Anda di halaman 1dari 9

Makalah Individu

Agama Islam II

Shadaqah

OLEH

NAMA : BRILLIANCI DWI PUSPITA SARI DEWI.KN

NIM : J1A120035

KELAS : R001

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI
2020/2021

Shadaqah

Pengertian Shadaqah

Secara bahasa berasal dari akar kata (shodaqa) yang terdiri dari tiga huruf : Shod-
dal- qaf, berarti sesuatu yang benar atau jujur. Kemudian orang Indonesia
merubahnya menjadi: ‘Sedekah’.

Sedekah bisa diartikan mengeluarkan harta di jalan Allah, sebagai bukti kejujuran


atau kebenaran iman seseorang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

،‫ض‬ ِ ْ‫ماوات َواألَر‬/‫الس‬ َّ ‫ين‬ َ ‫ا َب‬/‫ ُد هلل َتمآلن – أَ ْو َتمْ أل ُ – َم‬/‫والحم‬ َ ‫ان هللا‬
َ ‫ َو ُسب َْح‬، ‫ان‬ َ
َ ‫الميز‬ ُ ‫والحم ُد هلل َتمْأل‬
َ ، ‫اإليمان‬ ْ
ِ ‫الطهُو ُر َشط ُر‬
ُّ
‫ا أَ ْو‬//‫ ُه َفمُعْ ِتقُ َه‬/‫فس‬ َ /‫ك أَ ْو َعلَ ْي‬
ِ ‫ ُّل ال َّن‬/‫ ُك‬. ‫ك‬
َ ‫ائ ٌع َن‬//‫ ُدو َف َب‬/‫ َي ْغ‬ ‫اس‬ ٌ ‫ والقُرْ آنُ ح‬، ‫ص ْب ُر ضِ يا ٌء‬
َ /َ‫ُجة ل‬ َّ ‫ وال‬،  ٌ‫والصَّدق ُة بُر َهان‬ ، ‫والصَّالةُ ُنو ٌر‬
‫ رواه مسلم‬ ‫ُوبقُها‬ ِ ‫م‬

“Suci adalah sebagian dari iman, membaca alhamdulillah dapat memenuhi


timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah dapat memenuhi semua yang ada
diantara langit dan bumi, salat adalah cahaya, sedekah itu adalah bukti iman,
sabar adalah pelita, dan AlQuran untuk berhujjah terhadap yang kamu sukai
ataupun terhadap yang tidak kamu sukai. Semua orang pada waktu pagi menjual
dirinya, kemudian ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang
membinasakan dirinya.” (HR. Muslim).

Sedekah bisa diartikan juga dengan mengeluarkan harta yang tidak wajib di jalan
Allah. Tetapi kadang diartikan sebagai bantuan yang non materi, atau ibadah-ibadah
fisik non materi. Perhatikan hadits berikut ini,

