Anda di halaman 1dari 200

VOLKANOLOGI SELAYANG PANDANG

JILID I

OLEH:
SANDY HARDIAN.S.H.

PENERBIT MATAHARI
Volkanologi Selayang Pandang Jilid I
Seri Geanarchism No. 1
Oleh:
Sandy Hardian.S.H.

Anti © 2014, Sandy Hardian.S.H.


Hak Pencipta tidak dilindungi Undang – Undang
ISTN: 3333333
Penerbit:
Matahari
MUKADIMAH

Aku menuliskan pengantar ini dengan keletihan yang amat sangat.Sebulan


terakhir ini, entah beberapa puluh, bahkan mungkin ratus lembar yang
telah aku ketikan di komputer pangku pemberian ayahku.Seolah tidak
mengenal medan, dan cuaca aku terus menulis – menulis – menulis...
Berawal dari kontemplasi pada pertengahan oktober lalu, dalam suatu malam
yang bagiku rasanya sangat panjang itu kureguk ovaltine hangat yang
berhasil kuhutang dari Waroeng Gemboel bawah kostanku.Aku berpikir
sambil melepas lelah otot – otot di tubuh usai latihan fisik berat jumat
siang waktu itu, aku membayang jika dalam waktu dekat ini aku mati, tidak
ada sumbangsih yang aku berikan minimal untuk menandai hidup, bukan untuk
orang lain, melainkan untuk diriku sendiri.Dan kebetulan, adalah Bang
Hifsan Rahman Nasution yang dengan brengsek – nya terus berkarya,
meskipun yah aku tahu dia seorang pengangguran.Tapi, apa bedanya ?
Bukankah aku pun punya banyak waktu yang sengaja diluang – luangkan?
Betapa bodoh selama hidupku ini, aku terlalu banyak membaca, tetapi tidak
dapat mengingat semuanya, karena tidak pernah menulis?
Singkatnya aku bertekad malam itu untuk menyelesaikan seuah tulisan,
entah mungkin isinya hanya jiplakan tambal sulam, atau apapun, yang
penting tulisan panjang pikirku saat itu.Timbul pertanyaan menulis
tentang apa, ya? Akhir – akhir itu, bahkan hingga sekarang aku benar –
benar muak dengan sastra, terlalu banyak sastrawan picisan yang menjual
romantisme tolol yang aku temui, bahkan juga sekelas LS di kampusku pun
bagiku tidak lebih dari ketololan berbalu kata – kata indah ! Lalu
terpikir lagi untuk membuat kumpulan memoar revolusi, biar keren kayak
Komunike – nya Subcommandante Marcos, tapi kemudian aku berpikir kok
sebetulnya aku toh gak marxis – marxis amat, jauhlah sama anak – anak
Rakapare yang kerjanya ikut ‘membela’ yang tertindas, kalau aku bagaimana
mau ngebela begituan? Membela diri juga mentok sampai sabuk biru strip
taekwondo, mebela diri buat ga DO juga susah kayaknya dari kampus
ini.Kemudian terpikir lagi buat bikin biografi kayak Pria – Pria
berbintang yang namanya berderet di kardus di kostanku, tapi balok pun
ga nempel dipundaku, ya urung juga jadinya.Kalau bikin sabda – sabda
aforisme kayak Nietzsche jangankan bikin, baca aja masih sepotong –
sepotong, dan kegilaanku belum sebegitunya.Akhirnya aku putuskan untuk
membuat tulisan, atau setidaknya menambal – sulam tulisan yang bertopik
tentang ilmu kegemaranku, apalagi geologi ( andai aku bisa keluar dari
ilmu laknat penuh komputasi bernama meteorologi ).Mungkin yang kenal
sama aku ( mungkin juga yang mengerti kelakuanku di geologi, dan minat
studiku disana) akan terkejut melihat telaah yang aku himpun bukan
tentang yang ‘berbau’ sedimen, bahkan yang berbau fosil, seperti dimana
aku selalu mengambil mata kuliah itu di setiap semester, dan puji syukur
selalu membantu minimal untuk dapat IP 2, karena sekali lagi mendapat
nilai terbaik dari mata kuliah seputar sedimen ( A, atau AB ) tanpa
berbuat kecurangan, dan sering bolos , bagiku jauh lebih mudah, ketimbang
menjilat – jilat dosen dengan asisten praktikum babi yang modulnya tidak
jelas sama sekali di Meteorologi.Mungkin karena persentase nilai ujian
di geologi jauh lebih tinggi , ketimbang yang lainnya, dan mungkin
dosennya juga jarang menghitung absen.Oke kembali ke topik yang kupilih,
volkanologi, ilmu kegunungapian yang sebenarnya ku pilih secara iseng
saja, sebab kebetulan aku ingin mempelajari hardrock yang selama ini
hanya kusentuh pada saat menempuh mata kuliah geologi fisik dua tahun
silam, yang syukur mendapat AB.Setelah berkecimpung di laboratorium
penuh klastik – klastik lembek, ada baiknya penyegaran di bidang ini,
sekalian belajar jauh lebih dalam.
Karena aku seorang yang selalu telat, buku ini terhambat beberapa kali,
akibat olahraga rutin yang mulai aku kurangi demi menyelesaikan buku
ini, dan karena sakit yang minimpaku dua hari ini.Juga telat karena
beberapa hari harus mengurus tes pendaftaran SMA swasta Katolik favorit
yang ingin dimasuki adikku, dan lain – lain.Tetapi yang utama karena
malas.
Dalam dua minggu terakhir kukebut penyelesaiannya sampai akhirnya
selesai sudah, “ Consummatum Est ! ”, kata Yesus di Golgota ( omong –
omong emang Yesus bisa bahasa latin? ).Memang ginjal, paru – paru, perut,
dan otot – otot luar yang selama ini kejang lebih banyak diistirahatkan,
semntara otot halus bekerja keras, hasilnya dalah penyakit selama dua
hari ini.Belum lagi, seminggu full aku bolos kuliah.Ah, biarlah toh
beberapa nilai UTS – ku pun cukup baik, bahkan ada yang 100, tapi seperti
biasa ada juga yang orde 20 – an.Oke, anggaplah pembenaran.Tetapi
seiusnya, tekadku untuk menjadi paleoclimatologist, dan menghasilkan
karya sudah kuat, jadilah...
Buku ini dimaksudkan untuk aku belajar, jadi isinya tambal sulam dari
berbagai buku yang ya sekedar diketik ulang.Mulai dari bab I, sampai bab
V mudah – mudahan kalau otak kamu seperti otak aku, tentu akan
mengerti.Karena tanpa pengetahuan dasar soal batuan, dan bla bla bla
lainnya seperti tektonik lempeng bisa juga membaca buku ini.Apa pasal?
Karena semua sudah dirangkum oleh buku ini.Untuk sejauh yang aku tahu,
jika ditambahkan versi geomorfologi + volkanostratigrafi buku ini akan
menjadi buku volkanologi dasar berbahasa indonesia yang paling
komprehensif.Tetapi karena penulis juga belum paham dua soal itu, dan
terburu capek, jadi tidak ditambahkan.Mungkin nanti dikemudian hari.
Buku ini bebas dirombak, dirubah ( disulap menjadi rubah ), atau
diapakanlah...Karena yang sudi membaca dan menulis buku ini adalah
pemilik hak cipta – nya.Makanya, supaya terlihat keren, dan untuk
kelakar, mudah – mudahan aku tidak ditonjok, aku terbitkan secara
terbatas, karena kondisi keuangan cekak Volkanologi Selayang Pandang
jilid 1.Kenapa judulnya demikian ? Pertama buat gaya, kedua karena setiap
manusia bisa menjadi geologist kalau dia mau.
Aku sudah tidak ingat apa – apa lagi tentang karya filsafat siapapun,
yang biasanya dikutip sama intelektual – intelektual Indonesia yang
terinspirasi dari GM ( bukan Gilang – Mabok ).Yang agak aku ingat, kalau
tidak salah dari kaum anarkis di Spanyol sepanjang Perang Saudara tahun
30 – an ( kalau tidak salah, ya benar ), “ Kami tidak membeli ciuman,
kaum kami harus membuktikan bahwa kami layak untuk dicium ! “.Akhirul
kata, selamat berpetualang semoga di akhir buku, kita semua menjadi layak
untuk mendapat ‘ciuman’ sebagai volcanologist.

