Anda di halaman 1dari 18

MANAJEMENT KEPERAWATAN

“Tugas 12_Mutu Pelayanan Keperawatan”

Oleh:
Maisarah
183110180
KELAS III.A

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Idrawati Bahar S.Kep, M.Kep

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN PADANG
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2020
Kata Pengantar

Pada kesempatan ini saya ucapkan terimakasih pada ALLAH SWT. atas berkat
rahmatNYA, saya masih dapat menyelesaikan tugas pada mata kuliah manajemen keperawatan
ini. Selanjutnya ucapan terimakasih juga kepada bapak/ibu dosen yang mengajar pada mata
kuliah ini.

Pembuatan resume ini tujuannya adalah sebagai bentuk dari pemenuhan nilai tugas I mata
kuliah Manajemen Keperawatan dengan metode Dalam Jaringan.

Semoga dengan ada nya tugas ini dapat menambah pengalaman serta wawasan bagi saya
sendiri, serta semoga tidak hanya bermanfaat bagi saya tetapi juga untuk pembaca selanjut.

Lima Puluh Kota, 9 September 2020


Daftar Isi

Cover

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian mutu pelayanan keperawatan


B. Konsep mutu pelayanan keperawatan
C. Standar mutu pelayanan keperawatan
D. Tujuan mutu pelayanan keperawatan
E. Factor factor mutu pelayanan keperawatan
F. Indicator mutu pelayanan keperawatan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat di era modernisasi dengan keterbukaan dan arus globalisasi, pasar bebas
dunia, peningkatan pendapatan ekonomi per kapita, perubahan suhu politik dalam maupun luar
negeri, kemajuan informasi dan teknologi, peningkatan akses terhadap media menyebabkan
masyarakat dapat memperluas wawasan dan persepsi mereka tentang pelayanan kesehatan.
Munculnya kebijakan-kebijakan pembiayaan kesehatan membuat kemampuan masyarakat
mengakses fasilitas pelayanan kesehatan semakin meningkat. Tenaga kesehatan merasakan
tuntutan yang semakin besar terhadap profesionalisme profesinya ketika masyarakat
menggunakan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan. Masyarakat menghendaki
pelayanan yang mereka terima adalah pelayanan kesehatan yang paripurna.

Menurut UU No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, pelayanan Keperawatan adalah


suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit. Menurut Gilles (1994), keberadaan
perawat dalam pelayanan kesehatan merupakan posisi kunci, yang dibuktikan oleh kenyataan
bahwa 40-60 % pelayanan rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan dan hampir semua
pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun tatanan
pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Menurut Nursalam (2008), keperawatan
sebagai pelayanan yang professional bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik,
dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi kepada kebutuhan obyektif klien,
mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai
tuntunan utama. Keperawatan profesional secara umum merupakan tanggung jawab seorang
perawat yang selalu mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan, sehingga dituntut untuk selalu
melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar (rasional) dan baik (etikal) (Nursalam, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksut dengan mutu pelayanan keperawatan ?
2. Apa saja konsep mutu pelayanan keperawatan?
3. Apa saja standar mutu pelayanan keperawatan ?
4. Apa saja tujuan mutu pelayanan keperawatan ?
5. Apa saja factor factor mutu pelayanan keperawatan ?
6. Apa saja indicator mutu pelayanan keperawatan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Mutu

Mutu adalah nilai kepatutan yang sebenarnya (proper value) terhadap unit pelayanan
tertentu, baik dari aspek technical (ilmu, ketrampilan, dan teknologi medis atau kesehatan) dan
interpersonal (tata hubungan perawat – pasien, dokter – pasien: komunikasi, empati dan
kepuasan pasien) (Widayat, 2009). Mutu yang baik adalah tersedia dan terjangkau, tepat
kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar profesi atau etika profesi, wajar dan aman, mutu
memuaskan bagi pasien yang dilayani (Sabarguna, 2006).

