Anda di halaman 1dari 11

5 DIMENSI UTAMA DALAM JAMINAN MUTU

PELAYANAN KESEHATAN
Februari 26, 2015 oleh Ronny Doberay Mnukwar
1. REABILITAS ( REABILITY )

Adalah kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, tepat (akurat )dan memuaskan.

2. DAYA TANGGAP (RESPONSIVENESS )

Yaitu keinginan para karyawan / staf membantu semua pelanggan serta berkeinginan dan

melaksanakan pemberian pelayanan dengan tanggap.

3. JAMINAN ( ASSURANCE )

Karyawan / staf memilki kompetensi, kesopanan dan dapat dipercaya , bebas dari bahaya, serta

bebas dari resiko dan keragu-raguan.

4. EMPATI ( EMPHATY )

Dalam hal ini karyawan / staf mampu menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat menjalin

komunikasi dan dapat memahami kebutuhan pelanggan.

5. BUKTI FISIK / BUKTI LANGSUNG (TANGIBLE )

Dapat berupa ketersediaan sarana dan prasarana termasuk alat yang siap pakai serta penampilan

karyawan / staf yang menyenangkan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mutu Pelayanan Kesehatan Mutu atau kualitas menurut Goetsh dan
Davis (1994) merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses,
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas meliputi setiap aspek dari suatu
perusahaan dan sesungguhnya merupakan suatu pengalaman emosional bagi pelanggan. Pelanggan
ingin merasa senang dengan pembelian mereka, merasa bahwa mereka telah mendapatkan nilai terbaik
dan ingin memastikan bahwa uang mereka telah dibelanjakan dengan baik, dan mereka merasa bangga
akan hubungan mereka dengan sebuah perusahaan yang bercitra mutu tinggi (Lovelock dan
Wright,2005). Mutu atau kualitas sangat bersifat subjektif, tergantung pada persepsi, sistem nilai, latar
belakang sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan banyak faktor lain pada masyarakat atau pribadi
yang terkait dengan jasa pelayanan perusahaan tersebut. Mutu adalah keadaan produk yang selalu
mengacu pada kepuasan pelanggan, karena kepuasan pelanggan merupakan kunci utama yang
menjadikan organisasi mampu bersaing dan dapat menjaga kelangsungan hidup organisasi dalam jangka
panjang. Selanjutnya dikatakan suatu produk hanya dapat dijamin dengan menerapkan Total Quality
Management yang dapat dilandasi metode manajemen yang dipicu oleh pelanggan. Mutu dapat
diartikan sebagai alat organisasi untuk meningkatkan produktivitas, alat organisasi untuk mengurangi
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA pemborosan, alat untuk menurunkkan biaya atau untuk meningkatkan
financial return atau sisa hasil usaha (Sabarguna, 2004). Mutu pelayanan tidak ditentukan semata-mata
oleh hasil evaluasi pelayanan yang diberikan jasa pelayanan kesehatan kepada pelanggan (pasien),
tetapi juga ditentukan oleh proses bagaimana pelayanan tersebut diberikan. Di samping itu penilaian
pasien atas pelayanan perlu dipahami sungguh-sungguh, bahwa kriteria yang dipakai oleh pasien amat
menentukan penilaian baik atau buruk atas suatu pelayanan yang mereka terima. Persepsi pasien atas
mutu pelayanan sebetulnya terkait erat dengan harapan-harapan atau ekspektasi yang mereka ingin
capai, rasakan dan nikmati. Menurut Robert dan Prevest dalam Lupiyoadi (2001), mutu pelayanan
kesehatan bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer)
maka pengertian mutu pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien,
kelancaran komunikasi anatara petugas dalam melayani pasien, kerendahan hati dan kesungguhan.
Ditinjau dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health provider), maka kualitas pelayanan lebih
terkait pada kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi
kedokteran mutakhir. Hal ini terkait pula dengan otonomi yang dimiliki oleh masing-masing profesi
dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Menurut Azwar
(1996), pengertian mutu pelayanan kesehatan perlu dilakukan pembatasan yang secara umum dapat
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat
kesempurnaan UNIVERSITAS SUMATRA UTARA pelayanan kesehatan. Pada satu sisi dapat menimbulkan
kepuasan kepada pasien, sedang pada sisi lain prosedurnya harus sesuai dengan kode etik standar
profesi yang ditetapkan. Menurut Zeithaml, Valerie A, dkk, 1990 dalam menilai mutu pelayanan yang
dilaksanakan sebuah institusi provider, ada beberapa aspek penting yang perlu dibahas dengan
seksama, yaitu : • Definisi tentang Mutu Pelayanan, • Faktor-faktor yang memengaruhi harapan atau
ekspektasi pasien/pelanggan, • Dimensi Mutu Pelayanan 2.1.1. Definisi tentang Mutu Pelayanan
Pelayanan yang bermutu, adalah bilamana provider dapat memenuhi atau dapat melebihi harapan /
ekspektasi pelanggan (pasien).yang menerima atau merasakan pelayanan provider tersebut. Baik-
buruknya mutu pelayanan sebagaimana yang dirasakan oleh pasien / pelanggan, dapat di definisikan
sebagai persepsi atas pelayanan tersebut. Besarnya kecil-besarnya kesenjangan/gap antara
