Latar Belakang
Pemahaman tentang mutu suatu produk benda oleh manager memiliki dua arti penting yaitu:
1. Keistimewaan produk
2. Bebas dari kekurangan
Sedangkan mutu jasa pelayanan, mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Tidak dapat diraba (intangibility)
2. Tidak dapat disimpan (inability to inventory)
3. Produksi dan konsumsi secara bersama
4. Memasukinya lebih mudah
5. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar seperti teknologi dan peraturan pemerintah.
Dalam Kamus Indonesia-Inggris kata mutu memiliki arti dalam bahasa Inggris quality
artinya taraf atau tingkatan kebaikan; penilaian sesuatu. Jadi mutu berarti nilai kebaikan suatu
hal. Mutu juga merupakan faktor yang mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentuan
pelanggan, bukan ketetapan para pakar, pasar atau ketetapan manajemen. Ia berdasarkan atas
pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya,
mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau
subyektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang
kompetitif”.
Mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari
pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan dimana produk atau jasa pelayanan
dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan
Menurut, Philip B. Crosby, ada “empat hal yang mutlak (absolut)” menjadi bagian integral dari
manajemen mutu, yaitu:
1. Definisi mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (The Definition of Quality is
conformance to requirements).
2. Sistem mutu adalah pencegahan (The system of quality is prevention).
3. Standar penampilan adalah tanpa cacat (The performance standard is Zero Defects).
4. Ukuran mutu adalah harga ketidaksesuaian (The measurement of quality is the price of
nonconformance).
Pengertian "Mutu" adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan pasien ditingkatkan mendekati
hasil yang diharapkan dan mengurangi faktor-faktor yang tidak diinginkan (JCAHO, 1993).
Definisi tersebut semula melahirkan 12 faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan
kesehatan, belakangan dikonversi menjadi dimensi 'mutu kinerja' (performance) yang dituangkan
dengan spesifikasi sebagai berikut:
1. Kelayakan; adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang dilakukan relevan terhadap
kebutuhan klinis pasen dan memperoleh pengetahuan yang berhubungan dengan keadaannya.
2. Kesiapan; adalah tingkat dimana kesiapan perawatan atau tindakan yang layak dapat
memenuhi kebutuhan pasen sesuai keperluannya.
3. Kesinambungan; adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan bagi pasen terkoordinasi
dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan dalam organisasi.
4. Efektifitas; adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan terhadap pasen dilakukan dengan
benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai dengan keadaannya, dalam rangka
memenuhi harapan pasen.
5. Kemanjuran; adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang diterima pasen dapat
diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan pasen.
6. Efisiensi; adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap sumber-sumber
yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasen..
7. Penghormatan dan perhatian; adalah tingkat dimana pasien dilibatkan dalam pengambilan
keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut perhatian terhadap
pemenuhan kebutuhan pasen serta harapan-harapannya dihargai.
8. Keamanan; adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan diminimalisasi untuk
melindungi pasien dan orang lain, termasuk petugas kesehatan.
9. Ketepatan waktu; adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan diberikan kepada pasien
tepat waktu sangat penting dan bermanfaat.
Upaya pencarian terhadap hal-hal penting yang dicakup dalam definisi tentang "mutu”
telah banyak dibahas dalam literatur. Donabedian menyatakan bahwa, tidak satupun definisi
dapat memenuhi persyaratan dengan tepat tentang arti "mutu", dan untuk mengatasi hal tersebut
ada tiga pengertian yang diberikan yaitu:
1. Definisi absolutis; mutu adalah pertimbangan atas kemungkinan adanya keuntungan dan
kerugian terhadap kesehatan sebagai dasar tata nilai praktisi kesehatan tanpa memperhatikan
biaya.
2. Definisi individualistis; berfokus pada keuntungan dan kerugian dari harapan pasien dan
konsekuensi lain yang tidak diharapkan.
3. Definisi sosial; mutu meliputi biaya pelayanan, kontinum dari keuntungan atau kerugian,
serta distribusi pelayanan sebagai rerata nilai masyarakat secara umum.