‫د ُُّث ْو ِر‬/‫ ُل ال‬/ْ‫ب أَه‬


َ ‫ َذ َه‬،‫هللا‬ِ ‫ ْو َل‬/‫ا َر ُس‬/‫ َي‬: ِّ‫الُ ْوا لِل َّن ِبي‬/‫ب ال َّن ِبيِّ صلى هللا عليه وسلم َق‬ ِ ‫ أَنَّ َنا ًسا مِنْ أَصْ َحا‬:‫َعنْ أَ ِبي َذرٍّ رضي هللا عنه‬
‫ا‬/‫ َل هللاُ َل ُك ْم َم‬/‫د َج َع‬/ْ /‫ْس َق‬ َ ‫ ((أَ َولَي‬:‫ا َل‬/‫ َق‬.‫ َوال ِِه ْم‬/‫ ْو ِل أَ ْم‬/‫ض‬ ُ ُ‫ َّدقُ ْو َن ِبف‬/‫ص‬َ ‫ َو َي َت‬،‫ ْو ُم‬/‫ص‬ ُ ‫ا َن‬//‫ ْوم ُْو َن َك َم‬/‫ص‬ ُ ‫ َو َي‬،‫صلِّي‬ َ ‫صلُّ ْو َن َك َما ُن‬ َ ‫ ُي‬,‫ِباألُج ُْو ِر‬
،‫دَ َق ٌة‬/‫ص‬ َ ‫ف‬ ٍ ‫ ر ُْو‬/ْ‫ ٌر ِب َمع‬/ْ‫ َوأَم‬،‫ َد َق ًة‬/‫ص‬
َ ‫ ٍة‬/َ‫ ِّل َت ْهلِ ْيل‬/‫ َو ُك‬،‫ َد َق ًة‬/‫ص‬
َ ‫ َو ُك ِّل َتحْ ِم ْي َد ٍة‬،‫ص َد َق ًة‬
َ ‫ َو ُك ِّل َت ْك ِبي َْر ٍة‬،‫ص َد َق ًة‬ َ ‫ص َّدقُ ْو َن؟ إِنَّ ِب ُك ِّل َتسْ ِبي َْح ٍة‬
َّ ‫َت‬
ْ
:‫ا َل‬/‫ رٌ؟! َق‬/ْ‫ا أَج‬//‫ ُه فِ ْي َه‬/‫ونُ َل‬/ْ /‫ َو َي ُك‬،ُ‫ه َْو َته‬/‫ ُد َنا َش‬/‫ أَ َيأتِي أَ َح‬،‫هللا‬ ِ ‫ َيا َرس ُْو َل‬:‫ص َد َق ٌة)) َقالُ ْوا‬ َ ‫ َوفِي بُضْ ِع أَ َح ِد ُك ْم‬،‫ص َد َق ٌة‬ َ ‫َو َن ْه ٌي َعنْ ُم ْن َك ٍر‬
َ
))ٌ‫ان لَ ُه أجْ ر‬ ْ
َ ‫ض َع َها فِي ال َحالَ ِل َك‬ َ ‫ان َعلَ ْي ِه فِ ْي َها ِو ْزرٌ؟ َف َك َذل َِك لَ ْو َو‬ َ
َ ‫ أ َك‬،‫ض َع َها فِي َح َر ٍام‬ َ
َ ‫((أ َرأ ْي ُت ْم لَ ْو َو‬َ

Dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu : Sesungguhnya sebagian dari para sahabat
berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, orang-orang
kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana
kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka
bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi bersabda : “Bukankah Allah
telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershadaqah? Sesungguhnya tiap-tiap
tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah shadaqah, tiap-tiap tahlil adalah
shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran
adalah shadaqah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya)
adalah shadaqah“. Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah
seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah engkau jika seseorang
memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia
memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR. Muslim)

Manfaat Shadaqah

1. Menyucikan Diri

Dengan menyedekahkan harta yang dimiliki, dosa-dosa orang yang bersedekah


akan dihapuskan.

Hal ini tentu saja dapat dituai jika dilakukan bersamaan dengan taubat atas dosa
yang pernah diperbuat dan melakukan kebaikan-kebaikan lainnya. 

Lakukan kewajiban yang harus diikuti dan hindari larangan-Nya, maka kamu akan
terhindar dari dosa dan mendapatkan pahala. 

2. Pahala Berlipat Ganda

Bersedekah merupakan tindakan yang mulia dan sangat dihargai oleh Allah SWT.
Imbalan bersedekah yang paling utama adalah mendapatkan pahala. Setelah
melakukan sedekah, pahala yang sudah kamu miliki akan dilipatgandakan. 

Pahala yang didapat akan lebih besar lagi jika sedekah yang dilakukan benar-benar
murni dari hati, tanpa ingin diketahui oleh orang lain sama sekali. Jadi, tidak ada
unsur ria atau ingin menyombongkan harta yang disedekahkan.

3. Mendapat Imbalan Berlipat-lipat

Selain mendapat pahala dan membersihkan diri dari dosa, bersedekah juga akan
mendatangkan rezeki yang berlimpah.

Tidak perlu takut kehabisan harta atau jatuh miskin setelah bersedekah, karena
Allah SWT sudah menjanjikan balasan rezeki yang berlipatganda—baik dalam
bentuk uang atau rezeki lainnya yang tidak bisa dinilai dengan materi. 

4. Terhindar dari Marabahaya

Berhubungan dengan poin sebelumnya, terhindarkan dari marabahaya merupakan


salah satu jenis rezeki yang tidak dapat dihitung dengan materi.

Terdapat dua sabda dari Rasulullah SAW, yaitu sedekah dapat menutup 70 pintu
kejahatan dan bencana atau musibah tidak dapat mendahului sedekah. 
5. Memberi Ketenangan Hati

Sedekah dapat menciptakan ketenangan hati. Ketika bersedekah, pasti akan muncul
rasa senang karena telah memberi kepada mereka yang membutuhkan.

