Anda di halaman 1dari 15

BUPATI PIDIE

PERATURAN BUPATI PIDIE


NOMOR : …… TAHUN 2016
TENTANG
INVENTARISASI HARTA KEKAYAAN MUKIM

BUPATI PIDIE

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengelolaan harta kekayaan Mukim terlebih dahulu
perlu dilakukan penegasan batas dan inventarisir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 21 ayat (2) Qanun Pidie Nomor 7
Tahun 2011 tentang Pemerintahan Mukim;

b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a


perlu menetapkan peraturan tentang inventarisasi harta kekayaan mukim
dalam suatu Peraturan Bupati.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah


Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi
Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria.


(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber


Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49);

4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan


Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3893):

-Hal 1 dari 15-


6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indoneisa Nomor 4377);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh


(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2006 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633);

9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan


Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4858);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan


Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5103);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan


Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5112);

14. Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Aceh Nomor 12 Tahun


2002 tentang Pertambangan Umum, Minyak Bumi dan Gas Alam
(Lembaran Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002
Nomor 55 Seri E Nomor 4);

15. Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Aceh Nomor 14 Tahun


2002 tentang Kehutanan (Lembaran Daerah Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Tahun 2002 Nomor 57 Seri E Nomor 6);

-Hal 2 dari 15-


16. Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Aceh Nomor 16 Tahun
2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
(Lembaran Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002
Nomor 59 Seri E Nomor 8);

17. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat
Istiadat (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008
Nomor 09, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
Nomor 19);

18. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat (Lembaran
Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 20);

19. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Lingkungan


(Lembaran Aceh Tahun 2011 Nomor 07, Tambahan Lembaran Aceh
Nomor 03);

20. Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2011 tentang Irigasi (Lembaran Daerah
Aceh tahun 2011 Nomor 9);

21. Qanun Kabupaten Pidie Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pemerintahan


Mukim; (Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 07, Tambahan
Lembaran Daerah Nomor 038);

22. Qanun Kabupaten Pidie Nomor …… Tahun 2014 Tentang Rencana


Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pidie Tahun 2014-2034 (Lembaran
Kabupaten Pidie Tahun 2014 Nomor …., Tambahan Lembaran
Kabupaten Pidie Nomor ……).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI PIDIE TENTANG INVENTARISASI HARTA


KEKAYAAN MUKIM

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
(1) Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggara pemerintahan Kabupaten/Kota
yang terdiri atas Bupati dan perangkat daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kecamatan adalah Wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah.

(3) Camat adalah Camat dalam wilayah Kabupaten Pidie.

-Hal 3 dari 15-


(4) Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah Kecamatan yang terdiri atas
gabungan beberapa Gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin
oleh Imum Mukim dan berkedudukan langsung di bawah Camat.

(5) Imum Mukim adalah Kepala Pemerintahan Mukim.

(6) Tuha Peut Mukim adalah kelengkapan lembaga mukim yang terdiri dari unsur ulama,
tokoh adat, pemuka masyarakat dan cerdik pandai.

(7) Keujruen Blang adalah orang yang memimpin dan mengatur kegiatan dibidang usaha
persawahan.

(8) Panglima Uteun/Pawang Glee adalah orang yang memimpin dan mengatur adat
istiadat yang berkenaan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hutan.

(9) Panglima Laot adalah orang yang memimpin dan mengatur adat istiadat dibidang
pesisir dan kelautan.

(10) Syahbanda adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat tentang
tambatan kapal/perahu, lalu lintas dan keluar masuk kapal/perahu dilaut danau dan
sungai yang tidak dikelola oleh pemerintah.

(11) Pawang Krueng adalah orang yang memimpin dan mengatur tentang pemanfaatan
dan pelestarian sungai.

(12) Petua Seuneubok adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat tentang
pembukaan dan penggunaan lahan untuk perladangan/perkebunan.

(13) Petua Padang Meurabe adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat
tentang pemanfaatan lahan pengembalaan.

