Anda di halaman 1dari 19

BAB 2 FISIoL0GI PENGLIHATAN |59

TAJAM PENGLIHATAN JAUH DAN DEKAT


Yudisianil EKamal, Anna PBani
2.1

Bola mata merupakan organ optik yang berfungsi melakukan pembelokan


sinar sehingga cahaya yang masuk dijatuhkan pada titik fokus dan membentuk
bayangan di retina (makula) pada dinding belakang bola mata. Sistem optik
bola mata ini bersifat transparan dan terdiri atas kornea, humor akuos, lensa
kristalin, korpus atau badan vitreus, serta retina. Status refraktif bola mata
bergantung pada kekuatan dioptri yang dibentuk oleh kelengkungan kormea,
lensa, serta panjang sumbu bola mata (Gambar 1).

Lensa

Makula Iris

BERKASCAHA Kormea

Pupil (apertura)

Nervus optik

Gambar 1. Proses refraksi dalam bola mata. Sinar yang datang dari tak terhingga dianggap
merupakan sinar sejajar yang oleh sistem refraksi bola mata dibelokkan sedemikian rupa
sehingga jatuh atau difokuskan tepat pada makula.

Tajam penglihatan (visual acuity) adalah kemampuan untuk mengenali dua


objek sebagai objek-objek yang terpisah secara spatial, atau pada prinsipnya
merupakan kemampuan resolusi sistem penglihatan. Kemampuan resolusi
rata-rata mata manusia normal adalah 1 menit busur. Dengan demikian, tajam
penglihatan yang dianggap standar atau "normal" adalah 6/6 (dalam satuan
meter) atau 20/20 (dalam satuan feet) atau lebih baik, yang berarti bahwa
orang tersebut mampu melihat dua objek yang memiliki jarak sudut visual
(oisual angle) sebesar satu menit busur, sebagai dua objek terpisah (Gambar 2).

Tajam penglihatan dapat dibedakan menjadi tajam penglihatan jauh


dan dekat. Tajam penglihatan jauh biasanya diukur secara subjektif
menggunakan kartu/papan Snellen, yang diambil dari nama seorang
ilmuwan berkebangsaan Belanda yang menemukan optotipe Snellen,
60 BUKUAJAR OFTALMOLOGI

EE
Gambar 2. Gambar ini menunjukkan kemampuan resolusi pada tajam penglihatan 6/6; setian
kaki huruf E merentang sudut 1 menit busur. Jika tajam penglihatan kurang dari 6/6, orana
tersebut tidak mampu

suatu
memisahkanhuruf

desain karakter yang


kaki-kaki huruf E sehingga tidak mampu mengidentifikas
apa yang terlihat.

digunakan untuk memeriksa tajam penglihatan


(Gambar 3). Huruf-huruf pada papan Snellen terdiri dari kotak-kotak
di
5x5,
huruf berukuran 6/6 memiliki
mana
rentang sudut penglihatan sebesar
5 menit busur
pada jarak 6 meter, yang ekuivalen dengan ukuran 8,7 x 8,7
mm
per kotak. Huruf terbesar pada papan Snellen ekuivalen
dengan tajam
penglihatan 6/60. Notasi berupa pecahan ini memiliki pemahaman sebagai
berikut: pembilang
menunjukkan jarak
antara paparn Snellen/objek dengan
orang yang diperiksa (pasien), dan penyebut (60) menunjukkan bahwa pasien
hanya dapat mengidentifikasi huruf tersebut pada jarak periksa (dalam hal
ini 6 meter),
sedangkan orang normal seharusnya mampu mengidentifikasi
huruf tersebut pada jarak 60 meter.

F P 2

T O Z-3
LPE D 4
PECF D 5 E 1

E DF Cz
2
P= 6 E U 3
F E L OP Z D E E 3*4
DEF P oTEC 8 5
ES
LET o DP c T 9 7
8
Gambar 3. Papan Snellen bisa berupa abjad, huruf
kebutuhan pasien. Setiap baris memiliki E, angka, dl untuk
digunakan sesueual
jumlah huruf berbeda-beda.
BAB 2 FISIOLOGI PENGIHATAN 61

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan tanpa dan dengan kaca mata,


terhadapmasing-masing mata secara terpisahdengan cara menutup rapat mata
yang tidak diperiksa. Jika tajam penglihatan tidak mencapai 6/6, dilakukan tes
pinhole; pada tes ini pasien diminta untuk melihat melalui lubang yang sangat
kecil. Tajam penglihatan yang membaik melalui pinhole, mengindikasikan
bahwa penurunan tajam penglihatan terjadi karena kelainan refraktif yang
dapat dikoreksi dengan pemberian lensa korektif (kacamata); sebaliknya, jika
tidak membaik berarti penurunan tajam penglihatan kemungkinan terjadi
karena kelainan organik dan tidak dapat diperbaiki dengan lensa korektif.

