Anda di halaman 1dari 6

FISIOGRAFI PULAU JAWA

Pulau Jawa memiliki kemiripan dengan pulau Sumatera yang dihubungkan oleh
Selat Sunda, sehingga fisiografinya mengikuti fisiografi Dataran Sunda Tengah. Geologi
pulau Jawa terutama disusun oleh sistem pegunungan Tersier muda sekitar Dataran
Sunda, bentuknya seperti Sumatera, yaitu merupakan bagian dari Sistem Pegunungan
Sunda. Jawa memiliki luas 127.000 Km2 dan Madura 4.000 Km2, sehingga total luas dari
pulau Jawa ± 4 kali dari luas Belanda. Pulau Jawa memiliki panjang 1.000 Km dan
Madura 160 Km.
Unsur struktur utama pulau Jawa adalah geantiklin Jawa Selatan yang menyebar
sepanjang pantai Selatan, setengah dari pulau Jawa dan geosinklin Jawa Utara yang
menempati setengah pulau Jawa di Utara. Melalui Semarang ke arah Timur cekungan
geosinklin ini semakin melebar, membentuk percabangan. Percabangan ke arah Utara
menempati perbukitan Rembang dan Madura, serta percabangan ke arah Selatan terdiri
dari Punggungan Kendeng dan Selat Madura.
Geantiklin Jawa Selatan terus berkembang dibandingkan dengan Pegunungan Bukit
Barisan di pulau Sumatera yang menjadi geantiklin utama (backbone) pulau Sumatera.
Alasannya adalah bagian puncak dari geantiklin Jawa telah longsor, sekarang
membentuk fisiografi zona depresi dengan ketinggian pulau Jawa seperti membentuk
puncak geantiklinal. Sayap Selatan geantiklin Jawa adalah Pegunungan Selatan yang
merupakan blok kerak dengan kemiringan ke arah Samudera Hindia, seperti blok
Bengkulu di Sumatera. Pegunungan Selatan di Jawa Tengah telah tenggelam di bawah
permukaan laut, sehingga batas depresi dibatasi oleh Samudera Hindia. Fenomena yang
sama seperti di Sumatera Utara, depresi Semangko dibatasi oleh Singkil dan Meulaboh di
dalam laut pada pantai Barat.
Fisiografi dan struktur di pulau Jawa dibedakan menjadi empat bagian, sebagai
berikut :
1. Jawa Barat dan Banten (Sebelah Barat Cirebon)
2. Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang)
3. Jawa Timur (antara Semarang dan Surabaya)
4. Fisiografi Lekukan Jawa Timur dengan Selat Madura dan pulau Madura

