Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rizal Ardiansyah

Npm : 10119159

Kelas : Manajemen C1

Pengajuan Judul.

"PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PRIMA TERHADAP KEPUASAN PASIEN (RSIA KARTINI PADALARANG)"

Latar Belakang.

Pada era globalisasi pelayanan prima merupakan elemen utama di rumah sakit dan unit kesehatan.
Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan yang
optimal. Rumah sakit dinyatakan berhasil, tidak hanya pada kelengkapan fasilitas yang diunggulkan,
melainkan juga sikap dan layanan sumber daya manusia merupakan elemen yang berpengaruh
signifikan terhadap pelayanan yang dihasilkan dan dipersepsikan pasien. Dalam memenuhi kebutuhan
pasien, pelayanan prima menjadi utama dalam pelayanan di rumah sakit. Strategi pelayanan prima
bahwa setiap rumah sakit harus melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif melalui standar pelayanan minimal yang berorientasi pada kepuasan pasien,
agar rumah sakit tetap eksis, ditengah pertumbuhan industri pelayanan kesehatan yang semakin kuat.

Pelayanan prima di Rumah Sakit melibatkan seluruh karyawan dari manajer puncak sampai ke pekarya.
Para profesi yang meliputi berbagai bidang kedokteran atau kesehatan merupakan ujung tombak
pelayanan di Rumah Sakit, yang tidak hanya dituntut profesional akan tetapi juga diharapkan peran
serta aktifnya dalam manajemen Rumah Sakit termasuk manajemen mutu (Sunartini, 2000).

Pelayanan prima di Rumah Sakit merupakan pelayanan yang bermutu tinggi yang diberikan pada pasien,
berdasar standar kualitas tertentu untuk memenuhi bahkan melebihi kebutuhan dan harapan pasien,
sehingga tercapai kepuasan pasien dan akan menyebabkan peningkatan kepercayaan pasien kepada
Rumah Sakit.

Gronroos mendefinisikan pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak
kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan
karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan
untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan (dalam Ratminto dan Winarsih, 2006). Didalam
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 mendefinisikan pelayanan publik sebagai suatu kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Lewis & Booms (1983) mendefinisikan kualitas layanan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan
yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi konsumen. Berdasarkan definisi ini, kulitas layanan
dapat diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan
penyampainnya untuk mengimbangi harapan konsumen.

Di mana kegiatan pelayanan yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
bertambah menjadi pelayanan yang komprehensif, yaitu tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam
pengertian lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat
yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta
kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) serta pengobatan berbasis pasien
dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (PP No.51, 2009).

Menurut Ratminto dan Winarsih (2006) ada beberapa asas dalam penyelenggaraan pelayanan
pemerintahan dan perizinan yang harus diperhatikan, antara lain:

1. Empati dengan customers. Pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi penyelenggara
jasa perizinan harus dapat berempati dengan masyarakat pengguna jasa pelayanan.
2. Pembatasan prosedur. Prosedur harus dirancang sependek mungkin, dengan demikian konsep
one stop shop benar-benar diterapkan.
3. Kejelasan tata cara pelayanan. Tata cara pelayanan harus didesain sesederhana mungkin dan
dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan.
4. Minimalisasi persyaratan pelayanan. Persyaratan dalam mengurus pelayanan harus dibatasi
sedikit mungkin dan sebanyak yang diperlukan.
5. Kejelasan kewenangan. Kewenangan pegawai yang melayani masyarakat pengguna jasa
pelayanan harus dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan tugas dan distribusi
kewenangan.
6. Transparansi biaya. Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin dan setransparan
mungkin.
7. Kepastian jadwal dan durasi pelayanan. Jadwal dan durasi pelayanan juga harus pasti, sehingga
masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.
8. Minimalisasi formulir. Formulir-formulir harus dirancang secara efisien, sehingga akan dihasilkan
formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai untuk berbagai keperluan).
9. Maksimalisasi masa berlakunya izin. Untuk menghindarkan terlalu seringnya masyarakat
mengurus izin, maka masa berlakunya izin harus ditetapkan selama mungkin.
10. Kejelasan hak dan kewajiban providers dan customers. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik
bagi providers maupun bagi customers harus dirumuskan secara jelas, dan dilengkapi dengan
sanksi serta ketentuan ganti rugi.
11. Efektivitas penanganan keluhan. Pelayanan yang baik sedapat mungkin harus menghindarkan
terjadinya keluhan. Akan tetapi jika muncul keluhan, maka harus dirancang suatu mekanisme
yang dapat memastikan bahwa keluhan tersebut akan ditangani secara efektif sehingga
permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan dengan baik.

