Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA ABDOMEN

Sebagai Salah Satu Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Kegawat Daruratan
Kelas 3B Semester 3 Program Transfer
Disusun Oleh :
Kelompok II

1. Agus Firiadi
2. Arini Dinni F
3. Ferdian anjar
4. Mahmud Fauzi
5. Mery Anggraeni
6. Siti Nur Ekowati

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2017/2018


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kelompok ucapkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah : “
Asuhan Keperawatan Pada Trauma Abdomen ”. Makalah ini dibuat untuk mendapatkan
gambaran pengelolaaan asuhan keperawatan gawat daruratan pada klien denga trauma
abdomen. Kelompok mengucapkan terima kasih atas bimbingan bapak Rohman Azzam
selaku fasilitator mata ajar keperawatan Kegawat Daruratan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta,
umumnya bagi semua pembaca makalah ini.

Jakarta, 3 Oktober 2017

Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Metode Penulisan
Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI

Definisi
Etiologi
Tanda Gejala
Patofiologi
Penatalaksanaan
Trauma-trauma pada organ dalam abdomen

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Diagnosa dan perencanaan

Pelaksanaan

Evaluasi

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Trauma abdomen adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (syamsuhidayat 1998). Trauma abdomen di definisikan sebagai kerusakan
terhadap struktur yang terletak di antara diafragma dan pelvis yang di akibatkan oleh
luka tumpul atau yang menusuk.

Abdomen berisi organ – organ pencernaan , endokrin, sistem oroginetal serta


pembuluh darah besar. Rongga abdomen terletak di bawah diagfragma yang di bagi
menjadi dua yaitu ruang feritonial dan retroperitonial. Ruang peritoneal (ruang abdomen
sebenarnya ) berisi usus besar dan halus, limpa hepar lambung ,kandung empedu dan
organ reproduksi. Ruang retroperitonial (ruang potensial di belakang rongga peritonial)
berisi ginjal ,ureter,kandung kemih, organ reproduksi, vena cava imfirior, aorta abdomen,
pancreas, sebagian duodenum, kolon dan rectum.

Untuk penilaian abdomen di bagi dalam empat kuadran. Kuadran ini di bentuk oleh
dua garis , pertama adalah garis sumbu tubuh (midline), dari ujung prosesus xiphodeus
sampai symphisis pelvis . Garis kedua tegak lurus pada garis pertama setinggi umbilicus.
Untuk lebih mudah memahami fisiologi abdomen, organ-organ abdomen di bagi kedalam
kelompok organ berongga, solid dan vaskuler. Jika mengalami cedera , organ silid dan
vaskuler akan berdarah sedangkan organ berongga akan menumpahkan isi kandungannya
ke dalam rongga peritonial atau ekstraperitonial. Umpahan ini dapat mengakibatkan
perdarahan intra abdomen peritonitis (peradangan peritonium) dan sepsis (infeksi luas).

Penyebab terjadinya cedera meliputi penyebab yang disengaja (intentional injury),


penyebab yang tidak disengaja (unintentional injury) dan penyebab yang tidak bisa
ditentukan (undeterminated intent) (WHO, 2004). Penyebab cedera yang disengaja
meliputi bunuh diri, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti dipukul orang
tua/suami/istri/anak), penyerangan, tindakan kekerasan/pelecehan dan lain-lain. Penyebab
cedera yang tidak disengaja antara lain: terbakar/tersiram air panas/bahan kimia, jatuh
dari ketinggian, digigit/diserang binatang, kecelakaan transportasi darat/laut/udara,
kecelakaan akibat kerja, terluka karena benda tajam/tumpul/mesin, kejatuhan benda,
keracunan, bencana alam, radiasi, terbakar dan lainnya. Penyebab cedera yang tidak dapat
ditentukan (undeterminated intent) yaitu penyebab cedera yang sulit untuk dimasukkan
kedalam kelompok penyebab yang disengaja atau tidak disengaja.

Prevalensi cedera secara nasional adalah 8,2 persen, prevalensi tertinggi ditemukan di
Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Provinsi yang mempunyai
prevalensi cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 15 provinsi. Penyebab cedera
terbanyak yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya
penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain
(7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Sedangkan untuk penyebab yang belum disebutkan
proporsinya sangat kecil. Prevalensi cedera tertinggi berdasarkan karakteristik responden
yaitu pada kelompok umur 15-24 tahun (11,7%), laki-laki (10,1%), pendidikan tamat
SMP/MTS (9,1%), yang tidak bekerja atau bekerja sebagai pegawai (8,4% persen),
bertempat tinggal di perkotaan (8,7%) pada kuintil Indeks kepemilikan menengah atas
(8,7%).
Maka dari itu kami penulis membuat makalah sesuai masalah diatas tentang asuhan
keperawatan gawat dan darurat pada trauma abdomen.