(14) Haria Pekan adalah orang yang mengatur dan memimpin tentang tata pasar,
ketertiban, keamanaan dan kebersihan pasar serta melaksanakan tugas-tugas
perbantuan.

(15) Keujreun Meuh adalah orang yang memimpin dan mengatur ketentuan adat tentang
penambangan emas.

(16) Harta Kekayaan Mukim adalah harta kekayaan yang dikuasai oleh Mukim yang ada
pada waktu pembentukan Gampong dan tidak diserahkan kepada Gampong serta
sumber pendapatan lainnya yang sah.

(17) Tanah Ulayat adalah tanah yang berada dalam wilayah Mukim yang dikuasai dan
diatur oleh Hukum Adat.

(18) Keuangan Mukim adalah semua hak dan kewajiban Mukim yang dapat dinilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik mukim berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

-Hal 4 dari 15-


(19) Gampong adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah mukim dan
dipimpin oleh keuchik yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.

(20) Pengelolaan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan,


penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindah-
tanganan, penatausahaan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

(21) Harta Kekayaan Mukim adalah barang milik Mukim yang berasal dari kekayaan asli
Mukim, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim
atau perolehan hak lainnya yang sah.

(22) Tanah Mukim adalah barang milik mukim berupa tanoh blang, meusara, kuburan,
dan tanah untuk kas mukim.

(23) Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan dan pelaporan
hasil pendataan kekayaan milik Mukim.

(24) Pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Mukim.

(25) Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang atau dana dari Pemerintah
Provinsi/Kabupaten kepada Pemerintah Mukim dan/atau antar Pemerintah Mukim.

(26) Bangun guna serah adalah pemanfaatan Kekayaan Mukim berupa tanah oleh pihak
lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan. dan/atau
sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

(27) Bangun serah guna adalah pemanfaatan Kekayaan Mukim berupa tanah oleh pihak
lain dengan cara mendirikan, bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan
setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain
tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

(28) Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Mukim oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Mukim bukan
pajak dan sumber pembiayaan lainnya.

(29) Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Kekayaan Mukim antar Pemerintah
Mukim dan Pemerintah Gampong dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima
imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada
Pemerintah Mukim yang bersangkutan.

(30) Gadai adalah meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan
barang sebagai anggunan, jika telah sampai pada waktunya tidak ditebus, barang itu
menjadi hak yang memberi pinjaman.

(31) Sewa adalah pemanfaatan Kekayaan Mukim oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu untuk menerima imbalan uang tunai atau barang berharga lainnya.

-Hal 5 dari 15-


BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Asas dalam inventarisir harta kekayaan mukim adalah:
a. keadilan
b. keseimbangan
c. kemanfaatan
d. kearifan
e. kepastian
f. partisipatif
g. keterbukaan
h. tanggung jawab
i. kekeluargaan
j. solidaritas/gotong royong
k. kesejahteraan

Pasal 3
Pengaturan inventarisir harta kekayaan mukim bertujuan untuk:
a. memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum terhadap harta
kekayaan mukim di wilayah darat dan laut;
b. menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan penetapan dan penegasan harta
kekayaan mukim secara tertib dan terkoordinasi;
c. memberikan keseimbangan dalam pengembangan wilayah dan pengelolaan
sumberdaya alam;
d. memberikan kejelasan kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan mukim;
dan
e. menciptakan kedamaian dalam masyarakat dan menghindari adanya konflik
pengelolaan sumberdaya alam di wilayah mukim.