harapan/ekspektasi dengan persepsi pelanggan/pasien tentang pelayanan tersebut, akan menentukan
baikburuknya penilaian atas pelayanan. Makin besar kesenjangan antara harapan dengan persepsi
pelanggan /pasien terhadap pelayanan, berarti makin jauh dari rasa puas, atau dengan perkataan lain
pasien makin kecewa. Tetapi bilamana persepsi atas pelayanan yang dinikmati pasien sesuai dengan
harapannya, bahkan jika dapat melampaui harapannya, berarti harapan pasien dapat terpenuhi. Bahkan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA jika melebihi harapannya, berarti pasien merasa amat puas dari hanya
sekadar harapannya. 2.1.2. Faktor-faktor yang memengaruhi harapan/ekspektasi pelanggan / pasien
Beberapa faktor penting yang memengaruhi harapan pelanggan/ pasien, adalah : (Zeithaml, Valerie A,
dkk, 1990) 1. Apa yang pernah didengar pelanggan/pasien dari pelanggan atau pasien lain, atau yang
telah direkomendasikan oleh pasien atau pelanggan lain tentang provider dan atau pelayanan yang
bakal digunakan, 2. Kebutuhan pribadi masing-masing pelanggan/pasien, amat tergantung kepada
pribadi dan sifat-sifat masing-masing, serta lingkungan pelanggan/ pasien, 3. Pengalaman masa lampau
tentang sikap dan perilaku karyawan provider, seperti antara lain sikap sopan-santun, ramah-tamah,
rasa hormat, rasa kekeluargaan atau persahabatan dan persaudaraan yang diperoleh pelanggan ketika
berhubungan dengan provider dan karyawannya, 4. Komunikasi Eksternal (External Communication),
yakni publikasi yang menyampaikan pesan-pesan, baik langsung atau tidak langsung, tentang provider
dan pelayanan yang bakal diterima pelanggan, misalnya : wawancara TV, wawancara radio, promosi TV,
promosi radio, brosur, selebaran, koran, papan reklame dan media publikasi UNIVERSITAS SUMATRA
UTARA lainnya. Aspek yang amat penting yang besar pengaruhnya bagi harapan/ekspektasi
pelanggan/pasien, adalah harga yang menarik dari jenis pelayanan yang kompetitif, terutama untuk
menarik calon pelanggan/pasien. 2.1.3. Dimensi Mutu Pelayanan Hal paling menarik yang perlu
diperhitungkan oleh pihak provider, adalah kriteria yang digunakan pelanggan untuk menilai baik-
buruknya mutu pelayanan. Terdapat 10 dimensi kriteria mutu pelayanan yang perlu diperhitungkan oleh
provider untuk menarik minat calon-calon pelanggan/pasien, yakni : (Zeithaml A, Valarie,dkk,1990) 1.
Tangibles Penampilan fasilitas-fasilitas fisik (keindahan dan kelengkapan gedung, termasuk antara lain
pertamanan yang cantik, tempat parkir yang cukup memadai, furniture dengan desain interior yang
indah, lift, cafetaria, toko souvenir, toilet yang bersih, dsb), peralatan kedokteran yang lengkap,
penampilan karyawan (antara lain seragam), dan bahan-bahan komunikasi, dsb. 2. Reliability
Kepercayaan atas kemampuan provider untuk mewujudkan pelayanan yang telah dijanjikan dengan
baik, dan teliti, sebagaimana yang telah di publikasikan. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 3.
Responsiveness Tanggapan yang cepat dan keinginan yang kuat serta niat baik dari seluruh karyawan
dan unit-unit dari provider untuk membantu pelanggan dalam rangka memberikan pelayanan yang
bermutu. 4. Competence Semua tenaga yang bekerja pada provider memiliki keterampilan dan
pengetahuan yang baik yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan. 5. Courtesy Sikap
sopan-santun, ramah-tamah, rasa hormat, tegur-sapa penuh senyum, perhatian, dan rasa persahabatan
dari karyawan tenaga medis dan non-medis, terutama bagi contact personne), serta pihak manajemen
dari provider. 6. Credibility Keyakinan dan kepercayaan pelanggan / pasien terhadap bagusnya reputasi
provider dalam pelayanan yang diberikan kepada pelanggan / pasien, 7. Security Perasaan bebas
pelanggan / pasien dari segenap bahaya apa pun, risiko dan keragu-raguan, yang ditimbulkan provider
dan seluruh sistemnya. 8. Access Kemudahan-kemudahan dalam berhubungan dan kontak dengan
provider dan karyawannya. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu
yang tidak terlalu lama, dll UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 9. Communication Memelihara hubungan
dengan pelanggan dengan bahasa yang menyentuh dan mudah dipahami, dan kemauan segenap tenaga
provider untuk mendengarkan keluhan, saran, usul, pendapat atau permintaan pelanggan. 10.
Understanding the Customer Upaya semua tenaga provider untuk mengenali dan memahami apa dan
siapa pelanggan / pasien dan apa kebutuhan mereka. Sepuluh dimensi tersebut dapat dipadatkan atau
di konsolidasi menjadi dimensi, sbb : 1. Tangibles ( bukti fisik), yaitu kemampuan suatu provider dalam
menentukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana
fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan
oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan sebagainya), perlengkapan dan
peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya. 2. Reliability (Keandalan), yaitu
