SMAN 1 KRAMATWATU
JAKARTA – JOGJAKARTA, 11 S.D 15 DESEMBER 2019
b. DALAM PERJALANAN
i. Peserta duduk pada tempat duduk yang telah disediakan dengan tertib sesuai daftar
nama pada Bus masing-masing
ii. Peserta tidak boleh pindah Bus dan/atau pergi tanpa seizin Pembimbing
iii. Menjaga kebersihan, ketertiban dan kenyamanan selama dalam perjalanan agar tidak
mengganggu konsentrasi pengemudi dan diperbolehkan menegur temannya jika
mengganggu ketertiban dan keamanan.
d. DI TEMPAT PENGINAPAN/HOTEL
i. Peserta menempati ruang/kamar yang telah ditentukan panitia/petugas
ii. Dilarang saling mengunjungi ruang penginapan kecuali dalam keadaan mendesak dan
penting dengan seizing guru pembimbing
iii. Peserta dilarang menerima tamu dari pihak luar tanpa seijin panitia guru
iv. Setiap siswa dilarang keluar dr penginapan tanpa sepengetahuan/seijin dr panitia
guru
v. Dilarang merokok, membawa dan menggunakan obat terlarang, minuman
keras, senjata tajam, senjata api, petasan dan benda lain yang membahayakan.
vi. Tidak membawa barang apapun yang ada di kamar hotel
vii. Menjaga keamanan, ketertiban dan kenyamanan selama di penginapan
viii. Tidak membuat kegaduhan yang dapat mengganggu kenyamanan tamu penginapan
ix. Menjaga kebersihan dan ketertiban di tempat makan/restoran penginapan
x. Antri secara tertib apabila penyedia makan dalam bentuk prasmanan
xi. Apabila telah selesai makan, simpanlah tempat makan pada tempat yang telah
disediakan
xii. Membuang sampah bekas makanan pada tempatnya
e. PAKAIAN
i. Dalam kunjungan ke UI mengenakan seragam putih dan abu-abu serta mengenakan
sepatu dan dasi, kerudung putih bagi siswa muslim putri
ii. Kunjungan ke UNY mengenakan seragam sekolah Batik dan bawahan abu-abu serta
mengenakan sepatu, kerudung abu-abu bagi siswa muslim putri
iii. Kunjungan ke Lava Tour Gunung Merapi mengenakan kaos seragam VCOC 2019.
iv. Untuk tempat wisata lainnya gunakan pakaian bebas, rapi, dan sopan.
3. CANDI BOROBUDUR
Pra-Pembangunan
Pada abad ke-3 sampai abad ke-5 M, agama Hindu dan Buddha mulai menyebar di Asia
Tenggara, termasuk di Nusantara. Zaman prasejarah di Indonesia pun berakhir kala prasasti
pertama ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta oleh berbagai kerajaan Hindu di
Indonesia.
Pada tahun 732 M, menurut prasasti Canggal, Raja Sanjaya yang beragama Hindu-Siwa
mendirikan Kerajaan Medang di Jawa Tengah. Mereka membangun banyak candi, lingga, tempat
pemujaan bercorak India-Jawa. Kemudian, pengaruh agama Buddha mulai memasuki zaman
keemasannya di Nusantara. Raja-raja Medang berikutnya memeluk agama Buddha. Mereka
menamakan diri sebagai Wangsa Syailendra.
Pembangunan
Candi Borobudur dibangun di daerah Kedu pada tahun 750-825 M oleh Wangsa Syailendra.
Pembangunannya dimulai dari masa pemerintahan Rakai Panangkaran dan dituntaskan pada masa
pemerintahan Smaratungga. Pembangunan Borobudur memakan waktu 75 tahun. Periode
pembangunan candi ini hampir bersamaan dengan pembangunan Candi Sewu di Dataran
Prambanan bersama dengan candi-candi Hindu lainnya, yang menunjukkan kerukunan hidup di
antara umat beragama pada zaman itu.
Menurut legenda, arsitek Candi Borobudur bernama Gunadharma, yang berasal dari India. Figur
wajah Gunadharma konon bisa dilihat dari lekuk Bukit Menoreh tak jauh dari Candi Borobudur.
Arsitektur Borobudur merupakan perpaduan budaya India dan Jawa yang harmonis dan merupakan
mahakarya dunia.
Candi Borobudur merupakan salah satu dari rangkaian tri candi Mendut-Pawon-Borobudur
yang dibangun dalam satu garis lurus jika dilihat dari angkasa. Ini melambangkan urutan prosesi
ritual dari Mendut menuju Pawon lalu menuju Borobudur. Ketiga candi ini memang memiliki
arsitektur, seni pahat, kisah relief, serta unit bangun yang senada.
Pada tahun 792 M, Raja Smaratungga mendirikan wihara Buddhis bernama Abhayagiri di
puncak bukit situs yang saat ini dikenal dengan nama Kompleks Ratu Boko. Raja dibantu oleh
para biksu Sri Lanka dari wihara Abhayagiri di Sri Lanka.