Tantangan yang dihadapi oleh praktisi adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara
nilai-nilai kemanusiaan, sumber-sumber teknologi, kualitas hidup, inovasi dan kenyataan
ekonomi, yang memungkinkan untuk memberikan pelayanan terbaik. Hal tersebut tidak berarti
menghilangkan pengertian universal dari mutu untuk memperoleh pengakuan.
Ketiadaan definisi formal tentang mutu, bukan berarti pasien atau provider tidak akan
dapat mengidentifikasi ketiadaan mutu itu sendiri, atau mutu yang berada di bawah standar,
misalnya: makanan disajikan dingin, penusukan vena dalam kondisi normal 3-4 kali, terjadi
decubitus atau infeksi post operatif, pasien jatuh, salah pemberian obat semua itu menunjukkan
mutu yang rendah.
Pengertian mutu kinerja diukur melalui dimensi pengukuran yang tegas yaitu standar
tertulis yang jelas. Standar menentukan mutu atau kinerja dan diberikan secara langsung serta
hasilnya dapat dilihat dari pelayanan tersebut. Standar adalah patokan untuk menentukan tingkat
mutu. Standar merupakan pernyataan tertulis dari tata nilai peraturan-peraturan, kondisi dan
tindakan pada pasen, staf, atau sistem yang disahkan oleh pihak berwenang
Pengertian :
1. Jaminan mutu (QA) adalah suatu proses untuk mengevaluasi perawatan pada suasana
khusus, dengan mengembangkan standar pelayanan dan menerapkan mekanisme untuk
menjamin bahwa standar dapat terpenuhi (Coyne and Killien).
2. Jaminan mutu (QA) adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis dalam memonitor
dan mengevaluasi mutu dan kesiapan dalam pelayanan terhadap pasien dalam
meningkatkan pelayanan, dan memecahkan masalah yang telah diidentifikasi (JCAHO).
Kesiapan merujuk pada pengertian lebih luas dimana prosedur khusus, kesesuaian dalam
suasana khusus dan pelayanan yang efisien, mengindikasikan kelebihan maupun
kekurangannya.
Dalam kaitan diatas belakangan Lexiton (JCAHO), mendefinisikan QA dalam tiga
kegiatan yang tidak terpisahkan;
1. Merencanakan suatu produk atau pelayanan dan pengendalian produknya yang tidak dapat
dilepaskan dari mutu. Dalam pelayanan kesehatan, aktifitas dan program dimaksudkan
menjamin atau memberi garansi terhadap mutu.
2. Pengendalian mutu: adalah suatu proses dimana kinerja aktual dinilai atau diukur, dan
dibandingkan dengan tujuan, serta perbedaan atau penyimpangan ditindak lanjuti dengan
menggunakan metoda statistik.
3. Peningkatan mutu: proses pencapaian snatu tingkat kinerja atau mutu barn yang lebih tinggi
dari sebelunmya. Pencapaian tingkat mutu bam. adalah yang terbaik dari pads tingkat mutu
sebelumnya.
4. Jaminan Mutu (QA) adalah suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
sistematis, obyektif dan terpadu untuk; Menetapkan masalah dan penyebabnya berdasarkan
standar yang telah ditetapkan, menetapkan upaya penyelesaian masalah dan melaksanakan
sesuai kemampuan menilai pencapaian hasil dengan menggunakan indikator yang ditetapkan,
menetapkan dan menyusun tindak lanjut untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Walaupun mutu tidak selalu dapat dijamin tetapi dapat diukur. Jika bisa diukur, berarti bisa
ditingkatkan dan dapat disempurnakan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
indikator kunci mutu dalam pelayanan, memonitor indikator tersebut dan mengukur mutu
hasilnya. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah mengidentifikasi proses-proses
kunci yang mengarah pada hasil tersebut (outcome). Dengan berfokus pada upaya
peningkatan proses, tingkat mutu dari hasil yang dicapai akan meningkat. Jadi, upaya
pendekatan yang dilakukan diawali dari jaminan mutu (QA), mengarah pada peningkatan
mutu yang proaktif (QI). Bila ada yang berpikir "mutu dibawah standar, jangan ikut terlibat“,
mentalitas seperti itu seharusnya dirubah menjadi "walaupun mutu di bawah standar, tapi
masih dapat ditingkatkan". Bila mutu diartikan seberapa baik suatu organisasi ditampilkan,
usaha untuk meningkatkan mutu akan dapat diperbaiki melalui peningkatan kinerja.