kemampuan provider untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan
yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang
tinggi. 3. Responsiveness (Ketanggapan), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang
jelas. Membiarkan pasien menunggu UNIVERSITAS SUMATRA UTARA tanpa adanya alasan yang jelas
menyebabkan persepsi yang negatif dalam mutu pelayanan. 4. Assurance (Jaminan), yaitu pengetahuan,
komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security),
kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy). 5. Perhatian (Empathy), yaitu Perhatian /
attensi penuh dan rasa “care” secara individual tiap karyawan medis dan non-medis dari provider yang
dapat menyentuh hati dan perasaan pelanggan./ pasien. Dimana suatu provider diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pasien, memahami kebutuhan pasien secara spesifik, serta
memiliki waktu pengoperasian yang nyaman. Menurut Garvin (Lovelock, 1994), dimensi-dimensi kualitas
pelayanan kesehatan adalah: 1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti,
misalnya kecepatan, jumlah pasien, kemudahan dalam pembayaran/ pendaftaran, kenyamanan, dan
sebagainya. 2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau
pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior rumah sakit. 3. Kehandalan (reliability), yaitu
diagnose tepat, terapi cepat, dan sebagainya. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 4. Kesesuaian dengan
spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi
memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan, tindakan
sesuai dengan prosedur, pendaftaran sesuai prosedur. 5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan
berapa lama suatu produk dapat terus digunakan. 6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi,
kenyamanan,serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas
hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama penjualan hingga purna jual. 7. Estetika, yaitu daya tarik
panca indera, misalnya bentuk gedung, warna, ruang tunggu, desain kamar rawat inap, dll. 8. Kualitas
yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab organisasi
pelayanan kesehatan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pasien akan atribut/ cirri-
ciri produk/ pelayanan yang akan diperoleh, maka pembeli mempersepsikan kualitasnyaa dari aspek
harga, nama organisasi pelayanan kesehatan, iklan, reputasi organisasi pelayanan kesehatan. Menurut
Andersen (1995) dalam Pohan,I.S (2007) bahwa factor-faktor yang memengaruhi pencarian pelayanan
kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu : UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 1. Faktor
predisposisi (predisposing factor) Komponen predisposisi menggambarkan karakteristik pasien yang
mempunyyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdiri dari: a. Demografi
(umur, jenis kelamin, status social ekonomi) b. Struktur social (suku, ras, kebudayaan, pekerjaan,
pendidikan) c. Kepercayaan (kepercayaan terhadap penyakit, dokter, petugas kesehatan) 2. Faktor
pemungkin (enabling factor) 3. Faktor pemungkin terdiri dari: a. Mutu pelayanan kesehatan Hasil
penelitian Bank Dunia di Indonesia pada tahun 1988 menunjukkan salah satu penyebab rendahnya
pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat adalah mutu pelayanan yang rendah. b. Jarak pelayanan
Salah satu pertimbangan pasien dalam menentukan sikap untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
adalah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal pasien sampai ke tempat sumber perawatan. c. Status
sosial ekonomi Status ekonomi memengaruhi seseorang dalam membayar pelayanan kesehatan. Setiap
orang dari segala lapisan sosial berhak menerima UNIVERSITAS SUMATRA UTARA kesehatan. Tetapi
kenyataannya menunjukkan bahwa lebih sering diprioritaskan orang dengan status ekonomi yang lebih
tinggi. Status ekonomi merupakan salah satu faktor terhadap pelayanan kesehatan. 4. Kebutuhan
Pelayanan (need) Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan
dan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pertolongan kesehatan. Selain
dipengaruhi faktor di atas ada beberapa faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan, yaitu: a. Tarif
atau biaya Tarif atau biaya kesehatan sangat penting untuk menentukan dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Adanya peningkatan harga pelayanan kesehatan akan menyebabkan penurunan permintaan
b. Fasilitas Fasilitas yang baik akan memengaruhi sikap dan perilaku pasien, pembentukan fasilitas yang
benar akan menciptakan perasaan sehat, aman, dan nyaman. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dan
pelayanan sosial mempunyai pandangan yang mungkin menambahi atau mengurangi kepuasan pasien
dan penampilan kerja (Kotler,1997). c. Pelayanan personil Pelayanan personil memegang peranan dalam
menjaga mutu pelayanan sehingga pemakai jasa pelayanan kesehatan menjadi puas. Personil itu terdiri