BAB III
PENETAPAN DAN PENEGASAN HARTA KEKAYAAN MUKIM

Pasal 4
(1) Harta kekayaan mukim dapat berupa ;
a. kekayaan benda, dan
b. kekayaan non benda
(2) Harta kekayaan benda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari harta
kekayaan yang telah ada atau yang kemudian dikuasai oleh mukim, dapat berupa:
a. wilayah hutan mukim (uteun mukim);
b. areal bebas (gabungan beberapa gampong) –termasuk padang meurabe;
c. areal tepi sungai (aliran DAS);
d. tempat penyerapan air (seperti rawa-rawa)/lahan gambut;
e. daerah semak belukar;
f. perbukitan (glee);
g. potensi tambang yang dikuasai lembaga adat;
h. potensi jasa lingkungan (penyerap sumberdaya air, carbon, pariwisata, dll);
i. persawahan (blang);
j. alur (alue);

-Hal 6 dari 15-


k. sungai (krueng);
l. delta (pante);
m. rawa (paya);
n. pantai laut (pasie);
o. laut (laoet);
p. tanah umum (tanoh meusara);
q. waqaf (wakeuh);
r. danau;
s. kuala;
t. pasar;
u. dan lain-lain.
(3) Harta kekayaan non benda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri dari
harta kekayaan yang telah ada atau yang kemudian dikuasai oleh mukim, dapat berupa :
a. karyaseni berupa kopiah meukutop, kopiah riman,
b. budaya berupa gedeu-gedeu

(4) Selain harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harta kekayaan Mukim dapat juga
berupa harta bergerak dan/atau tidak bergerak lainnya.
(5) Imuem Mukim harus melakukan inventarisasi terhadap semua harta kekayaan mukim
dalam wilayah kekuasaannya sebagaimana disebutkan dalam ayat (2) dan ayat (3).

Pasal 5
(1) Inventarisir harta kekayaan mukim harus melibatkan tokoh masyarakat mukim dan
Keusyik dalam wilayah mukim bersangkutan.
(2) Imuem Mukim berkewajiban mengumumkan hasil inventarisir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada masyarakat.

Pasal 6

(1) Imuem Mukim harus mendaftarkan hasil inventarisir harta kekayaan mukim
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 kepada Pemerintah Kabupaten.
(2) Hasil inventarisir harta kekayaan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditembuskan juga kepada Forum Mukim.

Pasal 7

(1) Pendapatan mukim terdiri dari :


a. Pendapatan asli mukim:
1) hasil kekayaan mukim;
2) hasil usaha mukim;
3) retribusi mukim;
4) uang adat;
5) benda adat;
6) hasil dari tanah meusara yang dikuasai mukim;
7) hasil swadaya masyarakat mukim;
8) hasil gotong royong; dan
9) lain-lain pendapatan asli mukim yang sah
b. penerimaan bantuan dari Pemerintah Kabupaten, Provinsi, dan Pusat:
1) bagi hasil pajak dan retribusi kabupaten minimal 10 % untuk mukim;

-Hal 7 dari 15-


2) bagian dana perimbangan yang diterima kabupaten minimal 10 % untuk alokasi
dana mukim;
3) pembiayaan pelaksanaan tugas pembantuan;
4) bantuan lainnya dari pemerintah, Pemerintah Provinsi; Pemerintah Kabupaten;
5) bagi hasil dari penerimaan Pemerintah yang dipungut dan berasal dari mukim.
c. Penerimaan lain-lain:
1) Sumbangan pihak ketiga
2) Pinjaman Mukim
3) Hasil kerjasama Mukim dengan pihak lain
4) Dan lain-lain
(2) Pendapatan Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Mukim (APBM) yang disusun oleh Imeum Mukim dengan
persetujuan Tuha Peuet Mukim.

Pasal 8

(1) Pendapatan yang bersumber dari harta kekayaan mukim, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 harus dibagi secara proporsional antara mukim dan gampong didasarkan atas
prinsip keseimbangan, kemampuan antar gampong, dengan tujuan pemerataan
kemampuan antar gampong dalam wilayah mukim;
(2) Pembagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar kesepakatan antar
mukim dan gampong serta gabungan gampong dalam mukim setempat dan diatur
melalui Peraturan Mukim.

