Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH KESELAMATAN PASIEN DAN

KESEHATAN KESELAMATAN KERJA DALAM


KEPERAWATAN

Disusun oleh:

Hasan Nudin
NIM. 19010023

Dosen Pengampu :
Ns. Awaliyah Ulfah Ayudytha, S.Kep, MARS

STIKes Pekanbaru Medical Center (PMC)


S1 Program Khusus
Tahun Ajaran
2020/2021
SOAL :

1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan keselamatan pasien di rumah sakit

JAWAB :

Keselamatan pasien di rumah sakit adalah:

Suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan :

a. risiko pasien,

b. pelaporan dan analisis insiden,

c. kemampuan belajar dari insiden

d. Tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

e. Mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

SOAL :

2. Apa yang anda ketahui tentang prinsip dalam implementasi keselamatan pasien di rumah
sakit ?

JAWAB :

Prinsip dalam implementasi keselamatan pasien di rumah sakit adalah sebagai


berikut:

a. Human fallibility / “to err is human“

Berbuat salah adalah manusiawi.

Tidak ada manusia yang sempurna, sehingga setiap manusia dapat berbuat salah atau
membuat kesalahan. Tidak ada seorang Manajer bahkan Pimpinan RS sekalipun yang
bisa menjamin bahwa setiap personel di rumah sakit tidak boleh berbuat salah atau tidak
akan berbuat salah, dari kesalahan itulah proses pembelajaran akan terjadi.

b. Anatomy of error / incident types

Tipe insiden keselamatan pasien ada berbagai macam mulai dari kondisi yang potensi
menimbulkan cedera (KPC) pada pasien sampai dengan insiden yang mengakibatkan
kematian atau kecacatan seumur hidup bagi pasien (Sentinel).
Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimaan suatu rumah sakit menjamin
keselamatan pasien sehingga kondisi – kondisi potensi cedera tersebut dapat dikurangi
atau dihilangkan sehingga tidak menimbulkan cedera pada pasien dan kejadian sentinel
tidak terjadi di rumah sakit.

c. System approach.

Keselamatan pasien adalah sistem dimana rumah sakit menjamin keamanan dan
keselamatan pasien yang dirawat baik rawat jalan, rawat inap maupun tindakan.

Semua personel rumah sakit dari unsur tertinggi sampai dengan terendah bertanggung
jawab melaksanakan upaya keselamatan pasien di rumah sakit.

Semua orang yang ada di rumah sakit adalah penting, semua berperan dalam
mewujudkan keselamatan pasien di rumah sakit dan semua bagian saling berkaitan,
saling mendukung dan bekerja sama mewujudkan budaya keselamatan pasien di rumah
sakit.

d. “Just Culture “ / no blaming culture

Keberhasilan upaya keselamatan pasien adalah bagaimana rumah sakit dapat belajar dari
suatu insiden keselamatan pasien yang dilaporkan oleh seluruh personel yang mengetahui
terjadinya insiden.

Untuk menggiatkan budaya pelaporan insiden tersebut, pimpinan atau direktur rumah
sakit harus berkomitmen penuh untuk tidak menyalahkan individu atau personel yang
terlibat dalam terjadinya suatu insiden keselamatan pasien.

Budaya tidak menyalahkan dan tidak menghukum akan memotivasi seluruh personel
untuk melaporkan insiden sekecil apapun yang terjadi di rumah sakit, sehingga proses
pembelajaran yang berkelanjutan dapat terjadi untuk mencegah insiden yang sama
terjadi kembali di ruangan tertentu serta di ruangan lain diseluruh lingkungan rumah
sakit.

e. Organizational Learning by reporting

Budaya pelaporan insiden keselamatan pasien oleh seluruh personel yang mengetahui
terjadinya insiden atau terlibat langsung dalam insiden keselamatan pasien harus
dikembangkan dan dimotivasi secara terus –menerus oleh Pimpinan RS dengan prinsip
“No Blame Culture”.

