Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi jasa
kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien. Melihat fenomena di atas, pelayanan
pelayanan keperawatan yang memiliki konstribusi sangat besar terhadap citra sebuah
rumah sakit dipandang perlu untuk melakukan evaluasi atas pelayanan yang telah
diberikan. Strategi untuk kegiatan jaminan mutu antara lain dengan baku mutu
(benchmarking) dan manajemen kualitas total (total quality management) (Marquis
dan Huston, 1998). Baku mutu atau penelitian praktik terbaik (best practice research)
adalah kegiatan mengkaji kelemahan tertentu dari suatu institusi dan kemudian
mengidentifikasi institusi lain yang memiliki keunggulan dalam aspek yang sama.
Kegiatan dilanjutkan dengan berkomunikasi dalam menetapkan kesepakatan kerja
sama untuk mendukung dan meningkatkan kelemahan tersebut (Marquis dan Huston,
1998).

Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat


pula dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian mutu. Kegiatan dapat
dilaksanakan dalam dua tingkat yaitu tingkat rumah sakit dan tingkat ruang rawat.
Tingkat rumah sakit dapat dilaksankan dengan cara mengembangakan tim gugus
kendali mutu yang memiliki program baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Kegiatan menilai mutu pada tingkat rumah sakit akan diawali dengan penetapan
kriteria pengendalian, mengidentifikasi informasi yang relevan dengan kriteria,
menetapkan cara mengumpulkan informasi/data, membandingkan informasi dengan
kriteria yang telah ditetapkan, menetapkan keputusan tentang kualitas, serta
memperbaiki situasi sesuai yang diperoleh, lalu menetapkan kembali cara

1
mengumpulkan informasi (Marquis dan Huston, 2000). Ada enam indikator utama
kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit, yaitu:

1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi:angka infeksi nosokomial,


angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, decubitus, kesalahan dalam
pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan.
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, keterampilan) pasien.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan


1.2.2 Indikator Mutu Pelayanan Asuhan Keperawayan

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui konsep dan indikator penilaian mutu pelayanan asuhan


keperawatan yang ada.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Mutu Pelayanan Keperawatan

2.1.1. Pengertian Mutu Pelayanan


Mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan
dengan standar profesi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara
baik, sehingga semua kebutuhan pelanggan dam tujuan untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai (Purnomo, 2011).
Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan
secara efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan
yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien,
memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam
pengembangan pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat
kesehatan yang optimal.
Menurut Pohan (2003), penilaian mutu pelayanan kesehatan dapat
ditinjau dari sisi :
1. Pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien / masyarakat)
2. Penyelenggara pelayanan kesehatan
3. Bagi penyandang dana atau asuransi kesehatan
4. Bagi pemilik sarana kesehatan
5. Bagi administrator pelayanan kesehatan

3
2.1.2. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Parasuraman, dkk. (1990), ada 10 dimensi dalam penilaian
mutu pelayanan yaitu: tangibles, reliability, responsiveness,
communication, credibility, security, competence, courtesy,
understanding dan access.
Kemudian pada penelitian selanjutnya Parasuraman et al di tahun
1988 menyempurnakan dimensi tersebut kemudian diolah lagi sehingga
akhirnya disederhanakan menjadi 5 dimensi yaitu:
1. Bukti langsung (tangibles): meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai, dan sarana komunikasi
2. Keandalan (reliability): yakni kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan
memuaskan
3. Daya tangkesenjangan (responsiveness): yaitu keinginan para
staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan
dengan tangkesenjangan
4. Jaminan (assurance): mencakup pengetahuan, kemampuan,
kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf,
bebas dari bahaya, risiko, atau keraguraguan
5. Empati (empathy): meliputi kemudahan dalam melakukan
hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan
memahami kebutuhan para pelanggan.

