1 SM
1 SM
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/phpj
Pola Pemberian Makanan Terhadap Status Gizi Usia 12-24 Bulan pada Ibu Bekerja
1.
AKBID Mardi Rahayu Kudus, Indonesia
2.
Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Alamatkorespondensi: p-ISSN 2528-5998
Jl. KH. Wahid Hasyim, No 89, Panjunan, Kota Kudus, Kabupaten
e-ISSN 2540-7945
Kudus, Jawa Tengah 59317, Indonesia
E-mail: tyas_dewi83@yahoo.com
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
PENDAHULUAN
infeksi yang diderita oleh anak.Faktor penyebab
Kesehatan merupakan hak dasar anak tidak langsung yaitu ketahanan pangan dalam
yang harus dipenuhi. Anak usia 0-60 bulan atau keluarga, pola asuh, perawatan kesehatan dan
biasa dikenal dengan istilah balita, merupakan sanitasi lingkungan yang kurang memadai. Pola
masa pertumbuhan dan perkembangan yang asuh yang dimaksud disini adalah tentang
pesat. Termasuk didalamnya pada usia 12-24 keterampilan ibu dalam pola pemberian
bulan yang biasa dikenal dengan istilah baduta, makanan (Adisasminto, 2007).
tergolong periode emas sekaligus periode kritis, Jelas sekali bahwa faktor penting dalam
karena apabila bayi dan anak pada masa ini kesehatan anak adalah perilaku ibu, sebagai
tidak memperoleh makanan yang sesuai orang yang berperan dalam pengasuhan anak.
kebutuhan gizinya, maka periode emas akan Moallemi dkk (2007) memperlihatkan adanya
berubah menjadi periode kritis yang akan hubungan antara perilaku ibu dengan kesehatan
mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak anak usia 0-60 bulan. Akan tetapi perilaku ibu
baik pada masa sekarang maupun masa yang dalam pengasuhan anak seringkali tidak
akan datang. diimbangi dengan waktu pengasuhan,
Menurut Fauziah (2009), menyebutkan dikarenakan ibu bekerja. Ibu yang bekerja
bahwa anak usia 12-36bulan bersifat konsumen berpengaruh terhadap status gizi anak usia 0-60
pasif dan anak usia 36-60bulan bersifat bulan. Kegiatan bekerja diluar rumah,
konsumen aktif. Konsumen pasif artinya pada menyebabkan frekuensi bertemu anak
usiatersebut makanan yang dikonsumsi berkurang, akibatnya ibu tidak dapat secara
tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu langsung mengatur pola pemberian makanan
atau pengasuh, sedangkan konsumen aktif pada anak sehari-hari.Penelitian Sumarni dkk
artinya anak dapat memilih makanan yang (2013), menunjukkan bahwa ibu yang bekerja
disukainya. Proyek baduta di Indonesia yang status gizi anak sebagian besar gizi kurang dan
diprogramkan mulai tahun 2013-2017 berfokus yang tidak bekerja menunjukkan gizi baik.
pada peningkatan ibu dalam pemberian makan Hasil wawancara peneliti dengan bidan
bayi termasuk pemberian ASI eksklusif selama desa menyatakan bahwa rata-rata ibu adalah
6 bulan, terus menyusui selama 2 tahun dan bekerja, keseharian anak bersama dengan
waktu dalam pemberian makanan tambahan, anggota keluarga yang lain, sehingga waktu ibu
perawatan praktek di tingkat masyarakat, untuk bertemu dan memperhatikan dalam
memperkuat pelayanan gizi melalui sistem pemberian makanan tidak bisa maksimal. Jam
kesehatan dan meningkatkan akses ke air kerja ibu disini juga bervariasi, ada yang bekerja
minum yang bersih (GAIN, 2013). dengan jam kerja normal (penuh waktu) dan
Dalam Penelitian Riyati Lubis (2008), sistem paruh waktu. Pekerja dengan jam
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk mulai normal atau penuh waktu adalah mereka yang
meningkat pada usia 6-11 bulan dan mencapai bekerja selama minimal 40 jam kerja seminggu,
puncaknya pada usia 12-23 bulan dan 24-35 sedangkan pekerja sistem paruh waktu adalah
bulan. Hal ini sejalan dengan penelitian Sukoco mereka yang bekerja dibawah40 jam kerja
(2015) menunjukkan bahwa berdasarkan BB/U, seminggu.