Pelaporan insiden keselamatan pasien digunakan sebagai media pembelajaran ”Mengapa


insiden dapat terjadi, apa yang menyebabkan terjadi insiden, bagaimana insiden dapat
terjadi, bagaiman mencegah insiden tidak terjadi kembali di unit tersebut atau di unit lain
diseluruh rumah sakit.
Rumah sakit membuat sistem pelaporan menjadi sistem pembelajaran yang menarik
personel untuk melapor dengan meniadakan hukuman kepada personel yang terlibat
langsung dalam terjadinya insiden keselamatan pasien.

Hasil pembelajaran dari suatu insiden disosialisasikan kepada seluruh personel di unit
kerja sehingga personel dapat mengetahui pasti tidak adanya hukuman pada suatu insiden
dan pembelajaran yang didapat dari insiden tersebut.

SOAL :

3. Dapatkah anda jelaskan sembilan solusi keselamatan pasien yang telah dikeluarkan oleh
WHO?

Jawab :

Sembilan solusi keselamatan pasien yang dikeluarkan oleh WHO adalah:

1) Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-like


Medication Names).

Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM) merupakan salah satu penyebab yang
paling sering dalam kesalahan obat (medication error).

Solusi NORUM ditekankan untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep,
label, atau penggunaan perintah yang dicetak dan pembuatan resep secara elektronik.

2) Pastikan Identifikasi Pasien.

Kesalahan mengidentifikasi pasien secara benar sering terjadi pada kesalahan


pengobatan, transfusi, pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru, dan penyerahan
bayi kepada bukan keluarganya.

Rekomendasi ditekankan dengan verifikasi identitas pasien dengan keterlibatan pasien


dan keluarga, standardisasi metode identifikasi di RS serta penggunaan protokol untuk
membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.

3) Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien.

Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit
pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan dapat mengakibatkan terputusnya
kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien.
Rekomendasi dengan memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan
metode untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis, memberikan
kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah
terima, serta melibatkan pasien dan keluarga dalam proses serah terima.

4) Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.

Kesalahan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah
sebagian besar adalah akibat dari kesenjangan komunikasi.

Rekomendasi untuk mencegah hal tersebut dengan mencegah kekeliruan yang


tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan, pemberian tanda pada sisi
yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur, dan adanya tim yang
terlibat dalam prosedur ’Time out” sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

5) Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).

Kesalahan dalam pemberian cairan elektolit pekat sering terjadi baik dalah hal dosis,
satuan ukur dan istilah.

Rekomendasinya adalah membuat standarisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan
pencegahan atas campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

6) Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.

Kesalahan medikasi sering terjadi pada saat transisi/pengalihan.

Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk
mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien.

Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang lengkap, akurat dan seluruh
medikasi yang sedang diterima pasien.

7) Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).

Selang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan didesain sedemikian rupa agar
mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa
menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan selang yang salah,
serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.

Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail


ketika pemberian medikasi serta pemberian makan.
8) Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.

Angka penyebaran HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pemakaian ulang (reuse)
dari jarum suntik masih tinggi.

Rekomendasi untuk mencegah penularan pada fasyankes adalah perlunya melarang pakai
ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan dan pelatihan periodik para petugas di
lembaga-lembaga layanan kesehatan tentang penyuntikan yang aman.

9) Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan HAIs (health


care asoceatid infection)

HAIs merupakan infeksi yang diperoleh di sarana fasilitas kesehata. Upaya preventif
yang paling mudah untuk mencegah HAIs melalui cuci tangan.