4
Selain itu dimensi mutu pelayanan kesehatan meliputi:
1. Kompetensi Teknis (Technical Competence)
Keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer
dan staf pendukung dalam memberikan pelayanan kepada pasien
sehingga menimbulkan kepuasan pasien. Kompetensi teknis
berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti standar
pelayanan yang telah ditetapkan
2. Akses terhadap pelayanan ( Accessibility)
Akses atau jalan dalam memberikan pelayanan kepada pasien
tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial ekonomi, budaya,
organisasi maupun hambatan yang terjadi karena perbedaan bahasa.
a. Geografis
Dalam hal ini keadaan geografis merupakan keadaan daerah yang
akan mendapat pelayanan, dapat diukur dengan jenis tansportasi
yang digunakan untuk menuju tempat pasien, jarak/jauh dan
tidaknya tempat yang dituju, waktu perjalanan.
b. Akses ekonomi
Berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan
yang pembiayaannya terjangkau pasien. Pelayanan yang diberikan
memperhatikan keadaan ekonomi pasien, apabila pasien kurang
mampu bukan berarti tidak diberikan pelayanan yang maksimal.
Dalam hal ini yang dimaksud memberikan pelayanan kesehatan
yang pembiayaan terjangkau yaitu pasien diberi jalan lain untuk
tetap mendapat pelayanan kesehatan melalui bantuan misalnya
dari pemerintah dengan menggunakan ASKESKIN
c. Akses sosial atau budaya
Berkaitan dengan diterimanya pelayana yang dikaitkan dengan
nilai budaya, kepercayaan dan perilaku dari masyarakat setempat.

5
d. Akses organisasi
Berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk
kenyamanan pasien, jam kerja klinik, waktu tunggu.
e. Akses bahasa
Pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat yang
dipahami pasien.
3. Efektifitas (Effectiveness)
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas yang
menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai
dengan standar yang ada.
4. Hubungan Antar Manusia (Interpersonal Relation)
Berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien,
manajer dan petugas, dan antara tim kesehatan dengan masyarakat.
5. Efisiensi (Efficiency)
Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal dari
pada memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakat.
Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber
daya yang dimiliki.
6. Kelangsungan pelayanan (Continuity)
Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan termasuk
rujukan tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi prosedur, diagnosa
dan terapi yang tidak perlu.
7. Keamanan (Safety)
Berarti mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya
lain yang berkaitan dengan pelayanan.
8. Kenyamanan (Amnieties)
Berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan
langsung dengan efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi

6
kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan
untuk memperoleh pelayanan berikutnya (L.D. Brown et al, op.cit.,
hlm 2-6).1.1.4

2.1.3. Unsur Unsur Yang Berpengaruh Terhadap Pelayanan Keperawatan


Pelayanan keperawatan merupakan bagian pelayanan kesehatan. Unsur
unsur yang berpengaruh terhadap mutu (kualitas) pelayanan yaitu: unsur
masukan (input), unsur lingkungan (environment), unsur proses (process)
dan unsur keluaran (output).
1. Unsur masukan
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik,
perlengkapan serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa
apabilan tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan, serta jika dana yang tersedia
tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya
mutu pelayanan.
2. Unsur lingkungan
Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,
organisasi, manajemen. Secara umum disebutkan apabila kebijakan,
organisasi, manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau
tidak bersifat mendukung, maka sulitlah di harapkan baiknya mutu
pelayanan.
3. Unsur proses
Yang dimaksud unsur proses adalah tindakan medis, keperawatan,
non medis. Secara umum disebutkan jika tindakan tersebut tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka sulitlah diharapkan
mutu pelayanan menjadi baik.

