan tubuh, bukan bagian dari
tubuh, serta bukan pula materi. Jiwa manusia ini tidak cocok
dengan hal-hal jasadi. Ketika jiwa dapat menjauhi hal-hal
jasadi, maka jiwa akan semakin sempurna. Jiwa memiliki
kecenderungan kepada selain hal-hal jasadi. Jiwa ingin
mengetahui realitas ilahiah. 15 Abdul Azis Dahlan,
“Filsafat,” dalam Taufik Abdullah (ed.), Ensiklopedi Tematis

287
Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2002), h. 196-197; Souyb, Pemikiran Islam, h.
122. 16 Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlaq:
Buku Daras Pertama Tentang Filsafat Etika, terj. Helmi
Hidayat (Bandung: Mizan, 1997), h. 35-37. Hadis Purba:
Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Miskawaih MIQOT Vol.
XXXIII No. 2 Juli-Desember 2009 266 Jiwa pun sangat
mendambakan sesuatu hal yang lebih mulia dari hal-hal
jasmaniah. Jiwa ingin menjauhkan diri dari kenikmatan
jasmani, dan berharap mendapatkan kenikmatan akal. Dari
aspek ini, jelas jiwa lebih mulia dari pada benda-benda
jasadi.17 Ibn Miskawaih menjelaskan tentang kebajikan jiwa.
Menurutnya, keutamaan atau kebajikan jiwa terletak pada
kecenderungan jiwa kepada dirinya sendiri, yakni ilmu
pengetahuan, sembari tidak cenderung kepada tingkah laku
tubuh. Kebajikan jiwa diukur dari sejauh mana jiwa
mengupayakan kebajikan dan mendambakannya. Keutamaan
ini akan terus meningkat ketika jiwa memperhatikan dirinya
sendiri serta berusaha keras menyingkirkan segala rintangan
bagi pencapaian tingkat keutamaan seperti ini. Namun
demikian, Ibn Miskawaih menyadari bahwa pencapaian
tingkat keutamaan ini memiliki kendala. Kendala ini tidak
lain segala hal bersifat badani, indrawi, serta segala hal yang
berhubungan dengan keduanya. Ketika kendala ini berhasil
dihadapi oleh jiwa, dan jiwa itu suci dari segala perbuatan keji
(nafsu badani dan nasfu hewani), maka keutamaan-

288
keutamaan itu akan tercapai. Dengan kata lain, keutamaan
jiwa lahir ketika jiwa suci dari nafsu badani dan nafsu
hewani.18 Secara umum, Ibn Miskawaih membagi kekuatan
jiwa menjadi tiga macam, yakni al-quwwah al-nathiqah, al-
quwwah al-syahwiyyah, dan al-quwwah al-ghadabiyyah.
Alquwwah al-nathiqah adalah sebuah fakultas yang berkaitan
dengan berpikir, melihat, dan mempertimbangkan segala
sesuatu. Fakultas ini disebut fakultas raja. Fakultas ini
menggunakan organ tubuh otak. Sementara al-quwwah al-
syahwiyyah adalah sebuah fakultas yang berkaitan dengan
marah, berani, berani menghadapi bahaya, ingin berkuasa,
menghargai diri, dan menginginkan bermacam-macam
kehormatan. Fakultas ini disebut sebagai fakultas binatang.
Organ tubuh yang digunakannya adalah hati. Terakhir,
alquwwah al-ghadabiyyah adalah sebagai sebuah fakultas
yang berkenaan dengan nafsu syahwat dan makan, keinginan
pada nikmatnya makanan, minuman, senggama, dan
kenikmatan indrawi lainnya. Ketigas fakultas ini berbeda
antara satu dengan lainnya. Fakultas ini disebut fakultas
binatang buas. Fakultas ini menggunakan organ jantung.19
Menurut Ibn Miskawaih, ketika aktivitas jiwa kebinatangan
dikendalikan oleh jiwa berpikir, dan jiwa itu tidak tenggelam
dalam memenuhi keinginannya sendiri, maka jiwa ini akan
mencapai kebajikan sikap sederhana (‘iffah) yang diiringi
kebajikan dermawan. Sementara itu, ketika jiwa amarah
memadai dan mematuhi segala aturan yang ditetapkan oleh

289
jiwa berpikir serta tidak bangkit pada waktu yang tidak tepat,
maka jiwa ini akan mencapai kebajikan sikap sabar yang
diiringi kebajikan sikap berani. Setelah itu, dari ketiga
kebajikan itu satu kebajikan lain sebagai kelengkapan dan
kesempurnaan tiga kebajikan itu, yakni kebajikan sifat adil.
Kebajikan sikap adil ini berhubungan dengan 17 Ibid., h. 39.
18 Ibid., h. 43-44. 19 Ibid., h. 44. 267 tepat antara kebajikan
satu dengan kebajikan lainnya. Jadi, keutamaan (kebajikan)
manusia itu terdiri atas empat hal yakni arif, sederhana,
berani, dan adil.20 Sementara itu, keempat keutamaan
(kebajikan) ini memiliki lawan. Kebalikan dari keempat
keutamaan ini terbagi atas empat pula, yakni bodoh, rakus,
pengecut dan lalim. Keempat sifat ini dapat dikatakan sebagai
penyakit jiwa dan menimbulkan banyak kepedihan seperti
perasaan takut, sedih, marah, berjenis-jenis cinta dan
keinginan, dan karakter buruk lainnya.21 Menurut Ibn
Miskawaih, keutamaan adalah kebaikan dan ketidakutamaan
adalah kejahatan. Menurutnya, kebaikan merupakan hal yang
dapat dicapai oleh manusia dengan melaksanakan
kemauannya dan dengan berupaya dan dengan hal yang
berkaitan dengan tujuan diciptakannya manusia. Sementara
keburukan atau kejahatan adalah hal yang menjadi
penghambat manusia mencapai kebaikan, baik berupa
kemauan dan upayanya atau berupa kemalasan dan
keengganannya mencari kebaikan.22 Selanjutnya Ibn
Miskawaih menegaskan bahwa setiap keutamaan tersebut

290
memiliki dua sisi yang ekstern. Yang tengah bersifat terpuji
yang ekstrim tercela. Dalam menguraikan sikap tengah dalam
bentuk akhlak tersebut Ibnu Miskawaih tidak membawa
satupun ayat al-Qur’an, dan tidak pula membawa dalil
hadis.23 Namun demikian dapat dipahami bahwa
pemikirannya yang demikian sejalan dengan ajaran Islam,
karena banyak dijumpai ayat-ayat al-Qur’an yang memberi
isyarat untuk itu, seperti tidak boleh kikir tetapi tidak boleh
boros, hal ini sejalan dengan ayat: Dan janganlah kamu
jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan pula
kamu terlalu mengulurkannya, karena kalau demikian kamu
menjadi tercela dan menyesal. (Q.S. al-Isrâ’/17:29). Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta)nya mereka
tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan menjaga di
tengah-tengah antara yang kedua itu (Q.S. al-Furqân/ 25: 67).
Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu
dan jangan pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah
diantara kedua itu (Q.S. al-Isrâ’/17:110). Ayat-ayat tersebut
memperlihatkan bahwa sikap pertengahan merupakan sikap
yang sejalan dengan ajaran Islam. Karena itu, sungguhpun
Ibn Miskawaih tidak menggunakan dalil-dalil ayat al-Qur’an
dan hadis untuk menguatkan ajarannya, namun konsep
tersebut sejalan dengan ajaran Islam. 20 Ibid., h. 45. 21 Ibid.,
h. 41. 22 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan
Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000). h. 9. 23 Ibn
Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 54. Hadis

291
Purba: Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Miskawaih MIQOT
Vol. XXXIII No. 2 Juli-Desember 2009 268 Bagi Ibn
Miskawaih, kebajikan hanya dapat dicapai seseorang, jika
orang tersebut bergaul dengan masyarakat. Menurutnya,
manusia tidak akan pernah dapat mencapai kesempurnaan
dengan hidup menyendiri. Manusia memerlukan orang lain
pada komunitas tertentu agar kebahagiaan insaninya tercapai.
Manusia niscaya memerlukan manusia lain selain dirinya.
Seorang manusia harus bersahabat dengan manusia lain dan
harus menyayanginya secara tulus. Sebab, mereka
melengkapi eksistensinya sekaligus menyempurnakan
kemanusiaannya. Hal ini karena manusia sebagai makhluk
sosial. Tanpa bergaul dengan masyarakat, maka manusia itu
tidak akan dapat menggapai kebajikan.24 Suatu masyarakat
buruk tidak akan dapat berubah, jika orang-orang terbaik di
dalamnya mengasingkan diri tanpa ingin memberikan
pertolongan bagi perbaikan masyarakat itu. Karena itu, sifat
uzlah (mengasingkan diri) menurut Ibn Miskawaih adalah
suatu perbuatan kezaliman dan bakhil karena mementingkan
diri sendiri. Akhlak baginya adalah perilaku dalam lingkup
kehidupan bermasyarakat. Di samping masalah kebajikan
(keutamaan), menurut Ibn Miskawaih bahwa masalah pokok
kajian akhlak adalah kebaikan dan kebahagiaan. Pembahasan
ini memiliki kaitan erat dengan pembahasan akhlak. Menurut
Ibn Miskawaih, kebaikan diartikan sebagai tujuan setiap
sesuatu. Jadi, kebaikan berarti tujuan terakhir. Sementara

292
kebahagiaan diartikan sebagai kebaikan dalam kaitannya
dengan pemiliknya dan kesempurnaan bagi pemiliknya.
Dengan kata lain, kebahagian itu bagian dari kebaikan.
Secara agak mendalam, maka kebahagiaan dapat diartikan
sebagai kesempurnaan dan akhir dari kebaikan. Kebahagiaan
merupakan kebaikan paling utama di antara seluruh kebaikan
lainnya.25 Menurut Ibn Miskawaih, karena manusia terdiri
atas dua unsur yakni tubuh dan jiwa, maka kebahagiaan itu
meliputi keduanya. Konsep Pendidikan Ibn Miskawaih
Bertolak dari pemikiran tentang manusia dan keutamaannya,
maka Ibn Miskawaih membangun konsep pendidikan yang
bertumpu pada pendidikan akhlak. Menurut Ibn Miskawaih,
akhlak adalah suatu keadaan jiwa. Keadaan ini menyebabkan
jiwa bertindak tanpa dipikir atau dipertimbangkan secara
mendalam. Ibn Miskawaih membagi asal keadaan jiwa ini
menjadi dua jenis. Pertama, alamiah dan bertolak dari watak.
Kedua, tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Baginya
akhlak itu alami sifatnya namun akhlak pun dapat berubah
cepat atau lambat melalui disiplin serta nasihat-nasihat yang
mulia. Pada mulanya, keadaan ini terjadi karena
dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian melalui
praktik terus menerus akan menjadi akhlak.26 Kedua
pandangan Ibn Miskawaih ini dapat dirujuk kepada
pemikiran-pemikiran 24 Ibid., h. 89-91. 25 Ibid., h. 56. 26
Ibid., h. 56-58. 269 filsuf pra-Islam seperti Galen dan
Aristoteles. Bagi Aristoteles, orang yang buruk bisa berubah

293
menjadi baik melalui pendidikan. Melalui nasehat yang
berulang-ulang dan disiplin, serta bimbingan yang baik, akan
melahirkan hasil-hasil yang berbeda-beda pada berbagai
orang. Sebagian mereka tanggap dan menerimanya,
sementara sebagian lain tidak menerimanya.27 Sebagai filsuf
akhlak, Ibn Miskawaih memberikan perhatian serius terhadap
pendidikan akhlak anak-anak. Menurut Ibn Miskawaih, jiwa
seorang anak itu diibaratkan sebagai mata rantai antara jiwa
binatang dan jiwa manusia berakal. Pada jiwa anak-anak ini,
jiwa binatang berakhir sementara jiwa manusia mulai
muncul. Menurutnya, anak-anak harus dididik mulai dengan
menyesuaikan rencana-rencananya dengan urutan daya-daya
yang ada pada anak-anak, yakni daya keinginan, daya marah,
dan daya berpikir. Dengan daya keinginan, anak-anak dididik
dalam hal adab makan, minum, berpakaian, dan lainnya.
Sementara daya berani diterapkan untuk mengarahkan daya
marah. Kemudian daya berpikir dilatih dengan menalar,
sehingga akan dapat menguasai segala tingkah laku.28
Kehidupan utama anak-anak memerlukan dua syarat, yakni
syarat kejiwaan dan syarat sosial. Syarat pertama tersimpul
dalam menumbuhkan watak cinta kepada kebaikan. Hal ini
dapat dilakukan dengan mudah pada anak yang berbakat baik.
Bagi anak-anak tidak berbakat, maka hal ini bisa dilakukan
dengan cara latihan membiasakan diri agar cenderung kepada
kebaikan. Syarat kedua dapat dicapai dengan cara
memilihkan teman-teman yang baik, menjauhkan anak dari

294
pergaulan dengan temantemannya yang berakhlak buruk,
menumbuhkan rasa percaya diri pada dirinya, dan
menjauhkan anak-anak dari lingkungan keluarganya pada
saat-saat tertentu, serta memasukkan mereka ke tempat
kondusif. Selanjutnya Ibn Miskawaih menyatakan bahwa
banyak tingkatan manusia dalam menerima akhlak. Dalam
konteks anak-anak, Ibn Miskawaih menyebutkan bahwa
akhlak atau karakter mereka muncul sejak awal pertumbuhan
mereka. Anak-anak tidak menutup-nutupi dengan sengaja
dan sadar, sebagaimana dilakukan orang dewasa. Seorang
anak terkadang merasa enggan untuk memperbaiki
karakternya. Karakter mereka itu mulai dari karakter yang
keras sampai kepada karakter yang malu-malu. Terkadang
karakter anak-anak itu baik, terkadang pula buruk seperti
kikir, keras kepala, dengki, dan seterusnya. Keberadaan
berbagai karakter anak ini menjadi bukti bahwa anak-anak
tidak memiliki tingkatan karakter yang sama. Tidak hanya
itu, sebagian mereka tanggap dan sebagian lain tidak tanggap,
sebagian mereka lembut dan sebagian lagi keras, sebagian
mereka baik dan sebagian lain buruk. Namun sebagian
mereka berada pada posisi tengah di antara kedua kubu ini.
Sebagai pendidik, maka orang tua harus mendisiplinkan
karakter mereka. Jika tabiat-tabiat ini diabaikan, tidak
didisiplinkan, 27 Ibid., h. 60. 28Ibid., h. 50. Hadis Purba:
Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Miskawaih MIQOT Vol.
XXXIII No. 2 Juli-Desember 2009 270 dan dikoreksi, maka

295
mereka akan tumbuh berkembang mengikuti tabiatnya.
Selama hidupnya, kondisinya tidak akan berubah. Mereka
akan memuaskan diri sesuai dengan apa yang dianggapnya
cocok menurut selera alamiahnya, dan seterusnya.29 Tidak
sebatas itu, Ibn Miskawaih memandang syariat agama dapat
menjadi faktor guna meluruskan karakter remaja. Syariat
agama menjadi penting karena dapat membiasakan mereka
untuk melakukan perbuatan yang baik. Syariat agama pun
dapat mempersiapkan diri mereka untuk menerima kearifan,
mengupayakan kebajikan dan mencapai kebahagiaan melalui
berpikir dan penalaran yang akurat. Dalam konteks ini,
sebagai pendidik, maka orang tua wajib mendidik mereka
agar menaati syariat ini, agar berbuat baik. Hal ini dapat
dilakukan melalui nasehat, pemberian ganjaran dan
hukuman. Jika mereka telah membiasakan diri dengan
prilaku ini, dan kondisi ini terus berlangsung lama, maka
mereka akan melihat hasil dari perilaku mereka itu. Mereka
pun akan mengetahui jalan kebajikan dan sampailah mereka
pada tujuan mereka dengan cara yang baik.30 Tujuan dan
Fungsi Pendidikan Akhlak Menurut Ibn Miskawaih, tujuan
pendidikan akhlak adalah terwujudnya sikap batin yang
mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua
perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai
kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan
sempurna.31 Sehingga manusia itu dapat berperilaku terpuji
dan sempurna sesuai dengan substansinya sebagai manusia,

296
serta bertujuan mengangkat manusia dari derajat yang paling
tercela sebagai derajat yang dikutuk oleh Allah SWT.
Menurut Ibn Miskawaih, kesempurnaan manusia memiliki
tingkatan dan substansi. Baginya kesempurnaan manusia ada
dua macam, yakni kesempurnaan kognitif dan kesempurnaan
praktis. Kesempurnaan kognitif terwujud jika manusia
mendapatkan pengetahuan sedemikian rupa sehingga
persepsinya, wawasannya, dan kerangka berpikirnya menjadi
akurat. Sementara kesempurnaan praktis ialah kesempurnaan
karakter. Menurut Ibn Miskawaih, kesempurnaan teoritis
(kognitif) berkenaan dengan kesempurnaan praktis.
Kesempurnaan teoritis tidak lengkap tanpa kesempurnaan
praktis, begitu pula sebaliknya. Hal ini karena pengetahuan
adalah permulaannya dan perbuatan itu akhirnya.
Kesempurnaan sejati tercapai jika keduanya berjalin
berkelindan. Di pihak lain, bagi Ibn Miskawaih bahwa
kesempurnaan manusia itu terletak pada kenikmatan
spiritual, bukan kenikmatan jasmani.32 29Ibid., h. 59-60. 30
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh, h. 11. 31 Ibn
Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 64-65. 32
Ibid., h. 69-70. 271 Metode Pendidikan Akhlak Ibn
Miskawaih menuliskan tentang metode agar seorang manusia
dapat mencapai kesempurnaan. Menurut Miskawaih, seorang
manusia harus mengetahui kekurangankekurangan tubuh dan
jiwa dan kebutuhan-kebutuhan primernya untuk
melenyapkan kekurangan-kekurangan itu serta

297
memperbaikinya. Dalam konteks tubuh, maka seorang
manusia harus mengetahui kekurangan-kekurangan jasmani
dan kebutuhan-kebutuhan primernya untuk melenyapkan
kekurangan-kekurangan itu serta memperbaikinya.
Kebutuhan jasmani adalah makanan, pakaian, senggama, dan
lainnya. Karena itu, seorang manusia harus mengambilkan
hanya bila diperlukan untuk menghilangkan
ketidaksempurnaannya dan demi kelangsungan hidupnya.
Kemudian, manusia itu pun tidak boleh melampaui batas
dalam memenuhi kebutuhan tubuhnya. Dalam konteks jiwa,
maka seorang manusia harus mengetahui kekurangan-
kekurangan jasmani dan kebutuhan-kebutuhan primernya
untuk melenyapkan kekurangan-kekurangan itu serta
memperbaikinya. Kebutuhan jiwa adalah pengetahuan,
mendapatkan objek-objek pikiran, membuktikan kebenaran
pendapat, menerima kebenaran, dan seterusnya. Seorang
manusia harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan jiwa
ini, serta mengetahui kekurangan dan melenyapkan
kekurangan tersebut.33 Ibn Miskawaih berpendirian bahwa
akhlak seseorang dapat diusahakan atau menerima perubahan
kepada yang baik apabila dilakukan pendidikan dengan
metode (cara yang efektif), yaitu: a. Adanya kemauan yang
sungguh-sungguh untuk berlatih terus-menerus dan menahan
diri untuk memperoleh keutamaan dan kesopanan yang
sebenarnya sesuai dengan keutamaan jiwa. Latihan ini
terutama diarahkan agar manusia tidak memperturutkan

298
kemauan jiwa al-syahwaniyyat dan al-ghadabiyyat. b.
Menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain
sebagai cermin bagi dirinya. Dengan cara ini seseorang tidak
akan hanyut ke dalam perbuatan yang tidak baik, karena ia
bercermin kepada perbuatan buruk dan akibatnya yang
dialami orang lain. Manakala ia mengukur kejelekan atau
keburukan orang lain ia kemudian mencurigai dirinya, bahwa
dirinya juga sedikit banyaknya memiliki kekurangan seperti
orang tersebut, lalu menyelidiki dirinya. Dengan demikian,
maka setiap malam dan siang ia akan selalu meninjau kembali
semua perbuatannya sehingga tidak satupun perbuatannya
terhindar dari perhatiannya.34 Materi Pendidikan Akhlak
Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, Ibn
Miskawaih menyebutkan beberapa hal yang perlu dipelajari,
diajarkan atau dipraktikkan. Sesuai dengan konsepnya 33
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh, h. 23-24 34 Ibid., h.
12-13 Hadis Purba: Pemikiran Pendidikan Islam Ibn
Miskawaih MIQOT Vol. XXXIII No. 2 Juli-Desember 2009
272 tentang manusia, secara umum Ibn Miskawaih
menghendaki agar semua sisi kemanusiaan mendapatkan
materi pendidikan yang memberi jalan bagi tercapainya
tujuan pendidikan akhlak. Seiring dengan itu, Ibn Miskawaih
menyebutkan tiga hal pokok yang dapat dipahami sebagai
materi pendidikan akhlak, yaitu: (1) hal-hal yang wajib bagi
kebutuhan tubuh manusia, (2) hal-hal yang wajib bagi jiwa,
dan (3) hal-hal yang wajib bagi hubungannya dengan sesama

299
manusia. Ketiga pokok materi tersebut menurut Ibn
Miskawaih dapat diperoleh dari ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan pemikiran (al-‘ulûm al-fikriyah) dan ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan indra (al-‘ulûm al-hissiyat).35 Dalam
kesempatan lain, Ibn Miskawaih berpendapat bahwa tugas
manusia di dunia adalah untuk mengabdi kepada Tuhan.
Karena itu, menurutnya semua materi-materi ilmu asalkan
bertujuan untuk pengabdian kepada Tuhan atau
memperlancar proses pelaksanaan pengabdian kepada Tuhan,
boleh dan dapat diajarkan kepada manusia.