Apabila pasien tidak bisa mengidentifikasi huruf terbesar pada papan Snellen
(6/60), tajam penglihatan dapat diukur dengan memeriksa pada jarak lebih
dekat, atau kurang dari 6 meter, dengan meminta pasien menghitung jari.
Jika, misalnya, pasien bisa menghitung jari pada jarak 3 meter maka tajam
penglihatan pasien adalah 3/60. Jika sedekat 1 meter pun pasien tidak dapat
menghitung jari, dilakukan tes lambaian tangan (pada jarak 1 meter). Pasien
yang mampu mengidentifikasi arah lambaian tangan dinyatakan memiliki
tajam penglihatan 1/300 (hand movement). Tajam penglihatan yang lebih buruk
daripada lambaian tangan diukur dengan tes persepsi cahaya (light perception),
dengan meminta pasien membedakan gelap atau terang dari sinar senter yang
diberikan.

Emetropia adalah status refraktif di mana (media refraksi) sinar dari jarak
jauh (tak terhingga) yang masuk ke dalam mata mampu dibelokkan sehingga
jatuh pada titik fokus tepat di retina (makula). Kondisi refraktif di mana fungsi
refraktif bola mata tidak dapat memfokuskan bayangan tepat di makula
disebut ametropia, yang terdiri dari miopia (bayangan jatuh pada satu titik
fokus di belakang retina), hipermetropia (bayangan jatuh pada satu titik fokus
di depan retina) dan astigmatisme (bayangan jatuh pada dua titik fokus yang
berbeda akibat perbedaan kelengkungan media refraksi di meridian yang
berbeda) (Gambar 4).
PilAI'ROFALiOG

Hipeimetropia Miopia Astigrnatien

Hipermetropia terkoreksi Miopia terkoreksi Astigmatieme terhoreti

Gambar 4. Gambar skematik ini memperlihatkan perubahan jatuhnya titik fokus pada kondisi-
kondisi ametropia. (A) Hipermetropia: bayangan difokuskan di belakang retina. (B) Miopia:
bayangan difokuskan di depan retina. (C) Astigmatisme: bayangan memiliki beberapa titik
fokus, di belakang dan atau depan retina.

Setiap saat mata perlu menyesuaikarn kekuatan refraksinya dengan jarak


objek yang dilihat, salah satunya melalui penyesuaian kecembungan lensa.
Perubahan kecembungan lensa saat melihat
objek dekat disebut sebagai daya
akomodasi. Apabila pandangan dialihkan dari
objekjauhke objek dekat, terjadi
sinkinesis yang disebut refleks dekat. Refleks tersebut terdiri dari
akomodasi
berupa penebalan lensa (penambahan kecembungan), konstriksi pupil
(miosis), dan konvergensi. Stimulus utama terhadap terjadinya akomodasi
adalah pandangan yang kabur ketika
objek berada dalam jarak dekat. Refleks
ini dimulai dari korteks asosiasi di lobus
oksipital pada susunan saraf pusat.
Serat-serat saraf kemudian akan meneruskan diri ke nukleus
Serat-serat eferen untuk akomodasi mengikuti jaras Edinger-Westphal.
yang
sama dengan refleks
cahaya, membawa serabut-serabut parasimpatis ke muskulus
dan muskulus siliaris, sehingga terjadi konstriksi sfingter pupil
pupil (miosis).
Daya akomodasi mata adalah
kemampuan mata untuk memfokuskan
cahaya dari objek pada berbagai jarak,jauh maupun dekat, untuk membentuk
bayangan yang jelas pada retina. Perubahan bentuk lensa atau akomodasi
dimungkinkan oleh sifat elastisitas lernsa, karena lensa sendiri
protein-protein terlarut yang dibungkus kapsul merupakan
terlibat saat mata berakomodasi adalah otottipis
elastis.Struktur
mata
vang
siliaris yang berkontraksi,
zonula Zinnii yang berelaksasi, serta lensa
yang mencembung (Tias
akomodasi) (Gambar 5).
BAB 2 FISIOLOGI PENGLIHATAN 63

Otot
reltus medial rktus latexa

Otot
siliar

Ganglion
sliar Nervus optik
Ganglion
Siliar

Area Koliklus
pret upenor
pretektal
Nukleus
Edlnger westphal Mudeus
genitulatumn
ateral

oeevus
Nervus
okulomotor
okulomotor Omponen
okulomotor ke otot
rektus medlal

A B Korteks visual

Gambar 5. Jaras refleks akomodasi. Pada saat melihat dekat, selain akomodasi sebagaimana
pada Gambar 2, juga terjadi konvergensi serta miosis pupil.

