Sebagai Salah Satu Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Kegawat Daruratan
Kelas 3B Semester 3 Program Transfer
Disusun Oleh :
Kelompok II
1. Agus Firiadi
2. Arini Dinni F
3. Ferdian anjar
4. Mahmud Fauzi
5. Mery Anggraeni
6. Siti Nur Ekowati
Puji dan syukur kelompok ucapkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah : “
Asuhan Keperawatan Pada Trauma Abdomen ”. Makalah ini dibuat untuk mendapatkan
gambaran pengelolaaan asuhan keperawatan gawat daruratan pada klien denga trauma
abdomen. Kelompok mengucapkan terima kasih atas bimbingan bapak Rohman Azzam
selaku fasilitator mata ajar keperawatan Kegawat Daruratan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta,
umumnya bagi semua pembaca makalah ini.
Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Metode Penulisan
Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
Definisi
Etiologi
Tanda Gejala
Patofiologi
Penatalaksanaan
Trauma-trauma pada organ dalam abdomen
Pengkajian
Pelaksanaan
Evaluasi
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Trauma abdomen adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (syamsuhidayat 1998). Trauma abdomen di definisikan sebagai kerusakan
terhadap struktur yang terletak di antara diafragma dan pelvis yang di akibatkan oleh
luka tumpul atau yang menusuk.
Untuk penilaian abdomen di bagi dalam empat kuadran. Kuadran ini di bentuk oleh
dua garis , pertama adalah garis sumbu tubuh (midline), dari ujung prosesus xiphodeus
sampai symphisis pelvis . Garis kedua tegak lurus pada garis pertama setinggi umbilicus.
Untuk lebih mudah memahami fisiologi abdomen, organ-organ abdomen di bagi kedalam
kelompok organ berongga, solid dan vaskuler. Jika mengalami cedera , organ silid dan
vaskuler akan berdarah sedangkan organ berongga akan menumpahkan isi kandungannya
ke dalam rongga peritonial atau ekstraperitonial. Umpahan ini dapat mengakibatkan
perdarahan intra abdomen peritonitis (peradangan peritonium) dan sepsis (infeksi luas).
Prevalensi cedera secara nasional adalah 8,2 persen, prevalensi tertinggi ditemukan di
Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Provinsi yang mempunyai
prevalensi cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 15 provinsi. Penyebab cedera
terbanyak yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya
penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain
(7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Sedangkan untuk penyebab yang belum disebutkan
proporsinya sangat kecil. Prevalensi cedera tertinggi berdasarkan karakteristik responden
yaitu pada kelompok umur 15-24 tahun (11,7%), laki-laki (10,1%), pendidikan tamat
SMP/MTS (9,1%), yang tidak bekerja atau bekerja sebagai pegawai (8,4% persen),
bertempat tinggal di perkotaan (8,7%) pada kuintil Indeks kepemilikan menengah atas
(8,7%).
Maka dari itu kami penulis membuat makalah sesuai masalah diatas tentang asuhan
keperawatan gawat dan darurat pada trauma abdomen.
A. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum :
a. Mengetahui lebih lanjut tentang perawatan gawat darurat trauma abdomen yang
dimungkinkan karena trauma, luka insisi bedah, kerusakan integritas jaringan.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui Definisi, Etiologi, Ptofisologi, Manifestasi klinis,
penatalaksanaan, komplikasi Trauma Abdomen..
b. Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
c. Mengetahui tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen
d. Mengetahui masalah yang mungkin timbul pada pasien dengan trauma
abdomen
e. Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah dalam program S1
Keperawatan
B. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari
literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.
C. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II: Membahas tinjauan teoritis terdiri dari pengertian Trauma Abdomen,
penyebab Trauma Abdomen, patofisiologi Trauma Abdomen, manifestasi klinis
Trauma Abdomen, penatalaksanaan Trauma Abdomen.
BAB III : Asuhaan keperawatan gawat darurat primary survey ( A,B,C,D dan E) dan
secondary survey ( Head to Toe ) terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan
intervensi keperawatan pada pasien dengan Trauma Abdomen
BAB IV : Kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1998).
