Anda di halaman 1dari 9

B.

Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (Evidence Based Practice)


1. Konsep POA (Plan Of Action)
Perencanaan adalah menetapkan hal-hal yang akan datang dan tidak akan dilakukan pada
menit, jam atau waktu yang akan datang. Perencanaan merupakan jembatan antara dimana
kita sekarang dengan dimana kita saat yang akan datang. Perencanaan merupakan proses
intelektual yang didasarkan pada fakta dan informasi, bukan emosi dan harapan (Douglas,
1992; Gillies, 1994).

Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk mengatasi masalah
kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan kegiatan perlu dilakukan setelah suatu
organisasi melakukan analisis situasi, menetapkan prioritas masalah, merumuskan masalah,
mencari penyebab masalah dengan salah satunya memakai metode fishbone, baru setelah itu
melakukan plan of action.

Planning of Action (POA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan (RUK) merupakan
sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran kegiatan. Rencana kegiatan dapat
memiliki beberapa bentuk, antara lain:
1. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek,
2. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif pemecahan masalah
3. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber daya yang
spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya.

Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang dipertimbangkan sebelum
menyusun Plan of Action (POA), yaitu dengan memperhatikan kemampuan sumber daya
organisasi atau komponen masukan (input), seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme,
Teknologi atau cara, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

1) Tujuan planning of action


1. Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan
2. Menguji dan membuktikan bahwa:
a. Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadualkan
b. Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran
c. Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh
d. Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat diperoleh
e. Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan

3. Berperan sebagai media komunikasi


a. Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi memiliki peran yang
berbeda dalam pencapaian
b. Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian sasaran.

2) Kriteria Planning of Action (POA) yang Baik


Dalam penerapannya, Plan of Acton (POA) harus baik dan efektif agar kegiatan program
yang direncanakan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan. Berikut ini beberapa kriteria Plan
of Acton (POA) dikatakan baik, antara lain:
1. Spesific (Spesifik)
Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan keadaan yang ingin dirubah. Rencana
kegiatan perlu penjelasan secara pasti berapa Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dibutuhkan, siapa saja mereka, bagaimana dan kapan mengkomunikasikannya.
2. Measurable (Terukur)
Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang sesungguhnya telah dicapai.
3. Attainable/achievable (dapat dicapai)
Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk akal. Ini berarti bahwa
rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus membutuhkan anggaran yang
besar. Selain itu teknik dan metode yang digunakan juga harus yang sesuai untuk bisa
dilakukan.
4. Relevant (sesuai)
Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu organisasi atau di suatu wilayah
yang ingin di intervensi. Harus sesuai dengan pegawai atau masyarakat di wilayah tersebut.
5. Timely (sesuai waktu)
Rencana kegiatan harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan sekarang atau sesuatu yang
segera dibutuhkan. Jadi waktu yang sesuai sangat diperlukan dalam rencana kegiatan agar
kegiatan dapat berjalan efektif.

3) Langkah Planning of Action (POA)


1. Mengidentifikasi masalah dengan pernyataan masalah (Diagram 6 kata: What, Who,
When, Where, Why, How), sebagai berikut:
a. Masalah apa yang terjadi?
b. Dimana masalah tersebut terjadi?
c. Kapan masalah tersebut terjadi?
d. Siapa yang mengalami masalah tersebut?
e. Mengapa msalah tersebut terjadi?
f. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?
2. Setelah masalah diidentifikasi, tentukan solusi apa yang bisa dilakukan.
3. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK).

Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menyusun Plan of Action atau Rencana Usulan Kegiatan (RUK), antara lain:
a. Pembahasan Ulang Masalah
Setelah menentukan masalah dan melakukan analisis penyebab masalah, dapat dilihat
keadaan atau situasi yang ada saat ini dan mencoba menggambarkan keadaan tersebut
nantinya sesuai dengan yang diharapkan.
b. Perumusan Tujuan Umum
Dengan melihat situasi yang ada saat ini dengan gambaran situasi yang diharapkan nantinya
dan juga atas dasar tujan umum pembangunan kesehatan, maka dapat dirumuskan tujuan
umum program atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Tujuan umum adalah suatu pernyataan yang bersifat umum dan luas yang menggambarkan
hasil akhir (outcome atau dampak) yang diharapkan.
c. Perumusan Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pernyataan yang bersifat spesifik, dapat diukur (kuantitatif)
dengan batas waktu pencapaian untuk mencapai tujuan umum. Bentuk pernyataan dalam
tujuan khusus sifatnya positif, merupakan keadaan yang diinginkan. Penentuan indikator
tujuan khusus program dapat menggunakan kriteria SMARTS (Smart, Measurable,
Attainable, Realistic, Time-bound, Sustainable)

d. Penentuan Kriteria Keberhasilan


Penentuan kriteria keberhasilan atau biasa disebut indikator keberhasilan dari suatu rencana
kegiatan, perlu dilakukan agar organisasi tahu seberapa jauh program atau kegiatan yang
direncanakan tersebut berhasil atau tercapai. Menentukan kriteria atau indikator keberhasilan
disesuaikan dengan tujuan khusus yang telah ditentukan.

