Pendahuluan
Jaminan mutu dalam keperawatn komunitas merupakan salah satu pendekatan atau
upaya yang sangat penting dan sangat mendasar dalam memberkan pelayanan
keperawatan kepada klien. Seorang perawat komunitas yag profrsional harus
senantiasa berupaya memberikan layanan keperawatan dengan mutu yang terbaik
kepada semua klien tanpa terkecuali. Pendekatan jaminan mutu layana keperawatan
merupakan salah satu perangkat yang sangat berguna bagi mereka yang mengelola
atau merencanakan layanan keperawatan. Pendekatan tersebut juga merupakan bagian
dari keterampilan yang sangat mendasar bagi setiap pemberi(provider) layanan
kesehatan yang secara langsung melayani klien.
Layanan keperawatan yang bermutu adalah layanan keperawatan yang senentiasa
berupaya memenuhu harapan klien sehingga klien akan selalu puas terhadap
pelayanan yang diberikan perawat. Pendekatan jaminan mutu layanan keperawatan
mengutamakan keluaran (outcome) layanan keperawatan yang bermutu hanya
mungkin dihasilkan oleh pekerjaan yang benar. Dengan demikian, klien akan selalu
berada dalam lingkungan organisasi layanan keperawatan yang terbaik karena segala
kebutuhan kesehatan dan penyakit klien tersebut sangat diperhatikan dan kemudian
dilayani dengan layanan terbaik. Tidak mengherankan bahwa organisasi layanan
keperawatan yang selalu memerhatikan mutu akan dengan mudah mendapatkan
akreditasi serta memperoleh kepercayaan dari organisasi lain sejenisnya.
Konsep dasar
Dalam dunia mutu, konsep dasar mutu bukanlah hal yang baru. Hal ini dapat
dicermati dari perjuangan Florance Nightingle aat ia menggunakan standar untuk
menilai layanan keperawatan yang diberikan kepada anggota militer saat Perang
Dunia II. Pekerjaan nightingle waktu itu berhubungan dengan perawatan luka,
kebersihan lingkungan, serta ventilasi yang digunakan. Hal ini merupakan salah satu
contoh klasik terbaik bahwa hanya dengan cara-cara yang sangat sederhana dapat
dihasilkan suatu manfaat luar biasadan mempercepat kesembuhan klien.
Contoh tersebut merupak salah satu contoh terbaik peningkatan mutu karena kunci
keberhasilannya adalah selalu menganggap mutu sebagai suatu hal yang sangat
sederhana, tetapi jika mutu ditingkatkan, hasil yang didapat menjadi luar biasa dan
melebihi yang diperkirakan sebelumnya. Setiap upaya peningkatan mutu layanan
kepperawatan harus dilakukan secara berkesinambungan, tidak pernah berhenti. Hal
ini berarti bahwa perawat harus selalu berupaya memenuhi kebutuhan dan harapan
klien(masyarakat) secara terus menerus tanpa akhir.
Berbagai macam pengertian mutu telah disampaikan oleh para pakar manajemen.
Definisi tersebut antara lain oleh Imbalo S.Pohan (2006) yang menjabarkan mutu
sebagai keselurruhan karaktreristik barang atau jasa yang menunjukan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan
yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat. Mutu tidak lepas dari kata kualitas
atau mutu itu sendiri. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna,
diantaranya seperti:
Mutu adalah kualitas
Bebas dari kerusakan atau cacat
Kesesuaian ;penggunaan;persyratan atau tuntutan
Melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal
Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat
Kepuasan klien dalam arti klien itu sendiri maupun keluarganya
Layanan kesehatan yang bermutu sering di persepsi kan sebagai suatu layanan
kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan
kesehatan dan sekaligus diinginkan baik oleh klien individu maupun masyarakat serta
terjangkau oleh daya beli masyarakat. Layanan kesehatan sebagaimana juga mutu
barang dan jasa bersifat multi dimensi. Dimensi mutu layanan kesehatan menurut L.D
Brown dkk(1992) adalah sebagai berikut:
1. Dimensi kompetisi teknis
Menyangkut keterampilan, kemampuan dan penampilan atau kinerja pemberi layanan
kesehatan. Dimensi kompetensi teknis itu bethubungan dengan bagaimana pemberi
pelayanan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi
kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan konsistensi. Tidak terpenuhinya dimensi
kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil
terhadap standar layanan kesehatan , sampai pada kesalahan fatal yang dapat
menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa klien.
