Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Apotek

1. Pengertian

Menurut Permenkes RI No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek,

menyebutkan bahwa Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian

tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.

2. Tujuan apotek

a. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek;

b. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam

memperoleh pelayanan kefarmasian di Apotek;

c. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam

memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek.

3. Tugas dan fungsi Apotek

Menurut PP No.51 Tahun 2009, tugas dan fungsi Apotek adalah:

a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah

mengucapkan sumpah jabatan Apoteker;

b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian;

c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan

farmasi antara lain obat, bahan obat, obat tradisonal, kosmetik;

d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau

penyaluran obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan


informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

tradisonal.

B. Standar Pelayanan Kefarmaian di Apotek

1. Tujuan

a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;

b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;

c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang

tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien ( patient safety).

2. Standar pelayanan kefarmasian di Apotek

Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan

sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan

pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan

sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meninggkatkan mutu kehidupan pasien.

Standar pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi:

6
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi,Alat Kesehatan (ALKES),dan Bahan

Medis Habis Pakai (BMHP).

Pengelolaan sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP meliputi:

1) Perencanaan

Perencanaan merupakan tahap awal untuk menetapkan jenis serta

jumlah Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP, Perlu diperhatikan

pada pola penyakit,konsumsi,budaya,dan kemampuan masyarakat.

2) Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan merealisasikan kebutuhan yang

direncanakan dan disetujui melalui pembelian.

Pengadan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(a) Sediaan farmasi diperolehdari Pedagang Besar Farmasi (PBF)

yang memiliki izin;

(b) Alat kesehatan dan bahan medis habis pakai diperoleh dari

Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang memiliki izin;

(c) Terjaminnya keaslihan,legalitas dan kualitas sediaan farmasi,

Alkes dan BMHP yang dibeli;

(d) Sediaan farmasi, Alkes dan BMHP datang tepat waktu;

(e) Dokumen terkait sediaan farmasi, Alkes dan BMHP muda

ditelusuri;

(f) Sediaan farmasi, Alkes dan BMHP lengkap sesuai dengan

pesanan.

7
3) Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan menjamin kesusuaian jenis

spesifikasi,jumlah,mutu,waktu penyerahan dan harga yang tertera

dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi:

(a) Kebenaran nama produsen,nama pemasok,nama

obat,jumlah,bentuk, kekuatan sediaandan isi kemasan;

(b) Nomor bacth dan tanggal kedaluwarsa.

4) Penyimpanan

Penyimpanan merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara

dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada

tempat yang aman dari pencuri dan gangguan fisik.

(a) Obat atau bahan obat disimpan pada wadah asli dari pabrik

wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor bacth

dan tanggal kadaluwarsa;

(b) Semua obat atau bahan obat harus pada kondisi penyimpanan

yang sesuai untuk menjamin keamanan dan stabilitasnya;

(c) Penyimpanan obat agar tidak terjadi kontaminasi tidak boleh

digunakan untuk menyimpan barang yang lain;

(d) Penyimpanan dengan memperhatikan bentuk sediaan, alfabetis

dan kelas terapi;

(e) Untuk pengeluaran obat dengan sistem FIFO (First In First

Out) dan FEFO (First Expire First Out).

8
5) Pemusnahan dan penarikan

(a) Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak harus sesuai dengan

bentuk dan jenis sediaan. Pemusnahan narkotika dan

psikotropika dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat selain narkotika dan

psikotropika dilakukan oleh Apoteker disaksikan tenaga

kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik. Pembuktian

dengan berita acara pemusnahan.

(b) Pemusnahan resep dilakukan apabila telah disimpan melebihi

jangka waktu 5 (lima) tahun, dilakukan oleh Apoteker

disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek,

pembuktian dengan berita acara pemusnahan resep dan

dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.

(c) Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan BMHP harus

sesuai dengan ketentuan pereturan perundang-undang.

(d) Sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar ditarik oleh

BPOM atau berdasarkan sukarelawan pemilik izin edar.

(e) Penarikan Alkes dan BMHP dilakukan terhadap produk yang

izin edarnya dicabut oleh Mentri.

6) Pengendalian

9
Pengendalian merupakan kegiatan untuk mempertahankan jenis

dan jumlah perdsediaan sesuai dengan kebutuhan pelayanan,

melalui sistem pemesanan atau pengadaan, penyimpanan dan

pengeluaran. Pengendalian dilakukan menggunakan kartu stok

manual ataupun elektronik yang sekurang-kurangnya memuat

nama obat, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran, sisa persediaan

dan tanggal kadaluwarsa. Tujuan pengendalian ini untuk

menghindari terjadinya kekurangan, kelebihan, kerusakan,

kadaluwarsa, kekosongan, kehilangan, dan pengembalian pesanan.

7) Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dilakukan pada sediaan farmasi, Alkes dan BMHP

meliputi: pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpann (kartu

stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lain

sesuai kebutuhan.

Pelaporan terdiri atas pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan

internal meliputi: barang, keuangan dan pelaporan lainnya yang

digunakan untuk kebutuhan menajemen Apotek.