dari dokter maupun perawat , tenaga para medis serta penunjang UNIVERSITAS SUMATRA UTARA non
medis. Pelayanan personil dapat berupa pelayanan professional dan keramahan sehingga meningkatkan
citra dari rumah sakit tersebut. d. Lokasi Lokasi pelayanan kesehatan yang berada di lingkungan sosial
ekonomi rendah biasanya yang berkunjung, juga pelanggan dari masyarakat miskin, karena orang
berpenghasilan tinggi tidak akan datang ke lingkungan miskin untuk perawatan medis (Kotler, 1997).
Lokasi adalah yang paling diperhatikan bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan
memengaruhi bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan memengaruhi bagi
pencari pelayanan kesehatan untuk berkumjung. Suatu studi mrngatakan bahwa alas an yang penting
untuk memilih rumah sakit adalah yang dekat lokasi. e. Kecepatan dan Kemudahan Pelayanan Pada
dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka
pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran sampai pada waktu pulang. f. Informasi Dengan adanya
iklan dan promosi sangat efektif karena dapat langsung di dengar dan dilihat baik itu mengenai fasilitas,
harga yang akan memengaruhi pilihan konsumen. Informasi dapat berupa pengalaman pribadi, teman-
teman, surat kabar. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena
untuk konsumsi pelayanan. Konsumen sering tergantung kepada informasi yang disediakan oleh institusi
pelayanan kesehatan ditambah dengan profesinya. Faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain
pendapatan, harga, lokasi, dan mutu pelayanan . Menurut Groner dan Sorhin (1977) dalam Pohan. I.S
(2007), 5 (lima) faktor utama yang memengaruhi demand terhadap pelayanan kesehatan: a. Persepsi
sakit b. Realisasi kebutuhan (harapan, kepercayaan, pengalaman sebelumnya, adat istiadat) c.
Kemampuan membayar d. Motivasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan e. Lingkungan (tersedianya
fasilitas pelayanan kesehatan) Menurut Dever dalam Muninjaya (2004) faktor-faktor yang memengaruhi
pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah social budaya, organisasi, faktor konsumen, proses pelayanan
kesehatan. Menurut Handoko dalam Lupiyoadi (2001), bahwa pengambilan keputusan merupakan
bagian dari proses berpikir ketika seseorang mempertimbangkan, memahami, mengingat, dan
menalarkan tentang segala sesuatu. Sesuatu diputuskan akan dilakukan setelah menilai suatu keadaan,
kenyataan, atau peristiwa yang sedang dihadapi. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Proses pengambilan
keputusan pembeli/ individu atas jasa-jasa professional berbeda-beda, tergantung dari jenis keputusan,
partisipasi dalam pengambilan keputusan, jenis jasa, dan beberapa faktor lainnya. Dalam upaya
mengurangi ketidakpastian yang dialami pembelian jasa-jasa professional, orang cenderung untuk
mencari informasi seluas-luasnya dari orang lain sebelum mengambil keputusan. Anggota keluarga,
teman, rekan kerja, dan sumber-sumber terpercaya lainnya seringkali terlihat dalam pengambilan
keputusan seseorang. Adapun jenisjenis orang mungkin ikut berperan dalam pengambilan keputusan
individu adalah: a. Pengambilan inisiatif adalah orang-orang yang pertama-tama menyarankan atau
memikirkan ide pembelian jasa-jasa tertentu. b. Pemberi pengaruh adalah orang-orang yang
berpandangan dan nasehatnya berperan cukup besar dalam pengambilan keputusan. c. Pengambilan
keputusan adalah orang yang akhirnya menentukan sebagian atau seluruh pengambilan keputusan,
membeli atau tidak, apa yang dibeli, bagaimana atau dimana membeli. d. Pembeli adalah orang-orang
yang melakukan pembelian sebenarnya. e. Pemakai adalah orang (badan usaha) yang meneriama jasa.
Sedangkan menurut Herbert (1998) dalam Ikbal M. (1980), proses pengambilan keputusan dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan seseorang. Perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan
merupakan fungsi dari determinan-determinan: pengaruh lingkungan, perbedaan individu, proses
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA psikologis yang masing-masing mempunyai pengaruh terhadap proses
keputusan konsumen. Proses ini merupakan tahapan dari pengambilan keputusan oleh konsumen yang
terdiri dari pengenalan kebutuhan, pencari informasi, evaluasi alternative, pembelian, evaluasi hasil, dan
pembelian ulang. 2.2. Kepuasan Pasien Sebagaimana telah dikemukakan diatas kepuasan pelanggan
akan tercapai, bilamana provider dapat memenuhi harapan/ ekspektasi pelanggan atau lebih baik lagi
jika dapat melampaui harapan/ ekspektasi pelanggan dari pelayanan yang diterima atau dirasakannya.
Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa : tidak ada gap / kesenjangan/ discrepancy antara harapan/
ekspektasi dengan persepsi pelanggan. Menurut Rowland, et al dalam Sabarguna, 2004, kepuasan
berarti keinginan dan kebutuhan seseorang terpenuhi sehingga ini adalah merupakan aspek yang paling