Kemampuan lensa untuk menjadi bentuk yang lebih cembung atau pipih
ditentukan oleh tarikan dari serat-serat zonula Zinnii. Serat-serat zonula
Zinnii berinsersi ke ekuator lensa dan menghubungkan lernsa ke badan
siliar. Zonula Zinnii menstabilkan posisi lensa dan menstransmisikan
tarikan otot siliar ke lensa. Akomodasi terjadi karena kontraksi otot siliar
yang mengurangi diameter badan siliar dan tegangan serat-serat zonula
Zinnii sehingga lensa dapat berelaksasi menjadi lebih
cembung (Gambar
6). Lensa yang lebih konveks (cembung) akan membiaskan cahaya dengan
lebih kuat sehingga dapat memfokuskan cahaya yang datang tepat di retina.
Jarak objek paling dekat yang masih dapat difokuskan mata pada retina
disebut titik dekat penglihatan (near point of vision). Besarnya titik dekat
penglihatan bergantung pada elastisitas lensa. Lensa menjadi lebih kaku
seiring bertambahnya usia karena penumpukan protein-protein dengan
berat molekul besar yang tidak larut.
64 BUKUAJAR OFTALMOLOGI

Lensa tidak berakomodasi Lensa berakomodasi


(lebih konveks)
Zonula Zinn teregang9 Zonula Zinn mengendur
Otot siliar berelaksasi Otot siliar berkontraksi

www
Relaksasi Berakomodasi

Gambar 6. Perubahan struktur lensa, otot siliaris dan serabut zonula pada penglihatan jauh
(relaksasi) dan dekat (berakomodasi).

Gerakan konvergensi berupa


pergerakan serempak kedua mata ke arah
medial yang terjadi saat melihat dekat, dimediasi oleh
kontrol motorik okular supranuklear.
subkomponen sistem
Konvergensi mengubah aksis visual
kedua mata melalui kontraksi otot rektus medial mata kanan dan
kiri, agar

ILI
B

Gambar 7.Perbedaan kedudukan mata pada


dekat, kedua mata penglihatanjauh (A) dan dekat (B). Pada penglihatan
berkonvergensi agar kedua bayangan tetap tepat jatuh pada fovea.
BAB 2 FISIOLOGI PENGLIHATAN 65

Konstriksi pupil (miosis) meningkatkan kemampuan mata dalam hal


menciptakan kedalaman fokus yang lebih baik. Dacrah perifer lernsa bersifat
kurang mampu membiaskan cahaya sebaik daerah sentral, sehingga sinar-
sinar periter mengakibatkan aberasi
sferis, dan bayangan di perifer menjadi
lebih buram. Oleh karena itu, konstriksi pupil bermaksud menghilangkan
aberasi ini, agar hanyaberfokus pada sinar-sinar yang datang di bagian tengah
(Gambar 8).

Apertura terbuka lebar

Apertura terbuka sempit

Legenda
Sinar
Sumbu optik
Titik fokus terbaik
(IS

Gambar 8. Perhatikan perbedaan yang terjadi terhadap sinar (perifer) yang datang, jika
bukaan/apertura pupil membesar (A) dan mengecil (B). Pada apertura kecil, bayangan yang
terjadi akan lebih tajam karena sinar-sinar perifer berkurang.

DAFTAR RUJUKAN

1. American Academy of Ophthalmology Staff. The Eye. Dalam: Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, editor.
Fundamentals and Principles of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology; 2012: hal.71-85
2. Lein LA, Nilsson SFE, Hoeve JV, Wu SM, editor. Adler's
Physiology of the Eye, edisi ke11. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2011.
3. Khurana AK. Ophthalmology. New Delhi: New Age International; 2003.
4. Lang GK. Ophthalmology, a Short Textbook. NewYork:Thieme; 2000.
5. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket Atlas of Ophthalmology. New York: Thieme; 2006
6. Saladin KS. Sense Organs. Dalam: Anatomy &Physiology: The Unity of Form and Function.
McGraw Hill; 2009.
New York:
PERUBAHAN BIOKIMIA FOTORESEPTOR
22 RETINA PADA PROSES PENGLIHATAN
Elvioza

Retina merupakan selembar saraf yang melapisi 94


tipis jaringan bagian
posterior mata, kecuali nervus optik, dan secara garis besar terdiri dari 2
struktur lanminar fungsional yaitu retina neural atau bagian neurosensorik,
serta epitel pigmen retina (RPE, retinal pigment epithelium). Kedua struktur
laminar ini berkembang dari invaginasi mangkuk optik embrionik, dan
membentuk cangkang hemisfer tempat gambar visual difokuskan oleh
segmen anterior mata. Ketika melihat sebuah objek, cahaya yang dipantulkan
dari objek tersebut akan ditangkap dan kemudian difokuskan di retina melalui
media refraksi.