A.  TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum :
a. Mengetahui lebih lanjut tentang perawatan gawat darurat trauma abdomen yang
dimungkinkan karena trauma, luka insisi bedah, kerusakan integritas jaringan.

2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui Definisi, Etiologi, Ptofisologi, Manifestasi klinis,
penatalaksanaan, komplikasi Trauma Abdomen..
b. Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
c. Mengetahui tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen
d. Mengetahui masalah yang mungkin timbul pada pasien dengan trauma
abdomen
e. Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah dalam program S1
Keperawatan

B. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari
literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.

C. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, tujuan  penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II: Membahas tinjauan teoritis terdiri dari pengertian Trauma Abdomen,
penyebab Trauma Abdomen, patofisiologi Trauma Abdomen, manifestasi klinis
Trauma Abdomen, penatalaksanaan Trauma Abdomen.
BAB III : Asuhaan keperawatan gawat darurat primary survey ( A,B,C,D dan E) dan
secondary survey ( Head to Toe ) terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan
intervensi keperawatan pada pasien dengan Trauma Abdomen
BAB IV : Kesimpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1998).
Trauma adalah cedera atau kerugian psikologis atau emosional, (Dorland, 2002)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus
& Workman, 2006)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk

B. ETIOLOGI

Menurut penyebabnya trauma perut di bagi atas:

1. Trauma tembus, yaitu dengan penetrasi ke dalam rongga perut, dapat di sebabkan oleh
luka tusuk atau luka tembak.
2. Trauma tumpul yaitu tanpa penetrasi ke dalam rongga perut, dapat disebabkan oleh
ledakan, benturan atau pukulan. Kematian akibat trauma perut dapat di kurangi
dengan diagnosis dan tindakan segera, biasanya di sebabkan oleh perdarahan atau
peradangan dalam rongga perut. 

C. TANDA & GEJALA


1. Anamnesa yang selengkapnya mungkin, terutama mengenai cara terjadinya
kecelakaan, arah tusukan atau tembakan.
2. Pada pemeriksaan fisik:
a. Mungkin ditemukan syok dan penurunan kesadaran.
b. Jejas di daerah perut, pada luka tusuk dan tembak dapat di temukan pula prolaps
isi perut.
3. Adanya darah, cairan atau udara bebas dalam rongga perut penting dicari, terutama
pada trauma tumpul:
a. Tanda rangsangan peritoneum: nyeri tekan, nyeri lepas, kekakuan dinding perut, 
tanda kher
b. Shirting dullness, pekak hati meenghilang.
c. Bising usu lemah/ menghilang

Tanda rangsang peritoneum sering sukar dicari bila ada trauma penyerta, trauma pada
kepala: dalam hal ini dianjurkan melakukan lavase peritoneal.

4. Pemeriksaan lain:
a. Rectal toucher - adanya darah menunjukan kelainan usus besar.
b. Kuldosentesis – mencari adanya darah, cairan atau udara dalam rongga perut
c. Sonde lambung – mencari adanya darah dalam lambung, sekaligus mencegah
aspirasi bila muntah
d. Kateterisasi – mencari lesi saluran kemih.
5. Pemeriksaan pembantu:
 Darah - cek lab Hb, Ht pada perdarahan akan menurun, sedangkan leukosit
akan meningkat. Oleh karena itu pada kasus meragukan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan berkala.
 Urin – penting untuk mengetahui adanya lesi saluran kemih.
 Radiologi : perlu dilakukan bila indikasi laparotomy sudah jelas.
Biasanya dilakukan foto polos perut dalam posisi tegak dan miring ke kiri
untuk melihat:
a. Keadaan tulang belakang dan panggul
b. Adanya benda asing
c. Bayangan otot psoas
d. Udara bebas
 Parasentesis perut – dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
menimbulkan kelainan dalam rongga perut.
Teknik:
a. Buli-buli terlebih dahulu dikosongkan.
b. Parasentesis dilakukan dengan jarum no. 18/20, ditusukan dibawah
kuadran bawah atau di garis tengah di bawah pusat.
c. Bila pada aspirasi ditemukan darah, empedu, cairan usus atau udara,
berarti ada lesi dalam rongga perut.
 Lavase peritoneal – dilakukan melalui kanula yang dimasukan lewat insisi
kecil di garis tengah di bawah pusat, bila pada aspirasi tidak keluar apa-apa,
dimasukan kira-kira 1000 ml larutan NaCl 0,9 %, lalu dikeluarkan lagi.
Hasilnya positif bila ditemukan salah satu hal berikut:
a. Cairan yang keluar kemerahan
b. Terdapat empedu
c. Ditemukan bakteri atau eritrosit
>100.000/mm3
d. Ditemukan lekosit > 500/ mm3
e. Ditemukan amylase > 100 U/100 ml cairan

