UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI
LAPORAN
OLEH :
WINDI LESTARI
F 121 17 040
PALU
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................. 1
DAFTAR GAMBAR .............................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I ........................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN .................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 4
BAB II....................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 5
2.1 Batuan Induk ................................................................................................... 5
2.2 Kekayaan Material Organik ............................................................................ 5
2.3 Tipe Material Organik .................................................................................... 6
2.4 Kematangan Material Organik........................................................................ 7
2.5 Kerogen ........................................................................................................... 8
BAB III ................................................................................................................... 15
METODOLOGI ...................................................................................................... 15
3.1 Alat dan Bahan............................................................................................. 15
3.2 Prosedur Kerja ............................................................................................. 15
BAB IV ................................................................................................................... 18
PENYAJIAN DATA .............................................................................................. 18
4.1 Hasil Interpretasi Kandungan Material Organik .......................................... 18
4.2 Hasil Interpretasi Komposisi Material Organik ........................................... 18
4.3 Hasil Interpretasi Tingkat Kematangan Material Organik .......................... 18
BAB V .................................................................................................................... 21
ANALISIS SEISMIK DAN SIKUEN STRATIGRAFI ......................................... 21
5.1 Geokimia Batuan Induk ............................................................................... 21
5.2 Kandungan Material Organik ...................................................................... 21
1
5.3 Komposisi Material Organik ....................................................................... 22
5.4 Tingkat Kematangan Material Organik ....................................................... 22
BAB VI ................................................................................................................... 24
PENUTUP .............................................................................................................. 24
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 24
6.2 Saran ............................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 25
2
BAB I
PENDAHULUAN
Batuan induk adalah salah satu parameter yang terpenting dalam Petroleum
System yang berfungsi sebagai penghasil hidrokarbon atau batuan sumber.
Beberapa peneliti bahkan menempatkan batuan induk sebagai prioritas nomor satu
yang harus ada dalam Petroleum System (Magoon dan Dow, 1994). Batuan induk
umumnya berukuran butir halus dan disusun oleh material klastik, karbonat, dan
karbon organik. Kandungan material karbon organik inilah yang secara langsung
mempengaruhi kualitas suatu batuan induk. Semakin tinggi kandungan organiknya,
maka akan semakin bagus kualitas batuan induknya. Menurut Waples (1985),
batuan induk dengan kandungan organik lebih dari 0.5% mampu menggenerasikan
hidrokarbon dengan kapasitas terbatas – baik. Batuan induk memiliki peran utama
dalam pembentukan hidrokarbon, sehingga keberadaan batuan yang menjadi
sumber penghasil hidrokarbon ini perlu diteliti kandungan organiknya, tingkat
kematangan dan penyebarannya dalam suatu cekungan.
3
Secara umum pembentukan minyak bumi terjadi karena penumpukan zat
organik terutama plankton pada dasar laut, dan tertimbun dengan sedimen halus
dalam keadaan reduksi, sehingga terawetkan. Hal ini hanya terjadi di cekungan
sedimen yang terdapat pada suatu ambang dari laut terbuka, dengan sedimentasi
yang cepat, dibarengi dengan penurunan. Setelah itu kita mendapatkan suatu urut –
urutan batuan yang kaya akan zat organik dan berwarna hitam yang disebut batuan
induk.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.2 Kekayaan Material Organik
Jumlah kandungan material organik dalam batuan induk merupakan aspek
penting untuk dievaluasi. Konsentrasi minimum material organik yang hadir dalam
batuan harus dipenuhi agar dapat berubah menjadi hidrokarbon dan hidrokarbon
tersebut dapat dikeluarkan melalui migrasi primer. Selain itu, jumlah minimum
material organik harus dipenuhi untuk suatu ketebalan dan pelamparan batuan
tertentu, agar jumlah ekonomis hidrokarbon tercapai. Peters dan Cassa (1994)
menggunakan hasil analisis TOC dan pirolisis Rock-Eval sebagai parameter
penentu potensi atau kekayaan material organik (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Parameter geokimia dalam analisis potensi dan kekayaan material
6
diagram van Krevelen digunakan Peters dan Cassa (1994) untuk menentukan tipe
kerogen dan kecenderungan produk yang dihasilkan berdasarkan rasio indeks
hidrogen (HI) dan indeks oksigen (OI) yang diperoleh dari data pirolisis. (Gani, et
al., 2016)
Tabel 2.2 Parameter penentuan tipe kerogen dan produk yang dihasilkan pada
puncak kematangan (Peters dan Cassa, 1994).
