Anda di halaman 1dari 23

Kualitas Pelayanan Jasa

Oleh:
Viola Stevy S (021611133049)
Ni Wayan Eka (021611133050)
Dalila Ridhatillah (021611133051)
Lela Rizky Azkiya (021611133052)
Aisyah Ekasari R (021611133053)
Jeveline Amelia (021611133054)

Definisi Kualitas Pelayanan

Service quality atau kualitas pelayanan merupakan sesuatu hal yang perlu diperhatikan dalam
usaha untuk meningkatkan sebuah perusahaan dengan cara memberikan kepuasan kepada para
konsumennya, misalnya dengan memberikan produk mutu yang lebih baik, harga lebih murah,
pelayanan yang lebih baik dibandingkan pesaingnya yang akan menyebabkan konsumen menjadi
lebih puas (Apriyani, 2017). Service quality atau kualitas pelayanan adalah sebuah kinerja yang
ditawarkan oleh seseorang kepada orang lain. Kinerja ini dapat berupa tindakan yang tidak berwujud
serta tidak berakibat pada kepemilikan barang apapun dan terhadap siapapun (Lubis dan Andayani,
2017).

Beberapa pengertian lain dari kualitas pelayanan adalah sebagai berikut (Edastama, 2014;
Lubis dan Andayani, 2017):

a. Parasuraman et al (1998) menyatakan bahwa secara umum, kualitas pelayanan adalah suatu
penilaian dari seorang konsumen mengenai keseluruhan dari suatu proses penyampaian
pelayanan tertentu. Penilaian ini berdasarkan pada kondisi pelayanan yang seharusnya
diberikan oleh pelayanan provider (harapan dari konsumen) dengan kondisi aktual dari proses
penyampaian pelayanan tersebut.
b. Dedeke (2003) menyatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan kemampuan untuk dapat
memenuhi dan melebihi apa yang diharapkan oleh konsumen.
c. Sum & Hui (2009) mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan adalah proses jasa yang
disampaikan sesuai dengan harapan konsumen namun dalam langkah yang konsisten.
d. Supranto (2006) menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah sesuatu yang harus dikerjakan
olah penyedia jasa dengan baik. Kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan atau
konsumen berasal dari suatu perbandingan antara apa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan
pelayanan dengan harapan serta persepsi konsumen tentang kinerja pemberi jasa.
e. Kotler (2008) menyatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan sebuah kinerja yang dapat
ditawarkan oleh seseorang kepada orang lain. Kinerja ini dapat berupa tindakan yang tidak
berwujud atau tidak berakibat pada kepemilikan barang apapun dan terhadap siapapun.

Service quality dilakukan untuk meningkatkan kepuasan yang dirasakan oleh pasien. Menurut
Kotler dan Keller dalam Apriyani (2017), menyatakan bahwa kepuasan merupakan perasaan senang
atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dipikirkan atau
diharapkan dengan kinerja atau hasil yang didapatkan. Sedangkan menurut Tjiptono, kepuasan
konsumen merupakan situasi yang ditunjukkan oleh pelanggan atau pasien ketika mereka menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginannya sesuai dengan apa yang diharapkan serta telah terpenuhi dengan
baik. Sedangkan menurut Bachtiar, kepuasan konsumen merupakan perasaan positif yang dirasakan
oleh pelanggan atau pasien yang berhubungan dengan produk atau jasa yang didapatkan selama
menggunakan atau setelah menggunakan produk atau jasa (Apriyani, 2017).

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah indikator kualitas
pelayanan yang sangat penting untuk dilakukan evaluasi karena berkaitan dengan kesejahteraan
pasien berupa sebuah situasi yang ditunjukkan oleh konsumen atau pasien ketika mereka menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginannya telah terpenuhi dengan baik dan sesuai dengan apa yang
diharapkannya (Albedhafez et al, 2012; Apriyani, 2017). Kualitas pelayanan yang baik akan
memberikan dampak yang baik untuk penyedia jasa maupun untuk konsumen.

Kualitas pelayanan kesehatan gigi terdiri dari pemeriksaan kesehatan rongga mulut,
memenuhi keinginan pasien, memenuhi kebutuhan pasien, dan memberikan solusi optimal mengenai
fungsi, estetika, dan pemeliharaan dalam prosedur yang paling dapat diterima dengan
mempertimbangkan segala resiko yang mungkin dapat terjadi pada pasien (Karydis et.al, 2001).

1. Dimensi Kualitas Pelayanan

Pada tahun 1980, para ahli banyak menyampaikan bahwa service quality terdiri dari dua
dimensi yaitu technical quality dan functional quality. Menurut Lethinen dimensi service quality
terbagi menjadi tiga, yaitu physical quality, interactive quality, dan corporate quality. Sedangkan
menurut Berry, dimensi service quality terbagi menjadi dua dimensi yaitu outcome quality dan
process quality. Namun, pada tahun 1985, Parasurman dan Zeithmal menyatakan bahwa service
quality bergantung pada prosedur service delivery, bukan pada outcome service. Seiring
perkembangan ilmu, para ahli kemudian membagi dimensi service quality menjadi 10 yaitu,
tangibles, reliability, responsiveness, competency, courtesy, assurance, credibility, security, access,
dan understanding. Pada akhir 1998, Parasuraman mempersingkat sepuluh dimensi tersebut menjadi
lima dimensi (Damen, 2017).

Menurut Tjiptono dan Chandra dalam buku Service Quality and The Satisfaction, konsep
kualitas pelayanan yang merupakan fokus penilaian yang merefleksikan persepsi pelanggan atau
pasien dibagi menjadi lima dimensi fisik dan kinerja layanan dari kualitas pelayanan jasa, yaitu
Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy, dimensi tersebut sangat
berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Kelima dimensi ini yang akan digunakan untuk
mengukur tingkat kualitas suatu pelayanan (Apriyani, 2017; Damen, 2017; Lubis dan Andayani,
2017).

a. Tangibles

Tangibles atau bukti langsung atau aset berwujud yang didalamnya termasuk penampilan
fasilitas fisik berupa peralatan, staf atau personel, alat komunikasi dan material yang
dipasang. Tangible menggambarkan wujud secara fisik yang dapat dilihat, dapat dicium,
dapat diraba dari layanan yang diterima oleh pasien. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik serta keadaan lingkungan sekitarnya dari sebuah rumah sakit atau klinik
merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan.