Ciumbuleuit, 2 November 2014

Penulis
BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Pengantar Kegunungapian


Gunungapi dikenal juga dalam istilah Bahasa Inggris sebagai Volcano
,merujuk pada legenda dari kepulauan kecil di Mediterania yang tempo itu
masih beredar mitos seputar Dewa Vulcan yang merupakan pandai besi
pembuat alutsista bagi Dewa-Dewa Romawi seperti Jupiter, dan tentunya
Mars.

Gambar 1.1 : Vulcan Dewa Gunungapi dan Pembuat Senjata dalam Mitologi
Romawi Digambarkan dalam Bentuk Patung Coran Besi setinggi 17 m di
Montgomery, Alabama, Amerika Serikat.Patung ini Merupakan Patung
Vulcan Terbesar di Dunia, Sekaligus Patung Coran Besi Terbesar di
Dunia
Sumber : Photo by M. L. Kennedy,courtesy of Vulcan Park
Foundation
Gunungapi menurut M.M.Purbo-Hadiwidjoyo dalam Kamus Geologi dan Ranah
Rinangkun terbitan Badan Geologi tahun 2013, berarti kata benda dengan
bentuk yang biasanya berupa kerucut yang dibangun oleh kegiatan magma.

Gambar 1.2 : M.M. Purbo–Hadiwdjoyo Sedang Menunjukkan Buku Karyanya


Sumber : Foto SR. Wittiri, Geomagz September 2012

Secara gamblang,dapat dikatakan bahwa gunungapi berarti lubang


kepundan/rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma, gas,
cairan lainnya ke permukaan bumi.Material yang dierupsikan ke permukaan
biasanya membentuk kerucut terpancung.
Gambar 1.3 : Erupsi Bromo yang telah terjadi 53 kali semenjak
1804,kebanyakan tipe erupsinya adalah Strombolian.Foto ini menunjukkan
Erupsi tahun 1984
Sumber : copyrighted by Paul J. Buklarewicz