Pasal 9
Tuha Peut Mukim wajib melakukan pengawasan terhadap harta kekayaan Mukim.

BAB IV
PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN MUKIM

Pasal 10

Kekayaan mukim dikelola oleh Pemerintahan Mukim dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk
kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat,
pelayanan masyarakat mukim, penegakan syariat Islam, penguatan lembaga dan masyarat
adat serta penyelesaian perselisihan/sengketa.

Pasal 11

(1) Pengelolaan kekayaan mukim dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, keterbukaan,


efektif, efisiensi, akuntabilitas dan perlindungan.
(2) Pengelolaan kekayaan mukim harus berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan
pendapatan Pemerintahan Mukim.
(3) Pengelolaan kekayaan mukim dilakukan dengan persetujuan Tuha Peut Mukim.

Pasal 12

Biaya pengelolaan kekayaan mukim dibebankan pada APBM.

-Hal 8 dari 15-


Pasal 13

Jenis pemanfaatan kekayaan mukim berupa :


a. bagi hasil;
b. sewa;
c. pinjam pakai;
d. kerjasama pemanfaatan;
e. bangun serah guna dan bangun guna serah;
f. gadai
g. dan lain-lain.
Pasal 14

(1) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf a dilakukan atas dasar:
a. menguntungkan mukim;
b. jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sesuai dengan jenis kekayaan mukim
dan dapat diperpanjang; dan
c. penetapan bagi hasil ditetapkan dengan Keputusan Imuem Mukim setelah mendapat
persetujuan Tuha Peut Mukim
(2) Bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat perjanjian
kontrak kerja, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. obyek perjanjian bagi hasil;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. penyelesaian perselisihan;
f. keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan
g. peninjauan pelaksanaan perjanjian.

Pasal 15
(1) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf b dilakukan atas dasar:
a. menguntungkan mukim;
b. jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sesuai dengan jenis kekayaan mukim
dan dapat diperpanjang; dan
c. penetapan tarif sewa ditetapkan dengan Keputusan Imuem Mukim setelah mendapat
persetujuan Tuha Peut Mukim.
(2) Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat perjanjian sewa
menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. obyek perjanijian sewa menyewa;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban para pihak;

-Hal 9 dari 15-


e. penyelesaian perselisihan;
f. keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan
g. peninjauan pelaksanaan perjanjian.

Pasal 16

(1) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf c hanya dilakukan oleh pemerintah mukim dengan pemerintah mukim
dan/atau pemerintah mukim dengan pemerintah gampong.
(2) Pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali tanah dan bangunan.
(3) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan oleh Imuem Mukim setelah mendapat persetujuan Tuha Peut
Mukim.
(4) Jangka waktu pinjam pakai paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang.
(5) Pinjam pakai dilakukan dengan surat perjanjian pinjam pakai yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. obyek perjanijian pinjam pakai;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. penyelesaian perselisihan;
f. keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan
g. peninjauan pelaksanaan perjanjian.

Pasal 17

(1) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13 Huruf d dilakukan atas dasar:
a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna kekayaan mukim;
b. meningkatkan pendapatan mukim;
(2) Kerjasama pemanfaatan kekayaan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Imuem Mukim.
(3) Kerjasama pemanfaatan kekayaan mukim dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBM untuk memenuhi biaya
operasional /pemeliharaan/perbaikan dan keahlian kekayaan mukim;
b. penetapan mitra kerjasama pemanfaatan berdasarkan musyawarah mufakat antara
Imuem Mukim dan Tuha Peut Mukim;
c. ditetapkan oleh Imuem Mukim setelah mendapat persetujuan Tuha Peut Mukim;
d. tidak dibolehkan menggadaikan/memindahtangankan kepada pihak lain; dan
e. jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sesuai dengan jenis kekayaan mukim
dan dapat diperpanjang;
(4) Kerjasama pemanfaatan kekayaan mukim dilakukan dengan surat perjanjian kerjasama
sekurang-kurangnya memuat:
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian
b. obyek perjanjian pinjam pakai
c. jangka waktu