Setelah itu, hati akan terasa lebih tenang dan lapang karena beban-beban terangkat
dan digantikan dengan rasa senang karena telah membantu sesama.  

6. Sebagai Jaminan Hari Akhir

Orang-orang yang bersedekah merupakan orang yang masuk ke dalam golongan


yang akan mendapatkan naungan di hari akhir.

Maksud dari pernyataan ini adalah ketika hari akhir datang dan tidak ada yang bisa
melindungi dari panasnya matahari, orang yang melakukan sedekah dengan ikhlas
sepanjang hidupnya akan berada di bawah naungan yang menyejukkan.

Hal ini bisa didapatkan jika kamu bersedekah tanpa pamrih atau ria, benar-benar
tulus karena ingin membantu sesama dan juga karena Allah SWT.

7. Terbebaskan dari Siksa Kubur

Ketika sudah berada dalam kubur dan menunggu hari kiamat datang, terdapat
pertanyaan perihal duniawi yang harus kamu pertanggungjawabkan.

Jika banyak melakukan hal yang dilanggar oleh Allah SWT dan tidak pernah berbuat
baik, terdapat siksa kubur untuk membersihkan dosa-dosa di dunia. 

Pada saat ini sedang berlangsung, sedekah yang pernah dan sering kamu lakukan
bisa menyelamatkanmu dari siksa kubur. Seperti apa yang Rasulullah SAW katakan
dalam HR Thabrani: “Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur”. 

8. Menyembuhkan Orang Sakit

Terdapat banyak orang yang sakit, namun hidup dalam ketidakcukupan atau bahkan
kemiskinan. Dengan bersedekah ke orang yang membutuhkan, kamu bisa
mengangkat beban mereka yang ingin berobat namun tidak memiliki uang. 

9. Menambah Umur

Sedekah dipercaya dapat memperpanjang umur seseorang, lho. Hal ini dikarenakan
kualitas hidup akan meningkat jika sering melakukan sedekah, dengan membuat
hati terasa tenang dan juga terhindar dari marabahaya dan segala bentuk
kejahatan. 
10. Meninggal dengan Tenang

Manusia tidak luput dari dosa dan kesalahan-kesalahan yang disengaja maupun
tidak. Ketika bersedekah, kamu bisa memadamkan kemurkaan Allah SWT atas
perbuatan dan kesalahan di dunia.

Dengan begitu, kamu pun dapat meninggal secara tenang tanpa beban atau
dipersulit cara meninggalnya. 

Hikmah Bershadaqah

1. Mendapat naungan dari Allah Ta'ala pada hari kiamat

2. Memadamkan kemurkaan Allah Ta'ala

4. Jalan meraih keikhlasan

Pandangan Islam Mengenai Shadaqah

Islam mengajarkan untuk menyisihkan sebagian harta yang dimiliki umatnya, salah
satunya melalui sedekah. Sedekah bertujuan untuk menyucikan harta, membantu
sesama serta bekal pahala di akhirat kelak. Sedekah dapat dilakukan dalam
berbagai macam cara. Misalnya dengan memberi pertolongan baik dengan harta
maupun tenaga, melafalkan zikir, menafkahi keluarga, menyingkirkan batu dari jalan
dan masih banyak lagi. Bahkan, menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain juga
termasuk sedekah.

Hal ini merupakan bukti bahwa umat Islam diberi banyak sekali kesempatan untuk
menimbun pahala dari amalan sedekah. Tak hanya itu, melalui sedekah manusia tak
hanya mendapatkan pahala dari Allah, melainkan juga dapat meningkatkan
hubungan baik dengan sesama manusia.

Seperti yang tertulis dalam Hadis Riwayat Tirmidzi, Rasulullah bersabda,


"Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah dan kepada kerabat ada
dua (kebaikan), yaitu sedekah dan silaturrahim."

Dalam bersedekah, umat Islam dianjurkan untuk tidak menyakiti perasaan orang
yang diberi sedekah serta lebih baik menyembunyikan amalan sedekahnya tersebut.
Hal ini untuk menghindari sifat riya yang dapat menghapus pahala sedekah.
Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 264, "Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya
dan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah."