Trauma adalah cedera atau kerugian psikologis atau emosional, (Dorland, 2002)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus
& Workman, 2006)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
B. ETIOLOGI
1. Trauma tembus, yaitu dengan penetrasi ke dalam rongga perut, dapat di sebabkan oleh
luka tusuk atau luka tembak.
2. Trauma tumpul yaitu tanpa penetrasi ke dalam rongga perut, dapat disebabkan oleh
ledakan, benturan atau pukulan. Kematian akibat trauma perut dapat di kurangi
dengan diagnosis dan tindakan segera, biasanya di sebabkan oleh perdarahan atau
peradangan dalam rongga perut.
Tanda rangsang peritoneum sering sukar dicari bila ada trauma penyerta, trauma pada
kepala: dalam hal ini dianjurkan melakukan lavase peritoneal.
4. Pemeriksaan lain:
a. Rectal toucher - adanya darah menunjukan kelainan usus besar.
b. Kuldosentesis – mencari adanya darah, cairan atau udara dalam rongga perut
c. Sonde lambung – mencari adanya darah dalam lambung, sekaligus mencegah
aspirasi bila muntah
d. Kateterisasi – mencari lesi saluran kemih.
5. Pemeriksaan pembantu:
Darah - cek lab Hb, Ht pada perdarahan akan menurun, sedangkan leukosit
akan meningkat. Oleh karena itu pada kasus meragukan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan berkala.
Urin – penting untuk mengetahui adanya lesi saluran kemih.
Radiologi : perlu dilakukan bila indikasi laparotomy sudah jelas.
Biasanya dilakukan foto polos perut dalam posisi tegak dan miring ke kiri
untuk melihat:
a. Keadaan tulang belakang dan panggul
b. Adanya benda asing
c. Bayangan otot psoas
d. Udara bebas
Parasentesis perut – dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
menimbulkan kelainan dalam rongga perut.
Teknik:
a. Buli-buli terlebih dahulu dikosongkan.
b. Parasentesis dilakukan dengan jarum no. 18/20, ditusukan dibawah
kuadran bawah atau di garis tengah di bawah pusat.
c. Bila pada aspirasi ditemukan darah, empedu, cairan usus atau udara,
berarti ada lesi dalam rongga perut.
Lavase peritoneal – dilakukan melalui kanula yang dimasukan lewat insisi
kecil di garis tengah di bawah pusat, bila pada aspirasi tidak keluar apa-apa,
dimasukan kira-kira 1000 ml larutan NaCl 0,9 %, lalu dikeluarkan lagi.
Hasilnya positif bila ditemukan salah satu hal berikut:
a. Cairan yang keluar kemerahan
b. Terdapat empedu
c. Ditemukan bakteri atau eritrosit
>100.000/mm3
d. Ditemukan lekosit > 500/ mm3
e. Ditemukan amylase > 100 U/100 ml cairan
D. PATOFISIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra
abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok
hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi,
tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen
tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa
bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan
mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya
tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya
tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga
abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).
E. PENATALAKSANAAN
1. Mengawasi dan mengatasi gangguan fungsi vital seperti syok atau gangguan jalan
napas:
a. Infus cairan/ transfuse darah
b. Memelihara jalan napas
c. Memasang sonde lambung
2. Laparotomy dilakukan bila terdapat:
a. Luka tusuk dengan
- Syok
- Tanda rangsang peritoneal
- Bising usus menghilang
- Prolapse isi perut
b. Luka tembak
c. Trauma tumpul dengan:
- Syok
- Tanda rangsang peritoneal
- Darah dalam lambung, buli-buli atau rectum
- Cairan/udara bebas intraperitoneal
Selain kasus di atas, penderita diobservasi selama 24-48 jam. Laparotomy di sini bertujuan
mencari kerusakan organ melalui eksplorasi yang sistematik.
Pertama-tama harus diatasi terlebih dahulu perdarahannya yang ada, baru kemudian
memperbaiki kerusakan organ yang ditemukan:
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan antara lain: USG, DPL ( Diagnostic Peritoneal
Lavage ), CT scan abdomen dan angiografi untuk meneegakkan diagnosis.
