Anda di halaman 1dari 39

ANALISIS KARBONAT

1. PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Umum Batuan Karbonat
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai kompos isi
dominan (lebih dari 50%) yang terdiri dari garam-garam karbonat, sedang
dalam prakteknya secara umum meliputi Batugamping dan Dolomit.
Proses pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari
larutan yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia, dimana dalam
proses tersebut organisme turut berperan dan dapat pula terjadi dari butiran
rombakan yang telah mengala mi transportasi secara mekanik yang kemudian
diendapkan pada tempat lain. Selain itu pembentukannya dapat pula terjadi
akibat proses dari batuan karbonat yang lain (sebagai contoh yang sangat
umum adalah proses dolomitisasi, dimana kalsit berubah menjadi d olomit).
Seluruh proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi pada
lingkungan air laut, sehingga praktis bebas dari detritus asal darat.

1.2. Arti Penting Batuan Karbonat


Batuan karbonat mempun yai nilai ekonomi yang penting karena mempunyai
porositas yang memungkinkan untuk terkumpulnya minyak dan gas alam.
Terutama pada batuan karbonat yang telah mengalami proses dolomitisasi,
sehingga hal ini menjadi perhatian khusus pada geologi minyak bumi. Sebagai
contoh, 80% dari reservoar karbonat yang terd apat di Amerika Utara dan 50%
reservoar karbonat yang terdapat di seluruh dunia adalah dolomit, sehingga
akhir-akhir ini banyak perusahaan minyak yang melakukan penelitian secara
khusus mengenai sedimentologi karbonat ( R.J.A. Reijers; Manual of Carbonate
Sedimentology).
Disamping sebagai reservoar minyak dan gas alam, batuan karbonat dapat
juga sebagai reservoar air tanah. Adanya porositas dan permeabilitas yang
dimilikinya serta mineral-mineral batuan karbonat yang mudah bereaksi maka
batuan karbonat dapat menjadi tempat terkumpulnya endapan -endapan bijih,
sebagai contoh adalah mimeral -mineral timah dan seng yang ditemukan di
Sedimentologi Analisis Karbonat

Mississippi Valley dan di Pine Point , N.W.T., Canada ( Blatt, Middleton dan
Murray; Origin of Sedimentary Rock ).

1.3. Maksud dan Tujuan Analisis Batuan Karbonat


Adapun maksud dan tujuan analisis batuan karbonat adalah untuk
mempelajari batuan karbonat yang dilakukan dengan metode -metode
pengamatan megaskopis, mikroskopis maupun tes kimia, yang meliputi
kandungan mineralogi, kimia da n material-material penyusun batuan karbonat.
Tujuan dari analisis batuan karbonat adalah untuk pengklasifikasian
(penamaan), penafsiran lingkungan pengendapan, mengetahui proses -proses
diagenesa yang terjadi pada batuan karbonat, dan aspek -aspek lainnya yang
berhubungan dengan batuan karbonat.

1.4. Metode Analisis Batuan Karbonat


Secara umum analisis batuan karbonat dilakukan di lapangan dan di
laboratorium. Analisis batuan karbonat di lapangan dilakukan dengan cara
mengamati kenampakan -kenampakan geologi dari batuan karbonat yang ada di
lapangan, kemudian melakukan penampang terukur ( measure section), dan
melakukan pendeskripsian batuan karbonat di lapangan. Hendaknya
pengamatan yang dilakukan di lapangan dilakukan untuk mengumpulkan
informasi lapangan sebanyak mungkin dan seteliti mungkin mengenai batuan
karbonat, dimana data-data lapangan ini nantinya akan sangat mendukung
dalam melakukan pengambilan kesimpulan pada analisis yang dilakukan di
laboratorium.
Metode analisis batuan karbonat yang dilakuka n di Laboratorium
Sedimentologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN
“Veteran” Yogyakarta, meliputi:
 Metode Tes Asam
 Metode Noda Kimia
 Metode Kalsimetri
 Metode Etsa
 Analisis Sayatan Tipis

19
Sedimentologi Analisis Karbonat

2. PEMBAHASAN UMUM BATUAN KARBONAT


2.1. Komposisi Kimia dan Mineralogi Batuan Karbonat
Beberapa mineral yang penting dan umum yang terdapat pada batuan
karbonat adalah:
Aragonite (CaCO 3): merupakan mineral batuan karbonat yang paling labil,
kristal orthorombik, berbentuk jarum atau serabut, umumnya diendapkan
secara kimiawi langsung dari presipitasi air laut.
Kalsit (CaCO 3): merupakan mineral batuan karbonat yang lebih stabil, kristal
hexagonal , biasanya merupakan hablur kristal yang bagus dan jelas. Dijumpai
sebagai hasil rekristalisasi aragonit, serta sebagai semen pengisi ruang antar
butir dan rekahan. Sangat umum terdapat pada batugamping.
Dolomit (CaMg(CO 3)2): merupakan mineral yang hampir serupa dengan
mineral kalsit, namun secara petrografis dapat dibedakan dari indeks
refraksinya. Mineral dolomit dapat terjadi langsung dari presipitasi air laut,
namun lebih sering terjadi sebagai akibat dari penggantian ( replacement)
mineral kalsit.
Magnesit (MgCO 3): merupakan kristal hexagonal, dapat terjadi sebagai
akibat penggantian dari kalsit dan dolo mit, namun sering terjadi s ebagai akibat
dari rombakan batuan yang mengandung magnesium silikat.
Pada batuan karbonat masih dijumpai beberapa mineral lainnya, namun
secara umum kurang mempunyai arti penting, seperti: Siderit, Ankerit, dan
Rodokrosit. Disamping itu terdapat beberapa istilah -istilah penting dan umum
pada batuan karbonat, antara lain:
Endapan karbonat (Carbonate deposite): Carbonate sediment merupakan
endapan karbonat yang belum terkonsolidasi, terbentuk secara insitu oleh
organik dan presipitasi inorganik dari larutan atau terjadi akumulasi partikel -
partikel rombakan karbonat.
Batugamping (Limestone): merupakan batuan karbonat yang terdiri dari
hampir seluruhnya kalsium karbonat (CaCO 3), atau secara spesifik adalah
suatu batuan sedimen karb onat yang mengandung lebih dari 95% kalsit dan
kurang dari 5% dolomit.
Batugamping dolomit ( Dolomitic Limestone): merupakan batugamping
yang mengandung 10 – 50% dolomit dan 50 – 90% kalsit.

20
Sedimentologi Analisis Karbonat

Dolomit Kalsit (Calcitic Dolomite): merupakan batuan dolomit yan g


mengandung 10 – 50% kalsit dan 50 – 90% dolomit.
Dolomit (batuan sedimen) atau Dolostone (istilah yang t idak diusulkan) :
merupakan batuan sedimen karbonat yang dominan mengandung mineral
dolomit (lebih dari 50%), secara spesifik merupakan batuan sedime n karbonat
yang mengandung lebih dari 90% mineral dolomit dan kurang dari 10% mineral
klasit.
Batugamping kristalin ( Crystaline Limestone): merupakan batugamping
yang dominan terdiri dari kristal.
Tufa (Calcareous Tufa; CalcTufa ): merupakan suatu spongi, batuan
karbonat yang porous, diendapkan sebagai lapisan tipis di permukaan, didekat
mata air (springs) dan sungai (rivers).

Classification of Calcite -Dolomite Mixture

Calsite 50% 100%

100% Dolomite
1 2 3 4

(1) Limestone, (2) Dolomitic limestone, (3) Calcitic dolomite,


and (4) Dolomite
Gambar 1. Klasifikasi dari campuran antara Kalsit -Dolomit
(T.J.A. Reijers dan K.J.Hsu; 1985)

Gambar 2. Klasifikasi dari campuran antara Clay – Lime Karbonat


(diusulkan oleh Barth et al., 1939)

Gambar 3. Diagram segitiga yang menunjukkan perbedaan antara dolomit, kalsit dan
karbonat yang tidak murni (T.J.A. Reijers dan K.J. Hsu; 1986)

2.2. Faktor Pengendapan Karbonat


Sistem pengendapan batuan karbonat berbeda dengan sistem pengendapan
batuan sedimen klastik lainnya. Pada proses pengendapan batuan karbonat,
diperlukan suatu kondisi lingkungan tertentu yang memenuhi persyaratan untuk
proses pertumbuhan dan perkembangan kehidupa n organisme dengan baik.