Pada program kegiatan yang diusulkan harus mengandung unsur 5W+1H, yaitu:
a. Who : Siapa yang harus bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana kegiatan?
b. What : Pelayanan atau spesifik kegiatan yang akan dilaksanakan
c. How Much : Berapa banyak jumlah pelayanan atau kegiatan yang spesifik?
d. Whom : Siapa target sasaran atau populasi apa yang terkena program?
e. Where : Dimana lokasi atau daerah dimana aktivitas atau program dilaksanakan?
f. When : Kapan waktu pelaksanaan kegiatan atau program?

Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang berisikan
rincian kegiatan, tujuan, sasaran, target, waktu, besaran kegiatan (volume), dan hasil yang
diharapkan.

4. Langkah keempat, Bersama-sama dengan pihak yang berkepentingan menguji dan


melakukan validasi rencana kegiatan untuk mendapatkan kesepakatan dan dukungan.
(Yuan,2016)

2. Konsep Evidence Based Practice


Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas,
tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu
pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti empiris,
sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi.

1) Model Evidence Based Practice


a. Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun 1994 dan
revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan Evidence Base
Practice Nursing.
- Tahap persiapan.
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul, kemudian menvalidasi
masalah dengan bukti atau landasan alasan yang kuat.
- Tahap validasi.
Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik bukti empiris, non
empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap bukti menggunakan table
“level of evidence”. Tahapan bisa berhenti di sini apabila tidak ada bukti atau bukti yang ada
tidak mendukung.
- Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan.
Pada tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan pengambilan bukti yang bisa dipakai.
Pada tahap ini bisa muncul keputusan untuk melakukan penelitian sendiri apabila bukti yang
ada tidak bisa dipakai.
- Tahap translasi atau aplikasi.
Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan penelitian (individu,
kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian, menentukan strategi untuk
melakukan diseminasi formal dan memulai melakukan pilot projek.
- Tahap evaluasi.
Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri atas evaluasi
formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya.

b. Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa knowledge
focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas organisasi, maka baru
dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik dan
paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang
ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba dan hasilnya
harus dievaluasi dan didiseminasikan.

c. Model konseptual Rosswurm & Larrabee


Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang terdiri dari 6
langkah yaitu :
Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis
Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik
Tahap 3 : kritikal analisis evidence
Tahap 4 : design perubahan dalam praktek
Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perunbahan
Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek

Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan paktek harus
memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan kereliabilitasan metode yang
digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang standar.

2) Pentingnya Evidence Based Practice


Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :
a. Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
b. Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
c. Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan
d. Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
e. Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian terbaru
f. Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk meningkatkan kualitas
perawatan pada pasien.
https://yurishina.blogspot.com/2017/03/konsep-teoritis-penjaminan-mutu-dan.html?m=1

Konsep Evidence Base Practice


Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas,
tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu
pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti empiris,
sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi.
1. Model EBP
· Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun 1994 dan
revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan Evidence Base
Practice Nursing.
1) Tahap persiapan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul,
kemudian menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang kuat.
2) Tahap validasi. Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik
bukti empiris, non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap bukti
menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti di sini apabila tidak ada bukti
atau bukti yang ada tidak mendukung.
3) Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan. Pada tahap ini dilakukan sintesis
temuan yang ada dan pengambilan bukti yang bisa dipakai. Pada tahap ini bisa muncul
keputusan untuk melakukan penelitian sendiri apabila bukti yang ada tidak bisa dipakai.
4) Tahap translasi atau aplikasi. Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan
penelitian (individu, kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian, menentukan
strategi untuk melakukan diseminasi formal dan memulai melakukan pilot projek.
5) Tahap evaluasi. Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri
atas evaluasi formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya.
· Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa knowledge
focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas organisasi, maka baru
dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik dan
paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang
ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba dan hasilnya
harus dievaluasi dan didiseminasikan.
2. Implikasi EBP Bagi Perawat
Peran perawat melayani penting dalam memastikan dan menyediakan praktik berbasis fakta.
Mereka harus terus-menerus mengajukan pertanyaan, “Apa fakta untuk intervensi ini?” atau
“Bagaimana kita memberikan praktik terbaik?” dan “Apakah ini hasil terbaik yang dicapai
untuk pasien, keluarga dan perawat?” Perawat juga posisi yang baik dengan anggota tim
kesehatan lain untuk mengidentifikasi masalah klinis dan menggunakan bukti yang ada untuk
meningkatkan praktik. Banyak kesempatan yang ada bagi perawat untuk mempertanyakan
praktik keperawatan saat itu dan penggunaan bukti untuk melakukan perawatan lebih efektif.
3. Pentingnya EBP
Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :
1) Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
2) Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
3) Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan
4) Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
5) Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian terbaru
6) Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk meningkatkan
kualitas perawatan pada pasien.
4. Hambatan Untuk Menggunakan EBP
Hambatan dari perawat untuk menggunakan penelitian dalam praktik sehari-hari telah dikutip
dalam berbagai penelitian, diantaranya (Clifford &Murray, 2001) antara lain :
1) Kurangnya nilai untuk penelitian dalam praktek
2) Kesulitand alam mengubah praktek
3) Kurangnya dukungan administratif
4) Kurangnya mentor berpengetahuan
5) Kurangnya waktu untuk melakukan penelitian
6) Kurangnya pendidikan tentang proses penelitian
7) Kurangnya kesadaran tentang praktek penelitian atau berbasis bukti
8) Laporan Penelitian/artikel tidak tersedia
9) Kesulitan mengakses laporan penelitian dan artikel
10) Tidak ada waktu dalam bekerja untuk membaca penelitian
11) Kompleksitas laporan penelitian
12) Kurangnya pengetahuan tentang EBP dan kritik dari artikel
13) Merasa kewalahan
Konsep Penelitian Keperawatan
Penelitian keperawatan melibatkan penyelidikan sistematis yang dirancang khusus untuk
mengembangkan, memperbaiki, dan memperluas pengetahuan keperawatan. Sebagai bagian
dari disiplin klinis dan professional, perawat memiliki bidang keilmuan yang unik, yang
membahas praktik keperawatan, administrasi, dan pendidikan. Perawat peneliti mengkaji
masalah-masalah yang menjadi perhatian khusus untuk perawat dan pasien, keluarga dan
masyarakat yang mereka layani.
Metode penelitian keperawatan dapat kuantitatif, kualitatif, atau campuran (yaitu,
triangulasi):
1. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan objektif, data kuantitatif (seperti
tekanan darah atau denyut nadi) atau menggunakan instrument survey untuk mengukur
pengetahuan, sikap, kepercayaan atau pengalaman
2. Peneliti kualitatif menggunakan metode seperti wawancara atau analisis narasi untuk
membantu memahami fenomena tertentu
3. Pendekatan triangulasi menggunakan kedua metode kuantitatif dan kualitatif
Isu-Isu Yang Terkait Dengan EBP, Penelitian Keperawatan Dan Aplikasi Dalam Pelayanan
EBP, penelitian keperawatan dan aplikasi merupakan rangkaian proses yang saling
berkesinambungan. Sebelum melakukan penelitian keperawatan khususnya di area klinik,
dibutuhkan data-data atau bukti-bukti dari hasil penelitian terdahulu yang mendukung
masalah yang akan kita teliti. Hasil penelitian yang telah dilakukan, akan menjadi evindence
dalam pengambilan keputusan klinis, sehingga tindakan yang dilakukan sudah berdasar hasil
penelitian yang teruji.
1. Mengidentifikasi Masalah Praktik Klinis
Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah atau isu praktek klinis. Sebagai
konsekuensinya, ini adalah langkah yang paling sulit karena dibutuhkan banyak pemikiran
danu paya untuk menyempurnakan pernyataan masalah untuk mengembangkan bukti-praktik
keperawatan berdasar projects.
2. Pengumpulan dan Penilaian Bukti Evidance
Langkah ke dua adalah mengumpulkan dan menilai bukti, bukti empiris (penelitian) dan
bukti non empiris. Bukti nonempiris penting untuk mendukung perubahan praktik, sedangkan
bukti empiris adalah dengan evidence termasuk uji klinis, non eksperimental dan meta
analisis. Harus dibedakan studi penelitian yang sebenarnya dengan yang bukan
penelitian.Jurnal keperawatan sangat baik dimana mengarahkan pengarang untuk
memberikan judul sehingga pembaca dapat menemukan komponen penting dari sebuah
artikel penelitian.Bukti non empiris meliputi ulasan literatur yang diterbitkan, pendapat dari
artikel dan protocol/pedoman serta literature review penelitian yang dipublikasikan.
3. Membaca dan Analisa Penelitian Empiris
Langkah pertama adalah dengan melihat abstract untuk menyaring artikel yang relevan,
kemudian membaca hasil penelitian sehingga didapatkan suatu ide penelitian dan
pengaruhnya terhadap implikasi keperawatan.
4. Meringkas Bukti Evidance
Langkah ini sangat penting untuk keberhasilan peubahan praktik keperawatan yang kita
usulkan.Sintesis temuan pada kelompok studi penelitian empiris dianggap kredibel. Hal ini
dilakukan dengan melakukan analisis, pada analisis isi memeriksa temuan untuk dijadikan
tema.
5. Mengintegrasikan Evidance dan Referensi Klinis
Tahap berikutnya yang perlu disintesis adalah keahlian klinis dan preferensi dari nilai-
nilai.Diperlukan seseorang yang memiliki keahlian klinis di bidang atau topic tertentu.
Dengan pendekatan multidisiplin akan memastikan analisis mendalam tentang hasil
penelitian yang dianalisis.
http://perawatnunung.blogspot.com/2015/04/evidence-base-practice-dan-riset-klinik.html?
m=1

Anda mungkin juga menyukai