Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kepuasan Pasien


2.1.1 Pengertian Kepuasan
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang
yang mendapatkan kesan dari perbandingan hasil pelayanan kinerja
dengan harapan ke depannya (Irawan, 2008).
Sedangkan pasien adalah makhluk bio-psiko sosial ekonomi
budaya. Artinya dia memerlukan terpenuhinya kebutuhan, keinginan,
dan harapan dari aspek biologis (kesehatan), aspek psikologis
(kepuasan), dan aspek sosial-ekonomi (papan, sandang, pangan, dan
afiliasi sosial), serta aspek budaya (Supriyanto dan Ernawaty, 2010).
2.1.2 Pengertian Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien adalah keluaran (outcame), layanan kesehatan.
Dengan demikian kepuasan pasien merupakan salah satu tujuan dari
peningkatan mutu layanan kesehatan. Kepuasan pasien adalah suatu
tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan
apa yang diharapkannya (Pohan, 2013).
Instrument kepuasan pasien berdasarkan lima karakteristik
(Nursakam, 2013):
a. Kenyataan (tangible) merupakan wujud langsung yang meliputi
fasilitas fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan yang
digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM, dan keselarasan antara
fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
b. Keandalan (Reliability) yaitu pelayanan yang disajikan dengan
segera dan memuaskan dan merupakan aspek-aspek keandalan
sistem pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa diantaranya
kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana.

13
14

c. Tanggungjawab (Responsiveness) yaitu keinginan untuk membantu


dan menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen.
d. Jaminan (Assurance) yaitu adanya jaminan bahwa jasa yang
ditawarkan memberikan jaminan kepastian terhadap tanggungjawab.
e. Empati (Emphaty) memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pasien dengan
berupaya memahami keinginan pasien.
2.1.3 Rumus Kepuasan Pasien
Kepuasan pengguna jasa layanan kesehatan dapat disimpulkan
sebagai selisih kinerja institusi pelayanan kesehatan dengan
harapan pasien (Muninjaya, 2013). Dari penjelasan ini, kepuasan
pelanggan dapat di rumuskan sebagai berikut:
Satisfaction = f (performance+expectation)
Dari rumus ini dihasilkan tiga kemungkinan:
1. Performance<Expectation. Jika kinerja pelayanan kesehatan
lebih jelek dari pada apa yang diharapkan para pengguna,
kinerja pelayanan kesehatan akan dipandang jelek oleh
penggunanya, karena tidak akan seseuai dengan harapan
pengguna sebelum menerima pelayanan kesehatan.
2. Performance=Expectation. Jika kinerja pelayanan kesehatan
sama dengan harapan para penggunanya, pengguna layanan
kesehatan akan menerima kinerja pelayanan kesehatan dengan
baik. Pelayanan yang diterima sesuai apa yang diharapkan
penggunanya. Hasilnya, para pengguna pelayanan merasa puas
dengan layanan yang diterima.
3. Performance>Expectation. Jika kinerja layanan kesehatan lebih
tinggi dari apa yang diharapkan pengguna, pengguna akan
menerima layanan yang melebihi harapannya. Hasilnya, para
pelanggan merasa sangat puas dengan pelayanan kesehatan
yang diterima.
15

2.1.4 Cara Mengukur Kepuasan Pasien


Mereka yang membeli atau menggunakan produk atau jasa
pelayanan kesehatan disebut pelanggan atau costumer (Muninjaya,
2013). Lebih lanjut menurut kolter dalam Nursalam (2011) ada
beberapa cara mengukur kepuasan pelanggan atau pasien, antara lain:
a. Sistem keluhan dan saran. Seperti kotak saran di lokasi-lokasi
strategis, kartu pos berprangko, saluran telepon bebas pulsa, website,
email dan lain-lain.
b. Survei kepuasan pelanggan. Baik via pos, telepon, email maupun
tatap muka langsung.
c. Ghost shopping. Salah satu bentuk observasi yang memakai jasa
orang yang menyamar sebagai pelanggan atau pesaing untuk
mengamati aspek-aspek pelayanan dan kualitas produk.
d. Lost costumer analisys. Yaitu menghubungi atau mewawancarai
pelanggan yang telah beralih dalam rangka memahami penyebab
dengan melakukan perbaikan pelayanan.
Menurut Parasuraman (2008) terdapat 10 indikator untuk
mengukur kepuasan pasien. Dalam perkembangan selanjutnya
indikatorkesepuluh faktor tersebut dirangkum menjadi lima dimensi
mutu pelayanan sebagai penentu kualitas jasa, yaitu:
1. Bukti langsung adalah segala sesuatu yang termasuk seperti
fasilitas,peralatan, kenyamanan ruang dan sifat petugas
2. Keandalan adalah elemen yang berkaitan dengan kemampuan
untukmewujudkan pelayanan yang dapat diandalkan.
3. Daya tanggap adalah elemen yang berkaitan dengan kesediaan
petugas dalam membantu dan memberikan pelayanan yang terbaik
bagi pasien, petugas dapat memberikan informasi yang jelas,
petugas dapat memberikan layanan dengan segera dan tepat waktu,
petugas memberikan pelayanan dengan baik.
4. Jaminan adalah hal yang mencakup pengetahuan,
kemampuan,kesopanan dan sifat yang dapat dipercaya petugas.
16