Beberapa item yang dapat dikategorikan sebagai dimensi tangibles adalah:

1) Peralatan yang dimiliki oleh rumah sakit atau klinik merupakan teknologi modern
terbaru
2) Fasilitas ruang tunggu yang disediakan untuk pasien oleh rumah sakit atau klinik
memenuhi kriteria baik dan nyaman
3) Lingkungan tempat rumah sakit atau klinik dapat terjaga kebersihannya
4) Kamar mandi dari rumah sakit atau klinik tetap terjaga bersih.
b. Reliability
Reliability atau kehandalan merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu jasa
berdasarkan apa yang telah dijanjikan sebelumnya secara tepat waktu, handal, akurat, dan
tepat sasaran. Reliability menggambarkan pemberian layanan sesuai dengan yang dijanjikan
atau prosedur dan membantu penyelesaian masalah yang dirasakan oleh pasien dengan cepat.
Pentingnya dimensi ini adalah kepuasan pelanggan atau pasien akan menurun bila jasa yang
diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

Beberapa item yang dapat dikategorikan sebagai dimensi reliability adalah:

1) Rumah sakit atau klinik memberikan pelayanan dan prosedur yang benar kepada
pasien pada awal pasien datang
2) Rumah sakit atau klinik menunjukkan sikap khusus kepada pasien yang memerlukan
penanganan khusus
3) Pasien merasa nyaman ketika mendapatkan medical treatment
4) Rumah sakit atau klinik melakukan pencatatan dokumnetasi pasien atau rekam medis
dengan baik.
c. Responsiveness

Responsiveness atau daya tanggap adalah kemampuan serta kemauan dalam mengindikasikan
kesediaan untuk membantu pelanggan yaitu pasien dengan memberikan jasa pelayanan yang
sesuai dengan keinginan pasien dan dilakukan dengan cepat. Daya tanggap dapat
menumbuhkan persepsi yang positif terhadap kualitas jasa yang diberikan. Bila terdapat
kegagalan atau keterlambatan dari pelaksanaan jasa, maka pihak penyedia jasa yaitu staff dan
dokter berusaha untuk memperbaiki atau meminimalkan kerugian konsumen dengan segera.
Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan dari staf atau dokter yang terlibat
untuk memberikan tanggapan permintaan, pertanyaan dan keluhan dari pasien.

Beberapa item yang dapat dikategorikan sebagai dimensi responsiveness adalah:

1) Staf yang berada di rumah sakit atau klinik memberikan pelayanan yang baik terhadap
apa yang diinginkan oleh pasien
2) Dokter gigi dan staf merespon dengan baik keinginan khusus dari pasien.
3) Waktu yang diperlukan dalam memberikan pelayanan kepada pasien cepat, sehingga
tidak membuat pasien selanjutnya merasa kurang nyaman.
d. Assurance
Assurance atau jaminan merupakan kemampuan operator yaitu dokter gigi dalam
menampilkan pengetahuan, sopan santun, dan kemampuan yang dimiliki dalam bentuk
memberikan pelayanan kepada pasien sehingga pasien merasa percaya dan nyaman atas apa
yang dilakukan oleh dokter gigi. Assurance menggambarkan kemampuan rumah sakit atau
klinik dan staf rumah sakit atau klinik tersebut untuk memberikan kepastian, jaminan
keamanan dan keselamatan dalam pemberian pelayanan dan kerahasiaan pasien yang
terjamin berkaitan dengan kepercayaan pasien terhadap rumah sakit atau klinik seperti
reputasi rumah sakit, prestasi yang diraih rumah sakit dan lain-lain.

Menurut Hasnih et al. (2016) dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari
dimensi:

1) Kompetensi atau competence artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki


oleh para staf rumah sakit atau klinik untuk melakukan pelayanan.
2) Kesopanan atau courtese yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap yang
ditunjukkan oleh staf rumah sakit atau klinik.
3) Kredibilitas atau credibility meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
kepada rumah sakit atau klinik seperti reputasi atau prestasi.

Beberapa item yang dapat dikategorikan sebagai dimensi assurance adalah:

1) Pasien mempercayai keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh dokter gigi yang
merawat
2) Pasien mempercayai keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh perawat gigi
3) Pasien merasa aman mendapatkan pelayanan di rumah sakit atau klinik tersebut
4) Staf yang bekerja di rumah sakit atau klinik menunjukkan sikap yang baik, sopan dan
ramah kepada pasien.
e. Empathy

Empathy atau kepedulian adalah kemampuan untuk memahami, peduli dan memberikan
perhatian secara individual pada pelanggan yaitu pasien. Layanan yang diberikan oleh staf
dan dokter yang bekerja harus menunjukkan kepedulian mereka terhadap pasien. Selain itu
dimensi ini juga melingkupi kemudahan untuk memanfaatkan atau menerima layanan jasa
yang diberikan oleh rumah sakit atau klinik.
Menurut Lupioadi dalam Hasnih et al. (2016) menerangkan bahwa empati merupakan
pemberian perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada
para pasien dengan upaya untuk memahami keinginan dari pasien. Usahakan untuk
melakukan komunikasi individu agar hubungan yang terjadi antara staf atau dokter dengan
pasien lebih akrab. Staf dan dokter juga diharuskan untuk memahami pasien, dengan
memahami pasien bukan berarti staf atau dokter merasa kalah dan harus mengiyakan semua
pendapat dan keinginan pasien. Tetapi paling tidak mencoba untuk melakukan kompromi,
bukan melakukan perlawanan.

Beberapa item yang dapat dikategorikan sebagai dimensi empathy adalah:

1) Staf dan dokter yang berada di rumah sakit atau klinik, secara personal ataupun tim
dapat memberikan perhatian dan rasa simpati kepada pasien
2) Rumah sakit atau klinik beroperasi pada jam operasional yang sesuai untuk pasien
3) Rumah sakit atau klinik memperhitungkan norma-norma yang berlaku pada daerah
lingkungan sekitarnya
4) Rumah sakit atau klinik dapat memberikan prioritas lebih terhadap sesuatu yang
disesuaikan dengan urusan pasien
5) Staf medis yang berada pada rumah sakit atau klinik dapat memberikan respon yang
baik terhadap komplain yang disampaikan oleh pasien.