D. PATOFISIOLOGI

Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra
abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok
hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi,
tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen
tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa
bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan
mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya
tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya
tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga
abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

E. PENATALAKSANAAN
1. Mengawasi dan mengatasi gangguan fungsi vital seperti syok atau gangguan jalan
napas:
a. Infus cairan/ transfuse darah
b. Memelihara jalan napas
c. Memasang sonde lambung
2. Laparotomy dilakukan bila terdapat:
a. Luka tusuk dengan
- Syok
- Tanda rangsang peritoneal
- Bising usus menghilang
- Prolapse isi perut
b. Luka tembak
c. Trauma tumpul dengan:
- Syok
- Tanda rangsang peritoneal
- Darah dalam lambung, buli-buli atau rectum
- Cairan/udara bebas intraperitoneal

Selain kasus di atas, penderita diobservasi selama 24-48 jam. Laparotomy di sini bertujuan
mencari kerusakan organ melalui eksplorasi yang sistematik.

Pertama-tama harus diatasi terlebih dahulu perdarahannya yang ada, baru kemudian
memperbaiki kerusakan organ yang ditemukan:

1. Kerusakan omentum direseksi


2. Kerusakan limpa
3. Kerusakan hati di jahit atau direseksi sebagian
4. Kerusakan pancreas di jahit kerusakan organ saluran kemih

A. Trauma Spleen ( Limpa )


Limpa merupakan organ abdomen yang paling sering terjadi dan umumnya akibat
trauma tumpul. Fraktur iga kiri meningkatkan kecurigaan terjadinya trauma limpa.

Tanda dan Gejala yang muncul antara lain:


 Nyeri alih kwadran kiri atas ke bahu kiri ( tanda Kehr )
 Syok hipovolemik
 Peningkatan sel darah putih

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan antara lain: USG, DPL ( Diagnostic Peritoneal
Lavage ), CT scan abdomen dan angiografi untuk meneegakkan diagnosis.

Tatalaksana pada trauma limpa, yaitu:


 Tanpa Pembedahan
Pada dewasa dengan cedera minor dan pada sebagian besar anak-anak ditangani
tanpa pembedahan, namun dengan pengamatan ( dengan pemeriksaan abdomen
serial, hematokrit serial) dan dekompresi lambung.
 Dengan Pembedahan
Penanganan pembedahan yang mejadi pilihan yaitu splenorafi ( perbaikan limpa
tetap mempertahankan fungsi limpa ), splenektomi, dan auto transplantasi limpa (
penanaman fragmen limpa ke dalam kantong omentum setelah splenektomi, dan
ditujukan untuk memepertahankan fungsi imun limpa normal

Komplikasi pasca pembedahan:

 Perdarahan berulang
 Abses subfrenik
 pankreatitis
 Trombositosis
 sepsis

B. Trauma Liver ( Hati )


Setelah limpa, hati adalah organ yang paling sering mengalami trauma, baik trauma
tumpul maupun trauma tembus. Fraktur iga kanan meningkatkan kecurigaan terjadinya
cedera hati.

Tanda dan Gejala yang muncul antara lain:


 Nyeri di kwadran kanan atas, nyeri tekan, nyeri lepas
 Bising usus hipoaktif atau tidak ada
 Tanda syok hipovolemik

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan antara lain: USG, DPL ( Diagnostic Peritoneal
Lavage ), CT scan abdomen dan angiografi untuk meneegakkan diagnosis.

