Anda di halaman 1dari 8

Resume Pendidikan Pancasila

“Pancasila Sebagai Sistem Etika”


Ahmad Syahrul Mubarok (11200140000073)

Pancasila Sebagai Sistem Etika

(Sumber: Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Pancasila)

Pengertian etika secara etimologis berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan
hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat.
Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain.
Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang
membahas tentang kriteria baik dan buruk. Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran
filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia.
Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap
kali disebut moralitas atau etika.

Etika dan etiket seringkali diartikan sama, padahal keduanya memliki arti yang berbeda.
Etika berarti moral, sedangkan etiket lebih mengacu pada pengertian sopan santun, adat istiadat.
Jika dilihat dari asal usul katanya, etika berasal dari kata “ethos”, sedangkan etiket berasal dari
kata “etiquette”. Keduanya memang mengatur perilaku manusia secara normatif, tetapi Etika
lebih mengacu ke filsafat moral yang merupakan kajian kritis tentang baik dan buruk, sedangkan
etiket mengacu kepada cara yang tepat, yang diharapkan, serta ditentukan dalam suatu komunitas
tertentu. Contoh, mencuri termasuk pelanggaran moral, tidak penting apakah dia mencuri dengan
tangan kanan atau tangan kiri. Etiket, misalnya terkait dengan tata cara berperilaku dalam
pergaulan, seperti makan dengan tangan kanan dianggap lebih sopan atau beretiket.

Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam filsafat. Berikut akan dijelaskan macam-
macam aliran etika.

1. Etika keutamaan atau etika kebajikan adalah teori yang mempelajari keutamaan (virtue),
artinya mempelajari tentang perbuatan manusia itu baik atau buruk. Beberapa watak yang
terkandung dalam nilai keutamaan adalah baik hati, ksatria, belas kasih, terus terang,
bersahabat, murah hati, bernalar, percaya diri, penguasaan diri, sadar, suka bekerja bersama,
berani, santun, jujur, terampil, adil, setia, ugahari (bersahaja), disiplin, mandiri, bijaksana,
peduli, dan toleran.
2. Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral menentukan
nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban. Seseorang yang
mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asasasas moral yang tertinggi, akan tetapi hasil
tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka tindakan tersebut dinilai secara moral sebagai
tindakan yang tidak etis. Etika teleologis ini menganggap nilai moral dari suatu tindakan
dinilai berdasarkan pada efektivitas tindakan tersebut dalam mencapai tujuannya. Etika
teleologis ini juga menganggap bahwa di dalamnya kebenaran dan kesalahan suatu tindakan
dinilai berdasarkan tujuan akhir yang diinginkan. Aliran-aliran etika teleologis, meliputi
eudaemonisme, hedonisme, utilitarianisme.
3. Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral sebagai hal
yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat. Kewajiban moral bertalian
dengan kewajiban yang seharusnya, kebenaran moral atau kelayakan, kepatutan. Kewajiban
moral mengandung kemestian untuk melakukan tindakan. Pertimbangan tentang kewajiban
moral lebih diutamakan daripada pertimbangan tentang nilai moral. Konsepkonsep nilai moral
(yang baik) dapat didefinisikan berdasarkan pada kewajiban moral atau kelayakan rasional
yang tidak dapat diturunkan dalam arti tidak dapat dianalisis.

Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh
karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam
semua aspek kehidupannya. Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau
etika kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan teleologis termuat
pula di dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin
dalam empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.

Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem
penyelenggaraan negara. Banyaknya pelanggaran dalam kehidupan bernegara di Indonesia
menjadi alasan diperlukannya Pancasila sebagai sistem etika sebagai perbaikan kehidupan
bernegara. Berikut beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan dalam
penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut:

Pertama, banyaknya dekadensi moral di masyarakat terutama di kalangan generasi muda, yang
disebabkan kurangnya pendidikan karakter bagi para generasi muda di Indonesia. Oleh karena
itu, Pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk
pendidikan karakter di sekolah-sekolah.

Kedua, korupsi yang merajalela sampai sekarang. Para penyelenggara negara tidak dapat
membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk (good and bad).
Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika diperlukan sebagai pemahaman atas kriteria baik
(good) dan buruk (bad).

Ketiga, kurangnya kesadaran masyarakat akan kewajiban membayar pajak. Pancasila sebagai
sistem etika akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar memenuhi kewajiban
perpajakannya dengan baik. Dengan kesadaran pajak yang tinggi maka program pembangunan
yang tertuang dalam APBN akan dapat dijalankan dengan sumber penerimaan dari sektor
perpajakan.

Keempat, kasus-kasus pelanggraan Hak Asasi Manusia (HAM) ditandai dengan dengan
melemahnya penghargaan seseorang terhadap pihak lain. Kasus-kasus HAM meliputi, KDRT,
pembunuhan, pengeroyokan, penelantaran anak-anak, penjualan manusia, dan lain-lain. Oleh
karena itu, di samping diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran
sistem etika ke dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM (Lihat Undang-Undang No.
39 Tahun 1999 tentang HAM).

Kelima, kerusakan lingkungan yan menyebabkan masalah serius di negara Indonesia. Kasus
kebakaran hutan adalah yang paling sering terjadi di Indonesia. Hal ini harus mendapat perhatian
serius oleh pemerintah dan masyarakat. Pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam
peraturan perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik pribadi
maupun perusahaan yang terlibat

Selanjutnya, Pancasila sebagai sistem etika mempunyai sumber historis, sosiologis, dan
politis. Berikut akan dijabarkan secara rinci tentang sumber-sumber tersebut:
1. Sumber Historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai
Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila belum
ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup
masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa
yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Lalu pada zaman orde baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui
penataran P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7 yang dijelaskan secara rinci kelima
Pancasila,
Terakhir, pada zaman reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hirukpikuk
perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik. Salah satu bentuk
pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik oleh penyelenggara negara di legislatif,
eksekutif, maupun yudikatif. Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan inilah yang
menciptakan korupsi di berbagai kalangan penyelenggara negara.
2. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam kehidupan
masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau dalam hal
bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat”. Masih
banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga
memerlukan penelitian yang mendalam.
3. Sumber Politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar
(Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan di
Indonesia. Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang
sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada di bawahnya
bersifat konkrit.

