BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit. Hal ini terjadi
karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien yang membutuhkannya,
berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya yang hanya membutuhkan
waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada kliennya. Dengan
demikian pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan
berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat juga seiring dengan
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. (Ritizza, 2013)
Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari
manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus
yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola keperawatan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya
maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif dan
efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014)
Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka dalam makalah ini
penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses, dimensi, penilaian, strategi, indikator,
standar, dan peran dalam menejemen mutu pelayanan keperawatan sehingga dapat
menggambarkan bagaimana manajemen keperawatan yang bermutu seharusnya dilaksanakan.
Rumusan Masalah
Apa pengertian mutu pelayanan kesehatan?
Bagaimana dimensi mutu asuhan/ pelayanan kesehatan?
Bagaimana penilaian mutu pelayanan keperawatan?
Bagaimana mengukur mutu?
Bagaimana strategi mutu pelayanan keperawatan?
Bagaimana pengembangan standar pelayanan keperawatan?
Apa tujuan dan maanfaat jaminan mutu?
Bagaimana patient safety dalam kaitannya dengan jaminan mutu dalam asuhan keperawatan?
Apa langkah – langkah penerapan jaminan mutu pelayanan keperawatan berbasis trihita karana?
Tujuan
Mahasiswa dapat memahami konsep manajemen mutu keperawatan.
Manfaat
Dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai konsep manajemen mutu keperawatan dan
jaminan mutu keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
Kottler (1997) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu perbuatan ketika seseorang atau suatu
kelompok menawarkan kelompok/ orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak terwujud dan
produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk sedangkan Tjiptono(2004)
menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasaan yang ditawarkan
untuk dijual sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang
ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud , namun dapat dinikmati atau
dirasakan .
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa mutu pelayanan keperawatan adalah
bentuk tampilan pelayanan keperawatan yang dibuktikan dengan keterampilan dan kemmpuan
perawat dalam memberikan pelayanan tanpa mengesampingkan rasa empati , respek dan tanggap
, serta ramah kepada pasien dan kelarganya , dengan demikian , pelayanan keperawatan mampu
mengurangi permasalahan permasalahan kesehatan pada pelanggan ( pasien )
Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien. Dapat berarti
adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik
tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap
pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000).
Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas
yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari aktivitas
pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian. Sehingga
dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan,
dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga
kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam melakukan penilaian
terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga
unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil
penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau
penilaian negatif dari mutu pelayanan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, strategi
peningkatan mutu mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi
mana yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Oleh karena
itu pada sub bab berikutnya akan dibahas mengenai strategi dalam mutu pelayanan keperawatan.
MENGUKUR MUTU
Tiga dari macam-macam cara pengukuran mutu yang dikenal di Indonesia.
Indikator Klinis
Indikator sebagai sebuah penanda objektif yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam
mengambil keputusan. Indikator bukan lagi data. Indikator adalah informasi. Indikator
mempunyai lima karakter utama yang sering disingkat dengan “SMART”. Simple, measurable,
accurate, reliable, timely. Indikator haruslah cukup mudah dipahami, dihitung, dikumpulkan data
dasarnya, dan dikerjakan tepat waktu oleh pelaksana. Selain itu, indikator harus dipilih sehingga
akurat dan bisa dipercaya. Indikator klinis yang sangat populer diukur di banyak rumah sakit
adalah waktu respon, infeksi terkait pemasangan infus, infeksi luka operasi, angka kejadian
dekubitus (pressure sore), dan kematian ibu akibat perdarahan. Angka-angka indikator ini diukur
dari waktu ke waktu dengan metode yang baku dan dikembangkan akurasinya. Indikator-
indikator ini bersumber dari buku yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan mengenai
indikator klinis. Saat ini, manual yang dipakai lebih luas adalah standar pelayanan minimal
rumah sakit yang juga diterbitkan oleh Departemen Kesehatan.
Audit Medis
Audit medis merupakan proses evaluasi mutu pelayanan medis melalui telaah rekam medis oleh
profesi medis sendiri. Tujuan dilakukan audit medis adalah pelayanan medis prima yang
bersumber pada evaluasi mutu pelayanan, penerapan standar, dan perbaikan pelayanan
berdasarkan kebutuhan pasien dan standar yang telah ada. Audit medis di Indonesia diatur oleh
Keputusan Menteri Kesehatan no. 496 tahun 2005. Pembahasan kasus kematian, kasus sulit,
kasus langka, dan lain-lain adalah bentuk audit medis yang paling sederhana. Audit medis
paripurna menyertakan review, assessment, dan surveillance. Audit medis adalah proses yang
terus menerus karena merupakan upaya yang terus menerus. Proses inti audit medis adalah
menetapkan kasus yang akan diaudit, mengumpulkan berkas kasus tersebut, dan membandingkan
pelayanan medis yang diberikan dengan standar, untuk selanjutnya mengambil tindakan korektif.