Rekomendasi mencegah HAIs dengan mendorong implementasi penggunaan cairan


“alcohol-based hand-rubs" pada saat cuci tangan di fasyankes, pendidikan staf mengenai
teknik kebersihan tangan yang benar dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan
tangan melalui pemantauan / audit, observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

SOAL :

4. Menurut anda bagaimana cara implementasi IPSG (International Patient Safety Goals) di
rumah sakit ?

JAWAB :

Cara implementasi IPSG (International Patient Safety Goals) di rumah sakit adalah:

a. Implementasi sasaran I : Mengidentifikasi pasien dengan benar

Identifikasi pasien merupakan suatu proses pengumpulan data, penandaan dan


penentuan indentitas pasien sehingga tindakan/prosedur dalam rangka meningkatkan
kesehatan pasien dapat diberikan secara tepat.

Kesalahan karena kekeliruan identifikasi pasien sering terjadi di semua pelayanan.


Keadaan yang dapat mengarah terjadi error/kesalahan dalam identifikasi pasien
adalah pasien yang dalam keadaan terbius/sedasi, mengalami disorientasi atau tidak
sadar sepenuhnya, bertukar tempat tidur, bertukar kamar, ataupun mengalami
disabilitas sensori.

Implementasi IPSG 1 di rumah sakit yaitu :


1) Melakukan identifikasi dengan parameter terukur. Misalnya : Nama dan
Nomor Rekam Medik.

2) Melakukan identifikasi pasien menggunakan gelang. Ada dua jenis yaitu


gelang identitas pasien dan gelang identifikasi risiko.

3) Melakukan identifikasi pasien pada kondisi khusus (pasien tidak sadar, luka
bakar, pasien gangguan jiwa). Misalnya : pada pasien gangguan jiwa,
identifikasi pasien menggunakan foto yang ditempel di rekam medik pasien.

4) Melakukan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan identifikasi


pasien secara konsisten : mengidentifikasi pasien sebelum pemberian obat,
darah atau produk darah, sebelum mengambil darah dan specimen lain untuk
pemeriksaan klinis, sebelum pemberian pengobatan dan tindakan / prosedur.

5) Mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan


lokasi.

6) Memberikan edukasi pada pasien dan keluarganya tentang pentingnya


identifikasi pasien.

7) Monitoring dan evaluasi implementasi identifikasi pasien dengan benar


sebagai indikator mutu standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien
akreditasi rumah sakit versi SNARS Edisi 1.1 tahun 2020.

b. Implementasi sasaran II : meningkatkan komunikasi yang efektif

Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada


orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik
langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media.

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, lengkap, jelas dan dipahami oleh
resipien/penerima akan mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
Komunikasi yang paling rentan salah ketika perintah perawatan pasien diberikan
secara lisan dan melalui telepon.

Komunikasi lain yang rawan ketika melaporkan kembali hasil tes penting/ hasil tes
yang menunjukkan nilai kritis dan perlu penanganan segera/ hasil tes cito.

Implementasi IPSG 2 di rumah sakit yaitu :

1) Melakukan tehnik menerima pesan verbal atau melalui telepon dengan metode
TBAK :
a). Perintah lengkap yang disampaikan secara lisan atau melalui telepon
dituliskan lengkap oleh penerima perintah (Tulis ).

b). Perintah lengkap yang disampaikan secara lisan atau melalui telpon
dibacakan kembali oleh penerima perintah (BAca ).

c). Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau
yang menyampaikan hasil pemeriksaan (Konfirmasi).

2) Melakukan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon oleh


pemberi pesan / instruksi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

3) Tehnik penyampaian laporan kondisi pasien dan hasil pemeriksaan dengan nilai
kritis secara lisan / verbal ( metode SBAR ).

Contoh : Pelaporan menggunakan metode SBAR

S Situasi Saya menelpon tentang (nama pasien, umur, dan lokasi)


Masalah yang ingin disampaikan adalah: ___________________________

Tanda-tanda vital: TD: __/__, Nadi: ___, Pernapasan: ___, dan Suhu: ___ Saya
khawatir tentang:

B Background/ Latar Belakang

Status mental pasien:

Kulit/ Ekstremitas:

Pasien memakai/ tidak memakai oksigen

A Assessment/ Penilaian

Masalah yang saya pikirkan adalah: (katakan apa masalah yang anda pikirkan)
Masalahnya tampaknya adalah: jantung, infeksi, neurologis, respirasi,
_____________________________

Saya tidak yakin apa masalahnya tapi pasien memburuk.

