Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

TUBERKULOSIS

Dosen Pengampu: Nurhasnah, M.Farm, Apt.

Disusun Oleh:
Sumiyati 1504015400
Wulan Fitria C hairunnisa 1504015436
Kelompok : 6
Kelas : E1

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama
paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian.TB diperkirakan sudah ada di
dunia sejak 5000 tahun sebelum masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan
pengendalian TB baru terjadi dalam 2 abad terakhir. Kemajuan pengendalian TB di
dunia pada awalnya terkesan lambat. Pada 1882, Robert Koch berhasil
mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis. Pada 1906, vaksin BCG berhasil di
temukan. Lama sesudah itu, mulai ditemukan Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pada
1943, Streptomisin ditetapkan sebagai anti TB pertama yang efektif. Setelah itu,
ditemukan Thiacetazone dan Asam Para-aminosalisilat (PAS). Pada 1951, ditemukan
Isoniazid (Isonicotinic Acid Hydrazide; INH), diikuti dengan penemuan Pirazinamid
(1952), Cycloserine (1952), Ethionamide (1956), Rifampicin (1957), dan Ethambutol
(1962). Namun kemajuan pengobatan TB mendapat tantangan dengan
bermunculannya strain M. tuberculosis yang resisten terhadap OAT. Epidemi HIV
AIDS yang terjadi sejak tahun 1980-an semakin memperberat kondisi epidemi TB.
Pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an mulai dilaporkan adanya resistensi
terhadap OAT (Kemenkes RI 2015 Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh hal.
2).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari parktikum ini, yaitu:
1. Mampu menjelaskan patofisiologi dan patologi klinik penyakit TB (etiologi,
manifestasi klinis, interpretasi data laboratorium, dan patogenesisnya).
2. Mampu menjelaskan tipe-tipe penyakit TB beserta alogritma terapinya.
3. Melakukan tahap-tahap identifikasi DRP pada pasien TB.
4. Mampu memberikan solusi pada DRP yang ditemukan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Penyakit
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (DiPiro et al. 2015 Pharmacotherapy Handbook 9th
edition hlm. 472). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya (Kemenkes RI 2011 Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis hlm. 1)
B. Epidemiologi
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab
kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit
TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan
bahwa TB adalah penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi. Pada
tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang penderita TB
paru menular (BTA+) pada setiap 100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih
menduduki urutan ke-3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.
(PDPI Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di Indonesia hlm. 1).
C. Patofisiologi
Infeksi primer biasanya hasil dari menghirup droplet nuklei yang mengandung
M. tuberculosis. Perkembangan ke penyakit klinis tergantung pada tiga faktor: (1)
jumlah M. tuberculosis organisme yang dihirup (menginfeksi dosis), (2) virulensi
organisme-organisme ini, dan (3) respon imun seluler yang dimediasi oleh host. Jika
makrofag paru menghambat atau membunuh bacilli, infeksi akan gagal. Jika tidak,
M. tuberculosis akhirnya menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. M.
tuberculosis paling sering menginfeksi daerah apikal posterior paru-paru, di mana
kondisi yang paling menguntungkan untuk kelangsungan hidupnya (DiPiro et al.
2009 Pharmacotherapy Handbook hlm. 1107).
Limfosit T menjadi aktif selama 3 hingga 4 minggu, menghasilkan interferon-
γ (IFN-γ) dan sitokin lainnya. Ini merangsang makrofag mikrobisida untuk