7
Tabel 2.3 Parameter geokimia dalam penentuan fasa kematangan termal (Peters &
Cassa, 1994)
2.5 Kerogen
Kerogen merupakan bagian material organik dalam batuan sedimen yang tidak
dapat larut dalam pelarut organik biasa (Waples, 1985), sedangkan bagian yang
larut disebut dengan bitumen. Kerogen tidak larut karena molekulnya berukuran
besar. Kerogen terdiri atas partikel yang berbeda-beda yang disebut maseral, suatu
terminologi yang diambil dari petrologi batubara. Maseral adalah “mineral
organik”, hubungannya terhadap kerogen sama dengan hubungan mineral terhadap
batuan. Kerogen di dalam batuan sedimen tertentu terdiri atas banyak partikel yang
seringkali berasal dari berbagai sumber, jadi hanya sedikit sekali kerogen yang
terdiri atas satu macam maseral saja. Waples (1985) membagi kerogen menjadi
empat tipe berdasarkan jenis maseralnya (Tabel 2.4), dan van
Krevelen membagi tipe kerogen berdasarkan rasio hidrogen dan oksigen
Tabel 2.4 Tipe kerogen (Waples, 1985).
8
Gambar 2.1 Diagram Van Krevelen dari variasi rasio H/C dan O/C serta tipe kerogen yang
terbentuk
1. Kerogen tipe I
Kerogen tipe ini sangat jarang ditemukan karena berasal dari alga danau.
Kehadiran kerogen tipe ini terbatas pada danau yang anoksik dan jarang
didapatkan pada lingkungan laut. Kerogen tipe ini memiliki kapasitas yang
tinggi untuk menghasilkan hidrokarbon cair.
2. Kerogen tipe II
Kerogen tipe ini berasal dari beberapa sumber yaitu alga laut, polen dan
spora, lilin dari daun, dan resin fosil. Selain itu, kerogen ini juga mengandung
lemak dari sel bakteri. Berbagai macam sumber tersebut dikelompokkan ke
dalam satu tipe karena sama-sama mempunyai kapasitas yang baik untuk
menghasilkan minyak. Kerogen tipe II pada umumnya ditemukan dalam batuan
sedimen yang diendapkan di laut pada kondisi reduksi.
9
3. Kerogen tipe III
Kerogen tipe ini terdiri dari material organik darat yang hanya sedikit
mengandung lemak atau zat lilin. Selulosa dan lignin adalah penyumbang
terbesar pada kerogen tipe III. Kerogen tipe III mempunyai kapasitas produksi
hidrokarbon cair lebih rendah daripada kerogen tipe II, dan jika tanpa campuran
kerogen tipe II biasanya kerogen tipe III ini menghasilkan gas. Kerogen tipe III
ini kaya akan struktur aromatik, dengan O/C cukup tinggi dan H/C yang relatif
rendah, dapat dibandingkan dengan vitrinit dari batubara.
4. Kerogen tipe IV
Kerogen tipe ini terdiri dari rombakan organik dan material yang teroksidasi
yang berasal dari berbagai sumber. Kerogen ini biasanya tidak memiliki potensi
menghasilkan hidrokarbon.
1. Diagenesis awal Proses ini ditandai oleh hilangnya nitrogen dan sulfur pada
kedalaman beberapa meter.
2. Diagenesis Proses ini ditandai oleh hilangnya oksigen, karbon mono- dan
dioksida, serta sejumlah kecil material yang mengandung oksigen pada suatu
zona kedalaman dengan temperatur di bawah 70 - 80°C.
3. Katagenesis Proses ini ditandai oleh hilangnya semua hidrogen ke dalam
bentuk hidrokarbon: minyak berat terbentuk lebih dulu, kemudian hidrokarbon
yang lebih ringan, kondensasi, dan pada akhirnya terbentuk gas kering.
4. Metagenesis Proses ini terjadi pada sedimen yang dalam, pada temperatur
lebih dari 150°C. Pada tahap ini terjadi penyusunan kembali fraksi aromatik.