Tatalaksana pada trauma hati, yaitu:

 Tanpa Pembedahan
Tatalaksana tanpa pembedahan dilakukan pada pasien dengan hemodinamik
stabil. CT scan harus dilakukan secara berkala untuk memastikan berentinya
perdarahan. Trauma hati dapat menyebabkan perdarahan dalam jumlah yang
besar ke dalam peritoneum, namun perdarahan dapat berhenti secara spontan.
 Dengan Pembedahan
Dilakukan pada pasien dengan kondisi klinis tidak stabil. Pada kasus pembuluh
darah ruptur dapat diikat atau disumbat. Laserasi kecil dapat diperbaiki, namun
untuk laserasi besar membutuhkan reseksi segmental atau debridement. Cedera
hati ukuran besar, membutuhkan drainase empedu dan darah pasca pembedahan
dengan suction tertutup.

Komplikasi pasca pembedahan:

 Koagulopati
 Hemostasis inkomplit
 Abses hati atau perihepatik
 Sumbatan atau kebocoran kandung empedu
 Sepsis

C. Trauma Stomach ( Trauma lambung dan usus halus )


Cedera lambung yang signifikan jarang terjadi, sedangkan cedera usus halus lebih
banyak terjadi. Umumnya terjadi akibat trauma tembus, namun bisa juga akibat trauma
tumpul, misalnya: konvolusi tertutup yang membentuk lengkungan tertutup, dimana saat
terkena tekanan, dapat mengakibatkan ruptur, contoh lain adalah gerakan usus di sekitar
menyebabkan usus halus mengalami cedera ruptur.

Tanda dan gejala


Tanda-tanda fisik sering tidak muncul dan temuan pada pemeriksaan CT scan sering
samr dan tidak spesifik.

Tata laksana pada trauma stomach, antara lain:


 Pengamatan yang ketat perlu dilakukan , karena seringkali diagnosis belum
ditegakkan hingga terjadi peritonitis
 Kontusio ringan dapat ditangani secara konservatif ( dekompresi lambung dan
meungda asupan oral )
 Pembedahan dilakukan untuk memperbaiki ruptur usus halus pada luka tembus.

Komplikasi
 Intoleransi pemberian makan lewat NGT
 Peritonitis
 Perdarahan pasca pembedahan
 Hipovolemia yang disebabkan “ruang ketiga”
 Pembentukan fistula atau obstruksi

D. Trauma Pankreas (Pancreatic)

Pankreas adalah organ vital yang memiliki peranan sentral pada fungsi
pencernaan dan metabolisme nutrisi. Cedera pada pankreas itu jarang terjadi secara
langsung biasanya terjadi akibat adanya trauma tumpul abdomen dan seringkali
berhubungan dengan trauma pada organ di sekitarnya dan berada pada urutan ketiga
setelah trauma tumpul pada hati dan limpa. pankreas yang relatif te akan terjadi bila
terdapat energi tinggi yang langsung mengenai abdomen ataupun langsung jatuh tepat
pada epigastrium misal pada kecelakaan lalu lintas. Namun menyebabkan kematian
tertinggi oleh perlukaan di pankreas, hal ini karena letaknya yang sulit terdeteksi
apabila terjadi kerusakan sehingga sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan diketahui
dengan eksplorasi pada pembedahan

Mekanisme terjadinya trauma tumpul pankreas adalah melalui mekanisme


kompresi terutama akibat energi tinggi yang terlokalisir mengenai epigastrium,
dengan menekan pankreas yang terletak di bawahnya melawan corpus vertebra dan
trauma deselerasi. Pada trauma tumpul pankreas, fraktur di atas columna vertebralis
seringkali terjadi pada anak-anak dan disebabkan oleh trauma langsung mengenai
abdomen karena posisi sabuk pengaman yang tidak tepat.

Untuk dapat menegakkan diagnosis adanya trauma tumpul pankreas, harus


dikenali jenis trauma apakah trauma tumpul atau trauma tajam dan informasi
mengenai benda penyebab trauma (seperti meja, kayu, atau pisau) akan dapat
membantu klinisi. Perlukaan harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian
tengah abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau benturan setir
mobil.

Gejala klinis dan Pemeriksaan Fisik


Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan pertengahan abdomen
yang menjalar sampai ke punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada
pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi peritonial.