Pada dasarnya, program jaminan mutu merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan
penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan
dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta
menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan.
B. Dimensi Mutu
Layanan kesehatan sebagaimana juga mutu barang dan jasa bersifat multidimensi.
Dimensi mutu layanan kesehatan menurut
1. Brown LD et al. (1992) adalah :
a. Dimensi kompetensi teknis (Tecnical Competence)
Penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi kompetensi teknis itu
berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan
kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan
konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai
hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai pada
kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa
pasien.
b. Dimensi keterjangkauan atau akses terhadap layanan kesehatan (Acces to service)
Dimensi keterjangkauan atau akses, artinya layanan kesehatan itu harus dapat dicapai
oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan
bahasa. Akses geografi diukur dengan jarak, lama perjalanan, biaya perjalanan, jenis
transportasi atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapat
layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau
tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya, kepercayaan dan perilaku.
Akses organisasi ialah sejauh mana layanan itu diatur agar memberi kemudahan/
kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani
dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat dipahami oleh pasien.
c. Dimensi efektivitas layanan kesehatan (Efectiveness)
Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi
keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit serta berkembangnya dan atau
meluasnya penyakit yang ada. Efektivitas layanan kesehatan ini bergantung pada
bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten, dan sesuai
dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan diukur pada tingkat
organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan kesehatan
itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi setempat.
d. Dimensi efisiensi layanan kesehatan (Efficiency)
Sumber daya kesehatan sangat terbatas, oleh sebab itu dimensi efisiensi sangat penting
dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak
pasien dan atau masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak memenuhi standar layanan
kesehatan umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu
lama dan menimbulkan resiko yang lebih besar kepada pasien. Dengan melakukan
analisis efisiensi dan efektivitas kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.
2. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan dalam pelayanan keperawatan menurut Lori Di Prete
Brown, dkk. terdapat 8 dimensi yang dipakai untuk mengukur mutu:
a. Kompetensi teknis: petugas, manager, staf pendukung apakah sudah sesuai standar
pelayanan?
b. Akses: apakah dengan mudah ditemukan? (a.l. meliputi: geografis, ekonomi, sos-bud,
bahasa)
c. Efektifitas: apakah prosedur dilakukan secara benar dengan hasilkan sesuai dengan yang
diharapkan?
d. Hubungan antar manusia: apakah baik? (petugas-pasien, manager-petugas, tim kesehatan,
masyarakat)
e. Efisiensi: apakah pelayanan yang dilakukan sudah yang terbaik sesuai dengan
sumberdaya yang dimiliki?
f. Kelangsungan pelayanan: apakah Pasien menerima layanan secara lengkap seperti yang
dibutuhkan?
g. Aman, apakah pelayanan yang diberikan terhindar dari risiko cidera, infeksi, efek
samping dan bahaya lainnya.
h. Nyaman: apakah lingkungan pelayanan seperti; kebersihan, privacy terjamin
2. Soegiarto (1999) menyebutkan lima aspek yang harus dimiliki Industri jasa pelayanan,
a. Cepat, waktu yang digunakan dalam melayani tamu minimal sama dengan batas waktu
standar. Merupakan batas waktu kunjung dirumah sakit yang sudah ditentukan waktunya.
b. Tepat, kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan konsumen.
Bagaimana perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien yaitu tepat memberikan
bantuan dengan keluhan-keluhan dari pasien.
c. Aman, rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama pengkonsumsian suatu
poduk atau. Dalam memberikan pelayanan jasa yaitu memperhatikan keamanan pasien
dan memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pasien sehingga memberikan rasa
aman kepada pasien.
d. Ramah tamah, menghargai dan menghormati konsumen, bahkan pada saat pelanggan
menyampaikan keluhan. Perawat selalu ramah dalam menerima keluhan tanpa emosi
yang tinggi sehingga pasien akan merasa senang dan menyukai pelayanan dari perawat.
e. Nyaman, rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Pasien yang
membutuhkan kenyaman baik dari ruang rawat inap maupun situasi dan kondisi yang
nyaman sehingga pasien akan merasakan kenyamanan dalam proses penyembuhannya.