Tipe-tipe sel pada retina neural adalah:


Fotoreseptor sel batang atau rods (jumlah 100-120 juta), dan 3 tipe
sel kerucut atau cones (jumlah 6 juta)
Sel bipolar; sel batang bipolar dan sel kerucut
bipolar
Interneuron; sel horizontal dan sel amakrin
Sel ganglion dan aksonnya yang membentuk saraf optik
Astroglia, oligodendroglia, sel Schwann, mikroglia, endotel
vaskular dan perisit

Sel batang dan kerucut adalah sel-sel yang terpolarisasi:


bagian apeks
kedua sel ini dikenal sebagai segmen luar (OS, outer segment)
yang sejatinya
merupakan dendrit dengan fungsi khusus. Sel batang merupakan reseptor
khusus untuk cahaya redup, sedangkan sel kerucut khusus
sebagai reseptor
untuk mengenali objek di bawah pencahayaan terang serta
warna. Sel batang dan kerucut tersebar tidak merata di
penglihatan
retina, dengan
konsentrasi sel kerucut paling tinggi pada fovea.

Pada segmen luar sel batang dan kerucut, terdapat lamela-lamela atau diskus
membranplasma yang mengandung protein (rhodopsin pada membran plasma
sel batang dan piotopsin pada membran plasma sel kerucut) (Gambar 1.
Protein-protein ini akan teraktivasi bila terkerna cahaya.
BAB 2
FISI0LOGI PENGLIHATAN| 67

Fototransduksi sel batang


Retina adalah satu-satunya struktur neural
yang mampu menangkap cahaya
dan mengkonversi energi cahaya tersebut sehingga
neural bermakna. Proses ini menghasilkan respons
terjadi di segmen luar sel fotoreseptor dan dikenal
sebagai proses fototransduksi. Fototransduksi adalah suatu proses biokimia
pengubahan impuls cahaya dari sebuah objek menjadi impuls saraf, oleh
fotoreseptor batang dan kerucut di retina.
Retinitis pigmentosa Retinitis pigmentosa
Penyakit Stargardt Retinitis punctata albescens
Age-related macular degeneration Distrofi makula viteliformis
Fundus flavimaculatus Distrofi makula
Distrofi cone-rod Distrofi foveomakula

Pernipherin
ABCR

Plasma
membran batang Rhodapsin
Rom-1

Retinits pigmentosa
Retinitis pigmentosa buta senja stasioner kongenital
resesif autosomal

Rhodopsin

Ca

SEGMEN LUAR SEL BATANG

Cahaya

Gambar 1. Struktur segmen luar sel


batang yang berperan penting dalam penglihatan gelap
atau pencahayaan redup. Segmen luar memiliki fungsi sangat spesifik untuk mengaborpsi
foton dan mengkonversi energi atom ini menjadi sinyal listrik. Pada gambar ini ditunjukkan
beberapa penyakit sesuai dengan lokasi kelainan.

Sel batang yang hanya teraktifasi di dalam kondisi pencahayaan redup bersifat
sangat sensitif, dengan cukup 1 foton cahaya saja mampu membuat sel batang
mengeluarkan sinyal. Akan tetapi sel batang kurang sensitif terhadap wama
dan memiliki kemampuan resolusi spasial relatif rendah.
68 UKU AJAR OFTALMMOAOGI

Ujung dendritik segmen luar sel-sel batang memiliki sekitar seribu lamela
atau diskus yang mengapung di dalanm sitoplasnma segmen luar tetapi terikat
pada membran (1nembrane-bound discs). Pada setiap diskus terdapat sekitar
1 juta molekul protein rodopsin. Protein-protein ini bertugas mernangkap
dan melakukan amplifikasi energi cahaya yang ditangkapnya. Oleh karena
segmen luar sel batang memiliki ukuran lebih panjang dibandingkan sel
kerucut, sel batang memiliki lebih banyak rodopsin. Pada segmen luar inilah
foton cahaya ditangkap dan kaskade fototransduksi dimulai.