menonjol dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Harapan pasien dalam proses pengobatan
akan menimbulkan suatu kepuasan, dimana diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan.
Menurut Irawan (2002), kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi
harapannya. Karena itu pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa
harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang
diharapkannya. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Menurut Lupiyoadi (2001), dalam menentukan tingkat
kepuasan pelanggan terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan,yaitu: 1.
Kualitas produk, pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk/
jasa yang mereka dapatkan berkualitas. 2. Kualitas pelayanan, pelanggan akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. 3. Emosional, pelanggan akan
merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila
menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih
tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk, tetapi nilai sosial atau self esteem
yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu. 4. Harga, produk yang mempunyai
kualitas yang sama tetapi harga relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
pelanggannya. 5. Biaya, pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk. Juran, J, 1995,menyatakan, bahwa : · “Produk”,
adalah keluaran dari suatu proses. Produk meliputi barang dan jasa. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA ·
Jasa adalah pekerjaan yang dilaksanakan untuk orang lain, · Kepuasan pelanggan adalah hasil yang
dicapai pada saat keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan. · Keistimewaan Produk, adalah
sifat yang dimiliki oleh suatu produk yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari
pelanggan (konsumen) sehingga bisa memberikan kepuasan kepada konsumen / konsumen.
Keistimewaan Produk dapat disebut sebagai Keistimewaan Mutu. · Kepuasan produk adalah suatu
rangsangan terhadap daya jual produk. · Dampak utama dari kepuasan produk adalah pada pangsa
pasar, dan berikutnya pada pendapatan penjualan. · Defisiensi produk, adalah kegagalan produk yang
mengakibatkan ketidakpuasan (kekecewaan) pelanggan terhadap produk. Bilamana provider mau
meningkatkan mutu pelayanan , maka dimata pelanggan, semakin baik keistimewaan produk, semakin
tinggi mutunya. Atau semakin sedikit defisiensi produk, berarti semakin baik mutunya. Dapat
disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam
menggunakan produk atau jasa. Oleh karena itu, setiap transaksi atau pengalaman baru akan
memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Menurut Kotler (1997), kepuasan pelanggan
dapat diukur dengan berbagai macam cara, yaitu: UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 1. Sistem keluhan dan
saran. Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan memberikan kesempatan yang luas kepada
para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Hal ini juga dapat
dilakukan dengan cara meletakkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk diisi
pasien yang akan keluar, dan memperkerjakan staf khusus untuk menanganinkeluhan pasien. Dapat juga
menyediakan hot lines bagi pelanggan dengan gratis, juga dapat menambah web page dan e-mail untuk
melaksanakan komunikasi dua arah. Informasi tersebut merupakan sumber gagasan yang baik yang
meyakinkan pelayanan kesehatan dapat bertindak dengan cepat dalam rangka menyelesaikan masalah.
2. Belanja siluman. Perusahaan dapat membayar orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna
melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli
produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan
masalah tertentu untuk menguji apakah penjualan perusahaaan menangani situasi tersebut dengan
baik. Para manajer kadang harus meninggalkan kantor mereka, untuk melihat situasi penjualan
perusahaan dimana mereka tidak dikenal, dan mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang
mereka terima sebagai pelanggan. Variasi dari cara ini adalah manajer menelpon perusahaan mereka
sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana panggilan telepon itu
ditangani. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 3. Analisis pelanggan yang hilang. Perusahaan harus
menghubungi pelanggan yang berhenti menggunakan jasa puskesmas untuk mengetahui sebabnya.
Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan tingkat kehilangan pelangganjuga
penting. Peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan
pelanggannya. 4. Survey kepuasan pelanggan. Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan
dilakukan dengan penelitian survey, baaik survey melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi.
Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari
pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para