kondisi gizi buruk lebih banyak terjadi pada Tujuan penelitian ini adalah untuk
bayi usia 0-6 bulan dan gizi kurang pada usia 3- mengetahui hubungan pola pemberian
5 tahun. Penyebab kurang gizi dipengaruhi oleh makanan terhadap status gizianak usia 12-24
dua faktor secara langsung dan tidak bulan pada ibu bekerja paruh waktu dan penuh
langsung.Faktor penyebab secara langsung waktu di wilayah Kabupaten Kudus.
yaitu makanan yang dikonsumsi dan penyakit
156
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pola Pemberian Makanan Pada Ibu Yang Bekerja Paruh Waktu Di
Wilayah Kabupaten Kudus
Pola Pemberian Baik Cukup Kurang
Jumlah Total
Makanan N % N % N %
Frekuensi 10 50% 9 45% 1 5% 20 100
AKE 12 60% 4 20% 4 20% 20 100
AKP 16 80% 4 20% - - 20 100
Sumber: Data Primer
Makanan selingan juga diberikan baik pagi,
siang dan malam. Bahan makanan selingan
Pola pemberian makanan ini meliputi
yang dikonsumsi anak berupa biskuti, roti dan
frekuensi makan minimal tiga kali sehari
buah-buahan seperti melon, semangka, pisang
termasuk kategori baik, akan tetapi terdapat
dan jeruk serta minum susu baik yang masih
juga dalam kategori kurang. Untuk angka
minum ASI dan minum susu formula dapat
kecukupan energi (AKE) dan angka kecukupan
menjadikan anak memiliki berat badan yang
protein (AKP) sebagian besar dalam kategori
baik. Frekuensi konsumsi makan bisa menjadi
baik, akan tetapi belum seluruhnya. Hasil
penduga tingkat kecukupan gizi, sedangkan
wawancara dengan ibu atau pengasuh adalah
kecukupan energi digunakan untuk
frekuensi makan anak dalam kategori baik
mempertahankan fungsi tubuh, aktivitas otot
sehari makan 3 kali, meskipun jumlah yang
dan pertumbuhan, serta kecukupan protein
dimakan sedikit akan tetapi pemilihan bakan
digunakan sebagai pertumbuhan dan
makanan mengandung karbohidrat seperti nasi
memelihara jaringan tubuh, pengatur dan
dan protein baik berupa protein nabati dan
sebagai bahan bakar. Untuk ibu yang bekerja
hewani. Protein hewani yang rata-rata
paruh waktu mempunyai peluang waktu yang
dikonsumsi anak pada ibu bekerja paruh waktu
cukup banyak bersama anaknya sehingga dapat
adalah telur ayam, ikan lele dan ayam,
mengatur pola pemberian makanan anaknya
sedangkan protein nabati yang sering
dan hasil rata-rata dalam kategori baik.
dikonsumsi adalah wortel, bayam, labu siam.
157
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
Hasil penelitian Habestreit (2016) juga bisa mendapat informasi dengan cara
menyampaikan bahwa asupan energi dapat mengakses informasi dari internet yang
dianggap sebagai ukuran paparan berguna pada didukung lokasi tempat tinggal adalah dikota
anak-anak karena menyumbang perubahan dan dengan adanya kecanggihan teknologi saat
terkait pertumbuhan masa kanak-kanak. Hal ini ini, sehingga hasil yang didapatkan pola
sejalan dengan penelitian Syrad et al (2016), pemberian makanan rata-rata dalam kategori
bahwa anak-anak usia 18-36 bulan yang baik.
