BUPATI PIDIE
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengelolaan harta kekayaan Mukim terlebih dahulu
perlu dilakukan penegasan batas dan inventarisir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 21 ayat (2) Qanun Pidie Nomor 7
Tahun 2011 tentang Pemerintahan Mukim;
17. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat
Istiadat (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008
Nomor 09, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
Nomor 19);
18. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat (Lembaran
Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 20);
20. Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2011 tentang Irigasi (Lembaran Daerah
Aceh tahun 2011 Nomor 9);
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggara pemerintahan Kabupaten/Kota
yang terdiri atas Bupati dan perangkat daerah Kabupaten/Kota.
(6) Tuha Peut Mukim adalah kelengkapan lembaga mukim yang terdiri dari unsur ulama,
tokoh adat, pemuka masyarakat dan cerdik pandai.
(7) Keujruen Blang adalah orang yang memimpin dan mengatur kegiatan dibidang usaha
persawahan.
(8) Panglima Uteun/Pawang Glee adalah orang yang memimpin dan mengatur adat
istiadat yang berkenaan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hutan.
(9) Panglima Laot adalah orang yang memimpin dan mengatur adat istiadat dibidang
pesisir dan kelautan.
(10) Syahbanda adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat tentang
tambatan kapal/perahu, lalu lintas dan keluar masuk kapal/perahu dilaut danau dan
sungai yang tidak dikelola oleh pemerintah.
(11) Pawang Krueng adalah orang yang memimpin dan mengatur tentang pemanfaatan
dan pelestarian sungai.
(12) Petua Seuneubok adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat tentang
pembukaan dan penggunaan lahan untuk perladangan/perkebunan.
(13) Petua Padang Meurabe adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat
tentang pemanfaatan lahan pengembalaan.
(14) Haria Pekan adalah orang yang mengatur dan memimpin tentang tata pasar,
ketertiban, keamanaan dan kebersihan pasar serta melaksanakan tugas-tugas
perbantuan.
(15) Keujreun Meuh adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat tentang
penambangan emas.
(16) Harta Kekayaan Mukim adalah harta kekayaan yang dikuasai oleh Mukim yang ada
pada waktu pembentukan Gampong dan tidak diserahkan kepada Gampong serta
sumber pendapatan lainnya yang sah.
(17) Tanah Ulayat adalah tanah yang berada dalam wilayah Mukim yang dikuasai dan
diatur oleh Hukum Adat.
(18) Keuangan Mukim adalah semua hak dan kewajiban Mukim yang dapat dinilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik mukim berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
(21) Harta Kekayaan Mukim adalah barang milik Mukim yang berasal dari kekayaan asli
Mukim, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim
atau perolehan hak lainnya yang sah.
(22) Tanah Mukim adalah barang milik mukim berupa tanoh blang, meusara, kuburan,
dan tanah untuk kas mukim.
(23) Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan dan pelaporan
hasil pendataan kekayaan milik Mukim.
(25) Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang atau dana dari Pemerintah
Provinsi/Kabupaten kepada Pemerintah Mukim dan/atau antar Pemerintah Mukim.
(26) Bangun guna serah adalah pemanfaatan Kekayaan Mukim berupa tanah oleh pihak
lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan. dan/atau
sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
(27) Bangun serah guna adalah pemanfaatan Kekayaan Mukim berupa tanah oleh pihak
lain dengan cara mendirikan, bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan
setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain
tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
(28) Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Mukim oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Mukim bukan
pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
(29) Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Kekayaan Mukim antar Pemerintah
Mukim dan Pemerintah Gampong dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima
imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada
Pemerintah Mukim yang bersangkutan.
(30) Gadai adalah meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan
barang sebagai anggunan, jika telah sampai pada waktunya tidak ditebus, barang itu
menjadi hak yang memberi pinjaman.
(31) Sewa adalah pemanfaatan Kekayaan Mukim oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu untuk menerima imbalan uang tunai atau barang berharga lainnya.
Pasal 2
Asas dalam inventarisir harta kekayaan mukim adalah:
a. keadilan
b. keseimbangan
c. kemanfaatan
d. kearifan
e. kepastian
f. partisipatif
g. keterbukaan
h. tanggung jawab
i. kekeluargaan
j. solidaritas/gotong royong
k. kesejahteraan
Pasal 3
Pengaturan inventarisir harta kekayaan mukim bertujuan untuk:
a. memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum terhadap harta
kekayaan mukim di wilayah darat dan laut;
b. menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan penetapan dan penegasan harta
kekayaan mukim secara tertib dan terkoordinasi;
c. memberikan keseimbangan dalam pengembangan wilayah dan pengelolaan
sumberdaya alam;
d. memberikan kejelasan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan mukim;
dan
e. menciptakan kedamaian dalam masyarakat dan menghindari adanya konflik
pengelolaan sumberdaya alam di wilayah mukim.
