Anda di halaman 1dari 11

Penghapusan dan pemusnahan

Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi


yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar
dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah
tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya
penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko
terjadi penggunaan obat yang sub standar (Depkes RI,2008)
Prosedur Tetap Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
a.       Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan yang akan dimusnahkan,
b.      Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan),
c.       Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait,
d.      Menyiapkan tempat pemusnahan,
e.       Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan,
f.       Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, sekurang-
kurangnya memuat:
1)      Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan,
2)      Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,
3)      Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan,
4)      Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan,
5)      Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
ditandatangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan
pemusnahan.
Pemusnahan Narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61 UU No.22 Tahun 1997,
yaitu:
Pasal 60:
a)      Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau
tidak dapat digunakan dalam proses produksi,
b)      Kadarluarsa,
c)      Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, atau
d)     Berkaitan dengan tindak pidana.
Pasal 61:
1)      Pemusnahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 huruf a, b
dan c dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan yang bertanggung
jawab atas produksi dan atau peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu,
serta lembaga ilmu pengetahuan tertentu dengan disaksikan oleh pejabat
yang ditunjuk Menkes,
2)      Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan
pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a)      Nama, jenis, sifat dan jumlah,
b)      Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan
pemusnahan,
c)      Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang
menyaksikan pemusnahan.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,


Pasal 75:
Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang: 
a)      Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang
adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika,
b)      Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
c)      Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi,
d)     Memeriksa tanda pengenal diri tersangka, menyuruh berhenti orang yang
diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika serta,
e)      Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
f)       Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
g)      Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
h)      Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional,
i)        Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang
cukup,
j)        Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah
pengawasan,
k)      Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
l)        Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam
dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya,
m)    Mengambil sidik jari dan memotret tersangka,
n)       Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman,
o)       Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat
perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
p)      Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang
disita,
q)      Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan
Prekursor Narkotika,
r)       Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika, dan
s)       Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 91
1)      Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang
penyitaan barang Narkotika dan Prekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari wajib menetapkan status barang sitaan Narkotika dan Prekursor
Narkotika tersebut untuk kepentingan pembuktian perkara, kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan pendidikan dan
pelatihan, dan/atau dimusnahkan. 
2)      Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada dalam
penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk
dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari
terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kepala kejaksaan negeri
setempat. 
3)      Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x
24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan
menyerahkan berita acara tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dan tembusan berita acaranya
disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri
setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
4)      Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
5)      Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
berdasarkan ketentuan Pasal 75 huruf k.
6)       Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi diserahkan kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan
pelatihan diserahkan kepada Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak
menerima penetapan dari kepala kejaksaan negeri setempat.
7)      Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai
penggunaan barang sitaan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

2.9              Pencatatan dan Pelaporan


2.9.1        Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS.
Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran
bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan harus ditarik dari
peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital
maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan
adalah Kartu Stok dan Kartu Stok Induk (Anonim,2012).
Fungsi:
1)      Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa),
2)      Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1(satu)
jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran,
3)      Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan
pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik
perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanan (Depkes RI,2008)
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1)      Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan perbekalan farmasi
bersangkutan,
2)      Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari,
3)      Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang,
rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok,
4)      Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan (Depkes
RI,2008)

Informasi yang didapat:


1)      Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok),
2)      Jumlah perbekalan farmasi yang diterima,
3)      Jumlah perbekalan farmasi yang keluar,
4)      Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa,
5)      Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi.