C. Ibnu Khaldun

PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Khaldun Beliau adalah Waliyuddin
Abdurrahman bin Muhammad bin khaldun. Biasa dipanggil
dengan Abu zaid. Beliau lahir di Tunisia tanggal 1 Ramadlon
732 H/ 27 Mei 1332 M. Beliau wafat 19 maret 1406 M/25
Ramadlon 808 H di usia beliau yang ke 74. Beliau dikenal
sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam. Beliau juga
Salamah beliau menghabiskan waktunya selama 4 tahun
untuk menulis. Beliau selesaikan di tempat tersebut
Mukaddimah-nya yang sangat terkenal.2 Beliau belajar al
quran beserta tafsirnya, hadits, fikih dan ilmu bahasa kepada
pindah dari Maroko ke Andalus dan sebaliknya. Beliau juga
pernah hijrah ke Mesir kemudian ke Damaskus dan yang

300
terakhir kembali lagi ke Mesir. Di Mesir beliau mengajarkan
fikih madzhab Maliki. Beliau diangkat menjadi hakim
madzhab maliki di Mesir pada 1384 M. Beliau juga aktif
dalam dunia pendidikan sebagai dosen di perguruan tinggi al-
Azhar. Beliau meninggal di Mesir pada 25 Ramadhon 808 H.
bertepatan tanggal 19 Maret 1406 M. di usianya yang ke 74
tahun. Beliau meninggalkan banyak karyakarya ilmiyah yang
sering dijadikan rujukan sampai sekarang.3 Melihat dari
banyaknya disiplin ilmu yang dipelajari, banyaknya daerah
yang beliau singgahi, banyaknya karya ilmiyah yang beliau
tulis, tidak diragukan lagi kecerdasan yang beliau miliki dan
kesungguhan beliau dalam mencari ilmu serta penguasaan
ilmu yang beliau pelajari. B. Karya Ibnu Khaldun Ibnu
Khaldun adalah seorang filosof yang dibesarkan
dilingkungan keluarga yang terjun di bidang politik dan
sekaligus ilmiyah. Kakek beliau seorang yang aktif di
pemerintahan dan ayahnya adalah ilmuan. Sehingga karya
yang beliau hasilkan juga tidak lepas dari bahasan politik.
Beberapa hasil karya Ibnu Khaldun yang terkenal diantaranya
adalah 1. Kitab Muqaddimah. Merupakan buku pertama dari
kitab al-µ,EDU \DQJ merupakan inti dari seluruh persoalan.
Tema dari muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial dan
sejarah 2. Kitab al- Mam wa al Barbar, wa man Asharahum
min dzawi as Sulthan al Akbar. Sebagai kitab pelajaran dan
arsip sejarah yang mencakup peristiwa politik mengenai
orang-orang arab, non Arab, Barbar serta raja-raja besar yang

301
semasa dengan mereka.,Eni Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon
wa Ghorban. bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. 4.
Lubab al Muhashshal fi Ushuluddin C. Ilmu Pengetahuan
Perspektif Ibnu Khaldun 2 Ismail Asy Syarafa, Ensiklopedi
Filsafat, (Jakarta: Khalifa, 2002), hlm. 6 3 Ahmadie Thoha,
Muqaddimah Ibn Khaldun, terjemah, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2011), Abdullah Arif Muklas; Filsafat Pendidikan
Islam´ 61 a. Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Pendidikan
menurut Ibnu Khaldun bukanlah semata-mata suatu aktifatas
yang bersifat pemikiran yang jauh dari aspek pragmatis
dalam kehidupan, akan tetapi pendidikan juga merupakan
gejala sosial yang menjadi ciri khas dan watak jenis manusia.
Lewat pendidikan tersebut manusia akan mendapatkan ilmu.
Manusia mempunyai kelebihan daripada makhluk lainnya.
Semua fakultas jiwa dalam makhluk yang lain dimiliki juga
oleh manusia, tidak sebaliknya. Bekal dan kemampuan
berfikir yang dimiliki manusia adalah modal untuk
menyongsong hidup lebih baik. Dalam bermasyarakat yang
tertuntut saling tolong menolong dan sebagai makhluk yang
beragama dengan tuntutan mengetahui dan mengikuti ajaran
nabinya, manusia dibekali akal untuk berfikir menentukan
kebijakan langkahnya. Hal ini tidak dimiliki makhluk yang
lain. Manusia mempunyai watak ingin selalu mendapatkan
atau mengetahui apa yang ia tangkap lewat indranya4 .
Dengan menggunakan akalnya manusia berfikir untuk
mengetahui atau mendapatkan apa yang belum diketahui atau

302
dihasilkan. Dengan mendatangi dan belajar dari orang yang
lebih pengalaman atau dari orang yang telah belajar dari
generasi sebelumnya. Kemudian hasil pemikirannya diuji dan
diterapkan dengan realita dalam kehidupan. Sehingga
menghasilkan teori yang bukan lagi sekedar teori namun
sudah menjadi konsep yang menjadi naluri/skill (malakah)
berfikirnya. Tahapan yang terakhir inilah yang disebut
kemahiran bidang ilmu pengetahuan oleh Ibnu Khaldun.5
Dalam proses berfikir dan usaha untuk mendapatkan ilmu
dari orang lain atau dengan cara membaca refrensi terkait
dengan apa yang ingin diketahui disebut proses belajar dan
mengajar atau pendidikan. Sehingga proses belajar mengajar
atau pendidikan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
merupakan hal yang alami di tengah umat manusia karena
tuntutan kehidupan dan tabiat dari akal. b. Perkembang Ilmu
Pengetahuan Berasal dari Percampuran Peradaban dan
Kebudayaan Seperti yang telah disampaikan bahwa tabiat
akal adalah memikirkan apa yang ditangkap lewat indra.
Peradaban dan budaya yang telah berlaku di masayarakat
adalah sasaran utama sebagai hasil tangkapan indra. Dari
sekian banyak yang di hasilkan indra memberikan bekal akal
untuk berinovasi menghasilkan karya. Sehingga semakin
banyak yang ditangkap oleh indra semakin banyak hasil
inovasi pemikiran yang akan menjadikan sebuah ilmu.
Munculnya pemikiran baru, ilmu baru akan muncul
kebudayaan dan peradaban baru. Budaya dan peradaban yang

303
baru akan menjadi modal baru akal untuk bekal berfikir dan
akan menarik pemikiran baru yang akan memunculkan ilmu
baru lagi. Demikian terus menerus. Sehingga majunya sebuah
peradaban juga dipengaruhi oleh majunya pemikiran.
Terlepas dari nilai positif dan negatif, pertukaran atau
pencampuran budaya akan melahirkan pemikir-pemikir yang
handal. Karena adanya pertukaran atau pencampuran budaya
akan memicu pemikiran-pemikiran baru yang akan mencetak
4 Abdur Rahman bin Muhammad bin Khaldun, Muqaddimah
Ibnu Khaldun, (Mesir: Maktabah at Taufiqiyyah), hal. 616 5
Abdur Rahman bin Muhammad bin Khaldun, Muqaddimah
Ibnu Khaldun, (Mesir: Maktabah at Taufiqiyyah), hal. 479
Jurnal Fikroh. Vol. 9 No. 1 Januari 2016 62 pemikir dan
sekaligus budayawan. Orang yang dibesarkan dalam
keragaman budaya akan tumbuh lebih moderat daripada
orang yang hanya tahu satu budaya. Tidak diragukan lagi,
Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh yang dibesarkan dalam
aneka ragam budaya masyarakat. Beliau berpetualang ke
beberapa negeri dan Petualangan beliau ke beberapa negeri
membentuk beliau menjadi pemikir yang multi kultur. Dari
budaya masyarakat, pemikiran guruguru beliau dan masalah
yang di hadapi. c. Metode Mengajar Metode Mengajar
menurut Ibnu Khaldun adalah sebuah keahlian. Sehingga
tidak ada keterikatan dalam bentuk dan metode pengajaran
tertentu yang dipakai dalam mengajar.7 Pendidik yang mahir
akan bisa melahirkan metode dengan sepontan. Karena

304
metode itu kadang-kadang muncul karena tuntutan keadaan.
Kamahiran ini tidak sekedar mahir dalam macam-macam
metode pendidikan, namun juga mahir dalam penguasaan
materi pendidikan. Kemahiran dan trampil dalam suatu
sains/disiplin ilmu pengetahuan bisa didapatkan jika
mempunyai skill (malakah) penguasaan ilmu tersebut yang
meliputi prinsip dasar, kaidah-kaidahnya, problematika dan
pengembangan masalah dari kaidahnya. Penguasaan ilmu
yang sudah menjadi skill itu berbeda dengan pemahaman dan
pengetahuan lewat hafalan. Bisa saja paham dan hafal
didapatkan oleh orang yang baru belajar, orang awam, orang
pandai dan juga orang yang serius mendalami bidang disiplin
ilmu tersebut. Namun skill dalam penguasaan ilmu hanya bisa
didapatkan oleh orang yang serius mendalami disiplin ilmu
tersebut. Karena skill penguasaan ilmu bisa dicapai jika
berulang kali dan membiasakan uji coba. Racikan bumbu soto
mudah didapatkan dan bisa dipelajari oleh siapapun. Namun
hasil masakan yang disajikan tidak bisa dijamin sama
meskipun bumbunya sama. Perbedaan ini tidak lain karena
penguasaan skill/naluri pemakaian bumbu tidak belum tentu
bisa dikuasai semua orang. Demikian juga dengan ilmu
pengetahuan. Dalam mengajar, metode mengajar bisa saja
muncul seketika disaat mengajar karena tuntutan keadaan.
Sehingga dalam mengajar tidak harus terpaku dalam satu
metode. Untuk bisa memunculkan suatu metode yang sesuai
dibutuhkan penguasaan dalam berbagai hal; memahami

305
karakter peserta didik, pesikologi, keadaan yang sedang
dihadapi dan pengusaan materi dalam mengajar juga mutlak
dibutuhkan. Variasi mengajar akan bisa didapatkan dari
seseorang yang sudah menguasai materi dengan baik. Tanpa
menguasai materi dengan baik maka pemikiran akan lebih
cenderung pada usaha memahami materi. Dalam mengajar
seorang pendidik hendaknya bisa mengajar dengan metode
yang efektif dan efisien. Ada 7 prinsip utama yang
dikemukakan Ibnu Khaldun yang perlu diperhatikan; 1.
Prinsip berangsur-angsur 2. Prinsip pengenalan umum
sebelum penjelasan (generalistik) 3. Prinsip kontinuitas 6
Ahmad Barmawi, 118 Tokoh Muslim Genius Dunia,
(Jakarta: Restu Agung, 2006), hal. 337 7 Abdur Rahman bin
Muhammad bin Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun,
(Mesir: Maktabah at Taufiqiyyah), hal. 620 Abdullah Arif
Muklas; Filsafat Pendidikan Islam´ 63 4. Memperhatikat
bakat dan kemampuan peserta didik 5. Tidak mencampur
materi yang bisa menjadikan bingung (concertie
method/metode pemusatan) 6. Menghindari kekerasan 7.
Menumbuhkan skill Untuk menumbuhkan skill peserta didik
tidak cukup dengan faham dan hafal kaidahkaidah
ilmiyahnya, namun dengan cara sering mengulang dengan
memperbanyak contoh dan pembiasaan.8 d. Pendidik
Seorang pendidik bertanggungjawab mengarahkan jalannya
proses belajar mengajar, diantaranya membimbing
perkembangan pengetahuan peserta didik. Tidak semua

306
proses belajar bisa disesuaikan dengan kehendak pendidik,
seperti memahamkan materi kepada peserta didik. Seorang
pendidik tidak boleh memaksakan dengan satu metode atau
bahasa pengantar untuk menjelaskan peserta didik. Bisa jadi
sebagian peserta didik yang lain akan bisa memahami materi
dengan metode dan bahasa yang lain. Seorang pendidik
hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang
psikologi peserta didik untuk mengenal setiap individu
peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses
belajar mengajar. Seorang pendidik hendaknya juga
mengetahui kemampuan dan daya tangkap peserta didik agar
bisa menyesuaikan materi pendidikan dengan tingkat
kemampuan peserta didik. Karena memaksakan materi di luar
kemampuan bisa menyebabkan bosan dan kebencian
terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bukan hanya itu,
pendidik juga harus menguasai materi yang akan
disampaikan. Semakin baik penguasaan materi, sangat
membantu dalam penyampaian materi dan pemilihan materi
yang akan disampaikan kepada peserta didik. Sikap para
pendidik hendaknya bersikap penuh kasih sayang, perhatian
dan pengertian, tidak menggunakan sikap keras dan kasar.
Karena sikap keras dan kasar dapat merusak mental peserta
didik bahkan bisa menarik kebohongan dan sikapsikap tidak
terpuji karena terdorong rasa takut. e. Peserta Didik Peserta
didik adalah seorang atau sekelompok orang yang
mempunyai potensi diri yang berbeda-beda dan siap untuk

307
mengaktualisasikan potensinya. Tidak jarang peserta didik
ini tidak mengenali potensi bakat yang dimiliki, justru orang
lain yang bisa mengenali. Sehingga salah satu usaha untuk
bisa mendapatkan hasil optimal adalah mencari bimbingan
kepada orang lain. Pada dasarnya peserta didik adalah 1.
Orang yang memiliki sejumlah potensi yang masih perlu
dikembangkan. Untuk mengembangkan potensi ini terdapat
beberapa aspek yang perlu diperhatikan, pembimbing, aspek
metode, aspek mengajar, materi yang akan diajarkan dan juga
sumber bahan yang digunakan mengajar. 8 Abdur Rahman
bin Muhammad bin Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun,
(Mesir: Maktabah at Taufiqiyyah), hal. 648 Jurnal Fikroh.
Vol. 9 No. 1 Januari 2016 64 2. Orang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan, sehingga aktivitas
mengajar disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangn peserta didik. 3. Orang yang memiliki
perbedaan individual, baik karena faktor pembawaan maupun
faktor lingkungan. 4. Orang yang merupakan resultan dari
dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani
memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan
pembiasaan. Unsur rohani memiliki dua daya, daya akal dan
daya rasa. Untuk mempertajam daya akal maka dengan
proses melalui ilmu-ilmu rasional. Untuk mempertajam daya
rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f. Kurikulum dan Materi Pendidikan Pengertian kurikulum
pada masa Ibnu Kholdun masih terbatas pada bentuk materi

308
pelajaran atau kitab-kitab tertentu yang dikaji dalam tiap
tahap pendidikan Sedangkan pengertian kurikulum modern,
telah mencakup konsep yang lebih luas yang meliputi
beberapa unsur utama yaitu: tujuan pendidikan yang ingin
dicapai, materi pendidikan, metode pendidikan, evaluasi dan
metode penilaiaan. Ibnu Khaldun tidak memberi batasan
dengan jelas tentang materi pelajaran atau kitab-kitab tertentu
yang perlu dikaji dan juga tidak menawarkan metode
pembelajaran secara spesifik. Karena baik materi maupun
metode adalah kebutuhan terkait dengan keadaan tempat dan
waktu. Sehingga tidak ada bentuk materi maupun metode
yang permanen. Ibnu Khaldun membagi materi pendidikan
yang menjadi salah satu komponen operasional pendidikan
menjadi dua macam bagian; 1. Ilmu-ilmu naqliyah, adalah
ilmu yang bersumber dari al Quran dan Hadits yang dalam
hal ini peran akal hanya sebagai mediator menghubungkan
cabang-cabang permasalahan dengan pokok utamanya
sebagai otoritas syariat yang diambil dari al Quran dan
Hadits. 2. Ilmu-ilmu Aqliyah, adalah ilmu yang bersifat alami
bagi manusia yang diperoleh melalui proses berfikir,
sehingga keberadaan ilmu ini bersamaan dengan wujudnya
peradaban kehidupan manusia. Menurut Ibnu Khaldun, ilmu
ini dibagi menjadi empat macam, ilmu logika, ilmu fisika,
ilmu metafisika dan ilmu matematika. Dari sisi pandang yang
berbeda, Ibnu Khaldun membagi ilmu pengetahuan menjadi
dua macam; 1. ilmu pengetahuan yang dipelajari karena

309
untuk mengambil faidah dari ilmu itu sendiri (maqsudah).
Golongan ini terdiri dari ilmu syariat dan ilmu ketuhanan atau
filsafat. 2. ilmu pengetahuan yang dipelajari karena untuk
mempelajari ilmu pengetahuan golongan pertama (alat)
seperti nahwu, sharaf, bahasa arab untuk mempelajari ilmu
syariat, dan mantiq/logika untuk mempelajari ilmu ketuhanan
atau filsafat.9 D. Biografi Ikhwan Shafa. 9 Abdur Rahman
bin Muhammad bin Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun,
(Mesir: Maktabah at Taufiqiyyah), hal. 485 Abdullah Arif
Muklas; Filsafat Pendidikan Islam´ 65 Ikhwan Shafa adalah
nama sekelompok pemikir muslim yang sekitar abad ke-4
H/10 M di Bashrah.10 Ahmad ibnu Abdillah, Abu Sulaiman
Muhammad ibnu Nashr Al Busti yang terkenal Hasan Ali
ibnu Harun Al Zanjany. Kelompok ini merupakan gerakan
bawah tanah yang mempertahankan semangat berfilsafat
khususnya dan pemikiran rasional umumnya di kalangan
pengikutnya. Gerakannya baru terungkap setelah
berkuasanya Dinasti Buwaihi (945 M ± 1055 M) yang
berfaham syiah di Baghdad pada tahun 983 M. Ikhwan Shafa
adalah nama sekelompok pemikir muslim rahasia berasal dari
sekte Syiah islamiyah yang lahir di tengah-tengah komonitas
sunni di masa khilafah Abbasiyah. Sehingga salah satu
bentuk ajaran Ikhwan Shafa adalah paham taqiyah
(menyembunyikan keyakinan). Kerahasiaan kelompok ini
juga disebabkan karena khalifah al Mutawakkil dari sekte
sunni. Maka kaum rasionalis dicopot dari jabatan

310
pemerintahan dan diusir dari baghdad. Ikhwan Shafa adalah
sekelompok tokoh pemikir yang hidup dalam lingkungan
yang tidak bersahabat dengan fahamnya. Sehingga rasa
tertekan itu membuatnya prihatin dan menjadi motifasi besar
untuk berfikir mendapatkan solusi keluar dari jeratan tersebut
dan berusaha menyadarkan masyarakat bisa berfikir sefaham
dengannya. Dalam kelompok ini terdapat tingkatan anggota
sebagai berikut; 1. Al Ikhwan Al Abror Ar Ruhama, yaitu
kelompok yang berusia 15 ± 30 tahun. Keistimewaan yang
mereka miliki antara lain kebersihan jiwa, daya tangkap yang
baik terhadap semua ilmu pengetahuan, ketrampilan dan
kecepatan dalam berfikir (tingkatan murid). 2. Al Ikhwan Al
Akhyar Al Fudhala, yaitu kelompok yang berusia 30 ± 40
tahun. Keistimewaan mereka adalah mereka sudah mampu
memelihara persaudaraan, persahabatan, pemurah, kasih
sayang dan siap berkorban (tingkatan guru-guru) 3. Al
Ikhwan Al Fudhala Al Kiram, yaitu kelompok yang berusia
40 ± 50 tahun. Mereka memiliki kedudukan sama dengan
para raja yang memiliki kekuasaan dan wewenang untuk
memberikan instruksi atau melarang. Mereka sudah
mengetahui aturan ketuhanan sebagai tingkatan para nabi. 4.
Al Kamal, yakni kelompok yang berusia 50 tahun keatas.
Mereka disebut dengan tingkatan Al Muqorrobin min Allah.
Karena mereka sudah mampu memahami hakekat sesuatu
sehingga mereka sudah berada di atas alam realitas. Mereka
itu adalah kelompok yang sudah menyelesaikan seluruh

311
rangkaian pembersihan jiwa. Karya Ikhwan Shafa Kelompok
Ikhwan Shafa ini memiliki risalah yang sangat terkenal di
masanya. Ia terdiri dari 52 risalah yang bervariasi, baik tema
maupun rujukan. Risalah ini meliputi kajian tentang
matematik, kajian tentang ilmu logika, ilmu jiwa, kajian
tentang ilmu fisika dan kajian tentang tasawwuf dan
ketuhanan.

