Anda di halaman 1dari 12

Konsep Manajemen Keperawatan Mutu Pelayanan Berbasis Tri Hita Karana

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit. Hal ini terjadi
karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien yang membutuhkannya,
berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya yang hanya membutuhkan
waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada kliennya. Dengan
demikian pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan
berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat juga seiring dengan
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. (Ritizza, 2013)
Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari
manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus
yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola keperawatan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya
maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif dan
efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014)
Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka dalam makalah ini
penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses, dimensi, penilaian, strategi, indikator,
standar, dan peran dalam menejemen mutu pelayanan keperawatan sehingga dapat
menggambarkan bagaimana manajemen keperawatan yang bermutu seharusnya dilaksanakan.
Rumusan Masalah
Apa pengertian mutu pelayanan kesehatan?
Bagaimana dimensi mutu asuhan/ pelayanan kesehatan?
Bagaimana penilaian mutu pelayanan keperawatan?
Bagaimana mengukur mutu?
Bagaimana strategi mutu pelayanan keperawatan?
Bagaimana pengembangan standar pelayanan keperawatan?
Apa tujuan dan maanfaat jaminan mutu?
Bagaimana patient safety dalam kaitannya dengan jaminan mutu dalam asuhan keperawatan?
Apa langkah – langkah penerapan jaminan mutu pelayanan keperawatan berbasis trihita karana?

Tujuan
Mahasiswa dapat memahami konsep manajemen mutu keperawatan.

Manfaat
Dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai konsep manajemen mutu keperawatan dan
jaminan mutu keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN


Mutu
Berbicara tentang mutu, tentu tidak asing lagi bagi kita. Kita sering menjumpai istilah mutu tidak
hanya terpampang pada suatu produk yang berbentuk barang , tetapi istilah mutu juga sering
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pelayanan yang berbentuk jasa, termasuk
pelayanan kesehatan / keperawatan .
Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang dialami dan juga
merupakan kepatuhan terhadap standar yang tlah ditetapkan Azwar (1996). Mutu adalah
kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984 dalm djuhaeni, 1999)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mutu adalah suatu kondisi yang
menggambarkan tingkat kesempurnaan dari penampilan suatu produk yang berupa barang atau
jasa yang dibuat berdasarkan standar yang telah ditetapkan guna menyelesaikan dengan
keinginan pelanggan , yang tujuan akhirnya adalah terciptanya kepuasan pelanggan
Pelayanan
Pelayanan kesehatan merupakan bentuk jasa yang disdiakan oleh organisasi penyedia layanan
kesehatan , salah satu bentuk lyanan kesehatan di organisasi penyedia layanan kesehatan adalah
pelayanan keperawatan

Kottler (1997) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu perbuatan ketika seseorang atau suatu
kelompok menawarkan kelompok/ orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak terwujud dan
produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk sedangkan Tjiptono(2004)
menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasaan yang ditawarkan
untuk dijual sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang
ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud , namun dapat dinikmati atau
dirasakan .
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa mutu pelayanan keperawatan adalah
bentuk tampilan pelayanan keperawatan yang dibuktikan dengan keterampilan dan kemmpuan
perawat dalam memberikan pelayanan tanpa mengesampingkan rasa empati , respek dan tanggap
, serta ramah kepada pasien dan kelarganya , dengan demikian , pelayanan keperawatan mampu
mengurangi permasalahan permasalahan kesehatan pada pelanggan ( pasien )

DIMENSI MUTU ASUHAN/ PELAYANAN KESEHATAN


Menurut Tjong (2004) menyatakan bahwa dimensi mutu pelayanan terdapat lima dimensi , antar
lain sebagai berikut:
Dapat dipercaya (Reliability)
Istilah dapat dipercaya ini sma dengan istilah keandalan ,. Untuk dapat dipercaya, pelayanan
harus konsisten, dan pelayanan akan dapat diberikan jika dapat dipercaya oleh pelanggan
Responsif(Responsiveness)
Istilah responsive yang dimaksud sama dengan tanggapan responsive secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai kecepatan dan tanggapan
Buat pelanggan merasa dihargai ( makes customer feel valued)
Pelanggan mempunyai pikiran bahwa merekalah yang orang yang sangat penting saat ini
sehinggaperlu diperhatikan bagaimana menghargai pelanggan ,
Empaty (Empathy)
Empati merupakan keahlian yang sangat bermanfaat karena melalui empati dapat menjembatani
pembicaraan kepada solusi .melalui empati pula , pemberi pelayanan akan berada di sisi yang
sama dengan pelanggan sehingga dapat lebih memahami kebutuhan pelanggan
Kompetensi (Competency)
Kompetensi dalam hal ini lebih difokuskan pada staf yang berhubungan langsung dengan
pelanggan . pelanggan cenderung tidak mau berhubungan dengan manajer, tetapi mereka lebih
menginginkan orang pertama yang bertemu merekalah yag harus dapat menyelesaikan masalah
mereka ,

PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN


Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang
dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
Audit Struktur (Input)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur merupakan masukan (input)
yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur
sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau
biaya, dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan
instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian
juga mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi
kesehatan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur
berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber daya yang
memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat melalui
Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan
Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan
Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover, dan rasio pasien-perawat
Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan pada hal-hal
yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan, diantaranya yaitu :
Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman, serta penataan
ruang perawatan yang indah;
Peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan baik
Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun kuantitas
Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana.
Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen
sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.
Proses (Process)
(1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan proses yang
mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang
dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien.
Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan
penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap perawat dalam merawat
pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien,
fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang
semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan
bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh
pemberi pelayanan keperawatan.. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada pelaksanaan
pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat terhadap pasien dengan menjalankan tahap-
tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi
maupun audit dari dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari
kesesuaian pelaksanaan dengan standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien
dan efektifitas pelaksanaannya.

Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien. Dapat berarti
adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik
tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap
pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000).
Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas
yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari aktivitas
pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian. Sehingga
dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan,
dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga
kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam melakukan penilaian
terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga
unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil
penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau
penilaian negatif dari mutu pelayanan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, strategi
peningkatan mutu mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi
mana yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Oleh karena
itu pada sub bab berikutnya akan dibahas mengenai strategi dalam mutu pelayanan keperawatan.
MENGUKUR MUTU
Tiga dari macam-macam cara pengukuran mutu yang dikenal di Indonesia.
Indikator Klinis
Indikator sebagai sebuah penanda objektif yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam
mengambil keputusan. Indikator bukan lagi data. Indikator adalah informasi. Indikator
mempunyai lima karakter utama yang sering disingkat dengan “SMART”. Simple, measurable,
accurate, reliable, timely. Indikator haruslah cukup mudah dipahami, dihitung, dikumpulkan data
dasarnya, dan dikerjakan tepat waktu oleh pelaksana. Selain itu, indikator harus dipilih sehingga
akurat dan bisa dipercaya. Indikator klinis yang sangat populer diukur di banyak rumah sakit
adalah waktu respon, infeksi terkait pemasangan infus, infeksi luka operasi, angka kejadian
dekubitus (pressure sore), dan kematian ibu akibat perdarahan. Angka-angka indikator ini diukur
dari waktu ke waktu dengan metode yang baku dan dikembangkan akurasinya. Indikator-
indikator ini bersumber dari buku yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan mengenai
indikator klinis. Saat ini, manual yang dipakai lebih luas adalah standar pelayanan minimal
rumah sakit yang juga diterbitkan oleh Departemen Kesehatan.
Audit Medis
Audit medis merupakan proses evaluasi mutu pelayanan medis melalui telaah rekam medis oleh
profesi medis sendiri. Tujuan dilakukan audit medis adalah pelayanan medis prima yang
bersumber pada evaluasi mutu pelayanan, penerapan standar, dan perbaikan pelayanan
berdasarkan kebutuhan pasien dan standar yang telah ada. Audit medis di Indonesia diatur oleh
Keputusan Menteri Kesehatan no. 496 tahun 2005. Pembahasan kasus kematian, kasus sulit,
kasus langka, dan lain-lain adalah bentuk audit medis yang paling sederhana. Audit medis
paripurna menyertakan review, assessment, dan surveillance. Audit medis adalah proses yang
terus menerus karena merupakan upaya yang terus menerus. Proses inti audit medis adalah
menetapkan kasus yang akan diaudit, mengumpulkan berkas kasus tersebut, dan membandingkan
pelayanan medis yang diberikan dengan standar, untuk selanjutnya mengambil tindakan korektif.
Audit medis dapat dilakukan mulai dari kelompok staf medis (organisasi dokter dengan
kemampuan atau kompetensi klinis yang sama) sampai ke tingkat komite medis di tingkat rumah
sakit
Mortality Review
Mortality review adalah bagian dari audit medis. Lewat mortality review, rumah sakit bersama
dengan manajemen rumah sakit dapat mencari faktor-faktor yang berkontribusi pada kematian di
rumah sakit. Untuk mencari faktor-faktor tersebut, digunakan sebuah check list yang bernama
global trigger tools. Global trigger tools memuat puluhan entry point ke arah resiko tindakan,
kesalahan, kelalaian, maupun kemungkinan gagal komunikasi. Titik berat mortality review
adalah kematian-kematian yang terjadi pada pasien non terminal, baik kematian tersebut terjadi
diintensive care unit / ICU / unit perawatan intensif maupun di ruang rawat inap biasa. Seluruh
kematian non terminal ini didaftar, dipelajari rekam medisnya, dan dibahas pada pertemuan
mortality review. Menggunakan global trigger tools dalam melakukan mortality review biasanya
berupaya menemukan apakah ada kegagalan, terutama dalam mengenali perburukan atau
masuknya pasien kepada keadaan kritis, merencanakan penegakan diagnosis dan rencana
pengobatan, dan mengkomunikasikan keadaan pasien baik antar dokter, dokter kepada perawat,
perawat kepada dokter, dan antar profesi kesehatan yang lain. Data mortality reviewdapat
dipakai juga oleh rumah sakit dalam rangka pengembangan layanan. Misalnya, jumlah kematian
yang tinggi pada pasien terminal mengindikasikan perlunya rumah sakit memikirkan layanan
perawatan paliatif.