2
mengelilingi fokus tuberkulosis dan membentuk granuloma untuk mencegah
perluasan lebih lanjut. Pada titik ini, infeksi sebagian besar terkendali, dan replikasi
bacillary jatuh secara dramatis. Semua mikobakteria yang tersisa diyakini berada
terutama di dalam granuloma atau di dalam makrofag yang menghindari deteksi dan
lisis. Selama 1 sampai 3 bulan, terjadi hipersensitivitas jaringan, yang menghasilkan
tes kulit tuberkulin positif. Penyakit primer progresif terjadi pada sekitar 5% pasien,
terutama anak-anak, lansia, dan pasien dengan gangguan kekebalan. Ini muncul
sebagai pneumonia progresif dan sering menyebar, menyebabkan meningitis dan
bentuk TB berat lainnya, bahkan sebelum tes kulit mereka menjadi positif (DiPiro et
al. 2009 Pharmacotherapy Handbook hlm. 1107).
D. Tanda dan Gejala
Gejala TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami batuk dan
berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau pernah batuk
darah. Adapun gejala-gejala lain dari TB pada orang dewasa adalah sesak nafas dan
nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih
dari sebulan (Depkes RI 2005 Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis
hlm. 19).
E. Diagnosis
Pemeriksaan fisik terdapat suara khas pada perkusi dada, bunyi dada, dan
peningkatan suara yang bergetar sering diamati pada auskultasi. Tes laboratorium
terjadi peningkatan pada perhitungan sel darah putih dengan dominasi limfosit,
pertimbangan diagnostik, buangan dahak positif, dan bronkoskopi serat optik (jika tes
sputum tidak meyakinkan dan kecurigaan tinggi) (DiPiro et al. 2015
Pharmacotherapy Handbook 9th edition hlm. 477).
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS),

3
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
 P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
Fasyankes.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan spesimen dahak
mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal
pemeriksaan laboratorium (Kemenkes RI 2011 Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis hlm. 12-13).
Pemeriksaan biakan, peran biakan dan identifikasi M. Tuberculosis pada
pengendalian TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :
pasien TB ekstra paru, pasien TB anak, dan pasien TB BTA negatif. Pemeriksaan
tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia laboratorium yang telah
memenuhi standar yang ditetapkan (Kemenkes RI 2011 Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis hlm. 13).
Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberculosis terhadap
OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi
dan lulus pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut
ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR
(Kemenkes RI 2011 Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis hlm. 13).
F. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi dada menunjukkan infiltrat patchy atau nodular di daerah apikal
lobus atas atau segmen superior dari lobus bawah. Kavitasi yang mungkin
menunjukkan tingkat cairan udara saat infeksi berlangsung (DiPiro et al. 2015,
Pharmacotherapy Handbook 9th edition hlm. 477).

4
G. Algoritma Terapi
Di bawah ini merupakan alogaritma terapi TB menurut Kemenkes RI
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis) tahun 2011.

Gambar 1. Algoritma Terapi TB

5
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Tanggal dan Waktu
Praktikum farmakoterapi dilakukan pada hari Jumat, 26 Oktober 2018 pukul
08.00-10.30 WIB.
B. Judul Praktikum
Judul dari praktikum ini, yaitu studi kasus Tuberkulosis.
C. Kasus dan Pertanyaan
1. Kasus
Tn HG adalah seorang pria berusia 35 tahun (TB: 175, BB: 68 kg) datang
dengan keluhan 4 minggu batuk produktif. Batuk awalnya tidak produktif dengan
dahak kuning setelah 2 minggu. Pasien telah mengobati sendiri dengan antitusif tanpa
resep, tanpa bantuan, dan dia mengalami hemoptisis pagi ini. Dia mengeluh demam,
menggigil, berkeringat di malam hari, dispnea saat aktivitas, kelelahan, dan
penurunan berat badan 7 kg selama 2 bulan terakhir. Pasien saat ini bekerja sebagai
buruh di proyek konstruksi rumah baru, dan beberapa rekan kerjanya memiliki gejala
pernapasan yang serupa. Pasien menikah dan memiliki tiga anak. Pasien memiliki
riwayat merokok 1-2 pack per hari dan kadang minum alkohol. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit kronis apapun.
Pada pemeriksaan fisik, HG adalah seorang pria yang tampak kurus dalam
gangguan pernapasan ringan. Detak jantungnya adalah 94 kali/menit, frekuensi
pernapasannya adalah 24 kali/menit, dan suhunya 38,9°C. Bunyi napas bronkial
dicatat di lobus kanan atas pada auskultasi dada, dan radiografi dada menunjukkan
infiltrat merata di lobus kanan atas.
Data laboratorium yang signifikan meliputi:
 Jumlah sel darah putih 13.200/µL (72% leukosit polimorfonuklear, 3% band, 12%
limfosit, 13% monosit)
 Jumlah sel darah merah 3,7 x 106/µL
 Hemoglobin 11,2 g/dL
 Hematokrit 34%