21
Sedimentologi Analisis Karbonat

Berikut ini merupakan beberapa faktor yang penting, yang sangat


mempengaruhi pengendapan batuan karbonat, yaitu:
a. Pengaruh Sedimen Klastik Asal Darat
Pengendapan karbonat memerlukan lingkungan yang praktis bebas dari
sedimen klastik asal darat. Adanya partikel -partikel lempung dan lanau (asal
darat), akan menyebabkan terhalangnya proses fotosintesis, sehingga hal ini
akan menghalangi pertumbuhan ganggang gampingan, dimana ganggang
gampingan ini merupakan pembentuk CaCO 3, sehingga pembentukan CaCO 3
terhambat. Dengan terhambatnya pembentukan CaCO 3, maka secara tidak
langsung-pun akan menghambat mekanisme kehidupan dan pertumbuhan
binatang-binatang bentonik, yang mana cangkang -cangkang binatang bentonik
ini kebanyakan terbentuk dari unsur CaCO 3.
Sehingga untuk dapat terjadinya pengendapan karbonat dengan cepat, maka
dibutuhkan dengan kondisi aliran air yang jernih, daerah yang relatif stabil dan
daratan sekitarnya yang hampir datar. Bila pada suatu daerah terjadi
sedimentasi butiran asal darat, maka akan terbentuk Napal atau Batupasir -
gampingan.
b. Pengaruh Iklim dan Suhu
Pada proses pengendapan batuan karbonat, diperlukan suatu kondisi
lingkungan geografis tertentu yang memenuhi persyaratan untuk proses
pertumbuhan perkembangan kehi dupan organisma. Lingkungan geografis yang
baik untuk proses pertumbuhan dan perkembangan organisma adalah
lingkungan yang beriklim tropis sampai subtropis, dimana pada daerah -daerah
tersebut akan cukup mendapat sinar matahari dengan baik, sehingga dapat
memperlancar proses fotosintesis dan akan mempunyai kondisi lingkungan
yang bertemperatur hangat. Sehingga untuk lingkungan -lingkungan yang
berada pada garis lintang diatas 40  tidak akan dijumpai pengendapan batuan
karbonat yang melimpah kecuali terbatas p ada daerah-daerah yang beraliran
air hangat, seperti pengendapan karbonat pada Gulf Stream.

c. Pengaruh Kedalaman
Pengendapan karbonat memerlukan penguapan yang kelewat jenuh dari air
laut di daerah yang mempunyai kandungan unsur CaCO 3, dimana pada
keadaan yang demikian ini hanya dijumpai pada lingkungan laut yang dangkal.

22
Sedimentologi Analisis Karbonat

Apabila pada lingkungan laut yang dalam maka akan menyebabkan sebagian
tekanan CO 2 akan sangat tinggi, dimana pada keadaan yang demikian
menyebabkan unsur CaCO 3 akan terlarut kembali.

d. Faktor Mekanik
Faktor mekanik yang mempengaruhi kecepatan pengendapan karbonat
antara lain adalah adanya aliran laut yang bertekanan tinggi menuju ke daerah -
daerah yang bertekanan rendah, adanya percampuran air dengan kandungan
CaCO3 yang berkadar tinggi, penguraian oleh bakteri, proses pembuatan
organik pada larutan, serta adanya kenaikan pH air laut sehingga pada kondisi
yang demikian dapat menyebabkan penambahan konsentrasi karbonat.

3. BUTIRAN, SEMEN DAN LUMPUR KARBONAT


Secara praktis, Dunham (1962) membagi partikel-partikel sedimen karbonat
kedalam dua bagian, yaitu dengan berdasarkan ukurannya. Untuk partikel -
partikel yang lebih besar dari 0,02 mm (dapat diamati dengan kaca
pembesar/loupe), disebut sebagai butiran yang termasuk di dalamnya adal ah
butiran kerangka (skeletal grains), butiran rombakan (detrital grains), pellets,
lumps dan butiran yang berlapis konsentrik ( coated grains). Sedangkan untuk
partikel-partikel yang berukuran lebih kecil dari 0,02 mm disebut sebagai lime
mud.

3.1. Butiran Karbonat


3.1.1. Butiran Kerangka (skeletal grains)
Adalah butiran yang merupakan b agian yang keras dari organism
dalam batugamping, baik itu yang masih utuh, maupun yang sudah
pecah. Butiran-butiran yang dapat dimasukkan kedalam bagian ini
adalah fragmen koral, molluska, pecahan crinoid, sisa ganggang dan
cangkang foraminifera.

3.1.2. Butiran rombakan (detrital grains)


Adalah butiran yang merupakan hasil rombakan dari batuan yang telah
ada sebelumnya. Pembentukannya dapat berasal dari material -material
lumpur ataupun dapat berasal dari pecahan -pecahan batuan yang keras.

23
Sedimentologi Analisis Karbonat

Pembentukannya berlangsung sesaat setelah pengendapan


berlangsung. Butiran rombakan ini dapat berasal dari sekitar
pengendapan ataupun juga berasal berasal dari pengendapan yang
jauh. Apabila berasal dari sekitarnya (secara lokal) maka butiran
rombakan ini dapat memberikan indikasi bahwa ia terbentuk pada
lingkungan pengendapan yang mempunyai kondisi energi gelombang
yang tinggi. Sedangkan yang termasuk dalam butiran rombakan ini
adalah Intraklas dan Lithoklas.

3.1.3. Pellets
Merupakan butiran masif, berbentuk ellips ataupun oval dan tidak
menunjukkan adanya struktur dalam ( internal structure). Yang termasuk
didalam jenis butiran ini antara lain fecal pellets dan favreina.

3.1.4. Lumps
Merupakan butiran karbonat yang komposit (mengelompok) dan
mempunyai kenampakan bentuk permukaan yang tidak teratur.
Terbentuk sesaat setelah proses sedimentasi berlangsung. Yang
termasuk dalam jenis butiran ini antara lain adalah bathyroidal lumps,
incrusted lumps dan grapestone.

3.1.5. Butiran yang berlapis konsentrik


Merupakan butiran karbonat yang mempunyai sebuah inti yang
dikelilingi oleh beberapa selaput tipis CaCO 3 secara konsetrik. Yang
termasuk di dalam jenis butiran ini adalah Oolit, Pisolit dan Onkolit.

Gambar 4. Jenis-jenis butiran karbonat Non Skeletal


3.2. Semen
Semen adalah komponen karbonat yang berupa kristal kalsit yang jelas dan
secara mikroskopis akan mempunyai kenampakan yang jernih, berukuran 0,02
– 1 mm, berperan sebagai material p engisi ruang antar butir ataupun suatu

24
Sedimentologi Analisis Karbonat

rekahan (cavity filling) dan terbentuk pada saat diagenesa. Lumpur karbonat ini
lebih dikenal dengan istilah sparit.

3.3. Lumpur Karbonat


Merupakan partikel karbonat ya ng berukuran sekitar 1 sampai 5 mikron dan
secara mikroskopis akan mempunyai kenampakan yang keruh kecoklatan.
Dapat terbentuk baik secara mekanis maupun secara kimiawi pada saat
pengendapan berlangsung. Lumpur karbonat ini umumnya dikenal dengan
istilah mikrit.

4. KANDUNGAN BIOTA
Organisma sangat berperan dalam pembentukan batuan karbonat, yaitu
sebagai penghasil unsur CaCO 3. Organisma pembentuk batuan karbonat dapat
terdiri dari Koral, Ganggang, Molluska, Bryozoa, Echinodermata, Brachiopoda,
Ostracoda, Porifera, Foraminifera dan beberapa jenis orga nisma lainnya.
Assosiasi dari masing-masing biota tersebut di atas sering sekali dijumpai
pada batuan karbonat. Sehingga dengan adanya perbandingan tertentu dari
kandungan biota tersebut dapat dipakai untuk menafsirkan fasies dan
lingkungan pengendapan se rta umur dari batuan karbonat tersebut. Berikut ini
adalah jenis-jenis biota yang sering dijumpai pada batuan karbonat.
4.1. Koral
Koral merupakan salah satu penyusun utama pada batuan karbonat. Koral
dapat hidup secara soliter maupun hidup secara berkolo ni. Koral-koral yang
hidupnya secara berkoloni dicirikan oleh adanya bentuk -bentuknya yang
bercabang, masif, menyerupai rantai dan seperti jamur. Sedangkan koral yang
hidupnya secara soliter dicirikan oleh adanya bentuk -bentuk yang menyerupai
tanduk.
Golongan koral yang paling banyak dijumpai pada batuan karbonat yang
berumur Tersier adalah Scleractinia yaitu yang termasuk didalamnya adalah
jenis Acropora dan Pocillopora; Branching corals, yaitu yang termasuk
didalamnya adalah jenis Favia dan Goniastrea (Brain corals); Montiopora (Platy
corals); Fungia Herpolitha (Mushroom corals); Heliopora dan tubipora
(Missallaneous group); Pavona, Cyphastrea dan Galexea (Encrusting corals).

25
Sedimentologi Analisis Karbonat

Kondisi lingkungan yang baik bagi pertumbuhan organisma koral adalah


lingkungan laut dangkal dan beragitasi gelombang.

Gambar 5. Contoh bentuk-bentuk koral

4.2. Ganggang
Ganggang merupakan suatu kelompok tumbuhan yang primitif yang mana
tidak dikenal sistem organiknya. Jenis ganggang yang umum dan banyak
dijumpai pada batuan ker bonat adalah ganggang merah dan ganggang hijau –
biru.
4.2.1. Ganggang Merah
Merupakan ganggang ynag mempunyai jaringan tubuh yang berupa
lembaran tipis, yang kadang -kadang bentuknya bercabang, bulat konsentrik
maupun dapat juga menyerupai semak.
Ganggang merah dapat hidup pada kondisi lingkungan yang mempunyai
energi gelombang yang tinggi, sebab ganggang merah ini mempunyai cara
hidup secara menambatkan dirinya ( sesile).
Contoh jenis-jenis ganggang merah adalah Archaelithothamium,
Lithothamium, Lithoporella, Lithophyllum, Parachatetes dan Solonapora.