2. Demensi keterjangakauan atau akses terhadap layanan kesehatan
Mempunyai arti bahwa layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak
terhalang oleh keadaan geografis,sosial,ekonomi,organisasi, dan bahasa. Akses
geografi diukur oleh jarak ,lama dan biaya perjalanan ,jenis transportasi, atau
hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk mendpat layanan
kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau
tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya ,kepercayaan ,dan
perilaku. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan itu diatur agar memberi
kemudahan atau kenyamanan untuk klien atau konsumen. Akses bahasa artinya klien
harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat dipahami klien.
3. Demensi efektivitas layanan kesehatan
Mempunyai arti bahwa perawat harus mampu mengobati atau mengurangikeluhan
yang ada, mencegah terjadinya penyakit,serta berkembangnya atau meluasnya
penyakit yang ada. Efektivitas layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana
standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten, dan sesuai dengan
situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan diukur pada tingkat organisasi
yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana,standar layanan kesehatan itu
harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi stempat.
4. Demensi efisiensi layanan kesehatan
Sumber daya kesehatan sangat terbatas,oleh sebab itu dimensi efisiensi sangat penting
dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih
banyak klien atau masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak memenuhi standar
layanan kesehatan umumnya mahal, kurang nyaman bagi klien, memerlukan waktu
lama dan menimbulkan resiko yang lebih besar untuk klien. Dengan melakukan
analisis efisiensi dan efektifitas , perawat dapat memilih intervensi yang paling
efisien.
5. Dimensi kesinambungan layanan kesehatan
Mempunyai arti bahwa klien harus dapat dilayani sesuai kebutuhannya, termaksud
rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak
perlu. Klien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang dibutuhkan.
Karena riwayat penyakit klien terdokumentasi dengan lengkap, akurat, dan terkini,
maka layanan kesehatan rujukan yang diperlukan klien dapat terlaksana tepat waktu
dan tepat tempat.
6. Deminsi keamanan
Mempunyai arti bahwa layanan kesehatan itu harus aman, baik bagi klien, pemberi
pelayanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus
aman dari resiko cidera ,infeksi, efek samping atau bahaya lain yang ditimbulkan oleh
layana kesehatan itu sendiri. Contohnya pada tindaka tranfusi darah ,jarum bekas,
maupun tindakan invasif lainya. Dimensi keamanan menjadi dimensi mutu layanan
kesehatan yang utama dibidang tranfusi darah setelah munculnya HIV/AIDS, klien
dan pemberi pelayanan harus terlindung dari infeksi yang mungkin terjadi. Olehsebab
itu, harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamananmasing-masing
pihak.
7. Dimensi kenyamanan
Dimensi ini tidak berhubungan langsung dengan efektifitas layanan kesehatan,tetapi
memengaruhi kepuasan klien(konsumen) sehingga mendorong klien untuk datang
berobat kembali ketempat tersebut. Kenyamana atau kenikamatan dapat menimbulkan
kepercayaan klien kepada organisasi layanan kesehatan. Jika biaya layanan kesehatan
menjadi persoalan, kenikmatan akan mempengaruhi klien untuk membayar biaya
layanan kesehatan. Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik layanan
kesehatan seperti pemberi pelayanan serta peralatan medisdan non medis. Contohnya,
tersedianya pendingin ruangan (AC) ,televisi,majalah, musik dan kebersihan
dalamsuatu ruangtunggu dapat menimbukan perasaan kenikmatan tersendiri sehingga
waktu tunggu tidak menjadi hal yang membosankan. Tersedianya gorden penyekat
dalam kamar periksa akan memberikan kenyamananterutama pada klien wanita.
8. Dimensi informasi
Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberika informasi yang jelas
tentang apa, siapa,kapan,dimana, dan bagaimana layanan kesehatanitu akan
dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan
rumah sakit.
Berfokus pada pelanggan, yang menentukan mutu barang dan jasa adalah
pelaggan eksternal. Pelanggan internal berperan dala menentukan mutu manusia,
proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan barang atau jasa.