Fisiografi Jawa Barat dan Banten


Fisiografi Banten
Van Bemmelen (1949), menyebutkan bahwa arah panjang pulau Jawa diawali dari
bagian Timur teluk Pelabuhan ratu (Lembeh Cimandiri). Di bagian Barat dari dari Lembah
Cimandiri tersebut dikenal sebagai blok Banten yang memiliki kemiripan geologi dengan
Selat Sunda dan pulau Sumatera. Beberapa kumpulan gunungapi bermunculan di bagian
Baratlaut Banten di atas dataran rendah bagian Uitara pulau Jawa, yaitu Gunung gede
(595 meter) dengan pelabuhan Merak yang terletak pada lereng kaki bagian Barat dan
kumpulan Gunung Danau dengna krucut gunungapi pada Gunung Karang (1.778 meter)
dan Gunung Pulasari (1.346 meter).
Gunungapi tersebut meletus yang diikuti dengan penghancuran kumpulan
gunungapi di Selat Sunda seperti Gunungapi pulau Prinsen, kumpulan Gunungapi
Karakatau, Sebesi, Sebuku dan Sangiang. Pada sisi pulau Sumatera adalah Gunungapi
Tanggamus, Ratai, Betung dan Rajabasa. Lampung dan Banten keduanya terletak di sisi
Selat Sunda, ditutupi oleh tufa batuapung yang bersifat asam dan dikenal sebagai tufa
Lampung dan tufa Banten, merupakan hasil letusan secara tiba – tiba yang terjadi di Selat
Sunda pada waktu terjadi penenggelaman Kala Plio-Pleistosen.
Tanjung Ujung Kulon (Pajong, 480 meter) dan Punggungan (tinggian) Honje (620
meter) di Baratdaya Banten dipisahkan dari Jawa oleh laut pada Kala Pliosen, diduga
merupakan ujung dari rangkaian Bukit Barisan di Sumatera. Rantai hubungan antara
Teluk Semangko di pulau Sumatera dengan Teluk Naga di pulau Jawa merupakan bagian
sisi – sisi yang terpisah akibat diastrofisma yang memiliki kedalaman mencapai lebih dari
1.000 meter ke arah Selatan dari Selat Sunda.
Punggungan Honje dihubungkan oleh punggungan – punggungan rendah dari
perlapisan batuan yang berumur Pliosen dengan Tinggian Bayahdi Baratdaya Banten.
Pengangkatan tersebut merupakan peralihan antara arah struktur di daerah Selat Sunda
dengan arah struktur di pulau Jawa. Daerah Selat Sunda diduga telah mengalami
pengangkatan sangat kuat pada Tersier Akhir, sehingga memisahkan cekungan yang
berada di Sumatera Timur dengan cekungan yang ada di Jawa bagian Utara.
Batas pemisah sisi Utara dari tinggian Bayah, seperti daerah Selat Sunda adalah
puncak – puncak gunungapi muda, seperti Guinung malang (909 meter), Gunung Endut
(1.297 meter), Gunung halimun I (1.929 meter) dan Gunung Halimun II (1.750 meter).
Dataran rendah Timurlaut Banten, di bagian Utara dari kubah Bayah dan bagian Timur
dari kumpulan gunungapi Danau, terdapat perlipatan – perlipatan kecil perlapisan batuan
yang berumur Tersier Akhir yang ditutupi oleh tufa Kuarter dan endapan alluvium. Arah
perlipatan adalah Utara – Selatan dengan sayap – sayap lipatan berarah Barat – Timur di
cekungan Jawa Utara. Sumbu lipatan yang berarah Utara – Selatan ini tercermin juga
dalam pembentukan kepulauan terumbu koraldi pantai Utara Jawa, sebelah Utara
Tangerang. Pulau Jawa diawali dari bagian Timur Kepulauan Seribu dan Teluk Pelabuhan
ratu, sesuai denga arah garis antara Kepulauan Seribu di Utara dengan Lembah
Cimandiri di Selatan.

Fisiografi Jawa Barat


Batas Barat dari Jawa Barat adalah garis yang menghubungkan Kepulauan Seribu
di Utara dengan muara Sungai Cimandiri di Selatan, sehingga fisiografi Jawa Barat
terbentang dari garis tersebut sampai ke Cirebon di Timur dengan lebar dari 150 Km
sampai 175 Km, di bagian Utara merupakan dataran rendah yang ditutupi oleh alluvium
dan di Serlatan merupakan sabuk pegunungan dengan perbandingan ¼ dengan ¾ pada
penampang. Secara garis besar fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 (empat) zona
fisiografi, yaitu :

1. Zona Dataran Pantai Utara (Zona Dataran Jakarta)


2. Zona Bogor
3. Zona Bandung
4. Zona Pegunungan Selatan.
Zona Dataran Pantai Utara (Zona Dataran Jakarta)
Zona Dataran Pantai Utara (Zuna Dataran Jakarta) memiliki lebar ± 40 Km yang
terbentang dari Serang – Rangkasbitung di Banten sampai Cirebon. Zona Dataran Pantai
Utara ini sebagian besar ditutupi oleh endapan aluvial sungai dan lahar dari gunungapi
yang terdapat di bagian pedalaman, setempat – setempat ditemukan perlipatan –
perlipatan rendah dari batuan sedimen laut yang berumur Tersier. Ke arah Selatan
merupakan kumpulan sabuk perbukitan dan pegunungan yang memiliki lebar 40 Km dan
menyebar dari Jasinga, dekat perbatasan Banten sampai ke Sungai Pemali dan Bumiayu
di Jawa Tengah.