Selain itu, Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry yang dikutip dalam (Lovelock at el.
2004), dimensi kepuasan konsumen dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu:

1) Harapan (expectations). Kemampuan rumah sakit dengan pemberian penyesuaian


(customize) kepada pasien untuk suatu produk atau pelayanan kesehatan yang
diinginkan pasien.
2) Penyampaian produk atau pelayanan kesehatan yang dirasakan (perceived delivery
product or service). Kemampuan pelayanan kesehatan kepada pasien pada perawatan.
3) Konfirmasi atau diskonfirmasi (confirmation or disconfirmation). Kemampuan
perusahaan memenuhi kebutuhan pasien dengan tujuan agar pasien tidak kecewa dan
merasa puas terhadap pelayanan kesehatan yang dijanjikan rumah sakit.
4) Perilaku mengeluh (complaining behavior). Kapasitas rumah sakit untuk menjelaskan
umpan balik pasien yang negatif menjadi positif.
Manfaat Kualitas Pelayanan

Apabila kepuasan konsumen tercapai akan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu
(Ruslim, 2015):

a. Hubungan antara rumah sakit dengan pasien menjadi harmonis sehingga pasien melakukan
kunjungan kembali apabila sedang sakit dan mendorong terciptanya loyalitas pasien.
b. Reputasi rumah sakit menjadi baik dalam pandangan pasien.
c. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan rumah sakit.

Sedangkan, menurut Dewi et al. manfaat service quality adalah sebagai berikut:

a. Servqual dapat menunjukkan persepsi pengguna layanan berdasarkan pengalamanya meliputi


kepentingan relatif, harapan, dan kepuasan pengguna layanan.
b. Servqual dapat menjadi instrumen manajemen (penyedia layanan) untuk mempertimbangan
kedua persepsi antara manajemen dan pengguna layanan.
c. Servqual menyatakan kesenjangan layanan dapat digunakan sebagai dasar formulasi strategi
dan taktik yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya harapan pengguna layanan.
d. Servqual dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara spesifik antara keunggulan dan
kelemahan atribut layanan.
e. Servqual dapat digunakan untuk menentukan prioritas perbaikan pada pelayanan yang lemah
dan kurang memberikan kepuasan.
f. Servqual dapat digunakan sebagai analisis pengukuran perbandingan antara organisasi
penyedia layanan pesaing.
g. Servqual dapat menunjukkan tren terkait dengan kepentingan relatif, harapan, dan harapan
pengguna layanan jika digunakan secara berkelanjutan.

Menurut Cunha dan Sucharita, 2015 manfaat dari service quality adalah:

a. Dapat memberikan peluang yang sangat baik untuk memenuhi atau melampaui harapan
pasien mengenai pengalaman layanan secara keseluruhan.
b. Dapat mengidentifikasi kesalahan dan untuk menindaklanjuti tindakan korektif dan fokus
pada bidang-bidang tertentu untuk perbaikan.
c. Untuk memuaskan pasien. Karena kepuasan pasien adalah standar sejati untuk menilai
kualitas layanan. Jadi hanya pelanggan yang dapat menilai kualitas layanan yang sebenarnya.
Kepuasan Pelanggan Dan Pasien

Di sektor kesehatan, Ovretveit (1992) menerangkan bahwa “pelanggan” adalah kombinasi


dari pasien, pengasuh (misalnya kerabat), konselor (misalnya dokter jika mereka memutuskan
untuk merujuk seseorang yang membutuhkan layanan rumah sakit yang sesuai dengan kondisi
pasien), dan otoritas keuangan. Setiap pihak memiliki kebutuhan dan harapan yang harus
dipahami oleh penyedia layanan. Hal ini dapat tercapai jika penyedia layanan memiliki hubungan
yang baik dengan pelanggan. untuk penyedia layanan kesehatan, pasien dan keluarganya harus
diakui sebagai konsumen dalam definisi klien yang luas selama proses di mana ia menerima
produk akhir dari suatu pelayanan. Pemahaman yang menyeluruh tentang kebutuhan dan harapan
mereka sangat penting untuk pengembangan produk dan layanan baru. Orientasi pelanggan
memastikan lebih aman bahwa konten layanan yang ditawarkan memenuhi kebutuhan dan
harapan mereka. (Vasiliki dan Dimitrios, 2017

Pentingnya konsep pelanggan telah bergeser dari penerima layanan sederhana yang
disediakan oleh produsen, menjadi orang yang terlibat dalam menciptakan nilai pengalaman
layanan. Secara tradisional, pasien telah digambarkan sebagai orang yang lemah, terpapar dan
tergantung pada orang yang dianggap sebagai subjek medis. Namun, menurut penelitian
manajemen selama dekade abad kedua puluh ini, posisi pasien telah bergeser lebih dekat ke posisi
klien, Ini adalah proses transformasi, di mana pasien, yaitu mereka yang memperoleh informasi,
mencari alternatif, bergerak, membuat pilihan dan berpartisipasi dalam produksi nilai . Biasanya,
kualitas layanan dianggap sebagai struktur kognitif, sedangkan kepuasan adalah konsep yang
lebih kompleks yang melibatkan komponen kognitif dan emosional. Lebih khusus lagi, kepuasan
diyakini sebagai reaksi perilaku yang terkait dengan persepsi nilai-nilai yang ada dalam
hubungannya dengan penyedia layanan kesehatan. Kepuasan merupakan respons emosional dari
pelanggan. Meskipun kualitas layanan dan kepuasan konsumen memiliki fitur umum tertentu,
kepuasan umumnya dianggap sebagai konsep yang lebih luas, sementara penilaian kualitas
layanan berfokus pada dimensi layanan. Kepuasan pasien didefinisikan sebagai penilaian dimensi
perawatan kesehatan yang terpisah (Vasiliki dan Dimitrios, 2017)

Persepsi kualitas pelayanan kesehatan yang diterima merupakan sikap subjektif yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan, tapi tidak setara dengan makna kepuasan. Kepuasan lebih
luas daripada kualitas layanan yang penilaiannya berfokus pada dimensi kualitas pelayanan.
Dimensi kualitas pelayanan terdiri dari kualitas pelayanan sebagai bukti fisik, keandalannya daya
tanggap, jaminan, dan empati. Lima masalah yang mempengaruhi kepuasan pasien dengan
perawatan gigi adalah kompetensi teknis, faktor interpersonal, kenyamanan, biaya, dan fasilitas.
Dalam perawatan gigi, harapan pasien terutama sikap dan keterampilan komunikasi dokter gigi
penting untuk kepuasan pasien secara keseluruhan (Adebayo et.al, 2014).