Manajemen mutu adalah aspek dari seluruh fungsi manajemen yang menetapkan dan
melaksanakan kebijakan mutu. Pencapaian mutu yang diinginkan memerlukan kesepakatan dan
partisipasi seluruh bagian dalam organisasi, sedangkan tanggung jawab manajemen mutu adalah
pada pimpinan puncak. Mutu tidak akan pernah dicapai dalam jangka waktu yang singkat. Hal
tersebut memerlukan waktu yang sangat bervariasi tergantung dari pada standar mutu yang
dinginkan. Pengertian tentang program jaminan mutu mungkin sudah sering kita ketahui dari
berbagai sumber yang sangat bervariasi.
Secara singkat disebutkan bahwa program jaminan mutu melibatkan setiap orang yang
berada dalam organisasi untuk peningkatan pelayanan yang terus menerus dimana mereka akan
memenuhi kebutuhan standar dan harapan dari pada pelanggan, baik pelanggan intern ataupun
ekstern. Hal ini adalah suatu metode yang mengkombinasikan teknik manajemen, keterampilan
teknik, dan pemanfaatan penuh potensi sumber daya manusia dalam organisasi rumah sakit.
Program Jaminan Mutu dapat dibedakan dengan bentuk manajemen yang lain, dimana
jaminan mutu didasarkan pada prinsip prinsip sebagai berikut :
1. Setiap orang didalam organisasi harus dilibatkan dalam penentuan, pengertian dan
peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masing-masing kontrol dan bertanggung
jawab dalam setiap mutu yang dihasilkan oleh masing masing orang.
2. Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan masing masing pelanggan baik pelanggan
eksternal maupun pelanggan internal.
3. Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah yaitu dengan
menggunakan data untuk pengambilan keputusan, penggunaan alat-alat statistik dan
keterlibatan setiap orang yang terkait.
4. Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yang alami.
5. Pembentukan teamwork. Baik itu dalam bentuk parttime teamwork, fulltime teamwork
ataupun cross functional team.
6. Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan (development of employees ) melalui
keterlibatan didalam pengambilan keputusan.
7. Partisipasi setiap orang dalam, merupakan dorongan yang positif dan harus dilaksanakan.
8. Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu investment/modal dalam rangka
pengembangan kemampuan dan pengetahuan pegawai untuk mencapai potensi yang mereka
harapkan.
9. Supliers dan Customer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu.
Prinsip Manajemen Mutu sebagaimana yang dikemukakan Masaake Imae (1971) yang
ditulis dalam bukunya berjudul 10 QC Maxims yang kemudian juga menjadi acuan dalam
standar ISO 9001. Instisari dari sepuluh prinsip itu dapat dijelaskan secara singkat sbb:
Pelayanan yang bermutu tinggi dan memuaskan pelanggan dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya bentuk isi (content) mutu barang atau jasa yang diberikan dan faktor perilaku
manusia itu sendiri. Perilaku yang baik dalam memberikan pelayanan menurut De Vriye, et al
dalam Wijono (1999) adalah:
1. Self Esteem
Penghargaan terhadap diri sendiri, dengan pandai menghargai dirinya sendiri, seorang
karyawan akan berfikir dan bertindak positif terhadap orang lain, sehingga akan pandai
menghargai pelanggan dengan baik. Dengan demikian pelayanan bukan menundukkan diri.
2. Exeed Expectations (Melampaui harapan)
Memberikan pelayanan melebihi apa yang diharapkan pelanggan (mematuhi dan melebihi
standar) secara konsisten.
3. Recovery (Pembenahan)
Adanya keluhan pelanggan jangan dianggap sebagai suatu beban masalah namun suatu
peluang untuk memperbaiki atau meningkatkan diri. (Perlu dicari apa masalahnya, dengarkan
pelanggan, kumpulkan data, dan bagaimana pemenuhan standarnya).
4. Vision (Visi)
Pelayanan yang prima berkaitan erat dengan visi organisasi. Dengan budaya kerja atau
budaya organisasi (Corporate Cultur) atau budaya mutu (Quality Cultur) dalam pelayanan
prima, visi, impian akan dapat diwujudkan seperti yang diharapkan.
5. Improve (Perbaikan atau peningkatan)
Peningkatan mutu pelayanan dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan dilakukan
secara terus menerus (Continuous Improvement) agar tidak ditinggalkan karena para pesaing
selalu berusaha meningkatkan diri untuk menarik hati pelanggan. Meningkatkan diri dapat
dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan, membuat standar pelayanan lebih tinggi,
menyesuaikan tuntutan lingkungan dan pelanggan, serta merencanaakan pelayanan yang baik
bersama karyawaan sejaak awal.
6. Care (Perhatian)
Perhatian atau perlakukan terhadap pelanggan dengan baik dan tulus serta memenuhi
kebutuhannya, memperlakukannya dengan baik, menjaga dan memenuhi standar mutu sesuai
dengan standar ukuran yang diharapkan.
7. Empower (Pemberdayaan)
Memberdayakan agar karyawan mampu bertanggung jawab dan tanggap terhadap persoalan
dan tugasnya dalam upaya peningkatan pelayanan yang bermutu.
Tugas 3
1. Peserta dibagi dalam kelompok
2. Tiap kelompok mengidentifikasi masing-masing 10 kegiatan dari fungsi–fungsi keperawatan/
yang kritikal, dimana dalam pelaksanaan aktual saat ini yang dinilai bermutu tinggi dan yang
tidak bermutu.
3. Setiap kegiatan yang bermutu tinggi atau yang tidak bermutu diberikan alasannya.
4. Masing- masing kelompok menyajikan hasil diskusinya.
H. Harapan Pelanggan
Harapan pelanggan terhadap pembelian barang atau jasa adalah memperoleh kepuasan
dengan pengorbanan yang sebanding. Perusahan atau organisasi akan memberikan layanan
kepada pelanggan eksternal melalui jasa-jasa pelanggan internal (para karyawan). Keberhasilan
pelayanan terhadap pelanggan eksternal tergantung kepada kinerja pelanggan internal, maka
perusahaan sudah semestinya memperhatikan dulu keinginan dan harapan para pelanggan
internal (para karyawan) baru kemudian akan mendapatkan dukungan untuk dapat memenuhi
harapan para pelanggan eksternal.
1. Harapan pelanggan internal meliputi :
a. Kebersamaan dan kerja sama
Karyawan pada suatu organisasi perusahaan sebenarnya sangat mendambakan suatu
kebersamaan diantara seluruh jajaran pegawai karena mereka menginginkan suasana dan
lingkungan kerja yang damai, sehingga rasa kebersamaan itu mampu menumbuhkan
iklim kerjasama yang baik untuk kelangsungan/berjalannya orhanisasi/ perusahaan. Pada
prinsipnya, kebersamaaan dan kerjasama adalah modal utama untuk menunjang
kelangsungan organisaasi/perusahaan, dengan demikian dapat menjaga kesinambungan
dalam memperoleh penghasilan bagi semua pihak.
b. Hubungan kerja
Karyawan sangat mendambaakaan adanya hubungan kerja yang harmonis, kejelasan
keterkaitan kerja, kejelasan skema, dan waktu estafet kerja dalam hal pekerjaan harus
diselesaikan secara berjenjang, sehingga pekerjaan dapat diselesaikaan secara mudah dan
tepat waktu sesuai standar yang ada. Dengan adanya kepastian kerja dan penentuan
hubungan kerja yang jelas, masing-masing akan mengetahui batas kewenangan dan
tanggungjawabnya. Karyawan menginginkan hal ini karena keharmonisan dalam
hubungan kerja akan menjadi motivasi untuk meningkatkaan prestasi kerja.
c. Kualitas kerja
Karyawan menginginkan adanya fasilitaas yang memadai agar mereka mampu mencapai
kualitas kerja yang baik sebagaimana yang diharapkan, sehingga kelancaran produksi
barang atau jasa dapat terjamin, dan pada akhirnya perusahaan/organisasi akan mampu
mencapai tujuan yang optimal. Mereka membutuhkan pendidikan, pelatihan, dan
instruksi yang dapat memberikan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman untuk dapat
mewujudkan kemampuan dalam mencapai kualitas kerja yang baik. Karyawan
menginginkan bahwa kualitas hasil kerjanya diakui.
d. Imbalan
Imbalan prestasi baik berbentuk gaji atau upah, dan insentif tambahan lainnya.
Penghargaan dalam bentuk imbalan prestasi merupakan layanan material dari pemilik
atau manajemen organisasi/perusahaan kepada karyawan yang pelaksanaannya diatur
sedemikian rupa dengan memperhatikan berbagai unsur yang berkaitan dengan
kemampuan dan pengabdian masing-masing karyawan, sisi kemanusiaan dan
kemampuan organisasi/perusahaan.
e. Struktur dan sistem kerja yang efisien
Karyawan mengharapkan adanya struktur organisasi, sistem dan prosedur kerja yang jelas
dan mudah dilaksanakan. Hal ini diperlukan untuk menunjang efisiensi sehingga mereka
dapat mengarahkan potensi yang ada pada mereka secara optimal.
Beberapa aspek yang dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan pelayanan prima antara lain:
1. Sumber Daya Manusia
Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia sebagai pelaku dalam pemberian pelayanan
akan sangat menentukan apakah pelayanannya termasuk prima atau belum. Kualitas SDM
yang tidak peduli dengan mutu pelayanan dapat ditunjukkan dalam sikap-sikap sebagai
berikut ini:
a. Janji yang tidak ditepati
b. Pelayanan yang kasaar dan tidak efisien
c. Informasi yang simpang siur
d. Terkesan ”pelit” dalam memberikan informasi
e. Informasi yang keliru
f. Tidak tepat waktu
g. Ketidakmampuan untuk berkomunikasi
h. Memberikan produk yang rusak
i. Ketidakjujuran
j. Muncul perlakuan ”memperlakukan pelanggan sebagai obyek bisnis”
K. Rangkuman
Pelayanan yang baik adalah pelayanan berorientasi terhadap upaya peningkatan mutu untuk
memenuhi harapan atau kepuasan pelanggan. Mutu sulit didefinisikan, namun esensi mutu dan
aplikasinya dalam pelayanan kesehatan dapat diukur, dimonitor dan dinilai hasilnya. Mutu dalam
pelayanan kesehatan adalah kontroversial dan relatif. Oleh karena itu spesifikasi dalam dimensi
mutu atau kinerja yang diterapkan dalam proses yang benar dan dikerjakan dengan baik akan
dapat memberikan kepuasan pelanggan. Mutu itu dinamis, upaya peningkatan mutu tidak pernah
berhenti tetapi selalu berkelanjutan sesuai dengan perkembangan iptek, tatanan nilai dan tuntutan
masyarakat serta lingkungannya, agar dapat tetap eksis dalam persaingan global. Peningkatan
mutu berarti peningkatan kinerja. Dapat dimulai dari jaminan mutu dan berlanjut pada
peningkatan mutu untuk memperoleh kepuasan pelanggan dan kepuasan karyawan dengan
mempertimbangkan efisiensi (biaya) itu sendiri. Meningkatkan kinerja berarti meningkatkan
mutu pelayanan telah dimulai agar dapat eksis dalam persaingan global.
Referensi
Armstrong, M. (2003). Managing people: practical guide for line managers. London: Kogan
page limited.
Tomey, Ann Marriner, (1996) “Guide To Nursing Management and Leadership" Mosby-Year
Book, Inc,
REFERENSI
Azwar, A. (1996). Menuju pelayanan kesehatan yang lebih bermutu. Jakarta : Yayasan
Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Dewit, Susan C.(2005). Fundamental Concepts and Skills For Nursing. Third edition.St.Louis:
Elsevier. Gillies, D.A. (1998). Nursing management, a system approach. Third Edition.
Philadelphia: WB Saunders.
Kozier, Erb & Blais. (1997). Profesional nursing practice : concept & perspectives. Third
Edition. California : Addison Wesley Publishing.Inc
Mc. Eachen. I & Keogh.J. (2007). Nurse ManagementDemystified. New York: The Mc Graw
Hill Companies.
Meisenheimer, C.G. (1989). Quality Assurance for Home Health Care. Maryland: Aspen
Publication.
Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan professional.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Oki. (2000). Dimensi mutu pada organisasi jasa. Jakarta : Manajemen Manusia Press.
Potter & Perry.(2005). Fundamental Keperawatan: konsep, proses dan praktek. Edisi keempat.
Jakarta : EGC.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (1994). Fundamental of nursing, concepts, proccess and practise.
St.Louis : Mosby Year Book ,Inc.