Proses fototransduksi di dalam sel batang berlangsung sebagai berikut


(Gambar 2):
1. Ketika foton cahaya diabsorpsi, 11 cis-retinal di dalam rodopsin akan
mengalami isomerisasi dan berubah menjadi al-trans retinal. Retinal
atau retinaldehid adalah bentuk aldehid dari vitamin A.
2. Proses di atas menyebabkan rodopsin teraktifasi sehingga
memfasilitasi terjadinya ikatan guanosine triphosphate (GTP) ke
subunit-a dari transdusin (sebuah Gprotein trimerik).
3. Ikatan GTP-Ga mengaktifasi fosfodiesterase, suatu enzim
yang
mengkatalisasi 35-cGMP (cyclic guanosine monophosphate) menjadi
GMP
4. Turunnya konsentrasi cGMP menyebabkan tertutupnya kanal Na*
di membran plasma sel batang, sehingga Na' terakumulasi dan
terperangkap di dalam sel batang; kondisi ini menyebabkan membran
selbatang mengalami hiperpolarisasi.
5. Hiperpolarisasi sel batang menyebabkan inhibisi pelepasan
neurotransmiter ke sinaps dengan sel-sel bipolar.
6. Pada fase gelap selanjutnya, jumlah dari cGMP kembali bertambah,
kanal Na* kembali terbuka, dan Na'
mengalir seperti sebelumnya.
7. Seluruh all-trans retinal yang tersisa akan berdifusi dan dibawa ke
RPE melalui protein retina pengikat
(chaperon).
8. Seluruh all-trans retinal akan didaur ulang
retinal.
menjadi bentuk 11-Cis
9. Akhirnya, cis-retinal dikembalikan ke sel batang, di mana cis-retinal
akan berikatan dengan opsin untuk membentuk
rodopsin.
Fototransduksi sel kerucut

Secara kualitatif, fototransduksi sel kerucut sama


dengan sel batang. Molekul
opsin sel kerucut yang teraktivasi oleh
cahaya, mulai menghasilkan suatu
BAB 2 FISI0LOGI PENGLIHATAN 69

enzim yang menghidr bss i P dan menutup channel kation cGMP sel
kerucut pada membran segmen uar. Fototransduksi sel kerucut mampu
beradaptasi pada berbagai tingkat cahaya penerangan. Semakin terang cahaya
yang diterima, semakin cepat dan tepat respons sel kerucut. Inilah alasan
mengapa ketajaman penglihatan akan meningkat seiring bertambahnya
penerangan/cahaya. Kemampuan sel kerucut yang tinggi dalam beradaptasi
menyebabkan sel kerucut diperlukan untuk menghasilkan penglihatan yang
baik. Tanpa sel kerucut, seseorang akan kehilangan kemampuan untuk
membaca dan mengenal warma.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap adaptasi cahaya antara lain


adalah intensitas cahaya. Sebagai contoh, semakin terang cahaya, akan
terjadi adaptasi berupa penyingkiran pigmen-pigman cahaya, yang
membuat segmen luar kurang sensitif terhadap cahaya. Dengan demikian,
peningkatan intensitas cahaya akan mengurangi tingkat sensitifitas sel
Proses biokimia dan umpan balik yang diperantarai saraf
terhadap cahaya.
akan meningkatkan respons sel kerucut. Umpan balik ini harus ditingkatkan
seperti juga peningkatan intensitas cahaya, sehingga sel kerucut menyerap
lebih banyak cahaya. Proses biokimia yang berperan dalam kecepatan respons
sel kerucut belum jelas. Semua proses yang menyurutkan respons sel batang
akan meningkatkan respons sel kerucut. Selain itu, peningkatan cahaya akan
meningkatkan mekanisme turn offdari sel kerucut.

Guanilat
GCAP Siklase

Foton Transdusin Fosfodiesterase


Gelap
NCIO

Rodopsin
Channel
kation
(terbuka)

cGMP
Rodopsin
NaMCO KCa
a
TTa 7 pNCa
GTP
Channel Terang
GTP GMP
Ta PDE kation
(tertutup)

11 cie-retinal

Permukaan diskus Sitoplasma Matriks


interfotoreseptor

Gambar 2. Aktivasi rodopsin oleh cahaya dan kaskade fototransduksi. Cahaya bertransduksi
melalui kaskade enzim: foton-rodopsin-rodopsin teraktifasi (R*) atau metarodopsin ll-protein
pengikat GTP (Talpha) (transdusin) enzim penghidrolisis cGMP (cGMP-fosfodiesterase,
PDE)-penutupan kanal kationcGMP-gated pada membran. Insert memperlihatkan struktur
molekul rodopsin yang memiliki gugus 11 cis-retinal.
70 BUKU AJAR OFTALMOLOGI

Sel kerucut juga dipengaruhi oleh umpan balik negatif yang diperantarai
saraf. Sel-sel horizontal pada inner nuclear layer mengadakan sinaps secara
berlawanan yang kembali ke arah sel kerucut, sehingga melepaskan gamma
asam aminobutirat (GABA), suatu transmiter penghambat. Ketika cahaya
mempolarisasi sel kerucut, sel kerucut akan mempengaruhi sel-sel horizontal.
Ini akan menghambat sel-sel horizontal dan menghentikan produksi GABA.
Proses depolarisasi ini berlawanan dengan hiperpolarisasi yang dihasilkan
oleh cahaya, dan membuat sel kerucut furn off Depolarisasi
berlangsung
lambat, sehingga respons lebih lambat dari sel kerucut. Umpan balik dari
sel-sel horizontal terjadi jika terdapat stimulus kuat sehingga mencegah sel
kerucut mengalami overload. Umpan balik ini juga
menghentikan respons
sel kerucut dan mempersiapkan sel kerucut untuk
segera bereaksi terhadap
stimulus baru.