7
4. Unsur keluaran
Yang dimaksud dengan unsur keluaran adalah yang menunjuk pada
penampilan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
(performance). Penampilan dimaksud disini yaitu penampilan medis,
dan aspek non medis. Secara umum disebutkan apabila kedua
penampilan ini tidak sesuai standar yang telah ditetapkan maka berarti
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan bukan pelayanan yang
berkualitas.
2.1.4. Penyebab Kegagalan dalam Memberikan Kualitas Pelayanan Keperawatan
Kualitas pelayanan keperawatan yang merupakan kualitas pelayanan jasa
yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Fandy dan Diana (2001)
yang menyoroti persyaratan utama untuk memberikan kualitas jasa yang
diharapkan dan terhadap 5 kesenjangan penyebab kegagalan adalah:
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen
Manajemen tidak selalu dapat merasakan apa yang diinginkan para
pelanggan secara cepat. Contohnya : Pengelolaan rumah sakit
mungkin mengira para pasiennya menginginkan makanan yang lebih
baik, padahal pasien-pasien tersebut mungkin lebih memperhatikan
daya tangkesenjangan para perawat.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa
Mungkin manajemen mampu merasakan secara tepat apa yang
diinginkan oleh para pelanggan, tetapi pihak manajemen tersebut
tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu. Misalnya pengelola
rumah sakit mungkin meminta perawatnya untuk memberikan
pelayanan secara tepat tanpa menentukan secara kuantitatif seberapa
lama suatu pelayanan dapat dikategorikan cepat.

8
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa
Karyawan perusahaan mungkin kurang dilatih atau bekerja
melampaui batas dan tidak dapat atau tidak mau untuk memenuhi
standar. Atau mereka mungkin dihadapkan pada standar - standar
yang bertentangan, misalnya mereka harus meluangkan waktu untuk
mendengarkan keluhan atau masalah para pelanggan dan melayani
mereka secara cepat.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan - pernyataan yang
dibuat oleh wakil (representatives) dan iklan perusahaan, Bila brosur
rumah sakit menggambarkan suatu ruangan yang indah, tetapi pasien
yang tiba dan merasakan bahwa ruangan tersebut berkesan murahan
dan kotor, maka komunikasi eksternal telah mendistorsi harapan
pelanggan.
5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
Kesenjangan ini terjadi bila konsumen mengukur kinerja atau prestasi
perusahaan dengan cara yang berlainan dan salah dalam
mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Dokter bisa saja terus
mengunjungi para pasiennya untuk menunjukkan perhatiannya. Tetapi
pasien bisa menginterprestasikan sebagai suatu indikasi bahwa ada
sesuatu yang tidak beres berkenaan dengan penyakit yang dideritanya.

9
2.1.5. Tujuan Kualitas Pelayanan Keperawatan
Tujuan kualitas pelayanan dibidang keperawatan, menurut Nursalam
(2009) dikatakan bahwa, "untuk memastikan jasa atau produk pelayanan
keperawatan yang dihasilkan sesuai dengan standar atau keinginan
pasien, untuk memenuhi kebutuhan pasien tersebut maka yang paling
bertanggung jawab adalah perawat."
Pelayanan keperawatan di rumah sakit, menuntut adanya peningkatan
kualitas serta profesionalisme sumber daya manusia kesehatan termasuk
di dalamnya sumber daya manusia keperawatan (Muninjaya, 2004).
Keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan yang menghadapi klien
selama 24 jam selama terus menerus selama menjalani perawatan dalam
upaya membantu mengatasi masalah klien dalam aspek biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual yang diberikan oleh perawat yang
merupakan bentuk dari asuhan keperawatan. Penilaian kualitas pelayanan
keperawatan, terdapat tahap-tahap yang harus dijalani. Menurut Nursalam
(2009) pentahapan kualitas pelayanan keperawatan sebagai berikut:
1. Tahap pertama dalam proses ini adalah penyusunan standar atau
kriteria. Adalah sesuatu yang mustahil apabila mengukur sesuatu
tanpa adanya suatu standar baku. Tidak hanya harus ada standar,
tetapi pemimpin juga harus tanggap dan melihat bahwa perawat
mengetahui dan mengerti standar yang telah ditentukan tersebut,
karena standar bervariasi operasionalnya dalam setiap institusi
dan perawat harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
2. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai
dengan kriteria. Informasi-informasi yang diperoleh tersebut
dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengukuran kualitas
pelayanan keperawatan.