Selain itu, bebas dari bahaya saat pelayanan merupakan jaminan


juga.
5. Empati meliputi perhatian pribadi dalam memahami kebutuhan para
pasien.
2.1.5 Manfaat Pengukuran Kepuasan Pasien
Manfaat pengukuran kepuasan pasien menurut Soeparmanto dan
Asuti(2006), yaitu :
a. Mengetahui kekurangan masing-masing tingkat kelemahan
penyelenggaraan pelayanan.
b. Mengetahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah
dilaksanakan oleh unit pelayanan.
c. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya
yang perlu dilakukan.
d. Mengetahui indeks kepuasan masyarakat secara pelayanan public
pada lingkup pemerintahan pusat dan daerah.
e. Memacu persaingan positif antar unit penyelenggara pelayanan
dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan.
f. Bagi masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja
pelayanan unit yang bersangkutan.

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien


Menurut Sangadji (2013), adapun faktor-faktor yang memperngaruhi
kepuasan pasien antara lain:
1. Karakteristik pasien. Faktor penentu tingkat pasien dan konsumen
oleh karakteristik dari pasien tersebut yng merupakan ciri-ciri
seseorang atau kekhasan seseorang yang membedakan orang yang
satu dengan orang yang lain. Karakteristik tersebut berupa nama,
umur, jenis kelamin, latar belakang, pendidikan, suku bangsa,
agama, pekerjaan, dan lainlain.
2. Sarana fisik. Berupa bukti fisik yang dapat dilihat meliputi gedung,
perlengkapan, seragam pegawai dan sarana komunikasi.
17

3. Jaminan. Pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat


dipercaya yang dimiliki perawat.
4. Kepedulian. Kemudahan dalam membangun komunikasi baik antara
pegawai dengan klien perhatian pribadi dan dapat memahami
kebutuhan pelanggan.
5. Kehandalan. Kemampuan dalam memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan cepat, tepat, akurat dan memuaskan.

2.1.7 Aspek-aspek Kepuasan Pasien


Kepuasan yang dirasakan oleh pasien merupakan aspek yang
sangat penting bagi kelangsungan suatu rumah sakit. Kepuasan pasien
adalah nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.
Penilaian subjektif tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu,
pendidikan, situasi psikis waktu itu, dan pengaruh lingkungan waktu itu
(Novianti,2014).
Menurut hasil penelitian Kiki Miranty Sareong dkk (2013)
menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara kepuasan pasien
terhadap beberapa aspek berikut :
a. Kenyamanan
Banyak faktor yang bisa ditingkatkan yang memperngaruhi
kenyamanan pasien, seperti kondisi ruangan seperti
kebersihan,kerapian dan kelengkapan alat-alat yang dipakai
petugas. Fasilitas juga turut mempengaruhi kenyamanan termasuk
toilet, tempat duduk diruang tunggu. Selain itu lokasi pelayanan
kesehatan yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
b. Pelayanan Petugas
Pelayanan petugas berhubungan dengan tugas para tenaga
kesehatan untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kesehatan
sesuai dengan bidang keahlian atau kewenangan tenaga kesehatan
yang bersangkutan. Mematuhi standart profesi dan menghormati
hak pasien. Selain itu pelayanan petugas juga berkaitan dengan
18

hubungan antar manusia, yaitu antara pemberi layanan dengan


pasien secara langsung.
c. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan berkaitan dengan sistem pelayanan dan
juga standart pelayanan. Pada prosedur pelayanan ini meliputi
kegiatan registrasi pasien diloket dan pendaftaran pasien serta
informasi dan petunjuk pelayanan.
d. Hasil Layanan
Kepuasan terhadap hasil layanan akan dinyatakan oleh
keluaran dari penyakit atau bagaimana perubahan yang dirasakan
oleh pasien sebagai hasil dari layanan kesehatan.

2.1.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien


Menurut Bustami (2011)., faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
yaitu:
a. Kualitas produk atau jasa, pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi
mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan
berkualitas. Persepsi pasien terhadap kualitas produk atau jasa
dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa
dan komunikasi perusahaan, dalam hal ini rumah sakit dalam
mengiklankan tempatnya.
b. Kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas jika mereka
memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang
diharapkan.
c. Faktor emosional, pasien merasa bangga, puas dan kagum terhadap
rumah sakit yang dipandang “rumah sakit mahal”.
d. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas
sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada
pasien.
19

e. Biaya, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau


tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan,
maka pasien cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

Selain itu, menurut Lauren (2015) menyebutkan faktor-faktor yang


mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu:
a. Karakteristik produk, karakteristik produk rumah sakit meliputi
penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar
yang disediakan beserta kelengkapannya.
b. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harapan yang lebih besar.
c. Pelayanan, meliputi pelayanan keramahan petugas rumah sakit,
kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila
dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan
pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit.
d. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam
memilih rumah sakit Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan
pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi
dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien
yang membutuhkan rumah sakit tersebut.
e. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan
penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana
dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang
kamar rawat inap.
f. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian perawat terhadap
lingkungan
g. Desain visual, tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan
kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual
harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan
pasien atau konsumen.
20

h. Suasana, suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah
akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses
penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang
menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah
sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif
sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.
i. Komunikasi, bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat
diterima oleh perawat.

Kemudian menurut Yazid (dalam Nursalam; 2011), faktor yang


mempengaruhi kepuasan pasien yaitu:
a. Kesesuaian antara harapan dan kenyataan
b. Layanan selama proses menikmati jasa
c. Perilaku personel
d. Suasana dan kondisi fisik lingkungan
e. Cost atau biaya
f. Promosi atau iklan yang sesuai dengan kenyataan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan pasien adalah kualitas pelayanan, biaya
perawatan, lokasi, fasilitas, image, desain visual, suasana dan
komunikasi.

2.2 Konsep Komunikasi Terapeutik


2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang
berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara
dua orang atau lebih, komunikasi berasal dari kata communico yang
artinya membagi (Nasir., 2011).
Komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan,
penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam
diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu.
21

Definisi tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu


komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian,
penerimaan dan pengolahan pesan. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan
intervensi keperawatan sehingga memberikan khasiat terapi bagi proses
penyembuhan pasien (Nurhasanah, 2011).

2.2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik


Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat
tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah
hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat
kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa (Musliha, 2010).
Tujuan komunikasi terapeutik adalah : (1) membantu pasien
dalam memperbaiki dan mengendalikan emosi sehingga membantu
mempercepat penyembuhan dari upaya medis; (2) membantu pasien
untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien
percaya pada hal yang diperlukan; (3) mengurangi keraguan, membantu
dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan
kekuatan egonya; (4) memengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan
dirinya sendiri; (5) memberikan pelayanan prima (service excellence
atau tanpa cacat) sehingga dicapai kesembuhan dan kepuasan pasien;
(6) menghasilkan kepuasan semua pihak yang terlibat (win win solution
bagi dokter, perawat, dan pasien) (Supriyanto, 2010).

2.2.3 Jenis Komunikasi Terapeutik


Komunikasi ada tiga jenis yaitu verbal, tertulis, dan nonverbal
yang dimanifestasikan secara terapeutik:
Komunikasi Verbal, merupakan jenis komunikasi yang paling lazim
digunakan dalam pelayanan keperawatan di puskemas dan rumah sakit,
22