Pasien tampaknya tidak stabil dan cenderung memburuk. Kita perlu melakukan
sesuatu, Dok.

R Rekomendasi

Apakah (katakan apa yang ingin disarankan).

Apakah diperlukan pemeriksaan tambahan:


Jika ada perubahan tatalaksana, tanyakan:

4) Monitoring dan evaluasi implementasi komunikasi yang efektif sebagai indikator


mutu standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien akreditasi rumah sakit versi
SNARS Edisi 1.1 2020.

c. Implementasi sasaran III : meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai


(high-alert)

Obat-obatan yang perlu diwaspadai adalah obat-obatan yang termasuk dalam


sejumlah besar kesalahan dan/atau kejadian sentinel obat-obatan yang bila terjadi

sesuatu yang tak diinginkan risikonya lebih tinggi, begitu pula obat-obatan yang
mirip bentuk/bunyi namanya.

Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian keselahan obat
tersebut adalah menyusun proses pengelolaan obat yang patut diwaspadai; termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit perawatan pasien ke farmasi.

Implementasi IPSG 3 di rumah sakit yaitu :

1). Melakukan identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan obat –
obat dengan kewaspadaan tinggi (high alert).

2). Implementasi kebijakan dan prosedur obat-obat yang perlu diwaspadai.

3). Mengidentifikasi area yang membutuhkan obat-obat dengan kewaspadaan tinggi (high
alert dan tindakan yang diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati.

4). Obat-obat dengan kewaspadaan tinggi (high alert ) yang disimpan di unit pelayanan
harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat.

5).Monitoring dan evaluasi implementasi keamanan obat – obatan mulai dari


penyimpanan dengan labeling, peresepan, penyiapan sampai dengan penyerahan
obat sebagai indikator mutu klinik standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien
akreditasi rumah sakit versi SNARS Edisi 1.1 2020.

d. Implementasi sasaran IV : Memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepatpasien


operasi

Lokasi pembedahan yang salah, prosedur yang salah, pembedahan pada pasien yang
salah adalah peristiwa mengkhawatirkan yang sangat umum terjadi di RS.

Kesalahan ini diakibatkan komunikasi yang tidak efektif atau tidak memadai antara
anggota tim bedah, kurangnya keterlibatan pasien pada pemberian tanda pada lokasi
pembedahan, dan kurang memadainya prosedur verifikasi lokasi operasi.
Di samping itu, faktor-faktor yang sering kali turut berkontribusi adalah:

 kurangnya keterlibatan pasien dalam menilai,

 kurangnya pengkajian terhadap rekaman medis,

 budaya yang tidak mendukung komunikasi secara terbuka antara anggota tim
bedah,

 masalah akibat tulisan tangan yang tak terbaca,

 dan penggunaan singkatan singkatan.

Implementasi IPSG 4 di rumah sakit yaitu :

1). Melakukan tehnik Site Marking : menggunakan tanda yang jelas dan dimengerti
untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaannya

2). Menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi
tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien, semua dokumen serta peralatan yang
diperlukan tersedia, tepat dan fungsional

3). Tehnik sign in : tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
sebelum insisi

4). Tehnik time out : time out dilakukan tepat sebelum dimulainya prosedur / tindakan
bedah.

5) . Mendukung proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur
dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan diluar kamar
operasi.