1.2 Tetek Bengek Seputar Ilmu Kegunungapian


Volkanologi adalah cabang geologi yang berhubungan dengan kegunungapian,
penyebab, dan gejala yang bertalian dengan itu.Ruang lingkup studi
volkanologi meliputi:
- Petrologi
- Mitigasi dan Evaluasi bencana
- Survei pemetaan geologi
- Pemantauan dan Mitigasi Erupsi
- Tata guna lahan
- Pertanian
- Eksplorasi sumber daya alam,termasuk didalamnya energi geothermal
Yang tentu saja keseluruhannya berkaitan dengan aktivitas
kegunungapian.
Dalam mempelajari volkanologi ada beberapa aspek keilmuan penting
yang harus dipelajari secara terpadu, yaitu :
- Pembentukan Magma
- Akumulasi dan Diferensiasi dalam dapur magma
- Erupsi
- Metoda analisa statistik
- Proses Fisika dan Kimia
- Hidrovolkanisme
Metode penyelidikan lapangan daerah gunungapi, meliputi :
- Persiapan kerja lapangan
- Studi literatur
- Peta topografi
- Citra satelit
- Foto udara
- Peta kepemilikan lahan
- Peta tata guna lahan
Analisa volkanostratigrafi sangat penting sebagai dasar untuk
membantu studi lainnya, seperti :
- Petrologi
- Geokimia
- Keadaan temperatur
- Kerangka struktur geologi
pada gunungapi.
Tujuan akhir studi volkanologi adalah mengetahui, dan mampu
merencanakan manfaat tata guna lahan disekitar gunungapi, baik untuk
kegiatan pertanian, mitigasi, adaptasi, serta yang paling mutakhir
adalah pemanfaatan untuk eksplorasi geothermal.
Geodinamika

Plume Konveksi Asthenosphir

Tektonik Lempeng
Hot Spot
Pergerakan
Lempeng

Punggungan Tengah
Batas Transcurrent Batas Palung Konvergen
Samudra/Divergen

Volkanisme Gempabumi Rangkaian Busur Andes


Pegunungan Kepulauan
(Alpina, (Bkt. Barisan )
Himalaya)
Atmosfir dan Cuaca Pembentukan Magma

Sifat Kimia dan Fisika Sistim Genetik Magma


Magma
Evolusi

Differensiasi Peleburan Berbagai


Asimilasi (Tercampur) Macam Magma
Utama
Kristalisasi Pemisahan Fasa
Fraksional Gas Tidak Urutan Magmatik
Tercampur

Tipe Erupsi Erupsi Volkanik Naiknya Magma Aliran Panas

Contoh Terakhir Intrusi


Kimia dan Fisika

Bahaya Gunungapi

Risiko Bencana
Pemantauan Potensi
Sejarah Gunungapi dan Gunungapi
Panasbumi
Geologi
Persiapan Model Interpretasi
Pekerjaan Sipil

Mineralisasi
Hasil Gunungapi Struktur dan Bentuk
Gunungapi
Gunungapi
Sebagai Kegiatan Tata Guna Lahan
Sumber Daya Gunungapi
Alam/Quarry Sekunder

Gambar 1.4 : Geodinamika Bumi dan Kegiatan Volkanisme


Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian
dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.4
Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada wilayah aktif
secara tektonik, yang mana dikenal dengan nama ring of fire (cincin
api,akibat saking banyaknya gunungapi aktif baik di busur kepulauan
maupun busur benua di Wilayah Indonesia), karena konsekuensi dari
zona aktif secara tektonik tersebut.Lembaga yang bertugas untuk
mengelola informasi potensi kegunungapian, melaksanakan kebijakan,
standarisasi, bimbingan teknis, dan evaluasi bidang volkanologi dan
mitigasi bencana alam geologi kini berada dalam satu unit di
lingkungan Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral,
dikenal dengan nama Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
( PVMBG ).Sejarah Lembaga ini cukup panjang,pada paragraf berikutnya
akan penulis uraikan secara singkat.

Gambar 1.5 : Berend George Escher ( 1885 – 1967 )


Sumber : http://www.ryusyokan.jp/images/ex/10/1.jpg

Berawal dari tulisan – tulisan, dan hasil laporan yang membahas


fenomena kegunungapian di Hindia Belanda,yang dahulu dikenal sebagai
Vulkanische verschijnselen en aardbevingen, waargenomen in de
Nederlandsch Indische Archipel mulai banyak ditulis sejak awal Ilmu
Geologi masuk ke Hindia Belanda (kurang lebih tahun 1850-an).Laporan-
laporan tersebut terdapat dalam Natuurkundig Tijdschrift voor
Nederlandsch Indië ( Jurnal Ilmu Alam Hindia Belanda ).
Salah satu gunungapi di Jawa Timur,Gunung Kelud meletus pada 20 Mei
1919.Gunungapi yang kini terletak di Kecamatan Ngancar, Kabupaten
Kediri, Jawa Timur ini termasuk gunungapi aktif (Tipe A), dengan
ketinggian 1731 mdpl deangan bentuk Strato.Kelud sudah beberapa kali
meletus, yang tercatat adalah pada tahun 1586, 1919, 1951, 1966, 1990,
dan terakhir pada Februari 2014 lalu.Dengan melihat pola letusan
tersebut,para ahli menyimpulkan kegiatan erupsi magmatik Kelud
memiliki siklus 15 sampai 30 tahun.Erupsi Kelud yang paling banyak
menimbulkan korban jiwa terjadi pada 1586, dengan jumlah korban tewas
sebanyak 10000 jiwa.Sebagian besar meninggal karena terseret aliran
lumpur atau aliran debris dalam wilayah gunungapi, yang kerap disebut
lahar.Hal ini dapat terjadi,karena Kelud mempunyai kawah
berdanau,sehingga menghasilkan erupsi phreatomagmatik yang mengalir
deras menuju desa – desa yang sungainya berhulu di Kelud.

Gambar 1.6 : Kondisi Kawah Kelud setelah letusan 13 Februari 2014.