Zona Bogor
Sabuk zona Bogor merupakan sabuk perbukitan lapisan Neogen yang terlipat kuat
mulai dari Bogor di bagian Barat dengan beberapa intrusi leher gunungapi (volcanic
necks) hipabisal, stock, boss dan sebagainya (misalnya kumpulan intrusi Gunung
Sanggabuana, di bagian Timur Purwakarta). Ke arah Timur diduga memiliki arah sedikit
bergeser menjadi Baratlaut – Tenggara, sedangkan di bagian Utara sedikit cebung. Di
bagian Timur, puncak – puncak dari sabik zona Bogor ditutupi oleh gunungapi muda,
seperti kumpulan gunungapi Sunda, di Utara Bandung (puncak tertingginya Bukit
Tunggul, 2.209 meter, Gunung Tampomas, 1.684 meter dan Gunung Ciremai, 3.078
meter).

Zona Bandung
Satuan fisiografi ketiga ini merupakan sabuk depresi intermontan yang memanjang,
seperti punggungan lapisan Tersier yang bermunculan. Sabuk zona Bandung memiliki
lebar 20 Km – 40 Km yang menyebar mulai dari Teluk Pelabuhan ratu, melalui lembah
Cimandiri (Sukabumi, 600 meter), dataran tinggi Cianjur (459 meter), Bandung (715
meter) sampai Lembah Citanduy (Ciamis, 315 meter) dan berakhir di Segara Anakan.
Zona depresi ini disebut sebagai zona Bandung, pada bagian puncaknya merupakan
struktur geantiklin Jawa yang hancur ketika atau setelah pengangkatan Tersier Akhir. Di
beberapa tempat, puncak – puncak zona Bandung dapat disebandingkan dengan puncak
– puncak zona Semangko sebagai puncak dari geantiklin Bukit barisan di Sumatera yang
memiliki lebar ± 5Km - 15 Km, sedangkan lebar zona Bandung ± 40 Km. Zona Semangko
di Sumatera merupakan sabuk pemekaran (rift) pada bagian puncak dari geantiklin Bukit
Barisan, sedangkan kesebandingan pada zona Bandung hanya pada bagian – bagian
puncaknya, karena ke arah Utara sudah merupakan sayap dari geantiklin Jawa.
Batas antara zona Bogor dan zona Bandung ditutupi oleh serangkaian gunungapi
yang berumur Kuarter (Gunung Kendeng, 1.370 meter; Gunung gagak, 1.511 meter;
Gunung Salak, 2.211 meter; Gunung Gede – Pangrango, 3.019 meter dan 2.985 meter;
kumpulan Gunung Sunda di Utara Bandung dengan puncak – puncaknya, Gunung
Burangrang, 2.064 meter; Gunung Tangkuban perahu, 2.076 meter; Gunung Bukit
Tunggul, 2.209 meter; Gunung Calancang, 1.667 meter dan Gunung Cakrabuana, 1.721
meter).
Batas antara zona bandung dengan zona Pegunungan Selatan juga dicirikan oleh
serangkaian gunungapi (Gunung Kendeng, 1.852 meter; Gunung Patuha, 2.429 meter;
Gunung Tilu, 2.040 meter; Gunung Malabar, 2. 321 meter; Gunung papandayan, 2.622
meter; dan Gunung Cikuray, 2.821 meter). Di bagian Garut dari zona Bandung terdapat
dua sabuk gunungapi yang memisahkan Garut dengan Plato Bandung (Gunung Guntur,
2.249 meter dan Gunung Mandalawangi, 1.663 meter), sedangkan sabuk gunungapi
lainnya memisahkan Garut dengan Lembah Citanduy (Gunung Galunggung2.241 meter;
Gunung Talagabodas, 2.201 meter dan Gunung Sadakeling, 1.676 meter).Gunungapi
Sawal (1.733 meter) yang telah padam terletak pada lembah Citanduy, teroisah dari
gunungapi lainnya di Utara Tasikmalaya.
Zona Bandung sebagian diisi oleh endapan gunungapi muda dan endapan alluvium,
tetapi pada dataran tinggi beberapa perbukitan dan punggungan batuan Tersier muncul.
Perbukitan – perbukitan tersebut antara lain punggungan lapisan batuan berumur Tersier
Awal dan Miosen di Sukabumi dan punggungan Rajamandala yang dsusun oleh batuan
yang berumur Oligo – Miosen di Utara Cianjur. Di bagian Timur dari zona Bandung
memiliki kesamaan seperti pulau – pulau pegunungan yang muncul di atas dataran rawa,
seperti gunung sangkur (365 meter) dekat Banjar, di sisi Barat rawa Lakbok dan
rangkaian punggungan rendah yang melampar dari Wonorejo di sisi Tenggara rawa
dengan arah Baratlaut – Tenggara sampai ke Maos pada Sungai Serayu. Punggungan ini
terdiri dari perlapisan batuan yang berumur Neogen Awal dan batuan gunungapi.
Rangkaian punggungan ini di bagian Baratdaya dibatasi oleh rel kereta api
Meluwung – Sidareja – Maos dan di sisi Timurlaut dibatasi oleh jalan raya Meluwung –
Majenang – Jatilawang. Punggungan yang tampak di ujung Timur dari zona Bandung ini
bercabang dua, ke arah Selatan melebar mengikuti Lembah Citanduy sampai ke Segara
Anakan, sedangkan ke arah Utara menyempit mengikuti dataran alluvial Ciangkring dan
lembah intermontan Karangpucung – Lumbir – Karanggayam – Wangon. Pada bagian
ujung lembah terpisah oleh punggungan antiklinorium Bogor. Punggungan pemisah di
ujung Timur zona Bandung disebut sebagai tinggian dengan puncak tertinggi adalah
Punggungan Kebanaran (360 meter) atau Punggungan Kutajaya (339 meter).
Punggungan tersebut membentuk en ‘enchelon dengan rangkaian pegunungan Serayu
Selatan di Jawa tengah.