BAB III
PENETAPAN DAN PENEGASAN HARTA KEKAYAAN MUKIM
Pasal 4
(1) Harta kekayaan mukim dapat berupa ;
a. kekayaan benda, dan
b. kekayaan non benda
(2) Harta kekayaan benda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari harta
kekayaan yang telah ada atau yang kemudian dikuasai oleh mukim, dapat berupa:
a. wilayah hutan mukim (uteun mukim);
b. areal bebas (gabungan beberapa gampong) –termasuk padang meurabe;
c. areal tepi sungai (aliran DAS);
d. tempat penyerapan air (seperti rawa-rawa)/lahan gambut;
e. daerah semak belukar;
f. perbukitan (glee);
g. potensi tambang yang dikuasai lembaga adat;
h. potensi jasa lingkungan (penyerap sumberdaya air, carbon, pariwisata, dll);
i. persawahan (blang);
j. alur (alue);
(4) Selain harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harta kekayaan Mukim dapat juga
berupa harta bergerak dan/atau tidak bergerak lainnya.
(5) Imuem Mukim harus melakukan inventarisasi terhadap semua harta kekayaan mukim
dalam wilayah kekuasaannya sebagaimana disebutkan dalam ayat (2) dan ayat (3).
Pasal 5
(1) Inventarisir harta kekayaan mukim harus melibatkan tokoh masyarakat mukim dan
Keusyik dalam wilayah mukim bersangkutan.
(2) Imuem Mukim berkewajiban mengumumkan hasil inventarisir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada masyarakat.
Pasal 6
(1) Imuem Mukim harus mendaftarkan hasil inventarisir harta kekayaan mukim
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 kepada Pemerintah Kabupaten.
(2) Hasil inventarisir harta kekayaan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditembuskan juga kepada Forum Mukim.
Pasal 7
Pasal 8
(1) Pendapatan yang bersumber dari harta kekayaan mukim, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 harus dibagi secara proporsional antara mukim dan gampong didasarkan atas
prinsip keseimbangan, kemampuan antar gampong, dengan tujuan pemerataan
kemampuan antar gampong dalam wilayah mukim;
(2) Pembagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar kesepakatan antar
mukim dan gampong serta gabungan gampong dalam mukim setempat dan diatur
melalui Peraturan Mukim.
Pasal 9
Tuha Peut Mukim wajib melakukan pengawasan terhadap harta kekayaan Mukim.
BAB IV
PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN MUKIM
Pasal 10
Kekayaan mukim dikelola oleh Pemerintahan Mukim dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk
kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat,
pelayanan masyarakat mukim, penegakan syariat Islam, penguatan lembaga dan masyarat
adat serta penyelesaian perselisihan/sengketa.
Pasal 11
Pasal 12
(1) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf a dilakukan atas dasar:
a. menguntungkan mukim;
b. jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sesuai dengan jenis kekayaan mukim
dan dapat diperpanjang; dan
c. penetapan bagi hasil ditetapkan dengan Keputusan Imuem Mukim setelah mendapat
persetujuan Tuha Peut Mukim
(2) Bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat perjanjian
kontrak kerja, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. obyek perjanjian bagi hasil;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. penyelesaian perselisihan;
f. keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan
g. peninjauan pelaksanaan perjanjian.
Pasal 15
(1) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf b dilakukan atas dasar:
a. menguntungkan mukim;
b. jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sesuai dengan jenis kekayaan mukim
dan dapat diperpanjang; dan
c. penetapan tarif sewa ditetapkan dengan Keputusan Imuem Mukim setelah mendapat
persetujuan Tuha Peut Mukim.
(2) Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat perjanjian sewa
menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. obyek perjanijian sewa menyewa;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban para pihak;
Pasal 16
(1) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf c hanya dilakukan oleh pemerintah mukim dengan pemerintah mukim
dan/atau pemerintah mukim dengan pemerintah gampong.
(2) Pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali tanah dan bangunan.
(3) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan oleh Imuem Mukim setelah mendapat persetujuan Tuha Peut
Mukim.
(4) Jangka waktu pinjam pakai paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang.
(5) Pinjam pakai dilakukan dengan surat perjanjian pinjam pakai yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. obyek perjanijian pinjam pakai;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. penyelesaian perselisihan;
f. keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan
g. peninjauan pelaksanaan perjanjian.
Pasal 17
Pasal 18
(1) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa bangun serah guna dan bangun guna serah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e dilakukan atas dasar:
b. Tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan Belanja Mukim untuk penyediaan
bangunan dan fasilitas.
Pasal 19
(1) Hasil pemanfaatan kekayaan mukim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14,
Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17, Pasal 18 merupakan penerimaan/pendapatan mukim.
(2) Penerimaan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib seluruhnya disetorkan
pada rekening mukim.
Pasal 20
(1) Kekayaan mukim yang berupa tanah mukim tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan
hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.