mengkonsumsi asupan energi dan protein lebih Hal ini sesuai dengan penelitian
dari yang direkomendasikan setiap hari Sumaiyah (2008) yang mengatakan bahwa
berpotensi resiko obesitas dalam pola pemberian makanan sebagian besar
Hal ini sejalan dengan penelitian dalam kategori baik. Hal ini dilatarbelakangi
Sumarni dkk (2008) bahwa ibu yang oleh tingkat pengetahuan ibu, pendidikan dan
mempunyai peluang banyak bersama anaknya tingkat ekonomi yang baik. Semakin tinggi
akan lebih mudah dalam memperhatikan dan tingkat pendidikan orang tua makin tinggi pula
mengatur pola pemberian makanan anaknya. pengetahuan dan pengalamannya dalam
Pola pemberian makanan bila dilihat dari angka merawat anaknya khususnya dalam pola
kecukupan protein lebih tinggi hasilnya bila pemberian makanan. Hal ini diperkuat oleh
dibandingkan dengan angka kecukupan energi pernyataan Suhardjo (2010), bila ibu memiliki
dan frekuensi pemberian makanan. Hal ini bisa pengetahuan gizi yang baik maka ibu akan
disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu mampu untuk memilih makanan-makanan
tentang pola pemberian makanan bagi anaknya. yang bergizi untuk dikonsumsi. Selain
Kurangnya pengetahuan ibu tentang pola pengetahuan, keterampilan ibu dalam rencana
pemberian makanan meliputi frekuensi makan, pemberian makanan juga perlu diperhatikan.
angka kecukupan energi dan angka kecukupan Hal ini sejalan dengan penelitian Mukabutera et
protein akan mempengaruhi ibu dalam praktik al (2016) menyebutkan bahwa ibu dengan usia
pemberian makanan terhadap anaknya. Akan matang cenderung memiliki anak dengan berat
tetapi meskipun ibu bekerja paruh waktu, disini badan ideal karena berkaitan dengan
ibu mempunyai peluang bertemu dengan orang keterampilan ibu dalam rencana pemberian
banyak sehingga ibu bisa mendapatkan makanan sehingga didapatkan status gizi anak
informasi dari masyarakat sekitar. Selain itu ibu yang baik.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pola Pemberian Makanan Pada Ibu Yang Bekerja Penuh Waktu Di
Wilayah Kabupaten Kudus
Pola Pemberian Baik Cukup Kurang
Jumlah Total
Makanan N % N % N %
Frekuensi 13 68,42% 5 26,32% 1 5,26% 19 100
AKE 11 57,9% 4 21,05% 4 21,055 19 100
AKP 17 89,47% 2 10,53% - - 19 100
Sumber: Data Primer
dan angka kecukupan protein (AKP)
sebagian besar juga dalam kategori baik
Pola pemberian makanan ini meliputi
meskipun belum seluruhnya. Sama halnya
frekuensi makan minimal tiga kali sehari
dengan pola pemberian makanan pada ibu
sebagian besar termasuk kategori baik. Untuk
pekerja paruh waktu. Hasil wawancara dengan
angka kecukupan energi (AKE)
ibu atau pengasuh adalah frekuensi makan anak
dalam kategori baik 3 kali sehari meskipun
158
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
jumlah yang dimakan sedikit akan tetapi sebagian besar dalam kategori baik meskipun
pemilihan bakan makanan mengandung belum seluruhnya. Hal ini sesuai dengan
karbohidrat dan protein. Bahan makanan yang penelitian Sumaiyah (2008) yang mengatakan
mengandung karbohidrat adalah nasi dan roti bahwa dalam pola pemberian makanan
sedangkan bahan makanan yang mengandung sebagian besar dalam kategori baik. Hal ini
protein hewati adalah daging giling, telur, ikan dilatarbelakangi oleh tingkat pengetahuan ibu,
laut, ikan tawar seperti lele, sedangkan protein pendidikan dan tingkat ekonomi yang baik.