Perdarahan berulang
Abses subfrenik
pankreatitis
Trombositosis
sepsis
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan antara lain: USG, DPL ( Diagnostic Peritoneal
Lavage ), CT scan abdomen dan angiografi untuk meneegakkan diagnosis.
Tanpa Pembedahan
Tatalaksana tanpa pembedahan dilakukan pada pasien dengan hemodinamik
stabil. CT scan harus dilakukan secara berkala untuk memastikan berentinya
perdarahan. Trauma hati dapat menyebabkan perdarahan dalam jumlah yang
besar ke dalam peritoneum, namun perdarahan dapat berhenti secara spontan.
Dengan Pembedahan
Dilakukan pada pasien dengan kondisi klinis tidak stabil. Pada kasus pembuluh
darah ruptur dapat diikat atau disumbat. Laserasi kecil dapat diperbaiki, namun
untuk laserasi besar membutuhkan reseksi segmental atau debridement. Cedera
hati ukuran besar, membutuhkan drainase empedu dan darah pasca pembedahan
dengan suction tertutup.
Koagulopati
Hemostasis inkomplit
Abses hati atau perihepatik
Sumbatan atau kebocoran kandung empedu
Sepsis
Komplikasi
Intoleransi pemberian makan lewat NGT
Peritonitis
Perdarahan pasca pembedahan
Hipovolemia yang disebabkan “ruang ketiga”
Pembentukan fistula atau obstruksi
Pankreas adalah organ vital yang memiliki peranan sentral pada fungsi
pencernaan dan metabolisme nutrisi. Cedera pada pankreas itu jarang terjadi secara
langsung biasanya terjadi akibat adanya trauma tumpul abdomen dan seringkali
berhubungan dengan trauma pada organ di sekitarnya dan berada pada urutan ketiga
setelah trauma tumpul pada hati dan limpa. pankreas yang relatif te akan terjadi bila
terdapat energi tinggi yang langsung mengenai abdomen ataupun langsung jatuh tepat
pada epigastrium misal pada kecelakaan lalu lintas. Namun menyebabkan kematian
tertinggi oleh perlukaan di pankreas, hal ini karena letaknya yang sulit terdeteksi
apabila terjadi kerusakan sehingga sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan diketahui
dengan eksplorasi pada pembedahan
Pada banyak kasus di stadium dini sering tanpa gejala dan kesan tampak tidak
ada kelainan. Seringkali pasien merasa sehat sebelumnya dan tidak menyadari adanya
trauma pankreas. Selama pemeriksaan fisik tanda sabuk pengaman, flank
ecchymosis , akan membangun kewaspadaan klinisi terhadap trauma yang potensial.
Fraktur limpa dengan hematom retroperitonial atau manifestasi kebocoran cairan,
nyeri epigastrium, nyeri punggung sangat jarang ditemukan pada keadaan post
trauma.
Terdapat laporan pada pasien dengan transeksi duktus pankreas yang komplit
tetap asimtomatik dalam wwaktu lama bahkan bertahun mulai dari awal terjadinya
trauma. Seringkali pasien menunjukkan manifestasi krisis abdominal yang tidak
spesifik post trauma. Trauma pankreas seringkali sulit dideteksi dengan temuan fisik
dan pasien awalnya mungkin menunjukkan tanda-tanda fisik yang minimal. Alasan
mengapa gejala-gejala dan tanda-tanda fisik tidak ditemukan segera setelah trauma
karena lokasi pankreas yang terletak retroperitonial, enzim pankreas yang tidak aktif
setelah trauma yang tersembunyi dan penurunan sekresi cairan pankreas setelah
trauma. Akan tetapi bila dilakukan pemeriksaan yang lebih lengkap pada pasien akan
menunjukkan iritasi peritonial yang berat dan temuan pemeriksaan fisik . Sering kali
disebabkan oleh trauma pada organ-organ intraabdomen lainnya.