Obsesi terhadap mutu, penentu akhir muu adalah pelanggan internal dan eksternal,
dengan mutu yang ditentukan tersbut, organisasi harus berusaha memenuhi atau
melebihi yang telah ditentukan.
Pedekatan ilmiah, terutama untuk merencanakan pekerjaandan proses pembuatan
keputusan dan pemecahan masalah yang terkait dengan pekerjaan yang dirancang
tersebut. Komitmen jangka panjang, agar penerapan menejemen mutu
terpadudapat berhasil, dibutuhkan budaya organisasi yang baru. Untuk itu, perlu
ada komitmen jangka panjang guna mengadakan perubahan budaya.
Kerjasama tim, untuk menerapkan menejemen mutu terpadu, kerjasama tim,
kemitraan, dan hubungan perlu terus menerus dijalan dan dibina, baik antar
aparatur dalam organisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat).
Perbaikan sistem secara berkesinambungan, setiap barang dan jasa dihasilkan
melalui proses-proses didalam suatu sistem atau ligkungan. Oleh karena itu,
sistem yang ada perlu diperbaharui secara terus-menerus agar mutu yang
dihasilkan lebih mengikat.
Pendidikan dan pelatihan, dalam organisasi yang menerapkan menejemen mutu
terpadu, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang mendasar
(pundamental). disini berlaku prinsip belajar yang merupakan proses tiada
akhirdan tidak mengenal batas usia.
Mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui tiga cara yaitu pengukuran mutu
prosfektif, mutu retrosferktif, dan mutu konturen.
A. Mutu prosfektif
Merupakan pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan
sebelum layanan kesehatan diselenggaran. Oleh karena itu pengukurannya akan
ditunjukan terhadap struktur atau input layanan kesehatan dengan asumsi bahwa
layanan kesehatan harus memiliki sumberdaya tertentu agar dapat menghasilkan suatu
layanan kesehatan yang bermutu seperti berikut
1. Pendidikan profesi kesehatan
Ditunjukan agar menghasilkan profesi layanan kesehatan yang mempunyai
pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang dapat mendukung layanan
kesehatan yang bermutu
2. Perizinan
Merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu layanan kesehatan.
Surat izin kerja (SIK) dan surat izin praktik (SIP) yang diberikan kepada
perawat merupakan suatu pengakuan bahwa seorang perawat telah memenuhi
syarat untuk melakukan praktik profesi keperawtan (NERS) demikian pula
dengan profesi kesehatan lain, harus mempunyai izin kerja sesuai dengan
profesinya.
3. Standardisasi
Dengan menentapkan standardisasi, seperti standardisasi peralatan, tenaga,
gedung, sistem, organisasi, anggaran, dan lain-lain. Setiap fasilitas layanan
kesehatanyang memiliki standar yang sama dapat menyelenggarakan layanan
kesehatan yang sama mutunya. Contohnya, standardisasi layanan rumah sakit
akan mengelompokan atau mengklasifikasikan rumah sakit kedalam berbagai
kelas tertentu misalnya rumah sakit umum kelas A,kelas B, kelas C, dan kelas
D, rumah sakit jiwa kelas A dan B.
4. Sertifikasi
Merupakan langkah selanjutnya dari perizinan. Pengakuan sebagai nersyang
teregistrasi adalah contoh dari sertifikasi. Di indonesia ,perizinan seperti itu
dilakukan oleh departmen kesehata atau dinas kesehatan dengan persetujuan
dari persatuan perawat nasional indonesia(PPNI).
5. Akreditasi
Merupakan pengakuan bahwa suatu institusi layanan kesehatan seperti rumah
sakit telah memenuh beberapa standar layanan kesehatan tertentu.
Pengukuran mutu prospektif berfokus pada penilaian sember daya, bukan
pada kinerja penyelenggara layanan kesehatan.