-Hal 10 dari 15-


d. hak dan kewajiban para pihak
e. penyelesaian perselisihan
f. keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan
g. peninjauan pelaksanaan perjanjian

Pasal 18

(1) Pemanfaatan kekayaan mukim berupa bangun serah guna dan bangun guna serah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e dilakukan atas dasar:

a. Pemerintah mukim memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan


pemerintahan mukim untuk kepentingan pelayanan umum.

b. Tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan Belanja Mukim untuk penyediaan
bangunan dan fasilitas.

Pasal 19

(1) Hasil pemanfaatan kekayaan mukim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14,
Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17, Pasal 18 merupakan penerimaan/pendapatan mukim.

(2) Penerimaan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib seluruhnya disetorkan
pada rekening mukim.

Pasal 20

(1) Kekayaan mukim yang berupa tanah mukim tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan
hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.

(2) Pelepasan hak kepemilikan tanah mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan mukim
dengan memperhatikan harga pasar.

(3) Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang
lebih baik dan berlokasi di mukim setempat.

(4) Pelepasan hak kepemilikan tanah mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Imuem Mukim.

(5) Keputusan Imuem Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan setelah
mendapat persetujuan Tuha Peut Mukim dan mengetahui Bupati.

BAB V
PEMBINAAN

Pasal 21

(1) Bupati melakukan pembinaan pengelolaan harta kekayaan mukim.


(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemberian pedoman

-Hal 11 dari 15-


umum, bimbingan, pelatihan, dan supervisi.

BAB VI
PENYELESAIAN PERSENGKETAAN HARTA KEKAYAAN MUKIM

Pasal 22
(1) Sengketa hak atas harta kekayaan mukim dapat timbul:
a. mukim dan mukim;
b. mukim dan gampong;
c. mukim dan masyarakat;
d. mukim dan badan hukum, dan
e. mukim dan pihak lain.
(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui
penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan.
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan mediasi dan negosiasi atau pilihan lain dari para pihak yang
bersengketa.
(4) Apabila dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak tercapai kesepakatan, para pihak yang bersengketa dapat mengajukannya
ke pengadilan.
(5) Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan untuk membuktikan hak atas harta kekayaan mukim.

Pasal 23

(1) Dalam hal terjadi persengketaan harta kekayaan mukim, dilakukan penyelesaian
sengketa harta kekayaan mukim secara berjenjang.
(2) Penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim antar mukim dalam satu wilayah
kecamatan dilakukan oleh camat.
(3) Penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim antar kecamatan dilakukan oleh bupati.

Pasal 24

(1) Camat dalam melakukan penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dengan mengundang para pihak pada tingkat
mukim yang bersengketa.
(2) Mukim yang bersengketa memaparkan kondisi ril harta kekayaan yang
dipermasalahkan dengan menyampaikan dokumen-dokumen dan bukti lainnya dalam
rapat penyelesaian persengketaan sebagaimana dimaksud ayat (1).
(3) Camat mempelajari dan mempertimbangkan paparan, dokumen-dokumen dan bukti-
bukti lainnya.
(4) Camat membuat berita acara hasil rapat penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim
sebagaimana dimaksud ayat (1).

Pasal 25

(1) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan pada rapat pertama, camat mengundang mukim
yang berselisihan dalam rapat kedua paling lambat 14 hari kerja setelah rapat pertama.

-Hal 12 dari 15-


(2) Camat membuat berita acara hasil rapat persengketaan sebagaimana dimaksud ayat
(1).