Pada banyak kasus di stadium dini sering tanpa gejala dan kesan tampak tidak
ada kelainan. Seringkali pasien merasa sehat sebelumnya dan tidak menyadari adanya
trauma pankreas. Selama pemeriksaan fisik tanda sabuk pengaman, flank
ecchymosis , akan membangun kewaspadaan klinisi terhadap trauma yang potensial.
Fraktur limpa dengan hematom retroperitonial atau manifestasi kebocoran cairan,
nyeri epigastrium, nyeri punggung sangat jarang ditemukan pada keadaan post
trauma.

Terdapat laporan pada pasien dengan transeksi duktus pankreas yang komplit
tetap asimtomatik dalam wwaktu lama bahkan bertahun mulai dari awal terjadinya
trauma. Seringkali pasien menunjukkan manifestasi krisis abdominal yang tidak
spesifik post trauma. Trauma pankreas seringkali sulit dideteksi dengan temuan fisik
dan pasien awalnya mungkin menunjukkan tanda-tanda fisik yang minimal. Alasan
mengapa gejala-gejala dan tanda-tanda fisik tidak ditemukan segera setelah trauma
karena lokasi pankreas yang terletak retroperitonial, enzim pankreas yang tidak aktif
setelah trauma yang tersembunyi dan penurunan sekresi cairan pankreas setelah
trauma. Akan tetapi bila dilakukan pemeriksaan yang lebih lengkap pada pasien akan
menunjukkan iritasi peritonial yang berat dan temuan pemeriksaan fisik . Sering kali
disebabkan oleh trauma pada organ-organ intraabdomen lainnya.

Adanya contusio jaringan lunak pada abdomen bagian atas atau disrupsi pada
tulang-tulang rusuk bawah atau costal cartilage menandakan kemungkinan adanya
trauma pankreas. Dengan adanya laserasi pada pankreas, diikuti dengan adanya
trauma pada duktus pankreas yang selanjutnya menyebabkan masuknya sekresi
pankreas ke dalam cavum abdomen dan menghasilkan chemical peritonitis
Pemeriksaan Laboratorium Trauma Tumpul Pankreas
Amilase adalah enzim pencernaan yang disekresikan oleh pankreas. Karena
hiperamilasemia ditemukan lebih dari 75% pasien dengan trauma tumpul abdomen
dan menunjukkan kecurigaan adanya trauma tumpul pankreas, hiperamilasemia harus
dipertimbangkan sebagai tanda kemungkinan adanya trauma pankreas post trauma
tumpul abdomen dan mengindikasikan pemeriksaan lebih lanjut.

Pemeriksaan Penunjang
Pasien dengan trauma tumpul abdomen dengan peningkatan serum amilase yang
persisten atau menunjukkan perkembangan gejala-gejala krisis abdominal
mengindikasikan untuk dilakukan evaluasi yang lebih lanjut, meliputi foto polos
abdomen, ultrasonografy, CT scan abdomen, endocopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP), atau bedah eksplorasi.

Komplikasi
 Pankreatitis ringan sampai dengan kematian akibat perdarahan yang masif.
 Pembentukan fistula merupakan komplikasi tersering yang dilaporkan, akan
tetapi dengan drainase local dan nutrisi yang baik serta terapi suportif, fistula
biasanya sembuh secara spontan dalam 2 minggu setelah trauma.
 Insiden pembentukan abses post trauma tumpul pankreas adalah berkisar 10
sampai dengan 25% tergantung pada jumlah dan trauma intraabdomen lain yang
muncul. Pada sebagian besar kasus, tipe abses adalah subfascial atau
peripankreatik. Abses pakreatik murni insidennya jarang dan biasanya
dihasilkan dari debridemen jaringan mati yang tidak adekuatatau dihasilkan dari
drainase awal yang tidak adekuat.
 Nyeri abdominal yang hilang timbul dan peningkatan kadar serum amylase
menghasilkan pankreatitis terutama diantisipasi pasien post operasi. Tipe
pankreatitis ini ditangani dengan dekompresi nasogastrik, menistrahatkan usus,
dan terapi suportif, dapat diharapkan menyembuhkan secara spontan
pankreatitis. Lebih jauh lagi pankreatitis yang jarang terjadi adalah pankreatitis
hemorrhagik yang dapat menimbulkan kematian
 Pseudokista residual baik intrapankreatik atau peripankreatik.
 Komplikasi lain trauma tumpul pancreas adalah insufisiensi hormon-hormon
kelenjar endokrin dan eksokrin pankreas