6). Monitoring dan evaluasi implementasi keselamatan pasien di kamar operasi mulai
dari pre, intra sampai dengan paska operasi sebagai indikator mutu klinik standar
peningkatan mutu dan keselamatan pasien akreditasi rumah sakit versi SNARRS Edisi
1.1 2020 .

e. Implementasi sasaran V : mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan dalam pelayanan


keperawatan di RS. Infeksi secara umum dijumpai dalam pelayanan kesehatan maupun
keperawatan di RS termasuk infeksi saluran kemih terkait kateter (ISK), infeksi aliran
darah (IAD), infeksi pneumonia terkait pemasangan Ventilator (VAP), infeksi daerah
operasi (IDO). Pokok dari eliminasi risiko infeksi tersebut maupun eliminasi lain
adalah dengan melakukan kebersihan tangan secara tepat ( 6 langkah dan 5 moment).
Implementasi IPSG 5 di rumah sakit yaitu :

1). Penyediaan sarana cuci tangan sesuai dengan standar di semua area perawatan.

2). Melakukan tehnik enam langkah cuci tangan menurut WHO dengan konsisten
oleh seluruh tenaga kesehatan dan non kesehatan.

3). Melakukan tehnik five moment dalam pelaksanaan pelayanan pasien

4). Melakukan edukasi kepada petugas kesehatan, pasien, keluarga pasien dan
pengunjung rumah sakit tentang pentingnya hand hygiene secara berkelanjutan.

5). Monitoring dan evaluasi implementasi upaya mengurangi risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan sebagai indikator mutu klinik standar peningkatan mutu dan
keselamatan pasien akreditasi rumah sakit versi SNARS Edisi 1.1 2020.

f. Peran perawat dalam implementasi sasaran VI : mengurangi risiko pasien


akibat jatuh

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring / terduduk dilantai /
tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo,
2004).

Jumlah angka jatuh dalam pelayanan kesehatan menjadi bagian yang bermakna
penyebab cedera pasien rawat inap. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi
risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai
jatuh.

Implementasi IPSG 6 di rumah sakit yaitu :

1). Menerapkan asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen
ulang bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.

2). Menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi risiko jatuh bagi pasien yang hasil
asesmennya dianggap berisiko jatuh.

3). Memonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak
dari kejadian tidak diharapkan.

4). Pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit, dengan
penandaan pada pasien menggunakan gelang, memasang bed rail, memberikan
penandaan di depan pintu kamar pasien dengan risiko jatuh.
5). Memberikan edukasi pada pasien dan keluarga tentang kondisi pasien dengan risiko
jatuh.

6). Monitoring dan evaluasi implementasi pencegahan pasien cidera karena jatuh sebagai
indikator mutu klinik standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien akreditasi
rumah sakit versi SNARS Edisi 1.1 2020.

SOAL :

5. Jika anda adalah pimpinan/ manajer keperawatan (Kepala Bidang Keperawat, Kasi
Keperawatan ataupun Kepala Ruangan), apa yang anda lakukan dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien di RS ?

JAWAB :

Dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien, sebagai seorang pimpinan dirumah


sakit saya akan melakukan peran - peran sebagai berikut:

1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara


terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan "Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit "

2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko


keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi KTD.

3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.

4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.

5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan


kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien :

a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program


meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai dari "Kejadian Nyaris Cedera" ( Near miss ) sampai dengan
"Kejadian Tidak Diharapkan' ( Adverse event ).

c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah
sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur "cepat-tanggap" terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian
informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden


termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
( RCA ) "Kejadian Nyaris Cedera" ( Near miss ) dan "Kejadian Sentinel' pada saat
program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.

f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani


"Kejadian Sentinel" ( Sentinel Event ) atau kegiatan proaktif untuk

memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan


dengan "Kejadian Sentinel".

g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.

h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi
berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.

i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif


untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan
pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

6. Pimpinan mengembangkan dan memotivasi seluruh tenaga keperawatan dalam


implementasi pelaporan insiden keselamatan pasien, dengan prinsip utama bahwa :

a. Fungsi utama Pelaporan Insiden adalah untuk meningkatkan Keselamatan Pasien


melalui pembelajaran dari kegagalan / kesalahan.