(2) Pelepasan hak kepemilikan tanah mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan mukim
dengan memperhatikan harga pasar.
(3) Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang
lebih baik dan berlokasi di mukim setempat.
(4) Pelepasan hak kepemilikan tanah mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Imuem Mukim.
(5) Keputusan Imuem Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan setelah
mendapat persetujuan Tuha Peut Mukim dan mengetahui Bupati.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 21
BAB VI
PENYELESAIAN PERSENGKETAAN HARTA KEKAYAAN MUKIM
Pasal 22
(1) Sengketa hak atas harta kekayaan mukim dapat timbul:
a. mukim dan mukim;
b. mukim dan gampong;
c. mukim dan masyarakat;
d. mukim dan badan hukum, dan
e. mukim dan pihak lain.
(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui
penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan.
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan mediasi dan negosiasi atau pilihan lain dari para pihak yang
bersengketa.
(4) Apabila dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak tercapai kesepakatan, para pihak yang bersengketa dapat mengajukannya
ke pengadilan.
(5) Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan untuk membuktikan hak atas harta kekayaan mukim.
Pasal 23
(1) Dalam hal terjadi persengketaan harta kekayaan mukim, dilakukan penyelesaian
sengketa harta kekayaan mukim secara berjenjang.
(2) Penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim antar mukim dalam satu wilayah
kecamatan dilakukan oleh camat.
(3) Penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim antar kecamatan dilakukan oleh bupati.
Pasal 24
(1) Camat dalam melakukan penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dengan mengundang para pihak pada tingkat
mukim yang bersengketa.
(2) Mukim yang bersengketa memaparkan kondisi ril harta kekayaan yang
dipermasalahkan dengan menyampaikan dokumen-dokumen dan bukti lainnya dalam
rapat penyelesaian persengketaan sebagaimana dimaksud ayat (1).
(3) Camat mempelajari dan mempertimbangkan paparan, dokumen-dokumen dan bukti-
bukti lainnya.
(4) Camat membuat berita acara hasil rapat penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim
sebagaimana dimaksud ayat (1).
Pasal 25
(1) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan pada rapat pertama, camat mengundang mukim
yang berselisihan dalam rapat kedua paling lambat 14 hari kerja setelah rapat pertama.
Pasal 26
(1) Camat mengundang mukim dan tokoh masyarakat yang memahami sejarah harta
kekayaan mukim dalam rapat ketiga untuk memfasilitasi penyelesaian persengketaan
dalam hal tidak mencapai kesepakatan dalam rapat kedua.
(2) Camat memutuskan sengketa harta kekayaan mukim sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Camat menetapkan surat keputusan penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim
dengan mempertimbangkan berita acara hasil rapat pada tingkat kecamatan serta
mempertimbangkan aspek sosiologis, historis, yuridis, geografis, pemerintahan dan
atau aspek lainnya yang dianggap perlu.
(4) Putusan camat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Surat
Keputusan Camat.
(5) Dalam hal para pihak tidak dapat menerima putusan camat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) para pihak dapat mengajukan keberatan kepada bupati.
(6) Pengajuan keberatan kepada Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak Surat Keputusan Camat diterima oleh para pihak
yang bersengketa.
Pasal 27
Pasal 28
(1) Dalam hal tidak mencapai kesepakatan pada rapat pertama, bupati mengundang camat
dan mukim yang bersengketa untuk rapat kedua paling lambat 30 hari setelah rapat
pertama.
(2) Bupati membuat berita acara hasil rapat penyelesaian persengketaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 29
(1) Dalam hal mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim dalam
Kecamatan yang berbeda di wilayah kabupaten, bupati menetapkan dalam suatu Surat
Keputusan Bupati.
(2) Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan dalam penyelesaian sengketa harta kekayaan
mukim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), bupati memutuskan
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 30
(1) Segala pembiayaan yang timbul atas pelaksanaan Peraturan Bupati ini dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 31
(1) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperhatikan hak asal usul
dan adat istiadat masyarakat setempat.
BAB IX
ATURAN PERALIHAN
Pasal 32
(1) Harta kekayaan mukim dapat saja berada dalam wilayah mukim lain.
(2) Harta mukim di wilayah Mukim lain, penegasan haknya dilakukan paling lama 2 (dua)
tahun sejak peraturan ini dikeluarkan.
(3) Penegasan dan pengukuhan harta kekayaan mukim didalam wilayah mukim lain
merujuk pada ketentuan dalam Peraturan Bupati ini.
(4) Segala ketentuan yang ada dalam Peraturan Bupati yang berkaitan dengan harta
kekayaan mukim dinyatakan masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan ini.
BAB X
PENUTUP
Pasal 33
Pada tanggal………………
Bupati Pidie,
( SARJANI ABDULLAH )
Diundangkan di : ……………………….
(T. ANWAR)