E. Trauma Usus (bowel/ colon)


Cedera ini sering dikaitkan dengan cedera otot perut lainnya. Trauma tumpul biasanya
disebabkan oleh perlambatan atau kendaraan bermotor jatuh mengakibatkan kekuatan
geser kontak tubuh dengan kemudi. Luka tembus paling sering disebabkan oleh luka
tembakan. Cedera pada mesenterium dan usus menghambat gerak peristaltik,
pemecahan dan penyerapan nutrisi, penyerapan dan limbah cairan ekskresi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Data Subjektif
Riwayat penyakit sekarang
a. Nyeri di hipokondria atau region epigastrik ( cedera  pada hati)
b. Nyeri pada kuadran kiri atas, tanda Kehr (nyeri pada kuadran kiri  atas yang
menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa
c. Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin asimptomatik kecuali
terdapat peritonitis, tanda mungkin tidak ditemukan sampai 12 jam setelah cedera
pada cedera pancreas
d. Nyeri pada abdomen ,mual dan muntah pada cedera usus
e. Mekanisme cedera trauma  tumpul atau tajam
Riwayat medis :
- Kecenderungan terjadi pendarahan
- Alergi
- Penyakit liver / hepatomegali pada cedera hati

Data Objektif
Data Primer
A : Airway : Tidak ada obstruksi jalan nafas
B : Breathing (pernapasan) :  Ada dispneu, penggunaan otot bantu napas dan napas
cuping hidung.
C : Circulation (sirkulasi) : Hipotensi, perdarahan , adanya tanda “Bruit” (bunyi
abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis), tanda Cullen,
tanda Grey-Turner, tanda Coopernail, tanda balance.,takikardi,diaforesis
D : Disability (ketidakmampuan ) : Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr

Data sekunder
E : Exposure : Terdapat jejas ( trauma tumpul atu trauma tajam) pada daerah
abdomen tergantung dari tempat  trauma

Five intervension / vital sign : Tanda vital : hipotensi, takikardi, pasang monitor
jantung, pulse oksimetri, catat hasil lab abnormal

Hasil laboratorium :

- Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
- Penurunan hematokrit/hemoglobin
- Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
- Koagulasi : PT,PTT
- MRI
- Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
- CT Scan
- Radiograf dada  mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
pneumothorax atau fraktur  tulang rusuk VIII-X.
- Scan limfa
- Ultrasonogram
- Peningkatan serum atau amylase urine
- Peningkatan glucose serum
- Peningkatan lipase serum
- DPL (+) untuk amylase
- Penigkatan WBC
- Peningkatan amylase serum
- Elektrolit serum
- AGD

Give comfort (PQRST) :

Nyeri di hipokondria atau region epigastrik( cedera  pada hati),

Nyeri pada kuadran kiri atas, Tanda Kehr (nyeri pada kuadran kiri  atas yang
menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa
Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin asimptomatik kecuali
terdapat peritonitis,tanda mungkin tidak ditemukan sampai 12 jam setelah cedera
pada cedera pancreas

Nyeri pada abdomen, nyeri yang dirasakan sifatnya akut dan terjadi secara mendadak
bisa diakibatkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Adanya ekimosis, hematoma

Auskultasi : Menurun/tidak adanya suara bising usus

Palpasi : Pembengkakan  pada abdomen

Adanya spasme pada abdomen

Adanya masa pada abdomen

Nyeri tekan

Perkusi : Suara dullness

Inspeksi posterior surface : Dikaji jika ada yang mengalami cedera pada bagian
punggung (spinal)

Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh
dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000) :
1.     Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2.    Sirkulasi
      Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
3.    Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4.    Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5.    Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6.    Neurosensori
                      Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
          Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7.    Nyeri dan kenyamanan
                        Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama.
                     Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8.    Pernafasan
                      Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9.    Keamanan
       Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
    Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Syok hipvolemik
2. Perdarahan
3. Nyeri  akut b/d agen cedera fisik( Trauma tumpul / tajam) ditandai dengan keluhan
nyeri, diaphoresis, dispnea, takikardia
4. Cemas b/d prosedur pembedahan ditandai dengan pasien gelisah, takut, gugup,
gemetar, wajah tegang
5. Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak, dispnea, penggunaan
otot bantu napas, napas cupung hidung
6. Kerusakan integritas kulit b/d trauma tajam/tumpul ditandai dengan adanya
hematoma, ekimosis, luka terbuka, jejas pada daerah abdomen

C. RENCANA KEPERAWATAN /EMERGENCY INTERVENSION

Dx 1 : Resiko syok hipovolemia b.d perdarahan akibat trauma abdomen


NOC Syok prevention, Syok management

Kriteria Hasil :