Tak hanya itu, umat Islam juga harus menyisihkan uangnya dari hasil yang halal.
Berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah Ayat 267, "Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya.

BONUS Lebih Utama Mana, Sedekah kepada Keluarga atau Orang Lain?

Selain menjalankan ibadah-ibadah pokok, seseorang belum dianggap mendapatkan


kebaikan hingga rela memberikan harta yang dicintai. Di dalam Al-Qur’an, Allah
berfirman: ‫ ِه َعلِي ٌم‬/‫إِنَّ هَّللا َ ِب‬//‫يْ ٍء َف‬/‫ُّون َو َما ُت ْنفِقُوا مِنْ َش‬ َ ‫ لَنْ َت َنالُوا ْال ِبرَّ َح َّتى ُت ْنفِقُوا ِممَّا ُت ِحب‬Artinya: “Kamu tidak
akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang
kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha
Mengetahui.” (QS Ali Imran: 92) Selain Al-Qur’an, banyak hadits yang menegaskan
tentang keutamaan-keutamaan orang yang mau bersedekah. Di antaranya bahwa
bersedekah bisa mematikan panasnya alam kubur, bisa memberikan naungan pada
hari kiamat kelak, dan lain sebagainya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Amir mengatakan: َّ‫ص َد َق َة لَ ُت ْطفِ ُئ َعنْ أَهْ لِ َها َحر‬ َّ ‫إِنَّ ال‬
ْ ْ
َ ‫ َوإِ َّن َما َيسْ َتظِ ُّل الم ُْؤمِنُ َي ْو َم القِ َيا َم ِة فِي ظِ ِّل‬،‫ُور‬
‫صدَ َق ِت ِه‬ ْ
ِ ‫ القُب‬Artinya: “Sesungguhnya sedekah pasti bisa
meredam orang-orang yang melaksanakannya dari hawa panasnya kubur. Pada hari
kiamat, orang yang beriman akan mendapat naungan (berteduh) di bawah
sedekahnya (saat di dunia).” (Syu’abul Iman: 3076). Kemudian apabila ada orang
ingin bersedekah namun bingung mana yang semestinya didahulukan antara
memberikannya kepada keluarga terlebih dahulu atau orang lain, bagaimana
sebaiknya? Menurut penyataan Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah Al-
Muhadzab, ulama telah sepakat bahwa bersedekah kepada sanak famili lebih utama
dibandingkan yang lain berdasarkan referensi beberapa hadits. ‫ص َد َق َة‬ َّ ‫ت اأْل ُ َّم ُة َعلَى أَنَّ ال‬ ْ ‫أَجْ َم َع‬
ٌ‫ُورة‬ َ ‫ه‬/‫يرةٌ َم ْش‬/ َ /‫أَلَ ِة َك ِث‬/‫ِيث فِي ْال َم ْس‬ ُ ‫ اد‬/‫ب َواأْل َ َح‬ ِ ‫ض ُل مِنْ اأْل َ َجا ِن‬ َ ‫ب أَ ْف‬ َ
ِ ‫ َعلَى اأْل َق‬Artinya: “Ulama sepakat bahwa
ِ ‫ار‬
sedekah kepada sanak kerabat lebih utama daripada sedekah kepada orang lain.
Hadits-hadits yang menyebutkan hal tersebut sangat banyak dan terkenal.” (An-
Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, [Dârul Fikr], juz 6, halaman 238) Di antara
hadits yang dibuat dasar pernyataan Imam Nawawi di atas adalah hadits yang
diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri berikut: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي أَضْ حً ى أَ ْو ف ِْط ٍر‬ َ ِ ‫َخ َر َج َرسُو ُل هَّللا‬
ِّ