Lupiyoadi dan Hamdani (2006:5), menyatakan bahwa salah satu cara untuk menciptakan
kepuasan pelanggan adalah dengan meningkatkan kualitas jasa, karena pelanggan adalah fokus
utama ketika berbicara mengenai kepuasan dan loyalitas. Dikatakan pula bahwa, konsistensi
kualitas produk/jasa dapat memberikan kontribusi keberhasilan suatu perusahaan ditinjau dari
sudut kepuasan pelanggan (Pereira et al., 2016).

Sviokla (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006:176), juga mengatakan bahwa kualitas produk/jasa
yang diberikan oleh perusahaan dapat menciptakan suatu persepsi positif dari pelanggan terhadap
perusahaan, dan akan menghasilkan kepuasan pada pelanggan. Selanjutnya menurut Laksana
(2008: 96-97), bahwa kepuasan adalah merupakan perbandingan antara kualitas produk/jasa yang
dirasakan dengan kualitas yang diharapkan. Jika kualitas yang dirasakan melebihi apa yang
diharapkan sebelumnya, maka akan dirasakan suatu kepuasan. Sebaliknya jika kualitas yang
dirasakan lebih rendah dari apa yang diharapkan sebelumnya, maka konsumen akan kecewa
sebagai bentuk ungkapan tidak puas (Pereira et al., 2016).

Majid (2009:46), mengatakan bahwa pelayanan yang baik dan berkualitas akan mampu
memenuhi harapan pelanggan, dan pelanggan yang harapan-harapannya terpenuhi dapat
dipastikan pelanggan tersebut merasakan suatu kepuasan. Pernyataan dari Kotler dan Keller
(2009:50), juga menguatkan bahwa pelanggan akan sangat puas, jika mendapatkan pelayanan
yang melebihi harapannya. Jika apa yang didapatkan melebihi dari apa yang diharapkan
sebelumnya, maka pelanggan akan merasakan sangat puas, namun sebaliknya jika yang
didapatkan kurang dari harapan sebelumnya, maka pelanggan akan kecewa sebagai bentuk
ketidakpuasan (Pereira et al., 2016).

Pengukuran Kualitas Pelayanan

Dalam kualitas layanan, berbagai model teoritis memungkinkan manajemen untuk


mengidentifikasi masalah kualitas, berkontribusi besar pada perencanaan awal program kualitas
yang ditingkatkan dengan peningkatan efisiensi dan efektifitas. Menurut Gonros (1984) model
pengukuran kualitas layanan dasar adalah: Model kualitas teknis dan fungsional yang menurutnya
organisasi harus memahami persepsi konsumen tentang kualitas dan cara di mana kualitas ini
dipengaruhi agar berhasil dalam persaingan. Manajemen kualitas layanan yang dirasakan
menyiratkan bahwa perusahaan harus beradaptasi dengan layanan yang diharapkan dan dirasakan
untuk mencapai kepuasan konsumen. Model SERVQUAL dikembangkan oleh Parasuraman
(1985), yang berpendapat bahwa kualitas layanan adalah fungsi kesenjangan antara harapan
konsumen dan kinerja lintas dimensi kualitas. Model SERVPERF (Cronin dan Taylor 1992), yang
mengukur kinerja perusahaan.

Dalam bentuk persamaan, kualitas layanan menurut SERVPERF dinyatakan sebagai berikut:

Tabel 1. Rumus kualitas layanan menurut SERVPERF (Vasiliki dan Dimitrios, 2017)

Peran Kualitas Pelayanan

a. Peran Dimensi Kualitas Servis Rumah Sakit Terhadap Kepuasan Pasien

Industri jasa pelayanan masyarakat tidak terlepas dari persaingan antar pelakunya, salah
satunya adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi dengan tenaga medis
profesional yang terorganisir baik dari sarana prasarana kedokteran yang permanen, pelayanan
kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit
yang diderita oleh pasien (Supartiningsih, 2017).

Berbagai rumah sakit yang ada berupaya memperoleh kepercayaan masyarakat dengan
mengemukakan pelayanan yang efisien dan berkualitas. Namun, persepsi pasien berperan
dalam menggambarkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit. Berdasarkan
persepsi ini akan timbul kesan pasien terhadap rumah sakit, yang selanjutnya dapat disebut
sebagai kualitas pelayanan rumah sakit. Kesan yang didapat dibangun atas persepsi masing-
masing individu yang berelasi. Kepuasan pasien merupakan cerminan kualitas pelayanan
kesehatan yang mereka terima. Mutu pelayanan kesehatan merujuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien (Supartingsih,
2017).

Penelitian oleh Rehaman dan Husnain (2018) dilakukan untuk mengetahui dampak
dimensi kualitas servis terhadap kepuasan pasien yang digambarkan dalam model kerangka
pada Gambar 1.