Manfaat informasi yang didapat:


1)      Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi,
2)      Penyusunan laporan,
3)      Perencanaan pengadaan dan distribusi,
4)      Pengendalian persediaan,
5)      Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian,
6)      Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS.
Hal-hal yang harus Diperhatikan
1)      Petugas pencatatan dan evaluasi, mencatat segala penerimaan dan
pengeluaran perbekalan farmasi di Kartu Stok Induk.
2)      Kartu Stok Induk adalah :
a)      Sebagai pencerminan perbekalan farmasi yang ada di gudang,
b)      Alat bantu bagi petugas untuk pengeluaran perbekalan farmasi,
c)      Alat bantu dalam menentukan kebutuhan.
3)       Bagian judul pada kartu induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan :
a)      Nama perbekalan farmasi tersebut,
b)      Sumber/asal perbekalan farmasi,
c)      Jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan, dihitung
sebesar waktu tunggu,
d)     Jumlah persediaan maksimum yang harus ada dalam persediaan=sebesar
stok kerja+waktu tunggu+ stok pengaman.
4)       Kolom-kolom pada Kartu Stok Induk persediaan perbekalan farmasi diisi
dengan:
a)      Tanggal diterima atau dikeluarkan perbekalan farmasi,
b)      Nomor dan tanda bukti misalnya nomor faktur dan lain-lain,
c)      Dari siapa diterima perbekalan farmasi atau kepada siapa dikirim,
d)     Jumlah perbekalan farmasi yang diterima berdasarkan sumber anggaran,
e)      Jumlah perbekalan farmasi yang dikeluarkan,
f)       Sisa stok perbekalan farmasi dalam persediaan,
g)      Keterangan yang dianggap perlu, misalnya tanggal dan tahun
kadaluwarsa, nomor batch dan lain-lain.
2.9.2        Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak
yang berkepentingan.
Tujuan:
a)      Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi,
b)      Tersedianya informasi yang akurat,
c)      Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan ,
d)     Mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan (Depkes RI,2008)

Jenis laporan yang sebaiknya dibuat oleh IFRS meliputi:

No Jenis Laporan Kegunaan Ket.


Keuangan (laporan
yang telah dikeluarkan Untuk keperluan audit,
1. oleh IFRS) wajib dibuat
Untuk keperluan
Mutasi perbekalan perencanaan, wajib
2. farmasi dibuat
Penulisan resep
generik dan non Untuk keperluan
3. generik pengadaan, wajib dibuat
Untuk audit POM dan
Narkotika dan keperluan perencanaan,
4. Psikotropika wajib dibuat
Untuk keperluan audit
dan perencanaan, wajib
5. Stok opname dibuat
Pendistribusian, Untuk keperluan audit
berupa jumlah dan dan perencanaan, wajib
6. rupiah dibuat
Untuk keperluan audit
Penggunaan obat dan perencanaan, wajib
7. program dibuat
Jaminan Kesehatan bagi
Masyarakat Miskin
Untuk keperluan audit
Pemakaian perbekalan dan perencanaan, wajib
8. farmasi dibuat
Untuk keperluan
9. Jumlah resep perencanaan
Untuk keperluan
Kepatuhan terhadap perencanaan,
10. formularium informasikan untuk KFT
Untuk keperluan
Penggunaan obat perencanaan,
11. terbesar informasikan untuk KFT
Untuk keperluan
perencanaan,
12. Penggunaan antibiotik informasikan untuk KFT
13. Kinerja Untuk audit

2.10          Monitoring dan Evaluasi


Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi
dirumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan
ini juga bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan perencanaandan pengambilan
keputsan. Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan secara periodic dan berjenjang.
Keberhasilan evaluasi ditentukan oleh supervisor maupun alat yang
digunakan (Depkes RI,2008)

2.10.1          Monitoring
Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran
kemajuan atas objektif program/memantau perubahan yang fokus pada proses
masuk dan keluar.