6
 Trombosit 269 103/µL
 Elektrolit serum, fungsi ginjal, dan fungs hati berada dalam batas normal.
Dokter mendiagnosis pasien tersebut TB. Pasien kemudian diberikan resep
obat sebagai berikut:
Isoniazid 300 mg 1x1 tab/hari
Rifampisin 450 mg 1x1 tab/hari
Pirazinamid 500 mg 1x1 tab/hari
Etambutol 250 mg 1x1 tab/hari
Streptomisin 1,5 g 0,75 g/hari
2. Pertanyaan
1) Tanda dan gejala apakah yang menunjukkan penyakit TB pada Tn. HG?
2) Faktor risiko TB apa yang dimiliki oleh pasien?
3) Berdasarkan riwayat pengobatan, termasuk tipe apakah kasus yang dialami
pasien?
4) DRP apakah yang ada pada kasus tersebut? Bagaimana solusi untuk DRP pasien
pada kasus tersebut?
5) Informasi non farmakologi yang perlu disampaikan ke pasien.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Menurut kasus di atas, tanda dan gejala yang dialami Tn. HG yaitu 4 minggu
batuk produktif, batuk awalnya tidak produktif dengan dahak kuning setelah 2
minggu, hemoptisis, demam, menggigil, berkeringat di malam hari, dispnea saat
aktivitas, kelelahan, dan penurunan berat badan 7 kg selama 2 bulan terakhir.
Bunyi napas bronkial dicatat di lobus kanan atas pada auskultasi dada, dan
radiografi dada menunjukkan infiltrat merata di lobus kanan atas, leukosit
13.200/µL.
2. Faktor risiko yang menyebabkan Tn. HG mengalami TB adalah karena terdapat
beberapa rekan kerja memiliki gejala pernapasan yang serupa, riwayat merokok
1-2 pack/hari dan kadang minum alkohol.
3. Berdasarkan riwayat pengobatan, pasien telah mengobati sendiri dengan antitusif
tanpa resep, tanpa bantuan, sehingga Tn. HG termasuk ke dalam tipe penderita
kasus baru, yaitu penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT (PDPI hal. 11).
4. DRP obat-obat yang diterima oleh Tn. HG, yaitu:
Nama Obat Tepat Obat Tepat Dosis Tepat Regimen
Tepat dosis menurut
DiPiro 2015 hal.
482, DIH edisi 17, Tepat regimen
Tepat obat menurut
Isoniazid AHFS 2011, dan menurut DiPiro
DiPiro 2015 hal.
300 mg 1x1 Kemenkes RI 2011. 2015 hal. 482,
482, DIH edisi 17,
tab/hari Dosis Isoniazid yaitu DIH edisi 17, dan
dan AHFS 2011.
5 mg/kg/hari, AHFS 2011.
maksimal 300
mg/hari.
Tepat dosis menurut
DiPiro 2015 hal.
482, DIH edisi 17, Tepat regimen
Tepat obat menurut
Rifampicin AHFS 2011, dan menurut DiPiro
DiPiro 2015 hal.
450 mg 1x1 Kemenkes RI 2011. 2015 hal. 482,
482, DIH edisi 17,
tab/hari Dosis Rifampicin DIH edisi 17, dan
dan AHFS 2011.
yaitu 10 mg/kg/hari, AHFS 2011.
maksimal 600
mg/hari.

8
Tepat dosis menurut
DiPiro 2015 hal.
483, DIH edisi 17,
Tepat regimen
Tepat obat menurut AHFS 2011, dan
Pyrazinamide menurut DiPiro
DiPiro 2015 hal. Kemenkes RI 2011.
500 mg 1x1 2015 hal. 483,
483, DIH edisi 17, Dosis Pyrazinamide
tab/hari DIH edisi 17, dan
dan AHFS 2011. yaitu 15-30
AHFS 2011.
mg/kg/hari,
maksimal 600
mg/hari.
Tepat dosis menurut
DiPiro 2015 hal.
483, DIH edisi 17,
Tepat regimen
Tepat obat menurut AHFS 2011, dan
Ethambutol menurut DiPiro
DiPiro 2015 hal. Kemenkes RI 2011.
250 mg 1x1 2015 hal. 483,
483, DIH edisi 17, Dosis Ethambutol
tab/hari DIH edisi 17, dan
dan AHFS 2011. yaitu 15-25
AHFS 2011.
mg/kg/hari,
maksimal 1200
mg/hari.
Tidak tepat obat
menurut DiPiro
Streptomycin
2015 hal. 484, DIH - -
1,5 g 0,75 g/hari
edisi 17, dan AHFS
2011.