4.2.2. Ganggang Hijau


Merupakan ganggang yang mempunyai cangkang yang berbentuk tabung
dan bercabang rapat. Dapat terdiri dari berbagai segmen yang menyerupai
kipas atau melebar seperti daun.
Ganggang hijau ini hanya dapat hidup pada kondisi lingkungan yang tenang
dan dangkal. Ganggang jenis ini juga berperan sebagai penghasil lumpur.
Contoh jenis-jenis ganggang hijau adalah Halimeda, Penicllus, Orthonella dan
Cymopolia.

4.2.3. Ganggang Hijau–Biru


Merupakan ganggang yang mempunyai cangkang berbentuk cabang,
agregat bulat dengan selubung filamen ataupun yang berupa kerak. Ganggang
hijau–biru ini sebagaian besar dijumpai hidup pada lingkungan di belakang

26
Sedimentologi Analisis Karbonat

terumbu karang (back reef) dan pada daerah pasang suru t (tidal). Contoh dari
jenis-jenis ganggang hijau-biru ini adalah : Giryanella dan renalcis.

Gambar 6. Jenis-jenis ganggang yang sering dijumpai pada batuan karbonat

Gambar 7. Beberapa contoh sayatan tipis dari ganggang gampingan


(diambil dari Wray, dalam Haq dan Boesma, 1978)

Gambar 8. Kisaran kehidupan ganggang gampingan


(Wray dalam Hag dan Boesma, 1978)

Gambar 9. Ekologi dari ganggang gampingan (Wilson, 1975)

4.3. Moluska
Merupakan salah satu jenis binatang invertebrata yang mempunyai populas i
yang cukup besar dan terdapat di berbagai lingkungan pengendapan laut. Jenis
moluska yang paling penting bagi batuan karbonat adalah Gastropoda dan
Pelecypoda.
4.3.1. Gastropoda
Gastropoda umumnya adalah berbentuk spiral dan tidak mempunyai sistem
pembagian kamar. Cangkangnya terdiri dari aragonit, sehingga pada umumnya
fosil-fosilnya ditemukan dalam bentuk cetakan ( mold dan cast) hidupnya bisa
terdapat pada berbagai lingkungan laut. Dari tebal tipisnya cangkang
Gastropoda dapat dipakai untuk menafsirkan lingkungan pengendapannya. Jika
cangkangnya tipis maka ditafsirkan sebagai lingkungan pengendapan laut
dalam, sedangkan apabila cangkangnya tebal dan berukuran besar maka
ditafsirkan lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal atau pada daerah -
daerah paparan.

Gambar 10. Gastropoda


4.3.2. Pelecypoda

27
Sedimentologi Analisis Karbonat

Pelecypoda merupakan moluska yang mempunyai cangkang yang berbentuk


dua katup (bivalve), dapat hidup pada berbagai lingkungan laut dan cara
hidupnya dapat berupa nektonik ataupun dengan cara membuat lubang ( boring
dan burrowing). Karena sebagian besar komposisi can gkangnya adalah berupa
aragonit, maka sebagian besar fosilnya yang ditemukan adalah berupa fosil
cetakan.

Gambar 11. Pelecypoda

4.4. Foraminifera
Foraminifera merupakan organisme yang terdiri dar i sebuah sel dan
mempunyai sejumlah kamar, dapat berbentuk serial, datar, pipih, ataupun
terputar. Secara garis besar foraminifera dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
dengan berdasarkan ukurannya, yaitu dikenal dengan foraminifera besar dan
foraminifera kecil.
Foraminifera merupakan organisma yang hidup pada lingkungan laut, baik
dengan cara hidup secara planktonik maupun bentonik dan populasinya yang
terbanyak dijumpai pada lingkungan laut dangkal, laut yang terbuka dan pada
daerah tropis. Foraminifera ini sangat penting, baik untuk batuan karbonat
maupun untuk batuan sedimen yang lainnya, karena dapat dipakai untuk
menentukan lingkungan pengendapan dan umur batuannya.

Gambar 12. Beberapa bentuk luar sayatan melintang dari foraminifera.

4.5. Echinodermata
Echinodermata merupakan binatang invertebrata dengan mempunyai
populasi yang cukup banyak. Bentuk atau morfologi dari echinodermata adalah
dapat berbentuk seperti bola, silindris, lempeng, duri, bintang dan bertangkai.
Echinodermata yang penting bagi penyusun batuan karbonat adalah Echinoid
yang dapat memfosil sebagai suatu bahan rombakan dan dapat berbentuk
seperti lempeng ataupun duri. Adanya fosil ini menunjukkan lingkungan laut
terbuka.

Gambar 13. Beberapa jenis Echinodermata yang sering dijumpai

28
Sedimentologi Analisis Karbonat

pada batuan karbonat


4.6. Bryozoa
Bryozoa merupakan organisme yang hidup secara berkoloni dengan
populasi yang sangat banyak. Umumnya Bryozoa ini mempunyai ukuran yang
relatif kecil dan tipis yang mempunyai bentuk bercabang, mengerak ataupun
menyerupai jaringan. Organisma ini dapat mengalami pertumbuhan dengan
cepat dan dapat dengan mudah beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya.
Bryozoa sering dijumpai sebagai fosil rombakan pada sedimen -sedimen laut.

5. POROSITAS BATUAN KARBONAT


Porositas pada batuan karbonat mempunyai arti ekonomi yang penting,
karena dapat menjadi reservoar minyak dan gas bumi. Ada dua macam
klasifikasi terhadap porositas batuan karbonat, yaitu yang dikemukakan oleh
Murray (1960) dan oleh Choquette dan Pray (1970).

5.1. Klasifikasi Porositas Batuan Karbonat Menurut Murray (1960)


Klasifikasi batuan karbonat yang dikemukakan oleh Murray merupakan
klasifikasi sederhana yang didasarkan pada genesanya dan dapat digunakan
langsung di lapangan (tanpa pengamatan mikroskop). Oleh Murray, p orositas
batuan karbonat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu porositas primer, porositas
sekunder dan porositas dolomit gulaan .
5.1.1. Porositas Primer
Porositas primer adalah porositas yang terbentuk pada saat sedimentasi
berlangsung, antara lain yaitu:
 Porositas Kerangka (frame-work porosity), yaitu rongga yang berisi air yang
terdapat di dalam kerangka batuan karbonat.
 Porositas Lumpur (mud porosity), yaitu pori-pori halus yang terdapat pada
lumpur karbonat, yang kemudian lumpur tersebut membatu.
 Porositas Pasir (sand porosity), yaitu ruang atau rongga kosong yang
terdapat di antara butiran pasir dan kerikil karbonat.

29
Sedimentologi Analisis Karbonat

5.1.2. Porositas Sekunder


Porositas sekunder adalah porositas yang terbentuk setelah pengendapan.
Porositas ini dapat terbentuk sebagai a kibat dari pelarutan, perekahan, ataupun
perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses sedimentasi.

5.1.3. Porositas Dolomit Gulaan ( sucrose dolomit porosity )


Porositas dolomit gulaan adalah porositas yang terbentuk sebagai akibat
adanya pergantian kal sit oleh dolomit.

5.2. Klasifikasi Porositas Batuan Karbonat Menurut Choquette dan Pray


(1970)
Klasifikasi porositas batuan karbonat yang dikemukakan oleh Choquete dan
Pray adalah jenis klasifikasi secara diskriptif dan genetik dengan
mempergunakan pengamatan mikroskopis secara detail. Unsur -unsurnya terdiri
dari:
5.2.1. Basic Porosity Types
Yaitu suatu pori atau sistem pori yang secara fisik dan genesa dapat
dibedakan dari sistem pori yang lainnya. Apabila terlihat adanya hubungan
antara porositas dengan kemas dari batuan tersebut, maka disebut sebagai
fabric selective, sedangkan jika tidak ada hubungan antara porositas dengan
kemas pada batuan tersebut disebut sebagai not fabric selective.
5.2.1.1. Fabric Selective, terdiri dari :
 Interpartikel (BP): merupakan porositas primer, dimana pori -porinya
terletak diantara butiran.
 Intrapartikel (WP): merupakan porositas primer, dimana pori -porinya
terletak didalam butiran.
 Fenestral (FE): merupakan porositas primer, yang terbentuk sebagai akibat
adanya akumulasi dan kemudian terlepasnya gas atau air, di mana rongga -
rongga yang terbentuk tersebut terlindung dari pengisian oleh karena
adanya jalinan ganggang.
 Shelter (SH): merupakan porositas primer yang terbentuk sebagai akibat
adanya pelarutan yang selektif, di mana rongga-rongga yang terbentuk dapat
terlindung dari pengisian oleh agregat -agregat halus oleh karena tertutup
oleh partikel-partikel yang lebih kasar.