Saat ini terbentuk lubang baru di dalam kawasan kawah yang
ditinggalkan oleh kubah lava
Sumber : Foto SR. Wittiri, Geomagz Maret 2014
Erupsi Kelud pada 1919,membuat hampir 5000 jiwa tewas.Karena alasan
tersebut,akhirnya pemerintah kolonial membentuk Vulkaan Bewakings
Dienst ( Dinas Penjagaan Gunungapi) pada 16 September 1919.
Sebelumnya, pada tahun 1918, Vulkanologische Comissie dibentuk oleh
Natuurkundige Vereeniging ( Perkumpulan Ilmu Pengetahuan di Hindia
Belanda kala itu).Vulkaan Bewakings Dienst dipimpin oleh Georges Laure
Louis Kemmerling, seorang Ahli Geologi Pertambangan lulusan
Universitas Freiburg, kelahiran Maastricht ( Kota tempat Novisiat
Serikat Yesus di Belanda, yang lulusannya banyak berpengaruh di
Indonesia, antara lain Mgr.Albertus Soegijapranata,SJ, dan
RP.Josephus Gerardus Beek,SJ ), 26 Januari 1888.Pada awalnya
Kemmerling adalah pegawai di Nederlandsch Koloniale Petroleum
Maatschappij.Beliau kemudian tertarik pada Volkanologi
semenjakMengenal Gunung Batur, dan Gunung Agung di Bali tahun 1917,
lalu akhirnya beliau memutuskan untuk aktif pada bidang volkanologi
sebagai hobi di Perkumpulan Ahli Kebumian Hindia Belanda, karena
perhatian pemerintah kolonial ketika itu masih kecil pada urusan
kegunungapian.Kemmerling juga melakukan penelitian gunungapi di
Pantai Barat Sumatera sesudah menjabat sebagai Ketua Vulkaan Bewakings
Dienst, hasil penyelidikan tersebut diterbitkan dalam Vulkanologische
Mededeeling. Vulkaan Bewakings Dienst dibentuk dengan tujuan,antara
lain :
- Untuk mencari cara menyelamatkan orang – orang dari erupsi
gunungapi
- Mempelajari jenis – jenis gunungapi
- Mencari tahu kapan kemungkinan terjadinya erupsi
- Mencari tahu daerah yang terancam erupsi
- Mengembangkan sistem peringatan, dan metode evakuasi penduduk

Gambar 1.7 : Kantor Dienst van Het Mijnwezen di Wilhemina


Boulevard ( Sekarang Jalan Diponegoro ), Bandung pada 1929
Sumber : http://sebandung.com/wp-content/uploads/2014/08/Museum-
Geologi-Bandung-1929.png