pelanggannya. Berbagai cara pengukuran survey dapat dilakukan antara lain: a. Pengukuran secara
langsung (direct reported satisfaction). Pasien diberi pertanyaan secara langsung dan dibuat skala untuk
menjawabnya. Contoh: puas, kurang puas, tidak puas. b. Derived satisfaction. Pasien diberi pertanyaan
mengenai seberapa besar pelanggan mengharapakan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang
mereka rasakan. c. Problem analysis. Responden diminta untuk menulisakn masalah yang dihadapi dan
perbaikan yang disarankan pelanggan. d. Importance rating. Reponden diminta untuk membuat ranking
dari berbagai elemen pelayanan. Ukuran pembuatan ranking ini didasari UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
oleh derajat pentingnya setiap bagian dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing
elemen. Menurut Muninjaya,AA (2004), kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain: 1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan
diterimanya. Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan
adalah high personal contact. 2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap
ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien
(compliance) 3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard
bagi pasien dan keluarganya. 4. Penampilan fisik (kerapian ) petugas, kondisi kebersihan dan
kenyamanan ruangan (tangibility). 5. Jaminaan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan
(assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter termasuk dalam faktor ini. 6.
Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam member perawatan. 7. Kecepatan
petugas member tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness). UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.3. Manajemen Mutu Pelayanan Persoalannya, adalah bagaimana upaya untuk mengendalikan mutu
pelayanan, agar tetap tinggi? Sebetulnya untuk menilai hasil pelayanan yang dapat dirasakan atau
dinikmati pasien, terdapat 5 (lima) kesenjangan (discrepancy atau gap) dalam hubungan pemberi
pelayanan kesehatan (Provider) dengan pasien (consumer, pelanggan). Sebagaimana telah dikemukakan
dalam sub-bab 2.1 tentang Definisi Mutu Pelayanan, maka persoalan akan timbul jika terjadi
kesenjangan discrepancy/ gap antara harapan/ ekspektasi dengan persepsi dari pelanggan. Kelima (5)
gap/ kesenjangan/ discrepancy tersebut dapat menimbulkan defisiensi produk, dalam hal ini adalah
jasa/ pelayanan kesehatan, dibahas sebagai berikut : 1. Kesenjangan diantara ekspektasi pelanggan
dengan persepsi pelanggan atas pelayanan provider (GAP 5) 2. Kesenjangan antara harapan/ ekspektasi
Pelanggan dengan Persepsi pihak Manajemen terhadap harapan-harapan tsb.(GAP 1) 3. Kesenjangan
antara Spesifikasi Mutu Pelayanan dengan Persepsi Manajemen terhadap ekspektasi/ harapan
pelanggan.(GAP 2) 4. Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Delivery Service) oleh provider dengan
Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality Specification) (GAP3) 5. Kesenjangan antara Pemberian
Pelayanan (Service Delivery) oleh Provider dengan Komunikasi Keluar (External Comunicatio) kepada
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Pelanggan (GAP 4) Penjelasan kesenjangan-kesenjangan / gap tersebut,
adalah sbb.: 1. Kekurangan-kekurangan atau kelemahan-kelemahan pada mutu pelayanan yang di
persepsi pelanggan.(GAP 5), yakni :potensi kesenjangan (potential discrepancy/gap) antara ekspektasi
dengan persepsi atas pelayanan, dilihat dari sudut pandang pelanggan. Pelanggan Gap 5 Provider
Gambar 1: GAP 5 : Kesenjangan diantara ekspektasi pelanggan dengan persepsi pelanggan atas
pelayanan provider Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990 2. Kekurangan atau kelemahan yang terdapat
pada organisasi provider, dimana para manajer tidak mengerti dengan baik dan teliti apa sesungguhnya
yang Kebutuhan pribadi Pengalaman masa lampau Komunikasi dari mulut k l Pelayanan yang diharapkan
pelanggan Pelayanan yang dipersepsi l Komunikasi eksternal pelanggan UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
di harapkan pelanggan, dan apa sebenarnya masalah yang sedang pelanggan hadapi. (GAP 1) GAP 1
Gambar 2: GAP 1 : Kesenjangan antara harapan / ekspektasi Pelanggan dengan Persepsi pihak
Manajemen terhadap harapan-harapan tsb. Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990 3. Kekurangan /
kelemahan yang merupakan kesenjangan / gap / discrepancy antara Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service
Quality Specifications) dengan Persepsi Manajemen atas harapan-harapan Pelanggan. (GAP2) Gap 2
Gambar 3: GAP2 : Kesenjangan antara Spesifikasi Mutu Pelayanan dengan Persepsi Manajemen
terhadap ekspektasi / harapan pelanggan. Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990 Harapan-harapan
Pelanggan Persepsi Manajemen Terhadap harapan Pelanggan Spesifikasi Mutu Persepsi Manajemen