30
Sedimentologi Analisis Karbonat

 Growth-Frame Work (GF): merupakan porositas primer, yang terbentuk


akibat adanya pertumbuhan dari fra gmen-fragmen pembentuk tubuh batuan
karbonat.
 Interkristal (BC): merupakan porositas sekunder, dimana pori -porinya
terletak diantara kristal. Umumnya terdapat pada dolomit.
 Moldic (MO): merupakan porositas sekunder, terbentuk sebagai akibat
adanya pelarutan dari material butiran, kristal ataupun organisma, dimana
pori-pori tersebut akan mempunyai bentuk yang sesuai dengannya.

5.2.1.2. Not Fabric Selective, terdiri dari:


 Fracture (FR): merupakan porositas sekunder, yang terbentuk sebagai
suatu rekahan, dapat diakibatkan oleh adanya pelarutan, pelongsoran
ataupun oleh deformasi tektonik.
 Channel (CH): merupakan porositas sekunder, yang terbentuk sebagai
akibat adanya pelarutan yang selektif dan berbentuk memanjang mengikuti
bagian-bagian yang lemah.
 Vug (VUG): merupakan porositas sekunder, yang terbentuk sebagai akibat
adanya pelarutan yang berkembang dari sistem pori yang telah ada
sebelumnya. Umumnya berkembang dari moldic dan mempunyai ukuran
megaskopis (dapat dilihat dengan mata telanjang).
 Cavern (CV); merupakan porositas sekunder, yang terbentuk sebagai akibat
adanya pelarutan dan mempunyai ukuran yang sangat besar ( man size).

5.2.1.3. Fabric Selective or Not , terdiri dari:


 Breccia (BR): merupakan porositas sekunder yang terdapat pada breksi
dengan pori-pori yang terletak diantara butiran. Biasanya porositas ini
berasosiasi dengan porositas fracture.
 Boring (BO): merupakan porositas primer atau sekunder yang terbentuk
sebagai hasil dari penggalian (aktivitas) organisma ke dalam lapisan batuan
karbonat.
 Burrow (BU): merupakan porositas primer atau sekunder yang terbentuk
dari hasil jejak organisma pada lapisan batuan karbonat.

31
Sedimentologi Analisis Karbonat

 Shrinkage (SK): merupakan porositas sekunder yang terbentuk sebagai


akibat adanya penyusutan kristal dan terjadi pada rekahan.

5.2.2. Modifying Terms


Merupakan pengembangan dari porositas dasar, yang digunakan untuk
memberikan istilah porositas yang mencirikan genesa, ukuran, waktu
pembentukannya dan perbandingan porositasnya.
5.2.2.1. Genetic Modifiers, meliputi istilah yang mencirikan proses, arah dan
waktu pengendapannya.
5.2.2.2. Size Modifiers, meliputi istilah mega, meso dan mikro porositas.
5.2.2.3. Abundance Modifiers, meliputi istilah prosentase, ratio, serta
gabungan dari prosentase -ratio dari porositasnya.
Penamaan porositas batuan karbonat menurut Choquette dan Pray (1970)
antara lain dengan istilah sebagai berikut:
Genetic + Size + Basic
Contoh: Solution-enlarged primary interparticle: sxP -BP.
Size + Basic + Abundance
Contoh: Micromoldic porosity, 10 percent: mcMO (10% ).

6. KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT


Klasifikasi batuan karbonat yang dikemukakan oleh antara lain Grabau
(1913), Folk (1953), Pettijohn (1957), Dunham (1962), Embry dan Klovan
(1972) dan lain-lain.

6.1. Klasifikasi Batuan Karbonat Menurut Pettijohn (1957 -1962)


Pettijohn (1957) mengklasifikasikan batuan karbonat menjadi tiga komponen
utama yang berdasarkan genesanya, yaitu Batugamping Autocthonous
(intrabasinal), Batugamping Allocthonous dan Batugamping Metasomatik .

6.1.2. Batugamping Autocthonous


Batugamping Autocthonous yaitu batugamping yang terdiri dari unsur
kalsium karbonat, terbentuk langsung dari presipitasi air laut akibat proses
biokimia. Batugamping ini merupakan batuan karbonat yang primer, yaitu
batuan karbonat yang terbentuk pada tempat asa lnya (insitu).

32
Sedimentologi Analisis Karbonat

Gambar 13. Klasifikasi pori dan sistem pori pada batuan karbonat
menurut Choquette dan Pray, 1970

6.1.3. Batugamping Allocthonous


Batugamping Allocthonous atau batugamping detritus, yaitu batugamping
yang telah mengalami proses transporta si dari tempat lain. Mempunyai
komposisi lebih dari 50 % batuan karbonat. Contoh Batugamping Allocthonous
yaitu Kalsirudit, Kalkarenit dan Kalsilutit.

33
Sedimentologi Analisis Karbonat

6.1.4. Batugamping Metasomatik


Batugamping Metasomatik merupakan batugamping yang terbentuk karena
adanya proses diagenesa yang terjadi pada batugamping, sehingga sifat dan
karakteristiknya dapat berbeda dengan batuan asalnya. Contoh batugamping
metasomatik adalah Dolomit dan batugamping dolomit.

6.2. Klasifikasi Batuan Karbonat Menurut Folk (1959)


Klasifikasi batuan karbonat yang dikemukakan oleh Folk didasarkan pada
tiga komponen utama penyusun batuan karbonat, yaitu butiran (allochems),
sparit dan mikrit.

 Allochems, merupakan butiran karbonat yang berukuran pasir – kerikil,


yang berasal dari sedimen klastik. Termasuk di dalamnya adalah Oolit,
Pisolit, Onkolit, Pellet, Fosil dan lain -lain.

 Microcrystalline calcite ooze atau Micrite, merupakan agregat halus yang


berukuran 1 sampai 5 mikron, sebagai pembentuk mineral kalsit, terjadi
secara biokimia ataupun kimiawi dari presipitasi air laut, terbentuk dalam
lingkungan pengendapan dan menunjukkan sedikit atau tidak adanya
transportasi yang berarti. Hal ini menyatakan bahwa mikrit (sensu Folk)
adalah tidak sama dengan lumpur karbonat (sensu Dunham). Folk
memberikan penamaan secara deskriptif untuk penyusunan batuan,
sedangkan Dunham lebih menjurus pada untuk menafsirkan penyusun
batuan itu.

 Sparry calcite cements atau Sparite, merupakan semen yang mengisi


ruang antar butir dan rekahan, berukuran butir halu s (0,02 – 1 mm). Dapat
terbentuk langsung dari sedimen secara insitu ataupun dari rekristalisasi
mikrit.

Dengan didasarkan pada ketiga komponen utama tersebut, penamaan


batuan karbonat dapat dibagi menjadi beberapa tipe utama, yaitu sebagai
berikut:

34
Sedimentologi Analisis Karbonat

6.2.1. Tipe 1 (Sparry Allochemical Rock )


Batuan karbonat yang termasuk ke dalam tipe ini sebagian besar terdiri dari
konstitusi allochem yang disemen oleh sparit. Tipe ini pada umumnya terbentuk
pada lingkungan pantai dan laut dangkal, tetapi dapat pula terbe ntuk pada
daerah-daerah yang berenergi gelombang yang rendah tanpa dipengaruhi oleh
adanya lumpur karbonat (mikrit). Jenis batuan karbonat ini adalah Intrasparit,
Oosparit, Biosparit dan Pelsparit.

6.2.2. Tipe II (Microcrystalline Allochemical Rock )


Batuan karbonat yang termasuk ke dalam tipe ini, sebagian besar terdiri dari
konstitusi allochem dan Microcrystalin Calcite Ooze sebagai matriknya,
terbentuk pada lingkungan pengendapan yang berenergi gelombang lemah.
Jenis batuan karbonat ini adalah Intramikr it, Oomikrit, Biomikrit dan Pelmikrit.

6.2.3. Tipe III (Microcrystalline Rock)


Batuan karbonat yang termasuk ke dalam tipe III ini merupakan kebalikan
dari tipe I, dimana hampir seluruhnya terdiri dari mikrit dan terbentuk pada
lingkungan pengendapan yan g mempunyai kondisi air laut yang tenang. Jenis
batuan karbonatnya adalah Mikrit dan Dismikrit.

6.2.4. Tipe IV
Batuan karbonat yang termasuk ke dalam tipe IV ini merupakan pembagian
khusus, karena mengingat proses atau cara pembentukannya yang sangat
khas. Batugamping ini terdiri dari struktur organik yang terbentuk pada tempat
dimana ia tumbuh di daerah asalnya (insitu). Struktur organiknya bersifat saling
mengikat dan resisten dalam pertumbuhannya. Batuan karbonat ini disebut
Biolitit.

Berdasarkan klasifikasi ini, Folk (1962) kemudian mengembangkan lagi


pembagiannya (klasifikasinya) dengan berdasarkan tekstur dan spektrum
energi pengendapannya, mulai dari lingkungan pengendapan yang berenergi
gelombang yang rendah sampai pada yang berenergi gelombang y ang tinggi.
Lihat tabel 1.