‫ا‬//‫ « َي‬:‫ا َل‬//‫ َف َق‬،‫ا ِء‬/‫رَّ َعلَى الن َس‬//‫ َف َم‬،»‫ َّدقوا‬/‫ص‬ ُ َ
َ ‫ َت‬، ُ‫ا ال َّناس‬//‫ «أ ُّي َه‬:‫ َف َقا َل‬،ِ‫ص َد َقة‬ َ
َّ ‫ َوأ َم َر ُه ْم ِبال‬،‫اس‬ َ
َ ‫ َف َو َعظ ال َّن‬،‫ف‬ َ ‫ص َر‬َ ‫ ُث َّم ا ْن‬،‫صلَّى‬
َ ‫إِلَى ال ُم‬
ُ ْ َ َّ ْ ُ َ ‫هَّللا‬ َ ْ ُ َ َّ َ َ ْ َ ُ ُ َ ِّ َ ْ َ ‫ ت‬،‫َمعْ َش َر ال ِّن َسا ِء‬
َ
،‫ير‬ َ ‫رْ َن‬//‫ َوتكف‬،‫رْ َن اللعْ َن‬//‫ «تك ِث‬:‫ك َيا َرسُو َل ِ؟ قا َل‬
َ /‫الع ِش‬ َ ِ‫ َو ِب َم ذل‬:‫ار» فقل َن‬ ِ ‫ فإِني َرأ ْيتكنَّ أكث َر أهْ ِل الن‬،‫ص َّدق َن‬
‫ار إِلَى‬ َ ‫ َفلَمَّا‬،‫ف‬
َ /‫ص‬ َ ‫ َر‬/‫ص‬ َ ‫ا ِء» ُث َّم ا ْن‬/‫ َر ال ِّن َس‬/‫ا َمعْ َش‬//‫ َي‬، َّ‫ مِنْ إِحْ دَا ُكن‬،‫از ِم‬ ِ ‫الح‬ َ ‫ب لِلُبِّ الرَّ ج ُِل‬ َ ‫ أَ ْذ َه‬،‫ِين‬ ٍ ‫ت َع ْق ٍل َود‬ِ ‫صا‬ َ ِ‫ْت مِنْ َناق‬ ُ ‫َما َرأَي‬
‫ َرأَ ُة‬/ْ‫ ام‬:‫ َل‬/‫الز َيا ِنبِ؟» َفقِي‬ َّ ُّ‫ «أَي‬:‫ َف َقا َل‬، ُ‫ َه ِذ ِه َز ْي َنب‬،ِ ‫ َيا َرسُو َل هَّللا‬:‫ َفقِي َل‬،ِ‫ َتسْ َتأْذِنُ َعلَ ْيه‬،ٍ‫ْن َمسْ عُود‬ ِ ‫ امْ َرأَةُ اب‬، ُ‫ت َز ْي َنب‬ْ ‫ َجا َء‬،ِ‫َم ْن ِزلِه‬
‫ت‬ َ
ُ ‫أ َر ْد‬//‫ َف‬،‫ دِي ُحلِيٌّ لِي‬/‫ان عِ ْن‬/ َ /‫ َو َك‬،ِ‫ص َد َقة‬ َّ ‫ت ال َي ْو َم ِبال‬ َ
َ ْ‫ك أ َمر‬ ‫هَّللا‬
َ ‫ إِ َّن‬،ِ َّ‫ َيا َن ِبي‬:‫ت‬ ُ َ
ْ َ‫ َقال‬،‫ ا ْئذ ُنوا لَ َها» َفأذ َِن َل َها‬،‫ « َن َع ْم‬:‫ َقا َل‬،ٍ‫ْن َمسْ عُود‬ ِ ‫اب‬
ُ‫دَ َق ابْن‬/‫«ص‬ َ َّ َ
:‫ل َم‬/‫ ِه َو َس‬/‫لى هللاُ َعل ْي‬/‫ص‬ َّ َّ َ ُ
َ ُّ‫ا َل الن ِبي‬//‫ َف َق‬،‫ ِه َعلي ِْه ْم‬/‫ َّدقت ِب‬/‫ص‬ ْ َ َ َّ َ
َ ‫ ُّق َمنْ َت‬/‫ أن ُه َو َول َدهُ أ َح‬:ٍ‫ َف َز َع َم ابْنُ َمسْ عُود‬،ِ‫صد ََّق ِبه‬ َ ‫أَنْ أ َت‬
َ
‫ت ِب ِه َعلَي ِْه ْم‬ ِ ‫ص َّد ْق‬َ ‫ َز ْوجُكِ َو َولَ ُدكِ أَ َح ُّق َمنْ َت‬،ٍ‫ » َمسْ عُود‬Artinya: ‘Suatu ketika Rasulullah keluar menuju
masjid guna menunaikan ibadah shalat Idul Adha atau Idul Fitri. Sehabis shalat,
beliau menghadap warga sekitar, memberikan petuah-petuah kepada masyarakat
dan menyuruh mereka untuk bersedekah. ‘Wahai para manusia. Bersedekahlah!’
Pesan Nabi. Ada beberapa wanita yang tampak lewat, terlihat oleh Baginda Rasul.
Rasul pun berpesan ‘Wahai para wanita sekalian, bersedekahlah! Sebab saya itu
melihat mayoritas dari kalian adalah penghuni neraka!’ Para wanita yang lewat
menjadi heran, apa korelasinya antara menjadi penghuni neraka dengan
bersedekah sehingga mereka bertanya, ‘Kenapa harus dengan bersedekah, Ya
Rasul?’ Rasulullah menjawab, ‘Karena kalian sering melaknat dan kufur terhadap
suami. Aku tidak pernah melihat seseorang yang akal dan agamanya kurang namun
bisa sampai menghilangkan kecerdasan laki-laki cerdas kecuali hanya di antara
kalian ini yang bisa, wahai para wanita.’ Sehabis Rasulullah berkhutbah di hadapan
masyarakat, beliau bergegas pulang ke kediaman. Setelah sampai rumah, Zainab,
istri Abdullah bin Mas’ud meminta izin untuk diperbolehkan masuk, sowan kepada