Menurut Mirza Tawi (2008), mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada
penampilan (performance) dari pelayaan kesehatan yang dikenal dengan keluaran (output) yaitu
hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti
perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya. Sedangkan baik atau
tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan
lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan
sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan
kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau
kebutuhan.

a. Unsur masukan

Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara
umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan (standard of personnel and facilities), serta jika dana yang tersedia
tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan (Nursalam,
2014).

b. Unsur lingkungan

Unsur lingkungan adalah kebijakan, organisasi, manajemen. Secara umum disebutkan apabila
kebijakan, organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat
mendukung, maka sulitl diharapkan baiknya mutu pelayanan (Nursalam, 2014).

c. Unsur proses

Unsur proses adalah tindakan medis, keperawatan atau non medis. Secara umum disebutkan
apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of
conduct), maka sulit diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Nursalam, 2014).
2. Dimensi Mutu

Pendekatan dalam kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan adalah model kualitas dengan
metode SERVEQUAL (Service Quality) yang dapat digunakan sebagai penentuan mutu
pelayanan, model ini dikembangkan dengan lima dimensi mutu pelayanan yaitu :

a. Bukti fisik (Tangibles), yang meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan
ruangan, kebersihan, kerapihan, kenyamanan ruangan, dan penampilan petugas.
b. Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang tepat atau
akurat dan kemampuan memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan.
c. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu kesediaan untuk membantu pelanggan, respon dan
memberikan pelayanan yang cepat yang meliputi kecepatan karyawan dalam menangani
keluhan pelanggan serta kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan.
d. Jaminan (Assurance), yaitu kegiatan untuk menjamin kepastian terhadap pelayanan yang
akan diberikan kepada pelanggan, hal ini meliputi kemampuan petugas atas pengetahuan
terhadap jasa secara tepat, keterampilan dalam memberikan pelayanan sehingga dapat
menumbuhkan rasa aman pada pelanggan sehingga dapat menanamkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan.
e. Empati (Emphaty), yaitu membina hubungan dan perhatian secara individual yang
diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti mendengarkan keluhan konsumen,
kemudahan konsumen untuk menghubungi perusahaan, kemampuan petugas untuk
berkomunikasi dengan konsumen/pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami
kebutuhan pelanggannya (Nursalam, 2014).

3. Persepsi Mutu

Pandangan atau sering disebut juga dengan persepsi merupakan suatu proses dimana individu
memberikan makna terhadap kesan indera mereka pada saat memperoleh pelayanan kesehatan,
setiap orang akan mempunyai persepsi yang berbeda secara objektif, karena persepsi merupakan
penafsiran yang nyata dan masing-masing orang memandang hal tersebut dari sudut perspektif
yang berbeda (Robbins, 2008).

Persepsi mutu pelayanan kesehatan merupakan hasil dari pengalaman dan apa yang mereka
dapatkan dalam layanan kesehatan yang nantinya mempunyai persepsi berbeda-beda tentang
unsur penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini antara lain disebabkan
oleh terdapatnya perbedaan latar belakang, pendidikan, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
pengalaman, dan lingkungan (Wijono, 2011).

Persepsi mutu adalah pandangan seseorang terhadap stimulus yang diterima dari panca indera,
sehingga nantinya dapat memberikan penilaian atas pelayanan yang mereka terima, jika sudah
sesuai dengan apa yang mereka harapkan maka para konsumen akan merasa puas akan
pelayanan yang telah mereka terima dan rasakan (Walgito, 2010).

4. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan


a. Audit Struktur (Input)

Struktur merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan,


organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas
keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu
struktur, besarnya anggaran atau biaya dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap
perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan.
Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi
organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh
Tappen (1995), yaitu bahwa struktur berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan
yang diberikan dan sumber daya yang memadai (Wijono 2000). Aspek dalam komponen struktur
dapat dilihat melalui :

1) Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan


2) Peralatan, yaitu suplai yang adekuat dan seni menempatkan peralatan
3) Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata-rata turnover dan rasio pasien-perawat
4) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
5) Tenaga, obat tekhnologi dan informasi

b. Proses (Process)

Pendekatan ini merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil
(outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan
dalam hal ini perawat dan interaksinya dengan pasien (Wijono 2000).