35
Sedimentologi Analisis Karbonat

Tabel 1. Klasifikasi batuan karbonat (menurut Folk,1959)

Gambar 14. Klasifikasi batuan karbonat secara grafis (Folk 1959)

Gambar 15. Tekstural spektrum dalam batuan karbonat


(Folk 1959)

6.3. Klasifikasi Batuan Karbonat Me nurut Dunham (1962)


Klasifikasi batuan karbo nat menurut Dunham (1962) adalah dengan
berdasarkan pada tekstur pengendapannya. Faktor -faktor penting yang menjadi
dasar pembagian batuan karbon at menurut Dunham (1962) adalah :
 Butiran didukung oleh lumpur ( mud supported)
 Butiran saling menyangga ( grain supported)
 Sebagian butiran didukung oleh lumpur dan sebagian butirannya saling
menyangga (partikel)
Dengan berdasarkan faktor -faktor tersebut, Dunham (1962)
mengklasifikasikan batuan karbonat sebagai berikut:

6.3.1. Butiran didukung oleh lumpur:


 Jika jumlah butiran kurang dari 10 %: Mudstone
 Jika jumlah butiran lebih banyak dari 10 %: Wakcstone

6.3.2. Butiran saling menyangga:


 Dengan matriks: Packstone
 Sedikit atau tanpa: Grainstone

6.3.3. Komponen yang salin g terikat pada waktu pengendapan , dicirikan


dengan adanya struktur tumbuh: Boundstone

6.3.4. Tekstur pengendapan yang tidak termati dengan jelas :


Batugamping kristalin

36
Sedimentologi Analisis Karbonat

Gambar 16. Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan tekstur pengendapannya


(Dunham, 1962)

Gambar 17. Klasifikasi batuan karbonat


(Dunham, 1962 dan Folk (1962)

6.4. Klasifikasi Batuan Karbonat Menurut Embry dan Klovan (1971)


Klasifikasi batuan karbonat menurut Embry dan Klovan ini merupakan
modifikasi dari klasifikasi yang diusulkan ol eh Dunham (1962), dengan
pembagiannya sebagai berikut:
6.4.1. Batugamping Allocthonous , dengan lebih dari 10 % komponen yang
berukuran butir lebih besar dari 2 mm:
 Didukung matriks: Floatstone
 Komponen yang saling menyangga: Rudstone

6.4.2. Batugamping Autochonous, dengan komponen organik yang salin g


terikat pada waktu pengendapan :
 Disusun oleh organisme yang membentuk fosil yang menyerupai tangkai:
Bafflestone
 Disusun oleh organisma yang saling terikat dan mengeras, membentuk fosil
yang tipis dan rata: Bindstone
 Disusun oleh organisma yang membentuk jalinan fosil yang masif:
Framestone

6.5. Klasifikasi Batuan Karbonat Menurut Pumpley Et Al (1962)


Klasifikasi batuan karbonat menurut Pumpley et al (1962) adalah klasifikasi
batuan karbonat yang berdasarkan indeks energi, yang mana indeks energi ini
merupakan salah satu parameter penting di dalam menentukan lingkungan
pengendapan batuan karbonat. Pembagian indeks energi tersebut adalah
sebagai berikut:
6.5.1. Indeks Energi I

37
Sedimentologi Analisis Karbonat

Batuan karbonat yang diendapkan p ada kondisi air laut yang tenang ( quiet
water), dicirikan oleh kandungan lumpur karbonatnya yang dapat mencapai 50
%, keadaan fosil-fosilnya masih dalam keadaan yang utuh, walaupun jarang
fosil tersebut jarang dijumpai.

6.5.2. Indeks Energi II


Batuan karbonat yang diendapakan pada kondisi air laut yang sedikit
bergelombang (intermittenly agitated), dicirikan oleh kandungan lumpur kurang
dari 25 %, fosil-fosil yang dijumpai masih dalam jumlah yang sedikit dan
keadaan fosilnya masih dalam kondisi yang relat if baik.

6.5.3. Indeks Energi III


Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang bergelombang
lemah (slighty agitated), dicirikan oleh kandungan butirannya yang dapat
mencapai 50 % dengan kandungan fosilnya yang menunjukkan gejala abrasi.

6.5.4. Indeks Energi IV


Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang bergelombang
sedang (moderately agitated), dicirikan oleh kandungan butirnya yang
mencapai lebih dari 50 % dengan keadaan fosilnya pada umumnya telah
pecah-pecah.
6.5.5. Indeks Energi V
Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang bergelombang
kuat (strongly agitated). Dicirikan oleh kandungan lumpurnya yang kurang dari
5 %. Keadaan fosilnya sebagaian besar telah pecah -pecah. Dapat pula batuan
karbonat ini tersusun oleh organisma yang tumbuh dan berkembang di tempat
tersebut, seperti koloni koral, ganggang, stromatoporoid dan lainnya.

Gambar 18. Klasifikasi batuan karbonat didasrkan pada tekstur pengendapannya,


menurut Embry dan Klovan (1971), merupakan perlua san dari klasifikasi Dunham
(1962)

38
Sedimentologi Analisis Karbonat

Tabel 2. Klasifikasi Indeks Energi (Pumpley et al,1962)

Tabel 3. Klasifikasi Batugamping berdasarkan teksturnya


(Leigthon dan Pandexter, 1962)
6.6. Klasifikasi Tipe Gamping Utama (Koesoemadinata, (1981)
Klasifikasi ini adalah berdasarkan pada modifikasi dari beberapa klasifikasi
batuan karbonat. Berdasarkan hal ini akan diperoleh tipe gamping utama,
dimana pemakaiannya ditekankan pada pengenalan di lapangan, pengenalan
tekstur dan pengenalan jenis butirannya. Klasifika sinya adalah sebagai berikut:
6.6.1. Tipe Gamping Kerangka
Merupakan suatu tipe batugamping yang komponen utamany a terdiri dari
kerangka organisme yang masih utuh seperti pada keadaan sebenarnya/ asli
dan terbentuk secara insitu.
Ciri-ciri tipe gamping ini adalah:
 Banyak didapatkan sebagai batugamping Tersier di Indonesia.
 Strukturnya yang masif, kenampakan jauh memperlihatkan bahwa
batugamping tersebut umumnya berlapis.
 Singkapan batugampingnya curam dan terjal.
 Bentuknya tergantung pada organisma penyusu n batugamping itu sendiri.
Klasifikasi penamaannya tergantung organisma peny usun.
Jenis batugamping ini dapat berbentuk Bioherm dan Biostrom yang didasarkan
pada genesanya/ asal (reef/flank).

6.6.2. Tipe Gamping Klastik


Tersusun dari butiran yang berukuran kurang dari 0,005 mm. Jenis
butirannya tidak dapat diketahui dengan pasti. Sering disebut dengan
batugamping mikrit, mudstone dan batugamping ligfarik.
Tipe ini dapat dibagi menjadi batugamping bioklastik fragmenter dan
batugamping non fragmenter, yai tu:
6.6.2.1. Gamping Bioklastik
 Terdiri dari fragmen atau cangkang organisme .
 Fragmen atau cangkang tersebut pernah lepas pada saat transportasi.
6.6.2.2. Gamping Klastik Fragmenter
 Terdiri dari fragmen-fragmen yang tidak jelas asalnya.

39
Sedimentologi Analisis Karbonat

 Berlapis baik.
 Sering Menyerupai batugamping .
 Bisa didapatkan struktur sedimen silang siur, gelembur gelombang dan
sebagainya.
6.6.2.3. Gamping Klastik Non Fragmenter
 Butirannya dapat terdiri dari oolit, pellet, lumps dan sebagainya.
 Sering bergradasi dengan jenis gamping bi oklastik dan gamping fragmenter.

6.6.3. Tipe Gamping Kristalin


 Butiran yang terdiri dari kristal kasar.
 Terbentuk sebagai hasil dari rekristalasi yang berasal dari batugamping
yang lainnya pada saat diagenesa.