Baginda Nabi. Nabi pun mempersilakan. Ada yang memperkenalkan, ‘Ya Rasulallah,
ini Zainab.’ Rasul balik bertanya, ‘Zainab yang mana?’ ‘Istri Ibnu Mas’ud.’ ‘Oh ya,
suruh dia masuk!’ Zainab mencoba berbicara kepada Nabi, ‘Ya Rasul. Tadi Anda
menyuruh untuk bersedekah hari ini. Ini saya punya perhiasan. Saya ingin
mensedekahkan barang milikku ini. Namun Ibnu Mas’ud (suamiku) mengira bahwa
dia dan anaknya lebih berhak saya kasih sedekah daripada orang lain.’ Rasul pun
menegaskan, ‘Lho, memang benar apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud itu. Suami dan
anakmu lebih berhak kamu kasih sedekah daripada orang lain.’ (HR. Bukhari: 1462)
Adanya hadits di atas, para ulama berpijak bahwa bersedekah kepada keluarga
lebih diutamakan daripada orang lain. Meskipun begitu, ada juga murid-murid Imam
Syafi’i yang berpandangan tidak ada perbedaan sama sekali tentang mana yang
perlu didahulukan. ْ‫ ِه َعلَى اأْل َجْ َن ِبيِّ َبي َْن أَن‬/‫ب َو َت ْقدِي ِم‬ ِ ‫ص َد َق ِة ال َّت َط ُّو ِع َعلَى ْال َق ِري‬ َ ‫ب‬ ِ ‫َقا َل أَصْ َحا ُب َنا َواَل َفرْ َق فِي اسْ تِحْ َبا‬
َ ‫أْل‬
ِّ‫ا إلَى ا جْ َن ِبي‬//‫ض ُل مِنْ َد ْف ِع َه‬ َ ْ
َ ‫ب َيل َز ُم ُه َن َف َق ُت ُه أ ْف‬ َ
ٍ ‫ون ْال َق ِريبُ ِممَّنْ َي ْل َز ُم ُه َن َف َق ُت ُه أ ْو َغ ْي ُرهُ َقا َل ال َب َغ ِويّ َد ْف ُع َها إلَى َق ِري‬
ْ َ ‫ َي ُك‬Artinya:
“Teman-teman kami (bermazhab Syafi’i) mengatakan ‘tidak ada perbedaan pada
sedekah yang sunnah antara keluarga dekat yang harus dinafkahi harus
didahulukan daripada orang lain atau sebagainya. Menurut Al-Baghawi, memberikan
kepada keluarga dekat yang menjadi tanggung jawab nafkahnya, lebih utama
dibandingkan sedekah kepada orang lain.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-
Muhadzab, [Dârul Fikr], juz 6, halaman 238) Berbeda dengan mereka, Imam
Baghawi mengungkapkan tetap ada perbedaan dalam masalah keutamaan. Garda
terdepan yang paling utama menerima sedekah adalah keluarga yang menjadi
tanggung jawab nafkah seperti istri, anak-anaknya sendiri yang masih kecil dan
sebagainya. Hal ini senada dengan komentar Syekh Abu Bakar Syatha penulis kitab
I’anatuth Thalibin. Hanya saja ada sedikit perbedaan mana yang semestinya
didahulukan dalam keluarga itu sendiri. Jika Imam Baghawi dan Syekh Abu Bakar itu
menyuruh untuk keluarga yang mempunyai tanggung jawab nafkahnya, Syekh
Zainuddin Al-Malyabari dalam kitabnya Fathul Mu’in justru mengatakan bahwa
urutannya sebagai berikut: ‫زوج أو‬//‫وإعطاؤها لقريب ال تلزمه نفقته أولى األقرب فاألقرب من المحارم ثم ال‬
‫اهرة أفضل‬/‫اع ثم المص‬/‫رم الرض‬/‫واء ثم مح‬/‫ة االم س‬/‫ة األب ومن جه‬/‫رحم من جه‬/‫ الزوجة ثم غير المحرم وال‬Artinya:
“Memberikah sedekah sunnah kepada kerabat yang tidak menjadi tanggung jawab
nafkahnya itu lebih utama. Baru kemudian kerabat paling dekat berikutnya,
berikutnya yang bersumber dari keluarga yang haram dinikah (mahram), suami/istri,
kemudian kelurga non-mahram, keluarga dari ayah ibu, mahram sebab
sepersusuan, berikutnya adalah mertua.” (Zainudin Al-Malyabari, Fathul Muin, [Dar
Ibnu Hazm, cetakan I], halaman 257) Uraian di atas tidak bisa dibuat alasan bagi
orang-orang pelit untuk menutupi kemalasannya bersedekah kepada orang di luar
rumah. Ada sedikit catatan menarik dari Imam Nawawi yang mengutip dari ashabus
Syafi’i bahwa skala prioritas sebagaimana urutan-urutan di atas semestinya tetap
harus mempertimbangkan tentang kemampuan finansial penerima. Artinya keluarga
yang masuk kategori mustahiq zakat lebih utama untuk didahulukan daripada orang
َ َ ‫َقا َل أَصْ َحا ُب َنا يُسْ َت َحبُّ فِي‬
lain. ‫اق َو ُه ْم‬ ِ ‫تِحْ َق‬/‫ َف ِة ااِل ْس‬/‫ص‬
ِ ‫انو ِب‬//‫ب إذا ك‬ ِ ‫صرْ فُ َها إلَى اأْل َق‬
ِ ‫ار‬ َ ‫الز َكا ِة َو ْال َك َّف‬
َ ‫ار ِة‬ َّ ‫ص َد َق ِة ال َّت َطوُّ ِع َوفِي‬
ِ ‫ض ُل مِنْ اأْل َ َجا ِن‬
‫ب‬ َ ‫ أَ ْف‬Artinya: “Menurut sahabat-sahabat kami, disunnahkan pada sedekah
yang sunnah, zakat, kaffarah untuk diterimakan kepada sanak kerabat jika memang
mereka adalah orang yang masuk kategori mustahiq zakat. Jika mereka masuk
kategori tersebut, lebih utama daripada diberikan kepada orang lain.” (An-Nawawi,
Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, [Dârul Fikr], juz 6, halaman 220). Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa memprioritaskan pemberian sedekah kepada sanak
kerabat jika memang mereka mempunyai kategori fakir, miskin, atau gharim (orang
yang banyak utangnya). Pengertian “tidak mampu” di sini mengacu pada standar
sangat rendah, yaitu batas orang berhak menerima zakat, bukan tidak mampu
secara strata sosial yang masing-masing wilayah bisa jadi berbeda sudut
pandangnya. Apabila dalam keluarga tersebut tidak ada orang yang berhak
menerima zakat, semestinya sudah tidak ada skala prioritas antara keluarga dengan
non keluarga. Wallahu a’lam. Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren
Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang
DAFTAR PUSTAKA

https://tarbawiyah.com/2020/01/11/shadaqah-pengertian-dan-keutamaanya/

https://www.tokopedia.com/blog/social-manfaat-dan-keutamaan-sedekah/

https://muslim.okezone.com/read/2020/07/20/330/2249263/4-hikmah-

bersedekah-sesuai-hadis-nabi-muhammad?page=2

https://m.liputan6.com/ramadan/read/2969131/bersedekah-dalam-islam-

sebaiknya-seperti-apa

https://islam.nu.or.id/post/read/102831/lebih-utama-mana-sedekah-kepada-

keluarga-atau-orang-lain

Anda mungkin juga menyukai