nabati seperti bayam, wortel, labu kuning. Semakin tinggi pengetahuan dan pengalaman
Makanan selingan yang dikonsumsi anak baik ibu dalam merawat anaknya maka akan
berupa biskuti, roti dan buah-buahan seperti berpengaruh juga dalam praktik pemberian
pisang, jeruk, melon, semangka serta minum makanan pada anaknya. Hal ini diperkuat oleh
susu dapat menjadikan anak memiliki berat pernyataan Suhardjo (2010), bila ibu memiliki
badan yang baik. Frekuensi konsumsi makan pengetahuan gizi yang baik maka ibu akan
bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, mampu untuk memilih makanan-makanan
sedangkan kecukupan energi digunakan untuk yang bergizi untuk dikonsumsi. Didukung pula
mempertahankan fungsi tubuh, aktivitas otot oleh penelitian Sufiyan (2012), bahwa pengasuh
dan pertumbuhan, serta kecukupan protein yang tidak memiliki pendidikan formal akan
digunakan sebagai pertumbuhan dan mempengaruhi status gizi. Pendidikan dapat
memelihara jaringan tubuh, pengatur dan mendorong dan mempromosikan jenis
sebagai bahan bakar. Untuk ibu yang bekerja makanan yang tepat dengan cara yang tepat
penuh waktu mempunyai peluang waktu yang untuk memberikan jumlah yang tepat. Hal ini
kurang bersama anaknya, akan tetapi anak juga dinyatakan oleh Martin (2007) dalam
diasuh bersama dengan keluarganya atau penelitiannya menyatakan bahwa kekurangan
pengasuh sehingga pola pemberian makanan gizi dipengaruhi oleh pendidikan ibu dalam
pada anak rata-rata dalam kategori baik juga. menentukan pemenuhan pemberian makanan
Dalam pola pemberian makanan pada yang tepat pada anak balita.
ibu pekerja penuh waktu hampir sama hasilnya Menurut Fauziah (2009) dalam
dengan pola pemberian makanan pada ibu penelitiannya menyebutkan bahwa anak balita
pekerja paruh waktu. Hal ini disebabkan karena usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif, artinya
pemilihan bahan makanan oleh ibu serta makanan yang dikonsumsi tergantung pada apa
praktik pemberian makanan pada anak. Pada yang disediakan oleh ibu, sehingga
ibu bekerja penuh waktu mempunyai peluang keterampilan ibu dalam rencana pemberian
yang besar bertemu dengan orang banyak makanan juga perlu diperhatikan. Hal ini
sehingga ibu bisa memperoleh informasi dari sejalan dengan penelitian Mukabutera et al
masyarakat sekitar. Selain itu ibu juga bisa (2016) menyebutkan bahwa ibu dengan usia
mendapat informasi dengan cara mengakses matang cenderung memiliki anak dengan berat
informasi dari internet yang didukung lokasi badan ideal karena berkaitan dengan
tempat tinggal adalah dikota dan dengan keterampilan ibu dalam rencana pemberian
adanya kecanggihan teknologi saat ini, sehingga makanan sehingga didapatkan status gizi anak
pola pemberian makanan yang diberikan yang baik.