DAFTAR RUJUKAN
1. American Academy of Ophthalmology Staf. The Eye. Dalam: Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, editor. Funda-
mentals and Principles of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. San Francisco: American
emy of Ophthalmology; 2012: hal.71-85
Acad
2. Color Textbook of Histology. Gartner L, Hiatt J. International Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007
3 Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. General Ophthalmology. 14th Edition. USA: Appleton &lange; 2000
BAB 2 ISIOLOGI PENGLIHATANI 71

PENGLIHATAN WARNA
Muhammad Sidik 2.3
Penglihatan warna adalah kemampuan sescorang untuk dapat membedakan
benda berdasarkan panjang gelombang cahaya yang dipancarkannya.
Cahaya
pada dasarnya adalah sebagian kecil dari radiasi atau pancaran gelombang
elektromagnetik, di mana mata manusia hanya mampu mendeteksi atau
melihat cahaya dengan panjang gelombang antara 380 nm dan 780 nm. Di
dalam kisaran ini, manusia dapat membedakan kurang lebih 150 warna.

Penglihatan warna dimulai dari fotoreseptor di retina. Terdapat dua macam


fotoreseptor di retina yaitu sel kerucut (sekitar 120 juta) dan sel batang (sekitar
7 juta). Sel-sel kerucut selanjutnya dibagi menjadi 3 macam berdasarkan
fotopigmen yang dimiliki oleh sel kerucut tersebut. Diketahui ada 3 macam
pigmen yaitu:
Erythrolabe yaitu fotopigmern yang mempunyai sensitivitas
taksimum pada cahaya dengan panjang gelombang 560 nm (red
long wavelength).
Chlorolabe yaitu fotopigmen yang mempunyai sensitivitas
maksimum terhadap cahaya dengan panjang gelombang 530 nm
(green-mediumwavelength).
Cyanolabe yaitu fotopigmen yang sensitivitas maksimumnya
terhadap cahaya derngan panjang gelombang 420 nm (blue - sho
wavelength).

Rangsangan terhadap ketiga pigmen tersebut akan menghasilkan bermacam-


macam sensasi warna dan umumnya orang akan dapat melihat warna bila sel
kerucut dengan ketiga macam pigmen terangsang oleh cahaya di siang hari
(photopic vision) atau di saat fajar atau senja hari (mesopic vision). Kemampuan
sensasi warna ini akan menghilang atau
berkurang pada malam hari atau
pada keadaan gelap (scotopic vision).

Kelainan penglihatan warna

Defisiensi penglihatan warna (color vision


deficiency) adalah ketidakmampuan
Seseorang membedakan warna, atau pada kasus yang lebih berat, tidak
dapat
nelihat v.ms th.ili. Istit.ah "bul.a warna" jugadapatdigunakan untuk
nendeskripsik.an kondisi ini, letapi tidak banyak orang yang menderita buta
W.arna total. Kemanpuan penglihatan warna pada sescorang dapat terganggu
haena brbagai penyebab. Scara umum, menurut usia terjadinya gangguan
penglihat.n wana, buta warna dapat dibagi menjacdi dua jenis yaitu buta
w.arna kongenital dan didapat (acquireal). Menurut berat ringannya, buta
warna dapat dibagi lagi menjacdi buta warna total dan buta warna parsial.
Buta warna didapat umumnya discbabkan oleh penyakit yang mengenai
nervus optikus dan retina, seperti neuritis optika dan berbagai neuropati optik
lain, serta degenerasi makula. Sedangkan buta warna kongenital merupakan
kelainan genetik yang terkait dengan kromosom X yang bersifat resesif
(X-linked essir). Kelainan ini dialami oleh sekitar 8% pria dan 05% wanita,
dengan sebagian besar berupa gangguan penglihatan merah-hijau.