Audit medis dapat dilakukan mulai dari kelompok staf medis (organisasi dokter dengan
kemampuan atau kompetensi klinis yang sama) sampai ke tingkat komite medis di tingkat rumah
sakit
Mortality Review
Mortality review adalah bagian dari audit medis. Lewat mortality review, rumah sakit bersama
dengan manajemen rumah sakit dapat mencari faktor-faktor yang berkontribusi pada kematian di
rumah sakit. Untuk mencari faktor-faktor tersebut, digunakan sebuah check list yang bernama
global trigger tools. Global trigger tools memuat puluhan entry point ke arah resiko tindakan,
kesalahan, kelalaian, maupun kemungkinan gagal komunikasi. Titik berat mortality review
adalah kematian-kematian yang terjadi pada pasien non terminal, baik kematian tersebut terjadi
diintensive care unit / ICU / unit perawatan intensif maupun di ruang rawat inap biasa. Seluruh
kematian non terminal ini didaftar, dipelajari rekam medisnya, dan dibahas pada pertemuan
mortality review. Menggunakan global trigger tools dalam melakukan mortality review biasanya
berupaya menemukan apakah ada kegagalan, terutama dalam mengenali perburukan atau
masuknya pasien kepada keadaan kritis, merencanakan penegakan diagnosis dan rencana
pengobatan, dan mengkomunikasikan keadaan pasien baik antar dokter, dokter kepada perawat,
perawat kepada dokter, dan antar profesi kesehatan yang lain. Data mortality reviewdapat
dipakai juga oleh rumah sakit dalam rangka pengembangan layanan. Misalnya, jumlah kematian
yang tinggi pada pasien terminal mengindikasikan perlunya rumah sakit memikirkan layanan
perawatan paliatif.
4. Standar 4
Fasilitas dan peralatan harus memadai untuk mencapai tujuan peayanan keperawatan. Kriteria:
Tersedianya tempat dan peralatan yang sesuai untuk melaksanakan tugas
Bila digunakan peralatan khusus, peralatan tersebut dijalankan oleh staf yang telah mendapatkan
pelatihan. (Etika LavleeHongki, 2012)
5. Standar 5
Kebijakan dan prosedur Adanya kebijakan dan prosedur secara tertulis yang sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip praktek keperawatan yang konsisten dengan tujuan
pelayanan keperawatan. Kriteria:
Kepala keperawatan bertanggung jawab terhadap perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
prosedur keperawatan.
Staf keperawatan yang aktif terlibat dalam asuhan langsung kepada pasien harus diikut sertakan
dalam perumusan kebijakan dan prosedur keperawatan.
Ada bukti bahwa staf keperawatan bertindak berdasarkan ketentuan hukum yang mengatur
standar pratek keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang berlaku.
Ada kebijakan mengenai ruang lingkup dan batasan tanggung jawab serta kegiatan staf
keperawatan Pengertian: Sebagai contoh kebijakan ialah penyuntikan/ pengobatan pada terapi
intravena, pemberian darah dan produk darah, menerima pesan melalui telepon, pemberian
informasi kepada mass media dan polisi, pencatatan dan pelaporan, pelaksanaan prosedur kerja.
Tersedianya pedoman praktek keperawatan yang meliputi:
Prinsip-prinsip yang mendasari prosedur
Garis besar prosedur
Kemungkinan perawat menyesuaikan prosedur terhadap kebutuhan pasien. (Etika LavleeHongki,
2012)
6. Standar 6
Pengembangan staf dan program pendididkan Harus ada program pengembangan dan pendidikan
berkesinambungan agar setiap keperawatan dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Kriteria:
Program pengembangan staf dikoordinasi oleh seorang perawat terdaftar
Tujuan program orientasi dan pelatihan harus mengacu pada efektifitas program pelayanan.
Tersedianya program orientasi bagi smua staf keperawatan yang baru dan bagi perawat
yangbaru ditempatkan pada bidang khusus, meliputi :
Informasi tentang hubungan antara pelayana keperawatan dengan rumah sakit
Penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur kerja dirumah sakit dan pelayanan keperawatan
Penjelasan mengenai metode penugasan asuhan keperawatan dan standar praktek keperawatan.
Prosedur penilaian terhadap staf keperawata
Penjelasan mengenai tugas dan fungsi khusus , garis kewenangan, dan ruang lingkup tanggung
jawab
Cara untuk mendapatkan bahan – sumber yang tepat
Identifikasi kebutuhan belajar bagi tiap individu
Petunjuk mengenai prosedur pengamanan yang harus diikuti
Pelatihan mengenai tekhnik pertolongan hidup dasar (basic life support).
Pencatatan kehadiran staf dalam program pengembanagan harus disimpan dengan baik. (Etika
LavleeHongki, 2012)
7. Standar 7
Evaluasi dan pengendalian mutu Pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan
yang mutu tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu
dirumah sakit. Kriteria:
Adanya rencana tertulis untuk melaksanakan program pengendalian mutu keperawatan.
Program pengendalian mutu keperawatan meliputi:
Pelayanan keperawatan terhadap standar yang telah ditetapkan.
Penampilan kerja semua tenaga perawat.
Proses dan hasil pelayanan keperawatan.
Tersedianya pendayagunaan sumber daya dari rumah sakit.