312
KOPJurnal Fikroh. Risalah tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi empat bidang;
1. 14 risalah tentang matematika
2. 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam
3. 10 risalah tentang ilmu jiwa
4. 11 risalah tentang ilmu ketuhanan Dari keseluruhan
risalah Ikhwan Shafa diringkas dengan menulis
pokokpokoknya saja tanpa merinci kandungan ilmu seperti
yang disebut dalam risalah diharapkan bisa memahami secara
garis besar kandungan isi risalah aslinya, dan menarik untuk
mempelajarinya. Ilmu Pengetahuan Perspektif Ikhwan Shafa
Dalam filsafat pendidikannya, Ikhwan Shafa menjelaskan
tentang jiwa manusia mulai dari sumbernya sampai pada
perkembangannya. Manusia mempunyai kelebihan daripada
makhluk lainnya. Semua fakultas jiwa dalam makhluk yang
lain dimiliki juga oleh manusia, tidak sebaliknya. Ikhwan
Shafa menjelaskan, dalam tubuh manusia, jiwa memiliki tiga
fakultas;
1. Jiwa tumbuhan. Jiwa ini terbagi dalam tiga daya;
makan, tumbuh dan reproduksi. Jiwa ini dimiliki semua
makhluk hidup; tumbuhan, hewan dan manusia
2. Jiwa hewan. Jiwa ini dimiliki oleh hewan dan
manusia dan terbagi dalam dua daya, penggerak dan sensasi
(persepsi dan emosi)
3. Jiwa manusia. Jiwa yang hanya dimiliki oleh
manusia, yaitu jiwa yang menyebabkan manusia berpikir dan

313
berbicara. Dari sinilah bisa diketahui bahwa manusia
memiliki indra zahir dan indra batin. Sehingga apa yang
ditangkap oleh indra zahir diolah oleh indra batin yang
akhirnya melahirkan konsep-konsep. Jiwa manusia
bersumber dari jiwa universal yang fitrah. Dalam
perkembangannya jiwa manusia banyak dipengaruhi materi
yang mengitarinya. Agar jiwa tidak kecewa dalam
perkembangannya, maka jiwa dibantu oleh akal yang
merupakan daya bagi jiwa untuk berkembang.Dalam jiwa
yang universal itu telah dibekali potensi/bakat yang
cenderung mengikuti ajaran tuhan (fitrah), diantaranya
adalah kepercayaan tentang ketuhanan seperti yang telah
disampaikan dalam al quran Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau 11 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam
Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), hlm.152. Abdullah Arif Muklas; Filsafat Pendidikan
Islam´ 67 Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orangorang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)", (QS.
07, 172)12 Dalam kenyataan perkembanganya jiwa manusia
menjadi multi kultur itu karena dipengaruhi oleh materi yang
mengitarinya. Bermacam-macam kepercayaan tentang

314
ketuhanan karena gesekan ajaran disekitarnya. Sehingga
dalam dunia sufi, untuk menemukan hakekat kebenaran,
uzlah adalah keharusan yang harus dijalani. Meskipun dalam
pengertian uzlah sendiri tidak semuanya sepakat bahwa uzlah
itu harus meninggalkan dan menghindar dari hiruk pikuk
kehidupan, namun mayoritas sufi mengartikan demikian.
Karena dengan menjauhkan pikiran dari materi yang
mengitarinya maka jiwa fitrah akan terpanggil dalam
membangun perkembangan daya fikir yang terdapat dalam
jiwa seseorang. Fitrah (potensi/bakat bawaan) cenderung
pada kesesuaian dengan ajaran tuhan. Seperti manusia
memiliki gerakan reflek, manusia juga memiliki akal reflek.
Sama juga seperti bakat kelincahan yang mudah
dikembangkan menjadi ahli yang profesional, bakat terkait
pemikiran juga akan menjadikan seseorang genius, bahkan
pemikirannya tidak terpengaruh oleh lingkungan. Dalam
hadits nabi juga Bakat bawaan tersebut akan lebih cepat
berkembang ketika dirangsang dengan pengetahuan yang
ditangkap oleh indra dzahir. Pengetahuan diperoleh melalui
proses berfikir. Pengetahuan berbeda dengan persepsi dan
emosi. Hewan memiliki persepsi dan emosi namun tidak
memiliki pengetahuan. Demikian juga anak-anak pada
mulanya seperti kertas putih yang bersih dan belum ada
coretan dalam arti belum memiliki pengetahuan, namun
sudah memiliki persepsi dan emosi (reflek) yang sesuai
dengan ajaran tuhan (fitrah). Lembaran putih tersebut akan

315
tertulis dengan adanya tanggapan panca indra yang
menyalurkannya ke otak bagian depan yang memiliki daya
imajinasi ( al quwwat al mutakhayyilat). Dari sini meningkat
kedaya berfikir (al quwwat al mufakkirat) yang terdapat pada
otak bagian tengah. Pada tingkat ini manusia sanggup
membedakan antara benar dan salah, antara baik dan buruk.
Setelah itu, disalurkan ke daya ingatan (al quwwat al
hafizhat) yang terdapat pada otak bagian belakang. Pada
tingkat ini seseorang telah sanggup menyimpan hal-hal
abstrak yang diterima oleh daya berfikir. Tingkatan terakhir
adalah daya berbicara (al quwwat al nathiqat), yaitu
kemampuan mengungkapkan pikiran dan ingatan itu melalui
tutur kata yang bermakna kepada pendengar atau
menuangkannya lewat bahasa tulis kepada pembaca.

D. Ibnu Sina

Pemikiran Pendidikan Islam ... (Wely


Dozan)212karya yang dianggap populer yang membuat nama
Ibnu Sina menjadi terkenal dalam kancah ilmu pengetahuan,
terutama di dunia Barat. Dalam hal ini, Ahmad Daudi
mengatakan ada empat di antara karya Ibnu Sina yang
terpenting, antara lain: asy-Syifa, al -Qanun fi al-Tibb, an-
Najat dan al-Isyārat, Assiyasah(kitab tentang politik) yang
isinya banyak membicarakan tentang pendidikan, seperti
yang dipahami sekarang ini (Darwis, 2013: 245).Pada

316
usianya yang 22 tahun, ayahnya wafat. Ibnu Sina
meninggalkan Bukhara menuju Jurjan, kemudian ke
Khawarizm, akibat kekacauan politik ia berpindah dari
suatu daerah ke daerah lainnya akhirnya sampai ke
Hamazan. Oleh Syamsuddaulah, penguasa daerah ini, ia
diangkat menjadi menteri beberapa kali, dan akhirnya ia
pindah ke Isfahan dan mendapatkan sambutan yang
istimewa dari penguasa daerah ini. Ibnu Sina wafat di
Hamazan pada tahun 428 H./1037 M. dalam usia lima
puluh delapan tahun (Al-Irâqî, 1969:37),ia terserang
penyakit dingin (cooling) yang tidak bisa disembuhkan
lagi(Nur, 2009: 107 -108).Dengan memahami bagaimana
perjalanan hidup seorang Ibnu Sina, kita dapat
menggetahui bahwa Ibnu Sina merupakan sosok yang
multi talenta, mempunyai wawasan yang luas dan
pemikiran yang cemerlang dari berbagai disiplin ilmu
sebagaimana yang terlihat dalam karya-karyanya. Bukan
hanya seorang filsuf namun juga seorang dokter,
negarawan hingga tak heraan jika nama dan karyanya masih
dikenal hingga saat ini. Kaitanya terhadap pendidikan
yang menjadi bahan analisis pada sub pembahasan
berikutnya.KonsepPendidikan Islam dalam Perspektif Ibnu
SinaIbnu Sina adalah tokoh pemikir Muslim yang
memadukan antara dimensi rasional dan religiusitas.
Keduanya adalah hal yang saling mendukung dalam
memecahkan persoalan dan realitas kehidupan. Fenomena

317
kehidupan manusia dan fenomena alam merupakan realitas
yang harus dimaknai dengan menggunakan sudut pandang
yang beragam. Pendekatan tunggal dan sikap tidak
menerima pendekatan baru akan menjadikan ilmu
pengetahuan tidak akan kaya. Menurut IbnuSina ilmu
terbagi menjadi dua, yaitu ilmu yang tak kekal dan ilmu
yang kekal (hikmah). Ilmu yang kekal dipandang dari
perannya sebagai alat dapat disebut logika(Putra, 2015:
194).Objek kajian falsafah “hikmah”, menurut Ibnu Sina
terbagi menjadi dua bagian: Pertama, hikmah
nadzariyah(ilmu teoritis) adalah bertujuan untuk
membersihkan jiwa melalui ma’rifat. Yang termasuk ilmu ini
adalah membahas masalah-masalah metafisika (ketuhanan),
riyadhiyah(Matematika), dan thabi’iyah(Fisika).
Keduahikmah ‘Amaliyah(Ilmu-Ilmu Praktis). Yang termasuk
bagian dari ilmu-ilmu praktisadalah: Etika
(Khuluqiyah),mengatur pergaulan keluarga dalam rumah
tangga, ekonomi (Tadbir al-Manzil),mengatur pergaulan
umat dalam Negara (Tadbir al-Madinah)dan
kenabian(Gozali, :26).
Pandangan klasik tentang pendidikan, umumnya
dikatakan sebagaia pranata yang mempunyai tiga tujuan.
Pertama,menyiapkan generasi muda untuk memegang
peranan-peranan tertentu dalam masyarakat di masa yang
akan datang. Kedua, mentransfer penge-tahuan sesuai
dengan peranan yang diharapakan. Ketiga, mentransfer nilai-

318
nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan
masyarakat sebagai pra-syarat bagi kelangsungan hidup
masyarakat dan peradaban manusia. TujuanPendiidkan
IslamMenurut Ibnu Sina, tujuan pendidikan adalah untuk
mencapai kebahagiaan (sa’adat), kebahagiaan dicapai secara
bertingkat, sesuai dengan tingkat pendidikanyang
dikemukakan-nya, yaitu kebahagiaan pribadi, rumah
tangga, masyarakat, manusia secara menyeluruh dan
kebahagiaan akhir yaitu akhirat. (Jalaluddin, 1994).
Kebahagiaan yang menjadi tujuan dari pendidikan ini
dapat diperoleh oleh setiap manusia dengan cara bertahap.
Pada awalnya secara individu, yang akan tercapai bila
individu memiliki kemuliaan akhlak. Bila individu sudah
berakhlak, maka akan tercapai kebahagiaan rumah
tangga. Kemudian jika masing-masing rumah tangga
berpegang pada prinsip akhlak mulia, maka akan tercapai
kebahagiaan dalam masyarakat, dan ini akan berimbas
kepada kebahagiaan manusia secara menyeluruh. Pemikiran
Pendidikan Islam ... (Wely Dozan)214Tujuanpendidikan
harus diarahkan kepada pengembangan seluruh potensi
yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang
sempurna, yaitu perkembangan intelektual,fisik, dan budi
pekerti. Lebih lanjut, Ibnu Sina ber-pandangan bahwa
tujuan pendidikan adalah untuk kemandirian dalam meng-
emban beban hidup dan memberi manfaatkepada
masyarakat dengan jalanmembina tiap anggota masyarakat

319
dengan pekerjaan mereka dengan baik. Apabila anak sudah
cukup cakap dalam bidang kepandaianya, maka asuhan
selanjutnya ialah memberi lapangan usaha baginya dan
membimbing yang belajar hidup dari kepandaiannya
itu.Dengan demikian, terkait dengan tujuan pendidikan
yang bersifat Islami, hendaknya dengan pendidikan jasmani
atau olah raga anak diarahkan agar terbina per-tumbuhan
fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan
pendidikan budi pe-kerti, diharapkan anak-anak memiliki
kebiasaan bersopan santun dalam per-gaulan hidup sehari-
hari, dan dengan kesenian diharapkan dapat memper-tajam
perasaannya dan meningkatkan daya khayalnya(Deswita,
2013: 171 –172).Dalam hal ini, nampaknya Ibnu Sina
mengarahkan bahwa tujuan pendidikan harus didasarkan
pada pandangan tentang insan kamil (manusia yang
paripurna) yakni manusia yang terbina seluruh potensi
dirinya secara seimbang dan menyeluruh. Di sisi lain, ia
juga mengatakan bahwa tujuan pendidikan itujuga diarahkan
pada upaya persiapan seseorang agar dapat hidup dalam
masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan
pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan
bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimiliki.Di
sini beliau nampaknya dalam memformulasikan suatu tujuan
melihat kepada perkembangan potensi dan bakat yang
dimiliki oleh subjek didik secara optimal dan meyuluruh,
sehingga subjek didik dapat mengembangkan dirinya agar

320
tetap eksis dalam melaksanakan fungsinya yakni sebagai
khalifatullah fi ardhidalam masyarakat dengan suatu
keahlian yang dapat diandalkan. Dengan tujuan seperti
ini, Ibnu Sina tampaknya berusaha untuk melakukan
antisipasi agar out-put yang dihasilkan oleh suatu lembaga
pendidikan harus dapat siap kerja dengan keahlian yang
dimilikinya, bukan subjek didik yang menjadi
pengangguran. Jadi, tujuan yang diformulasikan oleh Ibnu
Sina tersebut di samping menciptakan manusia yang
paripurna (insan kamil) juga ingin mendapatkan kerja
(vokasional). Dengan kata lain, Ibnu Sina dalam
memformulasikan tujuan pendidikan melihat kepada dua
tujuan yakni tujuan pendidikan yang sifat universal dan
tujuan pendidikan yang bersifat vokasional.
Didalam sejarah pendidikan, telah lahir banyak
sekali para intelektual dan pemikir hebat, yang menarik dari
seorang Ibnu sina yakni bahwa tujuan pendidikan Islam
menurut bukan hanya mengembangkan pola kognitif saja,
tapi mengembangkan afektif, psikokomor, dan spiritual
seseorang, sehingga seluruh kemampuan dan potensi
yangtelah diberikan dapat dikembagkan. Dengan
pendidikan manusia tidak hanya menjadi manusia yang
berbudi pekerti yang baik tapi juga memiliki kemampuan
intelektual yang membawa kebermanfaatan bagi diri dan
lingkungannya. Memiliki akal yang cerdas, fisik yangsehat,
dan akhlak yang mulia. Sehingga peran manusia sebagai

321
seorang hamba, menjadi pemakmur bumi atau khalifatullah
fil ardhi dapat berjalan sebagaimana yang mestinya dan
bukan malah sebaliknya. Selain tujuan mengembangkan
seluruh potensi yang dimiliki,pendidikaan Islam juga
harus mampu untuk mempersiapkan seseorang agar dapat
hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan
melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai
dengan bakat dan potensi. Sehingga Ibnu sina juga
menjelaskan bahwa objek kajian ilmu dibagi menjadi dua;
petama yakni hikmah nadzariyah (ilmu teoritis) adalah
bertujuan untuk membersihkan jiwa melalui ma’rifat. Kedua
yakni hikmah ‘Amaliyah(Ilmu-Ilmu Praktis). Ibnu Sina
mencoba menyelaraskan tujuan pendidikan, baik tujuan
jangkapendek atau tujuan duniawi, maupun tujuan jangka
panjang yaitu tujuan ukhrawi. Setelah anak didik
mengalami proses pendidikan, diharapkan ia mampu
menghadapi kehidupannya sehari-hari sekaligus kelak
diharapkan dia akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat
sesuai ajaran agama Islam.
Pemikiran Pendidikan Islam
Pendidikan Perspektif Ibnu SinaKonsep pemikiran
Ibnu Sina tentang pendidikan Islam selain menjelaskan
tentang tujuan dan objek kajian ilmu yang telah di bahas pada
paragraph sebelumnya, Ibnu Sina juga membahas tentang
kurikulum tingkat pertama dalam pendidikan Islam. Ibnu
Sina menulis karya tenntang pendididkan dan psikologi

322
pendidikan dalam bukunya Risalah as Siyasah. Pandangan
pemikiran Ibnu Sina tentang kurikulum tingkat pertama
dikemukakan sebagai berikut;
1.Apabila anak berhenti menyusun(kira-kira pada
fase pendidikan kanak-kanak) mulailah mendidik dan
membina budi pekertinya, sebelum anak tersebut
memperoleh sifat-sifat tercela dan tabiat yang buruk. Anak-
anak cepat tertular tabiat yang buruk, bila sudah telanjur
memiliki tabiat yang buruk akan lebih susah untuk
dihilangkan(Fauzan, 2003: 125).
2.Pendidikan pertama yang diajarkan bagi anak
sebaiknya adalah belajar Al-quran, tentu saja ketika anak
tesebut telah siap secara fisik dan mental untuk belajar.
Pada saat yang sama, anak seyogyanya juga belajar huruf
abjad, diajarkan dasar-dasar agama, syair-syair yang mudah
dihafal, kemudian syair yang Panjang.Kandungan syair itu
sebaiknya berisikan adab kesopanan, pujian terhadap
ilmu pengetahuan, celaan kebodohan, serta dorongan
berbuat kebaikan kepala orang tua, dan berbuat kebajikan,
menghormati tamu, dan lain sebagainya yang maksudnya
pembinaan mental dan budi pekerti yang mulia
3.Bila anak sudah menyelesaikan pelajaan Al-
Quran serta hafal kaidah-kaidah bahasa, mulailah
memperhatikan minat atau keondongannya kepada
keterampilan atau kepandaian dan bimbinglah kearah
tersebut. Guru harus menyadari betul bahwa setiap pelajaran

323
ketrampilan itu cocok bagi setiap anak, namun harus
disesuaikan bakat dan minatnya. Jika anak senang dan minat
pada ketrampilan tulis menulis, maka pelajaran tentang
materi kepenulisan ditambahkan.
Kurikulum yang dikemukakan Ibnu Sina merupakan
kurikulum dasar yang sebaiknya diajarkan kepada anak pada
usia dasar sebagai sebuah pondasi untuk mempelajari ilmu-
ilmu yang lebih luas lagi. Ibnu Sina memperhatikan prinsip-
prinsip dalam pendidikan dengan memulai degan hal-hal
yang sederhana, ringan, kemudian bealih kepada hal-hal
sulit. Ibnu Sina membagi tingkatan materi ilmu
pengetahuannyang harus dilalui anak didik harus berdasarkan
tahap perkembangan dan usia pertumbuhan anak. Bemula
dari pendidikan spiritual dengan mempekenalkan anak pada
Al-Quran yang menjadi sumber pedoman umat Islam,
membiasakan dan memahamkan tentang akhlak yang baik,
dilanjutkan dengan mengarahkan pada bakat dan minat anak
dengan mengajarkan materi-materi yang yang dapat
membekali anak untuk hidup mandiri dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya di masa yang akan datang dengan
ketampilan yang dimiliki.
Relevansi Konsep Pemikiran Pendidikan Islam
Ibnu Sina Dengan Pendidikan Modern Era globalisasi saat
ini identik dengan era sains dan teknologi yang
pengembanganya tidak lepas dari studi kritis dan riset
yang mendalam. Di satu sisi para saintis telah memerikan

324
konstribusi untuk menejahterakan hidup umat manusia,
namun di sisi lain manusia mulai kehilangan jati diri atau
karakter dan pegangan hidup seperti nilai-nilai etika dan
spiritual keagamaan, nilai-nilai luhur bangsa, nilai-nilai
sosio-kultual atau tradisi budaya, dan nilai filsafat hidup.
Sehingga nilai-nilai agama tepisah dari kehidupan. Agama
hanya untuk akhirat, dan urusan dunia tidak berkaitan dengan
agama. Dengan kemajuan iptek menjadikan manusia semakin
jauh dengan agama. Bahkan membebaskan manusia dari
serba Tuhan
Perkembangan ini mengakibatkan dinamisnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memberikan banyak
dampak diantaranya revolusi industri, adalah ketika
kemajuan teknologi yang besar disertai dengan perubahan
sosial ekonomi dan budaya yang signifikan. Terminologi
Revolusi Industri 4.0 pertama kali dikenal di Jerman pada
2011. Pada Industri 4.0 ditandai dengan integrasi yang kuat
terjadi antara dunia digital dengan produksi industri.
Revolusi Pemikiran Pendidikan Islam merupakan era digital
ketika semua mesin terhubung melalui sistem internet atau
cyber system. Situasi membawa dampak perubahan besar di
masyarakat Saat ini kita berada pada era revolusi industry 4.0
atau revolusi indutri ketiga. Tantangan pada dunia pendidikan
dalam menghadapi industri 4 adalah penanaman nilai-nilai
pendidikan yang perlu dikembangkan. Menurut Guilford
(1985) penerapan dari pendidikan nilai yang

325
dikembangkanadalah: 1) anak dididik dan dilatih dengan cara
bekerja sambil belajar. Kecerdasan berfikir anak
dikembangkan dengan seluas-luasnya; 2) memupuk
kepribadian anak dengan kepribadian Indonesia sehingga
menjadi pribadi yang dinamis, percaya diri, berani,
bertanggung jawab dan mandiri; 3) pelajaran tidak hanya
diberikan pada jam pelajaran saja, tetapi juga dalam setiap
kesempatan di luar jam sekolah; dan 4) contoh perbuatan baik
diterapkan karena lebih berhasil dalam membina watak
yang baik. hal inilah yang membedakan manusia dengan
mesin di era globalisasi industry ((Reflianto, 2018:
6).Sayangnya, dengan adanya era revolusi indutri ini,
pendidikan seolah hanya diarahkan pada aspek kognitif dan
psikomotorik atau skill saja. Yang mana, dengan
dikembangkanya aspek tersebut diharapkan peserta didik
mampu mengussai skill yang diutuhkan, dan untuk
memperoleh pekerjaan yang menjadi tuntutan pasar kerja dan
dunia industri saat ini. Sehingga mengikis aspek afektif
dan spiritual peserta didik. Wacana tentang
pengarahanpeserta didik untuk lebih focus mempelajari
bidang sains dan teknologi daripada social humaniora pun tak
bias dihindarkan, karena memang kebutuhan industri saat ini
pada sains dan teknologi. Jika peserta didik diajar hanya
untuk “siap berkerja” pada industri maka secara tidak
langsung pendidikan mematikan potensi peseta didik, yang
mana seharusnya pendidikan menumuh kembangkan