b. Pelaporan Insiden harus aman. Staf tidak boleh dihukum karena melapor.

c. Pelaporan Insiden hanya akan bermanfaat kalau menghasilkan respons yang


konstruktif. Minimal memberi umpan balik tentang data KTD dan analisisnya.
Idealnya, juga menghasilkan rekomendasi utk perubahan proses / SOP dan sistem.

d. Analisis yang baik dan proses pembelajaran yang berharga memerlukan keahlian /
keterampilan. Tim KPRS perlu menyebarkan informasi, rekomendasi perubahan,
pengembangan solusi.

7. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap upaya keselamatan pasien.
SOAL :

6. Menurut anda kegiatan apa sajakah yang dapat dilakukan dalam mengimplementasikan
keselamatan pasien di rumah sakit ?

JAWAB :

Kegiatan yang dapat dialakukan dirumah sakit dalam mengimplementasikan keselamatan


pasien adalah dengan penerapan tujuh langkah keselamatan pasien yaitu:

1. Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien

Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

Langkah penerapan:

a. Bagi Rumah Sakit :

1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang mejabarkan apa yang harus
dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah
pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan
kepada staf, pasien dan keluarga

2) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan


akuntabilitas individual bilamana ada insiden

3) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
4) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.

b. Bagi Unit/ Tim Keperawatan:

1) Ikut terlibat dalam Komite/ Panitia /Komite/ Panitia/ Tim Keselamatan Pasien
untuk bersama-sama berkomitmen terhadap program keselamatan pasien.

2) Pastikan perawat mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan berani
melaporkan ketika terjadi insiden.

3) Demonstrasikan kepada perawat ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit untuk


memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran
serta pelaksanaan tindakan / solusi yang tepat.

4) Terlibat dalam pembuatan program kerja, program sosialisasi dan pelatihan


keselamatan pasien, standar prosedur operasional (SPO) yang berhubungan dengan
keselamatan pasien.
5) Mendistribusikan, mengedarkan brosur leaflet, poster diseluruh ruangan
keperawatan dan penunjang lainnya.

6) Mendistribusikan formulir pelaporan insiden keselamatan pasien keseluruh


ruangan perawatan dan penunjang lainnya.

7) Terlibat dalam penyusunan buku panduan keselamatan pasien rumah sakit dan
membagikan kepada seluruh ruangan perawatan, dokter jaga dan dokter penanggung
jawab pelayanan.

2. Memimpin dan Mendukung Staf

Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien

di rumah sakit.

Langkah penerapan:

a. Untuk Rumah Sakit :

1) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas
Keselamatan Pasien

2) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan


untuk menjadi ”penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien

3) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan


maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit

4) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit
anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya

b. Untuk Unit / Tim Keperawatan:

1) Nominasikan ”penggerak” dalam Tim Keperawatan untuk memimpin Gerakan


Keselamatan Pasien

2) Jelaskan kepada perawat tentang relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi
mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien

3) Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden.

4) Pada forum – forum rapat Pimpinan dengan seluruh pelaksana, Pimpinan selalu
mengingatkan tentang pentingnya keselamatan pasien. Perawat mensosialisasikan
kembali di ruangannya tentang fokus perhatian dari pimpinan tersebut.
5) Terlibat dalam membuat dan melaksanakan program ronde keselamatan pasien
dimana didalamnya Pimpinan Rumah Sakit dan Staf Pimpinan secara berkala
melaksanakan ronde ke ruangan tertentu untuk mengetahui sejauhmana
implementasi program keselamatan pasien di ruangan tersebut.

6) Perawat ditetapkan sebagai ”Pioneer” atau koordinator pelayanan dimana


perawat bertugas sebagai koordinator yang akan menerima laporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP) pertama kali dan melaksanakan investigasi terhadap
laporan tersebut dan mendiskusikan dengan Komite / Panitia / Komite / Panitia /
Tim Keselamatan Pasien.

3. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko

Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan
asesmen hal yang potensial bermasalah.

Langkah penerapan:

a. Untuk Rumah Sakit :

1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan
non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan Keselamatan
Pasien dan Staf

2) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang


dapat dimonitor oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit

3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan
kepedulian terhadap pasien.

b. Untuk Unit/ Tim Keperawatan:

1) Bentuk forum Keperawatan dalam RS untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan


Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait

2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko
rumah sakit

3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas


setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko
tersebut

4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen


dan pencatatan risiko rumah sakit.
5) Koordinator pelayanan menerima laporan insiden keselamatan pasien dan
membahas kasus insiden keselamatan pasien tersebut dengan Komite / Panitia / Tim
Keselamatan pasien yang terdiri dari perwakilan profesi, dokter, perawat, manajemen
dan tenaga penunjang lainnya. Hasil diskusi tersebut akan dijadikan umpan balik dan
masukan kepada Pimpinan sebagai penentu kebijakan selanjutnya.

6) Menyebarkan formulir indikator klinik / evaluasi mutu pelayanan dimana


didalamnya terdapat jumlah resiko kejadian infeksi jarum suntik, resiko pasien jatuh
dan lain – lain.

7) Identifikasi dan assesmen hal-hal yang potensial bermasalah.

8) Pembahasan / diskusi tim inti, analisis laporan insiden, rekomendasi solusi /


pencegahan

9) Upaya-upaya memperkecil risiko dengan membuat / merevisi SPO bila sudah ada.

10) Distribusi hasil solusi/ rekomendasi ke seluruh unit pelayanan.

4. Kembangkan Sistem Pelaporan

Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah
sakit mengatur pelaporan kepada Tim Keselamatan Pasien.

Langkah penerapan :

a. Untuk Rumah Sakit : RS melengkapi rencana implementasi sistem pelaporan


insiden.

b. Untuk Unit/Tim Keperawatan:

1) Pada forum ilmiah,

rapat Pimpinan dan rapat staf lainnya, senantiasa mendorong semua staf,
khususnya anggota Komite / Panitia/ Komite/ Panitia/ Tim Keselamatan Pasien
untuk aktif melaporkan terjadinya kasus-kasus IKP. Perawat mensosialisasikan
kembali di ruangannya tentang fokus perhatian dari pimpinan tersebut.

2) Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan
setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi
juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.

3) Hasil diskusi, analisis dan investigasi insiden keselamatan pasien akan


disebarkan keseluruh ruangan perawatan dan penunjang lainnya sebagai
pembelajaran dan
4) Melaporkan insiden ke koordinator pelayanan / dokter penanggung jawab
pelayanan atau dokter yang merawat

5) Membuat edaran tentang alur pelaporan insiden keselamatan pasien yaitu


melaporkan kejadian insiden secara tertulis ke Komite / Panitia / Komite / Panitia
/ Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

5. Libatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien

Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.

Langkah penerapan :

a. Untuk Rumah Sakit :

1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas

menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka tentang insiden dengan para pasien dan
keluarganya

2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas
bilamana terjadi insiden

3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarganya.

b. Untuk Unit/Tim Keperawatan :

1) Pastikan tim Keperawatan menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan


keluarganya bila telah terjadi insiden

2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi


insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara
tepat

3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarganya.

4) Membuat SPO tentang komunikasi dengan pasien dan keluarganya tentang


keselamatan pasien.

5) Mensosialisasikan kepada seluruh pelaksana tentang SPO dan kebijakan


informed consent dan komunikasi dengan pasien jika terjadi insiden keselamatan
pasien.
6) Menformasikan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang
terjadinya suatu IKP.

7) Berkoordinasi dengan Unit / Tim Customer Service Rumah Sakit untuk


mengunjungi dan menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya tentang
terjadinya IKP tersebut.

6. Belajar dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien

Dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.