Zona Pegunungan Selatan


Satuan ke empat fisiografi Jawa Barat disusun oleh pegunungan Periangan Selatan
yang disebut sebagai Pegunungan Selatan. Zona Pegunungan Selatan melampar dari
Teluk Pelabuhan ratu sampai Pulau Nusakambangan di Selatan Segara Anakan, dekat
Cilacap. Zona Pegunungan Selatan memiliki lebar 50 Km dan menyempit menjadi
beberapa kilometer di ujung Timur, yaitu Pulau Nusakambangan. Secara keseluruhan
zona Pegunungan Selatan merupakan sayap Selatan dari geantiklin Jawa, merupakan
blok kerak yang miring ke arah Selatan beberapa derajat. Fisiografi zona Pegunungan
Selatan dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian Barat disebut sebagai bagian
Jampang, bagian tengah disebut sebagai bagian Pangalengan dab bagian Timur disebut
sebagai bagian Karangnunggal.
Bagian Barat zona pegunungan Selatan yang disebut sebagai bagian Jampang
merupakan permukaan yang berangsur muncul dari permukaan Samudera hindia dan
tererosi kuat sampai mencapai ketinggian 1.000 meter, dengan beberapa leher gunungapi
(volcanic neck) yang sangat tinggi (Gunung Malang, 1.305 meter) dan runtuh ke arah
zona Bandung akibat sesar atau pelongsoran (flexure).
Pada bagian tengah yang dikenal sebagai bagian Pangalengan merupakan bagian
tertinggi dari zona Pegunungan Selatan yang ditutupi oleh gunungapi (misalnya Gunung
Kancana, 2.182 meter), kemudian runtuh ke arah zona Bandung akibat sesar menangga
(stepfault) atau pelongsoran (flexure). Peralihan dari tepi ketinggian bagian tengah zona
Pegunungan Selatan dengan zona Bandung dicirikan oleg serangkaian gunungapi
Kuarter.
Bagian Timur dari zona pegununga Selatan yang disebut sebagai bagian
Karangnunggal, kembali mirip dengan bagian Jampang, tetapi dengan punggungan –
punggungan yang memiliki ketinggian lebih rendah, lebih dari 1.000 meter (Gunung
Bongkok, 1.144 meter). Perbedaan ketinggian antara bagian tengah (Pangalengan),
bagian Jampang di Barat dan bagian Karangnunggal di Timur telah terjadi sejak sejak
Neogen, transgresi Miosen Akhir yang menghasilkan endapan Formasi Bentang – Beser
belum terendapkan seluruhnya di bagian tengah ini, karena bagian tengah telah menjadi
pulau pada Kala Miosen Akhir.