326
seluruh potensi yang dimiliki, baik secara kogniti, afektif,
psikomotorik, dan sepiritual. Jika seluruh aspek ini
ditumbuhkambangkan maka hal ini lah yang membedakan
manusia dengan mesin. Tidak hanya bekeja tapi juga
memberikan kesejahteraan dan kemanfaatan yang tidak
hanya bisa dirasakan diri dan orang lain, bahkan lingkungan
alam.Meskipun zaman telah berganti, konsep pemikiran
pendidikan yang dikemukan oleh Ibnu sina masih
sangat relevan untuk diaplikasikan pada konsep
pendidikan di era moden saat ini, yakni bahwa tujuan
sebuah pendidikan adalah pengembangan seluruh potensi
yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang
sempurna,yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi
pekerti. Pendidikaan juga dimaksudkan untuk mendidik
kemandirian dalam menyelesaikan problem yang dihadap
pada zamannya, dan memberi kemanfaatan kepada
masyarakat dengan membina tiap peserta didik dan
masyarakat dengan baik. Sehingga manusia kembali pada
perannya yakni menjadi seorang hamba dan khalifah di bumi,
yang berujung pada kebahagiaan dunia akhirat.Sejalan
dengan konsep pendidikan Ibnu Sina, Prof. Maragustam juga
menegaskan bahwa seorang khalifah dan hamba, manusia
memiliki kodrat alamiahnya yang harus taat pada hukum-
hukum Tuhan. konsekuensi etis dari hal ini ialah posisi
kreatif manusia sebagai perwuudan khalifah selalu terjalin
secara bersamaan dengan tuntutan kodratinya sebagai hamba

327
yang tetap padalingkup hokum-hukum Tuhan. Posisi
manusia sebagai khilafah harus dijalankan tanpa
mengaaikan posisi manusia sebagai seorang hamba. Catatan
Akhir Ibnu Sina adalah tokoh pemikir Muslim yang
memadukan antara dimensi rasional dan religiusitas.
Keduanya adalah hal yang saling mendukung dalam
memecahkan persoalan dan realitas kehidupan. Fenomena
kehidupan manusia dan fenomena alam merupakan realitas
yang harus dimaknai dengan menggunakan sudut pandang
yang beragam. Pendekatan tunggal dan sikap tidak
menerima pendekatan baru akan menjadikan ilmu
pengetahuan tidak akan kaya.Tujuan pendidikan harus
diarahkan kepada pengembangan seluruh potensi yang
dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang
sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi
pekerti. Lebih lanjut, Ibnu Sina ber-pandangan bahwa
tujuan pendidikan adalah untuk kemandirian dalam meng-
emban beban hidup dan memberi ke-manfaatan kepada
masyarakat dengan jalam membina tiap anggota masyarakat
dengan pekerjaan mereka dengan baik. Apabila anak sudah
cukup cakap dalam bidang kepandaianya, maka asuhan
selanjutnya ialah memberi lapangan usaha baginya dan
membimbing yang belajar hidup dari kepandaiannya itu.Ibnu
Sina membagi tingkatan materi ilmu pengetahuannyang
harus dilalui anak didik harus berdasarkan tahap
perkembangan dan usia pertumbuhan anak. Bemula dari

328
pendidikan spiritual dengan mempekenalkan anak pada
Al-Quran yang menjadi sumber pedoman umat Islam,
membiasakan dan memahamkan tentang akhlak yang baik,
dilanjutkan denganmengarahkan pada bakat dan minat anak
dengan mengajarkan materi-materi yang yang dapat
membekali anak untuk hidup mandiri dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya di masa yang akan datang dengan
kemampuan, dan ketrampilan berdasarkan potensi yang
dimiliki.

E. KH. Ahmad Dahlan

Biografi Tokoh K . H. Ahmad Dahlan


Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir
di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868 adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera ke empat dari
tujuh bersaudara dari keluarga KH Abu Bakar. K . H Abu
Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid
Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu , [1] dan ibu dari
KH Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga
digunakan sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada
masa itu . Dalam sumber lain KH Ahmad Dahlan
pembangunan pada tahun 1869.
K . H. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 7
Rajab 1340 H atau 23 Pebruari 1923 M dan dimakamkan di
Karang Kadjen, Kemantren, Mergangsan, Yogyakarta.

329
Nama kecil KH Ahmad Dahlan adalah Muhammad
Darwis. Saat masih kecil beliau diasuh oleh perintah sendiri
yang bernama KH Abu Bakar. Karena sejak kecil
Muhammad Darwis mempunyai sifat yang baik, budi pekerti
yang halus dan hati yang lunak serta berwatak cerdas, maka
ayah bundanya sangat sayang kepadanya. Ketika Muhammad
Darwis menginjak usia 8 tahun Ia dapat membaca Al-Qur'an
dengan lancar. Dalam hal ini Muhammad Darwis memang
seorang yang cerdas pikirannya karena dapat mempengaruhi
teman-teman sepermainannya dan dapat mengatasi segala
permasalahan yang terjadi diantara mereka.
Sebelum m endirikan
organisasi Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan
mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir,
Arab, dan India, untuk mencoba menerapkannya di
Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian
agama di langgar atau mushola.
Ada beberapa faktor intern dan faktor ekstern, yang
mendorong mengapa KH. Ahmad Dahlan organisasi
organisasi Muhammadiyah [2] . Faktor interennya adalah:
Sebuah) Kehidupan beragama tidak sesuai dengan
Al-Qur'an dan Hadits, karena merajalelanya taklid, bid'ah dan
churafat (TBC), yang menyebabkan Islam menjadi beku.
b) Keadaan bangsa Indonesia serta umat Islam
yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan, kekolotan dan
kemunduran.

330
c) Tidak terwujudnya semangat ukhuwah
Islamiyah dan tidak adanya organisasi Islam yang kuat.
d) Lembaga pendidikan Islam tak dapat memenuhi
fungsinya dengan baik, dan sistem pesantren yang sudah
sangat kuno. Adanya pengaruh dan gerakan, pembaharuan
dalam Dunia Islam.
Faktor-faktor eksternal, mencakup:
Sebuah) Adanya kolonialisme Belanda di
Indonesia.
b) Kegiatan serta kemajuan yang dicapai oleh
golongan Kristen dan Katolik di Indonesia.
c) Sikap sebagian kaum intelektual Indonesia yang
memandang Islam sebagai agama yang telah ketinggalan
zaman.
d) Adanya rencana politik kristenisasi dari
pemerintah Belanda, demi kepentingan politik kolonialnya.

B. Karya-karya KH Ahmad Dahlan


1) Rukuning Islan lan Iman.
2) Aqaid, Shalat, Asmaning Para Nabi kang
selangkung.
3) Nasab Dalem Sarta Putra Dalem Kanjeng Nabi.
4) Sarat lan Rukuning Wudhu Tuwin salat.
5) Rukun lan Bataling Shiyam.
6) Bab Ibadah dan Maksiyating Nggota utawi
Poncodriyo.

331
C. Konsep Pemikiran Pendidikan menurut KH
Ahmad Dahlan
Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut Maka
concept Pendidikan K . H. Ahmad Dahlan ini meliputi:

1. Tujuan Pendidikan
* Menurut K . H. Ahmad
Dahlan, pendidikan Saya slamnya diarahkan pada usaha
membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur, alim dalam
agama, pandangan luas dan paham masalah ilmu keduniaan,
serta bersedia berjudi untuk kemajuan
masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut adalah
pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling
bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan
pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan
pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang
salih dan mendalami ilmu agama. Malah, pendidikan sekolah
model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang
didalamnya tidak mengajar agama sama sekali.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan
berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah
melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan
ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan
akhirat. Bagi K . H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut
(agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat)

332
merupakan hal yang tidak bisa mendapatkan satu sama
lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad
Dahlan mengajar pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus
di Madrasah Muhammadiyah.
2. Materi pendidikan
KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa Kurikulum
atau materi pendidikan penelusurannya termasuk:
Sebuah. Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai
usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan
Al-Qur'an dan As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai untuk
menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang
berkesinambungan antara perkembangan mental dan
gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia
dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan sebagai usaha
untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup
bermasyarakat.
3. Metode Mengajar
Ada dua sistem pendidikan yang berkembang di
Indonesia, yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan
Barat. Pandangan Ahmad Dahlan, ada masalah mendasar
yang berkaitan dengan lembaga pendidikan di kalangan umat
Islam, khususnya lembaga pendidikan pesantren. Menurut
Syamsul Nizar, dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam,

333
menerangkan bahwa masalah tersebut berkaitan dengan
proses belajar-mengajar, kurikulum, dan materi pendidikan.
Dari realitas pendidikan tersebut, KH Ahmad Dahlan
menawarkan sebuah metode sintesis antara metode
pendidikan modern Barat dengan metode pendidikan
pesantren. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang
didirikan KH Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga
pendidikan yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat
ini. Metode pembelajaran yang dikembangkan KH Ahmad
Dahlan bercorak kontekstual melalui proses dialogis dan
penyadaran. Contoh klasik adalah ketika beliau menjelaskan
surat al-Ma'un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang
sampai santri itu menyadari bahwa surat itu mengesahkan
kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus
mengamalkan isinya.
Hal ini karena pelajaran agama tidak cukup hanya
dihafalkan atau diterapkan secara kognitif, tetapi harus
diamalkan sesuai situasi dan kondisi. Adapun perbedaan
model belajar yang digunakan antara pendidikan di pesantren
dengan pendidikan yang diajarka oleh Ahmad Dahlan adalah
sebagai berikut:
Sebuah. Cara belajar-mengajar di pesantren
menggunakan sistem Weton dan Sorogal, madrasah yang
dibangun Ahmad Dahlan menggunakan sistem masihal
seperti sekolah Belanda.

334
b. Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-
kitab agama. Sedangkan di madrasah yang dibangun Ahmad
Dahlan bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.
c. Hubungan antara guru-murid, hubungan di
pesantren guru-murid biasanya otoriter karena para kiai
memiliki otoritas ilmu yang tata sakral. Sedangkan madrasah
yang dibangun Ahmad Dahlan mulai mengembangkan
hubungan guru-murid yang akrab. [3]
4. Pendidik
Muhammadiyah menanamkan keyakinan paham
tentang Islam dalam sistem pendidikan dan
perencanaan. Penerapan sistem pendidikan Muhammadiyah
ini ternyata membawa hasil yang tidak berharga bagi
pembangunan, bangsa Indonesia pada umumnya dan
khususnya umat Islam di Indonesia.
Muhammadiyah, berpendirian, bahwa para guru
memegang peranan yang penting di sekolah dalam usaha
menghasilkan anak-anak didik seperti yang dicita-citakan
Muhammadiyah. Yang penting bagi para guru memahami
dan menghayati serta ikut beramal dalam
Muhammadiyah. Dengan memahami dan menghayati serta
ikut beramal dalam Muhammadiyah, para guru dapat
menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang dicita-citakan
Muhammadiyah.

5. Peserta Didik

335
Muhammadiyah berusaha menyelamatkan ajaran
islam pada sumbernya yaitu Al-Qur'an dan
Hadis. Muhammadiyah bertujuan meluaskan dan
mempertinggi pendidikan agama Islam, sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan
itu, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang
terkenal di seluruh Indonesia.
Dalam pendidikan dunia dan pendidikan
Muhammadiyah telah melakukan pembaruan pendidikan
agama. Modernisasi dalam sistem pendidikan dijalankan
dengan menukar sistem pondok pesantren dengan pendidikan
modern sesuai dengan aturan dan kehendak
zaman.Pengajaran agama Islam yang diberikan di sekolah-
sekolah umum baik negeri maupun swasta. Muhammadiyah
telah mendirikan sekolah-sekolah baik yang khas agama
maupun yang bersifat umum.
Metode baru yang diterapkan oleh sekolah
Muhammadiyah mendorong pemahaman Al-Qur'an dan
Hadis secara bebas oleh para pelajar sendiri. Tanya jawab dan
pembahasan makna dan ayat tertentu juga disarankan
dikelas. “Bocah-bocah dimardikaake pikire (anak-anak diberi
kebebasan berpikir)”, suatu pernyataan yang dikutip dari
seorang pembicara kongres Muhammadiyah tahun 1925,
melukiskan suasana sekolah-sekolah Muhammadiyah
pertama kali ( Mailrapport No. 467X / 25: 13).

336
Dengan sistem pendidikan yang dijalankan
Muhammadiyah, bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa
berkeperibadian utuh, tidak terbelah menjadi pribadi yang
berilmu umum atau yang berilmu agama saja.
Relevansi pemikiran tokoh KH. Ahmad Dahlan
tentang pendidikan terkini yang berpendapat bahwa update
atau materi pendidikan yang digunakannya termasuk:
Sebuah. Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai
usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan
Al-Qur'an dan As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai untuk
menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang
berkesinambungan antara perkembangan mental dan
gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia
dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan sebagai usaha
untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup
bermasyarakat.
Uraian di atas merupakan bagian dari konsep Islam
tentang manusia. Kaitannya dengan masalah pendidikan,
singkatnya dapat dikatakan bahwa proses pendidikan
haruslah mampu menghasilkan lulusan yang:
1) Memiliki kepribadian yang utuh, seimbang
antara aspek jasmani dan ruhaninya, pengetahuan umum dan
pengetahuan tentang agamanya, duniawi dan ukhrawinya.
2) Memiliki jiwa sosial yang penuh dedikasi.

337
3) Bermoral yang bersumber pada al-Qur ' an dan
sunnah.
Pelaksanaan pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan
berdasarkannya didasarkan pada landasan yang
kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi
merumuskan konsep dan tujuan pendidikan Islam yang ideal,
baik secara vertikal (khaliq) maupun horizontal
(makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi
tugas manusia, yaitu sebagai 'abdAllah dan khalifah fil-ardh.

F. Mahmud Yunus

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.


Biografi Mahmud Yunus Ia dilahirkan dari pasangan Yunus
B. Incek dan Hafsah binti Imam Sami’un. Mahmud Yunus
lahir 10 Februari 1899 di Desa Sungayang, Batusangkar,
Sumatera Barat kelak menajadi pendidik dan ahli tafsir
Alquran.Ayahnya seorang imam, sedangkan ibunya adalah
anak dari Engku Gadang M. Thahir bin Ali seorang alim dan
pendiri sebuah surau (semacam pesantren di Jawa) (Herry
Muhammad, 2006, hlm. 85). Mahmud Yunus wafat pada
tanggal 16 Januari 1982.Ia termasuk tokoh pendidikan Islam
Indonesia yang gigih memperjuangkan masuknya pendidikan
agama ke sekolah umum dan ikut berusaha memperjuangkan
berdirinya Ashfira Nurza, Munawar Rahmat, dan Fahrudin

338
TARBAWY: Indonesia Journal of Islamic Education – Vol.
5 No. 2 (2018) | 177 Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN). Sejak kecil Mahmud Yunus sudah memperlihatkan
minat dan kecendrungannya yang kuat untuk memperdalam
ilmu agama Islam. Ketika berumur 7 tahun ia belajar
membaca Alquran di bawah bimbingan kakeknya Engku
Gadang (Nata, 2005, hlm. 57). Adapun pendidikan umumnya
diperolehnya dari Sekolah Rakyat. Hanya sampai tahun
keempat, ia sudah mulai bosan. Pasalnya, pelajaran yang
diperolehnya sering diulang-ulang oleh sang guru. Mahmud
pun keluar. Pada saat bersamaan, H.M. Thaib Umar
mendirikan Madrasah School di surau Tanjung Pauh, tahun
1910. Maka, Mahmud pun dimasukkan oleh ayahnya ke
Madrasah School tersebut. Di sini, ia belajar nahwu, sharaf,
bahasa Arab, dan matematika. Pagi sekolah, sore dan malam
hari ia mengajar Alquran di Surau yang di asuh kakeknya.
Kecemerlangan Mahmud dalam menerima pelajaran, diakui
oleh para ustadz yang mengajarnya. Maka, sambil belajar, di
usianya yang baru 16 tahun (1917), Mahmud sudah mampu
mengajar beberapa kitab, antara lain al-Mahally, alFiyah ibn
Aqil dan Jam’al al-jawami (Herry Muhammad, 2006, hlm.
86). Di sela-sela kesibukannya sebagai guru Mahmud Yunus
menghadiri rapatrapat besar alim ulama seluruh
Minangkabau tahun 1919 (mewakili Syekh H.M Thaib
pendiri madrasah). Dalam musyawarah tersebut diputuskan
untuk mendirikan PGAI (Persatuan Guru Agama Islam)

339
Mahmud Yunus termasuk salah satu anggotanya. Mahmud
Yunus juga ikut memprakarsai berdirinya perkumpulan
pelajar-pelajar Islam Batusangkar dengan nama ”Sumatera
Thawalib” tahun 1920 (Zulmardi, 2009, hlm. 14).
Selanjutnya pada bulan maret 1923, Mahmud Yunus
menunaikan ibadah haji lewat Penang, Malaysia. Setelah
menunaikan ibadah haji ini, ia belajar di Mesir untuk
melanjutkan studinya yang selama ini menjadi cita-citanya.
Pada tahun1924 Mahmud Yunus mendapat kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan ke Mesir Universitas AlAzhar.
Setahun kemudian ia memperoleh Shahadah Aliyah.
Kemudian ia melanjutkan studinya ke Madrasah Darul
UlumAl-Ulya Cairo dan tercatat sebagai mahasiswa pertama
dari Indonesia. Tahun 1930 setelah mengambil spesialisasi
Tadris, akhirnya Mahmud Yunus berhasil memperoleh ijazah
Tadris dari perguruan tersebut (Zulmardi, 2009, hlm. 14).
Dengan dua ijazah yang dimilikinya bakatnya sebagai
seorang guru betul-betul teraplikasi. Hal ini terbukti dengan
kemampuannya memimpin sekolah-sekolah di samping
mengajar, seperti Sekolah Al-Jami’ah Al-Islamiyah
Batusangkar (1931-1932). Kuliah Muallimin Normal Islam
Padang Tahun 1932- 1946. Akademi Pamong Praja di
Bukittinggi tahun 1948-1949. Akademi Dinas Ilmu Agama
(ADIA) Jakarta tahun 1957-1980, menjadi Dekan dan Guru
Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 1960- 1963. Rektor IAIN Imam Bonjol Padang

340
tahun1966-1971. Atas jasa-jasanya di bidang pendidikan ini
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menganugrahkan Mahmud
Yunus Doktor Honoris Causa dalam ilmu Tarbiyah
(Zulmardi, 2009, hlm. 14). Pengembangan Buku Ajar
Pendidikan Agama Islam Berbasis Pendidikan Karakter dan
Jiwa Nasionalis TARBAWY: Indonesia Journal of Islamic
Education – Vol. 5 No. 2 (2018) | 178 Menurut Zulmardi
dalam (2009, hlm. 15-16) Mahmud Yunus adalah penulis
yang cukup produktif. Banyak bukunya telah diterbitkan dan
tersebar di tanah air. Buku-buku tersebut meliputi berbagai
bidang ilmu, di antaranya bidang pendidikan, hukum Islam
(fikih), tafsir, akhlak, ilmu jiwa, sejara Islam dan lain-lain.
2. Asas-asas Perencanaan Pengajran Pendidikan
Islam Mahmud Yunus Menurut Yunus (1990, hlm. 36) untuk
membuat rencana pengajaran dan memilih mata pelajaran
haruslah diperhatikan asas-asas di bawah ini, yaitu: a.
Memikirkan tujuan-tujuan yang diinginkan oleh pendidikan.
b. Memikirkan keinginan dan kecendrungan hati peserta
didik. c. Memperhatikan kesehatan peserta didik. d. Memilih
kegiatan pembelajaran dengan bijaksana dan menyusun
langkah-langkah yang dapat menumbuhkan keaktifan peserta
didik. e. Memikirkan tingkat kecerdasan peserta didik. f.
Memperhatikan faktor-faktor keadaan tempat dan alam
sekitar peserta didik. g. Memikirkan keadaan lingkungan
masyarakat peserta didik, akhlak dan adat istiadat. h.
Memikirkan untuk mempersiapkan peserta didik untuk

341
kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu haru dipilih materi-
materi yang berhubungan dengan kehidupan.
3. Tujuan Pendidikan Islam Mahmud Yunus Tujuan
pendidikan Islam menurut Yunus ialah menyiapkan anak-
anak, agar di waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan
pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercipta
kebahagiaan dunia dan akhirat. Agar anak-anak cakap
melaksanakan amalan akhirat mereka harus dididik, agar
beriman teguh dan beramal saleh. Untuk pendidikan itu harus
dijarkan keimanan, akhlak, ibadah da isi-isi Alquran yang
berhubungan dengan hal-hal yang wajib dikerjakan dan hal-
hal yang haram dikerjakan. Selanjutnya agar anak-anak cakap
melaksanakan pekerjaan dunia, mereka harus dididik untuk
mengerjakan salah satu dari macam-macam bidang, seperti
bertani, berdagang, beternak, bertukang, menjadi guru,
pegawai negeri, buruh dan sebagainya sesuai dengan bakat
dan minat masing-masing anak-anak (Yunus, 1990, hlm. 10).
Menurut Yunus (1990, hlm. 12) tujuan utama pendidikan
Islam yang harus dilaksanakan umat Islam oleh ulama, guru-
guru agama dan pemimpinpemimpin Islam yaitu pendidikan
akhlak. Tugas pertama yang harus dilaksanakan oleh ulama,
guru-guru agama dan pemimpin-pemimpin Islam ialah
mendidik anak-anak, pemuda-pemuda, putra-putri, orang
dewasa dan masyarakat semua untuk berakhlak mulia dan
berbudi pekerti yang halus.