Usia badan yang dibentuk dibawah naungan Dienst van Het Mijnwezen (
Departemen Pertambangan ) ini tidak panjang, hanya dua tahun.Pada
tahun 1922, namanya diubah menjadi Volcanologische Onderzoek ( Pusat
Penelitian Vulkanologi ),yang kemudian lebih dikenal sebagai
Volcanological Survey.Badan ini masih diketuai oleh Kemmerling, yang
dibantu oleh Charles Edgar Stehn, seorang ahli volkanologi alumni
Universitas Bonn, Jerman.Pada 1926, Stehn diangkat menjadi Ketua
Volcanologische Onderzoek menggantikan Kemmerling yang sakit, dan
harus kembali ke Belanda.Peneliti volkanologi dari Volcanologische
Onderzoek lainnya yang berpengaruh adalah Berend George Escher, ahli
geologi kelahiran Gorinchem, Belanda.Escher datang ke Jawa pada 1919,
dan langsung tertarik pada fenomena volkanik Krakatau, dan Kelud.Saat
itu, beliau sudah menduduki beberapa jabatan penting di Belanda,
seperti Ketua Geologi di Universitas Leiden, dan menjadi Direktur di
Rijksmuseum van Geologie en Mineralogie pada tahun 1922.Sebelum
Volcanologische Onderzoek terbentuk, Escher sempat melakukan
observasi terhadap gunungapi akitif.Escher membuat peta dari kawah
gunungapi, dan mengambil fumarol darisana.Beliau kemudian menyarankan
pemerintah kolonial agar membuat badan yang bergerak dalam bidang
penelitian volkanologi. Selain ketiga tokoh yang disebutkan diatas,
masih ada beberapa Volkanolog berpengaruh di Hindia Belanda,seperti
Reinout Willem Van Bemmelen ( lahir di Batavia ), dan Maur Neumann
Van Padang ( lahir di Padang ). Volcanologische Onderzoek berhasil
membuat 150 fieldtrip tentang volkanologi, mempelajari 41 gunungapi
aktif, dan menerbitkan 34 makalah.Selain itu, selama kurun waktu 21
tahun, Volcanologische Onderzoek telah membangun beberapa pos
pemantauan gunungapi aktif di Jawa, seperti di Ijen, Anak Krakatau,
Tangkuban Parahu, Papandayan, Merapi, Semeru, dan Kelud.
Volcanologische Onderzoek juga menempatkan seismograf di Merapi,
Papandayan, dan Kelud.Salah satu tujuan pemerintah Kolonial membuat
badan pengawas gunungapi, dan membangun pemantauan di beberapa lokasi
adalah untuk membuat pemerintah lebih mudah dalam mengambil keputusan
terkait peringatan erupsi, dan mitigasi bencana.
Pada tempo pendudukan Jepang ( 1942 – 1945 ), pengawasan gunungapi
ditangani oleh Kazan Chosabu, yang diketuai oleh Perwira Angkatan
Darat ( Rikugun ) berpangkat Kolonel.Kazan Chosabu berada dalam
naungan Sangyobu Chisitsu Chosajo sebagai pengganti Dienst van Het
Mijnwezen, juga berkantor di Bandung.Ada kisah menarik ketika Kepala
Volcanologische Onderzoek , R.W. Van Bemmelen pada Juli 1941 sampai
Maret 1942 ketika Jepang mengambil alih seluruh aset Pemerintahan
Hindia Belanda.Sebagaimana Warga Belanda lainnya, Van Bemmelen pun
masuk interniran Jepang, akan tetapi karena kemampuan analisa, dan
pengalamannya, beliau sempat diminta tiga kali mengamat Merapi ( Juli
1942, April 1943, dan yang terlama pada Juni 1943 ketika kondisi
Merapi dianggap mengkhawatirkan oleh Kolonel Wada, Kepala Kazan
Chosabu ).Dari hasil pengamatan 7 Juli 1942, Van Bemmelen menghasilkan
lukisan yang menggambarkan situasi Merapi, dan lereng bagian atas
yang terbagi menjadi :
- Merapi Tua
- Muka Patahan Kukusan
- Merapi Muda
Semuanya dapat dibedakan dengan jelas dari morfologi, dan
vegetasinya.Merapi Tua ditutupi hutan lebat, sedangkan Merapi Muda
tampak gersang.Lukisan ini dibuat di Pos Pengamatan Deles.Lukisan ini
dimuat di salah satu publikasinya seusai Perang Dunia II.
Gambar 1.8 : Pijar-pijar lava membara mengalir dari tubuh Merapi
Sumber : Foto Heru Suparwoko, Geomagz September 2014
Pada Kunjungan April 1943, Van Bemmelen menghasilkan sketsa puncak
Merapi yang digambar dari Pos Pengamatan Babadan pada 15 April
1943.Sketsa ini menggambarkan perkembangan kubah tahun 1943, yang
menerobos kubah tahun 1940.Arah lidah lava tahun 1943 menuju Kali
Blongkeng, berbeda dengan arah tahun 1942 yang menuju Kali
Senowo.Kunjungan – kunjungan ini, melengkapi analisis pertumbuhan
kubah lava Merapi sejak terjadinya erupsi awal pada bulan Juni 1942,
serta hubungannya dengan kenaikkan, dan penurunan temperatur di
Lapangan Solfatara Woro.Sketsa, dan laporan mengenai Merapi ini,
dimuat dalam buku The Geology of Indonesia ( Halaman 206 – 209, Gambar
65, 66, dan 68, Tabel 64, dan 65 ).Pada kunjungan Juni 1943, terjadi
kegiatan awan panas( Nuee Ardente ) Merapi yang dirasa Kolonel Wada
mengkhawatirkan.Tetapi, bagi Van Bemmelen kegiatan itu, sesungguhnya
merupakan fase akhir dari rangkaian erupsi sebelumnya, karena itu
erupsi kali ini tidak akan membesar, sesuai dengan Kaidah
Hartmann.Kaidah Hartmann adalah suatu rumusan pola letusan dalam satu
episode ( awal sampai akhir ).Selain pekerjaan rutin, seperti
menerjemahkan dokumen geologi Berbahasa Belanda ke Bahasa Inggris,
dan mengamat Merapi, pada periode ini diterbitkan juga Laporan periode
1941 yang memuat catatan – catatan tentang erupsi gunungapi sejak
1826, dan daftar gunungapi aktif.Laporan ini semestinya rampung pada
November 1941, tetapi belum sempat diterbitkan ketika Belanda, masih
berkuasa.Laporan 1941 baru dapat diterbitkan setelah diperiksa oleh
Ikibe ( Seorang ahli paleontologi, yang menjadi Kepala Museum Geologi
ketika itu ).Katika Masa Pendudukan Jepang, Van Bemmelen yang semula
bergaji pokok 1000 gulden/bulan, belum lagi ditambah luaran dari honor
menerjemahkan artikel Berbahasa Inggris ke Bahasa Belanda, yang waktu
itu sering diminta oleh Bandoeng Vooruit , sekarang menjadi hanya 3
gulden/bulan.Dapat dibayangkan bagaimana sengsaranya masa itu.
Gambar 1.9 : Reinout Willem Van Bemmelen ( 1904 – 1983 )
Sumber : http://todayinsci.com/V/VanBemmelen_RW/VanBemmelenRW-
Color300px.jpg

Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, pemerintah membentuk Dinas


Gunung Berapi ( DGB ) untuk mengawasi aktivitas gunungapi.Dinas ini
berada dalam naungan Djawatan Pertambangan.Pada tahun 1966 DGB berubah
nama menjadi Urusan Vulkanologi, kemudian pada tahun 1976 diubah
kembali menjadi Sub Direktorat Vulkanologi.Tahun 1978 berdasarkan
Keputusan Menteri Pertambangan dan Eenergi No.734, dibentuk
Direktorat Vulkanologi, dibawah Direktorat Jenderal Pertambangan
Umum, Departemen Pertambangan dan Energi.Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No.1748 tahun 1992, membuat Direktorat
Vulkanologi berada dalam naungan Direktorat Jenderal Geologi dan
Sumberdaya Mineral.Saat ini, urusan terkait pengawasan gunungapi
berada dibawah penanganan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi ( PVMBG ) atas dasar Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya
Mineral No.1915 tahun 2001.
Gambar 1.10 : Logo Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral
Sumber :
http://pag.bgl.esdm.go.id/sites/default/files/images/stories/ESDM.jp
g

Kegiatan gunungapi merupakan proses yang tidak acak, sehingga dapat


diamati dengan metode geokimia, geodesi, dan geofisika yang
tepat.Tinggal bagaimana kita sebagai pribadi yang merdeka
mempelajarinya.