Interaksi obat dari obat-obat tersebut menurut Medscape yaitu, risiko


hepatotoksik lebih besar ketika lebih besar ketika Rifampisin dan Isoniazid
diberikan bersamaan daripada ketika diberikan sendiri. Rifampisin tampaknya
mengubah metabolisme Isoniazid dan meningkatkan jumlah metabolit beracun.
Pasien lanjut usia, mengalami gangguan hati, adalah asetilator Isoniazid yang
lambat,minum alkohol setiap hari, berjenis kelamin perempuan, atau
menggunakan agen penginduksi CYP450 yang kuat mungkin berisiko lebih besar
mengalami hepatotoksik.
Solusi untuk DRP pada kasus Tn. HG yaitu menghilangkan Streptomisin pada
pengobatannya, karena Streptomisin tidak termasuk kedalam OAT kategori 1
yang diberikan pada pasien TB baru (Kemenkes RI 2011 Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis hlm. 24). Untuk mengurangi efek samping dari

9
Isoniazid yang menyebabkan kesemutan sampai rasa terbakar di kaki dapat
ditambahkan Vitamin B6 (Piridoksin) 100 mg/hari. Piridoksin dapat
menyebabkan efek samping nyeri sendi, apabila nyeri yang ditimbulkan
mengganggu aktivitas dapat diberikan aspirin. Rifampisin dapat menyebabkan
tidak ada nafsu makan, mual, dan sakit perut sehingga OAT diberikan pada
malam hari sebelum tidur (Kemenkes RI 2011 Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis hlm. 35).
5. Informasi non farmakologi yang perlu disampaikan ke pasien yaitu,
mengembalikan berat badan pasien ke keadaan berat badan normal, tutup mulut
saat batuk dan bersin, tidak meludah atau buang dahak sembarangan, hindari
kontak langsung dengan anak-anak karena sistem imun mereka masih belum kuat
dan cenderung lemah, biarkan sinar matahari masuk ke dalam ruangan untuk
membunuh kuman TB yang mungkin bersemayam dalam rumah. Ketika
membuka jendela, sirkulasi udara pun dapat membantu mendorong kuman-kuman
keluar rumah sehingga kuman-kuman tersebut mati ketika terpapar sinar UV dari
sinar matahari.

10
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. OAT yang digunakan pada pasien baru TB yaitu,
Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol. Pada kasus Tn. HG,
Streptomisin tidak diperlukan pada pengobatan, karena Streptomisin tidak termasuk
kedalam OAT kategori 1 yang diberikan pada pasien TB baru.

11
Daftar Pustaka

AHFS. 2011. Drug Information Essentials. USA: American Society of Health-


System Pharmacists.
American Pharmacist Association. 2007. Drug Information Handbook 17th Edition.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis.
Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
DiPiro J.T., Robert L.T., Gary C.Y., Gary R.M., Barbara G.W., L.M. Posey. 2005.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. USA: The McGraw-Hill
Companies. Ohio: Lexi-Comp Inc.
DiPiro J.T., Barbara G.W., Terry L.S., C.V. DiPiro. 2009. Pharmacotherapy
Handbook 7th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies.
DiPiro J.T., Barbara G.W., Terry L.S., C.V. DiPiro. 2015. Pharmacotherapy
Handbook 9th Edition. USA: McGraw-Hill Education.
Kementrian Kesehatan RI. 2011 .Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
_______. 2015. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. Jakarta: PUSDATIN.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2006. Pedoman Penatalaksanaan TB
(Konsensus TB). Jakarta: PDPI.

12

Anda mungkin juga menyukai