159
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Gambaran Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Di Wilayah Kabupaten
Kudus
Paruh Waktu Penuh Waktu
Status Gizi
N % N %
Gizi buruk - - - -
Gizi kurang 4 20% 1 5,26%
Gizi baik 16 80% 18 94,74%
Gizi lebih - - - -
Jumlah 20 100% 19 100%
Sumber: Data Primer
Tabel 4. Hubungan Pola Pemberian Makanan (Frek.Makan) Terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24
Bulan Di Wilayah Kabupaten Kudus
Pola Pemberian
Status Gizi
Makanan p
(Frek.Makan) Lebih % Baik % Kurang % Buruk %
Baik - - 22 56,41% 1 2,56% - -
Cukup 10 25,64% 4 10,26% - - 0,05
Kurang - - 2 5,13% - - - -
Jumlah - - 34 87,18% 5 12,82% - -
Sumber: Data Primer
160
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
Tabel 5. Hubungan Pola Pemberian Makanan (AKE) Terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Di
Wilayah Kabupaten Kudus
Pola Pemberian
Status Gizi
Makanan (AKE) p
Lebih % Baik % Kurang % Buruk %
Tabel 6. Hubungan Pola Pemberian Makanan (AKP) Terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan Di
Wilayah Kabupaten Kudus
Pola Pemberian
Status Gizi
Makanan (AKP)
p
Lebih % Baik % Kurang % Buruk %
pemberian makanan pada angka kecukupan Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
energi (AKE) terhadap status gizi. Akan tetapi hasil dari penelitian Yulia dkk (2008), yang
hasil yang diperoleh dalam pemberian makanan menyatakan bahwa perilaku selama
dilihat dari angka kecukupan protein (AKP) memberikan makan atau pola asuh makan oleh
sebagian besar dalam kategori baik dengan ibu berhubungan positif dan signifikan dengan
status gizi yang baik meskipun belum status gizi anak balita. Didukung pula oleh
seluruhnya, nilai p value 0,76 > 0,05 penelitian Realita (2010) yang menjelaskan
menunjukkan hasil yang tidak signifikan bahwa bahwa konsumsi makanan atau dalam pola
tidak ada hubungan pemberian makanan pada pemberian makan yang baik berpengaruh
angka kecukupan protein (AKP) terhadap status terhadap status gizi. Status gizi baik bila tubuh
gizi. Makanan harus menyediakan cukup energi memperoleh asupan gizi yang baik, sehingga
dan protein untuk mempertahankan fungsi memungkinkan pertumbuhan fisik dan
tubuh, aktivitas otot dan pertumbuhan. Akan kesehatan secara umum pada keadaan baik.
tetapi status gizi anak dalam kategori baik ini Akan tetapi dalam penelitian Surbakti (2005)
dipengaruhi karena sebagian besar anak-anak menyatakan bahwa perkembangan sebagai
cenderung lebih sering minum susu formula indikator penilaian status gizi seorang anak
lebih banyak daripada mengkonsumsi makanan tidak dipengaruhi oleh jenis makanan yang
berat maupun ringan. Hal ini diperkuat oleh diberikan oleh orang tuanya, tetapi lebih
penelitian Sufiyan (2012) bahwa pengasuh yang ditekankan pada cara orang tua memberi
memiliki pendidikan dapat mempromosikan makanan kepada anaknya sehingga anaknya
jenis makanan yang tepat dengan cara yang mau makan.
tepat untuk memberikan dalam jumlah yang
tepat.
Tabel 7. Hubungan Pola Pemberian Makanan Terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 pada ibu bekerja
paruh waktu dan penuh waktu Bulan Di Wilayah Kabupaten Kudus
Pola Status Gizi
Pemberian
Makanan
Paruh Waktu Penuh Waktu
Frekuensi
makan
Baik - 9 1 - - 13 - - 23 100