10
3. Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Pemimpin
harus yakin terhadap sumber informasi yang didapatkan. Dalam
melakukan pengawasan kualitas pelayanan keperawatan,
pemimpin dapat menemukan banyak informasi dari pasien
sendiri yang merupakan sumber yang sangat membantu.
4. Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data
Semua informasi yang telah didapat dari pasien, dapat dijadikan
sebagai pengukuran kualitas pelayanan keperawatan.
5. Tahap kelima atau tahapan terakhir yaitu evaluasi ulang. Jika
semua asuhan keperawatan dilakukan sesuai dengan standar
yang berlaku, maka evaluasi ulang tidak perlu dilakukan.
Evaluasi ulang hanya akan dikerjakan apabila banyak kegiatan
yang dilakukan tidak sesuai dengan standar yang berlaku berupa
penelitian standar asuhan keperawatan, maka tindakan yang
seharusnya dilakukan adalah menetapkan standar keperawatan.
Standar keperawatan yang telah terbentuk akan membantu dalam
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, yang konsisten,
kontinyu, dan bermutu. Standar keperawatan juga dapat
melindungi pasien dari tindakan yang salah yang dilakukan
perawat.

11
2.2. Indikator Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengertian Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan
Indikator adalah suatu cara untuk menilai penampilan dari suatu
kegiatan dengan menggunakan instrumen. Menurut WHO, indikator adalah
suatu variabel untuk mengukur perubahan.
Indikator mutu pelayanan keperawatan adalah dapat menjadi sebuah
acuan untuk menilai kualitas pelayanan yang sudah diberikan dan dapat
digunakan sebagai dasar penilaian apakah kualitas keperawatan berada
dalam kondisi di bawah standar sehingga diperlukan program peningkatan,
sesuai standar atau di atas standar sehingga diperlukan usaha-usaha untuk
mempertahankan.
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait
dengan struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu
asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat emanating sarana
pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS.
Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, dan
audit (EDIA) (Nursalam, 2017:298). Penilaian terhadap mutu dilakukan
dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dikelompokkan dalam
tiga komponen, yaitu :
1. Aspek Struktur (Input)
Struktur merupakan masukan (input) untuk sistem pelayanan
sebuah RS yang meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana),M3
(metode asuhan keperawatan),M4 (dana), M5 (pemasaran),dan
lainnya dalam fasilitas keperawatan.

12
Input (masukan) adalah segala sesuatu yg dibutuhkan untuk dapat
melaksanakan sistem playanan struktur rumah sakit yang tertata
dengan baik akan menjamin mutu playanan kualitas struktur rumah
sakit termasuk komitmen, dan prosedur serta kebijakan sarana dan
prasarana fasilitas dari masing-masing komponen struktur.
2. Proses
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa
pendekatan ini merupakan proses yang mentransformasi struktur
(input) ke dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang
dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (perawat)
dan interaksinya dengan pasien.
Proses (process) adalah langkah yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses dikenal dengan
nama fungsi manajemen. Pada umumnya, proses ataupun fungsi
manajemen merupakan tanggung jawab pimpinan. Pendekatan
proses adalah semua metode dengan cara menginteraksi secara
professional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam
bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakkan diagnosis,
rencana tindakan pengobatan, oenanganan penyakit, dan prosedur
pengobatan.
3. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan
perawat terhadap pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat
kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga
baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah
diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000).

13
Output adalah hasil dari suatu pekerjaan manajemen yang di
capai dalam jangka pendek. Untuk manajemen kesehatan,
misalnya akhir dari kegiatan pemasangan infus, output dikenal
dengan nama pelayanan kesehatan (health services), Macam
pelayanan kesehatan adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
Sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi setelah
pelaksanaan kegiatan jangka pendek misalnya plebitis setelah
3x24 jam pemasangan infus. Outcome adalah hasil akhir kegiatan
dokter, perawat, dan tenaga profesi lain terhadap pasien.

2.2.2. Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan


1. Indikator - indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan
meliputi:
a. Angka infeksi nosocomial: 1-2%
b. Angka kematian kasar: 3-4%
c. Kematian pasca bedah: 1-2%
d. Kematian ibu melahirkan: 1-2%
e. Kematian bayi baru lahir: 20/1000
f. NDR (Net Death Rate): 2,5%
g. ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
h. PODR (Post Operation Death Rate): 1%
i. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%
2. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:
a. Biaya per unit untuk rawat jalan
b. Jumlah penderita yang mengalami decubitus
c. Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
d. BOR: 70-85%

14
e. BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kaki per satu tempat
tidur/tahun
f. TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
g. LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial;
gawat darurat; tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan;
dan kepuasan pasien)
h. Normal tissue removal rate: 10%
3. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur
dengan jumlah keluhan pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran,
surat kaleng, surat masuk di kotak saran, dan lainnya.
4. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:
a. Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak
RS dengan asal pasien.
b. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan
pembedahan dan jumlah kunjungan SMF spesialis.
c. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar
tersebut di atas dibandingkan dengan standar (indicator) nasional.
Jika bukan angka standar nasional, penilaian dapat dilakukan
dengan menggunakan hasil penacatatan mutu pada tahun-tahun
sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan
kesepakatan pihak manajemen/direksi RS yang bersangkutan
dengan masing-masing SMF dan staff lainnya yang terkait.
5. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
a. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
b. Pasien diberi obat salah
c. Tidak ada obat/alat emergensi
d. Tidak ada oksigen
e. Tidak ada suction (penyedot lendir)
f. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran

15
g. Pemakaian obat
h. Pemakaian air, listrik, gas, dan lainnya
Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksankan di SGH
(sinkesenjanganore General Hospital,2006) meliputi:
a. Pasien jatuh disesbabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran
pasien, beban kerja perawat, model tempat tidur, tingkat
perlukaan, dan keluhan keluarga
b. Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya
kepuasan pasien, dan peraturan rumah sakit
c. Clinical incident diantaranya jumlah pasien flebitis, jumlah pasien
ulkus dekubitus, jumlah pasien pneumonia, jumlah pasien
trimboli, dan jumlah pasien edema paru karena pemberian cairan
yang berlebih
d. Sharp injury, meliputi bekas tusukan infus berkali-kali, kurangnya
keterampilan perawat, dan komplain pasien
e. Medication incident, meliputi 5 tidak tepat (jenis obat, dosis obat,
pasien, cara, waktu).

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk


mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah
sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat
tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran
tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.Nilai
parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%

16
(jumlah tempat tidur × jumlah hari dalam satu
periode)

Soal :
BOR = Bed Occupancy Rate atau Tingkat Hunian
RS (dalam bentuk prosentase)
Hari Perawatan (HP) = Banyaknya pasien yang
dirawat dalam 1 hari periode
Jumlah Hari Perawatan
BOR = ——————————————- X 100 %
Jmlh Tempat Tidur X Periode
Jadi data HP ini diambil dari jumlah pasien yang
dirawat setiap hari dan diakumulasikan dalam periode
tertentu, misalnya : Mingguan, Bulanan, Triwulan atau
Tahunan.

Contoh : Pasien yang dirawat tgl 1 sep = 97 pasien; 2


sep = 98 pasien; 3 sep = 100 pasien; tgl 4 sep = 89
pasien. Maka Jumlah Hari Perawatan dari tgl 1 – 4 Sep
adalah 384. Selama 4 hari (periode)

Jumlah Tempat Tidur = Banyaknya tempat tidur


yang ada/yang beroperasional di RS

Maka BORnya adalah :

BOR=

17
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐻𝑃=384
(𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑇=200)𝑥 (𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒=4 ℎ𝑎𝑟𝑖
x100%

384
BOR = ———————– X 100 %
200 X 4

384
BOR = ———————– X 100 %
800

BOR = 48 %

2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien


dirawat)
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat
efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila
diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu
pengamatan yang lebih lanjut.Secara umum nilai ALOS yang ideal
antara 6-9 hari (Depkes, 2005).

Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

18
Soal :
Jumlah lama dirawat
ALOS = ——————————————–
Jumlah pasien keluar (h+m)
ALOS = Average Length of Stay = Rata-rata lama dirawat dalam satu
periode

Lama Dirawat = Lamanya 1 orang pasien dirawat setelah pasien


tersebut keluar hidup (pulang atas izin dokter, pulang paksa, melarikan
diri dan dirujuk) atau meninggal.

Contoh : Pada tanggal 4 Sep ini ada 5 orang pasien pulang.