Terhadap Harapan Pelanggan UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 4. Kekurangan / kelemahan yang
merupakan kesenjangan yang dijumpai antara Spesifikasi Mutu Pelayanan dengan Pemberian Pelayanan
(Service Delivery) oleh provider. GAP 3 Gambar 4: GAP 3 : Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan
(Delivery Service) oleh provider dengan Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality Specification)
Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990 5. Kekurangan / kelemahan yang dapat menimbulkan kesenjangan
antara Pemberian Pelayanan (Service Delivery) oleh provider dengan Komunikasi Eksternal (External
Communication) GAP 4 Gambar 5 : GAP 4 : Kesenjangan antara Pemberian Pelayanan (Service Delivery)
dengan Komunikasi Keluar (External Comunicatio) kepada Pelanggan Sumber: Zeithaml A,
Valarie,dkk,1990 Pemberian Pelayanan (Service Delivery) Spesifikasi Mutu Pelayanan (Service Quality
Specification Komunikasi Eksternal kepada Pelanggan Pemberian Pelayanan (Service Delivery)
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 2.4. Konsep Pengembangan Mutu Pelayanan Untuk dapat memahami
apa sebenarnya Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan yang dilakukan Sumatra Eye Center (SMEC)
terhadap kepuasan pasien pasca operasi LASIK, digunakan pendekatan dalam memahami sebabsebab
kesenjangan / gap / discrepancy yang digambarkan pada GAP5, GAP1, GAP2, GAP3 dan GAP 4, seperti
terlihat dalam gambar 6, sbb.: Pelanggan Gap 5 Gap 4 Provider Gap 3 GAP 1 Gap 2 Gambar 6 : Gabungan
GAP5, GAP1, GAP3, GAP2 dan GAP4.menunjukkan hubungan yang saling terkait dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan Sumber: Zeithaml A, Valarie,dkk,1990 Kebutuhan pribadi Pengalaman
masa lampau Komunikasi dari mulut k l Pelayanan yang diharapkan pelanggan Pelayanan yang
dipersepsi l Pemberian Pelayanan (Service Delivery) KomunikasiEksternal kepadapelanggan Spesifikasi
Mutu Pelayanan (Service Quality Specification Persepsi Manajemen atas Harapan Pelanggan P l
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 2.5. Sekelumit tentang Operasi LASIK LASIK (laser-assisted in-situ
keratomileusis), adalah suatu operasi atau bedah refraktif untuk memperbaiki myopia, hyperopia dan
astigmatisma pada mata, sebagai alternatif lain dari penggunaan kacamata atau kontak lens korektif
bagi pasien (Vajpayee,Rasik B, dkk, 2003) Operasi LASIK dikerjakan oleh seorang dokter ahli-mata
(ophthalmologist) dengan mempergunakan sebuah alat laser. Teknik LASIK yang pertama dikembangkan
oleh ophthalmologist Jose Barraquer, seorang Colombia yang berasal dari Spanyol, pada sekitar tahun
1950 di klinik Bogota, Colombia. Dokter mata tersebut untuk pertama kali mengembangkan
microkeratome, yakni suatu teknik memotong lapisan-lapisan amat tipis (flaps) pada cornea, untuk
merobah bentuknya, melalui suatu prosedur yang disebut keratomileusis (Vajpayee, Rasik.B, dkk, 2003).
Barraquer juga telah melakukan penelitian seberapa banyak cornea yang perlu dipertahankan, dalam
arti tidak dirobah/dipotong, agar dapat diperoleh hasil jangka panjang yang baik dan stabil. Alat Laser
berkembang dari waktu ke waktu, termasuk teknik photorefractive keratectomy (PRK). Dengan teknik
PRK tersebut dilakukan perobahan bentuk permukaan dari cornea dengan menggunakan laser yang
disebut Excimer Laser. Keuntungan penggunaan LASIK, setelah permukaan cornea diangkat dalam
lapisan tipis yang disebut “flap” dengan menggunakan mikrokeratome yang dikembangkan oleh
Barraquer pada tahun 1950. Penyempurnaan terhadap irisan tipis (flap) dengan PRK itulah kemudian
dikenal UNIVERSITAS SUMATRA UTARA sebagai LASIK, yang mampu memperbaiki penglihatan (visus)
dengan segera dan tepat, yang mengurangi rasa sakit dan ketidak-nyamanan ketimbang teknik PRK.
Didalam perkembangannya sampai dewasa ini, alat LASIK telah mencapai banyak kemajuan. Dengan
menggunakan laser yang semakin cepat, dapat dicakup titik-titik area (spot areas) yang lebih luas. Irisan-
irisan (flap) pun dapat dilakukan tanpa pisau (Fem to second Laser) Prosedur operasi LASIK terdiri atas
persiapan yang perlu di masa preoperatif, sedangkan operasinya sendiri meliputi pembuatan potongan
tipis (a thin flap) pada mata, melipatnya agar dapat dibikin model dari jaringan dibawahnya (remodelling
of the tissue beneath) dengan laser. Irisan (flap) tersebut kemudian di reposisi dan mata itu akan
menyembuh sendiri di masa paska operasi. Pra-operasi Pasien-pasien dengan soft contact-lens di
instruksikan agar melepas kontak lens nya 14 sampai 21 hari sebelum operasi. Tetapi bagi pasien-pasien
yang memakai hard contact lens harus melepas kontak lens nya paling sedikit 6 minggu sebelum operasi
(Vajpayee,Rasik B, dkk, 2003) Sebelum operasi, cornea pasien diperiksa dengan alat pachymeter untuk
menentukan ketebalan cornea, dan dengan alat topographer diukur kontur permukaan (surface