342
4. Materi Pendidikan Islam Mahmud Yunus Menurut
Yunus (1990, hlm. 113), macam-macam materi pendidikan
Islam atau mata pelajaran dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Mata pelajaran untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan. Mata pelajaran ini membutuhkan pikiran,
pembahasan dan diskusi agar peserta didik dapat
memahaminya seperti pelajaran ilmu pengetahuan alam,
kimia, matematika, nahu/saraf, ilmu bumi (geografi), sejarah
dan sebagainya.
b. Mata pelajaran untuk mencapai ketangkasan dan
kemahiran.Ialah pelajaran-pelajaran kesenian yang praktis
yang membutuhkan contoh dan latihan agar mahir dan
tangkas mengerjakannya. Contohnya pelajaran menulis,
menggambar, keterampilan tangan, seni suara dan
sebagainya.
c. Mata pelajaran untuk memperhalus
perasaan.Tujuannya ialah mendidik peserta didik agar
mencintai keindahan dan menghargainya serta takjub atas
keindahan tersebut. Dalam pelajaran seni suara , lagu-lagu
dan sebagainya, hal yang paling penting adalah pendidikan
rasa dan perasaan dengan pendiidkan keindahan. Selain dari
seni suara yang dipelajari adalah, pantun, syair,dan melukis
keindahan alam ciptaan Allah. Lebih khususnya dalam
pemaparan materi pendidikan Islam, disesuaikan berdasarkan
tingkat satuan pendidikan peserta didik. Tingkatan
pelaksanaan pendidikan Islam dibagi menjadi empat

343
tingkatan yaitu pendidikan Islam di sekolah dasar (SD),
sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah akhir
(SMA) dan yang terakhir perguruan tinggi. Mahmud Yunus
membagi materi pendidikan Islam sebagai berikut, yaitu:
a. Materi keimanan.
b. Materi akhlak.
c. Materi ibadah.
d. Materi Alquran.
e. Sejarah Islam.
f. Islam dan Kemasyarakatan.
g. Konsepsi Islam
h. Ihsan.
5. Metode Pendidikan Islam Mahmud Yunus Dalam
hal metode pendidikan Islam Mahmud Yunus menyesuaikan
metode tersebut berdasarkan mata pelajaran atau materi dan
tingkat pendidikan, yaitu: a. Materi keimanan. Metode
mengajarkan keimanan di tingkat SD dibagi menjadi dua cara
yaitu metode menggunakan kisah dan tidak menggunakan
kisah. Metode yang menggunakan kisah adalah guru
menggunakan kisah nabi-nabi dan orangorang mukmin untuk
menyampaikan materi keimanan. Metode kedua adalah tidak
menggunakan kisah, metode yang digunakan adalah tanya
jawab mengenai dalil yang memperkuat keimanan peserta
didik dan menggunakan metode amtsal atau permisalah-
permisalan. Metode mengajarkan keimanan di tingkat SMP
dan SMA menggunakan metode tanya jawab tentang akidah

344
dengan memberikan contoh-contoh. Metode mengajarkan
keimanan di tingkat perguruan tinggi dengan menggunakaan
metode diskusi.Karena pada tingtat perguruan tinggi, metode
perkuliahannya lebih menekankan peserta didik yang
menelaah sendiri jadi untuk memahami materi keimanan
peserta diajak berdiskusi menegenai akidah, pendapat para
ulama dan para ahli filsafat. b. Materi akhlak. Pengembangan
Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Berbasis Pendidikan
Karakter dan Jiwa Nasionalis TARBAWY: Indonesia Journal
of Islamic Education – Vol. 5 No. 2 (2018) | 180 Metode yang
digunakan dalam penyampaian materi di SD akhlak terbagi
menjadi 2 yaitu: 1. Metode kisah. Penyampaian materi akhlak
dengan menggunakan kisahkisah pada masa nabi ataupun
para orang mukmin yang berhubungan dengan akhlak. 2.
Metode diskusi atau tanya jawab. Guru melakukan tanya
jawab tentang akhlak. c. Materi ibadah. Metode yang
digunakan dalam penyampaian materi ibadah di tingkat SD
adalah metode teladan. Metode teladan digunakan adalah
metode teladan yang disengaja sebagaimana Tafsir (2011,
hlm. 143) ) keteladanan yang disengaja ialah keteladanan
yang memang disertai penjelasan atau perintah agar
meneladani. Jadi guru memberikan penjelasan mengenai tata
cara sholat dan meminta peserta didik untuk memperhatikan
agar nanti bisa mempratikkannya, karena materi ibadah pada
tingkat SD itu mengajarkan tata cara ibadah, contohnya salat.
Pada tingkat SMP metode yang dgunakan adalah tanya jawab

345
mengenai ibadah. Materi ibadah di tingkat SMA lebih
mendalam, maka disebut materi fikih. Ketika mempelajari
salat maka metode pembelajarannya adalah tanya jawab atau
diskusi mengenai rukun salat. Di tingkat perguruan tinggi
metodenya adalah praktik ibadah dengan baik dan benar.
Kemudian dalam penyampaian materi hikmah ibadah, filsafat
dari ibadah menggunakan metode diskusi. d. Materi Alquran.
Metode yang digunakan pada materi Alquran ditingkat SD
menggunakan metode teladan dan pembiasaan karena isi
materinya adalah menghafal suratsurat di dalam
Alquran.Pada materi ini guru mencontohkan dengan
membaca ayat Alquran kemudian diulang oleh peserta didik.
Metode pembiasaan ini ialah pengulangan contohnya guru
mengulang-ulang membaca satu ayat kemudian peserta didik
mengulang. Sebagaimana yang dikatakan Tafsir (2011, hlm.
145) pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode
pembiasaan juga berguna untuk menguatkan hafalan.
Rasulullah berulang-ulang berdoa dengan doa yang sama.
Akibatnya, beliau hafal doa itu, dan sahabatnya yang
mendengarkan doa yang berulang-ulang juga hafal doa itu. e.
Sejarah Islam. Metode yang digunakan dalam penyampaian
materi sejarah Islam adalah metode kisah. f. Islam dan
Kemasyarakatan. Metode yang digunakan padamateri Islam
dan kemasyarakatanadalah metode ceramah dan tanya jawab.
g. Ihsan. Metode yang dilakukan adalah diskusi mengenai
tujuan melaksanakan ibadah dan hikmahnya melaksanakan

346
ibadah. 6. Evaluasi Pendidikan Islam Mahmud Yunus
Menurut Yunus (1990, hlm. 141- 142) evaluasi dibagi
menjadi empat dan evalusi tersebut disebut ujian, yaitu : 1)
Ujian sekolah. Ashfira Nurza, Munawar Rahmat, dan
Fahrudin TARBAWY: Indonesia Journal of Islamic
Education – Vol. 5 No. 2 (2018) | 181 Ujian sekolah ialah
ujian yang dilakukan oleh sekolah untuk mengetahui
pemahaman peserta didik tentang pelajaran yang telah
dipelajari.Contohnya ulangan harian. 2) Ujian umum. Ujian
umum ialah ujian yang dilakukan oleh suatu badan instansi
pemerintah.. Contohnya adalah ujian nasional (UN). 3) Ujian
biasa Ujian biasa ialah ujian yang biasa dilakukan di
Indonesia selama ini, yaitu ujian yang membutuhkan jawaban
yang panjang, karangan yang baik dan pikiran yang teratur.
4) Ujian modern Ujian modern ialah ujian yang
membutuhkan jawaban satu kata, tanda atau testing. 7.
Implikasi Konsep Pendidikan Islam Mahmud Yunus
Terhadap Pembelajaran PAI dI Sekolah Konsep pendidikan
Islam Mahmud Yunus memiliki implikasi terhadap
pembelajaran PAI di sekolah, yaitu: 1) Implikasi terhadap
tujuan pembelajaran Tujuan pendidikan Islam ialah
menyiapkan anak-anak, agar di waktu dewasa kelak mereka
cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat,
sehingga tercipta kebahagiaan dunia dan akhirat. Agar anak-
anak cakap melaksanakan amalan akhirat mereka harus
dididik, agar beriman teguh dan beramal saleh (Yunus, 1990,

347
hlm. 10). Selanjutnya menurut Yunus (1990, hlm. 12) tujuan
utama pendidikan Islam yang harus dilaksanakan umat Islam
oleh ulama, guru-guru agama dan pemimpinpemimpin Islam
yaitu pendidikan akhlak.Tugas pertama yang harus
dilaksanakan oleh ulama, guru-guru agama dan pemimpin-
pemimpin Islam ialah mendidik anak-anak, pemudapemuda,
putra-putri, orang dewasa dan masyarakat semua untuk
berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang halus.
Pembelajaran PAI saat ini tidak hanya pemahaman peserta
didik terhadap materi, karena dalam penilaian, akhlak peserta
didik termasuk ke dalam penilaian. Jika peserta didik paham
terhadap ilmu tetapi tidak memiliki akhlak mulia maka akan
mengahsilkan koruptor seperti saat ini. Maka tujuan
pembelajaran PAI hendaknya mengarahkan peserta didik
memiliki keimanan dan berakhlak mulia. Mahmud Yunus
menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah setelah
menjalani pendidikan Islam dalam bentuk proses
pembelajaran PAI peserta didik cakap dalam melaksanakan
pekerjaan duniawi dan akhirat. Selanjutnya tujuan
pendidikan Islam Mahmud Yunus yang utama adalah
membentuk akhlak peserta didik. Apabila telah terbentuk
akhlak mulia peserta didik, maka peserta didik akan mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat. Implikasinya terhadap
pembelajaran PAI adalah bahwa pendidikan Islam harus
menghasilkan peserta didik yang tidak hanya handal dalam
ilmu umum atau hal-hal yang duniawi tetapi juga handal

348
dalam ilmu dan amalan yang akan dibawa hingga akhirat
nanti. Dan untuk mencapai hal tersebut maka peserta didik
harus mencapai tujuan utama pendidikan Islam yaitu
berakhlak mulia. 2) Implikasi terhadap materi pembelajaran
Pengembangan Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Berbasis
Pendidikan Karakter dan Jiwa Nasionalis TARBAWY:
Indonesia Journal of Islamic Education – Vol. 5 No. 2 (2018)
| 182 Materi pembelajaran adalah salah satu komponen yang
penting dalam pembelajaran PAI. Mahmud Yunus telah
membahas mengenai materi pendidikan Islam yang akan
digunakan dalam pembelajaran PAI. Pendidikan agama Islam
menjadi landasan untuk pembelajaran ilmu pengetahuan
lainnya. Menurut Mahmud Yunus materi yang diajarkan
dalam pedidikan Islam yang diaplikasikan pada pembelajaran
PAI adalah keimanan, akhlak, ibadah, Alquran, sejarah Islam,
Islam dan kemasyarakatan, dan Ihsan. Implikasinya terhadap
pembelajaran PAI, yaitu pada materi keimanan.Materi
keimanan salah satu materi yang penting. Dengan materi
keimanan proses pembelajaran lainnya tidak hanya bersifat
duniawi tetapi berlandaskan keimanan yang dimiliki peserta
didik. Materi keimanan juga menjadi dasar untuk peserta
didik mempelajari materi selanjutnya. Materi akhlak adalah
untuk pembuktian keimanan peserta didik. Peserta didik yang
sudah mempelajari keimanan dan sudah beriman maka haru
dikorelasikan dengan berkahlak mulia terhadap Allah dan
sesama manusi. Kemudian materi Ibadah adalah kewajiban

349
seorang yang beriman dan berakhlak mulia. Peserta didik
yang sudah beriman dan memiliki akhlak mulia akan
melaksanakan ibadah yang diwajibkan dan disunahkan.
Materi Alquran dan hadis dipelajari pada pembelajaran PAI
adalah untuk memahami makna Alquran dan hadis. Alquran
dan hadis merupakan pegangan hidup seorang muslim.
Dengan mempelajari Alquran dan hadis peserta didik akan
memahaminya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Materi sejarah Islam adalah untuk mengetahui
awal mula datangnya Islam, sehingga setelah peserta didik
mengetahui sejarah Islam tersebut semakin kuat keimanan
peserta didik. Dan yang terakhir materi Islam dan
kemasyarakatan adalah wujud dari berkahlak mulia yaitu
hubungan dengan sesama manusia. 3) Implikasi terhadap
metode pembelajaran Pada metode pendidikan Islam
Mahmud Yunus, juga dipratikkan pada pembelajaran PAI
terdapat beberapa metode yang diaplikasikan. Di antaranya
metode kisah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode
teladan, metode pembiasaan dan metode ceramah. Dalam
pembelajaran PAI metode kisah digunakan untuk
memperkuat pemahaman peserta didik dengan mempelajari
kisah-kisah pada masa nabi dan sahabat. Metode kisah paing
tepat digunakan pada materi sejarah Islam. Metode tanya
jawab dan diskusi digunakan untuk memperkuat ingatan dan
pemahaman peserta didik terhadap suatu materi. Metode
teladan digunakan untuk materi yang dipraktikkan. Untuk

350
materi yang ada praktik lebih baik menggunakan metode
teladan, tidak hanya materi. Contohnya pada materi ibadah
yaitu salat, guru harus memberikan contoh tata cara salat.
Peserta tidak akan paham jika guru hanya memberikan teori
tata caranya. Metode pembiasaan dilakukan untuk
menguatkan hafalan Alquran peserta didik. Terakhir metode
ceramah Ashfira Nurza, Munawar Rahmat, dan Fahrudin
TARBAWY: Indonesia Journal of Islamic Education – Vol.
5 No. 2 (2018) | 183 pada pembelajaran PAI dugunakan untuk
penyampaian materi yang hanya bersifat teori tetapi juga
harus ditambah dengan metode tanya jawab atau diskusi agar
peserta didik lebih paham. 4) Implikasi terhadap evaluasi
pembelajaran Implikasi evaluasi pendidikan Islam menurut
Mahmud Yunus terhadap pembelajaran PAI dapat dilihat dari
macam-macam evaluasi yang dilakukan. Evaluasi yang
dilakukan berupa ulangan harian, ujan semester, ujian
nasional. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tercapai
atau tidaknya tujuan dilaksanakannya pembelajaraPAI
Ulangan harian dilakukan untuk mengetahui ketercapaian
pemahaman peserta didik terhadap setiap bab materi yang
telah dipelajari. Misalnya peserta didik sudah selesai
mempelajari bab akhlak, kemudian diakhir bab peserta didik
diberikan evaluasi mengenai akhlak. Setelah evaluasi
dilakukan, diketahui hasil evaluasi peserta didik, jika tidak
mencapai tujuan yang diinginkan maka akan dilakukan tidak
lanjut. Maka tindakan selanjutnya adalah guru memperbaiki

351
metode pembelajaran dan peserta didik memperbaiki cara
belajarnya agar tujuan pembelajaran PAI tercapai.

G. Ki Hajar Dewantara

KONSEPSI PENDIDIKAN KI HADJAR


DEWANTARA DALAM TINJAUAN FILSAFAT
PENDIDIKAN Ki Hadjar Dewantara mengajukan beberapa
konsep pendidikan untuk mewujudkan tercapainya tujuan
pendidikan, yaitu Tri Pusat Pendidikan: (1) pendidikan
keluarga; (2) pendidikan dalam alam perguruan; dan (3)
pendidikan dalam alam pemuda atau masyarakat. Ki Hadjar
Dewantara memasukkan kebudayaan dalam diri anak dan
memasukkan diri anak ke dalam kebudayaan mulai sejak dini,
yaitu Taman Indria (balita). Konsep belajar ini adalah Tri No,
yaitu nonton, niteni dan nirokke. Nonton (cognitive), nonton
di sini adalah secara pasif dengan segenap panca indera.
Niteni(affective) adalah menandai, mempelajari, mencermati
apa yang ditangkap panca indera, dan nirokke
(psychomotoric) yaitu menirukan yang positif untuk bekal
menghadapi perkembangan anak (Dwiarso, 2010: 1). Ketika
anak didik sudah menginjak pada pendidikan Taman Muda
(Sekolah Dasar), kemudian Taman Dewasa dan seterusnya
maka konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah Ngerti,
Ngroso lan Nglakoni. Model pendidikan ini dimaksudkan
supaya anak tidak hanya dididik intelektualnya saja

352
(cognitive), istilah Ki Hadjar Dewantara 'ngerti', melainkan
harus ada keseimbangan dengan ngroso (affective) serta
nglakoni (psychomotoric). Dengan demikian diharapkan
setelah anak menjalani proses belajar mengajar dapat
mengerti dengan akalnya, memahami dengan perasaannya,
dan dapat menjalankan atau melaksanakan pengetahuan yang
sudah didapat dalam kehidupan masyarakat. Sebagai bagian
akhir dari hasil pendidikan, menurut Ki Hadjar Dewantara,
adalah menghasilkan manusia yang tangguh dalam
kehidupan masyarakat. Manusia yang dimaksud adalah
manusia yang bermoral Taman Siswa, yaitu mampu
melaksanakan Tri Pantangan yang meliputi tidak
menyalahgunakan kewenangan atau kekuasaan, tidak
melakukan manipulasi keuangan dan tidak melanggar
kesusilaan (Ki Suratman, 1987 : 13). Henricus Suparlan 59
KONSEPSI PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA
DALAM TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN
PROGRESIVISME Progresivisme mempunyai konsep yang
didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia
itu mempunyai kemampuankemampuan yang wajar dan
dapat menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang
bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu
sendiri. Berhubung dengan itu progresivisme kurang
menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter, baik
yang timbul pada jaman dahulu maupun pada jaman sekarang
(Barnadib, 1982: 28). Berikut adalah penjelasan konsep-

353
konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam perspektif
Progresivisme. Konsep Ki Hadjar Dewantara tentang
pendidikan Konsep Ki Hadjar Dewantara pada sistem among
mengatakan bahwa sistem among yang berjiwa kekeluargaan
bersendikan 2 dasar, yaitu: pertama, kodrat alam sebagai
syarat kemajuan dengan secepatcepatnya dan sebaik-
baiknya; kedua, kemerdekaan sebagai syarat menghidupkan
dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak agar dapat
memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak
merdeka. Pada bagian lain dikatakan bahwa kodrat alam
merupakan batas perkembangan potensi kodrati anak didik
dalam proses perkembangan kepribadiannya. Perkembangan
yang sesuai dengan kodrat alam akan berjalan lancar dan
wajar karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang
menjadi satu dengan kodrat alam. Manusia atau anak tidak
bisa lepas dari kehendak-Nya, tetapi akan bahagia jika dapat
menyatukan diri dengan kodrat alam yang mengandung
kemajuan. Kemajuan tersebut seperti bertumbuhnya tiap-tiap
benih suatu pohon yang kemudian berkembang menjadi besar
dan akhirnya hidup dengan keyakinan bahwa dharma-nya
akan dibawa hidup terus dengan tumbuhnya lagi benih-benih
yang disebarkan. Sejalan dengan konsep pendidikan Ki
Hadjar Dewantara atas dasar kodrat alam, maka filsafat
pendidikan progresivisme mengata60 Jurnal Filsafat, Vol. 25,
No. 1, Februari 2015 kan atas dasar pengetahuan dan
kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-

354
kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta
mengatasi masalah yang bersifat menekan atau mengancam
manusia itu sendiri. Oleh karena itu antara Ki Hadjar
Dewantara dengan filsafat progresivisme sama-sama
menentang pendidikan yang bercorak otoriter, karena hal itu
akan menyebabkan kesulitan dalam pencapaian tujuan
pendidikan. Konsep Ki Hadjar selanjutnya adalah dasar
kemerdekaan yang mengandung pengertian bahwa hal itu
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia
dengan memberikan hak untuk mengatur dirinya sendiri
(zelfbeschikkingsrecht) dengan mengingat syarat tertib
damainya (orde en vrede) hidup masyarakat. Menurut Priyo
Dwiarso, siswa harus memiliki jiwa merdeka, dalam arti
merdeka lahir, batin serta tenaganya. Jiwa merdeka ini sangat
diperlukan sepanjang jaman agar bangsa Indonesia tidak
didikte negara lain. Sistem among melarang adanya hukuman
dan paksaan kepada anak didik karena akan mematikan jiwa
merdekanya, mematikan kreativitasnya (Dwiarso, 2010: 6).
Konsep jiwa merdeka ini selaras dengan filsafat
progresivisme terhadap kebebasan untuk berpikir bagi anak
didik, karena merupakan motor penggerak dalam usahanya
untuk mengalami kemajuan secara progresif. Anak didik
diberikan kebebasan berpikir guna mengembangkan bakat,
kreatifitas dan kemampuan yang ada dalam dirinya agar tidak
terhambat oleh orang lain. Menurut Ki Hadjar Dewantara,
pendidikan adalah usaha kebudayaan yang bermaksud