Sugiarto (1999) mengungkapkan bahwa dimensi kualitas pelayanan terdiri dari:


1. Responsibility atau tanggung jawab, merupakan tanggung jawab yang mencakup kecepatan dan
ketepatan dalam memberikan pelayanan serta keakuratan dalam memberikan informasi.
2. Responsiveness atau kepekaan, yaitu kepekaan terhadap kebutuhan pasien yang diiringi dengan
tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan tersebut.
3. Assurance atau kepastian pelayanan, yaitu bentuk layanan langsung dalam membantu pasien,
yang didukung dengan pengetahuan dan keterampilan.
4. Empati, merupakan kemampuan untuk memahami dan memperhatikan kondisi psikologis
pasien, yang dalam hal ini diperlukan upaya untuk memberikan kenyamanan kepada pasien.

Zeithaml, Parasuraman dan Berry (dalam Tjiptono, 1997) terdapat lima dimensi pokok yang berkaitan
dengan kualitas jasa (dikenal dengan teori Servqual/Service Quality) yaitu:

1. Tangibles (bukti langsung) artinya fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
2. Reliability (keandalan) adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera, akurat, dan memuaskan.
3. Responsiveness (daya tanggap) adalah keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan
memebrikan pelayanan dengan tanggap.
4. Assurance (jaminan) adalah mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf, serta bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
5. Empathy (empati) adalah kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik,
perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara
kinerja (hasil) yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Kepuasan konsumen dapat
mempengaruhi minat untuk kembali ke rumah sakit yang sama. Konsumen yang puas akan menjadi
pelanggan yang loyal, berupa promosi dari mulut ke mulut bagi calon konsumen lainnya, yang
diharapkan sangat positif bagi rumah sakit. Kepuasan merupakan pengalaman konsumen yang akan
mengendap di dalam ingatan konsumen, dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian
ulang produk yang sama (Supranto, 2006).

Menurut Fandy Tjiptono (1996), kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan
terhadap evaluasi ketidaksesuaian atau dikonfirmasikan yang disesuaikan antara harapan sebelumnya
dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Menurut Kotler (1994), kepuasan
adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan
dibandingkan dengan harapannya. Menurut Engel, et. al (dalam Fandy Tjiptono, 1996), kepuasan
pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
memberikan hasil (Out Come) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan
timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan.

Menurut Tjiptono (2005), terdapat 5 (lima) sumber kualitas yang dijumpai, yaitu:

1. Program, kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen puncak;
2. Sistem informasi yang menekankan ketepatan, baik pada waktu maupun detail;
3. Desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk sebelum dilepas ke
pasar;
4. Kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang terpelihara dengan baik,
pekerja yang terlatih dengan baik, dan penemuan penyimpangan secara cepat;
5. Manajemen vendor yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama.

Kepuasan pasien merupakan aspek kunci perawatan kesehatan, dan telah ditunjukkan bahwa ada
hubungan yang kuat antara perlakuan petugas kesehatan dan kepuasan pasien. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan data tentang tingkat kepuasan pasien di berbagai negara. Tingkat kepuasaaan
pasien menurut peneliti sebelumnya di kenya terdapat 40,4%, di india terdapat 34,4%, sedangkan di
indonesia menunjukkan angka kepuasan pasien 42,8%.

Berdasarkan Institut Legatum mencatat, Indonesia masuk pada ranking 92 dalam daftar negara yang
memiliki fasilitas pelayanan kesehatan terbaik dari 149 negara. Berbagai fakta menunjukkan adanya
masalah serius dalam mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena belum adanya
sistem pengendali mutu yang terbaik yang dapat diterapkan. Pemahaman secara lebih mendalam
tentang good governance merupakan salah satu upaya terhadap perwujudan pelayanan kesehatan yang
lebih bermutu.