Pada tahun 824 M, Raja Smaratungga dan putrinya Pramodawardhani memasang citra dewa-dewi
di wihara Buddhis bernama Weluwana (Hutan Bambu) yang diperkirakan ada di sekitar
Borobudur, yakni lokasi yang kini dikenal sebagai Candi Mendut.
Tahap Pembangunan
Pembangunan Borobudur berlangsung selama 75 tahun dengan upaya kolosal. Pembangunan
candi ini tidak dibangun secara terus-menerus dan mulus, namun melalui berbagai tahapan
pembangunan serta berbagai rintangan sehingga mengubah struktur candi menjadi bangunan
seperti sekarang.
1. Tahap pertama: Candi Borobudur dibangun dengan menggunakan tanah padat bukit sebagai
pondasinya, sehingga tidak seluruhnya menggunakan batu andesit sehingga membentuk
cangkang batu andesit. Pada tahap awal, bagian atas bukit disiangi dan diratakan, kemudian
pelataran datar diperluas. Struktur candi sampai galeri tingkat kedua telah dibuat sehingga
masih tampak seperti piramida berundak.
2. Tahap kedua: Terjadi pemugaran bangunan secara penuh, penambahan material batu baru,
mulai dari tingkat kedua. Terjadi longsor di bagian utara candi. Lalu teras lingkar atau bagian
puncak candi mulai dibangun namun masih tanpa stupa.
3. Tahap ketiga: Kaki candi dibangun untuk menghentikan longsor, sehingga menutupi relief
Mahakarmawibhanga. Kaki candi yang besar dan lebar dibangun untuk memperkuat struktur
candi yang terlalu ramping. Di teras lingkar puncak dibangun tiga teras lingkar dengan stupa-
stupa kecil.
4. Tahap keempat dan kelima: Perbaikan monument tanpa perubahan terhadap rancang bangun.
Pelebaran kaki candi, renovasi, penambahan relief baru di lantai pertama. Renovasi candi
masih dilakukan sampai abad ke-13.
Pasca-Pembangunan
Pada tahun 832, Rakai Pikatan yang beragama Siwa, bertakhta setelah menikahi Ratu
Syailendra bernama Sri Kahulunan. Rakai Pikatan memberikan sumbangan ke berbagai candi dan
wihara Buddhis, termasuk untuk pembangunan Candi Plaosan, namun mengerahkan sebagian
besar sumber daya kerajaan untuk membangun kompleks Candi Prambanan.
Pemerintahan Rakai Pikatan tidak sepenuhnya damai. Catatan prasasti menyiratkan perang
saudara melawan Pangeran Syailendra bernama Balaputradewa. Pada tahun 850-an, Rakai Pikatan
menang dan menguasai pulau Jawa. Balaputradewa menyingkir ke Sumatra dan menjadi Raja
Sriwijaya.
4. MALIOBORO
Dalam bahasa Sansekerta, kata “malioboro” bermakna karangan bunga. itu mungkin ada
hubungannya dengan masa lalu ketika Keraton mengadakan acara besar maka jalan malioboro akan
dipenuhi dengan bunga. Kata malioboro juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama
“Marlborough” yang pernah tinggal disana pada tahun 1811-1816 M. pendirian jalan malioboro
bertepatan dengan pendirian keraton Yogyakarta (Kediaman Sultan).
Perwujudan awal yang merupakan bagian dari konsep kota di Jawa, Jalan malioboro ditata sebagai
sumbu imaginer utara-selatan yang berkorelasi dengan Keraton ke Gunung merapi di bagian utara dan
laut Selatan sebagai simbol supranatural. Di era kolonial (1790-1945) pola perkotaan itu terganggu
oleh Belanda yang membangun benteng Vredeburg (1790) di ujung selatan jalan Malioboro. Selain
membangun benteng belanda juga membangun Dutch Club (1822), the Dutch Governor’s Residence
(1830), Java Bank dan kantor Pos untuk mempertahankan dominasi mereka di Yogyakarta.
Perkembangan pesat terjadi pada masa itu yang disebabkan oleh perdaganagan antara orang belanda
dengan orang cina. Dan juga disebabkan adanya pembagian tanah di sub-segmen Jalan Malioboro oleh
Sultan kepada masyarakat cina dan kemudian dikenal sebagagai Distrik Cina.
Perkembangan pada masa itu didominasi oleh Belanda dalam membangun fasilitas untuk
meningkatkan perekonomian dan kekuatan mereka, Seperti pembangunan stasiun utama (1887) di
Jalan Malioboro, yang secara fisik berhasil membagi jalan menjadi dua bagian. Sementara itu, jalan
Malioboro memiliki peranan penting di era kemerdekaan (pasca-1945), sebagai orang-orang Indonesia
berjuang untuk membela kemerdekaan mereka dalam pertempuran yang terjadi Utara-Selatan
sepanjang jalan.