355
memberikan bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga
anak didik agar dalam garis-garis kodrat pribadinya serta
pengaruh-pengaruh lingkungan, mendapat kemajuan hidup
lahir batin (Ki Suratman, 1987: 11). Kebudayaan adalah buah
budi manusia sebagai hasil perjuangannya terhadap pengaruh
alam dan jaman atau kodrat dan masyarakat. Budi adalah jiwa
yang sudah matang, sudah cerdas, oleh karena itu dengan
kebudayaan, budi manusia dapat mencapai 2 sifat istimewa
yaitu luhur dan halus, dengan demikian maka segala ciptaan
budi senantiasa mempunyai sifat luhur dan halus Henricus
Suparlan 61 juga. Jadi kebudayaan merupakan suatu proses
perkembangan secara dinamis mengenai kemenangan
perjuangan hidup manusia terhadap alam dan jaman. Konsep
Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan sebagai usaha
kebudayaan ini selaras juga dengan filsafat progresivisme
yang mengatakan bahwa kemajuan atau progress menjadi inti
perkataan progresivisme maka beberapa ilmu pengetahuan
yang mampu menumbuhkan kemajuan merupakan bagian-
bagian utama dari kebudayaan. Antara filsafat Ki Hajar
dengan progresivisme terdapat perbedaan, jika dalam
progresivisme ilmu pengetahuan yang mampu
menumbuhkan kemajuan adalah ilmu hayat, antropologi,
psikologi dan ilmu alam, sedangkan dalam konsep Ki Hadjar
Dewantara di samping ilmu yang umum, kesenian merupakan
bagian yang penting dalam kurikulum pendidikan.
Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang pengetahuan

356
Menurut penulis, pandangan pengetahuan bagi Ki Hadjar
Dewantara adalah bagaimana anak didik memperoleh
pengetahuan. Sesuai dengan teori Ki Hadjar Dewantara
tentang Tri No untuk prasekolah dan Tri Nga untuk Sekolah
Dasar ke atas, berarti pengetahuan didapatkan anak didik
dengan nonton (cognitive). Nonton di sini menonton secara
pasif dengan segenap panca indera, selanjutnya niteni
(affective) adalah menandai, mempelajari, mencermati apa
yang ditangkap panca indera kemudian nirokke (psikomotor)
yaitu menirukan yang positif untuk bekal menghadapi
perkembangan anak. (Dwiarso, 2010: 1). Pada tingkat
Sekolah Dasar ke atas, pengetahuan didapatkan dengan Tri
Nga, yaitu ngerti (cognitive) dengan akal, ngrasa (affective),
yaitu merespon, menghargai, menjunjung nilai-nilai dan
nglakoni (psychomotor) yaitu bertindak secara terpimpin.
Bila dipandang dari progresivisme maka pandangan Ki
Hadjar Dewantara tentang pengetahuan hanya sebagian yang
memiliki kesesuaian, karena progresivisme lebih
menekankan pada pandangan pragmatisme yang bersifat
empirik. Menurut pragmatisme, proses me62 Jurnal Filsafat,
Vol. 25, No. 1, Februari 2015 ngetahui adalah fakta yang
ditangkap oleh pengalaman yaitu panca indera. Menurut
penulis, pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang
pengetahuan lebih lengkap karena pengetahuan itu adalah
hasil cipta, rasa dan karsa. Pandangan Ki Hadjar Dewantara
tentang belajar Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang

357
belajar nampak pada konsep mengenai Tri Pusat Pendidikan,
bahwa anak didik tidak semata-mata hanya belajar di sekolah
tetapi juga dalam keluarga dan masyarakat (dalam alam
pemuda). Pendidikan alam keluarga akan mendidik anak-
anak dengan sebaik mungkin yang meliputi jasmani dan
rohani. Keadaan keluarga sangat mempengaruhi perilaku
pendidikan, terutama tolong-menolong dalam keluarga,
menjaga saudara yang sakit, kebersamaan dalam menjaga
kebersihan, kesehatan, kedamaian dan kebersamaan dalam
berbagai persoalan yang sangat diupayakan dalam keluarga.
Di dalam alam keluarga orangtua dapat menanamkan segala
benih kebatinan yang sesuai dengan kebatinannya sendiri, ke
dalam jiwa anak. Ini adalah hak orangtua yang paling utama
dan tidak boleh dicegah orang lain, jadi orangtua berperan
sebagai guru (pemimpin laku adab), sebagai pengajar
(pemimpin kecerdasan serta pemberi ilmu pengetahuan) dan
menjadi contoh laku sosial. Selanjutnya dalam alam
perguruan, institusi ini berkewajiban mengusahakan
kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual) serta
memberikan ilmu pengetahuan. Menurut Ki Hadjar
Dewantara, memaparkan agar pendidikan alam perguruan
tidak hanya mementingkan intelek sehingga bersifat zakelijk
atau tak berjiwa, yang akan berpengaruh kuat terhadap
tumbuhnya egoisme dan materialism, maka Ki Hadjar
Dewantara sangat menggarisbawahi pendapat Pestalozzi
yang mengatakan bahwa pendidikan intelektual harus

358
disesuaikan dengan kodrat alam dan pendidikan keluarga.
Kesempurnaan pendidikan dalam masyarakat akan terwujud
apabila orang-orang yang berkepentingan, yaitu orangtua,
tokohHenricus Suparlan 63 tokoh masyarakat, guru-guru
dengan anak atau pemuda, bersatu paham, misal dalam
bidang agama, bidang politik, dalam kebangsaan, sehingga
sistem Tri Pusat Pendidikan itu akan tercapai. Terwujudnya
Tri Pusat Pendidikan akan melahirkan calon-calon pemimpin
bangsa ini yang berkarakter Ing Ngarsa Sung Tulodho, Ing
Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani. Para
pemimpin yang diidealkan Ki Hadjar Dewantara ini di masa
depan akan menghasilkan pemimpin yang tangguh karena
merupakan pemimpin yang disiplin terhadap dirinya sendiri
maupun terhadap lingkungan masyarakatnya. Pemimpin
berkarakter Ing Ngarsa Sung Tulodho, Ing Madya Mangun
Karsa dan Tut Wuri Handayani tidak akan melakukan
penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, tidak akan
melakukan manipulasi keuangan atau korupsi, dan tidak akan
melanggar kesusilaan. Bila pandangan Ki Hadjar Dewantara
tentang belajar dibandingkan dengan pandangan
progresivisme maka tidak jauh berbeda. Hal ini karena salah
satu dasar yang digunakan dalam sistem among, yaitu
kemerdekaan, secara paedagogis merupakan syarat untuk
membantu perkembangan segala potensi anak didik tanpa
tekanan dan hambatan. Dengan demikian akan
memungkinkan perkembangan pribadi yang kuat pada anak

359
didik. Anak didik dengan bawaan kodratnya diberikan
kebebasan atau kemerdekaan untuk mengatasi sendiri
masalah-masalah yang dihadapi. Jadi pendidik hanya
melakukan Tut Wuri Handayani, kecuali masalah-masalah
yang dihadapi anak didik tersebut membahayakan dirinya
sendiri, baru pendidik mengambil alih tindakan terhadap
permasalahan-permasalahan tersebut. Konsep Ki Hadjar
Dewantara mengenai belajar tersebut bila ditinjau dari filsafat
progesivisme tidaklah bertentangan, karena progresivisme
mempunyai konsep yang didasarkan pada kepercayaan
bahwa manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang
wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah-
masalah yang bersifat menekan atau mengancam manusia itu
sendiri (Barnadib, 1982: 28). Satu hal yang agak berbeda
yaitu pada sistem Tut Wuri Handayani, pandangan Ki Hadjar
Dewantara berbeda dengan progresivisme, karena apabila
kebebasan anak didik dalam 64 Jurnal Filsafat, Vol. 25, No.
1, Februari 2015 menyelesaikan masalah-masalah ternyata
mengancam anak didik itu sendiri dalam arti berbuat salah
maka pendidik boleh mengambil permasalahan-
permasalahan tersebut. KONSEP PENDIDIKAN KI
HADJAR DEWANTARA DALAM TINJAUAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ESENSIALISME Esensialisme
mempunyai tinjauan mengenai kebudayaan dan pendidikan
yang berbeda dengan progresivisme, jika progresivisme
menganggap bahwa banyak hal itu mempunyai sifat yang

360
serba fleksibel dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang,
maka esensialisme menganggap bahwa dasar pijak semacam
ini kurang tepat. Dalam pendidikan, fleksibilitas dalam segala
bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang
berubah-ubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak
menentu (Barnadib, 1982: 38). Berikut adalah penjelasan
konsep-konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam
perspektif Esensialisme. Pandangan Ki Hadjar Dewantara
tentang pendidikan Menurut Ki Hadjar Dewantara,
pendidikan merupakan salah satu usaha pokok untuk
memberikan nilai-nilai kebatinan yang ada dalam hidup
rakyat yang berkebudayaan kepada tiap-tiap turunan baru
(penyerahan kultur), tidak hanya berupa pemeliharaan akan
tetapi juga dengan maksud memajukan serta
memperkembangkan kebudayaan, menuju ke arah
keseluruhan hidup kemanusiaan (Dewantara, 2011: 344).
Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan bangsa
sendiri mulai dari Taman Indria, anak-anak diajarkan
membuat pekerjaan tangan, misalnya: topi (makuto),
wayang, bungkus ketupat, atau barang-barang hiasan dengan
bahan dari rumput atau lidi, bunga dan sebagainya. Hal ini
dimaksudkan agar anak jangan sampai hidup terpisah dengan
masyarakatnya (Dewantara, 2011: 276). Metode permainan
yang masih terdapat di desa-desa dimaksudkan untuk melatih
ketangkasan, melihat, mendengar dan bertindak sebagai
latihan panca indera. Banyak permainan anak-anak yang

361
berupa tarian, sandiwara-sandiwara yang amat sederhana,
tetapi cukup Henricus Suparlan 65 mengandung bahan-bahan
untuk pendidikan, misalnya seni suara, tari dan drama. Drama
dari cerita-cerita rakyat seperti Timun Emas, Bawang Putih,
Jaka Kendil maupun cerita-cerita Wayang Purwa. Untuk
anak-anak yang sudah besar, misalnya Taman Dewasa atau
Sekolah Menengah Pertama dan Taman Madya atau Sekolah
Menengah Atas, akan diberikan pelajaran olah gending. Hal
tersebut dimaksudkan untuk memperkuat dan memperdalam
rasa kebangsaan. Tari Serimpi dan tari Bedoyo diberikan
kepada anak didik karena merupakan kesenian yang amat
indah yang mengandung rasa kebatinan, rasa kesucian dan
rasa keindahan. Gending-gending Keraton jaman dulu
diwajibkan untuk dipelajari, juga Tari Serimpi. Di samping
Tari Serimpi juga diajarkan sandiwara atau drama yang
dalam istilah Jawa disebut tonil, misalnya: Srandul, Reog,
Kethoprak, Wayang, Langendriyan, Langen Wanara, Langen
Asmara Suci (Dewantara, 2011: 347-348). Frobel dan
Montessori adalah tokoh-tokoh pendidikan anakanak yang
banyak berpengaruh pada pandangan-pandangan pendidikan
Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara mengatakan
bahwa kesenian yang dipakai sebagai alat pendidikan dalam
Taman Siswa tetap bermaksud mempengaruhi perkembangan
jiwa anak-anak ke arah keindahan pada khususnya, namun
keindahan di dalam rangkaiannya dengan keluhuran dan
kehalusan sehingga layak bagi hidup manusia yang beradab

362
dan berbudaya. Jadi ada perkembangan jiwa anak dari natur
ke kultur (Dewantara, 2011: 353). Konsep pendidikan Ki
Hadjar Dewantara dibandingkan dengan filsafat pendidikan
esensialisme sangat mirip, karena esensialisme berpendapat
bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat
manusia. Kebudayaan yang diwariskan merupakan
kebudayaan yang telah teruji oleh segala jaman, kondisi dan
sejarah (Noor Syam, 1983: 260). Nilai-nilai kebudayaan
bukanlah nilai-nilai yang statis tetapi juga mengalami
kemajuan. Ki Hadjar Dewantara mengatakan hendaknya
usaha kemajuan ditempuh melalui petunjuk Trikon, yaitu:
kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia sendiri. Artinya,
secara 66 Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 1, Februari 2015
kontinyu kebudayaan harus diestafetkan atau diberikan
kepada generasi penerus secara terus-menerus. Kemudian
konvergen dengan budaya luar. Artinya, penerima nilai-nilai
budaya dari luar dengan selektif dan adaptif dan akhirnya
bersatu dengan alam universal, dalam persatuan yang
konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai kepribadian
sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Indonesia
adalah kebudayaan yang maju tetapi tetap berkepribadian
Indonesia (Dewantara, 1994: 371). Nilai-nilai budaya yang
digunakan Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan adalah
nilai budaya yang ada sejak beliau dilahirkan, yaitu pada
masa Adipati Paku Alam III tahun 1889, jadi nilai-nilai

363
budaya sekitar abad ke-18 dan 19. Sedang filsafat pendidikan
esensialisme didasarkan pada jaman Renaisans yang muncul
sekitar abad ke-15 dan 16. Pandangan Ki Hadjar Dewantara
tentang pengetahuan Salah satu dasar dalam sistem among Ki
Hadjar Dewantara adalah kodrat alam, sebagai syarat untuk
mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-
baiknya. Kodrat alam sebagai manifestasi kekuatan Tuhan
Yang Maha Esa mengandung arti bahwa pada hakikatnya
manusia sebagai makhluk Tuhan adalah satu dengan alam
semesta, dengan demikian manusia wajib tunduk kepada
hukumhukum alam dan wajib menyatukan atau
menyelaraskan dirinya dengan kodrat alam. Penyesuaian diri
dengan alam tersebut merupakan proses pembudayaan
manusia. Pernyataan asas Taman Siswa (beginselverklaring),
sebagai reaksi terhadap sistem pendidikan yang memaksakan
kultur asing sebagai landasannya sehingga proses dan
hasilnya tidak sesuai dengan kodrat anak Indonesia,
menegaskan, Yang kita pakai sebagai alat pendidikan, yaitu
pemeliharaan dengan sebesar-besar perhatian (toewijdende
zorg) untuk mendapatkan tumbuh kembangnya kehidupan
anak lahir batin, menurut kodratnya sendiri. Jika kultur asing
dipaksakan, maka nilai-nilai yang akan dikembangkan pasti
juga akan menyimpang dari nilai-nilai budaya bangsanya.
Hal demikian tidak mungkin digunakan Henricus Suparlan
67 untuk keperluan membentuk watak dan kepribadian
bangsa. Anakanak tersebut akan terasing dari kehidupan

364
bangsanya dan tidak akan peka terhadap aspirasi dan
penderitaan rakyatnya. Dengan demikian maka dasar kodrat
alam digunakan dalam arti edukatif dan dalam kaitannya
dengan proses belajar-mengajar (Soeratman, 1983/1984: 9-
10). Ditinjau dari filsafat pendidikan esensialisme terutama
yang didukung oleh idealisme modern bahwa di balik dunia
fenomenal ini ada jiwa yang tak terbatas, yaitu Tuhan, yang
merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai
makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan
Tuhan. Manusia bila mau menguji dan menyelidiki ide-ide
serta gagasan-gagasannya, maka manusia akan dapat
mencapai kebenaran yang sumbernya adalah Tuhan sendiri
(Barnadib, 1982: 39). Idealisme modern mengemukakan
tinjauan yang seperti itu dalam rangka memberikan jalan bagi
perkembangan baru dalam kebudayaan dan ilmu
pengetahuan. Teori Leibniz tentang monade menjelaskan
bahwa sifat-sifat monade mencerminkan alam semesta,
sesuai dengan apa yang tercipta oleh Tuhan. Hal ini berarti
bahwa meskipun atribut (sifat-sifat) ini terbatas, ia
mempunyai kemungkinan untuk menuju kesempurnaan
dengan cara sendiri. Mengenai pandangan Ki Hadjar
Dewantara tentang pengetahuan maupun belajar, memang
tidak secara rinci dipisahkan dari pandangan pendidikan,
tetapi dapat kiranya ditunjukkan bahwa proses belajar untuk
mendapatkan pengetahuan adalah penggunaan panca indera
yang kemudian diolah oleh intelek, selanjutnya dipraktekkan

365
dalam kehidupan yang merupakan kegiatan psikomotorik.
Pandangan Ki Hadjar Dewantara tersebut bila ditinjau dari
filsafat pendidikan esensialisme adalah mirip. Landasan
berpikir esensialisme mengatakan bahwa belajar dapat
didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya
sebagai substansi spiritual jiwa membina dan menciptakan
diri sendiri (Barnadib, 1982: 55). Tinjauan filsafat pendidikan
esensialisme tentang pandangan Ki Hadjar Dewantara
mengenai pengetahuan dan belajar dapat dijelaskan sebagai
berikut. 68 Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 1, Februari 2015
Pandangan esensialisme mengenai pengetahuan, yang
dikatakan sebagai asosianisme, mengatakan bahwa gagasan
atau isi jiwa itu terbentuk dari asosiasi unsur-unsur yang
berupa kesan-kesan yang berasal dari pengamatan. Kesan-
kesan tersebut disebut tanggapan yang dapat diumpamakan
sebagai atom-atom jiwa (Barnadib, 1982: 49), sedangkan
behaviorisme sebagai pendukung esensialisme mengatakan
bahwa suatu penghayatan kejiwaan terdiri dari proses-proses
yang paling sederhana yang terdiri dari rangsang (stimulus)
dari luar, yang disambut dengan tanggapan tertentu
(response). Rangsang dan tanggapan menjadi satu kesatuan
(sarbon). Dalam proses berikutnya, peristiwa kejiwaan
merupakan saling-hubungan antar unsur-unsur tersebut
dalam berbagai cara dan bentuk (associanism).
Koneksionisme sebagai gerakan ketiga mengatakan bahwa
manusia dalam hidupnya selalu membentuk tata jawaban

366
dengan jalan memperkuat dan memperlemah hubungan
antara Stimulus (S) dan response (R). Untuk ini
dikembangkan kaidah mengenai belajar dan mengenai
pengetahuan yang dimiliki seseorang (Barnadib, 1982: 49).
Jadi pandangan Ki Hadjar Dewantara dengan esensialisme
tentang belajar tidak bertentangan karena keduanya
mengatakan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan
digunakan panca indera kemudian diolah oleh akal sehingga
gambaran jiwa (batin) terbentuk. SUMBANGAN
PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA BAGI
PENDIDIKAN INDONESIA Sistem Paguron menurut
pandangan Ki Hadjar Dewantara merupakan suatu sistem
pendidikan nasional karena sistem pendidikan ini berorientasi
pada nilai-nilai kultural, hidup kebangsaan serta
kemasyarakatan Indonesia. Gagasan paguron mencakup
pengertian bahwa paguron sebagai tri pusat pendidikan, yaitu
sebagai tempat guru, sebagai tempat belajar, dan sebagai
tempat pendidikan dalam masyarakat. Berdasarkan
pengamatan secara langsung dalam kehidupan masyarakat
saat ini sebenarnya banyak menjumpai pendidikan pada
pesantren modern yang berkembang di kota-kota besar
maupun di Henricus Suparlan 69 desa-desa di Indonesia.
Penulis ingin menunjukkan bahwa konsep pendidikan Ki
Hadjar Dewantara yang dikenal dengan sistem paguron
benar-benar diterapkan dalam dunia pendidikan di luar
Taman Siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Tyasno Sudarto,

367
seorang tokoh TNI. Kendati ajaran militer itu keras, toh tidak
ada unsur pemaksaan. Selain itu, saya melihat sistem
padepokan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara ada juga
dalam militer. Sebab, banyak prajurit tinggal di asrama.
Antara pimpinan dan anak buah tinggal dalam satu
lingkungan, sehingga pimpinan, pamong, atau guru bisa
mengikuti perkembangan dan proses pendidikan anak. Saya
sudah lama mengagumi beliau, terutama ajaran-ajarannya.
Ternyata, konsep ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun
karsa, dan tutwuri handayani sangat klop dalam dunia militer
(Sudarto, 2008: 78). Gagasan Ki Hadjar Dewantara
menciptakan pendidikan berbentuk pondok asrama terwujud
secara fisik melalui pembangunan SMA Taruna Nusantara di
Magelang tahun 1990. Penjabaran sistem pondok ini tampak
dalam bentuk kerjasama Taman Siswa dengan ABRI ketika
sepakat mendirikan SMA Taruna Nusantara. Peresmian
sekolah itu dilakukan oleh Try Soetrisno yang ketika itu
menjabat sebagai Panglima ABRI. Inilah babak baru bagi
Taman Siswa yang menerima kepercayaan pihak ABRI.
Latar belakang terjalinnya kerjasama ini diprakarsai oleh LB
Moerdani. Ketika memaparkan lintasan sejarah Taman
Siswa, H. Moesman Wiryosentono menuliskan, 20 Mei 1987
di Pendapa Agung Taman Siswa LB Moerdani melontarkan
gagasan agar Taman Siswa menyelenggarakan pendidikan
untuk mempersiapkan calon kader bangsa, yang diperlukan
bangsa Indonesia di masa datang. Pada saat itu diusulkan