Berdasarkan kelainan pada salah satu atau lebih dari ketiga pigmen pada sel
kerucut, buta warna kongenital dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Anomalous trichrouat
Pada keadaan ini, penderita memiliki ketiga jenis fotopigmen secara
lengkap, tetapi terdapat gangguan sensitivitas pada salah satu panjan8
gelombang tertentu.
a. Protanomali, bila terdapat gangguan pada fotopigmen
yang sensitif terhadap panjang gelombang 560 nm (long
wavelength - merah)

b. Deuteranomali, bila terdapat gangguan pada fotopigmen


yang sensitif terhadap panjang gelombang 530 nm (medium
wavelengthh -hijau);
c.
C. Tritanomali, bila terdapat gangguan pada fotopigmen
yang sensitif terhadap panjang gelombang 420 nm (short
wnvelengthh -biru).
2 Dicroat
Pada keadaan ini, penderita kekurangan salah satu dari ketiga
fotopigmen.
a. Protanopia, bila tidak terdapat fotopigmen yang sensitif
terhadap panjang gelombang 560 nm;
b. Deuteranopia, bila tidak terdapat fotopigmen yang sensitit
terhadap panjang gelombang 530 nm;
C. Tritanopia, bila ticdak terdapat fotopigmen yang sensitit
terhadap panjang gelombang 420 nm.
BAB 2 FISIOLOGI PENGLIHATAN 73

3. Monochromat
Adalah keadaan di mam penderita hanya memiliki salah satu
fotopigmen.
4. Achromatopsia
Pada keadaan ini tidak ditemukan ketiga fotopigmen di retina.
Selain tidak mampu membedakan warna sama sekali, penderita juga
biasanya memiliki tanda dan gejala lain seperti nistagmus, fotofobia
serta tajam penglihatan yang buruk.

Teknik pemeriksaan fungsi penglihatan warna

Pemeriksaan fungsi penglihatan warna dilakukan selain untuk skrining juga


dapat untuk mendeteksi secara dini kelainan di retina atau makula dan nervus
optikus. Beberapa penglihatan warna uji yangbiasa dilakukan di klinik adalah:
1. Ishihara pseudoisochromatic plates
Uji ini digunakan secara luas di seluruh dunia sebagai skrining
gangguan penglihatan warna merah-hijau (red-green deficiency).
2 American Optical (Hardy-Rand-Rittler) plates (HRR)
Seperti uji Ishihara, akan tetapi uji ini dapat mendeteksi ketiga macam
kelainan kongenital penglihatan warna (protan, deutan dan tritan).
3. Fansworth D 15 test
4. Fansworth-Munsell 100 hue test (F-M 100 tests).

Normal Protanopia Deuteranopia Tritanopia

Gambar 1. Simulasi berbagai jenis gangguan penglihatan warna pada tes buta warna lshihara.
74 BUKUAJAR OFTALMOL

DAFTAR RUJUKAN
1. Birch J. Diagnosis of defetive color vision. 2nd ED. Oxford: Butterwoth-Heinemann; 2001:9-19,39-85
2. o vope NJ, Galetta SL Neuro-ophthalmology Diagnosis and management. Edisi ke 2. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2010: 11-14
3. Wall M., Johnson CA. Principles and technique of the examination of the Visual Sensory System. Dalam:
Walsh &Hoyt"'s Clinical Neuro-Ophthalmology. Miller NR., Newman NJ, edisi ke 6. Philadelphia: Lippincot
Williams&Wikins; 2005:128-133
BAB 2 FISILOGI PENGLIHATAN 75

LUR PENGLIHATAN
Syntia Nusanti 2.4
Sifat bayangan (image) visual di retina adalah terbalik atau inverted
(atas
bawah), dan berlawanan atau reversed (kanan kiri). Proses penglihatan
dimulai ketika cahaya dideteksi dan diubah oleh sel kerucut dan batang di
retina menjadi potensial aksi. Badan sel kerucut dan batang akan meneruskan
proses ini dengan meneruskan potensial aksi melalui sinaps dengan sel
bipolar, yang merupakan neuron tingkat kedua pada jalur penglihatan. Sel
bipolar kemudian bersinaps dengan sel ganglion retina, dan potensial aksi
diteruskan melalui akson sel ganglion yang akan
berkonvergensi menjadi
satu, membentuk nervus optikus. Nervus optikus selanjutnya akan berjalan
ke intrakranial di dalam kanalis optikus.