Langkah penerapan:

a. Untuk Rumah Sakit :

1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara
tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab

2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria


pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure
Modes and Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain,

yang harus mencakup semua insiden yang telah terjadi dan minimum satu kali per
tahun untuk proses risiko tinggi.

b. Untuk Unit/Tim :

1) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden

2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan
dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

3) Mendorong seluruh anggota Komite / Panitia / Tim Keselamatan Pasien untuk


melakukan analisis akar masalah, belajar bagaimana dan mengapa insiden terjadi.

4) Pembahasan/diskusi dalam tim inti tentang laporan insiden yang ada.

5) Berbagi informasi tentang keselamatan pasien dari berbagai sumber, forum


ilmiah dengan nara sumber dari Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit ( KKP –
RS ) PERSI.

6) Mengikuti seminar, workshop dan pelatihan-pelatihan tentang keselamatan


pasien. 7) Menyelenggarakan pelatihan internal tentang mutu dan keselamatan
pasien rumah sakit secara berkelanjutan.
7. Cegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien

Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan


pada sistem pelayanan.

Langkah penerapan:

a. Untuk Rumah Sakit :

1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan,
asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan
solusi setempat

2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan


proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.

3) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.

4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan

5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
yang dilaporkan

b. Untuk Unit/Tim :

1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat


asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.

2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan


pelaksanaannya.

3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang
insiden yang dilaporkan.

4) Melakukan pengumpulan sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan


audit serta analisis, untuk menentukan solusi setempat

5) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan


proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.

6) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.


7) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan

8) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
yang dilaporkan .

SOAL :

7. Dokter DPJP memberikan instruksi via telepon untuk pasien Ny. B untuk injeksi morfin
12,5 mg bolus, tetapi perawat tidak menulis instruksi di formulir terintegrasi dan tidak
melakukan TBAK. Dengan yakinnya perawat memberikan morfin 12,5 mg pada Ny. A
sehingga menyebabkan Ny. A tidur dan tidak bangun-bangun, sedangkan Ny. B tetap
merasakan nyeri hebat. Dari kasus diatas :

a. Tergolong apakah insiden keselamatan pasien yang terjadi?

b. Menurut anda bagaimana penerapan sasaran keselamatan pasien yang dilakukan


perawat?

JAWAB :

a. Ini termasuk kejadian tidak diharapkan (KTD) (a harmful incident / adverse event)

Adalah insiden yang mengakibatkan cidera pasien.

b. Perawat tidak memperhatikan lingkup kegiatan upaya keselamatan pasien diumah


sakit yang sesuai dengan permenkes nomor 1691 tahun 2011 tentang keselamatan
pasien rumah sakit meliputi:

1. Asesmen risiko

2. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien

3. Pelaporan dan analisis insiden

4. Belajar dari insiden

5. Tindak lanjutnya dan implementasi solusi.


SOAL :

8. DPJP membuat resep anti mual untuk pasien kemotherapi (narfos), resep dikirim farmasi
kemudian petugas farmasi mengantar obat tersebut ke ruang perawatan. Perawat
melakukan identifikasi pasien (7 benar) ternyata obat yang diantar petugas farmasi bukan
narfos inj. tetapi transamin inj.. Perawat tidak jadi memberikan obat tsb dan
mengembalikan obat traansamin inj tsb ke farmasi.

a. Tergolong apakah insiden keselamatan pasien yang terjadi?

b. Menurut anda bagaimana penerapan solusi keselamatan yang dilakukan perawat?

JAWAB :

a. Kejadian Nyaris Cidera (a near miss)

Adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar/ terkena pasien.

b. Penerapan solusi yang dilakukan perawat adalah dengan penerapan solusi


keselamatan pasien, yaitu:

1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-like


Medication Names).

2. Pastikan identifikasi pasien

3. Komunikasi secara benar saat serah terima/ pengoperan pasien.

Anda mungkin juga menyukai