1.3 Bahaya Gunungapi

“Le volcanisme contribue au développement de l’humanité; il ya


un revers à la médaille: les
volcans tuent, provoquent parfois d’effroyables catastrophes
et à l’occassion, perturbent le climat.”
- Patrick Barois, 2004 -
Tabel 1.1 : Beberapa Bencana Gunungapi Terbesar Sepanjang Catatan
Sejarah
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Pertama.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-48
Gambar 1.11 : Sketsa Erupsi Pulau Graham, Mediterania
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Pertama.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-44.
Gambar 1.11 mengilustrasikan erupsi Pulau Graham di Laut Tengah ( 50
Km di utara Pantelleria pada tahun 1831.Erupsi bawah laut, umumnya
diawali dengan fase aktivitas hidrovolkanik eksplosif, yang sering
dinamakan Surtseyan ( dinamakan demikian merujuk pada erupsi Gunungapi
Surtsey di Islandia tahun 1963 ).Erupsi strombolian seperti tampak
pada lukisan, menunjukkan bahwa kawah telah terisolasi dari air
laut.Karena letaknnya yang strategis, pulau baru ( endapan hasil
erupsi ) segera diklaim oleh Inggris, Spanyol, dan Italia.Banyak nama
diusulkan untuk menjadi nama pulau baru ini, antara lain Pulau Graham,
Ferdinanda, Hotham, Corrao, Sciacca, Guilia, dan Nerita.Sayangnya
pulau ini terlalu cepat tererosi oleh gelombang laut.Pada akhir
oktober 1831, pulau ini hampir lenyap, pada awal tahun 1832, pulau
ini lenyap sama sekali.Pulau Graham adalah contoh menggelikan dari
bahaya erupsi gunungapi yang merambat pada konflik kepentingan antar
negara di Laut Tengah, yang akhirnya justru prinsip – prinsip
geologilah yang menjadi penengah.Karena menariknya fenomena ini,
sampai – sampai Geologist kenamaan dari Universitas Cambridge, Charles
Lyell menuliskannya pada magnum opus beliau, Principles of Geology (
1883 ), "...as the island was visible for only about three months,
this is an instance of wanton multiplicity of synonyms which has
scarcely ever been outdone, even in the annals of zoology and
biology."
Gambar 1.12 : Charles Lyell ( 1797 – 1875 )
Sumber :
http://jogginsfossilcliffs.net/cliffs/history/200_230_lyell.jpg

Jika pada contoh diatas bencana gunungapi seolah – olah tampak


menggelikan, tentu tidak demikian dengan keseharian wilayah volkanik
aktif lainnya, apalagi yang memiliki kerapatan penduduk
tinggi.Mengapa demikian? Erupsi gunungapi hampir tidak dapat dicegah,
dan/atau dihentikan, karena berkaitan langsung dengan suatu proses
geodinamika, yang antara lain mengakibatkan naiknya lava ke atas
permukaan bumi( lihat Gambar 1.4 ).Sampai saat ini belum ada alat,
ataupun metoda yang dapat meramalkan kapan/jam berapa gunungapi akan
meletus.Kita hanya melakukan pemantauan terus menerus terhadap
peningkatan kegiatan gunungapi, yang selanjutnya digunakan untuk
meramalkan terjadinya erupsi.
Bahaya erupsi gunungapi dapat berpengaruh secara langsung ( Primer ),
dan tidak langsung ( Sekunder ) yang menjadi bencana bagi kehidupan
manusia.
1.3.1 Bahaya Langsung :
Gambar 1.13 : Lava dari Kawah Kupainaha, di Zona Retakan Timur
Kilauea ini mengubur Persimpangan Jalan di Kalapana Gardens pada
Desember 1986
Sumber : Photograph by J.D. Griggs, USGS
Leleran Lava merupakan cairan lava pekat, dan panas yang dapat merusak
segala infrastruktur yang dilalui.Kecepatan aliran lava bergantung
pada viskositas magmanya, makin rendah, makin jauh jangkauannya
alirannya.Temperatur lava pada saat dierupsikan berkisar antara 800℃
- 1200 ℃.Pada umumnya di Indonesia, leleran lava yang dierupsikan,
berkomposisi magma menengah sehingga pergerakannya cukup lamban,
manusia dapat menghindarkan diri dari leleran lava.

Gambar 1.14 : Contoh Leleran Lava


Sumber : Photograph by J.D. Griggs on 13 November 1985

Aliran Piroklastik dapat terjadi akibat :


- Runtuhan tiang asap erupsi plinian
- Letusan langsung ke satu arah
- Guguran kubah lava, atau lidah lava
- Aliran pada permukaan tanah ( Surge )
Aliran Piroklastik sangat dikontrol oleh gravitasi, dan cenderung
mengalir melalui daerah rendah/lembah.Mobilitas tinggi aliran
piroklastik dipengaruhi oleh pelepasan gas dari magma, dan/atau lava,
dan/atau dari udara yang terpanaskan pada saat mengalir.Kecepatan
aliran dapat mencapai 150 – 250 Km/jam, dan jangkauan aliran dapat
puluhan kilometer walaupun bergerak diatas air/laut.

Gambar 1.15 : Aliran Piroklastik Menyapu Sisi Gunungapi Mayon,


Filipina
Sumber : Photograph by C. Newhall on 15 September 1984
Jatuhan Piroklastik terjadi akibat letusan dengan tiang asap cukup
tinggi, pada saat energinya habis, abu akan menyebar sesuai arah
angin, kemudian jatuh lagi ke permukaan bumi.Hujan abu ini bukan
merupakan bahaya langsung bagi manusia, tetapi endapan abunya akan
merontokkan daun – daun, dan pepohonan kecil, sehingga merusak
pertanian, serta pada ketebalan tertentu dapat meruntuhkan atap
rumah.Sebaran abu di udara dapat menggelapkan bumi, mengubah pola
cuaca (iklim), serta untuk beberapa saat dapat melumpuhkan jalur
penerbangan.