Cukup - 6 3 - - 4 1 - 14
Kurang - 1 - - - 1 - - 2 100
AKE
Baik - 11 1 - - 11 - - 23 100 0,05
Cukup - 2 2 - - 3 1 - 8
Kurang - 3 1 - - 4 - - 8 100
AKP
Baik - 13 3 - - 16 1 - 33 100
Cukup - 3 1 - - 2 - - 6
Kurang - - - - - - - - - 100
Sumber: Data Primer
162
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
Hasil yang didapat dari penghitungan makanan yang baik berpengaruh terhadap
menggunakan uji kendallbatas kemaknaan α = status gizi yang baik. Status gizi baik bila tubuh
0,05, adalah untuk frekuensi pemberian memperoleh asupan gizi yang baik, sehingga
makanan terhadap status gizi p value 0,24 dan memungkinkan pertumbuhan fisik dan
0,178 > 0,05, angka kecukupan energi (AKP)p kesehatan secara umum pada keadaan umum
value 0,659 dan 0,178 > 0,05 dan angka sebaik mungkin. Status gizi kurang terjadi bila
kecukupan protein (AKP) 0,426 dan 0,178 > tubuh mengalami kekurangan atau kelebihan
0,05 jadi tidak ada hubungan pola pemberian gizi. Hasil yang didapat dari penghitungan
makanan terhadap status gizi anak usia 12-24 menggunakan SPSS for windows dengan uji
bulan pada ibu bekerja paruh waktu dan penuh kendall tau batas kemaknaan α = 0,05, adalah
waktu. untuk frekuensi pemberian makanan terhadap
Pemberian makanan yang kurang tepat status gizi p value 0,58 dan 0,174 > 0,05 (tidak
dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi signifikan), angka kecukupan energi (AKE) p
begitu juga sebaliknya pemberian makanan value 0,89 dan 0,174 > 0,05 (tidak signifikan),
yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya dan angka kecukupan protein (AKP) 0,418 dan
kegemukan. Pemberian makanan ini bisa 0,174 > 0,05 (tidak signifikan) jadi tidak ada
dipengaruhi oleh faktor ibu, karena ibulah yang hubungan pola pemberian makanan terhadap
sangat berperan penting di keluarga dalam status gizi anak usia 12-24 bulan pada ibu
pengaturan pemberian makanan pada anaknya. bekerja paruh waktu dan penuh waktu.
Banyak ibu-ibu dengan anak usia 0-24 bulan Pemberian makanan yang kurang tepat
bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi
maupun bagi dirinya sendiri. Faktor bekerja begitu juga sebaliknya pemberian makanan
saja nampaknya belum berperan sebagai yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
penyebab timbulnya masalah kurang gizi, akan kegemukan. Pemberian makanan ini bisa
tetapi kondisi kerja lebih menonjol sebagai dipengaruhi oleh faktor ibu, karena ibulah yang
faktor yang mempengaruhi dalam pemberian sangat berperan penting di keluarga dalam
makanan dan status gizi (Suharjo, 2010). pengaturan pemberian makanan pada anaknya.
Demikian juga pada kondisi di Kelurahan Banyak ibu-ibu dengan anak usia 0-24 bulan
Panjunan, banyak ibu-ibu yang bekerja baik bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga
dalam kondisi paruh waktu maupun penuh maupun bagi dirinya sendiri. Faktor bekerja
waktu. Dalam penelitian ini meskipun ibu saja nampaknya belum berperan sebagai
dalam kondisi pekerja, untuk pengasuhan penyebab timbulnya masalah kurang gizi, akan
keseharian anak bersama dengan anggota tetapi kondisi kerja lebih menonjol sebagai
keluarga yang lain atau bisa dikatakan faktor yang mempengaruhi dalam pemberian
pengasuh sekunder dan untuk menu makanan makanan dan status gizi (Suharjo, 2010).