Perawat terdaftar ditugaskan untuk mengkoordinasi program ini. Kegiatan pengendalian mutu
meliputi hal-hal:
Pemantauan: pengumpulan informasi secara rutin tentang pemberian pelayanan yang penting.
Pengkajian: pengkajian secara periode tentang
Informasi tersebut diatas untuk mengidentififkasi maslaah penting dalam pemberian pelayanan
dan kemungkinan untuk mengatasinya.
Tindakan : bila dan kemungkinan untuk mengatasi telah diketahui maka tindakan harus
diambil.
Evaluasi : keefektifan tindakan yang diambil harus di efaluasi untuk dimanfaatkan dalam jangga
panjang.
Umpan balik : hasil kegiatan dikomunikasikan kepada staf secara teratur .
Daftar hadir dan periksalah pertemuan disimpan,yang secara teliti mencerminkan transaksi ,
kesimpulan , rekomendasi ,tindakan yang diambil, dan hasil tindakan tersebut,sebagaihasil dari
kegiatan-kegiatan pengendalian mutu. (Etika LavleeHongki, 2012)
Manfaat
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh.
Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.Peningkatan efektifitas yang
dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan
cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga
mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan
pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.Peningkatan efesiensi yang
dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan
yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan
atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan
dapat dicegah.
Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.Peningkatan
penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan.
Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar
dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran
hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan
hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain
yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin
mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila
program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan
kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa
pelayanan kesehatan .
A. Kesimpulan
Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan merupakan suatu pelayanan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional kepada
pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Secara sederhana proses
kendali mutu ( Quality Control ) dimulai dari menyusun strandar – standar mutu, selanjutnya
mengukur kinerja dengan membandingkan kinerja yang ada dengan standar yang telah
ditetapkan. Apabila tidak sesuai, dilakukakn tindakan koreksi. Bila diinginkan peningkatan
kinerja perlu menyusun standar baru yang lebih tinggi dan seterusnya.
Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan ada beberapa Dimensi mutu yang
mencerminkan segala pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu Dimensi Tangible atau
bukti fisik, Dimensi Reliability atau keandalan, Dimensi Responsiveness atau ketanggapan,
Dimensi Assurance atau jaminan dan kepastian, dan Empati.
Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan berupa Audit Struktur (Input, Proses (Process), Hasil
(Outcome). Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan terdapat Strategi Mutu
Pelayanan Keperawatan, diantaranya Quality Assurance (Jaminan Mutu), Total quality
manajemen (TQM). Peran sebagai seorang pemimpin dalam pelayanan kesehatan adalah menjadi
model kepemimpinan yang berpusat pada prinsip (principle centered leadership).
Pada bab sebelumnya kasus menggambarkan bahwa perawat D terlihat tidak ramah dan jutek,
perawat juga tidak memebrikan informasi dengan lengkap dan jelas, serta membedakan antara
pasien 1 dengan yang lain terlihat pada pasien di kelas I perawat bersikap sebaliknya, dan juga
permasalahan ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan
kamar mandi tampak kotor.
Dari permasalahan tersebut dapat dirumuskan yang menjadi penyebab dari permasalahan
tersebut adalah Perawat tidak bersikap baik terhadap pasien dan Kondisi ruang rawat yang buruk.
Maka dari itu untuk mengatasi penyebab permaslaahan tersebut harus dilakukan penyelesaian
alternatif, diantaranya untuk perawat tidak bersikap baik terhadap pasien dapat dilakukan
penyelesaian alternatif yaitu memberikan surat peringatan dan dilakukan coaching oleh kepala
ruangan, tapi dengan catatan tetap dalam pengawasan, agar tidak terulang kembali. Sedangkan
untuk Kondisi ruang rawat yang buruk yang dapat dijadikan alternatife penyelesaiaan masalah
adalah adalah berkoordinasi dengan kepala ruangan agar menyampaikan keluhan pasien kepada
pihak manajemen rumah sakit terkait dengan terganggunya kenyamanan pasien berhubungan
dengan fasilitas yang kurang memadai.
Pada kasus dapat disimpulkan bahwa rumah sakit X tempat Ny. C dirawat Manajemen Mutu
dalam pelayanan keperawatan masih buruk karena belum memenuhi, standar pelayanan
keperawatan, belum memenuhi hak-hak pasien dan juga belum memenuhi kelima dimensi Mutu
dalam pelayanan keperawatan tersebut sehingga perlu alternatif penyelesaian masalah untuk
meningkatkan menejemen mutu dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit X.
B. Saran
Adapun saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mulai menerapkan
manajemen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai meningkatkan manajemen mutu dan dapat
menjaga kualitas mutu dengan sebaik mungkin. Terutama manajemen mutu dalam pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi perawat yang
professional.
DAFTAR PUSTAKA
Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1. Surabaya : Airlangga
University Press.
Anggri. (2011). Peran dan Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu. http://anggri-healthsystemdisa
ster.blogspot.com/2011/02/peran-pemimpin-dalam-meningkatkan-mutu.html Di akses pada
tanggal 30 September 2014
Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1. Surabaya : Airlangga
University Press.