Gambar 1.16 : Pengungsi dengan Latar Belakang Jatuhan Abu Volkanik


di Pos Pengamatan Galunggung, Cikasasah, Agustus 1982
Sumber : USGS photo by J. P. Lockwood

Lahar Letusan terjadi pada gunungapi yang mempunyai danau kawah, atau
sekeliling kawah terdapat salju/es yang dapat meleleh saat
erupsi.Apabila volume air alam kawah cukup besar, akan menjadi ancaman
langsung saat terjadi letusan dengan menumpahkan lumpur panas.
Tsunami Volkanik merupakan kejadian yang langka, tetapi banyak yang
berakhir dengan mematikan.Dalam 250 tahun belakangan, hanya terdapat
90 Tsunami Volkanik, tetapi 25 % diantaranyaberdampak fatal terhadap
kehidupan.Tsunami Volkanik tertua yang sampai sekarang dapat
diketahui, adalah Tsunami Volkanik Gunungapi Santorini di Yunani pada
1638 SM yang menghancurkan peradaban Kreta.Tsunami Volkanik yang
paling mematikan, dan terbesar sepanjang sejarah yang diketahui sampai
saat ini, adalah Erupsi Plinian Krakatau, yang diikuti oleh Tsunami
setinggi 30 - 40 m di Pantai Barat Banten, dan Pantai Selatan Lampung
pada 27 Agustus 1883.Kejadian Krakatau ini merenggut kurang lebih
36000 jiwa.
Terdapat sedikitnya lima hipotesis terkait muasal Tsunami Volkanik di
Krakatau tesebut, antara lain :
- Hipotesis Runtuhan, yang menyangka bahwa Tsunami timbul sesudah
jatuhnya Bomb Volkanik hasil erupsi yang sangat eksplosif (
kebanyakan berupa pumice ), jatuh ke laut, lalu menmbulkan
gelombang tsunami.
- Hipotesis Cekungan ( Yokoyama, 1981 ), erupsi Krakatau telah
menyebabkan terjadinya cekungan di dalam laut. Air laut masuk
mengisi ke dalam kaldera dan kemudian membalik ke luar menjadi
gelombang tsunami.
- Hipotesis Longsoran Gunungapi ke arah tertentu ( Debris Avalanche
), saat meletus, material letusan keluar dari samping tubuh gunung
sehingga menimbulkan longsoran yang menyebabkan tsunami.
- Hipotesis Nuee Ardente masuk kebawah laut, naiknya temperatur air
laut secara tiba-tiba akibat limpahan awan panas ( Nuee Ardente )
ini menyebabkan terjadinya perubahan tekanan sehingga memicu
terjadinya gelombang tsunami.
- Hipotesis Nuee Ardente merambat diatas permukaan laut, rambatan
awan panas inilah yang memicu gelombang tsunami. Pendapat ini
didukung ahli kelautan dan gunung api dari Universitas Rhode
Island, Amerika Serikat, Haraldur Sigurdsson dan Steven Carey.
Hipotesis ini dikuatkan kesaksian Warga Katimbang yang terbakar
awan panas.Awan panas itu merambat di atas air laut, sambil
merambat juga memicu tsunami.
Terdapat 18 gunungapi di Indonesia yang berpotensi menimbulkan tsunami
jika meletus. Dari 18 gunungapi itu, hanya tiga gunungapi yang
memiliki data rinci dan terpantau perkembangannya saat ini. Ketiga
gunungapi itu adalah Anak Krakatau di Selat Sunda, yang menyebabkan
tsunami saat meletus tahun 1883; Tambora di Sumbawa, saat meletus
tahun 1815; dan Banda Api di Laut Banda.
Selain tiga gunung itu, beberapa gunung api yang diduga kuat pernah
menyebabkan tsunami di masa lalu, di antaranya, adalah Rokatinda di
Pulau Flores, yang meletus tahun 1928; Pulau Ruang pada 1889, Pulau
Awu pada 1856 dan 1892, Pulau Gamkonora pada 1673, dan Pulau Gamalama
pada 1871.
Gunungapi Makian di Halmahera, Karangetan di Sangihe, dan Una-Una di
Teluk Tomini juga diduga kuat pernah menyebabkan tsunami. Selain itu,
gunungapi bawah laut di sekitar Pulau Weh juga pernah mengirim tsunami
hingga ke Banda Aceh.
Pengetahuan kita tentang tsunami yang diakibatkan erupsi gunungapi
masih sangat sedikit karena kejadiannya sudah sangat lama dan
sedikitnya catatan. Kebanyakan, pengetahuan itu berasal dari sedimen
tsunami.Sedangkan, materi Volkanostratigrafi saja, masih sedikit
dikuasai oleh Volcanologist Indonesia.

Gambar 1.17 : Lukisan Erupsi Krakatau yang Menimbulkan Tsunami


Volkanik pada 1883
Sumber : http://static.guim.co.uk/sys-
images/Guardian/Pix/pictures/2013/8/23/1377268936391/Krakatoa-
explosion-008.jpg

Gambar 1.18 : Peta Krakatau Pasca Erupsi 1883


Sumber : http://www.drgeorgepc.com/tsu1883KrakatauMapAfter.jpg
Gambar 1.19 : Sketsa Erupsi Krakatau Pada 27 Agustus 1883, yang
Disertai Juga dengan Sebaran Abu Volkanik ke Seluruh Dunia, Sebab
Indonesia Merupakan Zona Konvergensi Inter-Tropis
Sumber : Harsolumakso, Agus.2007.Slide Matakuliah : Geologi Fisik (
GL - 1211 ) Bagian Volkanologi.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-15
Gambar 1.20 : Karakatu Pra, dan Pasca Erupsi 1883
Sumber : Harsolumakso, Agus.2007.Slide Matakuliah : Geologi Fisik (
GL - 1211 ) Bagian Volkanologi.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-14