Nervus optikus kanan dan kiri akan bersatu dan menyilang, membentuk
kiasma optikum di intrakranial. Lima puluh tiga persen serabut dari sisi nasal
ipsilateral bergabung dengan 47% serabut dari sisi temporal kontralateral,
membentuk traktus optikus, yang kemudian akan bersinaps di nukleus
genikulatum lateral. Dari nukleus genikulatum lateral, informasi visual
akan direlai ke korteks penglihatarn melalui banyak serabut akson yang
berbentuk seperti kipas dan dikenal sebagai radiatio optika. Serabut-serabut
ini akan berakhir terutama di area korteks penglihatan/visual Brodmann 17
(korteks penglihatan primer), serta area korteks ekstrastriata Brodmann 18
dan 19. Korteks penglihatan primer juga dikenal sebagai area V1 atau korteks
striatum. Kedua belahan atau hemisfer otak memiliki korteks visual masing-
masing; hemisfer korteks kiri menerima sinyal dari lapang pandangan kanan,
dan hemisfer korteks otak kanan menerima sinyal dari lapang pandangan kiri

Lapang pandangan adalah luas area yang terlihat oleh mata tanpa
menggerakkan kepala atau mata, dan dapat dibagi menjadi lapang pandangan
kanan dan kiri serta atas dan bawah (hemifields). Luas lapang pandangan
normal pada setiap mata kira-kira adalah seluas 60° ke arah superior, 70-75° ke
arah inferior, 60° nasal dan 100-110° temporal. "Bintik buta" yang merupakan
representasi papil nervus optikus terletak 15° temporal pada setiap mata, dan
tidak dipersepsi sebagai area hitam, melainkan hanya merupakan regio di
mana kita tidak dapat memperoleh informasi visual.
Retina memiliki hubungau y g r a . clalit terhadap titik fiksasi. Hal ini
berarti bahwa lapang pandangan superior berasal dari retina inferior (di bawah
fovea), sedangkan lapang pandangan inferior akan berasal dari retina superior
(di atas fovea). Lapang pandangan nasal akan berasal dari retina temporal
sedangkan lapang pandangan temporal akan berasal dari retina nasal. Oleh
karena itu lapang pandangan dari sisi kanan akan dipersepsi oleh retina
temporal mata kiri dan retina nasal mata kanan; demikian pula sebaliknya.
Lapang pandangan kedua mata juga saling bertumpang tindih, dan area
yang beririsan menempati porsi sentral yang luas. Area yang beririsan ini,
atau disebut sebagai lapang pandangan binokular, memungkinkan persepsi
binokular.

Padakondisipatologikyangterjadi dimanapundisepanjangjalur penglihatan,


dapat teradi defek lapang pandangan. Lesi yang terletak prekiasma akan
menyebabkan defek lapang pandangan unilateral, sedangkan lesi pada jalur
penglihatan retrokiasma akan menyebabkan defek homonim korntralateral.
Lesi pada kiasma akan menyebabkan defek bitemporal. Semakin kongruen
sebuah defek homonim, lesi terletak lebih posterior pada jalur penglihatan.
Sebagai contoh, lesi di korteks lobus oksipital akan menyebabkan defek
identik, sedangkan lesi di traktus optikus akan menyebabkan defek homonim
non-kongruen (Gambar 1).
Lapang pandang
Lapang pandang binokular
Lapang pandang
mata kirn mata kanan
(MKG (M.Ka)

MKi MKa

O Buta total mata kanan


karena lesi komplet pada nervus optikus kanan

Nerus optikum
O0 Hemianopia bitemporal,
karena lesi kiasma midline

Kiasma optikum
O0 Hemianopia nasal kanan
karena lesi area prekiasma kanan

Nukleus genikulatum lateral


00 Hemianopia homonim kii
karena lesi atau tekanan pada traktus optikus kanan

Radiasi optik
Kuadrantanopia inferior
karena keterlibatan homonim
radiatio optkakiri
kanan bawah

Radiasi optik Kuadrantanopia superior homonim kiri


karena keterlibatan radiatio optika kanan atas

00 Hemianopia homonim kiri


karena lesi pada lobus oksipital kanan

Korteks lobus oksipital

Gambar 1. Gambar ini memperlihatkan defek lapang pandangan yang terjadi berdasarkan
letak lesi di sepanjang jalur penglihatan. MKi = Mata Kiri, MKa = Mata Kanan.
BAB 2 FISIOLOGI PENGLIHATAN 77

DAFTAR RUJUKANN

1. Riordan Eva P, Hoyt WE. Neuro-ophtalmology. Dalam: Vaughan D, Asbury T, Eva.PR editor.
Opthalmology, edisi ke15. Connecticut: Prentice Hall International Inc;1999:244-7 General
2. American Academy of Ophthalmology Staff. Practical Ophthalmology: AManual for
Beginning Resi-
dents. 5th edition. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2005; hal.124-55
3. Miller NR, Newman NU, Biousse V. Kerrison JB. Clinical
Neuro-0phthalmology: The Essential, edisi
ke 2. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 1999:
4.
285-98
Bioouse V, Newman NJ. Neuro-Ophtalmology lustrated. New York: Thieme; 2009: 269-81

Anda mungkin juga menyukai