adalah dengan pertukaran informasi secara verbal terutama


pembicaraan dengan tatap muka. Kata-kata adalah alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan
respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan
tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi verbal yang
efektif harus sesuai dengan hal-hal berikut: (1) jelas dan ringkas, (2)
perbendaharaan yaitu mengucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien, (3) arti denotatif dan konotatif yaitu harus hati-hati
memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalahartikan, (4)
selaan dan kesempatan berbicara, (5) waktu dan relevansi, (5) humor
yang dapat merangsang produksi katekolamin dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa
sakit, mengurangi ansietas, dan memfasilitasi relaksasi pernapasan
(Musliha,, 2010).
Komunikasi Tertulis, sering digunakan perawat saat berinteraksi
dengan dokter, petugas kesehatan lainnya, dan teman sejawat.
Komunikasi tertulis yang dilakukan perawat dengan klien terjadi bila
klien dalam keadaan bisu atau ada gangguan pada artikulasi karena
penyakitnya (biasanya ada gangguan pada area Brocha) (Nasir, 2011).
Fungsi komunikasi tertulis adalah: (1) sebagai tanda bukti tertulis
yang otentik,misalnya persetujuan operasi; (2) alat pengingat/berpikir
bilamana diperlukan,misalnya surat yang telah diarsipkan; (3)
dokumentasi historis; (4) jaminan keamanan, misalnya surat keterangan
jalan; dan (5) pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat perintah,
surat keputusan (Musliha & Fatmawati, 2010).
Komunikasi nonverbal, merupakan penyampaian kode nonverbal
yaitu suatu proses pemindahan atau penyampaian pesan tanpa
menggunakan kata-kata. Cangara (2006) mendefinisikan bahwa
penyampaian kode nonverbal biasa disebut juga bahasa isyarat atau
bahasa diam (silent language). Komunikasi nonverbal dapat diamati
23

pada hal-hal berikut: (1) Metakomunikasi yaitu suatu komentar


terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara
yaitu pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap
pendengar; (2) Penampilan personal yaitu yang mempengaruhi persepsi
klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima karena tiap
klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang
perawat; (3) Paralanguage yaitu intonasi atau nada suara, (4) Gerakan
mata (eye gaze) yaitu mempertahankan kontak mata, (5) Kinesics yaitu
gerakan tubuh yang menggambarkan sikap, emosi, konsep diri, dan
keadaan fisik, (6) Sentuhan (touching) namun harus memperhatikan
norma sosial (Nasir., 2011).

2.2.4 Tahap Komunikasi Terapeutik


Menurut Potter & Perry (2012), ada empat tahap dalam komunikasi
terapeutik, yaitu:
a. Tahap Pra-interaksi
Sebelum melakukan pertemuan pertama dengan klien, perawat
idealnya mengulangi informasi mengenai klien. Informasi tersebut
dapat meliputi riwayat keperawatan atau medis, entri dalam catatan
perawat mengenai catatan medis, atau diskusi dengan perawat
lainnya yang merawat klien. Fase pra interaksi adalah waktu dimana
perawat merencanakan pendekatan. Proses ini membantu
menghindari terjadinya stereotip pada klien dan membantu perawat
untuk berpikir mengenai nilai atau perasaan pribadi. Meskipun
perawat mungkin merasa resah mengenai klien, hal ini akan
mempertajam proses mental dan membantu perencanaan.
Langkah akhir dari fase pra interaksi adalah untuk menentukan
lokasi dan menetapkan kapan pertemuan dengan klien dilakukan
untuk pertama kalinya. Lingkungan yang nyaman, tersendiri dan
menarik akan mempercepat interaksi interpersonal. Perawat juga
menyediakan waktu yang cukup untuk diskusi.
24

b. Tahap Orientasi
Fase orientasi dimulai ketika perawat dan klien bertemu untuk
pertama kalinya. Fase ini menentukan bagaimana hubungan
perawat-klien selanjutnya. Perawat dan klien bertemu dan saling
mengenal nama.
Pengujian, klien seringkali menguji perawat selama fase
orientasi. Hal ini disebabkan oleh kesulitan klien dalam memahami
kebutuhan untuk membantu, ketakutan untuk mengekspresikan
perasaan yang sesungguhnya dan kecemasan yang lebih besar
daripada keinginan untuk berubah. Perawat yang sadar akan apa
yang menjadi ketakutan klien harus menunjukkan rasa percaya diri
dan kompeten. Perawat harus bersikap terbuka dan ingin tahu
tentang masalah klien. Perawat dapat menunjukkan keinginan
untuk membantu dengan menjelaskan tindakan yang diambil dan
menunjukkan perawatan dengan baik.
Membangun Kepercayaan, seringkali klien mempercayai
perawat namun tidak sanggup untuk meminta bantuan. Ketika
klien mulai mambagi perasaan dan sikapnya dengan perawat,
mereka menjadi mudah dikritik. Klien harus menjadi nyaman
dalam mengungkapkan informasi pribadi. Perhatian yang tulus
adalah metoda yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan. Perawat
menunjukkan sensitivitas dan memahami kebutuhan klien.
Menunjukkan perhatian adalah salah satu cara untuk menetapkan
rasa percaya.
Mengidentifikasi Masalah dan Keberhasilan, Dalam
pertemuan pertama, perawat mulai mengkaji status kesehatan klien.
Melalui observasi dan interaksi, perawat mulai membuat
kesimpulan diagnosa. Setelah masalah diidentifikasi, perawat dan
klien bersama-sama menentukan tujuan. Ketika klien telah mampu
ikut serta dalam penyusunan tujuan dan melihat keuntungan yang
diinginkan, intervensi perawatan akan menjadi lebih efektif.
25