1) Responsiveness (Kesediaan untuk membantu pasien dan memberikan layanan yang


cepat)
2) Empathy (kepedulian, memberi perhatian kepada pasien)
3) Assurance (Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk
menginspirasi kepercayaan dan kepercayaan diri)
4) Reliability (Kemampuan untuk melakukan layanan yang dijanjikan secara andal dan
akurat)
5) Tangibles (Fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan personel)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa empathy, assurance, dan tangibles berperan


secara signifikan terhadap kepuasan pasien, sedangkan responsiveness dan reliability tidak
signifikan (Rehaman dan Husnain, 2018).

b. Karakteristik Individu sebagai Determinan dan Indikator Kualitas Pelayanan Kesehatan dan
Tingkat Kepuasan Pasien

Beberapa karakteristik individu yang diduga sebagai determinan dan indikator kualitas
pelayanan kesehatan dan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien adalah sebagai berikut:
(Utama, 2005)
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Lama perawatan
4) Sumber biaya
5) Diagnosa penyakit
6) Pekerjaan adalah status pekerjaan pasien.
7) Pendapatan
8) Pendidikan
9) Suku bangsa
10) Tempat tinggal,
11) Kelas perawatan
12) Status perkawinan
13) Agama
14) Preferensi
c. Peran Kualitas Pelayanan Terhadap Reputasi Rumah Sakit

Seiring dengan keadaan sosial masyarakat yang semakin meningkat, dimana


masyarakat semakin sadar akan kualitas atau mutu pelayanan kesehatan yang lebih
berorientasi pada kepuasan konsumen. Seperti yang dirumuskan oleh (bitner dan zeithaml,
2003) kepuasan pelanggan adalah evaluasi pelanggan dari produk atau layanan dalam hal
apakah produk itu atau layanan itu telah memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Artinya pelayanan kesehatan harus berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan
mengevaluasi berdasarkan sudut pandang konsumen. Kepuasan pelanggan terjadi setelah
mengkonsumsi barang dan jasa yang dibelinya. Konsumen umumnya mengevaluasi
pengalaman penggunaan suatu produk untuk memutuskan apakah mereka akan menggunakan
kembali produk atau jasa tersebut. Setelah mengkonsumsi barang atau jasa untuk pertama
kalinya, konsumen menilai tindakan dan pengalaman yang diperolehnya untuk menentukan
tingkat kepuasannya (Siallagan, 2019).

Kualitas pelayanan merupakan hal terpenting yang dilakukan perusahaan kepada


pelanggan agar tetap loyal menggunakan produk dan pelayanan perusahaan. Para konsumen
akan mencari produk berupa barang atau jasa dari perusahaan yang dapat memberikan
pelayanan yang terbaik kepadanya (Assauri, 2003). Kualitas pelayanan menjadi suatu
keharusan yang harus dilakukan perusahaan supaya mampu bertahan dan tetap mendapatkan
kepercayaan pelanggan. Pelayanan itu sendiri akan dapat terlaksana dengan baik apabila
adanya kesadaran dari pegawai dalam memberikan pelayanan serta memenuhi kebutuhan dan
kepuasan pelanggan. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada
persepsi pelanggan (Kotler, 2005). Perusahaan harus memperhatikan kualitas pelayanan yang
diberikan kepada pelanggan sehingga kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi sesuai dengan
harapan mereka.

Selain kualitas pelayanan, faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen
adalah reputasi perusahaan. Menurut Aaker dan Keller (dalam Rosidah, 2011) menyatakan
bahwa reputasi perusahaan (Corporate reputation) adalah persepsi pelanggan mengenai
kualitas yang dihubungkan dengan nama perusahaan. Ini berarti nama perusahaan memberi
pengaruh positif pada respon pelanggan terhadap produk atau jasa. Reputasi perusahaan
sebenarnya adalah nama baik setiap orang, organisasi dan perusahaan. Dari nama baik itulah
mereka dipercaya orang,organisasi maupun perusahaan. Itu sebabnya reputasi selalu terkait
dengan kepercayaan, dan kepercayaan secara perlahan akan mempengaruhi sikap konsumen.
Jika kepercayaan yang dimiliki oleh konsumen terhadap suatu perusahaan, mampu diimbangi
oleh kinerja perusahaan maka konsumen akan merasa puas terhadap kinerja perusaahaan dan
pasti akan meningkatkan reputasi baik dari perusahaan tersebut.

Berdasarkan pra survey lapangan yang ditemukan ditemukan beberapa fenomena yang
menunjukkan kurangnya tingkat kepuasan pasien RSIA Eria Bunda diantaranya:

1) Ada beberapa pasien mengatakan bahwa pelayanannya bagus dan lokasinya strategis
tetapi sering terjadi antrian dalam pengurusan administrasi.
2) Ada beberapa pasien mengatakan walaupun sudah lama berdiri tapi nyaman menginap
disana dan karyawaannya ramah. Namun, untuk mendapatkan balasan email sangat
sulit.

Melihat fenomena ini, maka perusahaan harus meningkatkan dan mengembangkan


strategi dengan mengkaji dan memahami apa saja faktor-faktor pendukung yang dapat
mengdongkrak kepuasan seorang pasien. Agar pasien tetap memilih RSIA Eria Bunda
sebagai rumah sakit yang tepat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan serta
merekomendasikan atau mengajak orang lain agar menggunakan jasa layanan kesehatan dari
RSIA Eria Bunda Pekanbaru. Hal ini menuntut agar penyedia layanan kesehatan seperti
rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik, tidak hanya pelayanan
yang bersifat penyembuhan penyakit tetapi juga mencakup pelayanan yang bersifat
pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan kepuasan bagi
kosumen pengguna selaku jasa kesehatan (Anonim, 2004).

Menurut Zeithaml (1988) kualitas jasa yang dirasakan dari suatu produk atau jasa erat
hubungannya dengan reputasi yang diasosiasikan dengan nama merek. Artinya pelanggan
hanya akan mengasosiasikan suatu produk atau jasa dengan mereknya, dan karenanya
reputasi perusahaan juga dapat diukur pada tingkatan produk atau jasa. Selness (1993)
menyatakan bahwa dalam industri jasa dan bisnis, merek seringkali dikaitkan dengan reputasi
perusahaan daripada produk atau jasa itu sendiri. Berarti kualitas yang diterima dari sebuah
produk atau jasa adalah berhubungan dengan reputasi perusahaan yang digabungkan dengan
nama merek produk atau jasanya.