Pasien A pulang dengan lama dirawat 4 hari


Pasien B pulang paksa dengan lama dirawat 2 hari
Pasien C meninggal dengan lama dirawat 10 hari
Pasien D pulang dengan lama dirawat 3 hari
Pasien E pulang dengan lama dirawat 6 hari

Jadi Jumlah Lama Dirawat pada tanggal 4 sep tersebut adalah


25 hari dan pasien yang pulang (baik hidup ataupun meninggal) ada 5
orang. Maka pada tanggal 4 Sep tersebut ALOSnya adalah :
Jumlah lama dirawat = 25
ALOS = ——————————————–
Jumlah pasien keluar (h+m) = 5

25
ALOS = —————–
5
ALOS = 5 hari

19
Untuk mendapatkan lama dirawat pada setiap pasien dihitung dari
kapan pasien pulang dan pasien tersebut masuk. Misalnya. Pasien A
masuk tanggal 31 Agustus dan pulang tanggal 4 Sep, maka lama
dirawat Pasien A adalah 4 hari.

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat
tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.Indikator
ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

Rumus :
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

Soal :

RS dengan 210 TT tersedia pada bulan Juni


Total hari perawatan 4.780
Total pasien keluar (H+M) sebanyak 736 orang
Berapakah rata-rata TT tidak terisi pada bulan Juni 2017?
𝑇𝑂𝐼 = ((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

(210x30) − 4.780
=
736

20
6300 − 4.780
=
736

= 2.06

Jadi rata-rata TT tidak terisi (TOI) pada bulan Juni 2017 adalah 2,06
atau 2 hari

4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)


BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat
tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu
satuan waktu tertentu.Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur
rata-rata dipakai 40-50 kali.

Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)

Soal :
Jumlah Pasien Keluar Hidup & Meninggal
BTO = —————————————————

Jumlah Tempat Tidur

BTO = Bed Turn Over yaitu frekuensi pemakaian tempat tidur pada
satu periode atau berapa kali tempat tidur yang dipakai dalam satu
satuan waktu (periode)

21
Contoh : Pasien keluar hidup & meninggal ada 5 orang pada tanggal 4
Sep
Jumlah Tempat tidur ada 200 TT
Maka BTOnya adalah :
Jumlah Pasien Keluar Hidup & Meninggal = 5

BTO = ——————————————————

Jumlah Tempat Tidur = 200 TT

5
BTO = ——————–
200
BTO = 0.025 kali

5. NDR (Net Death Rate)


NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam
setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini
memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
Jumlah pasien mati > 48 jam × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

Soal :
Sebuah RS Umum dengan TT=477
Mempunyai pasien keluar/ meninggal 15746 dalam tahun 2015.
Jumlah pasien meninggal selama dirawat = 487 dengan 89 meninggal
< 48 jam. 487 – 89 = 398 (jumlah pasien meninggal)

Jumlah Hari Rawat ( Bed days) = 136995

22
Jumlah Lama Perawatan pasien keluar/ meninggal = 136540.

NDR adalah angka kematian 48 jam setelah pasien dirawat untuk tiap
1000 pasien keluar

jumlah pasien mati>48 jam


= x 100 %
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛

398
= x 100
15746

NDR = 2.528

6. GDR (Gross Death Rate)


GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk
setiap 1000 penderita keluar.
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

Soal :

Sebuah RS Umum dengan TT=477 mempunyai pasien keluar/


meninggal 15746 dalam tahun 2015.

Jumlah pasien meninggal selama dirawat = 487 dengan 89 meninggal


< 48 jam.