yang diberikan kepada anak sudah dipersiapkan Demikian juga pada kondisi di Kelurahan
sebelumnya oleh ibu sebelum bekerja. Namun Panjunan, banyak ibu-ibu yang bekerja baik
tidak seluruhnya ibu/ pengasuh banyak yang dalam kondisi paruh waktu maupun penuh
menerapkan pola pemberian makanan dengan waktu. Dalam penelitian ini meskipun ibu
baik yang meliputi frekuensi pemberian dalam kondisi pekerja baik secara paruh waktu
makanan, angka kecukupan energi dan angka maupun penuh waktu, untuk pengasuhan
kecukupan protein meskipun didapatkan status keseharian anak bersama dengan anggota
gizi anak juga dalam kondisi baik. keluarga yang lain atau bisa dikatakan
Penelitian ini sesuai dengan penelitian pengasuh sekunder dan untuk menu makanan
Realita (2010) yang menjelaskan bahwa yang diberikan kepada anak sudah dipersiapkan
konsumsi makanan atau dalam pola pemberian sebelumnya oleh ibu sebelum bekerja. Namun
163
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
tidak seluruhnya ibu atau pengasuh banyak pekerjaan. Dalam penelitian Risma et al (2013)
yang menerapkan pola pemberian makanan menyatakan dalam hasilnya bahwa tidak ada
dengan baik yang meliputi frekuensi pemberian hubungan status pekerjaan dengan status gizi,
makanan, angka kecukupan energi dan angka akan tetapi berhubungan yang signifikan antara
kecukupan protein meskipun didapatkan status pekerjaan dengan pola asuh makan. Hal ini
gizi anak juga dalam kondisi baik. Pengalaman dimaksudkan bahwa ibu yang bekerja baik
dan keterampilan ibu atau pengasuh menjadi paruh waktu maupun penuh waktu yang
perhatian dalam penentuan status gizi. Hal ini berhubungan dengan sosial ekonomi ibu
didukung oleh penelitian Aswin (2008) bahwa mempunyai resiko 2,3 kali lebih besar untuk
pekerjaan ibu (90%) adalah rumah tangga atau terjadinya pola asuh makan yang kurang baik
tidak bekerja, sehingga cukup banyak pada anaknya dibanding dengan ibu yang tidak
memperhatikan anaknya dan secara maksimal bekerja. Pada penelitian ini pola asuh
pula dalam pemenuhan makanan pada cenderung lebih dominan beresiko terhadap
anaknya. status gizi kurang pada anak dibanding dengan
Penelitian ini sesuai dengan penelitian variabel lain seperti pekerjaan, waktu
Realita (2010) yang menjelaskan bahwa pengasuhan, pendidikan ibu dan pendapatan
konsumsi makanan atau dalam pola pemberian keluarga.
makanan yang baik berpengaruh terhadap
status gizi yang baik. Status gizi baik bila tubuh
SIMPULAN
memperoleh asupan gizi yang baik, sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik dan
Tidak ada hubungan pola pemberian
kesehatan secara umum pada keadaan umum
makanan terhadap status gizi anak usia 12-24
sebaik mungkin. Status gizi kurang terjadi bila
bulan pada ibu bekerja. Hal ini dikarenakan
tubuh mengalami kekurangan atau kelebihan
meskipun ibu bekerja, pemberian makanan
gizi. Hal ini didukung oleh penelitian Bhandari
anak sehari-hari adalah bersama dengan
TR dan Chhetri M (2013) bahwa status sosial
pengasuh atau keluarga yang telah mempunyai
ekonomi orang tua dikaitkan dengan pekerjaan
pengalaman dan keterampilan sebelumnya serta
orang tua baik paruh waktu maupun penuh
untuk bahan makanan telah dipersiapkan oleh
waktu, pemberian makanan yang tepat
ibu sebelum bekerja.
merupakan faktor yang mempengaruhi apakah
mengalami kekurangan gizi pada anak dibawah
usia 5 tahun. Hal ini dikaitkan dengan adanya DAFTAR PUSTAKA
ekonomi yang cukup akan dominan dalam
meningkatkan peluang untuk membeli pangan Abuya, B. A et al. 2012. “Effect of Mother’s
dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, Education on Child’s Nutritional Status
sebaliknya adanya penurunan pendapatan yang in The slums of Nairobi”. BMC
identik dikaitkan dengan pendapatan akan Pediatr:12-20.
menyebabkan menurunnya daya beli pangan Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta:
baik secara kuantitas maupun kualitas. PT. Raja Grafindo.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Ali, Khomsan. 2003. Pangan dan Gizi Untuk
penelitian Melva (2006) pola asuh makan yang Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
baik lebih tinggi persentasenya pada responden Persada.
yang ibunya tidak bekerja daripada ibu bekerja, Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
karena berdasarkan uji statistik menunjukkan Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara pola asuh makan dengan status
164
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
165
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
166
Dewi Endah Kusumaningtyas, Soesanto, Sri Mariyati Deliana./
167