Menjelaskan Peran, Setelah hubungan yang membantu


dimulai, peran harus ditetapkan. Hubungan yang membantu
membutuhkan partisipasi dari kedua belah pihak namun perawat
memegang peran sebagai pemimpin. Memimpin tidak berarti
mengontrol dalam kesan yang bersifat manipulatif. Klien bertindak
sebagai penerima peran sebagai partisipan dalam perawatan.
Menetapkan Kontrak, Setelah tujuan dan peran
didefenisikan dengan jelas, perawat mungkin dapat menetapkan
kontrak dengan klien. Umumnya fase ini membutuhkan pertukaran
verbal. Elemen kontrak meliputi lokasi, frekuensi dan panjang
kontak dengan klien dan durasi hubungan. Perawat tidak
seharusnya melakukan kontrak dengan cara yang terlalu formal
tetapi harus memberikan garis besar perjanjian dengan cara dimana
ia menjelaskan harapan dan menyimpulkan langkah untuk
meningkatkan perkembangan ke arah kesehatan.
c. Tahap Kerja
Selama fase bekerja dari hubungan yang membantu,
perawat berupaya untuk mencapai tujuan selama fase orientasi.
Perawat dan klien bekerja bersama. Kemampuan komunikasi
adalah pendorong klien untuk berkomunikasi dalam cara yang
dapat meningkatkan pertumbuhan mereka meliputi konfrontasi,
kesiapan, dan pemaparan diri.
Konfrontasi, Perawat membuat klien menyadari
inkonsistensi dalam tingkah laku atau pemikiran yang berhubungan
dengan pemahaman diri. Teknik ini membantu klien mengenali
pertumbuhan atau berhadapan dengan hal-hal penting.
Kesiapan, Perawat memfokuskan interaksi pada situasi
sekarang antara perawat dan klien. Klien belajar untuk memahami
bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain. Hal ini meliputi
menarik perhatian pada tingkah laku atau pernyataan klien.
26

Pemaparan Diri, Perawat menunjukkan pengalaman,


pemikiran, ide, nilai atau perasaan personal dalam konteks
hubungan. Hal ini bukan terapi untuk perawat. Hal ini akan
menunjukkan kepada klien bahwa pengalaman mereka dapat
dipahami.
Memadukan Komunikasi dengan Tindakan
Keperawatan, Tindakan keperawatan dapat secara umum dibagi
ke dalam empat kelompok: fisiologis, psikologis, spiritual, dan
sosioekonomi. Tindakan fisiologis yang menyertai kebutuhan fisik
klien seperti nutrisi, eliminasi dan kenyamanan memiliki visibilitas
tinggi. Sebagian besar tindakan fisiologis bersifat non-verbal dan
dilakukan secara rutin. Visibilitas tinggi mereka membantu klien
mengenali perawat sebagai perilaku praktik yang baik.
Sebaliknya, tindakan keperawatan psikologis,
sosioekonomik, dan spiritual memiliki visibilitas yang rendah.
Tindakan psikologis memenuhi kebutuhan emosional. Tindakan
sosioekonomik seperti mengarahkan klien pada lembaga kesehatan
komunitas, membantu klien dalam beradaptasi dengan lingkungan.
Tindakan spiritual membantu klien mendapatkan dukungan untuk
sistem kepercayaan mereka.
Pemberian dukungan emosional atau mendidik keluarga
klien jelas membutuhkan komunikasi efektif, dan juga prosedur
asuhan keperawatan. Melalui komunikasi, perawat dapat
menunjukkan rasa percaya diri, kredibilitas dan pengetahuan yang
diharapkan klien. Komunikasi memudahkan semua tindakan
kesehatan perawat. Komunikasi terapeutik selama tugas dengan
visibilitas tinggi meningkatkan penerimaan dan pemahaman klien
mengenai prosedur, mengurangi kecemasan dan meningkatkan
kepuasan klien dan keinginannya untuk bekerja sama.