487 – 89 = 398 (jumlah pasien meninggal)

Jumlah Hari Rawat ( Bed days) = 136995

23
Jumlah Lama Perawatan pasien keluar/ meninggal = 136540

GDR adalah angka kematian kotor.

jumlah pasien meninggal setelah dirawat


= x 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑅𝑆 (ℎ+𝑚)

487
= x 100 %
15746

= 3,092%

2.2.3. Jenis Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan


1. Jenis Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat
a. Angka keterlambatan pelayanan pertama gawat darurat (>5 menit)
b. Angka kegagalan pemasangan infus (>2x)
c. Angka kesalahan transfer pasien
d. Angka kesalahan pengambilan darah
e. Angka kesalahan pemberian obatb.
2. Jenis Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan di Instalasi Rawat Inap
a. Angka kejadian phlebitis
b. Angka kejadian decubitus
c. Angka kejadain pasien jatuh
d. Angka kesalahan pemberian obat
e. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan
f. Angka kesalahan pengambilan darahc.
3. Jenis Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan di Intensive Care Unit
a. Angka kegagalan pengambilan sampling BGA (>3x)

24
b. Angka kejadian phlebitis
c. Angka kejadian decubitus
d. Angka kejadian pasien jatuh
e. Angka kesalahan pemberian obat
f. Angka kejadian cedera akibat restrain
4. Jenis Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan di Kamar Operasi
a. Insiden kesalahan identifikasi pasien
b. Insiden tertinggalnya kain kasa
c. Angka terjadinya salah penjadwalan operasi
d. Insiden tertinggalnya instrument
e. Angka kesalahan pemberian obat
f. Angka kejadian pasien jatuh
g. Respon time penyiapan ruangan operasi emergensi (<60 menit)
5. Jenis Indikator Pelayanan Keperawatan di Instalasi Rawat Jalan
a. Angka kesalahan penjadwalan rencana kunjungan
b. Angka kesalahan penjadwalan tindakan
c. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat.
Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit:
1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi
nosokomial, angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus,
kesalahan dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.

25
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan
standar profesi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara baik,
sehingga semua kebutuhan pelanggan dam tujuan untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal dapat tercapai (Purnomo, 2011).
Adapun 5 dimensi dalam penilaian mutu pelayanan yaitu: tangibles,
reliability, responsiveness, assurance, empathy. Unsur unsur yang berpengaruh
terhadap mutu (kualitas) pelayanan yaitu: unsur masukan (input), unsur proses
(process), unsur lingkungan (environment), dan unsur keluaran (output).
Fandy dan Diana (2001) yang menyoroti persyaratan utama untuk
memberikan kualitas jasa yang diharapkan dan terhadap 5 kesenjangan
penyebab kegagalan adalah:
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
Menurut Nursalam (2009) pentahapan kualitas pelayanan keperawatan
sebagai berikut:
1) Tahap pertama dalam proses ini adalah penyusunan standar atau
kriteria.
2) Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan
kriteria.
3) Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi.

26
4) Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data
5) Tahap kelima atau tahapan terakhir yaitu evaluasi ulang.
Indikator mutu pelayanan keperawatan adalah dapat menjadi sebuah
acuan untuk menilai kualitas pelayanan yang sudah diberikan dan dapat
digunakan sebagai dasar penilaian apakah kualitas keperawatan berada dalam
kondisi di bawah standar sehingga diperlukan program peningkatan, sesuai
standar atau di atas standar sehingga diperlukan usaha-usaha untuk
mempertahankan.
Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-
pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu : Aspek Struktur
(Input), Proses, Hasil (Outcome)
Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan :

1. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan


2. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS
3. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien
4. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS
5. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien
Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)
5. NDR (Net Death Rate)
6. GDR (Gross Death Rate)
3.2 Saran

Sebagai seorang calon perawat,hendaknya dapat memahami konsep dan


indikator dari penialian mutu pelayanan asuhan keperawatan agar kelak sudah

27
menjadi perawat mampu bertanggung jawab dan menganalisis mutu pelayanan
asuhan keperawatan yang mendasari pelaksanaan dalam manajemen keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Tribowo Cecep, Manajemen Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta :


CV. Trans Info Media, 2013.

Nursalam, Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika, 2017.

https://www.scribd.com/document/341830450/Indikator-Penilaian-Mutu-Asuhan-
Keperawatan [diakses tanggal 21 Januari 2020]

https://media.neliti.com/media/publications/29587-ID-analisis-kepuasan-
konsumen-servqual-model-dan-important-performance-analysis-mod.pdf [diakses
tanggal 21 Januari 2020]

28
29

Anda mungkin juga menyukai