Sekarang ini merupakan jalan pusat kawasan wisatawan terbesar di Yogyakarta, dengan
sejarah arsitektur kolonial Belanda yang dicampur dengan kawasan komersial Cina dan kontemporer.
Trotoar di kedua sisi jalan penuh sesak dengan warung-warung kecil yang menjual berbagai macam
barang dagangan. Di malam hari beberapa restoran terbuka, disebut lesehan, beroperasi sepanjang
jalan. Jalan itu selama bertahun-tahun menjadi jalan dua arah, tetapi pada 1980-an telah menjadi salah
satu arah saja, dari jalur kereta api ke selatan sampai Pasar Beringharjo. Hotel jaman Belanda terbesar
dan tertua jaman itu, Hotel Garuda, terletak di ujung utara jalan di sisi Timur, berdekatan dengan jalur
kereta api. Juga terdapat rumah kompleks bekas era Belanda, Perdana Menteri, kepatihan yang kini
telah menjadi kantor pemerintah provinsi.
Malioboro juga menjadi sejarah perkembangan seni sastra Indonesia. Dalam Antologi Puisi
Indonesia di Yogyakarta 1945-2000 memberi judul “MALIOBORO” untuk buku tersebut, buku yang
berisi 110 penyair yang pernah tinggal di yogyakarta selama kurun waktu lebih dari setengah
abad. Pada tahun 1970-an, Malioboro tumbuh menjadi pusat dinamika seni budaya Jogjakarta. Jalan
Malioboro menjadi ‘panggung’ bagi para “seniman jalanan” dengan pusatnya gedung Senisono.
Namun daya hidup seni jalanan ini akhirnya terhenti pada 1990-an setelah gedung Senisono ditutup.
5. BENTENG VREDEBURG
Benteng yang dibangun pada tahun 1765 oleh Pemerintah Belanda ini digunakan untuk menahan
serangan dari Kraton Yogyakarta. Dengan parit yang mengelilinginya, benteng yang berbentuk segi
empat ini memiliki menara pengawas di keempat sudutnya dan kubu yang memungkinkan tentara
Belanda untuk berjalan berkeliling sambil berjaga-jaga dan melepaskan tembakan jika diperlukan.
Pada dasar meriam di kubu bagian selatan, Kraton Yogyakarta dan beberapa bangunan bersejarah
lainnya termasuk kepadatan lalulintas di sekitarnya terlihat dengan jelas. Dibangun pada tahun 1765
oleh Belanda, Museum dengan luas kurang lebih 2100 meter persegi ini mempunyai beberapa koleksi
antara lain:
Bangunan-bangunan peninggalan Belanda, yang dipugar sesuai bentuk aslinya.
Diorama-diorama yang menggambarkan perjuangan sebelum Proklamasi Kemerdekaan sampai
dengan masa Orde Baru.
Koleksi benda-benda bersejarah, foto-foto, dan lukisan tentang perjuangan nasional dalam
merintis, mencapai, mempertahankan, serta mengisi kemerdekaan Indonesia.SEJARAH
Museum Benteng Yogyakarta, semula bernama "Benteng Rustenburg" yang mempunyai arti
"Benteng Peristirahatan" , dibangun oleh Belanda pada tahun 1760 di atas tanah Keraton. Berkat
izin Sri Sultan Hamengku Buwono I, sekitar tahun 1765 - 1788 bangunan disempurnakan dan
selanjutnya diganti namanya menjadi "Benteng Vredeburg" yang mempunyai arti "Benteng
Perdamaian".
Secara historis bangunan ini sejak berdiri sampai sekarang telah mengalami berbagai perubahan
fungsi yaitu pada tahun 1760 - 1830 berfungsi sebagai benteng pertahanan, pada tahun 1830 -1945
berfungsi sebagai markas militer Belanda dan Jepang, dan pada tahun 1945 - 1977 berfungsi sebagai
markas militer RI.
Setelah tahun 1977 pihak Hankam mengembalikan kepada pemerintah. Oleh pemerintah melalui
Mendikbud yang saat itu dijabat Bapak Daoed Yoesoep atas persetujuan Sri Sultan Hamengku Buwono
IX selaku pemilik, ditetapkan sebagai pusat informasi dan pengembangan budaya nusantara pada
tanggal 9 Agustus 1980.
Pada tanggal 16 April 1985 dipugar menjadi Museum Perjuangan dan dibuka untuk umum pada
tahun 1987. Kemudian pada tanggal 23 November 1992 resmi menjadi "Museum Khusus Perjuangan
Nasional" dengan nama "Museum Benteng Yogyakarta".
Bangunan bekas Benteng Vredeburg dipugar dan dilestarikan. Dalam pemugaran pada bentuk luar
masih tetap dipertahankan, sedang pada bentuk bagian dalamnya dipugar dan disesuaikan dengan
fungsinya yang baru sebagai ruang museum.
BY : MOMZKA