Kegiatan proses mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan
penanganan kasus. Penilaian dilakukan terhadap perawat dalam merawat pasien. Baik tidaknya
proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu
proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang
dan tidak berlebihan). Pendekatan ini difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan
keperawatan oleh perawat terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan.
Pada penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi
keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan
standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya.

c. Hasil (Outcome)

Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien. Adanya
perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif. Baik tidaknya hasil dapat
diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang
telah diberikan (Wijono 2000).

Pada proses pelayanan keperawatan, outcome dapat berupa perubahan yang terjadi pada
konsumen termasuk kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit dan
tidak diketahui apakah input proses yang baik menghasilkan output yang baik (Nursalam, 2014).

Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam melakukan penilaian


terhadap mutu. Namun, sebagai suatu sistem penilaian mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga
unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan hasil. Setelah didapatkan hasil
penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau
penilaian negatif dari mutu pelayanan tersebut. Seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan
mutu mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi mana yang
tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan.

5. Upaya Peningkatan Mutu

Peningkatan mutu dapat dilakukan dengan berebagai cara yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Mengembangkan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit


b. ISO 9001:2000 yaitu standar internasional untuk sistem manajeman kualitas yang
bertujuan untuk menjamin kesesuaian proses pelayanan keperawatan
c. Memperbaharui keilmuan untuk menjamin tindakan medis dan tindakan keperawatan
didukung oleh bukti ilmiah yang mutakhir
d. Good corporate governance
e. Clinical governance
f. Mengembangkan aliansi dengan rumah sakit di dalam ataupun luar negeri
g. Melakukan evaluasi terhadap strategi pembiayaan
h. Orientasi ada pada pelayanan (Nursalam, 2014).

B. Pelayanan Keperawatan

Menurut Undang-undang No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Pelayanan keperawatan


adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
keperawatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.

Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi praktek
keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat
dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan dan
memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek
keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi (Craven & Hirnle, 2000).
Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu,
kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan
lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan
pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat
dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan
demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam
setiap transaksi.

Pada proses pengembangan budaya pelayanan keperawatan prima, Gultom (2006)


mengembangkan pelayanan keperawatan prima dengan menyelaraskan faktor-faktor. Ability
(kemampuan), Attitude (sikap), Appearance (penampilan), Attention (perhatian), Action
(tindakan), Accountability (tanggung jawab).

1. Kemampuan (Ability)

Kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan yang mutlak diperlukan untuk menunjang
program layanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang keperawatan yang ditekuni,
melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, membina hubungan dengan
tenaga kesehatan lain.

Perawat harus mempunyai pengetahuan dan wawasan luas, terlebih lagi pada saat ini ketika
perawat dituntut untuk menjadi seorang profesional. Pengetahuan dan wawasan yang dimaksud
bukan hanya sebatas bidang keperawatan tapi menyeluruh. Pengetahuan yang luas dari perawat
sangat berguna untuk memberikan pelayanan keperawatan yang profesional. Menurut Utama
(1999), keterampilan merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar.
Seorang perawat dikatakan terampil apabila telah dapat memberikan pelayanan keperawatan
dengan baik dan benar. Baik dan benarnya perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
mengacu pada dasar pendidikannya dan standar keperawatan. Akan tetapi, keterampilan seorang
perawat bukan hanya tergantung dari tingginya pendidikan yang diterimanya, tapi pengalaman
dalam melakukan pelayanan keperawatan juga sangat berpengaruh (Zulkifli, 1999).

2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah perilaku yang harus ditonjolkan perawat ketika menghadapi pasien. Pada proses
memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lembut,
sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping pasien dan bersikap sebagai media
penberi asuhan. Sikap ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Adapun sikap-
sikap dalam pelayanan prima adalah semangat, memakai cara yang baik, pro-aktif, positif, penuh
kesabaran dan tidak mengada-ada dan tepat waktu.