Dalam penerapan Pancasila sebagai sistem etika ada beberapa tantangan yang
menghambat berjalannya Pancasila sebagai sistem etika dalam kehidupan bernegara. Hal-hal
berikut ini dapat menggambarkan beberapa bentuk tantangan terhadap sistem etika Pancasila.
Pertama, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Lama berupa sikap
otoriter dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam penyelenggaraan negara yang
menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut tidak sesuai dengan sistem etika Pancasila
yang lebih menonjolkan semangat musyawarah untuk mufakat.

Kedua, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baru terkait dengan masalah
NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan penyelenggaraan negara. Hal tersebut
tidak sesuai dengan keadilan sosial karena nepotisme, kolusi, dan korupsi hanya menguntungkan
segelintir orang atau kelompok tertentu.

Ketiga, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa eforia kebebasan
berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. Misalnya, munculnya anarkisme yang
memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan kebebasan berdemokrasi.

Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem etika
meliputi hal-hal sebagai berikut: Pertama, meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika
berarti menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap, tindakan,
dan keputusan yang diambil setiap warga negara. Kedua, Pancasila sebagai sistem etika
memberi guidance bagi setiap warga negara sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata
pergaulan baik lokal, nasional, regional, maupun internasional. Ketiga, Pancasila sebagai sistem
etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara
negara sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa Pancasilais.
Keempat, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas nilai
yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi yang memengaruhi
pemikiran warga negara.
Resume Artikel
Pancasila Sebagai Sistem Etika Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Makna nilai dasar Pancasila dikaji dalam perspektif filososfis, yaitu Pancasila sebagai
dasar filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang bersifata
sistematis. Fungsi filsafat berkaitan dengan Pancasila yaitu mempertanyakan dan menjawab
apakah dasar kehidupan berpolitik dalam berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerohanian, yaitu nilai-
nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, estetis dan religius yang manifestasinya
sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian bangsa. Oleh
karena itu, Pancasila yang diambil dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia pada dasarnya bersifat
religius, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan.
Nilai-nilai etika yang terkandung dalam Pancasila merupakan sekumpulan nilai yang
diangkat dari prinsip nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut
berupa nilai religius, nilai adat-istiadat, kebudayaan dan setelah disahkan menjadi dasar negara
terkandung di dalamnya nilai kenegaraan.
Tedapat dua macam norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu norma
hukum dan norma moral atau etika. Sebagai suatu norma hukum yang positif, maka Pancasila
dijabarkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang eksplisit, hal itu secara kongkrit
dijabarkan dalam tertib hukum Indonesia. Namun, dalam pelaksanaanya memerlukan sutu norma
moral yang merupakan dasar pijak pelaksanaan tertib hukum Indonesia. Selain itu, secara
kausalitas bahwa nilai-nilai Pancasila adalah bersifat objektif dan subjektif.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat yang terdalam menunjukkan
adanya sifat-sifat umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2) Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia
dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan kebudayaan, kenegraan,
maupun dalam kehidupan keagmaan.
3) Pancasila yang terkandunf dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memnuhi
syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental negara sehingga merupakan suatu sumber
hukum positif di Indonesia.
Nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu
bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia itu sendiri. Pengertian itu dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1) Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai bangsa
kausa materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis, serta hasil
refleksi fiosofis bangsa Indonesia.
2) Nilai-nilai pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga
merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas nilai kebenaran, kebaikan,
keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara
3) Nilai-nilai pancasila di dalamnya terkandung ke tujuh nilai-nilai kerohanian yaitu nilai
kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis dan nilai religius yang
manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa.
Nilai-nilai Pancasila itu bagi bangsa Indonesia menjadi landasan dasar serta motivasi atas
segala perbuatan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan kenegaraan. Pancasila
sebagai pedoman berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai-
nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk
itu, Pancasila sebagai sistem etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat bertujuan
untuk:
1) Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan
kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek
2) Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat
3) Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Nilai-nilai Pancasila bersifat universal, artinya Pancasila dapat diterima dengan mudah
oleh siapa saja. Meskipun Pancasila mempunyai nilai universal, tetapi tidak begitu saja dengan
mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai
Pancasila secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai
basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Di samping itu, nilai-nilai Pancasila juga
merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan yang ditegaskan dalam UUD
1945 bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan berdasar atas Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab. Konsekuesinya dalam penyelenggraan kenegaraan anatara lain
operasional pemerintahan negara, pembangunan negara, pertahanan-kemanan negara, politik
negara serta pelaksanaan demokrasi negara harus senantiasa berdasarkan pada moral Ketuhanan
dan kemanusiaan.

Implementasi Pancasila sebagai sistem etika harus senantiasa terwujud prinsip-prinsip


sebagai nilai luhur. Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam
segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan
pandangan hidup seseorang dalam masyarakat. Itu adalah yang dimaksud denagn nilai. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa norma sosial adalah patokan perilaku dalam suatukelompok
masyarakat tertentu. Norma sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut
perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya.

(Sumber: https://nurmeyliana.wordpress.com/2017/12/10/pancasila-sebagai-etika-
dalam-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara/)

Anda mungkin juga menyukai