368
bentuk sekolah tingkat menengah atas. Prakarsa ini
ditanggapi positif oleh Majelis Luhur sebagai pimpinan pusat
Taman Siswa dan berkembang menjadi kerjasama dari pihak
ABRI maka terwujudlah SMA Taruna Nusantara di
Magelang. Tugas pokok dalam kerjasama itu, pihak ABRI
mempersiapkan dan menyediakan perangkat 70 Jurnal
Filsafat, Vol. 25, No. 1, Februari 2015 keras, sedangkan
Taman Siswa bertanggung jawab terhadap persiapan
penyediaan perangkat lunaknya. SMA Taruna Nusantara
adalah wujud nyata kerjasama sistem paguron dengan
pendidikan militer, namun tidak untuk menciptakan
militerisme. Konsep kedisiplinan dan sistem asrama bisa
saling mengisi dalam menghadapi tantangan jaman. Dilihat
dari konsep Taman Siswa, SMA Taruna Nusantara
merupakan konsep perguruan dari Ki Hadjar Dewantara
dalam skala nasional. Sekolah ini menggunakan asrama
sebagai sistem pendidikannya, sehingga semua tinggal
bersama-sama satu kompleks dengan para guru, pamong, dan
pengurus sekolah, membentuk suatu masyarakat
kekeluargaan dalam kebersamaan yang tinggi. Menurut
Tyasno Sudarto, SMA Taruna Nusantara menggunakan
sistem Tri Pusat, yakni memadukan tiga lingkungan
pendidikan, yaitu pendidikan sekolah, pendidikan keluarga,
dan pendidikan masyarakat. Selain itu metode among
diterapkan dengan TutwuriHandayani sebagai dasar
pengajaran, pengasuhan, dan pelatihannya (Sudarto, 2008:

369
80). Pendidikan militer yang memiliki citra kedisiplinan pada
kenyataannya sangat relevan dengan ajaran pendidikan Ki
Hadjar Dewantara di Taman Siswa, yaitu memberikan
kebebasan bagi para individu untuk berkembang sesuai
dengan kodrat alam. Ki Hadjar Dewantara juga pernah
mengatakan bahwa kita bisa hidup di alam masyarakat yang
tertib dan damai. Artinya, kebebasan tidak boleh lepas dari
ketertiban, karena ketertiban akan melahirkan kedamaian.
Kalau tidak tertib, pasti tidak akan ada kedamaian, oleh sebab
itu, kalau kita semua masyarakat tertib dipastikan karena
masyarakatnya disiplin, jadi semua itu sangat relevan dengan
apa yang terdapat di dalam pendidikan militer. Antara
pendidikan militer dan pendidikan di Taman Siswa tidak ada
perbedaan, sama-sama menciptakan tujuan yang positif, yaitu
tertib dan damai. Asas Taman Siswa mengatakan bahwa hak
seseorang akan mengatur dirinya sendiri dengan mengingat
tertibnya persatuan di dalam kehidupan umum. Tertib dan
damai itulah yang menjadi tujuan setinggi-tingginya. Tidak
ada kedamaian bila tidak ada ketertiban. Sekarang ini
masyarakat masih belum mengerti dan memahami apa yang
diHenricus Suparlan 71 tanamkan sistem pendidikan Taman
Siswa di era globalisasi. Sebenarnya, Taman Siswa bukanlah
sekedar sekolah, namun sebuah badan perjuangan,
kebudayaan, dan pembangunan masyarakat yang berdasarkan
kiprah pendidikan dalam arti luas. Taman Siswa tidak pernah
memisahkan pendidikan nasional dengan masalah-masalah

370
yang ada di dalam masalah kebangsaan. Sebagai badan
perjuangan, Taman Siswa sangat peduli dengan masalah yang
dialami rakyat dan masyarakat, serta selalu berpartisipasi
secara efektif membangun politik kenegaraan, ekonomi,
budaya, dan pertahanan keamanan masyarakat. Melihat
berbagai macam pola pendidikan yang berbeda satu dengan
lainnya, Taman Siswa tetap berkeyakinan bahwa sistem
pendidikan harus kembali ke sistem pendidikan yang sudah
dijabarkan oleh Ki Hadjar Dewantara walaupun harus
disesuaikan dengan perkembangan jaman dan globalisasi.
Apa yang ditanamkan Ki Hadjar Dewantara sesungguhnya
sudah menjadi dasar pemikiran yang terusmenerus harus
disosialisasikan kepada anak didik dan masyarakat. Pengaruh
budaya luar tidak bisa ditolak, jika terdapat hal yang baik,
bisa diambil dijadikan ajaran baru, sedang yang jelek
dibuang. Semuanya harus sesuai dengan jati diri bangsa dan
kemudian dikembangkan sebagai bagian ajaran baru. Filter
dari semuanya adalah kesadaran akan kodrat alam bahwa
manusia mempunyai kebiasaan-kebiasaan hidup yang
berbeda-beda antara satu bangsa dengan bangsa yang lain.
Dipilihnya sistem paguron dari Ki Hadjar Dewantara karena
sistem pondok yang dimaksudkan Ki Hadjar Dewantara besar
sekali faedahnya. Faedah pertama, membuat murahnya
belanja. Seorang yang hidup paguron seharusnya berani
hidup sederhana. Menurut Prof. Van Vollenhoven dalam
tulisannya, The Old Glory, yang dikutip Prof Dr. Sukanto, Ki

371
Hadjar Dewantara seorang di antara sedikit orang yang
memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran
berdasarkan kekuatan sendiri, yang lebih murah untuk
masyarakat, seratus kali lebih berguna dan lebih baik
daripada pengajaran yang berdasarkan Barat. Dengan
demikian, sistem paguron adalah sistem nasional yang sesuai
dengan kepribadian bangsa, murah dan sangat baik hasilnya.
Faedah kedua, guru-guru dan murid hidup bersama tiap hari.
72 Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 1, Februari 2015 Siang dan
malam berkumpul dan bergaul bersama menurut pedagogik
yang hidup, yakni dengan contoh-contoh keteladanan,
terutama dalam suasana kehidupan keluarga sehari-hari yang
nyata dan baik. Cara seperti ini menjadikan anak-anak didik
tidak terpisahkan dengan orangtuanya, baik lahir maupun
batin. Anak-anak sehari-hari terus merasa anak rakyat, terus
hidup dalam alam kemanusiaan. Berhubungan dengan
pengajaran, anakanak harus berhubungan dengan kondisi saat
ini, selalu berhubungan dengan barang-barang nyata dan
harus bermaksud mendidik lahir batin, mematangkan anak-
anak untuk hidup sebagai manusia utama dalam dunia raya
(Sudarto, 2008: 83).

H. Rahmah El Yunusiah

A.BIOGRAFI

372
Rahmah El-Yunusiah adalah Ia anak bungsu dari lima
bersaudara, lahir dari pasangan Muhammad Yunus bin
Imanuddin dan Rafiah, pada 29 Desember 1900/1
Rajab 1318 H, di Bukit Surungan, Padang Panjang. Ayah
Rahmah el-Yunusiyah, Syekh Muhammad Yunus adalah
seorang ulama besar di zamannya. Syekh Muhammad Yunus
(1846-1906 M) menjabat sebagai seorang Qadli di negeri
Pandai Sikat dan pimpinan Tarekat Naqsabandiyah al-
Khalidiyah. Selain itu Syekh Muhammad Yunus juga ahli
ilmu falak dan hisab. Ia pernah menuntut ilmu di tanah suci
Mekkah selama 4 tahun. Ulama yang masih ada darah
keturunan dengan pembaharu Islam yang juga seorang tokoh
Paderi Tuanku Nan Pulang di Rao. Ibunda Rahmah el-
Yunusiyah yang biasa disebut Ummi Rafi’ah, nenek
moyangnya berasal dari negeri Langkat, Bukittinggi
Kabupaten Agam dan pindah ke bukit Surungan Padang
Panjang pada abad XVIII M yang lalu. Ummi Rafi’ah masih
berdarah keturunan ulama, empat tingkat diatasnya masih ada
hubungan dengan mamak Haji Miskin, sang pembaharu
gerakan Paderi. Ummi Rafi’ah yang bersuku Sikumbang.

Sejak kecil ia hanya mendapat pendidikan formal sekolah


dasar 3 tahun di kota kelahirannya. Kemampuannya baca tulis
Arab dan Latin diperoleh melalui sekolah Diniyah School
(1915) dan bimbingan kedua abangnya, Zaenuddin Labay
dan Muhammad Rasyid. Sore hari ia mengaji kepada Haji

373
Abdul KarimAmrullah alias Haji Rasul, ayahanda Haji Abdul
Malik Karim Amrullah(Hamka) di surau Jembatan Besi,
PadangPanjang.Tamat dari Diniyah School, ia mengaji pada
Tuanku Mudo Abdul Hamid
Hakim, Syekh Abdul Latif Rasyidi, Syekh Muhammad Jamil
Jambek, dan
Syekh Daud Rasyidi. Sambil mengajar di Diniyah School
Putri, ia mengikuti kursus kebidanan di Rumah Sakit Kayu
Taman dengan bimbingan Kudi Urai dan Sutan Syahrir,
kemudian mendapat izin praktik (1931-1935).

Pada 1 November 1923 dia mendirikan sekolah untuk kaum


perempuan dengan nama Madrasah Diniyah lil al-Banat yang
dipimpin selama 46 tahun. Ia juga mendirikan Diniyah
School Putri di Kwitang dan Tanah Abang pada 2 dan 7
September 1935, di Jatinegara dan Rawasari, Jakarta, pada
1950. Tidak saja untuk pendidikan dasar, tapi berlanjut
sampai perguruan tinggi.

Selain berkiprah di dunia pendidikan, ia juga aktif berjuang


untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Bahkan pada era
kemerdekaan, ia bergabung dalam berbagai organisasi sosial
dan politik. Kiprahnya dimulai dari pembentukan Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) pada 2 Oktober 1945, kemudian
mengayomi lasykar pejuang yang dibentuk oleh organisasi
Islam seperti Hizbullah dan Sabilillah, memimpin dapur

374
umum untuk TNI dan lasykar pejuang di Padang Panjang.

Pada 1952-1954 ia menjadi anggota Dewan Pimpinan Pusat


Masyumi di
Jakarta, dan terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Sementara (1955-1958). Pada 1958 itu berseberangan
dengan Presiden Soekarno yang kala itu lebih condong
kepada PKI. Itu sebabnya ia kembali ke dunia pendidikan
dengan meningkatkan kualitas Diniyah School Putri.

Kiprahnya dalam dunia pendidikan mendapat perhatian


Rektor Universitas
Al-Azhar, Kairo, Dr. Syekh Abdurrahman Taj, yang sempat
berkunjung ke Diniyah School Putri pada 1955. Pada 1957,
ia mendapat gelar sebagai Syaihah oleh Universitas Al-
Azhar, setara dengan Syekh Mahmoud Salthout, mantan
Rektor Al-Azhar. Ia bepulang ke Rahmatullah pada Rabu 26
Februari 1969 (9 Zulhijah 1388).

Core Vreede dan De Stuers menyatakan ketokohan Rahmah


dari dua sisi pertama seperti Ki Hajar Dewantara karena
mendirikan sebuah lembaga pendidikan atas inisiati sendiri.
Kedua seperi Kartini karena berjuang memperbaiki posisi
perempuan melalui pendidikan.

B. RAHMAH EL-YUNUSIYAH DAN PENDIDIKAN

375
PEREMPUAN

Rahmah memandang mempunyai peranan penting dalam


kehidupan. Perempuan adalah pendidik pertama dan utam
bagi anak-anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa.
Atas dasar itu, untuk meningkatkan kualitas dan memperbaiki
kedudukan perempuan diperlukan pendidikan khusus kaum
perempuan yang diajarkan oleh kaum perempuan sendiri.
Dalam hal ini perlu adanya upaya untuk meningkatkan
kemampuan kaum perempuan, baik di bidang intelektual,
kepribadian ataupun keterampilan.

Cita-cita pendidikan Rahmah diwujudkannya dengan


mendirikan Diniyah Putri pada 1923. Melalui lembaga
pendidikan ini Rahmah el-Yunusiyah, memperluas misi
kaum modernis untuk menyediakan sarana pendidikan bagi
kaum perempuan yang akan menyiapkan mereka menjadi
warga yang produktif dan muslim yang baik. Ia menciptakan
wacana baru di Minangkabau dan meletakkan tradisi baru
dalam pendidikan bagi kaum perempuan di kepulauan
Indonesia. Diniyah Putri adalah akademi agama pertama bagi
putri yang didirikan di Indonesia.

Anak–anak perempuan dan perempuan dewasa mungkin saja


mendapat dorongan untuk mengaji Al-Qur’an dan shalat;
tetapi tidak seperti kaum laki–laki, mereka memiliki sedikit

376
peluang untuk dapat melek aksara Melayu yang menjadi
bahasa nasional Indonesia, atau Belanda, sebagai bahasa
pendidikan modern. Rahmah el-Yunusiyah percaya bahwa
kaum perempuan membutuhkan model pendidikan tersendiri
yang terpisah dari laki–laki, karena ajaran Islam memberikan
perhatian khusus kepada watak dan peran kaum perempuan
dan mereka membutuhkan lingkungan pendidikan tersendiri
di mana topik–topik ini bisa dibicarakan secara bebas.

Rahmah merasa bahwa pendidikan bersama (campuran)


membatasi kemampuan kaum perempuan untuk menerima
pendidikan yang cocok dengan kebutuhan mereka. Rahmah
ingin menawarkan kepada anak–anak perempuan pendidikan
sekuler dan agama yang setara dengan pendidikan yang
tersedia bagi kaum laki–laki, lengkap dengan program
pelatihan dalam hal keterampilan yang berguna sehingga
kaum perempuan dapat menjadi anggota masyarakat yang
produktif. Hal inidapat disimak dari perkataannya sebagai
berikut:

“Diniyah School putri akan selalu mengikhtiarkan


penerangan agama dan meluaskan kemajuannya kepada
perempuan-perempuan yang selama ini susah mendapatkan
penerangan agama Islam dengan secukupnya dari kaum lelaki
lantaran perempuan segan bertanya kepadanya. Inilah yang
menyebabkan terjauhnya perempuan Islam dari penerangan

377
agama sehingga menjadikan kaum perempuan itu rendam
karam ke dalam kejahilan. …Saya harus mulai, dan saya
yakin akan banyak pengorbanan yang dituntut dari diri
saya…Jika kakanda bisa, kenapakah saya, adiknya, tidak
bisa. Jika lelaki bisa, kenapa perempuan tidak bisa.”

Tujuan pendidikan perempuan menurut Rahmah adalah


meningkatkan kedudukan kaum perempuan dalam
masyarakat melalui pendidikan modern yang berlandaskan
prinsip–prinsip Islam. Ia percaya bahwa perbaikan posisi
kaum perempuan dalam masyarakat tidak dapat diserahkan
kepada pihak lain, hal ini harus dilakukan oleh kaum
perempuan sendiri. Melalui lembaga seperti itu, ia berharap
bahwa perempuan bisa maju, sehingga pandangan lama yang
mensubordinasikan peran perempuan lambat laun akan
hilang dan akhirnya kaum perempuan pun akan menemukan
kepribadiannya secara utuh dan mandiri dalam mengemban
tugasnya sejalan dengan petunjuk agama. Rahmah selalu
memohon petunjuk kepada Allah perihal cita–citanya itu,
sebagaimana tertuang dalam doanya yang ditulis di buku
catatannya:

Ya Allah Ya Rabbi, bila ada dalam ilmu-Mu apa yang


menjadi cita–citaku ini untuk mencerdaskan anak bangsaku
terutama anak-anak perempuan yang masih jauh tercecer
dalam bidang pendidikan dan pengetahuan, ada baiknya

378
Engkau ridhai, maka mudahkanlah Ya Allah jalan menuju
cita–citaku itu. Ya Allah, berikanlah yang terbaik untuk
hamba-Mu yang lemah ini. Amin.

Cita – citanya dalam bidang pendidikan perempuan adalah


agar semua perempuan Indonesia memperoleh kesempatan
penuh menuntut ilmu pengetahuan yang sesuai dengan fitrah
wanita sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari–
hari dan mendidik mereka sanggup berdiri sendiri di atas
kekuatan kaki sendiri, yaitu menjadi ibu pendidik yang cakap
dan aktif serta bertanggung jawab kepada kesejahteraan
bangsa dan tanah air, dimana kehidupan agama mendapat
tempat yang layak Rahmah merumuskan cita-cita
pendidikanya menjadi tujuan Perguruan Diniyah Putri yang
didirikannya, yaitu: “Melaksanakan pendidikan dan
pengajaran berdasarkan ajaran Islam dengan tujuan
membentuk putri yang berjiwa Islam dan Ibu Pendidik yang
cakap, aktif serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air dalam pengabdian kepada Allah
subhanahu wa ta’ala”.

Melihat tekad dan kemauan keras Rahmah, kakaknya


Zainuddin Labay mendukung cita–citanya. Dalam
menjalankan cita-citanya Rahmah sangat meyakini Al-
Qur’an surat Muhammad ayat 7 yang artinya: “Hai orang–
orang yang beriman, jika kamu menolong Allah, maka Allah

379
akan menolong kamu pula”. Begitu yakinnya ia akan janji
Allah ini sehingga selalu dijadikannya pegangan dalam
berbuat kebajikan. Rahmah juga mendasarkan argumennya
kepada hadis yang menyatakan bahwa menuntut ilmu adalah
kewajiban bagi semua muslim, laki–laki maupun perempuan.
Bunyi hadis ini, kata Rahmah, sering dikutip di hadapan saya
oleh laki–laki maupun perempuan Minang sebagai bukti
bahwa kaum perempuan muslim diperintahkan oleh Tuhan
untuk menuntut ilmu, dan cara terbaik untuk melaksanakan
ini adalah dengan masuk sekolah.

Cita–cita dan gagasan Rahmah el-Yunusiyah tentang


pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan mungkin
dipengaruhi oleh pengalamannya dalam menjalani
pendidikannya sendiri. Meskipun Rahmah hanya sempat
mengecap pendidikan dasar di Padang Panjang, studinya
yang mendalam terhadap agama adalah sesuatu yang tidak
lazim bagi seorang perempuan pada awal abad kedua puluh
di Minangkabau. Ia memperoleh pendidikan melalui
pengaturan khusus dengan beberapa ulama modernis yang
terkemuka, dalam pola kaum muda di zamannya. Selain itu,
Rahmah belajar kerumahtanggaan dengan seorang bibi
maternal, dan mempelajari soal kesehatan dan pemberian
pertolongan pertama di bawah bimbingan enam orang dokter
kelahiran India. Ia belajar senam dengan seorang guru
Belanda di Sekolah Menengah Putri di Padang Panjang. Pada

380
dasarnya Rahmah memperoleh pendidikan atas inisiatifnya
sendiri, pada saat pendidikan formal bagi kaum perempuan
hanya tersedia bagi segelintir orang.

Gagasan Rahmah untuk mendirikan pendidikan bagi kaum


perempuan sempat dirundingkannya dengan teman–
temannya di Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS)
yang ia pimpin, merekapun menyetujui dan mendukung
gagasan itu. Maka pada tanggal 1 November 1923, sekolah
itu di buka dengan nama Madrasah Diniyah lil al–Banat,
dipimpin oleh Rangkayo Rahmah el–Yunusiyah, yang oleh
murid–muridnya dari angkatan tiga puluhan akrab dipanggil
“ Kak Amah”. Murid angkatan pertama terdiri dari kaum ibu
muda berjumlah 71 orang, dengan menggunakan Mesjid
Pasar Usang sebagai tempat belajar. Pada waktu itu proses
belajar berlangsung dengan sistem halaqah, dan hanya
mempelajari ilmu–ilmu agama dan gramatika bahasa Arab.

Dalam mendirikan gedung perguruan ini Rahmah sangat


mandiri. Ketika Rahmah mendirikan gedung perguruannya
pada tahun 1927 dan mengalami kekurangan biaya
penyelesaian gedung tersebut, ia menolak bantuan yang
diulurkan kepadanya dengan halus dan bijaksana. Ia ingin
memperlihatkan kepada kaum laki-laki bahwa wanita yang
selama ini dipandang lemah dan rendah derajatnya dapat
berbuat sebagaimana laki-laki, bahkan bisa melebihinya.

381
Maka secara diplomatis Rahmah mengatakan:

“Usul ini sangat dihargakan oleh pengurus dan guru-guru


sekaliannya, akan tetapi buat sementara golongan perempuan
(puteri) akan mencoba melayarkan sendiri pencalangnya
sampai ke tanah tepi dan mana kala tenaga putri tidak
sanggup lagi menyelamatkan pencalang itu, maka dengan
sepenuh hati pengharapan guru-guru dan pengurus akan
memohonkan kembali usul-usul engku-engku sekarang,
kepada engku-engku yang menurut kami patut kami
menyerahkan pengharapan kami itu”.

