Anda di halaman 1dari 3

PERBANDINGAN TEORI GEOSINKLIN, PENGAPUNGAN BENUA, TEKTONIK

LEMPENG, DAN TEORI PEMEKARAN LANTAI SAMUDERA


1. Teori Geosinklin
Konsep yang dinyatakan oleh Hall pada tahun 1859 menyatakan bahwa geosinklin terbentuk
memanjang atau seperti cekungan dalam skala ribuan meter, yang terus menurun akibat dari
akumulasi batuan sedimen dan volkanik. Sedangkan geosinklin adalah suatu daerah sempit pada
kerak bumi mengalami depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrim
sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar
cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa
yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang telah
terbentuk akan mengalami metamorfosa.

Gambar 1. Karikatur teori geosinklin

2. Teori Pengapungan Benua (Continental Drift)


Teoir Pengapungan Benua (Continental Drift) perama kali dicetuskan oleh Alfred Wegener pada
tahun 1912, hipotesa utamanya adalah adanya satu super continent yang dinamakan Pangea
(semua daratan), yang dikelilingi Panthalassa (semua lautan). Pangea ini mulai berpisah menjadi
dua kontinen yang relatif lebih kecil, yaitu Laurasia (belahan bumi utara) dan Gondwana
(belahan bumi selatan), pada periode Yura, hingga pada akhir Kapur, dua kontinen ini
memisahkan diri kembali menjadi daratan-daratan yang terlihat seperti kontinen pada saat
sekarang.

Di sebuah buku yang berjudul The Origin of the Continent and Ocean (1912), Wegener
memberikan bukti-bukti untuk membenarkan teori apungan benua tersebut, beberapa diantaranya
ditemukannya bentuk fosil tumbuhan dan hewan yang memiliki umur yang sama ditemukan di
sekitar pantai kontinen yang berbeda, menandakan bahwa kontinen tersebut pernah bersatu.
Misalnya, fosil buaya air tawar ditemukan di Brazil dan Afrika selatan juga fosil reptil air
Lystrosaurus juga ditemukan pada batuan berumur sama dari berbagai lokasi di Amerika
Selatan, Afrika, dan Antartika.

Gambar 2. Pemodelan Teori Pengapungan Benua

3. Teori Tektonik Lempeng


Teori Tektonik Lempeng berasal dari hipotesis continental drift yang dikemukakan Alfred
Wegener tahun 1912. Namun, tanpa adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang
dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti yang
cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat
bergerak-gerak.
Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog Inggris Arthur Holmes tahun
1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti juga
teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya. Bukti
pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan didapatkan dari penemuan
perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan yang berbeda usianya. Penemuan ini
dinyatakan pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania tahun 1956.

Gambar 3. Pemodelan arus konveksi dari lapisan astenosfer

4. Teori Pemekarana Lantai Samudra (Sea Floor Spreading)


Hipotesa pemekaran lantai samudra dikemukakan pertama kalinya oleh Harry Hess (1960) dalam
tulisannya yang berjudul Essay in geopoetry describing evidence for sea-floor spreading.
Dalam tulisannya diuraikan mengenai bukti-bukti adanya pemekaran lantai samudra yang terjadi
di pematang tengah samudra (mid oceanic ridges), Guyots, serta umur kerak samudra yang lebih
muda dari 180 juta tahun.
Hipotesa pemekaran lantai samudra pada dasarnya adalah suatu hipotesa yang menganggap
bahwa bagian kulit bumi yang ada didasar samudra Atlantik tepatnya di Pematang Tengah
Samudra mengalami pemekaran yang diakibatkan oleh gaya tarikan (tensional force) yang
digerakan oleh arus konveksi yang berada di bagian mantel bumi (astenosfer). Akibat dari
pemekaran yang terjadi di sepanjang sumbu Pematang Tengah Samudra, maka magma yang
berasal dari astenosfer kemudian naik dan membeku.

Anda mungkin juga menyukai