Pada proses memberikan pelayanan kesehatan, sikaf tersebut harus dimiliki oleh seorang perawat
karena sikaf perawat juga sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Sikap perawat yang
baik dan ramah dapat menimbulkan rasa simpati pasien terhadap perawat.
3. Penampilan (Appearance)

Penampilan perawat baik berupa fisik maupun nonfisik yang mampu merefleksikan kepercayaan
diri dan kredibilitas dari pihak lain. Penampilan seseorang merupakn salah satu hal pertama yang
diperhatikan selama komuniksi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4
menit pertama. 84% dari kesan terhadap seseorang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi,
1990 dalam Potter dan Perry, 1993).

Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadiaan, status sosial, pekerjaan,
agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat
menimbulkan cita diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat dapat
mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan atau asuhan keperawatan yang diterima,
karena tiap pasien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat.
Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mecerminkan kemampuan perawat tetapi mungkin akan
lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap pasien jika perawat tidak
memenuhi citra pasien.

4. Perhatian ( Attention)

Perhatian adalah kepedulian penuh terhadap pasien, baik yang berkaitan dengan perhatian akan
kebutuhan dan keinginan pasien maupun pemahaman atas saran dan kritik. Perhatian yang
diberikan perawat, terutama ketika pasien sendiri dan merasa menadi beban bagi orang lain,
adalah sangat berguna untuk mempercepat proses penyembuhan. Penyakit yang diderita oleh
pasien terjadi bukan hanya kelemahan fisiknya, tetapi dapat juga terjadi karena adanya gangguan
pada kejiwaannya. Sikap yang baik terutama perhatian yang diberikan oleh perawat kepada
pasien, diyakuni ddapat mempercepat proses penyembuhan kejiwaannya. Sehingga dengan
sembuhnya kejiwaan maka dapat mempengaruhi kesembuhan fisiknya.

5. Tindakan (Action)

Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan layanan
kepada pasien. Layanan ini seyogianya berlandaskan ilmu pengetahuan, prinsip dari teori
keperawatan serta penampilan dan sikap serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang
diemban kepada perawat tersebut. Apabila perawat terampil dalam memberikan tindakan
keperawatan, maka secara otomatis pasien juga akan merasakan kepuasan dari tindakan yang
diberikan perawat tersebut. Hal ini teradi karena perawat yang terampil dapat menimbulkan rasa
aman dan nyaman bagi pasien saat melakukan suatu tindakan. Tindakan perawat yang sesuai
dengan standar keperawatan dapat menjamin bahwa asuhan keperawatan yang diberikan juga
berkualitas.

6. Tanggung jawab (Accountability)


Tanggung jawab adalah suatu sikaf keberpihakan kepada pasien sebagai wujud kepedulian untuk
menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan pasien. Perawat merupakan
salah satu profesi yang berhubungan dan berinteraksi langsung dengan pasien, baik itu klien
sebagai individu, keluarga maupun masyarakat, oleh karena itu dalam memberikan asuhan
keperawatannya perawat dituntut untuk memahami dan berprilaku sesuai dengan etika
keperawatan. Agar seorang perawat dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat maka
perawat harus memegang teguh nilai-nilai yang mendasari praktik keperawatan itu sendiri.,
yaitu: perawat membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan optimum, perawat membantu
meningkatkan autonomi pasien mengekspresikan kebutuhannya, perawat mendukung martabat
kemanusiaan dan berprilaku sebagai advokat bagi pasien, perawat menjaga kerahasiaan pasien,
beriorentasi pada akuntabilitas perawat, dan perawat bekera dalam lingkungan yang kompeten,
etik, dan aman.

