Anda di halaman 1dari 11

PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN 

Berbicara tentang mutu, tentu tidak asing lagi bagi kita. Kita sering menjumpai istilah mutu

tidak hanya terpampang pada suatu produk yang berbentuk barang , tetapi

istilah mutu juga sering menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan

pelayanan yang berbentuk jasa, termasuk pelayanan kesehatan / keperawatan . 

Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang

dialami dan juga merupakan kepatuhan terhadap standar yang tlah ditetapkan

Azwar (2006). Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan

(Crosby, 2004 dalm djuhaeni, 2009) 

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mutu adalah suatu kondisi

yang menggambarkan tingkat kesempurnaan dari penampilan suatu produk

yang berupa barang atau jasa yang dibuat berdasarkan standar yang telah

ditetapkan guna menyelesaikan dengan keinginan pelanggan , yang tujuan

akhirnya adalah terciptanya kepuasan pelanggan.

Pelayanan kesehatan merupakan bentuk jasa yang disdiakan oleh organisasi

penyedia layanan kesehatan , salah satu bentuk lyanan kesehatan di organisasi

penyedia layanan kesehatan adalah pelayanan keperawatan. 


Kottler (2007) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu perbuatan ketika

seseorang atau suatu kelompok menawarkan kelompok/ orang lain sesuatu yang

pada dasarnya tidak terwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan

dengan fisik produk sedangkan Tjiptono(2004) menjelaskan bahwa pelayanan

merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasaan yang ditawarkan untuk dijual

sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang

ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud , namun dapat

dinikmati atau dirasakan . 

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa mutu  pelayanan

keperawatan adalah bentuk tampilan pelayanan keperawatan yang dibuktikan

dengan keterampilan dan kemmpuan perawat dalam memberikan pelayanan

tanpa mengesampingkan rasa empati , respek dan tanggap , serta ramah kepada

pasien dan keluarganya , dengan demikian , pelayanan keperawatan mampu

mengurangi permasalahan permasalahan kesehatan pada pelanggan ( pasien ) .

DIMENSI MUTU ASUHAN/ PELAYANAN KESEHATAN 

Menurut Tjong (2004) menyatakan bahwa dimensi mutu pelayanan terdapat

lima dimensi :

Dapat dipercaya (Reliability)


Istilah dapat dipercaya ini sama dengan istilah keandalan ,. Untuk dapat

dipercaya, pelayanan harus konsisten, dan pelayanan akan dapat diberikan jika

dapat dipercaya oleh pelanggan 

Responsif(Responsiveness)

Istilah responsive yang dimaksud sama dengan tanggapan responsive secara

sederhana dapat didefinisikan sebagai kecepatan dan tanggapan 

Buat pelanggan merasa dihargai ( makes customer feel valued)

Pelanggan mempunyai pikiran bahwa merekalah yang orang yang sangat

penting saat ini sehingga perlu diperhatikan bagaimana menghargai pelanggan ,

Empaty (Empathy)

Empati merupakan keahlian yang sangat bermanfaat karena melalui empati

dapat menjembatani pembicaraan kepada solusi .melalui empati pula , pemberi

pelayanan akan berada di sisi yang sama dengan pelanggan sehingga dapat lebih

memahami kebutuhan pelanggan 

Kompetensi (Competency).

Kompetensi dalam  hal ini lebih difokuskan pada staf yang berhubungan

langsung dengan pelanggan . pelanggan cenderung tidak mau berhubungan


dengan manajer, tetapi mereka lebih menginginkan orang pertama yang bertemu

merekalah yag harus dapat menyelesaikan masalah mereka.

PRESPEKTIF SISTEM DALAM MUTU PELAYANAN

KEPERAWATAN

Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-

pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :

Audit Struktur (Input)

Donabedian (2007, dalam Wijono 2010) mengatakan bahwa struktur merupakan

masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi,

manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam

fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari

jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan

kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan

instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada

aspek fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi

organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (2005), yaitu bahwa

struktur berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang


diberikan dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur

dapat dilihat melalui :

Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan

 Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan

Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata rata turnover, dan rasio pasien-

perawat.

 Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan

pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan,

diantaranya yaitu :

Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman,

serta  penataan ruang perawatan yang indah.

 Peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan

baik

 Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun

kuantitas

 Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi   dana.

Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik,

baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.


Proses (Process)

Dalam Wijono (2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan proses

yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil (outcome). Proses adalah

kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (perawat)

dan interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa,

rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan

kata lain penilaian dilakukan terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik

tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien,

fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan

yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan). Tappen

(2005) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan

aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan.

Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan  ini difokuskan pada

pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh  perawat terhadap pasien

dengan menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya

dapat menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi

keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian

pelaksanaan dengan standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan

pasien dan efektifitas pelaksanaannya.