Adanya contusio jaringan lunak pada abdomen bagian atas atau disrupsi pada
tulang-tulang rusuk bawah atau costal cartilage menandakan kemungkinan adanya
trauma pankreas. Dengan adanya laserasi pada pankreas, diikuti dengan adanya
trauma pada duktus pankreas yang selanjutnya menyebabkan masuknya sekresi
pankreas ke dalam cavum abdomen dan menghasilkan chemical peritonitis
Pemeriksaan Laboratorium Trauma Tumpul Pankreas
Amilase adalah enzim pencernaan yang disekresikan oleh pankreas. Karena
hiperamilasemia ditemukan lebih dari 75% pasien dengan trauma tumpul abdomen
dan menunjukkan kecurigaan adanya trauma tumpul pankreas, hiperamilasemia harus
dipertimbangkan sebagai tanda kemungkinan adanya trauma pankreas post trauma
tumpul abdomen dan mengindikasikan pemeriksaan lebih lanjut.
Pemeriksaan Penunjang
Pasien dengan trauma tumpul abdomen dengan peningkatan serum amilase yang
persisten atau menunjukkan perkembangan gejala-gejala krisis abdominal
mengindikasikan untuk dilakukan evaluasi yang lebih lanjut, meliputi foto polos
abdomen, ultrasonografy, CT scan abdomen, endocopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP), atau bedah eksplorasi.
Komplikasi
Pankreatitis ringan sampai dengan kematian akibat perdarahan yang masif.
Pembentukan fistula merupakan komplikasi tersering yang dilaporkan, akan
tetapi dengan drainase local dan nutrisi yang baik serta terapi suportif, fistula
biasanya sembuh secara spontan dalam 2 minggu setelah trauma.
Insiden pembentukan abses post trauma tumpul pankreas adalah berkisar 10
sampai dengan 25% tergantung pada jumlah dan trauma intraabdomen lain yang
muncul. Pada sebagian besar kasus, tipe abses adalah subfascial atau
peripankreatik. Abses pakreatik murni insidennya jarang dan biasanya
dihasilkan dari debridemen jaringan mati yang tidak adekuatatau dihasilkan dari
drainase awal yang tidak adekuat.
Nyeri abdominal yang hilang timbul dan peningkatan kadar serum amylase
menghasilkan pankreatitis terutama diantisipasi pasien post operasi. Tipe
pankreatitis ini ditangani dengan dekompresi nasogastrik, menistrahatkan usus,
dan terapi suportif, dapat diharapkan menyembuhkan secara spontan
pankreatitis. Lebih jauh lagi pankreatitis yang jarang terjadi adalah pankreatitis
hemorrhagik yang dapat menimbulkan kematian
Pseudokista residual baik intrapankreatik atau peripankreatik.
Komplikasi lain trauma tumpul pancreas adalah insufisiensi hormon-hormon
kelenjar endokrin dan eksokrin pankreas
A. PENGKAJIAN
Data Subjektif
Riwayat penyakit sekarang
a. Nyeri di hipokondria atau region epigastrik ( cedera pada hati)
b. Nyeri pada kuadran kiri atas, tanda Kehr (nyeri pada kuadran kiri atas yang
menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa
c. Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin asimptomatik kecuali
terdapat peritonitis, tanda mungkin tidak ditemukan sampai 12 jam setelah cedera
pada cedera pancreas
d. Nyeri pada abdomen ,mual dan muntah pada cedera usus
e. Mekanisme cedera trauma tumpul atau tajam
Riwayat medis :
- Kecenderungan terjadi pendarahan
- Alergi
- Penyakit liver / hepatomegali pada cedera hati
Data Objektif
Data Primer
A : Airway : Tidak ada obstruksi jalan nafas
B : Breathing (pernapasan) : Ada dispneu, penggunaan otot bantu napas dan napas
cuping hidung.
C : Circulation (sirkulasi) : Hipotensi, perdarahan , adanya tanda “Bruit” (bunyi
abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis), tanda Cullen,
tanda Grey-Turner, tanda Coopernail, tanda balance.,takikardi,diaforesis
D : Disability (ketidakmampuan ) : Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr
Data sekunder
E : Exposure : Terdapat jejas ( trauma tumpul atu trauma tajam) pada daerah
abdomen tergantung dari tempat trauma
Five intervension / vital sign : Tanda vital : hipotensi, takikardi, pasang monitor
jantung, pulse oksimetri, catat hasil lab abnormal
Hasil laboratorium :
- Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
- Penurunan hematokrit/hemoglobin
- Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
- Koagulasi : PT,PTT
- MRI
- Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
- CT Scan
- Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
- Scan limfa
- Ultrasonogram
- Peningkatan serum atau amylase urine
- Peningkatan glucose serum
- Peningkatan lipase serum
- DPL (+) untuk amylase
- Penigkatan WBC
- Peningkatan amylase serum
- Elektrolit serum
- AGD
Nyeri pada kuadran kiri atas, Tanda Kehr (nyeri pada kuadran kiri atas yang
menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa
Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin asimptomatik kecuali
terdapat peritonitis,tanda mungkin tidak ditemukan sampai 12 jam setelah cedera
pada cedera pancreas
Nyeri pada abdomen, nyeri yang dirasakan sifatnya akut dan terjadi secara mendadak
bisa diakibatkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.
Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan
Inspeksi posterior surface : Dikaji jika ada yang mengalami cedera pada bagian
punggung (spinal)
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh
dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000) :
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Syok hipvolemik
2. Perdarahan
3. Nyeri akut b/d agen cedera fisik( Trauma tumpul / tajam) ditandai dengan keluhan
nyeri, diaphoresis, dispnea, takikardia
4. Cemas b/d prosedur pembedahan ditandai dengan pasien gelisah, takut, gugup,
gemetar, wajah tegang
5. Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak, dispnea, penggunaan
otot bantu napas, napas cupung hidung
6. Kerusakan integritas kulit b/d trauma tajam/tumpul ditandai dengan adanya
hematoma, ekimosis, luka terbuka, jejas pada daerah abdomen
Kriteria Hasil :
Hidrasi
Indicator :
NIC
Syok prevention
Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan
kapiler refill.
Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
Monitor suhu dan pernafasan
Monitor input dan output
Pantau nilai labor : HB, HT, AGD dan elektrolit
Monitor hemodinamik invasi yng sesuai
Monitor tanda dan gejala asites
Monitor tanda awal syok
Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan preload dengan tepat
Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat
Berikan vasodilator yang tepat
Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok
Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala syok
Syok management
Dx 2 : Perdarahan
Kriteria hasil :
Mandiri :
3) Pantau tanda-tanda perubahan sirkulasi ke jaringan perifer (CRT dan sianosis).
Kolaborasi :
Dx 3 : Nyeri akut b/d agen cedera fisik ( Trauma tumpul / tajam) ditandai dengan
keluhan nyeri, diaporesis, dispnea, takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 10 menit diharapkan
nyeri yang dialami pasien terkontrol
Kriteria hasil :
Intervensi :
Mandiri :
Kolaborasi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Mandiri :
1. Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa
kekhawatirannya.
2. Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan
pembedahan yang akan dilakukan.
3. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4. Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu
mengungkapkan perasaannya.
5. Observasi tanda – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
6. Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan prosedur.
7. Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8. Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang
pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta
keluarga.
Dx 6 : Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak, dispnea,
penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1 x 10 menit diharapkan pola nafas pasien
kembali efektif
Kriteria hasil :
Intervensi :
Mandiri :
Kolaborasi
D. Pelaksanaan Perawatan
E. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta saat
pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan kriteria
keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian evaluasi dapat
dilakukan sesuai dengan kriteria / sasaran secara rinci di tulis pada lembar catatan
perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment,
Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.). Dari catatan perkembangan ini seorang perawat
dapat mengetahui beberapa hal antara lain :
1. Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.
2. Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan
perawatan)
3. Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
4. Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
5. Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalalam penulisan makalah ini, dilihat dari beberapa definisi diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa trauma abdomen dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti
yang tertera di bagian etiologi makalah ini. Trauma abdomen yang disebabkan benda
tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun
organ-organ berongga abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang disebabkan
oleh benda tajam. Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada
rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus,
usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.
B. SARAN
Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya trauma abdomen, faktor tertinggi
biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kemudian karena penganiayaan,
kecelakaan olahraga dan jatuh dari ketinggian. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
dikehendaki, hendaknya kita harus selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas, agar
terhindar dari bahaya trauma maupun cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik (Edisi 4 Volume 2). Jakarta: EGC.
http://www.primarytraumacare.org/ ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/04,24,2008 di
lihat tanggal 2 Oktober 2017 jam 16.00