Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ika Baby Fransiska

Kelas : AE A2

NIM : 35112190012

Resume Model Bisnis Aiola Eatery

Founder Aiola Eatery : Irmandita Citrashanty

Host : Amanda Zevannya dan Andy Flores Noya

Local Brand Consultant : Arto Soebiantoro

Sebuah tempat makan yang memberikan lapak kepada pedangang kaki lima dengan
mengangkat unsur makanan tradisional Surabaya sejak 2011. Sejak saat ini terdapat 14 tenan.
Tenan tersebut tidak dipungut biaya sewa melainkan diberikan keuntungan bagi hasil sebesar
20-25% dari hasil penjulan. Aiola eatery selalu ramai hingga ribuan pengunjung.

Awalnya Irmandita mendirikan distro sejak 2008-2010 yang bernama Aiola Shop.
Dahulu manajemen bisnisnya belum terstruktur. Ide bisnis distro itu diambil dari bisnis yang
sedang viral. Lalu, Irmandita berpikir bahwa bisnis yang dijalankan harus menghasilkan
pendapatan dan bisa membiayai untuk biaya kontak.

Aiola berada di dekat SMA, SMP, bimbingan belajar, dan para pedagang kaki lima.
Irmandita melihat bahwa banyak orang yang membeli makanan ke pedangan kaki lima dan
makan di tempat itu. Irmandita merasa tempat itu tidak layak untuk dijadikan tempat makan
karena dekat dengan got kotor. Lalu, Irmandita berencana mengumpulkan para pedagang
kaki lima tersebut untuk berjualan di suatu tempat yang bersih. Dia mengobservasi makanan
yang ramai dibeli dan memiliki rasa yang enak. Awalnya, para pedagang kaki lima tersebut
banyak yang menolak atas ajakan Aiola karena mereka sudah mempunyai market sendiri dan
beranggapan bahwa tempat itu sudah strategis. Aiola membujuk mereka akan ditempatkan di
tempat yang tidak jauh dari sana. Akhirnya, para pedagang kaki lima ingin bergabung dengan
Aiola Eatery agar meningkatkan penjualan dan omsetnya, memiliki tempat yang lebih layak,
dan mempunyai marketing yang baik.

Walaupun mayoritas terdapat makanan dari pedagang kaki lima, tetapi Aiola juga
menyediakan beberapa makanan yang sedang viral di kalangan anak muda. Jenis-jenis
makanan yang terdapat di Aiola tidak hanya khas Surabaya seperti mie pithik dan tahu tek,
tetapi ada juga khas dari daerah lain. Misalnya, siomay, batagor, dan bubur ayam khas
Bandung.

Sistem pembelian di Aiola Eatery menggunakan bar code. Konsumen mendapat bar
code dari PKL dan diarahkan untuk membayar di kasir. Lalu, mereka mendapat struk yang
sudah dibayar dan makanan siap diantar ke meja masing-masing.

Meski menu yang disediakan dari PKL, manajemen Aiola Eatery tetap turun tangan
untuk memastikan menu yang sampai ke pelanggan sudah terjaga kualitasnya, baik dari segi
kebersihan maupun penyajian. Biasanya, makanan yang telah dipesan dan dimakan di tempat
yang berbeda akan mengalami perubahan rasa. Tetapi, Aiola Eatery tetap menjaga dan
mengutamakan rasa khasnya, Aiola Eatery langsung mengevaluasi bila terjadi kelemahan
dalam segi penyajian dan rasa. Terdapat quality control yang bertugas untuk mencicipi
makanan di Aiola Eatery ini. Manajemen akan memberi pendekatan ke PKL dan memberi
masukan agar menunya diterima baik oleh pelanggan.

Aiola Eatery menggunakan sistem perankingan kepada PKL sebagai pemacu agar
PKL mampu berinovasi dan bersaing dengan sehat. Walaupun begitu, Aiola Eatery tidak
akan memberikan hukuman kepada PKL yang beromset rendah. Setiap 3 bulan sekali, Aiola
Eatery melakukan evaluasi dan traning kepada PKL agar dari hasil evaluasi tersebut bisa
dijadikan acuan untuk perkembangan PKL. Misal, PKL gado-gado memperoleh omset yang
menurun, Aiola Eatery mengevaluasi bahwa PKL gado-gado harus mendisversifikasi
produknya dengan berjualan pecel. Karena pecel hampir mirip dengan gado-gado yang
menggunakan bumbu kacang dan termasuk makanan yang tidak terlalu berat untuk
dikonsumsi.

Jika PKL merasa ingin keluar dari Aiola, PKL harus menyelesaikan kontraknya
dahulu dan harus mempunyai alasan yang jelas. Tetapi, sampai saat ini para PKL tidak ada
yang ingin keluar dari Aiola, mereka ingin terus bergabung dengan Aiola.

Menurut Arto Soebiantoro, seorang Local Brand Consultant, Aiola menggunakan


model bisnis yang sudah ada sebelumnya, bukan menggunakan konsep yang baru. Model
Aiola seperti food operation yang ada di mall, bedanya hanya Aiola itu non mall. Sebaiknya,
jika mau growth, modeling Aiola harus diperbanyak lokasinya. Dari 14 outlet itu sudah
cukup banyak apalagi masalah biaya sewa dll, mungkin lokasinya tidak harus permanen,
misalnya bisa bekerja sama dengan stadion atau tempat-tempat ramai.
Aiola eatery akan berkembang ke daerah Surabaya Barat, Malang, dan berencana dikelola di
mall Surabaya. Tetapi, jika ekspansi ke luar Surabaya cukup sulit karena ciri khasnya dari
Jawa Timur. Jika berkembang keluar dari Surabaya perlu usaha yang lebih banyak lagi untuk
mengeksplorasi makanan yang enak di daerah tersebut.

Menurut Andy F Noya, Lokal giro jangan terlalu berharap ekspansi besar tetapi tidak
terkontrol, tetapi jadilah jagoan di tempat sendiri.

Anda mungkin juga menyukai