Hasil (Outcome)

Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap  

pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik

positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat

kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah

diberikan (Donabedian, 2007 dalam Wijono 2010).

Sedangkan Tappen (2005) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan hasil

dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari

efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat

kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus

pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya

adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga

kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan

keperawatan.

MENGUKUR MUTU

A.  Tiga dari macam-macam cara pengukuran mutu yang dikenal di

Indonesia. Indikator Klinis Indikator sebagai sebuah penanda objektif

yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan.


Indikator bukan lagi data. Indikator adalah informasi. Indikator

mempunyai lima karakter utama yang sering disingkat dengan “SMART”

(Simple, measurable, accurate, reliable, timely) Indikator haruslah cukup

mudah dipahami, dihitung, dikumpulkan data dasarnya, dan dikerjakan

tepat waktu oleh pelaksana.

Selain itu, indikator harus dipilih sehingga akurat dan bisa dipercaya.

Indikator klinis yang sangat populer diukur di banyak rumah sakit adalah

waktu respon, infeksi terkait pemasangan infus, infeksi luka operasi,

angka kejadian dekubitus (pressure sore), dan kematian ibu akibat

perdarahan. Angka-angka indikator ini diukur dari waktu ke waktu

dengan metode yang baku dan dikembangkan akurasinya. Indikator-

indikator ini bersumber dari buku yang diterbitkan oleh Departemen

Kesehatan mengenai indikator klinis. Saat ini, manual yang dipakai lebih

luas adalah standar pelayanan minimal rumah sakit yang juga diterbitkan

oleh Departemen Kesehatan.

B. Audit Medis merupakan proses evaluasi mutu pelayanan medis melalui

telaah rekam medis oleh profesi medis sendiri. Tujuan dilakukan audit

medis adalah pelayanan medis prima yang bersumber pada evaluasi mutu

pelayanan, penerapan standar, dan perbaikan pelayanan berdasarkan

kebutuhan pasien dan standar yang telah ada. Audit medis di Indonesia
diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan no. 496 tahun 2005.

Pembahasan kasus kematian, kasus sulit, kasus langka, dan lain-lain

adalah bentuk audit medis yang paling sederhana.

Audit medis paripurna menyertakan review, assessment, dan

surveillance. Audit medis adalah proses yang terus menerus karena

merupakan upaya yang terus menerus. Proses inti audit medis adalah

menetapkan kasus yang akan diaudit, mengumpulkan berkas kasus

tersebut, dan membandingkan pelayanan medis yang diberikan dengan

standar, untuk selanjutnya mengambil tindakan korektif. Audit medis

dapat dilakukan mulai dari kelompok staf medis (organisasi dokter

dengan kemampuan atau kompetensi klinis yang sama) sampai ke tingkat

komite medis di tingkat rumah sakit.

C. Mortality review adalah bagian dari audit medis. Lewat mortality review,

rumah sakit bersama dengan manajemen rumah sakit dapat mencari

faktor-faktor yang berkontribusi pada kematian di rumah sakit. Untuk

mencari faktor-faktor tersebut, digunakan sebuah check list yang bernama

global trigger tools. Global trigger tools memuat puluhan entry point ke

arah resiko tindakan, kesalahan, kelalaian, maupun kemungkinan gagal

komunikasi. Titik berat mortality review adalah kematian-kematian yang

terjadi pada pasien non terminal, baik kematian tersebut terjadi


diintensive care unit / ICU / unit perawatan intensif maupun di ruang

rawat inap biasa.

Seluruh kematian non terminal ini didaftar, dipelajari rekam medisnya,

dan dibahas pada pertemuan mortality review. Menggunakan global

trigger tools dalam melakukan mortality review biasanya berupaya

menemukan apakah ada kegagalan, terutama dalam mengenali

perburukan atau masuknya pasien kepada keadaan kritis, merencanakan

penegakan diagnosis dan rencana pengobatan, dan mengkomunikasikan

keadaan pasien baik antar dokter, dokter kepada perawat, perawat kepada

dokter, dan antar profesi kesehatan yang lain.

Data mortality review dapat dipakai juga oleh rumah sakit dalam rangka

pengembangan layanan. Misalnya, jumlah kematian yang tinggi pada

pasien terminal mengindikasikan perlunya rumah sakit memikirkan

layanan perawatan paliatif.

STRATEGI MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN

Quality Assurance (Jaminan Mutu)

Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an

implementasi pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program


untuk mendesain standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan

standar tersebut (Swansburg, 1999).

Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan sebagai

menjamin mutu atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari

kata to assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya,

mengamankan atau menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan

teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit dan surveilan untuk menjaga mutu

yang mencakup dua tujuan yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan

kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang

diinginkan.

Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah

kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan

keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang

digunakan adalah :.

Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya

(pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan

standar operating procedure (SOP).

Anda mungkin juga menyukai