Geomorfologi Jawa Barat


Pannekoek (1946) menyebutkan bahwa pulau Jawa merupakan suatu antiklinorium
yang memiliki sumbu berarah Barat – Timur dengan sayap – sayap berarah Utara dan
Selatan, sehingga geomorfologi Jawa Barat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Sayap Selatan antiklinorium.


2. Puncak antiklinorium.
3. Sayap Utara antiklinorium.

Sayap Selatan Geantiklin


Sayap Selatan antiklnorium Jawa Barat adalah Pegunungan Selatan Jawa Barat
yang memiliki pelamparan dari Teluk Pelabuhan ratu di bagian Barat sampai Sagara
Anakan di bagian Timur. Sayap Selatan merupakan bagian dari Samudera Hindia yang
terangkat dengan ketinggian mencapai 1.000 meter dan memiliki kemiringan beberapa
derajat ke arah Utara, mengalami erosi yang cukup kuat disertai dengan runtuhan ke arah
Utara akibat sesar atau longsor.
Sayap Selatan antiklinorium Jawa Barat pada umumnya disusun oleh batuan –
batuan yang berumur Neogen berupa endapan gunungapi di bawah permukaan laut
(submarine volcanous) yang dicerminkan oleh endapan Formasi Jampang dan endapan –
endapan laut (sedimen marin). Pada bagian sayap Selatan ini merupakan bagian yang
terangkat akibat desakan lempeng kerak samudera Hindia, maka struktur geologi berupa
patahan normal, patahan naik dan patahan geser sangat berkembang, disamping proses
pengikisan (denudasional)

Puncak Geantiklin
Bagian tengah dari geantiklinorium Jawa Barat berupa sumbu dari antiklinorium
yang terbentang dari Bogor sampai Cilacap (Pegunungan Serayu Selatan). Puncak
antiklinorium yang dikenal sebagai mahkota Jawa Barat ditutupi oleh rangkaian
gunungapi muda, seperti Gunung Salak, Gunung Gede – Pangrango, Gunung Tangkuban
Perahu, Gunung Tampomas, Gunung Guntur, Gunung Papandayan, Gunung Cikurai,
rangkaian Gunung Talagabodas – Galunggung, dan Gunung Sawal.
Batuan penyusun bagian tengah (puncak antiklinorium) berupa endapan gunungapi
muda yang berumur Pliosen – Pleistosen, sedangkan ke arah Utara (lereng Utara) dari
puncak antiklinorium tersebut tersingkap batuan – batuan yang berumur relatif tua, berupa
batuan sedimen yang berumur Miosen Tengah sampaio Miosen Akhir. Tersingkapnya
batuan yang berumur relatif tua tersebut akibat runtuhan yang disebabkan oleh
pengangkatan yang berlangsung terhadap geantiklinorium Jawa Barat ini.

Sayap Utara Geantiklinorium


Sayap Utara geantiklinorium Jawa Barat memiliki lereng yang relatif landai, memiliki
pelamparan mulai dari Serang di Banten sampai ke Cirebon di Timur. Batas Utara dari
sayap Utara geantiklinoriun Jawa Barat adalah pantai Utara dengan lebar antara 5 Km
sampai 30 Km ke arah Laut Jawa. Pada bagian Utara sayap Utara geantiklinorium Jawa
Barat dikenal sebagai ladang minyak dan gas bumi yang potensial.
Batuan penyusun sayap Utara geantiklin Jawa Barat terdiri dari runtuhan – runtuhan
material gunungapi muda dari bagian tengah (puncak geantiklinorium Jawa Barat) dan
beberapa singkapan batuan sedimen laut dangkal yang berumur Miosen Tengah sampai
Miosen Aklhir.

Anda mungkin juga menyukai