Contohnya Apabila pasien tidak puas terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan, dia tidak akan
mencari layanan itu atau menerimanya, walaupun layanan tersebut tersedia, praktis di dapat serta di
jangkau.

Faktor-faktor yang mendorong kepuasan pelanggan ialah kualitas produk, harga, service quality, faktor
emosional serta kemudahan. Service quality bergantung pada tiga hal, yaitu sistem, teknologi serta
manusia. Adapun dimensi dari service quality ialah kemampuan untuk menyampaikan pelayanan seperti
yang dijanjikan dan akurat (reliability), kemauan untuk menolong pelanggan serta menyediakan
pelayanan yang cepat (responsiveness), kemampuan pengetahuan serta sopan santun petugas untuk
menanamkan rasa percaya serta keyakinan pada pelanggannya (assurance), kepedulian, perhatian
spesifik kepada pelanggan (empathy) dan penampakan dari fasilitas fisik, alat-alat, petugas, dan barang-
barang komunikasi (tangibles) (Sriyanti, 2016).

Tingkat kepuasan pasien yang paling rendah menurut Yunissia Jibriel Sondakh (2019) dipengaruhi oleh
aspek bukti fisik (tangible), banyak pasien yang mengeluhkan tentang bukti fisik yaitu diantaranya
ketersedian air ditoilet yang kadang tersedia kadang habis, kadang toilet kurang bersih dimana banyak
tissue bekas yang berserakan, wastafel yang tidak berfungsi, tempat tidur yang tidak seragam dimana
sebagian masih menggunakan tempat tidur yang lama dan tidak nyaman saat digunaan namun sudah
ada tempat tidur yang baru (Sondakh et al., 2019).

Metode Penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptip kuantitatif. Menurut sugioyono
(2018; 13) data kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandasan positivistic (data konkrit),
data penelitian berupa angka-angka yang akan diukur menggunakan statistik sebagai alat uji
perhitungan, berkaitan dengan masalah yang di teliti untuk menghasilkan suatu kesimpulan.

Sumber Data.
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data dibagi
menjadi dua yaitu : sumber data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Peneliti
mendapatkan data langsung di lapangan dari pasien di RSIA Kartini Padalarang.
b. Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.
Peneliti memperoleh data sekunder dari sumber-sumber data yang sudah ada di RSIA Kartini
Padalarang.

Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yanng mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajarai dan kemudian ditarik
kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rumah sakit RSIA Kartini Padalarang.

Sampel.
Teknik sampling atau cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling, yakni memilih sampel dengan dasar bertujuan. Maksudnya ialah mengambil sampel dengan
pertimbangan tertentu, seperti informasi relevan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Keuntungan dari
pengambilan sampel dengan purposive sampling ialah cepat dan mudah, serta relevan dengan tujuan
penelitian.

Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran kuesioner atau angket dan atau uji
coba, sebagai upaya untuk mengtahui tingkat validitas dan rehabilitas sebuah koesioner tersebut.
Kuesioner merupakan salah satu teknik pengumpulan data berupa daftar pertanyaan yang diajukan
kepada sumber data (responden), baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber data.

Tempat dan waktu Penelitian.


Penelitian ini dilakukan di RSIA Kartini Padalarang yang berlokasi di jl. Letkol G.A. Manulang, No. 46,
Padalarang, kec. Padalarng, kab. Bandung barat, jawa barat 40553. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan November 2022 sampai dengan batas waktu selesai.
Kerangka Pemikiran.

Pada kerangka pemikiran penelitian ini, akan terbagi menjadi 2, dimana yang dilakukan pertama adalah
melihat pengaruh pelayanan prima yang terdiri dari tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan
emphaty terhadap kepuasan pasien. Selanjutnya dilakukan perbandingan tingkat kepuasan pasien BPJS
dan Non BPJS, apakah terdapat perbedaan kepuasan diantara kedua pasien tersebut.

Pelayanan Prima.

- Tangibles.

- Reliability. Kepuasan Pasien


- Responsiveness.

- Assurance.

- Empathy.

GAMBAR : MODEL PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai