Lensa
Makula Iris
BERKASCAHA Kormea
Pupil (apertura)
Nervus optik
Gambar 1. Proses refraksi dalam bola mata. Sinar yang datang dari tak terhingga dianggap
merupakan sinar sejajar yang oleh sistem refraksi bola mata dibelokkan sedemikian rupa
sehingga jatuh atau difokuskan tepat pada makula.
EE
Gambar 2. Gambar ini menunjukkan kemampuan resolusi pada tajam penglihatan 6/6; setian
kaki huruf E merentang sudut 1 menit busur. Jika tajam penglihatan kurang dari 6/6, orana
tersebut tidak mampu
suatu
memisahkanhuruf
F P 2
T O Z-3
LPE D 4
PECF D 5 E 1
E DF Cz
2
P= 6 E U 3
F E L OP Z D E E 3*4
DEF P oTEC 8 5
ES
LET o DP c T 9 7
8
Gambar 3. Papan Snellen bisa berupa abjad, huruf
kebutuhan pasien. Setiap baris memiliki E, angka, dl untuk
digunakan sesueual
jumlah huruf berbeda-beda.
BAB 2 FISIOLOGI PENGIHATAN 61
Apabila pasien tidak bisa mengidentifikasi huruf terbesar pada papan Snellen
(6/60), tajam penglihatan dapat diukur dengan memeriksa pada jarak lebih
dekat, atau kurang dari 6 meter, dengan meminta pasien menghitung jari.
Jika, misalnya, pasien bisa menghitung jari pada jarak 3 meter maka tajam
penglihatan pasien adalah 3/60. Jika sedekat 1 meter pun pasien tidak dapat
menghitung jari, dilakukan tes lambaian tangan (pada jarak 1 meter). Pasien
yang mampu mengidentifikasi arah lambaian tangan dinyatakan memiliki
tajam penglihatan 1/300 (hand movement). Tajam penglihatan yang lebih buruk
daripada lambaian tangan diukur dengan tes persepsi cahaya (light perception),
dengan meminta pasien membedakan gelap atau terang dari sinar senter yang
diberikan.
Emetropia adalah status refraktif di mana (media refraksi) sinar dari jarak
jauh (tak terhingga) yang masuk ke dalam mata mampu dibelokkan sehingga
jatuh pada titik fokus tepat di retina (makula). Kondisi refraktif di mana fungsi
refraktif bola mata tidak dapat memfokuskan bayangan tepat di makula
disebut ametropia, yang terdiri dari miopia (bayangan jatuh pada satu titik
fokus di belakang retina), hipermetropia (bayangan jatuh pada satu titik fokus
di depan retina) dan astigmatisme (bayangan jatuh pada dua titik fokus yang
berbeda akibat perbedaan kelengkungan media refraksi di meridian yang
berbeda) (Gambar 4).
PilAI'ROFALiOG
Gambar 4. Gambar skematik ini memperlihatkan perubahan jatuhnya titik fokus pada kondisi-
kondisi ametropia. (A) Hipermetropia: bayangan difokuskan di belakang retina. (B) Miopia:
bayangan difokuskan di depan retina. (C) Astigmatisme: bayangan memiliki beberapa titik
fokus, di belakang dan atau depan retina.
Otot
reltus medial rktus latexa
Otot
siliar
Ganglion
sliar Nervus optik
Ganglion
Siliar
Area Koliklus
pret upenor
pretektal
Nukleus
Edlnger westphal Mudeus
genitulatumn
ateral
oeevus
Nervus
okulomotor
okulomotor Omponen
okulomotor ke otot
rektus medlal
A B Korteks visual
Gambar 5. Jaras refleks akomodasi. Pada saat melihat dekat, selain akomodasi sebagaimana
pada Gambar 2, juga terjadi konvergensi serta miosis pupil.
Kemampuan lensa untuk menjadi bentuk yang lebih cembung atau pipih
ditentukan oleh tarikan dari serat-serat zonula Zinnii. Serat-serat zonula
Zinnii berinsersi ke ekuator lensa dan menghubungkan lernsa ke badan
siliar. Zonula Zinnii menstabilkan posisi lensa dan menstransmisikan
tarikan otot siliar ke lensa. Akomodasi terjadi karena kontraksi otot siliar
yang mengurangi diameter badan siliar dan tegangan serat-serat zonula
Zinnii sehingga lensa dapat berelaksasi menjadi lebih
cembung (Gambar
6). Lensa yang lebih konveks (cembung) akan membiaskan cahaya dengan
lebih kuat sehingga dapat memfokuskan cahaya yang datang tepat di retina.
Jarak objek paling dekat yang masih dapat difokuskan mata pada retina
disebut titik dekat penglihatan (near point of vision). Besarnya titik dekat
penglihatan bergantung pada elastisitas lensa. Lensa menjadi lebih kaku
seiring bertambahnya usia karena penumpukan protein-protein dengan
berat molekul besar yang tidak larut.
64 BUKUAJAR OFTALMOLOGI
www
Relaksasi Berakomodasi
Gambar 6. Perubahan struktur lensa, otot siliaris dan serabut zonula pada penglihatan jauh
(relaksasi) dan dekat (berakomodasi).
ILI
B
Legenda
Sinar
Sumbu optik
Titik fokus terbaik
(IS
Gambar 8. Perhatikan perbedaan yang terjadi terhadap sinar (perifer) yang datang, jika
bukaan/apertura pupil membesar (A) dan mengecil (B). Pada apertura kecil, bayangan yang
terjadi akan lebih tajam karena sinar-sinar perifer berkurang.
DAFTAR RUJUKAN
1. American Academy of Ophthalmology Staff. The Eye. Dalam: Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, editor.
Fundamentals and Principles of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology; 2012: hal.71-85
2. Lein LA, Nilsson SFE, Hoeve JV, Wu SM, editor. Adler's
Physiology of the Eye, edisi ke11. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2011.
3. Khurana AK. Ophthalmology. New Delhi: New Age International; 2003.
4. Lang GK. Ophthalmology, a Short Textbook. NewYork:Thieme; 2000.
5. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket Atlas of Ophthalmology. New York: Thieme; 2006
6. Saladin KS. Sense Organs. Dalam: Anatomy &Physiology: The Unity of Form and Function.
McGraw Hill; 2009.
New York:
PERUBAHAN BIOKIMIA FOTORESEPTOR
22 RETINA PADA PROSES PENGLIHATAN
Elvioza
Pada segmen luar sel batang dan kerucut, terdapat lamela-lamela atau diskus
membranplasma yang mengandung protein (rhodopsin pada membran plasma
sel batang dan piotopsin pada membran plasma sel kerucut) (Gambar 1.
Protein-protein ini akan teraktivasi bila terkerna cahaya.
BAB 2
FISI0LOGI PENGLIHATAN| 67
Pernipherin
ABCR
Plasma
membran batang Rhodapsin
Rom-1
Retinits pigmentosa
Retinitis pigmentosa buta senja stasioner kongenital
resesif autosomal
Rhodopsin
Ca
Cahaya
Sel batang yang hanya teraktifasi di dalam kondisi pencahayaan redup bersifat
sangat sensitif, dengan cukup 1 foton cahaya saja mampu membuat sel batang
mengeluarkan sinyal. Akan tetapi sel batang kurang sensitif terhadap wama
dan memiliki kemampuan resolusi spasial relatif rendah.
68 UKU AJAR OFTALMMOAOGI
Ujung dendritik segmen luar sel-sel batang memiliki sekitar seribu lamela
atau diskus yang mengapung di dalanm sitoplasnma segmen luar tetapi terikat
pada membran (1nembrane-bound discs). Pada setiap diskus terdapat sekitar
1 juta molekul protein rodopsin. Protein-protein ini bertugas mernangkap
dan melakukan amplifikasi energi cahaya yang ditangkapnya. Oleh karena
segmen luar sel batang memiliki ukuran lebih panjang dibandingkan sel
kerucut, sel batang memiliki lebih banyak rodopsin. Pada segmen luar inilah
foton cahaya ditangkap dan kaskade fototransduksi dimulai.
enzim yang menghidr bss i P dan menutup channel kation cGMP sel
kerucut pada membran segmen uar. Fototransduksi sel kerucut mampu
beradaptasi pada berbagai tingkat cahaya penerangan. Semakin terang cahaya
yang diterima, semakin cepat dan tepat respons sel kerucut. Inilah alasan
mengapa ketajaman penglihatan akan meningkat seiring bertambahnya
penerangan/cahaya. Kemampuan sel kerucut yang tinggi dalam beradaptasi
menyebabkan sel kerucut diperlukan untuk menghasilkan penglihatan yang
baik. Tanpa sel kerucut, seseorang akan kehilangan kemampuan untuk
membaca dan mengenal warma.
Guanilat
GCAP Siklase
Rodopsin
Channel
kation
(terbuka)
cGMP
Rodopsin
NaMCO KCa
a
TTa 7 pNCa
GTP
Channel Terang
GTP GMP
Ta PDE kation
(tertutup)
11 cie-retinal
Gambar 2. Aktivasi rodopsin oleh cahaya dan kaskade fototransduksi. Cahaya bertransduksi
melalui kaskade enzim: foton-rodopsin-rodopsin teraktifasi (R*) atau metarodopsin ll-protein
pengikat GTP (Talpha) (transdusin) enzim penghidrolisis cGMP (cGMP-fosfodiesterase,
PDE)-penutupan kanal kationcGMP-gated pada membran. Insert memperlihatkan struktur
molekul rodopsin yang memiliki gugus 11 cis-retinal.
70 BUKU AJAR OFTALMOLOGI
Sel kerucut juga dipengaruhi oleh umpan balik negatif yang diperantarai
saraf. Sel-sel horizontal pada inner nuclear layer mengadakan sinaps secara
berlawanan yang kembali ke arah sel kerucut, sehingga melepaskan gamma
asam aminobutirat (GABA), suatu transmiter penghambat. Ketika cahaya
mempolarisasi sel kerucut, sel kerucut akan mempengaruhi sel-sel horizontal.
Ini akan menghambat sel-sel horizontal dan menghentikan produksi GABA.
Proses depolarisasi ini berlawanan dengan hiperpolarisasi yang dihasilkan
oleh cahaya, dan membuat sel kerucut furn off Depolarisasi
berlangsung
lambat, sehingga respons lebih lambat dari sel kerucut. Umpan balik dari
sel-sel horizontal terjadi jika terdapat stimulus kuat sehingga mencegah sel
kerucut mengalami overload. Umpan balik ini juga
menghentikan respons
sel kerucut dan mempersiapkan sel kerucut untuk
segera bereaksi terhadap
stimulus baru.
DAFTAR RUJUKAN
1. American Academy of Ophthalmology Staf. The Eye. Dalam: Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, editor. Funda-
mentals and Principles of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. San Francisco: American
emy of Ophthalmology; 2012: hal.71-85
Acad
2. Color Textbook of Histology. Gartner L, Hiatt J. International Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007
3 Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. General Ophthalmology. 14th Edition. USA: Appleton &lange; 2000
BAB 2 ISIOLOGI PENGLIHATANI 71
PENGLIHATAN WARNA
Muhammad Sidik 2.3
Penglihatan warna adalah kemampuan sescorang untuk dapat membedakan
benda berdasarkan panjang gelombang cahaya yang dipancarkannya.
Cahaya
pada dasarnya adalah sebagian kecil dari radiasi atau pancaran gelombang
elektromagnetik, di mana mata manusia hanya mampu mendeteksi atau
melihat cahaya dengan panjang gelombang antara 380 nm dan 780 nm. Di
dalam kisaran ini, manusia dapat membedakan kurang lebih 150 warna.
Berdasarkan kelainan pada salah satu atau lebih dari ketiga pigmen pada sel
kerucut, buta warna kongenital dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Anomalous trichrouat
Pada keadaan ini, penderita memiliki ketiga jenis fotopigmen secara
lengkap, tetapi terdapat gangguan sensitivitas pada salah satu panjan8
gelombang tertentu.
a. Protanomali, bila terdapat gangguan pada fotopigmen
yang sensitif terhadap panjang gelombang 560 nm (long
wavelength - merah)
3. Monochromat
Adalah keadaan di mam penderita hanya memiliki salah satu
fotopigmen.
4. Achromatopsia
Pada keadaan ini tidak ditemukan ketiga fotopigmen di retina.
Selain tidak mampu membedakan warna sama sekali, penderita juga
biasanya memiliki tanda dan gejala lain seperti nistagmus, fotofobia
serta tajam penglihatan yang buruk.
Gambar 1. Simulasi berbagai jenis gangguan penglihatan warna pada tes buta warna lshihara.
74 BUKUAJAR OFTALMOL
DAFTAR RUJUKAN
1. Birch J. Diagnosis of defetive color vision. 2nd ED. Oxford: Butterwoth-Heinemann; 2001:9-19,39-85
2. o vope NJ, Galetta SL Neuro-ophthalmology Diagnosis and management. Edisi ke 2. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2010: 11-14
3. Wall M., Johnson CA. Principles and technique of the examination of the Visual Sensory System. Dalam:
Walsh &Hoyt"'s Clinical Neuro-Ophthalmology. Miller NR., Newman NJ, edisi ke 6. Philadelphia: Lippincot
Williams&Wikins; 2005:128-133
BAB 2 FISILOGI PENGLIHATAN 75
LUR PENGLIHATAN
Syntia Nusanti 2.4
Sifat bayangan (image) visual di retina adalah terbalik atau inverted
(atas
bawah), dan berlawanan atau reversed (kanan kiri). Proses penglihatan
dimulai ketika cahaya dideteksi dan diubah oleh sel kerucut dan batang di
retina menjadi potensial aksi. Badan sel kerucut dan batang akan meneruskan
proses ini dengan meneruskan potensial aksi melalui sinaps dengan sel
bipolar, yang merupakan neuron tingkat kedua pada jalur penglihatan. Sel
bipolar kemudian bersinaps dengan sel ganglion retina, dan potensial aksi
diteruskan melalui akson sel ganglion yang akan
berkonvergensi menjadi
satu, membentuk nervus optikus. Nervus optikus selanjutnya akan berjalan
ke intrakranial di dalam kanalis optikus.
Nervus optikus kanan dan kiri akan bersatu dan menyilang, membentuk
kiasma optikum di intrakranial. Lima puluh tiga persen serabut dari sisi nasal
ipsilateral bergabung dengan 47% serabut dari sisi temporal kontralateral,
membentuk traktus optikus, yang kemudian akan bersinaps di nukleus
genikulatum lateral. Dari nukleus genikulatum lateral, informasi visual
akan direlai ke korteks penglihatarn melalui banyak serabut akson yang
berbentuk seperti kipas dan dikenal sebagai radiatio optika. Serabut-serabut
ini akan berakhir terutama di area korteks penglihatan/visual Brodmann 17
(korteks penglihatan primer), serta area korteks ekstrastriata Brodmann 18
dan 19. Korteks penglihatan primer juga dikenal sebagai area V1 atau korteks
striatum. Kedua belahan atau hemisfer otak memiliki korteks visual masing-
masing; hemisfer korteks kiri menerima sinyal dari lapang pandangan kanan,
dan hemisfer korteks otak kanan menerima sinyal dari lapang pandangan kiri
Lapang pandangan adalah luas area yang terlihat oleh mata tanpa
menggerakkan kepala atau mata, dan dapat dibagi menjadi lapang pandangan
kanan dan kiri serta atas dan bawah (hemifields). Luas lapang pandangan
normal pada setiap mata kira-kira adalah seluas 60° ke arah superior, 70-75° ke
arah inferior, 60° nasal dan 100-110° temporal. "Bintik buta" yang merupakan
representasi papil nervus optikus terletak 15° temporal pada setiap mata, dan
tidak dipersepsi sebagai area hitam, melainkan hanya merupakan regio di
mana kita tidak dapat memperoleh informasi visual.
Retina memiliki hubungau y g r a . clalit terhadap titik fiksasi. Hal ini
berarti bahwa lapang pandangan superior berasal dari retina inferior (di bawah
fovea), sedangkan lapang pandangan inferior akan berasal dari retina superior
(di atas fovea). Lapang pandangan nasal akan berasal dari retina temporal
sedangkan lapang pandangan temporal akan berasal dari retina nasal. Oleh
karena itu lapang pandangan dari sisi kanan akan dipersepsi oleh retina
temporal mata kiri dan retina nasal mata kanan; demikian pula sebaliknya.
Lapang pandangan kedua mata juga saling bertumpang tindih, dan area
yang beririsan menempati porsi sentral yang luas. Area yang beririsan ini,
atau disebut sebagai lapang pandangan binokular, memungkinkan persepsi
binokular.
MKi MKa
Nerus optikum
O0 Hemianopia bitemporal,
karena lesi kiasma midline
Kiasma optikum
O0 Hemianopia nasal kanan
karena lesi area prekiasma kanan
Radiasi optik
Kuadrantanopia inferior
karena keterlibatan homonim
radiatio optkakiri
kanan bawah
Gambar 1. Gambar ini memperlihatkan defek lapang pandangan yang terjadi berdasarkan
letak lesi di sepanjang jalur penglihatan. MKi = Mata Kiri, MKa = Mata Kanan.
BAB 2 FISIOLOGI PENGLIHATAN 77
DAFTAR RUJUKANN
1. Riordan Eva P, Hoyt WE. Neuro-ophtalmology. Dalam: Vaughan D, Asbury T, Eva.PR editor.
Opthalmology, edisi ke15. Connecticut: Prentice Hall International Inc;1999:244-7 General
2. American Academy of Ophthalmology Staff. Practical Ophthalmology: AManual for
Beginning Resi-
dents. 5th edition. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2005; hal.124-55
3. Miller NR, Newman NU, Biousse V. Kerrison JB. Clinical
Neuro-0phthalmology: The Essential, edisi
ke 2. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 1999:
4.
285-98
Bioouse V, Newman NJ. Neuro-Ophtalmology lustrated. New York: Thieme; 2009: 269-81