10
2.6 Analisis Tingkat Kematangan Material Organik
11
diadu, menjadikannya rawan kesalahan ketika digunakan untuk
memberikan pengukuran reflektansi. Selain itu, beberapa serpih
mengandung vitrinit ulang yang melimpah yang terkikis dari formasi yang
lebih tua dan dicampur dengan vitrinit kontemporer dalam formasi. Dalam
keadaan seperti itu, analisis harus menggunakan opsi lain untuk pengukuran
kematangan termal, seperti biomarker geokimia dan / atau Rock-Eval Tmax
untuk memberikan perkiraan konsisten kematangan termal (Hazra et al.,
2019).
b) Pyrolysis Tmax
Rock Eval Pyrolysis adalah simulasi proses hydrocarbon
generation di laboratorium dengan cara melakukan pemanasan bertahap
pada sampel batuan induk dalam keadaan tanpa oksigen pada kondisi
atmosfer inert dengan temperatur yang terprogram. Pemanasan ini
memisahkan komponen organik bebas (bitumen) dan komponen organik
yang masih terikat dalam batuan induk (Espitalie et al., 1977). Pemanasan
pada sampel batuan dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi dari pada
kondisi sebenarnya, sehingga dapat dihasilkan hidrokarbon pada waktu
yang lebih pendek/cepat. pirolisis sering digunakan sebagai indikator
kematangan, karena ketika kematangan kerogen meningkat, suhu di mana
laju maksimum pirolisis terjadi menmeningka. Parameter Tmax (suhu di
mana puncak S2 mencapai maksimumnya) telah menjadi bagian standar
dari data keluaran Rock-Eval. Karena Tmax diperoleh tanpa biaya tambahan
saat pirolisis dilakukan, ini telah menjadi analisis yang popular (Waples,
1985).
Namun, ada beberapa masalah yang terkait dengan data Tmax dan
interpretasinya. Sebagai contoh, Tmax tergantung pada jenis kerogen. Karena
tipe kerogen biasanya bervariasi dari sampel ke sampel dalam profil sumur,
Tmax sering tidak menunjukkan perkembangan teratur dengan kedalaman.
Data Tmax yang terisolasi tidak dapat dipercaya (Waples, 1985). Deskripsi
Pyrolisis Data :
12
S1
Menunjukkan jumlah hidrokarbon dalam batuan, merupakan kandungan
hidrogen bebas yang dapat diuapkan tanpa melalui proses pemecahan
kerogen. Nilai S1 mencerminkan jumlah hidrokarbon bebas yang terbentuk
insitu (indigeneous hydrocarbon) karena kematangan termal maupun
karena adanya akumulasi hidrokarbon dari tempat lain (migrated
hydrocarbon).
S2
Menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasilkan melalui thermal
degradation/proses pemecahan kerogen yang mewakili jumlah hidrokarbon
yang dapat dihasilkan batuan selama proses pematangan secara alamiah
selama proses pyrolisis. Ini merupakan indikator yang paling penting dari
kerogen dalam menghasilkan hidrokarbon. Harga S1 dan S2 diukur dalam
satuan mg hidrokarbon/gram batuan (mg HC/g Rock).
Tmax
Adalah temperatur dimana terjadi puncak nilai S2 terjadi. Ini
menggambarkan temperature at peak generation.
S3
Menggambarkan jumlah karbon dioksida dalam kerogen yang berhubungan
dengan jumlah oksigen dalam kerogen. Kandungan oksigen yang tinggi
berhubungan dengan woody-cellulosic source material atau proses oksidasi
yang kuat selama diagenesis, kandungan oksigen yang tinggi dari kerogen
adalah indikator negatif dari hydrocarbon source potential.
Kombinasi parameter – parameter yang dihasilkan oleh Rock-Eval
Pyrolisis dapat digunakan sebagai indikator jenis serta kualitas batuan
induk, yaitu:
Potential Yield (S1 + S2)
Potential Yield (PY), assuming immature sample, menunjukkan jumlah
hidrokarbon dalam batuan baik yang berupa komponen bebas maupun yang
berupa kerogen. Satuan ini dipakai sebagai penunjuk jumlah total
hidrokarbon maksimum yang dapat dilepaskan selama proses pematangan
13
batuan induk dan jumlah ini mewakili generation hydrocarbon source
potential.
Production Index (PI)
Jumlah hidrokarbon yang tersedia untuk produksi. Nilai PI menunjukkan
jumlah hidrokarbon bebas relatif (S1) terhadap jumlah total hidrokarbon
yang hadir (S1 + S2). PI dapat digunakan sebagai indikator tingkat
kematangan batuan induk.
Hydrogen Index (HI) dan Oxygen Index (OI)
HI merupakan hasil dari S2 x 100/%TOC dan OI adalah S3 x 100/%TOC.
Kedua parameter ini harganya akan berkurang dengan naiknya tingkat
kematangan. Harga HI yang tinggi menunjukkan batuan induk didominasi
oleh material organik yang bersifat oil prone, sedangkan nilai OI tinggi
mengindikasikan dominasi material organik gas prone. Waples (1985)
menyatakan nilai HI dapat digunakan untuk menentukan jenis hidrokarbon
utama dan kuantitas relatif hidrokarbon yang dihasilkan.