Tampaknya pikiran Rahmah el-Yunusiyah setengah abad


yang lalu sejalan dengan pendapat kaum wanita dewasa ini
yaitu: “membangun masyarakat tanpa mengikutsertakan
kaum wanita adalah sebagai seekor burung yang ingin
terbang dengan satu sayap saja. Mendidik seorang wanita
berarti mendidik seluruh manusia ”.

C. PERKEMBANGAN MADRASAH DINIYAH PUTERI

Madrasah Diniyah lil Banat (sekolah agama untuk anak-anak


wanita) didirikan Rahmah el-Yunusiyah pada tanggal 1
November 1923. Rahmah mampu memimpin dan
mengembangkannya secara mandiri dengan semangat
pembaharuan pendidikan yang diletakkan Labay (kakaknya).

382
Deliar Noer memandang Rahmah sebagai penerus cita–cita
Labay. Secara bertahap Rahmah membenahi sistem
pengajaran Diniyah School Putri, baik dari segi kurikulum
maupun metode. Di samping itu dengan segala kekuatan yang
dimiliki ia mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana
pendidikannya.

Di samping mendirikan Diniyah School Putri, Rahmah juga


mendirikan Menyesal School, yaitu sekolah pemberantasan
buta huruf di kalangan ibu-ibu rumah tangga. Sekolah ini
didirikan pada tahun 1925 dan berlangsung selama tujuh
tahun yaitu sampai tahun 1932. Kemudian sekolah ini tidak
dilanjutkan. Untuk menyebarluaskan cita-cita pendidikannya,
ia mengadakan perjalanan berkeliling ke daerah Sumatera
Utara, Sumatera Selatan, Jambi dan Seme-nanjung Malaya
(tahun 1928 dan tahun 1934).

Pada tahun 1935 ia mendirikan tiga buah perguruan putri di


Batavia (Jakarta), yaitu di Kwitang, Jatinegara, dan di Tanah
Abang. Pada masa pendudukan Jepang, perguruan tersebut
tidak dapat di teruskan. Menjelang berakhirnya penjajahan
Belanda di Indonesia, Rahmah sempat pula mendirikan
empat buah lembaga pendidikan putri baru lainnya sebagai
pengganti lembaga pendidikan terdahulu. Pada tahun 1938 ia
mendirikan Yunior Institut Putri, sebuah sekolah umum
setingkat dengan Sekolah Rakyat pada masa penjajahan

383
Belanda atau Vervolgschool, Islamitisch Hollandse School
(HIS) setingkat dengan HIS (Hollandsch Inlandse School),
yaitu sekolah dasar dengan bahasa pengantar bahasa Belanda,
sekolah DAMAI (Sekolah Dasar Masyarakat Indonesia) dan
Kulliyatul Mu’allimin El Islamiyah (KMI), sekolah Guru
Agama Putra pada tahun 1940. KMI Putra ini didirikan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan guru–guru agama
putra yang banyak didirikan oleh masyarakat di Sumatera
Barat. Pada zaman Jepang keempat lembaga pendidikan putri
tersebut tidak dapat diteruskan.

Pada tahun 1947 Rahmah mendirikan empat buah lembaga


pendidikan agama putri dalam bentuk lain, yaitu Diniyah
Rendah Putri (SDR) lama pendidikannya tujuh tahun,
setingkat dengan Sekolah Dasar enam tahun yang didirikan
oleh pemerintah, Sekolah Diniyah Menengah Pertama Putri
Bagian A Tiga Tahun (DMP Bagian A), Sekolah Diniyah
Menengah Pertama Bagian B Lima Tahun (DMP Bagian B),
dan Sekolah Diniyah Menengah Pertama Bagian C Dua
Tahun (DMP Bagian C). Tiga buah sekolah yang disebut
terakhir setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama ( SMP
) dengan bidang studi agama dan bahasa Arab menjadi mata
pelajaran pokok.

Tahun 1964, Rahmah mendirikan Akademi Diniyah Putri


yang lama pendidikannya tiga tahun. Tanggal 22 November

384
1967, Akademi ini dijadikan Fakultas Dirasat Islamiyah dan
merupakan fakultas dari Perguruan Tinggi Diniyah Putri.
Fakultas ini “diakui” sama dengan Fakultas Ushuluddin
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) untuk tingkat Sarjana
Muda dengan SK Menteri Agama RI No. 117 tahun 1967.

Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Rahmah menganut


sistem pendidikan terpadu, yaitu : memadukan pendidkan
yang diperoleh dari rumah tangga, pendidikan yang diterima
sekolah dan pendidikan yang diperoleh dari masyarakat di
dalam pendidikan asrama. Dengan sistem terpadu ini, teori
ilmu pengetahuan dan agama serta pengalaman yang dibawa
oleh masing–masing murid dipraktekkan dan disempurnakan
dalam pendidikan asrama di bawah asuhan guru–guru
asrama.

Kurikulum di sekolah-sekolah Rahmah terdiri dari kelompok


bidang studi agama, bahasa Arab, ilmu pengetahuan dan
kelompok bidang studi ini di orientasikan kepada
pembentukan pribadi muslimah dan kualitas diri. Dewasa ini
lembaga pendidikan yang dikelola oleh para penerusnya
adalah Sekolah Diniyah Menengah Pertama Bagian B dan C,
Kulliyatul Mu’allimat el- Islamiyah dan perguruan Diniyah
Putri. Seperti sekolah–sekolah Islam kontemporer lainnya di
Sumatera Barat, Diniyah Putri menawarkan tiga ijasah: satu
miliknya sendiri, satu untuk pendidikan sekolah umum, dan

385
satu pendidikan Islam yang diakui oleh pemerintah. Sehingga
siswa-siswa memenuhi syarat untuk masuk ke universitas
umum maupun universitas Islam.

Di lingkungan Diniyah Putri, corak saling melengkapi antara


adat dan Islam ditekankan. Dalam perspektif yang didukung
oleh kaum modernis Minang, tatanan sosial dan adat
membentuk tatanan moral yang dilegitimasikan oleh Islam.
Dalam tatanan suci ini ,adat dan Islam dipandang menyatu
bukan dari segi yang spesifik, melainkan dari segi kandungan
dan semangatnya. Rahmah mengutamakan bidang
pendidikan di atas kepentingan lainnya, meskipun di
kemudian hari ia juga berkiprah di dunia politik. Atas dasar
ini ia menempatkan sekolah secara independen, bebas dari
afiliasi dengan ormas atau orpol manapun. Setahun sebelum
Muhammadiyah memasuki Minangkabau, Diniyah School
Putri diajak bergabung dengan organisasi sosial–keagamaan
dan disarankan agar namanya diganti dengan Asyiyah School
atau Fatimiyah School. Namun saran tersebut tidak di terima
oleh para guru diniyah School Putri.

Independensi sekolah ini juga ditunjukkan saat


diselenggarakan permusyawaratan besar guru-guru agama
Islam se-Minangkabau yang ada di bawah Permi di padang
panjang pada tahun 1931. Wakil dari guru Diniyah School
Putra maupun Putri yang datang sebagai pendengar dan tidak

386
memberi respons; tidak ada seorang pun dari guru-guru
sekolah ini yang duduk di Dewan Pengajaran Permi yang
bertugas untuk menyatukan pelajaran sekolah-sekolah Islam.
Sebagai pemimpin Permi, Mukhtar Lutfi mempertanyakan
hal tersebut. Rahmah pun mengemukakan pendapatnya,
“Biarkan perguruan ini terasing selama-lamanya dari partai
politik, dan tinggalkanlah ia menjadi urusan dan tanggungan
orang banyak (umum), sekalipun umum itu dalam aliran
politiknya bermacam warna dan ragam, tapi untuk perguruan
dan penanggung jawab atasnya haruslah mereka itu satu
adanya” .

Lebih jauh independensi sekolah ini juga ditunjukkan


Rahmah ketika dia menolak upaya penggabungan sekolah-
sekolah Islam di Minangkabau oleh Mahmud Yunus. Seperti
diketahui, pada tahun 1930-an ini pembaharuan sekolah
agama berkembang pesat, namun tidak ada keseragaman
program atau buku standar yang digunakan. Melihat keadan
ini Mahmud Yunus alumni Universitas Cairo yang saat itu
menjadi Direktur Normal School, ingin menerapkan konsep
pembaharuan pendidikannya dan memprakarsai
pembentukan Panitia Islah al-Madaris al- Islamiyah Sumatera
Barat. Namun Rahmah tetap teguh pada pendirian
independensi sekolahnya, maka ia menolak keras ide itu.

Menurutnya, lebih baik memelihara satu saja tapi terawat

387
daripada bergabung tapi porak poranda. Diniyah School pun
tidak akan terikat dengan keputusan permusyawa-ratan itu.
Kondisi sekolah-sekolah agama tersebut masih seperti
semula hingga 1936, yakni setelah konferensi seluruh
organisasi berhasil dalam standarisasi sekolah-sekolah agama
kaum muda. Berhadapan dengan politik kolonialisme
pemerintahan Belanda, Rahmah memilih sikap nonkooperatif
dalam memperjuangkan kelangsungan sekolah yang
dipimpinnya. Atas dasar sikap ini, ia menolak bekerja sama
dengan Belanda termasuk dalam hal pemberian subsidi yang
berulangkali ditawarkan. Subsidi pemerintah kolonial akan
membuat dirinya terikat, dan mengakibatkan keleluasan
pemerintah kolonial mempengaruhi pengelolaan program
pendidikan Diniyah School Putri ini. Kondisi seperti itu telah
di alami Adabiyah School yang pada tahun 1915 menerima
subsidi pemerintah kolonial.

Dengan tegas dan bijaksana Rahmah menyatakan bahwa


perguruannya akan berusaha dengan kekuatan sendiri
menanggulangi berbagai kesulitan yang dihadapi.
Independensi sekolah ini sangat dikhawatirkan oleh
pemerintah kalau di kemudian hari akan melahirkan tokoh-
tokoh pejuang yang militan, sebagaimana yang pernah
dilakukan surau-surau dalam mencetak tokoh-tokoh
pembaharu dan pejuang perang paderi. Sikap independen dan
nonkooperatif tersebut, di samping menggambarkan ciri khas

388
kepriba-diannya yang gigih, juga merupakan respons
terhadap situasi politik saat itu demi kelangsungan visi
sekolahnya. Begitu pula organisasi kependidikan dan gerakan
yang diprakarsainya, praktis visi yang sama : seperti
“Perikatan Guru-Guru Agama Putri Islam” (PGAPI) yang
didirikan pada tahun 1933 untuk menghimpun guru-guru
yang tidak bergabung dengan Dewan Pengajaran Permi.
Kemudian “Komite Penolakan Ordonansi Sekolah Liar”
(1933) didirikan untuk menentang kebijaksanaan pemerintah
kolonial yang memberlakukan Ordonansi Sekolah Liar
(1932) di Sumatera Barat.

Pada mulanya Diniyah Putri muncul sebagai tantangan


terhadap adat, dalam hal ini kaum perempuan ingin
melangkah melampaui urusan rumah tangga. Dengan
menggapai peran-peran diluar rumah yang dapat didukung
oleh penafsiran kaum modernis terhadap Islam, oleh karena
itu kaum perempuan memperluas cakrawala, jaringan, dan
kemampuan mereka untuk berpartisipasi di dalam wacana
muslim dan nasionalis yang lebih luas. Kaum perempuan
Minang memiliki strategi alternatif, selain yang disuarakan
oleh Diniyah Putri menyangkut soal bagaimana menjadi
Seorang Muslim dan seorang Minang. Namun demikian
Diniyah terus memperlihatkan keinginan untuk menghadapi
isu-isu kontemporer yang relevan bagi kaum perempuan dan
masyarakat.

389
i. Halim Iskandar

ABDUL HALIM ISKANDAR


KH. Abdul Halim Iskandar lahir di Desa Cibolerang,
kecamatan Jatiwangi, Majalengka, 4 syawal 1304/26 Juni
1887 Desa Pasirayu, Kecamatan Sukahaji, Majalengka.
Ulama besar dan tokoh pembaharuan di Indonesia, khususnya
dibidang pendidikan dan kemasyarakatan, yang memiliki
corak khas di masanya. Nama aslinya adalah Otong Syatori,
kemudian setelah menunaikan ibadah haji ia berganti menjadi
Abdul Halim. Ayahnya bernama KH. Muhammad Iskandar,
penghulu Kawedanan Jatiwangi, dan ibunya Hj.Siti
Mutmainnah Binti Imam Safari. Abdul Halim adalah anak
terakhir dari delapan bersaudara. Ia menikah dengan Siti
Murbiyah, putri KH. Mohammad Ilyas, pejabat Hoofd
penghulu Landraad Majalengka ( sebanding dengan kepala
Kandepag kabupaten sekarang ).
Pemikiran terhadap pendidikan
Salah satu pemikiran penting KH. Abdul Halim,
dalam kapasitasnya sebagai ulama, adalah bagaimana
membina keselamatan dan kesejahteraan umat melalui
perbaikan delapan bintang yang disebut dengan Ishlah As-
Samaniyah, yaitu Islah Al-Aqidah ( perbaikan bidang aqidah
), Islah Al-Ibadah ( perbaikan bidang ibadah ), Islah At-
Tarbiyah ( perbaikan dalam bidang pendidikan ), Islah Al-AI-
Ailah (perbaikan bidang keluarga ), Islah Al-Adah (

390
perbaikan bidang kebiasaan ), Islah Al-Mujtama ( perbaikan
bidang masyarakat ), Islah Al-Iqtisad ( perbaikan bidang
perekonomian ), Islah Al- Ummah ( perbaikan bidang
hubungan umat dan tolong menolong ).
Secara bertahap, organisasi yang dipimpinnya dapat
memperbaiki keadaan masyarakat, khususnya masyarakat
kecil. Pada tahun 1915 organisasi yang dipimpinnya itu
dibubarkan sebab dinilai oleh pemerintah sebagai penyebab
terjadinya beberapa kerusuhan, sejak saat itu Hayataul Qulub
resmi dibubarkan namun kegiatannya teus berjalan.
Pada tanggal 16 Mei 1916, Abdul Halim mendirikan
Jam’iyah I’anah Al-Muta’alimin sebagai upaya untuk terus
mengembangkan bidang pendidikan. Sistem pendidikan
berkelas dengan lama belajar lima tahun. Sekolah ini mula-
mula mendapat kritikan dari ulama setempat namun
kemudian mendapat smbutan ulama baik. Murid-murid
datang bukan hanya dari Majalengka tetapi dari berbagai
daerah lainnya.
Abdul Halim mendirikan sebuah sekolah / pesantren
kerja bersama dengan nama SANTI ASROMO pada bulan
Afril 1942, yang bertempat di desa Pasirayu, kecamatan
Sukahaji, Majalengka. Santi Asromo (artinya tempat
pendidikan yang sunyi dan damai ), pelopor pesantren
modern yang mencetak santri plus, yang saat ini belum
terpikirkan orang.

391
Pesantren ini merupakan tindak lanjut dari hasil
kongres perserikatan ulama di Majalengka yang
dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan Abdul Halim terhadap
hasil pendidikan pesantren pada masa itu. Disamping itu
pendirian pesantren inipun didorong oleh kenyataan
banyaknya orang pribumi yang sulit mengecap pendidikan di
sekolah-sekolah. Pesantren Santi Asromo termasuk pembaru
kurikulum pesantren, karena sejak didirikan telah
meninggalkan sistem pendidikan tradisional yang khusus
memberikan pelajaran agama.
Inilah puncak pemikiran KH. Abdul Halim dibidang
pendidikan. Para santri selain diberi pelajaran agama juga
diberi pelajaran umum dan dibekali pendidikan keterampilan
seperti bercocok tanam, bertukang kayu, kerajinan tangan dan
lain-lain. Siswa juga wajib belajar di asrama selama lima
sampai sepuluh tahun. Pendidikan yang menekankan tiga
unsur yaitu ahlak, sosial dan ekonomi ini ternyata banyak
menarik minat masyarakat. Para dermawanpun mengalir
memberi dukungan. Santri yang dihasilkan adalah santri
lengkap yang memilikibekal ilmu agam, ilmu pengetahuan
dan keterampilan. Sebelumnya juga telah didirikan
Kweekschool PO untuk mencetak tenaga guru. Pada tahun
1932, nama sekolah dirubah menjadi MADRASAH DARUL
ULUM.

392
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/ulfatulhariroh/5d89ce
710d82305f3508da02/filsafat-ilmu-pengertian-
objek-ciri-ciri-
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT BUMI
AKSARA, 1994), cet. 6
Arifin, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an,
(Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1994)
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam (Analisis Filosofis
Sistem Pendidikan Islam), (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), cet.
Ke-4.
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir. (2001). Filsafat
Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
2. Drs. Usiono,MA, Aaliran-aliran Filsafat
Pendidikan,2006. Penerbit Perdana Publishing. Jakarta.
3. Suparlan Suhartono. Filsafat Pendidikan 2007.
Yogyakarta: Kelompok Penerbit Ar- Ruzz Media. Hal 44
4. Jujun S. Suriasumantri.2003.Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
5. Drs. Usiono,M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan
,2006. Hijri Pustaka Utama Jakarta.
6. Mohammad Noor Syam. Filsafat Pendidikan dan
Dasar Filsafat Pendidikan. Pancasila Usaha Nasional
Surabaya.
7. Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat
UGM.Filsafat Ilmu 2000. Penerbit Liberty Yogyakarta.

393
https://nurhanifwachidah.blogspot.com/2018/05/pendidikan-
islam-talim-tadib-dan.html
artemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya,
(Bandung: PT Jumaanatul ‘Ali-Art, 2005), hal. 409.
[2] Heri Gunawan, Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), cet. ke-1, hlm. 2.
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV,
Bulan Bintang, Jakarta, 1990.

Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia,


Bandung, 2000

Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I,


Bulan Bintang, Jakarta, 1984.

Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan,


Usaha Nasional, Surabaya, 1983.

Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi


Aksara, Jakarta, 1995.

Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos


Wacana Ilmu, Jakarta, 1997

394
M. Ihsan Dacholfany adalah mahasiswa ISID 1997 – Staf
Pengajar PP Gontor – Perpustakaan Darussalam)
1) Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran.
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

2) Burhanuddin, dkk. 2008. Teori Belajar dan


Pembelajaran, Yogyakarta An-Ruzz Media

3) Barnadib, Imam, 1988, Kearah Prospektif baru


Pendidikan, Jakarta,Dep Dik Bud. Ditjen P.T. P2LPTK.

4) Jalaluddin Rahmat. Psikologi Komunikasi. Bandung :


Rosda Karya
ang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saibani, Filsafat Umum
(Bandung: Pustaka Setia, 2008), 296
[2] Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2010), 182
[3] Waris, Filsafat Umum (Ponorogo: Stain Po Press, 2009),
[4] F um
[5] Yunia nur ayni, Bapak Sosiologi Auguste Comte diakses
dari http://yunianurayni.wordpress.com/2011/01/21/teori-
sosiologi-klasik/. diakses tanggal 17-03-2012 Pukul 14.44

[6] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saibani, Filsafat


Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 317

395
[7] Waris, Filsafat Umum (Ponorogo: Stain Po Press, 2009),
55
Barnadip, imam, filsafat pendidikan, yogyakarta: andi offset,
1987
Khobir, Abdul, filsafat pendidikan islam, pekalongan:
STAIN PRESS, 2007.
Admin, Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, Situs informasi
Indonesia Serba serbi Dunia Pendidikan, http://edu-
articel.com/2006.
Hidayanto, D.N, Diktat Landasan Pendidikan, Untuk
Mahasiswa, Guru dan Praktisi Pendidikan, Forum
Komunikasi Ilmiah FKIP Universitas Mulawarman,
Samarinda, 2000.
Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, Buku Kedua Pengantar
Kepada Teori Pengetahuan, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
Hoesin, Oemar Amin, Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
cet. I, 1961.
Jurnal Filsafat, Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada,
Edisi Agustus, 1992.
Peursen, C.A. Van, Susunan Ilmu Pengetahuan, Sebuah
Pengantar Filsafat Islam, Alih bahasa; J. Drost, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, cet. III, 1993.
Yuyun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, Jakarta: Uni Press, cet. I, 1984.
Zanti Arbi, Sutan, Pengantar Kepada Filsafat Pendidikan,
Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek

396
Pengemba¬ngan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan, Jakarta: 1988.

397
Tentang Penulis
Nama : Aji Sofian
Nim : 2018110103
TTL : Majalengka 28 Desember 1996
Pendidikan Formal
And Bank Jabar
Smpn 26 Bandung
Pondok Modern Darussalalm Gontor
STAI YAPATA AL-JAWAMI BANDUNG

Nama : Robbiyanto
Nim : 2018110105
TTL : Indramayu 29 Desember 1997
Pendidikan Formal
Mi Ternarjarlor
Smpn 2 Parongpong
Pondok Modern Darussalalm Gontor
STAI YAPATA AL-JAWAMI BANDUNG

398
399

Anda mungkin juga menyukai