Gambar 19. Klasifikasi batugamping berdasa rkan genesanya (Pettijohn,1965)

Gambar 20. Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan energinya


(modifikasi dari Purser, 1970)

7. LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Pembagian dan penentuan lingkungan pengendapan batuan karbonat
sangat tergantung pada lokasi dan asp ek-aspeknya, yang antara lain aspek -
aspek tersebut meliputi tingkat pertumbuhan dari organisme penyusunnya,
ukuran dan kondisi dari lingkungan tempat batuan karbonat tersebut
diendapkan. Dengan demikian beberapa ahli dalam memberikan penamaan
model lingkungan pengendapan batuan karbonat sering mempergunakan
istilah-istilah yang berbeda.
Beberapa model lingkungan pengendapan batuan karbonat beserta fasies -
fasiesnya antara lain:
 Model Lingkungan Pengendapan Karbonat (M.E. Tucker, 1985)
 Model Terumbu Karbonat (Link, 1950)
 Model Lingkungan Pengendapan Karbonat (Henson, 1950)

40
Sedimentologi Analisis Karbonat

 Model Sedimentasi Paparan Karbonat Menurut Koesoemadinata (1980)


 Model Lingkungan Pengendapan Karbonat Tepi Paparan Menurut Wilson
(1975)

7.1. Model Lingkungan Pengendapan Karbonat (M.E. Tucker, 1985)


M.E. Tucker menjelaskan bahwa endapan -endapan karbonat laut dangkal
(shallow marine) dapat terbentuk pada tiga macam lokasi pengendapan
(fasies), yaitu pada Platform, Shelves dan Ramps.
Fasies karbonat ramp merupakan suatu tubuh karbonat ya ng sangat besar
yang dibangun di sepanjang daerah yang positif ( positive areas) hingga ke
daerah paleoslope, mempunyai kemiringan yang tidak berarti, mempunyai
penyebaran yang luas dan sama. Merupakan suatu zona yang mempunyai
energi yang paling besar dan dibatasi pantai ataupun intertidal. Fasies Karbonat
Platform nerupakan suatu tubuh karbonat yang sangat besar dengan bagian
top yang horisontal dan berbatasan lang sung dengan shelf margin. Sedimen-
sedimen terbentuk dengan energi yang tinggi. Karbonat shelf merupakan suatu
daerah yang hampir datar (semiflat) pada bagian top dari karbonat ramp atau
karbonat platform.
Pola fasies dan sekuen untuk masing-masing lokasi pengendapan tersebut
berbeda-beda. Bagaimanapun tipe endapan untuk lokasi yang satu dapat
berkembang kedalam tipe endapan pada lokasi yang lainnya melalui adanya
proses-proses sedimentasi dan tektonik. Dan perkembangan semacam ini
adalah hal yang umum terjadi pada kasus -kasus geologi.
Terdapat lima mekanisme yang dapat mempengaruhi bentuk sek uen fasies
endapan-endapan karbonat, yaitu:
1. Progradasi pada Tidal Flat.
2. Progradasi pada terumbu tepi paparan (shelf marginal ).
3. Akresi vertikal pada endapan ka rbonat Sub Tidal.
4. Migrasi dari Sand Bodies karbonat
5. Proses –proses pengendapan kembali
Pada daerah-daerah yang agak dangkal (subtidal) transportasi dilakukan
oleh gelombang, sedangkan untuk daerah -daerah yang lebih dalam
transportasinya dilakukkan oleh Slumps, Debris dan arus turbit.

41
Sedimentologi Analisis Karbonat

7.1.1. Endapan Karbonat pada Daerah Platform


Umumnya endapan-endapan karbonat pada daerah platform ini terjadi pada
daerah yang mempunyai p engaruh pasang surut (subtidal tepi atau intertidal ).
Pada daerah ini, transportasi ke daerah yang lebih dalam dilakukan oleh
gelombang.
Proses pengendapan yang dominan pada daera h ini adalah progradasi yang
terjadi pada tidal flat. Pada tidal flat ini terdapat dua tipe mekanisme
pengendapan dasar yang mempengar uhi endapan karbonatnya, yaitu:
1. Tipe Aktif
Yaitu dimana kecepatan sedimentasi rendah, dan pengaruh pasang surut
besar yang mana ini dicirikan oleh terdapatnya tidal channel.
2. Tipe Pasif
Yaitu dimana kecepatan sedimentasinya tinggi, dan pengaruh pasang
surutnya kecil, yang mana hal ini dicirikan oleh tid ak terdapatnya channel
deposit.

Kesimpulan: untuk endapan karbonat platform ini dominan sangat


dipengaruhi oleh fluktuasi air laut.

7.1.2. Endapan Karbonat pada Daerah Shelves


Shelf adalah lokasi pengendapan karbonat yang relatif sempit (ratusanmeter
sampai beberapa kilometer). Endapan karbonat pada daerah ini dicirikan oleh
adanya break slope pada daerah tepi paparan, terdapatnya terumbu dan sand
body karbonat.
Kompleks terumbu yang terdapat pada daerah ini dapat memperlihatkan
fasies-fasies terumbu muka (fore reef), inti tertumbu (reef core) dan terumbu
belakang (back reef).

42
Sedimentologi Analisis Karbonat

7.1.3. Endapan Karbonat pada Daerah Ramp


Lokasi endapan ramp ini merupakan daerah yang miring mulai dari intertidal
sampai dengan basin dengan tidak adanya perubahan gradien kemiringan yang
berarti.
Gelombang lepas pantai adalah gelombang yang pentin g pada daerah ramp
yang agak dangkal (inner ramp) menuju daerah ramp yang lebih dalam (outer
ramp). Daerah inner maupun outer ramp mempunyai ciri-ciri endapan yang
khas dan tersendiri.

7.2. Model Terumbu Karbonat (Link,1950)


Link (1950) membagi suatu ko mpleks terumbu yang ideal menjadi empat
kawasan fasies yang penting, yaitu:

7.2.1. Fasies terumbu belakang


Fasies terumbu belakang terdiri dari perselingan antara batugamping dan
dolomit, red beds, endapan-endapan evaporit, pasir serpih dan sebagainya.
7.2.2. Fasies terumbu inti
Fasies terumbu inti (bioherm) mempunyai bentuk yang masif berongga,
dengan dolomit dan batugamping yang lapuk berwarna merah kelabu sampai
putih, terdapat indikasi adanya minyak bumi.
7.2.3. Fasies terumbu muka
Fasies terumbu muka terdiri dari perselingan antara batugamping dan
pasir,berwarna coklat, mengandung minyak bumi.
7.2.4. Fasies cekungan
Fasies cekungan dicirikan dengan endapannya yang berbutir halus, tebal
berwarna hitam, bituminous, dengan batugamping dan serpih yan g keras dan
padat, bila dipanaskan akan keluar minyak bumi.

Gambar 20. Diagram ideal dari suatu model terumbu (Link, 1950)

Gambar 21. Perkembangan terumbu dalam fasa trangresi (A)

43
Sedimentologi Analisis Karbonat

dan regresi (B) berdasarkan modifikasi dari Link (1950)

7.3. Model Lingkungan Pengendapan (Henson, 1950)


Henson (1950) membandingkan antara dua tipe lingkunga n terumbu, yaitu:
7.3.1. Fringging reef
Fringging reef dapat dibagi menjadi back reef shoals, reef wall, reef talus
slope, fore reef shoals, fore reef transition zone dan fore reef basin.

7.3.2. Open shoal reef


Open shoal reef dapat dibagi open litoral, open reef shoals, fore reef
transition zone dan open basin. Pada model ini terumbu inti dan dinding
terumbu tidak terbentuk, tetapi adalah merupakan suatu bank atau merupakan
suatu biostrom yang disusun oleh fasies ganggang dan koral.

7.4. Model Sedimentasi Paparan Karbonat Menurut Koesoemadinata


(1980)
Model ini mecakup pembagian menurut Irwin (1956), Tyrrel (1969) dan
Wilson (1969), serta memperlihatkan jenis orga nisme (foraminifera, ganggang,
koral), litologi dan sifat-sifat lingkungan. Modelnya adalah sebagai berikut:
7.4.1. Zona X
Zona ini dicirikan oleh antara lain: endapan serpih atau napal yang
berukuran halus sampai sangat halus, berlapis hitam atau gelap k arena
reduksi, kaya akan zat organik.
7.4.2. Zona Y
Zona ini dicirikan oleh antara lain: terdapa tnya fasies terumbu yang diikat
oleh ganggang merah dan tahan terhadap pukulan gelombang.
7.4.3. Zona Z
Zona ini dicirikan oleh antara lain: sedimen masif ber butir halus, dari lumpur
karbonat, berbintik-bintik, bioturbasi, pellets, grapstone, yang adalah
merupakan endapan dengan salinitas kelewat jenuh, evaporit, dolomit, gypsum,
algae hijau, miliolid dan anhidrit.

7.5. Lingkungan Pengendapan Karbonat Tepi Pap aran (Wilson, 1975)

44
Sedimentologi Analisis Karbonat

Wilson (1975) mengemukakan sesuai penampang yang ideal yang


memperlihatkan jalur fasies secara standard dan interpretasi lingkungan
pengendapan pada tepi paparan adalah sebagai berikut:
7.5.1. Basin Facies
Lingkungan basin facies ini merupakan lingkungan yang terlalu dalam dan
gelap bagi kehidupan organisme benthonik dalam menghasilkan karbonat,
sehingga adanya karbonat hanya tergantung kepada pengisian oleh material
yang berukuran butir sangat halus dan merupakan hasil runtuhan plank tonik.