 Nadi dalam batas yang diharapkan


 Irama jantung dalam batas yang diharapkan
 Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan
 Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan
 Natrium serum dalam batas normal
 Kalium serum dalam batas normal
 Klorida serum dalam batas normal
 Kalsium serum dalam batas normal
 Magnesium serum dalam batas normal
 PH darah serum dalam batas normal

Hidrasi

Indicator :

 Mata cekung tidak ditemukan


 Demam tidak ditemukan
 Tekanan darah dalam batas normal
Hematokrit dalam batas normal

NIC

Syok prevention

 Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan
kapiler refill.
 Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
 Monitor suhu dan pernafasan
 Monitor input dan output
 Pantau nilai labor : HB, HT, AGD dan elektrolit
 Monitor hemodinamik invasi yng sesuai
 Monitor tanda dan gejala asites
 Monitor tanda awal syok
 Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan preload dengan tepat
 Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
 Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat
 Berikan vasodilator yang tepat
 Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok
 Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala syok

Syok management

 Monitor fungsi neurotogis


 Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr : Lavel)
 Monitor tekanan nadi
 Monitor status cairan, input, output
 Catat gas darah arteri dan oksigen
 dijaringan
 Monitor EKG, sesuai
 Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk meningkatkan akurasi pembacaan tekanan darah, sesuai
 Menggambar gas darah arteri dan memonitor jaringan oksigenasi
 Memantau tren dalam parameter hemodinamik (misalnya, CVP, MAP, tekanan kapiler pulmonal /
arteri)
 Memantau faktor penentu pengiriman jaringan oksigen (misalnya, PaO2 kadar hemoglobin SaO2,
CO), jika tersedia
 Memantau tingkat karbon dioksida sublingual dan / atau tonometry lambung, sesuai
 Memonitor gejala gagal pernafasan (misalnya, rendah PaO2 peningkatan PaCO2 tingkat, kelelahan
otot pernafasan)
 Monitor nilai laboratorium (misalnya, CBC dengan diferensial) koagulasi profil,ABC, tingkat laktat,
budaya, dan profil kimia)
Masukkan dan memelihara besarnya kobosanan akses IV

Dx 2 :  Perdarahan

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 4 jam diharapkan


perdarahan dapat dihentikan/teratasi

Kriteria hasil :

- Tanda-tanda perdarahan (-)


- TTV normal ( Nadi = 60-100 x/menit ; TD = 110-140/70-90 mmHg ; Suhu  = 36, 5 –
37, 50 C ; dan RR = 16-24 x/menit)
- CRT < 2 detik
- Akral hangat
Intervensi :

Mandiri :

1)   Pantau TTV

Mengidentifikasi kondisi pasien.

2)   Pantau tanda-tanda perdarahan.

Mengidentifikasi adanya perdarahan, membantu dalam pemberian intervensi yang tepat.

3)   Pantau tanda-tanda perubahan sirkulasi ke jaringan perifer (CRT dan sianosis).

Mengetahui keadekuatan aliran darah.

Kolaborasi :

1)   Pantau hasil laboratorium (trombosit).

Trombosit sebagai indicator pembekuan darah.

2)   Kolaborasi pemberian cairan IV (cairan kristaloid NS/RL) sesuai indikasi.

Membantu pemenuhan cairan dalam tubuh.

3)   Berikan obat antikoagulan, ex : LMWH ( Low Molecul With Heparin).

Mencegah perdarahan lebih lanjut.

4)   Berikan transfusi darah.

Membantu memenuhi kebutuhan darah dalam tubuh.

5)  Lakukan tindakan pembedahan jika diperlukan sesuai indikasi

Membantu untuk menghentikan perdarahan dengan menutup area luka

Dx 3 : Nyeri  akut b/d agen cedera fisik ( Trauma tumpul / tajam) ditandai dengan
keluhan nyeri, diaporesis, dispnea, takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 10 menit diharapkan
nyeri yang dialami pasien terkontrol

Kriteria hasil :

 Pasien melaporkan nyeri berkurang


 Pasien tampak rileks
 TTV dalam batas normal (TD 140-90/90-60 mmHg, nadi 60-100 x/menit, RR :
16-24 x/menit, suhu 36, 5 – 37, 50 C)
 Pasien dapat menggunakan teknik non-analgetik untuk menangani nyeri.