Pelaporan eksternal meliputi: pelaporan narkotika dan psikotropika

dan pelaporan lainnya yang dibuat untuk memenuhi kewajiban

sesuai peraturan perundang-undang.

b. Pelayanan Farmasi Klinik

10
Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan pelayanan yang

bertangung jawab langsung kepada pasien yang meliputi:

1) Pengkajian dan pelayanan resep

a) Kajian administrasi:

(1) Nama pasien, jenis kelamin dan berat badan;

(2) Nama dokter,nomor surat izin praktik (SIP), alamat, nomor

telepon, paraf;

(3) Tanggal penulisan resep.

b) Kajian kesesuaian farmasetika:

(1) Bentuk dan kekuatan sediaan;

(2) Stabilitas;

(3) Kompatibilitas (ketercampuran obat).

c) Pertimbangan klinik:

(1) Ketetapan indikasi dan dosis obat;

(2) Aturan, cara dan lama penggunaan obat;

(3) Duplikasi dan/atau polifarmasi.

(4) Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping,

manifestasi klinik lain);

(5) Kontra indikasi; dan

(6) Interaksi.

2) Dispensing

11
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian

informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal

sebagai berikut:

a) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:

(1) Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep;

(2) Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan

dengan memperhatikan nama obat, keadaan fisik obat dan

keadaan fisik obat;

b) Melakukan peracikan obat bila diperlukan;

c) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

(1) Warna putih untuk obat dalam/oral;

(2) Warna biru untuk obat luar dan suntik;

(3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk

suspensi atau emulsi.

d) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah

untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan

menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:

(1) Obat diserahkan kepada pasien sebelumnya harus dilakukan

pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada

etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat

(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep);

(2) Memanggil nomor tunggu dan nama pasien;

12
(3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

(4) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;

(5) Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal

yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat,

kemungkinan efek samping, makanan dan minuman yang

harus dihindari cara penyimpanan obat dan lain-lain;

(6) Penyerahan obat kepada pasien dilakukan dengan cara

yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat

mungkin emosinya tidak stabil;

(7) Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau

keluarganya;

(8) Buat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh

Apoteker (apabila diperlukan);

(9) Menyimpan resep pada tempatnya;

(10) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.

Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau

pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi

kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit

ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang

sesuai.

3) Pelayanan informasi obat (PIO)

13
Pelayanan informasi obat dilakukan oleh Apoteker dalam

pemberian informasi obat yang tidak memihak. Informasi obat

meliputi: bentuk sediaan, dosis, efek samping, interaksi, formulasi

khusus, rute dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi,

terapeutik, dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu

hamil dan menyusui, harga, sifat fisiki atau kimia dari obat dan

lain-lain.

Kegiatan pelayanan informasi obat di Apotek meliputi:

(a) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;

(b) Membuat dan menyebarkan buletin/ brosur/ leaflet,

pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);

(c) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

(d) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa

farmasi yang sedang praktik profesi;

(e) Melakukan penelitian penggunaan obat;

(f) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;

(g) Melakukan program jaminan mutu.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan

Informasi obat :

(1) Topik pertanyaan;

(2) Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan;

(3) Metode pelayanan informasi obat (lisan, tertulis, lewat

telepon);

14
(4) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain

seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui,

data laboratorium);

(5) Uraian pertanyaan;

(6) Jawaban pertanyaan;

(7) Referensi;

(8) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data

Apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat.

4) Konseling

Konseling adalah proses interaktif antara Apoteker dan

pasien/keluarga pasien untuk meningkatkan pengetahuan,

kesadaran dari pasien sehingga terjadi perubahan perilaku dalam

penggunaan obat. Untuk mengawali konseling, Apoteker

menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan

dinilai masih rendah perlu diajukan metode health belief model,

Apoteker melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien

sudah memahami obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati

dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui);

b) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:

TB, DM, AIDS, epilepsi);

15
c) Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus

(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off);

d) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit

(digoksin, fenitoin, teofilin);

e) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat

untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga

termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang

diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat;

f) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling:

a) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;

b) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui

Three Prime Questions, yaitu :

(1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda?

(2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara

pemakaian obat Anda?

(3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang

diharapkan setelah Anda menerima terapi obat tersebut?

c) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan

kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat;

d) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan

masalah penggunaan obat;

16
e) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman

pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan

meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien

memahami informasi yang diberikan dalam konseling.

5) Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)

Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh

Apoteker, meliputi:

a) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan

dengan pengobatan;

b) Identifikasi kepatuhan pasien;

c) Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di

rumah, misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan

insulin;

d) Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum;

e) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan

obat berdasarkan catatan pengobatan pasien;

f) Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah.

6) Pemantauan terapi obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien

mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan

memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

a) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui;

17
b) Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis;

c) Adanya multidiagnosis;

d) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati;

e) Menerima obat dengan indeks terapi sempit;

f) Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat

yang merugikan.

Kegiatan:

a) Memilih pasien yang memenuhi kriteria;

b) Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan

pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan

obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau

keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain;

c) Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait

obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi,

pemberian obat tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat,

dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi obat

yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat;

d) Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien

dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi

akan terjadi;

e) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang

berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan

18
pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak

dikehendaki;

f) Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang

telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan

tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi;

g) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat.

7) Monitoring efek samping obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal

yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis

dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Kegiatan:

a) Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko

tinggi mengalami efek samping obat;

b) Mengisi formulir MESO;

c) Melaporkan ke pusat MESO nasional.

Faktor yang perlu diperhatikan:

a) Kerjasama dengan tim kesehatan lain;

b) Ketersediaan formulir MESO.

19

Anda mungkin juga menyukai