7.5.2. Open Shelf Fasies


Merupakan lingkungan air yang mempunyai kedalaman dari beberapa puluh
meter sampai beberapa ratus meter, umumnya mengandung oksigen, berkadar
garam normal,dan mempunyai sirkulasi air yang baik.
7.5.3. Toe of Slope Karbonat Facies
Lingkungan ini berupa lereng cekungan bagian bawah, dengan material -
material endapannya berasal dari daerah yang dangkal. Kedalaman, kondisi,
gelombang dan kandungan oksigen masih serupa dengan fasies 2.
7.5.4. Fore Slope Facies
Merupakan lingkungan yang umumnya terletak di atas bagian bawah
oxygenation level sampai di atas batas dasar yang bergelombang, dengan
material endapannya yang berupa hasil rombakan.
7.5.5. Organic (ecologic) Reef Facies
Lingkungan ini mempunyai sifat karakteristik dar i ekologinya bergantung
kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan organisme, banyaknya
kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada di atas permukaan dan
terjadinya sedimentasi.
7.5.6. Sand on Edge of Platform Facies
Merupakan daerah pantai yang dangkal, daerah gosong -gosong pada
daerah pantai ataupun bukit -bukit pasir. Kedalamannya antara 5 -10 meter
sampai di atas permukaan laut, pada lingkungan ini cukup memperoleh
oksigen, akan tetapi jarang dijumpai kehidupan organisme laut.
7.5.7. Open Platform Facies

45
Sedimentologi Analisis Karbonat

Lingkungan ini terletak pada selat, danau dan teluk di bagian belakang
daerah tepi paparan. Kedalaman pada umumnya hanya beberapa puluh meter
saja, dengan kadar garam yang bervariasi dan sirkulasi airnya sedang.
7.5.8. Restricted Platform Facies
Merupakan endapan sedimen yang halus yang terjadi pada daerah yang
dangkal, pada telaga ataupun danau. Sedimen yang lebih kasar hanya terjadi
secara terbatas, yaitu pada daerah kanal ataupun pada daerah pasang surut.
Lingkungan ini terbatas untuk ke hidupan organisma, mempunyai salinitas ya ng
beragam, kondisi reduksi dengan kandungan oksigen, sering mengalami
diagenesa yang kuat.

7.5.9. Platform Evaporit


Platform Evaporite merupakan lingkungan supratidal dengan telaga
pedalaman dari darah ambang t erbatas atau restricted marine yang
berkembang ke dalam lingkungan evaporite (sabhka, salinitas dan bergaram).
Mempunyai iklim panas dan kering, kadang -kadang terjadi air pasang. Proses
penguapan air laut yang terjadi akan menghasilkan gypsum dan anhidrit.

Gambar 22. Penampang terumbu yang memperlihatkan lingkungan pengendapannya


(Henson, 1950)

Gambar 23.Penampang ideal yang memperlihatkan jalur fasies karbonat pada tepi
paparan (Wilson, 1975)

Gambar 24. Perkembangan terumbu (Henson, 1950)

46
Sedimentologi Analisis Karbonat

Gambar 25. Model sedimentasi karbonat pada daerah


paparan (shelf) menurut Koesomadinata (1980)

Gambar 26. Diagram skematik dari lingkungan pengendapan karbonat


(D.W.Lewis, 1984)

8. DIAGENESA KARBONAT
Komposisi dan tekstur batuan karbonat dipengaruhi oleh derajat perubahan
yang terjadi sesudah proses pengendapan berlangsung. Sering terjadi bahwa
perubahan-perubahan tersebut berlangsung pada tempat asal sedimen ( insitu)
dalam waktu yang hampir bersamaan dengan pengendapan batuan itu sendiri,
sehingga dengan demikian tidak mudah untuk mengetahui tekstur dan
komposisi batuan karbonat tersebut berasal dari endapan atau setelah
diagenesa berlangsung.
Proses yang sering terjadi selama diagenesa antara lain:
8.1. Pelarutan
Proses pelarutan dalam batuan karbonat memerlukan air kelewat jenuh
dalam jumlah banyak serta selektivitas terhadap matrik, bentuk butir, ukuran
butir dan sifat kerangka. Hasil dari pelarutan akan berupa rongga kosong dari
material yang terlarut.

8.2. Penyemenan
Merupakan pengisian ruang an tar butiran rekahan yang sering terjadi akibat
pelarutan. Berdasarkan bentuknya, jenis semen karbonat dibagi menjadi type
Drusy, Blocky atau granular, jarum (fibrous dan rim-cement).

8.3. Rekristalisasi
Proses ini terjadi bila ada zat -zat yang terlarut diendapkan kembali ditempat
semula, tanpa merubah komposisinya. Contohnya: Perubahan aragonit menjadi
kalsit dan sebagainya.

8.4. Penggantian (Replacement)

47
Sedimentologi Analisis Karbonat

Proses ini merupakan penggantian mineral dari mineral satu menjadi mineral
lainnya dan akan merubah komposisi semula. Contoh dari penggantian antara
lain kalsit menjadi dolomit atau kalsit menjadi anhidrit.

Gambar 27. Asal lumpur karbonat

Gambar 28.Pembentukan selaput mikrit yang diikuti


dengan penyemenan.

Gambar 29.Proses diagenesa pada batuan k arbonat


(modifikasi dari Purser, 1970).
9. METODE ANALISIS
Dibawah ini dikemukakan metode analisis bat uan karbonat yang dilakukan di
laboratorium. Pembahasan meliputi tujuan analisis, peralatan dan bahan yang
digunakan, persiapan analisis, prosedur anali sis serta tahapan pengamatan.
Metode analisis karbonat terdiri dari 5 metode, yaitu:
9.1. Metode Test Asam
Metode ini digunakan untuk menganalisis kekuatan reaksi batuan karbonat
terhadap larutan HCl, dengan tujuan untuk menentukan kontaminasi relatif dar i
gamping terhadap dolomit dan lempung.
a. Alat dan Bahan
1. Morter dan Pastel
2. Tabung reaksi
3. Pipet
4. Larutan HCl 0,1 N

b. Persiapan Analisis
Buat beberapa potongan contoh batuan karbonat dengan cara ditumbuk,
sehingga berukuran kurang lebih 2 mm.

c. Prosedur Analisis
1. Tuangkan HCl 0,1 N secukupnya ke dalam tabung reaksi .

48
Sedimentologi Analisis Karbonat

2. Masukkan potongan contoh batuan ke dalam tabung reaksi tersebut .


3. Amati reaksi yang terjadi dengan memperhatikan gerakan -gerakan partikel
batuan.
4. Lakukan percobaan minimal tiga kali .

d. Pengamatan
1. Bila reaksi kuat, butiran mengambang di permukaan dinamakan
batugamping murni.
2. Bila reaksi agak kuat, butiran timbul tenggelam, dinamakan batugamping
dolomitan.
3. Bila reaksi lambat, butiran tetap pada dasar, dinamakan dolomit
gampingan.
4. Bila terjadi reaksi dinamakan dolomite.

e. Pemasukan Hasil Analisis Kedalam Tabel 2.1.1

Catatan:
Pemberian asam yang terlalu kuat akan melarutkan seluruh butiran yang
dianalisis, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan dalam pengamatan.

9.2. Metode Noda Kimia (Staining Method)


Metode ini digunakan untuk mengetahui prosentase dari kalsit dan dolomit,
sehingga nama batuan dapat ditentukan berdasarkan warna noda yang
dihasilkan. Dalam pelaksanaannya percobaan ini dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan menggunakan larutan alizarin reds dan larutan tembaga
nitrat.
a. Alat dan Bahan
1. Mesin gerinda
2. Carborundum grade 100
3. Gergaji besi
4. Larutan alizarin reds
5. Batu asahan
6. Larutan tembaga nitrat
7. Gelas becker

49
Sedimentologi Analisis Karbonat

8. Larutan HCl 1%
9. Pipet
10. Aquadest
11. Kaca asah

b. Persiapan Analisis
Buat potongan contoh batuan karbonat berukuran 4x4x2 cm dengan salah
satu permukaan rata dan halus.

c. Prosedur Analisis
Metode Alezarin Reds
1. Contoh batuan dicuci hingga bersih dengan air .
2. Teteskan HCl 1% pada permukaan yang rata, kemudian teteskan
alezarin reds sehingga seluruh permukaan tertutup. Setelah kering
kemudian dicuci perlahan -lahan dengan aquades dan dikeringkan
kembali (ke dalam oven).
Metode Tembaga Nitrat
1. Contoh batuan dicuci hingga bersih dengan air .
2. Contoh batuan tersebut dimasukkan ke dal am gelas becker yang terisi
larutan tembaga nitrat sehingga seluruh permukaan tercelup .
3. Diamkan selama kurang lebih 6 jam .
4. Cuci perlahan-lahan dengan aguades kemudian keringkan dalam oven .

d. Pengamatan

50
Sedimentologi Analisis Karbonat

1. Warna merah tua (metode alizerin reds) atau warna b iru (metode
tembaga nitrat) menunjukkan kalsit, sedangkan warna putih
menunjukkan dolomit.
2. Gambarkan sketsa pada milimeter kalkir warna -warna tersebut dan
dihitung prosentase kadar kalsit dolomit dan nilainya dimasukkan dalam
tabel 22-2.
3. Tentukan nama batuan berdasarkan tabel 22 -3.

9.3. Metode Kalsimetri


Metode kalsimetri dimaksudkan untuk mengetahui kadar CaCO 3 bila batuan
karbonat direaksikan dengan larutan HCl, dilhat dari volume gas CO 2 yang
dihasilkan. Tujuannya antara lain untuk menentukan seri batua n karbonat yang
terdiri dari lempung, napal, dan gamping secara teliti dan tepat. Juga digunakan
untuk mengetahui lingkungan pengendapan d engan menggunakan kacilog,
dimana kadar CaCO 3 diplot terhadap kedalaman pada kolom stratigrafi.
a. Alat dan Bahan
1. Alat Chittick
2. Neraca Teknik/ Elektrik
3. Morter dan Pastle
4. Thermometer
5. Barometer
6. Bubuk CaCO 3 murni
7. Larutan HCl 20%
8. Aquadest

b. Persiapan Analisis
Buat bubuk dari contoh batuan karbonat sebanyak kurang lebih 1,5 gram
dengan cara digerus memakai mortar dan pastle .

c. Prosedur Analisis
Pertama kali dilakukan analisis terhadap bubuk CaCO 3 murni untuk
pembuatan kurva standar, setelah itu baru dilakukan analisis terhadap contoh
batuan.

51
Sedimentologi Analisis Karbonat

Pembuatan kurva standar dengan bubuk CaCO 3 murni


1. Timbang bubuk CaCO 3 murni seberat 0,25 gr; 0,50 gr; 0,7 5 gr untuk tiga
tahap analisis.
2. Masukkan bubuk yang telah ditimbang ke dalam kolf A dengan hati -hati.
3. Buret B diisi dengan HCl 20% dalam keadaan kran C tertutup .
4. Letakkan buret di atas kolf A dan diisolasi .
5. Buka kran D.
6. Catat P (tekanan) dan T (suhu) sebelum reaksi dan perhatikan waktunya
selama reaksi berlangsung .
7. Buka kran C perlahan-lahan hingga reaksi berlangsung .
8. Ikuti muka air pada tabung pengukur E dengan cara menggerakkan tabung
reservoir F, sehingga kedua permukaannya saling sejajar.
9. Tabung kolf A dikocok sehingga larutan di dalamnya tidak bereaksi lagi dan
permukaan air tabung pengukur E tidak bergerak (stabil).
10. Baca angka pada permukaan air tabung pengukur E yaitu merupakan
volume CO 2 yang dihasilkan.
11. Cek P dan T sesudah reaksi

Lakukan analisis bubuk karbonat murni seberat 0,25 gr ; 0,50 gr ; 0,75 gr


berturut-turut. Hasilnya diplot pada kertas milimeter dimana berat CaCo 3 murni
(gram) sebagai absis dan volume CO 2 (ml) sebagai ordinat, dengan hasil kurva
berupa garis lurus (gambar 5.4-2) dan (gambar 5.4-3).

Analisis contoh batuan


1. Timbang contoh batuan 0,25 gr (X) .
2. Lakukan prosedur analisis seperti diatas .
3. Volume CO 2 yang dihasilkan (Y) diplot pada kurva standar hingga berat
CaCO3 (Z) diketahui (gambar 5.4 -3).
4. Kadar CaCO 3 diperoleh dengan mengunakan rumus:
Z
% CaCO 3 = x 100 %
X
5. Hasilnya dimasukkan ke dalam tabel analisis (tabel 2.4 -6).

52
Sedimentologi Analisis Karbonat

Catatan:
Sebelum digunakan kolf harus bersih dan selama reaksi berlangsung, buret
harus tetap terisi HCl 20 % untuk mencegah kemasukan udara

9.4. Metode Etsa (Etching Method)


Maksud dari metode Etsa adalah untuk mempelajari tekstur pada batuan
karbonat serta kandungan fosil dengan cepat dan cukup teliti. Tujuan dari
metode ini untuk menget ahui keadaan lingkungan pengendapan dan penamaan
batuan menurut beberapa klasifikasi.
a. Alat dan Bahan
1. Mesin gerinda
2. Pipet
3. Gergaji besi
4. Mikroskop binokuler
5. Batu asah
6. Carborundum grade 100
7. Kaca asah
8. Larutan HCl 1%
9. Gelas becker
10. Aquadest

b. Persiapan Analisis
Buat potongan contoh batuan karbonat yang berukutan 20x10x4 cm dengan
permukaan yang benar-benar rata dan licin.

c. Prosedur Analisis
a. Contoh batuan dengan dua permukaan rata dan licin dicuci dengan air
hingga bersih.
b. Dua macam cara analisis sebagai be rikut:
1. Masukkan contoh batuan ke dalam gelas becker .
Tuangkan HCl 1% secukupnya hingga seluruh permukaan contoh
batuan terendam.
2. Masukkan contoh batuan ke dalam gelas becker dengan salah satu
permukaan terasah menghadap ke atas .

53
Sedimentologi Analisis Karbonat

Tuangkan aquadest hingga permukaan air 1 –2 cm di atas contoh


batuan. Teteskan HCl 1% perlahan -lahan ke permukaan air sampai
seluruh permukaan contoh batuan bereaksi dan komponen pengotor
terlarutkan.
c. Contoh batuan yang teretsa dicuci dengan aquadest, kemudian
dikeringkan.
d. Amati di bawah mikroskop binokuler .

Catatan:
Sebelum contoh batuan direndam, supaya diberi tanda (nomor) dengan
spidol permanen.

d. Pengamatan
1. Buat sketsa batuan yang diamati
2. Lakukan deskripsi megaskopis secara umum
3. Lakukan deskripsi mikrosko pis meliputi :
a. Konstitusi utama : kerangka, klastik, afanitik atau kristalin .
1. Jenis kerangka/ butir :
Kerangka: koral, foraminifera, bryozoa, ganggang dan sebagainya.
2. Jenis klastik:
Klastik fragmental bioklastik (fragmen pecahan koral, moluska,
ganggang, foraminifera, crinoid dan sebagainya ).
Klastik non fragmental: oolits, pisolits, pellets, ovoids, lumps .
3. Jenis afanitik: Sebutkan macamnya.
4. Jenis kristalin: dolomit atau kalsit dan teksturnya .
b. Konstitusi detritus: butiran mineral atau batuan dan ukurannya .
c. Masa dasar: Mikrit, Sparit atau sebagian -sebagian.
d. Hubungan butir dengan masa dasar: sebutkan butiran saling
bersentuhan, mengambang dalam masa dasar atau se bagian-
sebagian. Sebutkan pula prosen (%) proporsi butiran terhadap mas a
dasar.
e. Besar butir: Pergunakanlah salah satu skala butir untuk batuan
karbonat serta ukurannya .
f. Pemilahan: Terpilah baik, sedang, buruk, dsb.

54
Sedimentologi Analisis Karbonat

g. Keadaan butir: utuh, pecah -pecah, terabrasi, bersudut, bundar atau


bagian-bagiannya.
h. Susunan butir: Tersusun baik, tak beraturan, dsb.
i. Porositas: Pergunakanlah klasifikasi Choquette & Pray (1970), Pri mer
atau Sekunder, dsb.
j. Indeks Energi: Pergunakanlah klasifikasi Plumley (1962) atau Purser .
k. Nama batuan:
Klasifikasi Folk (1959).
Klasifikasi Dunham (1962) .
l. Kesimpulan: Penulisan kembali data diatas dalam satu kalimat dan
beri penjelasan tentang petrogenesa batuan tersebut dan berikan
interpretasi fasiesnya.

Catatan:
Untuk pengamatan no. 2, 3 dan 4 cantumkan prosentase tiap komponen
dengan jumlah seluruhnya 100 %. Dalam pengamatan fosil termasuk dalam
istilah butiran
9.5. Analisis Sayatan Tipis
Dalam analisis ini bertujuan untuk dapat mengetahui nama batuan dan
diagenesanya dari prosentase fosil yang terkandung dalam batuan karbonat
maupun jenis butirannya di dalam massa dasar.
Dasar teori dari analisis ini adalah tiap mineral dapat diketahui sifat -sifat optik
serta jenisnya. Dalam analisis batuan karbonat selain hal tersebut diatas juga
dapat membantu dalam hal pemerian batuan karbonat.
a. Alat dan Bahan
1. Mikroskop polarisator
2. Contoh batuan yang telah disayat setebal 0,03 mm
3. Tabel diskripsi analisis sayatan tipis khusus untuk batuan karbonat

b. Persiapan Analisis
Contoh batuan yang telah disayat disiapkan dalam preparat dan mikroskop
polarisator siap untuk digunak an. Sayatan contoh batuan diharapkan mewakili
tekstur batuan secara keseluruhan (komposisi / proporsi butiran serta lumpur,
hubungan antar butir).

55
Sedimentologi Analisis Karbonat

c. Prosedur Analisis
1. Mikroskop polarisator dibuat centring.
2. Contoh batuan yang telah disayat diletakkan di atas meja putar.
3. Mikroskop difokuskan.
4. Siap untuk pendeskripsian dalam keadaan nikol sejajar .
5. Amati prosentase jenis kerangka, butiran dan massa dasar serta
hubungan kemudian diband ingkan dengan tabel yang telah t ersedia untuk
pemeriaannya..

56

Anda mungkin juga menyukai