STRATEGI MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN


Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi pertama
yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk mendesain standar pelayanan
keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999).
Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan sebagai menjamin mutu
atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari kata to assure yang artinya
meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya, mengamankan atau menjaga. Dimana dalam
pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit dan surveilan untuk
menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan
kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan.
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah kegiatan menjamin
mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
standar. Dimana metode yang digunakan adalah :.
Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya (pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan standar operating procedure
(SOP)
.Evaluasi proses
Mengelola mutu
Penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu system (input, proses, outcome), menjaga mutu
pelayanan keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses pemberian pelayanan
keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan
Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan perkembangan dari
Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Menurut Loughlin dan Kaluzny (1994,
dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality Management dimaksudkan
pada program industry sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis.
Wijonon (2000) mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya
peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan yang komprehensif
dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku.
Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994) bahwa Quality Improvement
merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous
Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang
dihubungkan dengan memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan
pelanggan (Shortell, Bennett dan Byck, 1998).
Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam keperawatan adalah
upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara terus menerus yang
memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena
itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari
outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan
performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area
fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal
yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. (Windy,
2009)

PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KEPERAWATAN


1. Standar 1
Falsafah dan tujuan Pelayanan keperawatan diorganisasi dan dikelola agar dapat memberikan
asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kriteria:
a. Dokumen tertulis yang memuat tujuan pelayanan keperawatan harus mencerminkan peran
rumah sakit, dan harus menjadi acuan pelayanan keperawatan serta diketahui oleh semua unit
lain. Dokumen ini harus selalu tersedia untuk semua petugas pelayanan keperawatan
b. Setiap unit keperawatan dapat mengembangkan sendiri tujuan khusus pelayanan
keperawatan.
c. Dokumen ini harus disempurnakan paling sedikit setiap 3 tahun.
d. Bagan struktur organisasi harus memperlihatkan secara jelas garis
e. Komando, tanggung jawab, kewenangan serta hubungan kerja dalam pelayanan
keperawatan dan hubungan dengan unit lain.
f. Uraian tugas tertentu yang tertulis harus diberikan kepada setiap petugas hal hal sebagai
berikut :
Kualifikasi yang dibutuhkan untuk jabatan petugas yang bersangkutan garis kewenangan
Fungsi dan tanggungjawab
Frekuensi dan jenis penilaian kemamapuan staf
Masa kerja dan kondisi pelayanan (Etika LavleeHongki, 2012)
2. Standar 2
Administrasi dan pengelolaan Pendekatan sistematika yang digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan pasien. Kriteria:
Asuhan keperawatan mencerminkan standar praktek keperawatan yang berlaku dan ditujukan
pada pasien atau keluarganya, yang mencakup asuhan keperawatan dasar, penugasan pasien atau
keperawatan terpadu.
Perawat bertanggungjawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan
Staff keperawatan senantiasa harus menghormati hak keleluasaan pribadi, martabat dan
kerahasiaan pasien.
Staff keperawatan berpartisipasi pada berbagai pertemuan tentag asuhan pasien
Penelitian keperawatan
Bila penelitian keperawatan dilakukan, hak asasi pasien harus dilindungi sesuai dengan
pedoman yang berlaku dengan menjunung tinggi etika profesi (Etika LavleeHongki, 2012)
3. Standar 3
Staff dan pimpinan Pelayanan keperawatan dikelola untuk mencapai tujuan pelayanan. Kriteria:
Pelayanan keperawatan dipimpin oleh seorang perawat yang mempunyai kualifikasi manager.
Kepala keperawatan mempunyai kewenangan atau bertanggungjawab bagi berfungsinya
pelayanan keperawatan ; sebagai anggota pimpinan harus aktif menghadiri rapat pimpinan.
Apabila kepala perawatan berghalangan harus ada seorang perawat pengganti yang cakap dapat
diserahi tanggungjawab dan kewenangan.
Setiap perawat harus mempunyai izin praktek perawat yang masi berlaku dan berkualifikasi
professional sesuai jabatan yang didudukinya.
Jumlah dan jenis tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pasien fasilitas dan
peralatan (Etika LavleeHongki, 2012)

4. Standar 4
Fasilitas dan peralatan harus memadai untuk mencapai tujuan peayanan keperawatan. Kriteria:
Tersedianya tempat dan peralatan yang sesuai untuk melaksanakan tugas
Bila digunakan peralatan khusus, peralatan tersebut dijalankan oleh staf yang telah mendapatkan
pelatihan. (Etika LavleeHongki, 2012)
5. Standar 5
Kebijakan dan prosedur Adanya kebijakan dan prosedur secara tertulis yang sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip praktek keperawatan yang konsisten dengan tujuan
pelayanan keperawatan. Kriteria:
Kepala keperawatan bertanggung jawab terhadap perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
prosedur keperawatan.
Staf keperawatan yang aktif terlibat dalam asuhan langsung kepada pasien harus diikut sertakan
dalam perumusan kebijakan dan prosedur keperawatan.
Ada bukti bahwa staf keperawatan bertindak berdasarkan ketentuan hukum yang mengatur
standar pratek keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang berlaku.
Ada kebijakan mengenai ruang lingkup dan batasan tanggung jawab serta kegiatan staf
keperawatan Pengertian: Sebagai contoh kebijakan ialah penyuntikan/ pengobatan pada terapi
intravena, pemberian darah dan produk darah, menerima pesan melalui telepon, pemberian
informasi kepada mass media dan polisi, pencatatan dan pelaporan, pelaksanaan prosedur kerja.
Tersedianya pedoman praktek keperawatan yang meliputi:
Prinsip-prinsip yang mendasari prosedur
Garis besar prosedur
Kemungkinan perawat menyesuaikan prosedur terhadap kebutuhan pasien. (Etika LavleeHongki,
2012)
6. Standar 6
Pengembangan staf dan program pendididkan Harus ada program pengembangan dan pendidikan
berkesinambungan agar setiap keperawatan dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Kriteria:
Program pengembangan staf dikoordinasi oleh seorang perawat terdaftar
Tujuan program orientasi dan pelatihan harus mengacu pada efektifitas program pelayanan.
Tersedianya program orientasi bagi smua staf keperawatan yang baru dan bagi perawat
yangbaru ditempatkan pada bidang khusus, meliputi :
Informasi tentang hubungan antara pelayana keperawatan dengan rumah sakit
Penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur kerja dirumah sakit dan pelayanan keperawatan
Penjelasan mengenai metode penugasan asuhan keperawatan dan standar praktek keperawatan.
Prosedur penilaian terhadap staf keperawata
Penjelasan mengenai tugas dan fungsi khusus , garis kewenangan, dan ruang lingkup tanggung
jawab
Cara untuk mendapatkan bahan – sumber yang tepat
Identifikasi kebutuhan belajar bagi tiap individu
Petunjuk mengenai prosedur pengamanan yang harus diikuti
Pelatihan mengenai tekhnik pertolongan hidup dasar (basic life support).
Pencatatan kehadiran staf dalam program pengembanagan harus disimpan dengan baik. (Etika
LavleeHongki, 2012)
7. Standar 7
Evaluasi dan pengendalian mutu Pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan
yang mutu tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu
dirumah sakit. Kriteria:
Adanya rencana tertulis untuk melaksanakan program pengendalian mutu keperawatan.
Program pengendalian mutu keperawatan meliputi:
Pelayanan keperawatan terhadap standar yang telah ditetapkan.
Penampilan kerja semua tenaga perawat.
Proses dan hasil pelayanan keperawatan.
Tersedianya pendayagunaan sumber daya dari rumah sakit.
Perawat terdaftar ditugaskan untuk mengkoordinasi program ini. Kegiatan pengendalian mutu
meliputi hal-hal:
Pemantauan: pengumpulan informasi secara rutin tentang pemberian pelayanan yang penting.
Pengkajian: pengkajian secara periode tentang
Informasi tersebut diatas untuk mengidentififkasi maslaah penting dalam pemberian pelayanan
dan kemungkinan untuk mengatasinya.
Tindakan : bila dan kemungkinan untuk mengatasi telah diketahui maka tindakan harus
diambil.
Evaluasi : keefektifan tindakan yang diambil harus di efaluasi untuk dimanfaatkan dalam jangga
panjang.
Umpan balik : hasil kegiatan dikomunikasikan kepada staf secara teratur .
Daftar hadir dan periksalah pertemuan disimpan,yang secara teliti mencerminkan transaksi ,
kesimpulan , rekomendasi ,tindakan yang diambil, dan hasil tindakan tersebut,sebagaihasil dari
kegiatan-kegiatan pengendalian mutu. (Etika LavleeHongki, 2012)