Menurut Dick, Chakravarty dan Biehal (1990) melalui penelitiannya mengemukakan


suatu bukti bahwa reputasi perusahaan secara langsung membentuk kepercayaan pelanggan
terhadap produk atau jasa dari perusahaan yang bersangkutan sehingga akan mempengaruhi
pelanggan dalam menentukan pilihan.

d. Hubungan Kualitas Pelayanan terhadap Kinerja Perusahaan

Kualitas lebih banyak ditentukan oleh para pemakai jasa tersebut. Oleh karena itu
evaluasi terhadap pelayanan jasa rumah sakit perlu dilakukan secara terus-menerus, salah satu
caranya dengan menggunakan user-based approach /pendekatan konsumen. Pendekatan ini
didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya,
sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi (Churiyah, 2007). Groroos (Tjiptono, 1996) mengemukakan kualitas
total suatu jasa terdiri dari tiga komponen utama yaitu:

1) Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang
diterima pelanggan. Parasuraman bahwa technical quality dapat diperinci lagi
menjadi:
a) Search quality
b) Experience quality
c) Credence quality,
2) Functional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas penyampaian
jasa.
3) Corporate Image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus
perusahaan. Berdasarkan komponen-komponen di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa output jasa dan cara penyampaiannya merupakan faktor-faktor yang dapat
dipergunakan dalam menilai kualitas jasa.

Rumah sakit yang ingin meningkatkan kualitas pelayanannya tentunya perlu


memperhatikan apa yang diinginkan bagi kepuasan pasien, untuk reliability misalnya:
prosedur penerimaan pasien yang mudah, cepat, responsiveness seperti : tindakan yang cepat
saat pasien membutuhkan, assurance seperti : Jaminan keamanan selama pelayanan dan
kepercayaan terhadap pelayanan, empathy seperti : perhatian terhadap keluhan pasien, dan
tangible seperti adanya prasarana umum yang memadai (telepon umum, kantin, tempat
parkir, mesin ATM, dan tempat ibadah). Pemilihan terhadap lokasi penelitian ini didasarkan
atas pertimbangan adanya tingkat persaingan pada industri jasa rumah sakit, serta perlunya
peningkatan kinerja pelayanan yang lebih baik melalui kualitas pelayanan yang dapat
memberikan kepuasan bagi pengguna jasa dan pasien (Churiyah, 2007).

Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Menurut Irawan (Putranto,


2016) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen dalam sebagai
berikut:

1) Kualitas produk
2) Harga
3) Service quality
4) Biaya dan kemudahan
5) Emotional factor

Moison, Walter dan While menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi


kepuasan pasien yaitu (Lena, 2018):

1) Karakteristik produk, meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan


dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
2) Harga, semakin mahal harga perawatan pasien mempunyai harapan yang lebih
besar.
3) Pelayanan, meliputi pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan
dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan
pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang
berkunjung ke rumah sakit.
4) Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungan. Merupakan
salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit.
5) Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian
kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,
tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang rawat inap.
6) Image, yaitu citra reputasi dan kepedulian perawat terhadap lingkungan.
7) Desain visual, tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan
kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus
diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau
konsumen.
8) Suasana, suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan
sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya.
9) Komunikasi, bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat dapat
diterima dan ditangani oleh perawat.

Hubungan antara pelayanan dengan kepuasan konsumen tujuan utama hubungan


pemasaran adalah untuk membangun dan mempertahankan konsumen yang komitmen dapat
menguntungkan bagi perusahaan untuk mencapai tujuan, perusahaanperusahaan akan
menfokuskan pada penarikan, mempertahankan dan meningkatkan hubungan dengan
konsumen. Perusahaan akan menarik konsumen yang mungkin akan menjadi konsumen dalam
jangka panjang, yaitu dengan memberikan fasilitas dan kualitas pelayanan yang maksimal
kepada pelanggan. Jika konsumen mendapat pelayanan dan fasilitas yang baik, konsumen akan
tertarik untuk terikat dalam hubungan dengan perusahaan. Konsumen yang terpuaskan atau
merasa puas dapat menjadi yang loyal, konsumen yang tadi hanya mendasar yang kuat bagi
perusahaan, tapi mereka juga mencerminkan potensi pertumbuhan laba perusahaan. Setiap
orang suka bekerja di perusahaan yang konsumennya merasa puas dan loyal, sehingga mereka
akan berupaya untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas pelayanan dan juga fasilitas
yang baik sehingga akan membuat konsumen lebih terpuaskan dan bahkan menjadi konsumen
yang lebih baik dan loyal (Lena, 2018).
e. Peran Kualitas Pelayanan terhadap Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien

Kualitas atau mutu pelayanan kesehatan tidak dapat lepas dari kepuasan pelanggan
atau pasien. Pelayanan kesehatan yang bermutu dapat meningkatkan kepuasan pasien
terhadap pelayanan yang diberikan. Selain itu, kepuasan pasien dapat dijadikan tolok ukur
keberhasilan mutu pelayanan sebuah fasilitas kesehatan. Kepuasan pasien akan tercipta ketika
apa yang didapat lebih besar dari yang diharapkan (Ulumiyah, 2018).

Salah satu dari prinsip pelayanan kesehatan adalah menyelamatkan pasien dengan
prosedur dan tindakan yang aman dan tidak membahayakan pasien maupun petugas pemberi
pelayanan kesehatan. Setiap fasilitas layanan kesehatan harus selalu menjaga keamanan
proses pelayanan kesehatannya guna menghindari terjadinya kesalahan medis (medical error)
yang bisa berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan.

Menurut Kotler dalam Cahyono (2008), kepuasan dan keselamatan pasien dengan
tatakelola klinis serta efisiensi merupakan hal penting dalam menjamin kualitas pelayanan
kesehatan. Jurnal lain juga menyebutkan bahwa sebuah pelayanan kesehatan dapat dinilai
mutunya berdasarkan pada efisiensi, efektifitas, ketepatan waktu, keadilan, berorientasi
pasien, dan keselamatan pasien. Hal tersebut menunjukkan bahwa keselamatan pasien
merupakan salah satu tolok ukur bagi penilaian kualitas sebuah pelayanan kesehatan.

Menurut Permenkes RI no. 11 tahun 2017, keselamatan pasien merupakan sebuah


sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Upaya keselamatan pasien memerlukan beberapa pemantauan yang bersifat


berkesinambungan agar pelaksanaannya sesuai dengan tujuan. Dalam melakukan pemantauan
sebagai implementasi upaya keselamatan pasien tersebut, digunakanlah beberapa strategi
monitoring yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan kondisi fasilitas
pelayanan kesehatan. Monitoring sebagai upaya keselamatan pasien bertujuan untuk
memastikan bahwa pelaksanaan upaya keselamatan pasien telah sesuai dengan standar dan
kriteria yang telah disepakati. Sedangkan strategi monitoring merupakan sebuah metode yang
dipilih dan digunakan untuk memudahkan dalam proses pemantauan dan penemuan
hambatan-hambatan selama pelaksanaan upaya keselamatan pasien. Permenkes no 46 tahun
2015 memuat kebijakan-kebijakan yang mengatur terkait standar dan kriteria dari penilaian
pelaksanaan upaya keselamatan pasien.