C. Standar Mutu Pelayanan Keperawatan

Sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan kesehatan,
standar dalam program menjaga mutu secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni:

1. Standar Pelayanan Minimal

Standar persyaratan minimal adalah keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk dapat
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar persyaratan minimal
terdiri dari :

a. Standar Masukan (stuktur)

Dalam standar masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang diperlukan untuk
dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu terdiri dari :

1) Jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana;


2) Jenis, jumlah dan spesifikasi sarana;
3) Jumlah dana (modal);

Jika standar masukan merujuk pada tenaga pelaksana disebut dengan nama standar ketenagaan
(standard of personnel). Sedangkan jika standar masukan merujuk pada sarana dikenal dengan
nama standar sarana (standard of facilities). Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan
kesehatan yang bermutu, standar masukan tersebut haruslah dapat ditetapkan.

b. Standar Lingkungan

Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang diperlukan
untuk dapat meyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, terdiri dari :

1) Garis-garis besar kebijakan (policy);


2) Pola organisasi (organization);
3) Sistem manajemen (management) yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana pelayanan
kesehatan;

Standar lingkungan ini populer dengan sebutan standar organisasi dan manajemen (standard
organization and management). Sama halnya dengan masukan, untuk dapat menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, maka standar lingkungan harus ditetapkan.

c. Standar Proses

Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan untuk
dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, terdiri dari :

1) Tindakan medis;
2) Tindakan non medis;

Standar proses dikenal dengan nama standar tindakan (standar of conduct). Pada dasarnya baik
tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar
proses, maka haruslah dapat diupayakan tersusunnya standar proses.

2. Standar Penampilan Minimal

Standar penampilan minimal merujuk pada penampilan layanan kesehatan yang masih dapat
diterima. Standar ini, karena merujuk pada unsur keluaran, disebut dengan nama standar
keluaran, atau populer dengan sebutan standar penampilan (standar of performance). Standar
keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan. Standar keluaran akan
menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasi atau gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang
diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap
apa keberhasilan tersebut akan diukur. Standar keluaran berupa penampilan aspek medis dan
penampilan aspek non medis.

Mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas kewajaran dapat diketahui
dengan membandingkan pada standar keluaran yang ditetapkan. Untuk dapat meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan maka keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secara
obyektif serta berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpangan,perlu segera diperbaiki. Pada
proses pelaksanaannya pemantauan standar-standar tersebut tergantung kemampuan yang
dimiliki, maka perlu disusun prioritas.

Pemantauan dan penilaian standar ini diukur dari indikator yang sesuai, yang secara umum dapat
dibedakan pula atas empat macam yaitu indikator masukan, proses, lingkungan serta keluaran.
Dalam praktik sehari-hari, sekalipun indikator mutu pelayanan kesehatan sebenarnya hanya
merujuk pada indikator keluaran, namun karena pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan
hasil interaksi dari unsur masukan dengan unsur lingkungan dan proses, menyebabkan ukuran
pelayanan kesehaatan bermutu sering dikaitkan pula dengan ketiga indikator tersebut. Dengan
perkataan lain, indikator masukan, proses, serta lingkungan yng sebenarnya lebih merujuk pada
faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan, turut diperhitungkan pada waktu
membicarakan mutu pelayanan kesehatan.

Kegiatan dalam mendukung pencapaian mutu pelayanan kesehatan, keperawatan sebagai bagian
yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan juga memiliki andil dalam mencapai pelayanan
kesehatan yang bermutu. Upaya pemantauan yang berkesinambungan diperlukan untuk menilai
mutu pelayanan keperawatan di sarana kesehatan. Program pengendalian mutu yang menunjang
tercapainya pelayanan keperawatan yang efisien dan efektif di sarana kesehatan . Sehingga
diperlukan standar mutu dalam pelayanan keperawatan yang terdiri dari :

a. Struktur
1) Adanya kebijakan program pengendalian mutu pelayanan keperawatan di sarana
kesehatan.
2) Adanya program pengendalian mutu pelayanan keperawatan.
3) Adanya standar pelayanan keperawatan.
4) Adanya mekanisme pelaksanaan program pengendalian mutu.
5) Adanya tim pengendalian mutu dalam Organisasi Pelayanan Kesehatan.
6) Adanya sumber daya yang menandai dalam jumlah dan kualitas.

b. Proses
1) Menyusun alat pengendalian mutu sesuai dengan metoda yang dipilih.
2) Melaksanakan upaya pengendalian mutu antara lain : audit keperawatan/ supervise
keperawatan, Gugus Kendali Mutu, survey kepuasan pasien, keluarga/petugas, presentasi
kasusdan ronde keperawatan.
3) Menganalisa dan menginterpretasikan data hasil evaluasi pengendalian mutu.
4) Menyusun upaya tindak lanjut.

c. Hasil
1) Adanya dokumen hasil pengendalian mutu.
2) Adanya dokumen umpan balik dan upaya tindak lanjut.
3) Adanya dokumen hasil survey kepuasan pasien, keluarga dan petugas.
4) Adanya penampilan klinik tenaga keperawatan sesuai dengan standar pelayanan
keperawatan.
5) Menurunya angka kejadian komplikasi sebagai akibat pmberian asuhan keperawatan
antara lain : dekubitus, jatuh, pneumia, pneumia orthostatic, infeksi nasokomial, drop
foot.

D. Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan

Menurut Nursamalam cit Triwibowo (2013) tujuan mutu pelayanan keperawatan terdapat
5 tahap yaitu:
1. Tahap pertama adalah penyusunan standar atau kriteria. Dimaksudkan agar asuhan
keperawatan lebih terstruktur dan terencana berdasarkan standar kriteria masing-masing
perawat.
2. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan kriteria. Informasi
disini diharapkan untuk lebih mendukung dalam proses asuhan keperawatan dan sebagai
pengukuran kualitas pelayanan keperawatan.
3. Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Dalam memilih informasi yang akurat
diharuskan penyeleksian yang ketat dan berkesinambungan. Beberapa informasi juga
didapatkan dari pasien itu sendiri.
4. Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data. Perawat dapat menyeleksi
data dari pasien dan kemudian menganalisa satu- persatu.
5. Tahap kelima adalah evaluasi ulang. Dihahap ini berfungsi untuk meminimkan
kekeliruan dalam pengambilan keputusan pada asuhan dan tidakan keperawatan.

Tujuan keperawatan merupakan hal yang harus direncanakan secara optimal oleh perawat.
Tujuan keperawatan menurut Gillies cit Asmuji

(2012) menyebutkan:

1. Tujuan keperawatan harus jelas, sehingga tercipta output keberhasilan yang optimal. Dari
hasil yang optimal maka akan mendukung kinerja dan meningkakan kerja perawat.
2. Tujuan yang memiliki kriteria sulit dan menantang harus dikolaborasikan dengan tim
sejawat lain maupun tim medis lainnya. Disini perawat tidak diperkenankan untuk
melakukan tindakan secara persepsi tetapi secara rasional berdasarkan hasil diskusi.
3. Tujuan keperawatan diharuskan dapat diukur, berisi ketentuan kuantitatif sehingga akan
lebih mudah membandingkan seberapa besar pencapaian keberhasilan tersebut.
4. Tujuan keperawatan harus berdasarkan waktu yang ditentukan, agar pencapaian target
lebih baik lagi. Waktu yang optimal dilaksanakan dengan target dan tidak
mengesampingkan kolaborasi dengan pasien.

E. Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan

Menurut Nursalam (2013) kualitas mutu pelayanan keperawatan terdiri atas beberapa faktor
yaitu:

1. Komunakasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), biasanya komunikasi


dari mulut ke mulut sering dilakukan oleh masyarakat awam yang telah mendapatkan
perawatan dari sebuah instansi. Yang nantinya akan menyebarkan berita positif apabila
mereka mendapatkan perlakuan yang baik selama di rawat atau menyampaikan berita
negatif tentang mutu pelayanan keperawatan berdasarkan pengalaman yang tidak
mengenakkan.
2. Kebutuhan pribadi (personal need), kebutuhan dari masing-masing pasien bervariasi
maka mutu pelayanan keperawatan juga harus menyesuaikan berdasarkan kebutuhan
pribadi pasien.
3. Pengalaman masa lalu (past experience), seorang pasien akan cenderung menilai sesuatu
berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami. Didalam mutu pelayanan
keperawatan yang baik akan memberikan pengalaman yang baik kepada setiap pasien,
namun sebaliknya jika seseorang pernah mengalami hal kurang baik terhadap mutu
pelayanan keperawatan maka akan melekat sampai dia mendapatkan perawatan kembali
di suatu instansi.
4. Komunikasi eksternal (company’s external communication), sebagai pemberi mutu
pelayanan keperawatan juga dapat melakukan promosi sehingga pasien akan
mempercayai penuh terhadap mutu pelayanan keperawatan di instansi tersebut.

Sedangkan menurut Triwibowo (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan


keperawatan itu sendiri meliputi 7 kriteria diantaranya:

1. Mengenal kemampuan diri, seorang perawat sebelum melakukan sebuah tindakan


keperawatan kepada pasien harus mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada pada
diri perawat sendiri. Karena intropeksi diri yang baik akan menghasilkan atau
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.
2. Meningkatkan kerja sama, perawat harus berkerjasama dalam melakukan asuhan
keperawatan baik dengan tim medis, teman sejawat perawat, pasien dan keluarga pasien.
3. Pengetahuan keterampilan masa kini, dimaksudkan agar perawat lebih memiliki
pengetahuan yang luas dan berfungsi dalam penyelesaian keluhan pasien dengan cermat
dan baik.
4. Penyelesaian tugas, perawat merupakan anggota tim medis yang paling dekat dengan
pasien. oleh karena itu, perawat dituntut untuk mengetahui keluhan pasien dengan
mendetail dan melakukan pendokumentasian teliti setelah melakukan asuhan.
5. Pertimbangan prioritas keperawatan, seorang perawat harus mampu melakukan penilaian
dan tindakan keperawatan sesuai dengan prioritas utama pasien.
6. Evaluasi berkelanjutan, setelah melakukan perencanaan perawat juga harus melakukan
evaluasi pasien agar tindakan perawatan berjalan dengan baik, dan perawat mampu
melakukan pemantauan evaluasi secara berkelanjutan.

F. Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan

Setiap instansi kesehatan akan lebih mengedepankan mutu pelayanan dibandingkan dengan
hal lainnya. Mutu pelayanan itu sendiri dapat terwujud apabila didalam setiap instasi memiliki
peranan dan tugas sesuai dengan profesi. Setiap profesi kesehatan juga harus mengedepankan
mutu dengan memberikan pelayanan yang optimal kepada semua pasien.
Suatu pelayanan keperawatan dapat dikatakan baik apabila dalam pemenuhan kebutuhan
pasien berjalan dengan sesuai. Dari pelayanan yang baik tersebut maka akan menimbulkan
budaya penanganan yang baik kepada semua pasien. Dan akan tercapainya tingkat kepuasan
pasien pada standar yang setinggi-tingginya.

Mutu pelayanan keperawatan sebagai alat ukur dari kualitas pelayanan kesehatan dan
mejadi salah satu faktor penentu citra instansi pelayanan kesehatan di masyarakat. Di karenakan
keperawatan merupakan salah satu profesi dengan jumlah terbanyak dan yang paling dekat
dengan pasien. Mutu pelayanan keperawatannya sendiri dilihat dari kepuasan pasien terhadap
pelayanan yang diberikan puas atau tidak puas (Nursalam, 2011).

Menurut Nursalam (2013) suatu pelayanan keperawatan harus memiliki mutu yang baik
dalam pelaksanaanya. Diantaranya adalah:

1. Caring adalah sikap perduli yang ditunjukkan oleh perawat kepada pasiennya. Perawat
akan senantiasa memberikan asuhan dengan sikap yang siap tanggap dan perawat mudah
dihubungi pada saat pasien membutuhkan perawatan.
2. Kolaborasi adalah tindakan kerja sama antara perawat dengan anggota medis lain,
pasien, keluarga pasien, dan tim sejawat keperawatan dalam menyelesaikan prioritas
perencanaan pasien. Disini perawat juga bertanggung jawab penuh dalam kesembuhan
dan memotivasi pasien.
3. Kecepatan, suatu sikap perawat yang cepat dan tepat dalam memberikan asuhan
keperawatan. Dimana perawat menunjukkan sikap yang tidak acuh tak acuh, tetapi akan
memberikan sikap baik kepada pasien.
4. Empati adalah sikap yang harus ada pada semua perawat. Perawat akan selalu
memperhatikan dan mendengarkan keluh kesah yang dialami pasien. Tetapi perawat
tidak bersikap simpati, sehingga perawat dapat membimbing kepercayaan pasien.
5. Courtesy adalah sopan santun yang ada pada diri perawat sendiri. Perawat tidak akan
cenderung membela satu pihak, tetapi perawat akan bersikap netral kepada siapapun
pasien mereka. Perawat juga akan menghargai pendapat pasien, keluarga pasien, dan tim
medis lain dalam hal kebaikan dan kemajuan pasien.
6. Sincerity adalah kejujuran dalam diri perawat. Jujur juga merupkan salah satu kunci
keberhasilan perawat dalam hal perawatan kepada pasien. Perawat akan bertanggung
jawab atas kesembuhan dan keluhan yang dialami pasien.
7. Komunikasi teraupetik merupakan salah satu cara yang paling mudah untuk dilakukan
perawat dalam memberikan asuhan. Karena komunikasi teraupetik sendiri merupakan
cara efektif agar pasien merasa nyaman dan lebih terbuka dengan perawat.

Mutu pelayanan keperawatan yang baik merupakan ujung tombak pelayanan di rumah sakit.
Agar terwujudnya pelayanan keperawatan yang berkualitas perawat professional harus memiliki
kemampuan intelektual yang cukup, teknikal dan interpersonal, melaksanakan asuhan
berdasarkan standar praktik dan berdasarkan etik legal (Syahrudin et al, 2014).
Berdasarkan pendapat ketiga teori diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pelayanan keperawatan
dikatakan baik harus memiliki beberapa prisip tertentu. Prinsip tersebut dapat meliputi caring,
kecepatan, kolaborasi, empati, courtesy, dan sincerity. Dalam melakukan pelayanan perawat juga
harus memiliki standar kompetensi yang baik dan berdasarkan etik legal keperawatan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Standar merupakan pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam


menjalankan profesi secara baik. Perawat profesional dalam memberikan pelayanan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien, selalu bertindak secara komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-
spiritual dan berdasarkan standar pelayanan keperawatan. Hal tersebut merupakan wujud dari
manajemen mutu pelayanan keperawatan. Adanya standar dalam pelayanan akan membantu
dalam kendali mutu, salah satu cara untuk mengetahui sejauh mana standar itu berjalan dapat
dilakukan pengukuran kinerja dengan membandingkannya dengan standar yang telah dibuat.

Dalam manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan ada beberapa dimensi mutu yang
mncerminkan segala pelayanan keperawatan diantaranya, yakni tengible (bukti fisik), reliability
(keandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan dan kepastian, dan empati).
Penilaian mutu pelayanan keperawatan berupa audit struktur yang terdiri dari input,
proses, dan hasil. Sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan
kesehatan, standar dalam program menjaga mutu secara umum dapat dibedakan atas dua macam
yakni standar minimal pelayanan dan standar penampilan minimal.

Daftar Pustaka

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15621/6.%2520
BAB%2520II.pdf%3Fsequence%3D6%26isAllowed%3Dy%23:~:text%3DMutu%2520pelayanan
%2520keperawatan%2520merupakan%2520suatu,keperawatan%2520(Asmuji%252C
%25202012).&ved=2ahUKEwjQu8ftkNvrAhWQbisKHWkUAwsQFjABegQIBRAE&usg=AOvVaw2Hevc_L4m
Jbk9oRYy-zwpj

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.unimus.ac.id/918/3/BAB
%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjQu8ftkNvrAhWQbisKHWkUAwsQFjADegQIARAB&usg=AOvVaw3IQFaV9mH-
wnVretuyg2lK

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.academia.edu/11858212/STANDAR_MUTU_PELAYANAN_KEP
ERAWATAN_Setiawan_2015_&ved=2ahUKEwjQu8ftkNvrAhWQbisKHWkUAwsQFjAKegQIBBAB&usg=AOv
Vaw3dNzxPLyXv045ObISUdl87&cshid=1599622249095

Anda mungkin juga menyukai