Setiap sistem politik pada dasarnya memproduksi kebijakan publik. Dan sistem
politik itu bisa berupa negara, provinsi, kabupaten/kota, desa, bahkan RT dab RW,
Institusi seperti Association of South East Asia Nation (ASEAN), Uni Eropa (UE),
Perserikaran Bangsa-Bangsa (PBB), dan World Trude Organization
(WTO)merupakan sistem politik juga, yang dapat disebut supra-negara. Kebijakan
publik tidak selalu dilakukan oleh birokrasi (saja), melainkan dapat pula dilaksanakan
oleh perusahaan swasta, LSM, ataupun masyarakat langsung. Contohnya, suatu sistem
politik dapat memutuskan untuk memberantas nyamuk. Sistem politik itu dapat
memerintah sebuah perusahaan swasta untuk melakukan penyemprotan nyamuk
secara berkala. Disinilah arti penting bagi perawat kesehatan komunitas untuk
memahami dan menggunakan pendekatan kebijakan publik guna meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Terminologi
Terminologi kebijakan publik menunjuk pada serangkaian peralatan pelaksanaan yang
lebih luas dari peraturan perundang-undangan, mencakup juga aspek anggaran dan
struktur pelaksana. Siklus kebijakan publik sendiri bisa dikaitkan dengan pembuatan
kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Bagaimana keterlibatan
publik dalam setiap tahapan kebijakan bisa menjadi ukuran tentang tingkat kepatuhan
negara kepada amanat rakyat yang berdaulat atasnya. Dapatkan publik mengetahui
apa yang menjadi agenda kebijakan, yakni serangkaian persoalan yang ingin
diselesaikan dan prioritasnya, dapatkah publik memberi masukan yang berpengaruh
terhadap isi kebijakan publik yang akan dilahirkan.
Begitu juga pada tahap pelaksanaan, dapatkah publik mengawasi penyipangan
pelaksanaan, juga apakah tesedia mekanisme kontrol publik, yakni proses yang
memungkinkan keberatan publik atas suatu kebijakan dibicarakan dan berpengaruh
secara signifikan. Kebijakan publik menunjuk pada keinginan pengiasa atau pemeriah
yang idealnya dalam masyarakat demokratis merupakan cerminan pendapat umum
(opini publik)
Untuk mewujudkan keinginan dan menjadikannya efektif, maka diperlukan
hal-hal sebagai berikut:
Adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan sehingga dapat
diketahui publik apa yang telah di putuskan
Kebijakan ini juga harus jelas struktur pelaksanaan dan pembiayaannya
Diperlukan adanya kontrol publik, yakni mekanisme yang memungkan publik
mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaan mengalami penyimpangan
atau tidak
Untuk penyelenggaraan upaya kesehatan sesuai dengan tujuan, kebijakan, dan strategi
yang telah ditetapkan dibutuhkan kebijakan dan manajemen suber daya yang efektif
dan efesien didukung dengan ilmu dan teknologi kesehan sehingga dapat tercapai
pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas. Sumberdaya tersebuat terdiri atas
sumberdaya tenaga, pembiayaan, fasilitas, ilmu pengetahuan, teknologi, serta
informasi. Sumber daya yang mendukung tercapainya tujuan, kebijakan, dan strategi
tersebut berasal dari pemerintah dan masyarakat termasuk swasta. Sasaran yang akan
dicapai ileh program ini adalah sebagai berikut :
Terciptanya kebijakan kesehatan yang menjamin tercapainya sistem kesehatan
yang efisien, efektif, berkualitas, dan berkesinambungan
Tercitanya kebijakan kesehatan yang mendukung reformasi bidang kesehatan.
Tersedianya sumber daya manusia dibudang kesehatan yang mampu melakuan
berbagai kajian kebijakan kesehatan
Berjalannya sistem oerencanaan kesehatan melalui pendekatan wilayah dan
sektoral dalam menduking desentralisasi.
Terciptanya organisasi dan tatlaksana di berbagai tingkat administrasi sesuai
dengan asas desentralisasi dan penyelenggaraan pemerintah yang baik
Tertatanya administrasi keuangan dan perlengkapan yang efisien dan fleksibel
diseluruh jajaran kesehatan
Terciptanya mekanisme pengawasan pengendalian diseluruh jajaran kesehatan
Tersusunnya berbagai perangkat hukum dibidang kesehatan secara menyeluruh
Terlaksananya inventarisasi, kajian dan analisis secara akademis seluruh
perangkat hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan
Tersedianya perangkat hukum guna guna dilaksanakannya proses legislasi dan
mitigasi dalam penyelesaian konflik hukum bidang kesehatan
Tersedianya informasi kesehatan yang akurat, tepat waktu, dan lengkap sebagai
bahan dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan pembangunan kesehatan,
serta menyediakan informasi untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi program kesehatan, dan meningkatkan kewaspadaan di semua tingkat
administrasi
Tersusunnya kebijakan dari konsep pengelolaan program kesehatan untuk
mendukung desentralisasi
ADVOKASI
Intilah advokasi sangat lekat dengan profesi hukum. Menurut bahasa Belanda,
advocat atau advocateur berarti pengacara atau pembela. Karenanya, tidak heran jika
advokasi sering diartikan sebagai kegiatan pembelaan kasus atau beracara di
pengadilan. Dalam bahasa Inggris, to advocate tidak hanya berarti to defend
(membela), melainkan pula yo promote (mengemukakan atau memajukan), to create
(menciptakan), dan to change (melakukan perubahan) (Topatimasang dkk,2009).