Penerapan upaya keselamatan pasien tidak dapat dilakukan hanya oleh tim
keselamatan pasien atau petugas kesehatan dengan pasien yang bersangkutan dan teknologi
yang mendukung, melainkan harus melibatkan seluruh bagian dari organisasi yaitu dalam
bentuk dukungan manajemen dan kerjasama antar staf yang baik sehingga menghasilkan
sinergi yang positif dalam mencapai suatu tujuan organisasi (Sumarmi, 2017).

Penerapan upaya keselamatan pasien untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan


tidak hanya terkait dengan petugas atau sumber daya manusia yang terlibat. Namun
penciptaan lingkungan yang aman dan terhindar dari hal-hal yang berpotensi membahayakan
bagi pasien juga merupakan bentuk upaya keselamatan pasien. Pengukuran, pengumpulan
dan evaluasi sasaran keselamatan pasien berfungsi sebagai alat untuk menemukan hal-hal
yang berpotensi menimbulkan bahaya baik di lingkungan fisik fasilitas pelayanan kesehatan
maupun prosedur pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas melalui penilaian-
penilaian yang berdasarkan pada indikator keselamatan pasien. Hasil pengukuran dan
pengumpulan sasaran keselamatan pasien dievaluasi dan digunakan sebagai bahan untuk
menciptaan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu baik dari lingkungan fisik maupun
prosedur pelayanan kesehatan oleh petugas. Hal tersebut dapat disebut juga proses
manajemen upaya keselamatan pasien.

Terdapat 6 indikator keselamatan pasien yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi
dalam peningkatan mutu di unit fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu (Ulumiyah, 2018)

1) Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien dalam pemberian tindakan medis


2) Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat kepada pasien
3) Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan keperawatan
4) Pengurangan terjadinya risiko infeksi di unit fasilitas pelayanan kesehatan
5) Tidak terjadinya pasien jatuh
6) Kefektifan komunikasi yang dibangun antara pasien dan tenaga medis maupun non
medis yang berada pada unit fasilitas pelayanan kesehatan.
f. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pasien terhadap Kualitas Pelayanan Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan salah satu institusi sektor kesehatan berperan sebagai rumah sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Salah satu tujuan pengaturan penyelenggaraan rumah sakit adalah meningkatkan
mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit. Pelayanan kesehatan perorangan
berdasarkan Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit adalah setiap kegiatan
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, dan memulihkan
kesehatan, sedangkan standar pelayanan rumah sakit adalah semua standar pelayanan yang
berlaku di rumah sakit, antara lain Standar Prosedur Operasional, standar pelayanan medis,
dan standar asuhan keperawatan (Imanida dan Azwar, 2016).

Pelayanan yang bermutu menjadi penting berdasarkan peraturan dalam undang-undang


dan kebutuhan akreditasi rumah sakit. Rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan
terbuka akan saran perbaikan dari pasien dalam rangka mengembangkan instansi dan
menyesuaikan dengan lingkungan yang dinamis dan kompetitif. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 129/MENKES/SK/II/2008 mengatur tentang standar
pelayanan minimal rumah sakit dan indikator standar untuk setiap jenis pelayanan(Imanida
dan Azwar, 2016).

Pasien merupakan salah satu pengguna langsung atas layanan kesehatan yang diberikan
oleh rumah sakit. Pasien dapat menilai dengan puas atau tidak puas atas layanan tersebut.
Kepuasan pelanggan merupakan salah satu indikator standar minimal pelayanan rumah sakit.
Secara umum definisi operasional kepuasan pelanggan adalah pernyataan tentang persepsi
pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan (Vasiliki dan Dimitrios,2017), salah satu cara
untuk menciptakan kepuasan pelanggan adalah dengan meningkatkan kualitas jasa, karena
pelanggan adalah fokus utama ketika berbicara mengenai kepuasan dan loyalitas. Dikatakan
pula bahwa, konsistensi kualitas produk/jasa dapat memberikan kontribusi keberhasilan suatu
perusahaan ditinjau dari sudut kepuasan pelanggan (Pereira et al., 2016).

Dalam konsep quality assurance (QA), kepuasan pelanggan dipandang sebagai unsur
penentu penilaian baik buruknya sebuah rumah sakit. Unsur penentu lainnya dari empat
komponen yang mempengaruhi kepuasan adalah: aspek klinis, efisiensi dan efektivitas dan
keselamatan pelanggan. Aspek Klinis, merupakan komponen yang menyangkut pelayanan
dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis. Efisiensi dan efektivitas, menunjuk pada
pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan. Aspek
Keselamatan pelanggan, adalah upaya perlindungan pelanggan dari hal-hal yang dapat
membahayakan keselamatan pelanggan, seperti jatuh, kebakaran, dll. Kepuasan pelanggan,
sangat berhubungan dengan kenyaman, keramahan, dan kecepatan pelayanan. Jaminan mutu
pelayanan di Rumah Sakit (RS) merupakan salah satu faktor penting dan fundamental
khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholdernya, pasalnya dampak dari
QA menentukan hidup matinya sebuah rumah sakit. Bagi Rumah Sakit, adanya QA yang baik
tentu saja membuat RS mampu untuk bersaing dan tetap exist di masyarakat. Bagi pelanggan,
QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang bermutu dan baik. Bagi praktisi
medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan adanya QA para praktisi medis
dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati2 dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi
pemerintah sendiri, adanya QA dapat menjadikan standar dalam memutuskan salah benarnya
suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit (Heriandi, 2007).

