Anda di halaman 1dari 11

KONSEP MUTU PELAYANAN KESEHATAN

DEFINISI

Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara efisien dan efektif
sesuai dengan standart pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan
kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam
pengembangan pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang
optimal.

Pengukuran Mutu Pelayanan

Menurut Donabedian, mutu pelayanan dapat diukur dengan meggunakan tiga variabel, yaitu
input, proses dan output/outcome.

1. Input.adalah sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan seperti


tenaga dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi dan informasi.
2. Proses adalah interaksi profeional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien dan masyarakat). Setiap tindakan mediskeperawatan harus selalu
mempertimbangkan nilai yang dianut pada diri pasien.setiap tindakan korektif dibuat
dan meminimalkan riiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada pasien lainnya.
Program keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan keselamatan paien dan
meningkatkan mutu pelayanan. Interaksi profesional yang lain adalah pengembangan
akreditasi dalam meningkatkan mutu ruma sakit dengan indikator pemenuhan standart
pelayanan yang diterapkan Kementrian Kesehatan RI.ISO 9001:2000 adalah suatu
standart internasioanal untuk sistem manajemen kualitas yang bertujuan menjamin
kesesuaian diri suatu proses pelayanan terhadap kebutuhan persyaratan yang
dispesifikasikan ole pelanggan dan rumah sakit. Keilmuan selalu diperbarui untuk
menjamin bahwa tindakan medis/keperawatan yang dilakukan tela didukung oleh
bukti ilmia yang mutakir. Interaksi profesional selalu memperhatikan asas etika
terhadap pasien yaitu :
a. Berbuat hal yang baik (benefience) terhadap manusia khususnya pasien, staf klinis
dan nonklinis, masyarakat dan pelanggan secara umum.
b. Tidak menimbulkan kerugian (nommaleficence) terhadap manusia;
c. Menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak otonomi.
d. Berlaku adil (justice) dalam memberikan layanan.
3. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan keperawatan, yaitu
berupa perubahan yang terjadi pada konumen termasuk kepuasan dari konsumen.
Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit/ keperawatan tidak dapat diketahui apakah
input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.

Konsep Mutu berdasar SERVQUAL (Service Quality)

Tinjauan mengenai konsep kualita pelayanan sangat ditentukan olehbeapa besar


kesenjangan(gap) antara persepsi pelanggan atas kenyataan pelayanan yang diterima,
dibandingkan dengan harapan pelanggan atas pelayanan yang harus diterima. Kelima
kesenjangan (gap) tersebut disajikan dalam skema grand teory Parasurama, Zeihtaml dan
Berry (1985) dan diuraikan berikut ini :
Grand teori yang dikembangkan oleh Parasuraman,Zeinthaml, dan Berry dalam
Muninjanya(2011), penyampaian jasa oleh pihak penyedia jasa bisa terancam gagal kalau
berbagai kesenjangan dibiarkan berkembang tanpa ada intervensi untuk mencegahnya, atau
tidak ada upaya khusus untuk mengurangi dampak buruknya. Penjelasan mengenai kelima
kesenjangan tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Kesenjangan antara harapan pengguna jasa dan persepsi manajemen.


Manajemen institui pelayanan kesehatan belum mampu secara tepat
mengidentifikasikan dan memahami harapan (ekspektasi) para pengguna jasa
pelayanan kesehatan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikai kualitas jasa.
Kesenjangan akan terjadi jika pemahaman manajemen RS (Puskesmas) tentang
harapan pengguna jasa pelayanan kesehatan tidak diterjemahkan menjadi aksi nyata
yang spesifik. Misalnya, standar prosedur pelayanan atau pelaksanaan penyampaian
jasa belum dikemas sesuai degan harapan pengguna jasa yang semakin menuntut
pelayanan yang bermutu (cepat, ramah, tepat, dan biaya terjangkau).
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaiannya.
Standartbpelayanan dan cara penyampaian jasa sudah tersusun dengan baik, tetapi
muncul kesenjangan karena staf pelaksana pelayanan di garis depan (front line staf)
seperti perawat bidan dan dokter umum di sebuah rumah sakit belum mendapat
pelatihan kusus tentang teknik penyampaian jasa pelayanan tersebut.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan harapan pihak eksternal.
Harapan pengguna jasa sangat dipengaruhi oleh cara staf dan manajemen rumah sakit
berkomunikasi dengan masyarakat calon pengguna jasanya. Cara seperti ini akan
memunculkan kesenjagan. Harapan pengguna jasa pelayanan kesehatan yang sudah
mulai terbentuk melalui pemasaran tidak dapat terpenuhi karena pelayanan teknis
medis dan kelengkapan mutu pelayanan berbeda dengan ekspektasi mereka.
5. Kesenjangan antara jasa yang diterima pengguna dan yang diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi jika konsumen megukur kinerja institusi pelayanan kesehatan
dengan cara yang berbeda, termasuk persepsi pengguna yang berbeda terhadap
kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diharapkan.