d. Tahap Terminasi
27

Pada tahap ini perawat mengakhiri pertemuan dalam


menjalankan tindakan keperawatan serta mengakhiri interaksinya
dengan klien. Dengan dilakukan terminasi, klien menerima kondisi
perpisahan tanpa menjadi regresi (putus asa) serta menghindari
kecemasan (Nasir.,2010).
Evaluasi Hasil yang Telah Dicapai, Hal vital pada masa
pemutusan adalah evaluasi hasil. Perawat mendorong dilakukannya
pengkajian atas ketepatan dan menentapkan hasil.
Perpisahan, Bergantung pada hubungan antara klien dan
perawat, klien mungkin akan merasa cemas atau ambivalen ketika
perpisahan makin dekat. Idealnya klien mengekspresikan perasaan
mengenai perpisahan. Perawat merencanakan waktu sehingga klien
dapat membagi perhatian dan ketakutannya.

2.2.5 Teknik Komunikasi Terapeutik


Potter & Perry (2012) mengidentifikasi teknik komunikasi
terapeutik sebagai berikut: (1) menyimak dengan penuh perhatian yaitu
merupakan metoda non verbal untuk menunjukkan minat pada kebutuhan,
pandangan dan masalah klien; (2) menunjukkan penerimaan yaitu keinginan
untuk mendengar seseorang tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidaksetujuan; (3) mengajukan pertanyaan yang berhubungan yaitu
metoda langsung dari komunikasi untuk memperoleh informasi spesifik
mengenai klien; (4) parafrase yaitu mengulang pesan klien dengan kata-kata
perawat sendiri; (5) menjelaskan yaitu tindakan yang menyatakan ulang
sebuah pernyataan yang sudah di utarakan atau dikirimkan oleh pengirim
pesan; (6) fokus yaitu memusatkan informasi pada elemen atau konsep
kunci dari pesan yang dikirimkan; (7) menetapkan observasi yaitu cara
perawat dalam memberikan respon dengan bersama dengan klien berbagi
tentang tingkah laku selama komunikasi; (8) memberikan informasi; (9)
mempertahankan ketenangan; (10) menggunakan keasertifan (ketegasan)
adalah mempertahankan hak seseorang tanpa menyinggung oranglain yang
28

tidak sepaham; (11) penyimpulan yaitu pengulangan ringkas ide-ide utama


yang telah didiskusikan.

2.2.6 Hambatan Komunikasi Terapeutik


Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan
perawat klien terdiri dari lima jenis : (1) resisten yaitu upaya klien untuk
tetap tidak menyadari aspek penyebab kecemasan yang dialaminya dan
sering merupakan akibat dari ketidaksetiaan klien untuk berubah ketika
kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya
diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak
berisi proses penyelesaian masalah; (2) transferens adalah respon tidak sadar
berupa perasaan atau perilaku terhadap perawat yang pada dasarnya terkait
dengan tokoh dalam kehidupannya dimasa lalu; (3) kontertransferens,
biasanya timbul dalam bentuk respons emosional, hambatan ini berasal dari
perawat yang dibangkitkan atau dipancing oleh sikap klien; (4) pelanggaran
batas, bisa terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik
dan membina hubungan sosial ekonomi atau hubungan personal dengan
klien; (5) pemberian hadiah, tidak pantas bila setiap pemberian hadiah
dihubungkan dengan tindakan perawat (Suryani, 2016).

2.2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik


Faktor-faktor yang memengaruhi proses komunikasi dan
berdampak pada hasil interaksi pasien di dalam keterampilan komunikasi
terapeutik meliputi (Setyohadi dan Kushariyadi, 2011):
a. Budaya
b. Nilai (kepercayaan dan peraturan kehidupan masyarakat)
c. Keadaan emosional (perasaan yang memengaruhi pola komunikasi)
d. Orientasi spiritual;
e. Pengalaman internal (misalnya dampak biologis dan psikologis pada
bagaimana seseorang menginterpretasikan situasi kehidupan)
f. Kejadian-kejadian di luar individu
29

g. Sosialisasi keluarga mengenai komunikasi


h. Bentuk hubungan
i. Konteks hubungan saat ini
j. Isi pesan (misalnya topik-topik yang nienimbulkan kepekaan dan
berdampak secara emosional)
30

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi


Kepuasan Pasien :
1.Karakteristik Pasien
2. Sarana Fisik Kepuasan Pasien
1. Tidak Puas
3. Jaminan 2. Puas
4. Kepedeulian
5. Kehandalan
Sumber : Sangadji (2013),

Sumber : Sangadji (2013) & Setyohadi dan Kushariyadi, 2011

Anda mungkin juga menyukai