Manfaat pengukuran kepuasan pasien menurut Soeparmanto dan Astuti (2006), yaitu:

1) Mengetahui kekurangan masing-masing tingkat kelemahan penyelengaraan


pelayanan.
2) Mengetahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit
pelayanan.
3) Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu
dilakukan.
4) Mengetahui indeks kepuasan masyarakat secara pelayanan publik pada lingkup
pemerintahan pusat dan daerah.
5) Memacu persaingan positif antar unit penyelenggara pelayanan dalam upaya
peningkatan kinerja pelayanan
6) Bagi masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja pelayanan unit yang
bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdelhafez, AM., Qurashi, LA., Ziyadi, RA., Kuwair, A., Shobki, M., dan Mograbi, H. 2012.
Analysis of Factors Affecting the Satisfaction Levels of Patients Toward Food Services
at General Hospitals in Makkah, Saudia Arabia. American Journal of Medicine and
Medical Sciences; 2(6): 123-130

Adebayo ET, Adesina BA, Ahaji LE, Hussein NA. 2014. Patien assessment of the quality of dental
care service in a Nigerian hospital. Journal of Hospital Administration; 3(6); 20-28

Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No.1204/MENKES/SK/X/2004, tentang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Apriyani, DA. 2017. Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen. J Administrasi
Bisnis; 51(2): 1-7.

Assauri. 2003. Manajemen Pemasaran Jasa, jilid1, Jakarta PT.Gramedia.

Bitner, M. J. dan Zeithaml, V. A. 2003. Service Marketing (3rd). Tata McGraw Hill, New Delhi

Cahyono, J. B. S. B. 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik Kedokteran.


Yogyakarta: Kanisius.

Churiyah, M. 2007. Peranan Kualitas Pelayanan Terhadap Kinerja Rumah Sakit. Jurnal Ekonomi
Moderenisasi; 3(2):103-114.

Cunha, S. D dan Sucharita, S. 2015. The Measurement of Service Quality in Healthcare: A Study in
a Selected Hospital. International Journal of Health Sciences & Research; Vol.5; Issue: 7.

Damen, R. 2017. Health care service quality and its impact on patient satisfication “Case of al-Bashir
Hospital”. J Bussiness and Management; 12(9):136-152.

Dewi, S.K., Fadhilah, N.I., dan Baroto, T. 2017. Peningkatan Kualitas Pelayanan Terhadap
Kepuasan Pelanggan Dengan Menggunakan Integrasi Metode Service Quality Dan
Model Kano Ke Dalam Quality Function Deployment (Qfd). Jurnal Teknik Industri;
10(1):1-15.

Edastama, P. 2014. Pengaruh Kualitas Service Terhadap Kepuasan, Kepercayaan, dan


Kecenderungan Berperilaku Mahasiswa Pada Perguruan Tinggi di Jakarta. Jurnal
Manajemen dan Pemasaran Jasa; 7(1): 129-152.

Hasnih; Gunawan; Hasmin. 2016. Pengaruh Lima Dimensi Kualitas Pelayanan Publik Terhadap
Tingkat Kepuasan Masyarakat di Kelurahan Ompo, Kecamatan Labata, Kabupaten
Seppeng. J Mirai Management; -1(2): 426-445.

Imaninda, V. and Azwar, S. (2016). Modifikasi Patient Satisfaction Questionnaire Short Form (PSQ-
18) ke dalam Bahasa Indonesia. Gadjah Mada Journal Of Psychology, 1(1), pp.8-21.
Karydis A, Komboli-Kodovazeniti M, Hatzigeorgiou D, Panis V. 2001. Expectation and perception
of Greek patients regarding the quality of dental health care. International Journal for
Quality in Health Care. 13(5);409-416

Kotler Philip. 2005. Manajemen Pemasaran Analisis, Perecanaan dan pengendalian, jilid dua.
Erlangga, Jakarta.

Lena, F.E.M. 2018. Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Fasilitas Rumah Sakit Terhadap Kepuasan
Pasien. Jurnal Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Lubis, A dan Andayani, N. 2017. Pengaruh Kualitas Pelayanan (Service Quality) Terhadap Kepuasan
Pelanggan PT. Sucofindo Batam. Journal of Business Administration 1(2): 232-243.

Pereira, D., Giantari, N. G. K., dan Sukaatmadja, I. P. G. 2016. Pengaruh Service Quality Terhadap
Satisfaction dan Customer Loyalty Koperasi Dadirah di Dili Timor-lestepengaruh.

Putranto, Thomas Aquinas Wahyu Adi. 2011. Skripsi: Pengaruh Kualitas

Pelayanan dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Konsumen (Studi Kasus pada PT. Kereta Api
Indonesia Daerah Operasional VI Yogyakarta). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Quality Terhadap Satisfaction dan Customer Loyalty Koperasi Dadirah di Dili Timor-leste. E-Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 5.3: 455-488.

Rehaman, B dan Husnain, M. 2018. The Impact of Service Quality Dimensions on Patient
Satisfaction in the Private Healthcare Industry in Pakistan. J Host Med Manage 4(1): 4.

Ruslim, T. S. 2015. Pengaruh Atribut Service Quality Terhadap Kepuasan Konsumen. Jurnal
Manajemen Untar, 16(3):1-7.

Service Quality Terhadap Satisfaction dan Customer Loyalty Koperasi Dadirah di Dili Timor-leste.
E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 5.3: 455-488.

Siallagan, I. S. P. 2019. Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Reputasi Perusahaan Terhadap Kepuasan
Pasien Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Eria Bunda Pekanbaru. JOM FISIP Vol.6
Edisi 1.

Sumarni. 2017. Analisis Implementasi Patient Safety Terkait Peningkatan Mutu Pelayanan
Kesehatan di Rumah Sakit. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia; 5(20: 91–99.

Supartiningsih, S. 2017. Kualitas Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit: Kasus Pada Pasien Rawat
Jalan. Jurnal Medikoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit 6(1): 9-15.

Tjiptono. 2004. Marketing Sclaes. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Uluwiyah, N. 2018. Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Penerapan Upaya


Keselamatan Pasien di Puskesmas. Jurnal Administrasi Kesehata Indonesia; 6(2): 149-
155.
Utama, S. 2005. Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit. Jurnal Manajemen Kesehatan
9(1): 1-7.

Vasiliki A G, Dimitrios M 2017. Measuring the Quality of Health Services Provided at a Greek
Public Hospital through Patient Satisfaction. International Journal of Business and
Economic Sciences Applied Research; 10(2):60-72.

Anda mungkin juga menyukai