Menurut Parasuraman (2001;162) bahwa konsep kualitas layanan yang diharapkan


dan dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan.selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat
dipengaruhi oleh berbagai persepsi komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi,
pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang memengaruhi
pelayanan yang diharapkan (Ep= Expectation) dan pelayanan yang dirasakan (Pp=
Perception) yang membentuk adanya konsep kualitas pelayanan. Lebih jelasnya dapat
ditunjukkan pada gamabar dibawah ini :

Konsep kualitas layanan dari harapan seperti dikemukakan di atas, ditentukan oleh
empat faktor, yang saling terkait dalam memberikan suatu persepsi yang jelas dari harapan
pelanggan dalam mendapatkan pelayanan. Keempat faktor tersebut antara lain sebagai
berikut :

1. Komunikasi dari mulut kemulut (word of communication), faktor ini sangat


menentukan dalam pembentukan harapan pelanggan atas suatu jasa/pelayanan.
Pemelihan untuk mengkonsumsi suatu jasa/pelayanan yang bermutu dalam banyak
kasus dipengaruhi oleh informasi dari mulut ke mulut yang diperoleh dari pelanggang
yang telah mengonsumsi jasa tersebut sebelumnya dam alat promosi yang paling
ampuh adalah dengan sistem WOM (Wordn of Mouth). WOM merupakan sebuah
komunikasi informal di antara seorang pembicara yang tidak komersial dengan orang
yang menerima informasi megenai sebuah merek, produk, perusahaan atau jasa.
Usaha WOM memuskan pelanggan adalah hal yang sangat wajib. Dalam sebuah studi
oleh US Office of Consumer Affairs (Kantor Urusan Pelanggan Amerika Serikat)
menunjukkan bahwa WOM memberikan efek yang signifikan terhadap penilaian
pelangan. Dalam studi tersebut disebutkan bahwa secara rata-rata, satu pelanggan
tidak puas akan mengakibatkan sembilan calon pelanggan lain yang akan meyebabkan
ketidakpuasan. Sementara itu pelanggan yang puas hanya akan mengabarkan kepada
lima calon pelanggan lain.
2. Kebutuhan pribadi (personal need) yaitu harapan pelanggan bervariasi tergantung
pada karakteristik dan keadaan individu yang mempengaruhi kebutuhan pribadinya.
3. Pengalaman masa lalu (past experience) yaitu pengalaman merasakan suatu
pelayanan jasa tertentu dimasa lalu yang memengarui tingkat harapannya untuk
memperoleh pelayanan jasa yang sama di masa kini dan yang akan datang.
4. Komunikasi eksternal (company’s external commnication) yaitu komnunkasi
eksternal yang digunakan oleh organisasi jasa sebagai pemberi pelayanan melalui
berbagai bentuk upaya promosi juga memegang perenan dalam pembentukan harapan
pelanggan.

Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas layanan dengan
menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh Parasuraman (2001;32)

1. Daya tanggap (responsiveness)


Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek
pelayanan yang sangat mempengarui perilaku yang mendapat pelayanan, sehingga
diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai
dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk
pelayanan yang tidak diketahui (Parasuraman;2001:52).
Tuntutan pelayanan yang menyikapi berbagai keluhan dari bentuk-bentuk pelayanan
yang diberikan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi pelayanan dan
yang menerima pelayanan.
Pada prinsipnya, inti dari betuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu instansi atau
aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat
ketanggapan atas permasalahan pelayanan yang diberikan. Apabila hal ini dilakukan
dengan baik, berarti pegawai tersebut.
Kualitas layanan daya tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam memberikan
pelayanan, agar orang yang diberi penjelasan tanggap.
2. Jaminan (Assurane)
Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang
diberikan. Betuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari
pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan
merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan tuntas
dan selesai.suatu organisasi kerja sangat memerlukan adanya kepercayaan yang
diyakini sesuai dengan kenyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan
kualitas layanan yang dapat dijamin sesuai degan:
a. Mampu memberikan kepuasaan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan
memberikan pelayanan yang cepat, tepat, muda, lancar, dan berkualitas.
b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk integritas
kerja, etos kerja dan budaya kerja yang tinggi sesuai dengan aplikasi dari visi misi
suatu organisasi.
c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang
ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku
yang dilihatnya.

Uraian ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas
layanan asuransi kepada setiap orang yang diber pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk
kepuasan pelayanan yang dapat diberikan. Memberikan pelayanan yang sesuai dengan
komitmen kerja yang ditunjukan dengan perilaku yang menarik, sehingga segala bentuk
kualitas layanan yang ditunjukkan dapat dipercaya dan menjadi aktualisasi pencerminan
prestasi kerja yang dapat dicapai atas pelayanan kerja.

3. Bukti Fisik (Tangible)


Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara
fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan
pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterimaoleh orang
yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang
sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan diberikan
(Parasuraman, 2001)

Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan pelayanan,


setiap orang yang menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang
ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan memberikan
kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang
tersedia, teknologi pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai
dengan karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat
diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat dilihat. Bentuk-bentuk pelayanan fisik
yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja,
merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen organisasi.

Nursalam (2011) menyatakan bahwa kualitas layanan berupa kondisi fisik merupakan
bentuk kualitas layanan nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk imej
positif bagi setiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menentukan
kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut memanfaatkan segala kemampuannya
untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggunakan alat dan perlengkapan pelayanan,
kemampuan menginovasi dan mengadopsi teknologi, dan menunjukkan suatu performance
tampilan yang cakap, berwibawa dan memiliki integritas yang tinggi sebagai suatu wujud
dari prestasi kerja yang ditunjukkan kepada orang yang mendapat pelayanan.

Selanjutnya, tinjauan Gibson, Ivancevich, Donnelly (2003) (yang melihat dinamika dunia
kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat maka,
identifikasi kualitas layanan fisik mempunyai peranan penting dalam memperlihatkan
kondisi-kondisi fisik pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat
tercermin dari aplikasi lingkungan kerja berikut

a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan


perlengkapan kerja secara efisien dan efektif
b. Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data dan
interventarisasi otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja
yang dihadapinya
c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang
menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.

Uraian ini secara umum memberikan suatu indicator yang jelas bahwa kualitas layanan
sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya yaitu
kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat secara
fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan
teknologi kerja dan menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan,
kewibawaan dan dedikasi kerja.
4. Empati (empathy)
Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan
pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang
berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancer dan berkualitas
apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa
empathy dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama
terhadap pelayanan (Parasuraman,2001).

Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpati,
pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan untuk
mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan
pemahaman dari masing-masing pihak tersebut.

Berarti empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam meberikan
suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang pegawai. Empati
tersebut mempunyai inti yaitu mampu memahami orang yang dilayani dengan penuh
perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian, dan adanyaketerlibatan dalam berbagai
permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani. Bentuk kualitas layanan dari empati orang-
orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan harus diwujudkan dalam
lima hal berikut.

a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan,


sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting.
b. Mampu memberikan keseriusan atau aktivitas kerja pelayanan yang diberikan,
sehingga yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan pelayanan
menyikapi pelayanan yang diinginkan.
c. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang
diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk
pelayanan yang dirasakan
d. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal
yang diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk
pelayanan yang dirasakan
e. Mampu menunjukka keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal
yang dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertlong menghadapi berbagai bentuk
kesulitan pelayanan.
5. Keandalan (Realibility)
Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang andal, artinya dalam
memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam
pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang
tinggi, sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang
memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang
diterima oleh masyarakat (Parasuraman,2001)

Tuntutan keandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan
lancer menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan aktualisasi
kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan focus
dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya

Keandalan dari suatu individu organanisasi dalam memberikan pelayanan sangat


diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus bergulir menuntut kualitas
layanan yang tinggi sesuai keandalan individu pegawai.keandalan dari seorang pegawai yang
berprestasi, dapat dilihat dari berikut.

a. Keandalan dalam memberikan pelaynan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan


terhadap uraian kerjanya
b. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan tingkat
keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas pelayanan yang
efisien dan efektif
c. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pengalaman kerja yang
dimilikinya, sehingga penguasaan tentang uraian kerja dapat dilakukan secara cepat,
tepat, mudah dan berkualitas sesuai pengalamannya
d. Keandalan yang mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk memperoleh pelayanan
yang akurat dan memuaskan sesuai hasil output penggunaan teknologi yang
ditunjukkan

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapt dipahami bahwa kualitas layanan dari
keandalan suatu organisasi dapat ditunjukkan keandalan pemberi pelayanansesuai dengan
bentuk-bentuk karakteristik yang dimiliki oleh pegawai tersebut, sesuai dengan
keberadaan organisasi tersebut. Seorang pegawai dapat andal apabila tingkat
pengetahuannya digunakan dengan baik dalam memberikan pelayanan yang andal
UPAYA PENINGKATAN MUTU

Peningkatan mutu dilakukan dalam berbagai macam cara yang akan dijelaskan sebagai
berikut

1. Mengembangkan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit dengna indicator


pemenuhan standar pelayanan yang ditetapkan Kementrian Kesehatan RI
2. ISO 900:2000 yaitu suatu standar internasional untuk sistem manajemen kualitas yang
bertujuan menjamin kesesuaian proses pelayanan terhadapkebutuhan persyaratan
yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan rumah sakit
3. Memperbarui keilmuan untuk menjamin bahwa tindakan medis/keperawatan yang
dilakukan telah didukung oleh bukti ilmiah yang mutakhir
4. Good corporate governance yang mengatur aspek institusional dan aspek bisnis
dalam penyelenggaraan sarana pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
transparansi dan akuntabilitas sehingga tercapai manajemen ynag efisien dan efektif
5. Clinical governance merupakan bagian dari corporate governance, yaitu sebuah
kerangka kerja organisasi pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab atas
peningkatan mutu secara berkesinambungan. Tujuannnya adalah tetap menjaga
standar pelayanan yang tinggi dengan menciptakan lingkungan yang kondusif.
Clinical governance menjelaskan hal- hal penting yang harus dilakukan seorang
dokter dalam menangani konsumennya (pasien dan keluarga)
6. Membangun aliansi strategis dengan rumah sakit lain baik didalam atau diluar negeri.
Kerja sama lintas sector dan lintas fungsi harus menjadi bagian dari budaya rumah
sakit seperti halnya kerja sama tim yang baik. Budaya dikotomi pemerintah dengan
swasta harus diubah menjadi falsafah “ bauran pemerintah-swasta( public-private
mix) yang saling mengisi dan konstruktif
7. Melakukan evasuali terhadap strategi pembiayaan, sehingga tariff pelayanan bisa
bersaing secara global, misalnya outsourcing investasi, contracting out untuk funsi
tertentu seperti cleaning service, gizi, laundry, perparkiran
8. Orientasi pelayanan, sering terjadi benturan nilai, di satu pihak masih kuatnya nilai
masyarakat secara umum bahwa rumah sakit dalah institusi yang mengutamakan fugsi
social. Sementara itu dilain pihak, etos para pemodal/investor dalam dan luar negeri
yang menganggap rumah sakit adalah industry dan bisnis jasa, sehingga orientasi
mencari labamerupakan sesuatu yang abash
9. Orientasi bisnis dapat besar dampak positifnya bila potensial negative dapat
dikendalikan. Misalnya, tindakan medis yang berlebihan dan sebenarnya tidak
bermanfaat bagi pasien menciptakan peluang terjadinya manipulasi pasien demi
keuntungan financial bagi pemberi layanan kesehatan. Perlu mekanisme pembinaan
etis yang mengimbangi dua sistem nilai yang dapat bertentangan, yaitu antara fungsi
social dan bisnis.

Anda mungkin juga menyukai