Penentuan tipe kerogen berdasarkan analisa Rock Eval Pyrolisis dapat
dilakukan dengan memplot nilai – nilai HI dan OI pada diagram "pseudo"
van Krevelen, atau dengan menggunakan plot HI – Tmax.
c) Thermal Alteration Index (TAI)
14
BAB III
METODOLOGI
1) Analisis data Rock Eval Pyrolisis yang terdiri dari data S1, S2 dan
S3.
15
1) Hitung nilai HI, dan OI berdasarkan formula yang umum digunakan
dalam perhitungannya (cek literatur rujukan)
17
BAB IV
PENYAJIAN DATA
18
Gambar 4. 4 Hasil Ploting OI dan HI pada Diagram Van Kreleven Formasi Low Eosen
Gambar 4. 5 Hasil Ploting OI dan HI pada Diagram Van Kreleven Formasi Low Miosen
19
Gambar 4. 6 Hasil Ploting OI dan HI pada Diagram Van Kreleven Formasi Up Eosen
20
BAB V
ANALISIS SEISMIK DAN SIKUEN STRATIGRAFI
• S1
Total hidrokarbon bebas (gas dan minyak) di dalam sampel (dalam miligram
hidrokarbon per gram batuan). Dari hasil Perhitungan Nilai rata – rata S1
pada tiap formasi yaitu pada formasi low-miocene, upeocene, dan low
eocene berturut-turut adalah 0,13; 7,63; dan 2,63.
• S2
Total hidrokarbon yang dihasilkan melalui proses thermal cracking material
organik yang tidak menguap. S2 merupakan indikasi kuantitas hidrokarbon
batuan yang memiliki potensial menghasilkan hidrokarbon melalui
penguburan dan pematangan. Dari hasil Perhitungan Nilai rata – rata S2
pada tiap formasi yaitu pada formasi low-miocene, upeocene, dan
loweocene berturut-turut adalah 0,43; 7,93; dan 3,14.
• S3
S3 merupakan indikasi total oksigen di dalam kerogen dan digunakan untuk
menghitung Oksigen Indeks. Dari hasil Perhitungan Nilai rata – rata S3 pada
tiap formasi yaitu pada formasi low-miocene, up-eocene, dan low-eocene
berturut-turut adalah 0,38; 0,58; dan 0,83.
21
Untuk formasi low-eocene dengan kedalaman 4360 – 5340 memiliki
kandungan TOC yaitu 1,81 % menurut klasifikasi (petters dan cassa, 1994)
batuan induk dengan kandungan material organik tergolong CUKUP BAIK.
Pada formasi low-miocene ini memiliki jenis organik Humic atau tumbuhan
tingkat tinggi sehingga dapat dijelaskan bahwa pada formasi ini terbentuk pada
lingkungan terestrial hal ini diakibatkan oleh penurunan muka air laut. tipe
kerogen yaitu tipe III sehingga hasil produknya yaitu Gas.
22
Untuk formasi low-eocene dengan kedalaman 4360 – 5340 memiliki
kandungan Tmax dan Ro sebesar 454,58 dan 1,06 sehingga tingkat
kematangannya yaitu LateMature.
23
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
• Kedalaman suatu formasi mempengaruhi tingkat kematangan suatu minyak
dan gas yang terkandung didalamnya.
6.2 Saran
Semoga dengan penyusunan laporan ini dapat memberikan kita pemahaman
mengenai batuan induk dan bermanfaat untuk kedepannya. Kepada penulis
diharapkan agar lebih banyak mencari jurnal sebagai referensi untuk dijadikan
bahan tulisan dalam laporan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Curtis, M. E., Cardott, B. J., Sondergeld, C. H., Rai, C. S., 2012. Development of
organic porosity in the Woodford Shale with increasing thermal maturity. Int
J Coal Geol 103:26–31
Hazra, B., Varma, A. K., Bandopadhyay, A. K., Mendhe, V. A., Singh, B. D.,
Saxena, V. K., Samad, S. K., Mishra, D. K., 2015. Petrographic insights of
organic matter conversion of Raniganj basin shales, India. Int J Coal Geol
150–151:193–209
Hazra, B., Wood, D. A., Mani, D., Singh, P. K., & Singh, A. K., 2019. Evaluation
of Shale Source Rocks and Reservoirs. Switzerland: Springer Nature
Switzerland.
Taylor, G. H., Teichmüller, M., Davis, A., Diessel, C. F. K., Littke, R., Robert P.,
1998. Organic petrology. Gebrüder Borntraeger, Berlin
25