TUJUAN DAN MAANFAAT JAMINAN MUTU


Tujuan
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan
dapat diuraikan sebagai berikut:
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu
pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai
apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu
pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai
apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.

Manfaat
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh.
Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.Peningkatan efektifitas yang
dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan
cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga
mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan
pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.Peningkatan efesiensi yang
dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan
yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan
atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan
dapat dicegah.
Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.Peningkatan
penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan.
Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar
dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran
hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan
hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain
yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin
mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila
program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan
kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa
pelayanan kesehatan .

PATIENT SAFETY DALAM KAITANNYA DENGAN JAMINAN MUTU DALAM


ASUHAN KEPERAWATAN
Kaitannya sangat erat dimana layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan
maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera,
infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun suatu prosedur yang akan
menjamin keamanan kedua belah pihak. kenyamanan tidak berpengaruh langsung dengan
efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga
mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan dan
kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.

LANGKAH – LANGKAH PENERAPAN JAMINAN MUTU PELAYANAN


KEPERAWATAN BERBASIS TRIHITA KARANA
Pelayanan kesehatan di jaman sekarang ini harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan
juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Semua itu dapat terpenuhi jika pelayanan
kesehatan mempunyai mutu pelayanan yang optimal. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan
mutu pelayanan kesehatan. Jaminan mutu pelayanan kesehatan yang baik tidak terlepas dari
profesionalisme perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam memberikan pelayanan
keperawatan, perawat bisa menggunakan Tri Hita Karana sebagai patokan sehingga mutu
pelayanan yang bagus dapat tercapai.
Penerapan jaminan mutu pelayanan keperawatan yang berbasis Tri Hita Karana akan dapat
menumbuhkan kepuasan kerja, komitmen, dan peningkatan moral profesi layanan kesehatan
serta akhirnya akan menimbulkan kepuasan klien. Layanan kesehatan yang bermutu akan
membuat organisasi layanan kesehatan menjadi terhormat, terkenal dan selalu dicari oleh siapa
yang membutuhkan layanan kesehatan yang bermutu serta menjadi tempat kerja idaman bagi
profesi layanan yang kompeten yang berperilaku terhormat. Mutu pelayanan yang bermutu juga
akan memperhatikan outcomes layanan kesehatan benar benar bermanfaat bagi klien.
Melakukan pelayanan bermutu sesuatu yang menimbulkan kepuasan pribadi, dengan
menerapkan konsep Tri Hita Karana dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawat
diharapkan bekerja semakin cermat dan selalu menggunakan nalar. Bekerja dengan lebih cermat
bukan berarti harus bekerja keras, sebaliknya bekerja dengan memperhatikan mutu artinya
bekerja lebih arif dangan sistem yang baik sehingga hasilnya akan lebih baik, tetapi dengan
upaya dan pemborosan yang semakin kurang. Tingkat mutu pelayanan kesehatan akan
ditentukan bedasarkan tingkat keseimbangan yang terjadi antara ketiga unsur tersebut.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan merupakan suatu pelayanan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional kepada
pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Secara sederhana proses
kendali mutu ( Quality Control ) dimulai dari menyusun strandar – standar mutu, selanjutnya
mengukur kinerja dengan membandingkan kinerja yang ada dengan standar yang telah
ditetapkan. Apabila tidak sesuai, dilakukakn tindakan koreksi. Bila diinginkan peningkatan
kinerja perlu menyusun standar baru yang lebih tinggi dan seterusnya.
Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan ada beberapa Dimensi mutu yang
mencerminkan segala pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu Dimensi Tangible atau
bukti fisik, Dimensi Reliability atau keandalan, Dimensi Responsiveness atau ketanggapan,
Dimensi Assurance atau jaminan dan kepastian, dan Empati.
Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan berupa Audit Struktur (Input, Proses (Process), Hasil
(Outcome). Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan terdapat Strategi Mutu
Pelayanan Keperawatan, diantaranya Quality Assurance (Jaminan Mutu), Total quality
manajemen (TQM). Peran sebagai seorang pemimpin dalam pelayanan kesehatan adalah menjadi
model kepemimpinan yang berpusat pada prinsip (principle centered leadership).
Pada bab sebelumnya kasus menggambarkan bahwa perawat D terlihat tidak ramah dan jutek,
perawat juga tidak memebrikan informasi dengan lengkap dan jelas, serta membedakan antara
pasien 1 dengan yang lain terlihat pada pasien di kelas I perawat bersikap sebaliknya, dan juga
permasalahan ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan
kamar mandi tampak kotor.
Dari permasalahan tersebut dapat dirumuskan yang menjadi penyebab dari permasalahan
tersebut adalah Perawat tidak bersikap baik terhadap pasien dan Kondisi ruang rawat yang buruk.
Maka dari itu untuk mengatasi penyebab permaslaahan tersebut harus dilakukan penyelesaian
alternatif, diantaranya untuk perawat tidak bersikap baik terhadap pasien dapat dilakukan
penyelesaian alternatif yaitu memberikan surat peringatan dan dilakukan coaching oleh kepala
ruangan, tapi dengan catatan tetap dalam pengawasan, agar tidak terulang kembali. Sedangkan
untuk Kondisi ruang rawat yang buruk yang dapat dijadikan alternatife penyelesaiaan masalah
adalah adalah berkoordinasi dengan kepala ruangan agar menyampaikan keluhan pasien kepada
pihak manajemen rumah sakit terkait dengan terganggunya kenyamanan pasien berhubungan
dengan fasilitas yang kurang memadai.
Pada kasus dapat disimpulkan bahwa rumah sakit X tempat Ny. C dirawat Manajemen Mutu
dalam pelayanan keperawatan masih buruk karena belum memenuhi, standar pelayanan
keperawatan, belum memenuhi hak-hak pasien dan juga belum memenuhi kelima dimensi Mutu
dalam pelayanan keperawatan tersebut sehingga perlu alternatif penyelesaian masalah untuk
meningkatkan menejemen mutu dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit X.

B. Saran
Adapun saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mulai menerapkan
manajemen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai meningkatkan manajemen mutu dan dapat
menjaga kualitas mutu dengan sebaik mungkin. Terutama manajemen mutu dalam pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi perawat yang
professional.

DAFTAR PUSTAKA

Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1. Surabaya : Airlangga
University Press.
Anggri. (2011). Peran dan Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu. http://anggri-healthsystemdisa
ster.blogspot.com/2011/02/peran-pemimpin-dalam-meningkatkan-mutu.html Di akses pada
tanggal 30 September 2014
Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1. Surabaya : Airlangga
University Press.

Anggri. (2011). Peran dan Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu. http://anggri-healthsystemdisa


ster.blogspot.com/2011/02/peran-pemimpin-dalam-meningkatkan-mutu.html Di akses pada
tanggal 30 September 2014

Endri Astuti. (2005). Indikator Mutu Keperawatan Menurut ANA.


http://www.mutupelayanankes
ehatan.net/index.php/publikasi/artikel/19-headline/1272-jenis-jenis-indikator-mutu-pelayanan-
keperawatan. Di akses pada tanggal 29 September 2014.

Anda mungkin juga menyukai