1)       Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan


2)       Monitoring melibatkan pengamatan atas kualitas dari layanan yang kita
berikan(Depkes RI,2008)

2.10.2    Evaluasi
Evaluasi adalah penggunaan metode penelitian sosial secara sistematis
menginvestigasi efektifitas program dan menilai kontribusi program terhadap
perubahan (Goal/objektif)  dan menilai kebutuhan perbaikan, kelanjutan atau
perluasan program (rekomendasi)
1)      Evaluasi memerlukan desain studi/penelitian,
2)      Evaluasi terkadang membutuhkan kelompok kontrol atau kelompok
pembanding,
3)      Evaluasi melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu,
4)      Evaluasi melibatkan studi/penelitian khusus.
Kaitan antara Monitoring dan Evaluasi adalah evaluasi memerlukan hasil
dari monitoring dan digunakan untuk kontribusi program (Anonim, 2012).
Monitoring bersifat spesifik program, sedangkan Evaluasi tidak hanya
dipengaruhi oleh program itu sendiri, melainkan variabel-variabel dari luar.
Tujuan dari Evaluasi adalah evalausi efektifitas dan cost effectiveness.
Tujuan : meningkankan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di
rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum (Depkes RI,2008)
2.11               Pelayanan farmasi klinik
Pelayan farmasi klinik adalah pendekatan profesional yang bertangggung
jawab dalam menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan
pengetahuan, keahlian, keterampilan dan prilaku tenaga farmasi  serta bekerja
sama dengan profesi kesehatan yang lain. Tujuan pelayanan farmasi klinik
adalah:
2)      Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat,
3)      Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang
terkait dalam pelayanan farmasi,
4)      Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah
sakit,
5)      Melaksanakan kebijakan obat dirumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional (Anonim.2012).
Karakteristik pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah :
1)      Berorientasi kepada pasien,
2)      Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit (bangsal),
3)      Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai
dan memberi informasi bila diperlukan,
4)      Bersifat aktif, dengan memberi  masukkan kepada dokter sebelum
pengobatan dimulai, atau menerbitkan buletin informasi obat atau
pengobatan,
5)      Bertanggungjawab atas semua saran atau tindakan yang dilakukan,
6)      Menjadi mitra dan pendamping dokter.
Sistem pelayanan kesehatan  pada konteks farmasi klinik, farmasi adalah
ahli pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan evalusi pengobatan
dan memberikan rekomendasi pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga
kesehatan lain. Farmasis merupakan sumber utama informasi ilmiah terkait
dengan penggunaan obat yang aman, tepat dan cost effective.
Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi:
b)      Pengkajian resep, yaitu merupakan kegiatan dalam pelayanan kefarmasian
yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan,
c)      Dispensing, yaitu merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interprestasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/tiket,
penyerahan obat dengan memberikan informasi obat yang memadai disertai
sistem dokumentasi. Dispensing  dibedakan berdasarkan atas sifat sediaan,
yaitu dispensing  sediaan farmasi khusus (nutrisi parental dan
pencampuran obat steril) dan dispensing   sediaan farmasi berbahaya
(penanganan obat kanker secara aseptis),
d)     Pemantauan dan pelaporan efek samping obat, yaitu merupakan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, dia gnosis dan terapi ,
e)      Pelayanan informasi obat (PIO), yaitu kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh tenaga farmasi untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias
dan terkini kepada perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan dari PIO adalah:
1)      Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien atau
keluarganya dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit,
2)      Menyediakan inforamasi untuk kebijakan yang berhubungan dengan
obat yang ditetapkan PFT,
3)       Meningkatkan profesionalisme tenaga farmasi,
4)      Menunjang pengolahan dan terapi obat yang rasional dan berorientasi
pada pasien,
5)      Konseling,adalah suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap,
6)      Pemantauan kadar obat dalam darah, yaitu melakukan pemeriksaan
kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dokter yang merawat
karena indeks terapi yang sempit,
7)      Ronde/visite  pasien, yaitu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini bertujuan:
pemilihan obat, menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi
terapik, menilai kemajuan pasien, bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lain,
8)      Pengkajian penggunaan obat, yaitu program evaluasi penggunaan obat
yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obatan
yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh
pasien (Anonim,2001).

Anda mungkin juga menyukai