contour) cornea(1,2,3). Dengan laser yang berkekuatan lemah, topographer tersebut membuat peta
topografi dari cornea. Dengan proses yang sama, dapat pula diketahui astigmatisma dan lain-lain
ketidak-aturan (irregularities) bentuk cornea. Dengan informasi-informasi tersebut, seorang
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA dokter ahli-mata dapat menghitung jumlah dan lokasi jaringan cornea
yang harus diambil waktu operasi. Operasi Operasi dilakukan dalam keadaan pasien tetap bangun dan
bergerak, dan pasien kadang-kadang dapat diberi obat penenang, seperti valium, dan obat tetes mata
anesthetik. LASIK dilakukan dalam 3 tahap, yakni : pertama membuat flap jaringan cornea (flap
creation); kedua membuat remodeling cornea dibawah flap dengan alat laser (Laser remodeling). Dan
tahap terakhir, melakukan reposisi flap (Repositioning of flap).( Kumar,Atul,dkk,2005) Perawatan paska
operasi Pasien-pasien perlu diberi informasi yang jelas dan tepat oleh dokter ahli-mata terhadap
pentingnya pemeliharaan paska-operasi agar dapat mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin
timbul. Pasien biasanya diberi obat tetes mata antibiotika dan anti-inflamasi. Pemberian obat tetes mata
tersebut selama beberapa minggu setelah operasi. Pasien diminta untuk lebih banyak tidur dan juga
menggunakan sepasang pelindung mata berwarna gelap untuk mencegah cahaya-cahaya yang
menyilaukan, juga diberi pelindung terhadap garukan pada mata di waktu tidur dan untuk mengurangi
kekeringan pada mata. Pasien juga membutuhkan pelembab mata dengan tetes mata yang mengandung
air-mata yang bebas zat -zat pengawet. Potensi Komplikasi Perdarahan kecil subconjunctival
(subconjunctival haemorrhage), adalah umum terjadi , merupakan komplikasi minor paska-LASIK.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Komplikasi yang umum terjadi dari operasi refraktif, adalah peristiwa
atau incidence dari “mata kering” (dry eyes). ( Kumar,Atul,dkk,2005) Risiko yang dapat menimpa pasien
yang menderita effek samping berupa gangguan visual, seperti : halos, double vision (ghosting),
kehilangan sensitivitas kontras (foggy vision) , dan glare, setelah operasi LASIK tergantung kepada
derajad ametropia sebelum operasi mata dengan laser dan faktor-faktor risiko yang lain. 2.6. Kerangka
Konsep Penelitian Mutu pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir dengan kepuasan
pasien. Tingkat mutu pelayanan kesehatan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang
penyelenggara kesehatan (provider), tetapi harus dipandang dari sudut pandang pasien. Menurut Azwar
(1996), mutu pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan layanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, karena mutu
memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih kuat dengan
penyelenggara kesehatan (provider), dan pada akhirnya kepuasan pasien dapat meningkatkan jumlah
kunjungan penyelenggara kesehatan (provider). Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan
kepuasan pada pengguna jasa maka perlu diperhatikan dimensi yang berperan menciptakan dan
meningkatkan mutu pelayanan yang disebut dengan SERVQUAL (Zeithaml, Valerie A, dkk, 1990), yaitu:1.
Bukti Fisik (Tangibles), 2. Keandalan (Reliability), UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 3. Ketanggapan
(Responsiveness), 4. Jaminan (Assurance), 5. Perhatian (Emphaty). Kelima dimensi mutu pelayanan
berhubungan dengan apa yang biasanya diharapkan dari suatu pelayanan jasa kesehatan. Ketika pihak
pasien mengalami pelayanan tersebut secara relistis, maka mereka kemudian akan merasa dipuaskan
terutama bila pelayanan yang mereka peroleh sepadan bahkan lebih dari apa yang mereka harapkan,
tetapi bila pengalaman mutu pelayanan yang dirasakan ada kesenjangan dengan apa yang diharapkan,
maka pasien akan merasa tidak puas dan kecewa. Penilaian terhadap kepuasan ini dapat diukur dengan
berbagai macam cara (Kotler,1997), yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran. 2. Belanja siluman. 3. Analisa
pelanggan yang hilang. 4. Survey kepuasan pelanggan. Melalui survey kepuasan pelanggan akan dapat
dilihat faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan yaitu
pemahaman pengguna jasa tentang pelayanan yang akan diterimanya, sikap peduli (emphaty) yang
ditunjukkan petugas kesehatan, biaya, penampilan fisik (tangibles) petugas dan kondisi bangunan,
jaminan keamanan (assurance) serta jadwal kunjungan dokter, keandalan (reliability) dan keterampilan
petugas, dan kecepatan petugas memberi tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness). Untuk
menberikan gambaran yang jelas dan terarah akan alur penelitian ini dengan memperhatikan tinjauan
kepustakaan serta landasan teori, digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini: UNIVERSITAS
SUMATRA UTARA VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN Gambar 7. Kerangka Kon

Anda mungkin juga menyukai