Intervensi :

Mandiri :

- Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


qualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
- Mempengaruhi pilihan/ pengawasan keefektifan intervensi.
- Evaluasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot, gelisah, perubahan tanda-tanda
vital.
- Petunjuk non-verbal dari nyeri atau ketidaknyaman memerlukan intervensi.
- Berikan tindakan kenyamanan, misalnya perubahan posisi, masase.
- Tindakan alternative untuk mengontrol nyeri
- Ajarkan menggunakan teknik non-analgetik (relaksasi progresif, latihan napas
dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan terapeutik, akupresure)
- Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat
meningkatkan kekuatan otot; dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan
koping.
- Berikan lingkungan yang nyaman
- Menurunkan stimulus nyeri.

Kolaborasi :

- Berikan obat sesuai indikasi : relaksan otot, misalnya : dantren; analgesik


- Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot.
Dx 4 Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.\
Kriteria Hasil : tidak terjadi syok
Tidak terjadi dehidrasi
               Intervensi     :
- Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
- Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
- Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
- Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
- Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar.

Dx 5 : Cemas b/d prosedur pembedahan ditandai dengan pasien gelisah, takut,


gugup, gemetar, wajah tegang

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 10 menit diharapkan cemas


pasien berkurang

Kriteria hasil :

 Gelisah pasien berkurang


 Mengatakan takut dan gugup berkurang
 Tidak nampak gemetar

Intervensi :

Mandiri :

1. Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa
kekhawatirannya.
2. Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan
pembedahan yang akan dilakukan.
3. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4. Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu
mengungkapkan perasaannya.
5. Observasi tanda – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
6. Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan prosedur.
7. Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8. Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang
pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta
keluarga.

Dx 6 : Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak, dispnea,
penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1 x 10 menit diharapkan pola nafas pasien
kembali efektif

Kriteria hasil :

 Pasien melaporkan sesak berkurang


 Dispnea (-)
 Penggunaan otot bantu pernapasan (-)
 Napas cuping hidung (-)

Intervensi :

Mandiri :

- Pantau adanya sesak atau dispnea


- Untuk mengetahui keadaan breathing pasien
- Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan pernapasan, napas
cuping dan penggunaan otot bantu pernapasan
- Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan intervensi
yang tepat
- Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
- Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada
- Ajarkan klien napas dalam
- Untuk meningkatkan kenyamanan

Kolaborasi

- Berikan O2 sesuai indikasi


- Untuk memenuhi kebutuhan O2
- Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan
ventilator sesuai indikasi
- Untuk membantu pernapasan adekuat

D. Pelaksanaan Perawatan

Dalam pelaksanaan sesuai dengan rencana perawatan dengan modifikasi sesuai


dengan kondisi pasien dan kondisi ruangan dan asuhan perawatan yang telah
dilakukan di tulis pada lembar catata perawatan sesuai dengan tanggal, jam, serta
tanda tangan, nama yang melakukan.

E. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta saat
pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan kriteria
keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian evaluasi dapat
dilakukan sesuai dengan kriteria / sasaran secara rinci di tulis pada lembar catatan
perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment,
Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.). Dari catatan perkembangan ini seorang perawat
dapat mengetahui beberapa hal antara lain :
1. Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.
2. Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan
perawatan)
3. Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
4. Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
5. Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalalam penulisan makalah ini, dilihat dari beberapa definisi diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa trauma abdomen dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti
yang tertera di bagian etiologi makalah ini. Trauma abdomen yang disebabkan benda
tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun
organ-organ berongga abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang disebabkan
oleh benda tajam. Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada
rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus,
usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. 

B. SARAN

Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya trauma abdomen, faktor tertinggi
biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kemudian karena penganiayaan,
kecelakaan olahraga dan jatuh dari ketinggian. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
dikehendaki, hendaknya kita harus selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas, agar
terhindar dari bahaya trauma maupun cedera.
DAFTAR PUSTAKA

Morton, G Patricia, dkk. 2014. Keperawatan Kritis. Pendekatan Asuhan Holistik.


Edisi 8. Volume 2. EGC : Jakarta

Purwadinato Agus. 2000. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik (Edisi 4 Volume 2). Jakarta: EGC.

http://www.primarytraumacare.org/ ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/04,24,2008 di
lihat tanggal 2 Oktober 2017 jam 16.00

http://www.gubukberita.com/2011/12/trauma-tumpulabdomen.html di lihat tanggal 2


Oktober 2017 jam 16.00

Anda mungkin juga menyukai