Dalam konteks pemberdayaan orang miskin advokasi tidak hanya berarti
membela atau mendampingi orang miskin, melainkan pula bersama-sama dengan
mereka melakukan upaya-upaya petubahan sosial secara sistematis dan strategis.
Berpijak pada peran perawat kesehatan komunitas, advokasi dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu advokasi kasus ( case advocacy) dan advokasi kelas (class
advocacy).
Advokasi kasus
Merupakan kegiatan yang dilakukan seorang perawat kesehatan komunitas untuk
membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau pelayanan kesehatan yang
telah menjadi baknya. Alasannya, terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang
dilakukan oleh lembaga, dunia bisnis, atau kelompok profesional terhadap klien
dimana klien sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik. Perawat
kesehatan komunitas berbicara, berargumen, dan bernegosiasi atas nama klien
advocacy). Sebagai contoh, hal ini dapat dilakukan jika perawat kesehatan komunitas
menemukan kasus kusta atau tuberkulosis paru yang tidak mendapatkan pelayanan
sebagaimana semestinya.
Advokasi kelas
Menunjukpada kegiatan-kegiatan atas nama kelas atau sekelompok orang untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak warga dalam menjangkau sumber atau memperoleh
kesempatan-kesempatan. Fokus advokasi kelas adalah memengaruhi atau melakukan
perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal maupun
nasional.advokasi kelas melibatkan proses-proses politik yang ditujukan untuk
memengaruhi keputusan-keputusan pemerintahyang berkuasa. Perawat kesehatan
komunitas biasanya bertindak sebagai perwakilan sebuah organisasi, bukan sebagai
seorang praktisi mandiri. Advokasi kelas umumnya dilakukan melalui koalisi dengan
kelompok dan organisasi lain yang memiliki agenda yang sejalan. Hal ini dapat
dicontohkan oleh keterlibatan perawat kesehatan komunitas di suatu LSM HIV/AIDS
yang membela kepentingan klien atas nama LSM tersebut.
Strategi advokasi
Advokasi yang dilakukan perawat kesehatan komunitas dalam membantu masyarakat
miskin sangat berkaitan erat dengan konsep manajemen sumber (resource
management), strategi, advokasi dapat difokuskan kedalam tiga aras (tingkat) atau
setting (mikro, mezzo, serta makro) dan mengkajinya dari empat aspek (tipe advikasi,
sasaran/klien, peran perawat kesehatan komunitas, dan teknik utama)
Tabel fokus strategi advokasi
ARAS
ASPEK MIKRO MEZZO MAKRO
Tipe advokasi Advokasi khusus Advokasi kelas Advokasi kelas
Sasaran/klien Individu dan Kelompok formal Masyarakat lokal
keluarga dan organisasi dan nasional
Peran perawat Pialang (broker) mediator Aktivis analis
kesehatan kebijakan
komunitas
Teknik utama Manajemen kasus jejaring Aksi sosial analisis
kebijakan
Sumber: dikembangkan dari DuBois dan Miley (2005).
Aras mikro
Peran utama perawat kesehatan komunitas adalah sebagai pialang (broker) yang
menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang tersedia di lingkungan sekitar.