Pasal 26

(1) Camat mengundang mukim dan tokoh masyarakat yang memahami sejarah harta
kekayaan mukim dalam rapat ketiga untuk memfasilitasi penyelesaian persengketaan
dalam hal tidak mencapai kesepakatan dalam rapat kedua.
(2) Camat memutuskan sengketa harta kekayaan mukim sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Camat menetapkan surat keputusan penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim
dengan mempertimbangkan berita acara hasil rapat pada tingkat kecamatan serta
mempertimbangkan aspek sosiologis, historis, yuridis, geografis, pemerintahan dan
atau aspek lainnya yang dianggap perlu.
(4) Putusan camat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Surat
Keputusan Camat.
(5) Dalam hal para pihak tidak dapat menerima putusan camat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) para pihak dapat mengajukan keberatan kepada bupati.
(6) Pengajuan keberatan kepada Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak Surat Keputusan Camat diterima oleh para pihak
yang bersengketa.

Pasal 27

(1) Bupati melakukan penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim sebagaimana


dimaksud pada Pasal 23 ayat (3) dengan mengundang camat dan mukim yang
bersengketa.
(2) Camat dan mukim yang bersengketa memaparkan kondisi ril harta kekayaan mukim
yang dipersengketakan dengan menyampaikan dokumen-dokumen dan bukti-bukti
lainnya dalam rapat penyelesain sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Bupati mempelajari paparan dan dokumen-dokumen serta bukti-bukti lainnya sebagai
bahan pertimbangan dalam penetapan keputusan.
(4) Hasil rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.

Pasal 28

(1) Dalam hal tidak mencapai kesepakatan pada rapat pertama, bupati mengundang camat
dan mukim yang bersengketa untuk rapat kedua paling lambat 30 hari setelah rapat
pertama.
(2) Bupati membuat berita acara hasil rapat penyelesaian persengketaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

Pasal 29

(1) Dalam hal mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa harta kekayaan mukim dalam
Kecamatan yang berbeda di wilayah kabupaten, bupati menetapkan dalam suatu Surat
Keputusan Bupati.
(2) Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan dalam penyelesaian sengketa harta kekayaan
mukim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), bupati memutuskan

-Hal 13 dari 15-


persengketaan dengan mempertimbangkan berita acara hasil rapat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4), serta mempertimbangkan aspeks sosiologis,
historis, yuridis, geografis, pemerintahan dan atau aspek lainnya yang dianggap perlu.
(3) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final dan
mengikat kecuali Keputusan Bupati terhadap sengketa sebagaimana dimaksud dalam
pasal 22 ayat (1) huruf c, d dan e.

BAB VII
PEMBIAYAAN

Pasal 30

(1) Segala pembiayaan yang timbul atas pelaksanaan Peraturan Bupati ini dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 31
(1) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperhatikan hak asal usul
dan adat istiadat masyarakat setempat.

BAB IX
ATURAN PERALIHAN

Pasal 32
(1) Harta kekayaan mukim dapat saja berada dalam wilayah mukim lain.
(2) Harta mukim di wilayah Mukim lain, penegasan haknya dilakukan paling lama 2 (dua)
tahun sejak peraturan ini dikeluarkan.
(3) Penegasan dan pengukuhan harta kekayaan mukim didalam wilayah mukim lain
merujuk pada ketentuan dalam Peraturan Bupati ini.
(4) Segala ketentuan yang ada dalam Peraturan Bupati yang berkaitan dengan harta
kekayaan mukim dinyatakan masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan ini.

BAB X
PENUTUP

Pasal 33

(1) Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.


(2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Kabupaten Pidie.

-Hal 14 dari 15-


Ditetapkan di Sigli …………………………

Pada tanggal………………

Bupati Pidie,

( SARJANI ABDULLAH )

Diundangkan di : ……………………….

Pada Tanggal : ……………………..

SEKRETARIS KABUPATEN PIDIE, 

(T. ANWAR)

BERITA KABUPATEN PIDIE ………………TAHUN …………….. NOMOR:


………………………..

-Hal 15 dari 15-

Anda mungkin juga menyukai