Sebagai pialang kesehatan, teknik utama yang dilakukan perawat kesehatan
komunitas adalah manajemen kasus (case manajement) yang mengoordinasikan
berbagai pelayanan kesehatan yang disediakan oleh beragam penyedia. Beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
Melakukan pengkajian terhadap situasi dan kebutuhan khusus klien
Memfasilitasi pilihan-pilihan klien dengan berbagai informasi dan sumber
alternatif
Menghimpun informasi mengenai berbagai jenis dan lokasi pelayanan kesehatan,
parameter pelayanan, dan kriteria kelayakan (eligibility)
Mempelajari berbagai kebijakan, syarat, prosedur, dan proses pemanfaatan
sumber-sumber kemasyarakatan
Menjalin hubungan kerja sama dengan berbagai profesi kunci
Memonitor dan mengevalusi distribusi pelayanan
Aras mezzo
Sebagai mediator, perawat kesehatan komunitas mewakili dan mendampingi
kelompok-kelompok formal atau organisasi dalam mengidentifikasi masalah
kesehatan yang dihadapi bersama, merumuskan tujuan, mendiskusikan solusi-solusi
potensial, memobilisasi sumber, serta menerapkan, memonitor, dan mengevaluasi
rencana aksi. Teknik adcikasi yang dilakukan adalah membangun jejaring
(networking) guna mengoordinasikan dan mengembangkan pelayanan-pelayanan
kesehatan, membangan koalisi dengan berbagai kelompok, organisasi, kelompok
bisnis dan industri, serta tokoh-tokoh berpengaruh dalam masyarakat yang memiliki
kepentingan sama. Kegiatan yang dapat dilakukan perawat kesehatan komunitas
sebagai mediator di antaranya sebagai berikut.
Mengakomodasi pemandangan dan kepentingan-kepentingan khusus dari
masing-masing pihak
Menggali kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang mengalami
konflik
Membantu pihak-pihak agar dapat bekerja sama dengan berbagai kelompok atau
golongan
Mendefinisikan, mengonfrontasikan dan menangani berbagai hambatan
komunikasi
Mengidebtifikasi berbagai manfaat yang ditimbulkan dari sebuah koalisi atau
kerjasama
Memfasilitasi pertukaran informasi secara terbuka diantara berbagai pihak yang
terlibat
Bersikap netral, tidak memihak, dan pada saat yang sama tetap percaya diri, yakin,
dab optimis terhadap manfaat kerjasama dan pedamaian.
Aras makro
Peran perawat kesehatan komunitas pada tataran makro adalah menjadi aktivitas dan
analisis kebijakan. Sebagai aktivis, perawat kesehatan komunitas terlibat langsung
dalam gerakan perubahan dan aksi sosial bersama masyarakat. Meningkatkan
kesadran publik terhadap masalah soaial dan ketidakadilan, memobilisasi sumber
untuk mengubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil, melakukan negosiasi agar
tercapai perubahan dibidang hukum, termasuk melakukan class action.
Peran analis kebijakan lebuh bersifat tidak langsung dalam melakukan reformasi
sosial. Perawat kesehatan komunitas melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat, mengevaluasi bagaimana respons pemerintah terhadap masakah,
mengajukan opsi-opsi kebijakan, dan memantau penerapan kebijakan. Analisis
kebijakan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan prospektif,
retrospektif, dan integratif.
Pendekatan prospektif. Analisis dilakukan terhadap kondisi kesehatan
masyarakat sebelum kebijakan diterapkan. Mengajukan opsi kebijakan baru
kepada pemerintah untuk merespons kondisi atau masalah kesehatan yang
dihadapi masyarakat karena belum ada kebijakan untuk itu
Pendekatan retrospektif. Analisis dilakukan terhadap kebijakan ang sudah
ada, artinya menganalisis dampak-dampak yang ditimbulakan akibat di
terapkannya sebuah kebijakan. Contohnya, setelah kebijakan jaminan Kesehatan
Masyarakat (JAMKESMAS) di terapkan di masyarakat, analisis dilakukan untuk
mengetahui apakah jamkesmas mampu mengakomodasi layanan kesehatan pada
masyarakat miskin, bagaimana penyaluranya, apakah terjadi errors of targeting
yang meliputi errors of inclusion (“yang kaya” dan “yang tidak berhak” turut
menerima jamkesmas) atau error of exclusion (yang miskin dan berhak malah
tersisihkan dan tidak menerima jamkesmas).
Pendekatan integratif. Perpaduan dari kedua pendekatan diatas. Analisis
dilakukan baik sebelum maupun sesudah kebijakan diteraokan.