Gas Volkanik Beracun umumnya muncul pada gunungapi aktif berupa gas
CO, CO2, HCN, H2S, SO2,dll pada konsentrasi di atas ambang,dapat
membunuh.
Gambar 1.21 : KAWAH SIKIDANG, DIENG
Asap putih nampak mengepul dari dalam kawah yang sekelilingnya
diberi pembatas. Beberapa orang pengunjung berusaha mengabadikan
momen tersebut. Itulah Kawah Sikidang di Desa Dieng Kulon, Kecamatan
Batur, Kabupaten Banjarnegara, sebelah timur Dieng, berjarak sekitar
3 km dari pusat kawasan Dataran Tinggi Dieng. Kawah ini sering
dikunjungi wisatawan karena sangat mudah dicapai dan menawarkan
pemandangan alam yang sangat indah. Kawah Sikidang terbentuk pada
periode letusan ketiga Gunung Api Dieng, bersama dengan beberapa
titik letusan dan kubah lava, seperti Kawah Sikunang, Gunung
Pakuwaja, dan Kubah Kunir. Area yang termasuk dalam daerah prospek
panas bumi ini tersusun oleh andesit abu-abu hingga kehitaman yang
termalihkan akibat kontak dengan panas bumi, sehingga warnanya
menjadi putih kekuningan. Konsentrasi gas CO2 di Kawah Sikidang
relatif lebih rendah dibandingkan dengan Kawah Sikendang dan Kawah
Buntu yang sama-sama termasuk wilayah timur Dieng. Di sekitar Kawah
Sikidang dipasang papan peringatan larangan masuk ke kawah jika
cuaca mendung dan hujan. Para pengunjung juga dihimbau untuk
menggunakan masker ketika masuk ke kawah.
Sumber : Teks oleh Priatna, dan Atep Kurnia, Sketsa oleh Ayi
Sacadipura
Geomagz, September 2014

1.3.2 Bahaya Sekunder


Terjadi setelah, atau saat gunungapi aktif

Lahar Hujan terjadi apabila endapan material lepas hasil erupsi


gunungapi yang diendapkan pada puncak, dan lereng terangkut oleh
hujan, dan/atau air permukaan.Aliran lahar ini berupa aliran lumpur
yang sangat pekat ( Debris Flow ), sehingga dapat mengangkut
material berbagai ukuran.Bongkahan batu besar berdiameter 5 m,
dapat mengapung pada aliran lumpur ini.Lahar juga dapat mengubah
topografi sungai yang dilaluinya, dan merusak infrastrukturnya.

Banjir Bandang terjadi akibat longsoran material vulkanik lama pada


lereng gunungapi, karena jenuh air, atau curah hujan cukup
tinggi.Aliran Lumpur disini tidak sepekat lahar, tetapi cukup
membahayakan bagi penduduk yang bekerja di sungai dengan tiba –
tiba terjadi aliran lumpur.

Longsoran Volkanik dapat terjadi akibat :

- Erupsi Gunungapi
- Eksplosi Uap Air
- Alterasi Batuan pada Tubuh Gunungapi, Sehingga Menjadi Rapuh
- Gempa Bumi Berintensitas Kuat
Longsoran volkanik umumnya jarang terjadi di gunungapi, sehingga dalam
Peta Kawasan Rawan Bencana, tidak mencantumkan bahaya longsoran
volkanik.

1.3.3 Penanggulangan Bencana Gunungapi


Penanggulangan bencana erupsi gunungapi menurut Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi ( PVMBG ), terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
persiapan sebelum terjadi letusan, saat terjadi letusan, dan pasca
letusan.
Gambar 1.22 : Pos Pengamatan Gunung Slamet, Jawa Tengah
Sumber :
http://assets.kompas.com/data/photo/2014/02/14/1634075GUNUG780x390.j
pg

Gambar 1.23 : Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi


Sumber : Data Dasar Gunungapi PVMBG

Gambar 1.24 : Ruman Aman Gunungapi


• Kemiringan atap 45° atau lebih curam lagi
• Tiang penopang atap lebih kerap dibantu dengan tiang diagonal
• Dianjurkan atap terbuat dari seng agar tahan panas dari lontaran
batu (pijar)
Sumber : Artikel terbitan VSI-Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral
Sebelum Terjadi Letusan, dilakukan :
- Pemantauan, dan pengamatan kegiatan pada semua gunungapi aktif.
- Pembuatan, dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana, serta Peta
Risiko Bahaya Gunungapi, yang didukung Peta Geologi Gunungapi.
- Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan
gunungapi.
- Melakukan pembimbingan, dan pemberian informasi gunungapi.
- Melakukan penyelidikan, dan penelitian geologi, geofisika, dan
geokimia di gunungapi.
- Melakukan peningkatan sumberdaya manusia, dan pendukungnya seperti
peningkatan sarana, dan prasarananya.
Saat Terjadi Letusan, dilakukan :
- Membentuk tim tanggap darurat
- Meningkatkan pemantauan, dan pengamatan dengan didukung oleh
penambahan peralatan yang lebih memadai.
- Meningkatkan frekuensi pelaporan sesuai kebutuhan.
- Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah sesuai prosedur.

Setelah Terjadi Letusan, dilakukan :


- Menginventarisasi data, mencakup sebaran, dan volume hasil erupsi.
- Mengidentifikasi daerah yang terancam bencana.
- Memberikan saran penanggulangan bahaya.
- Memberikan panataan kawasan jangka panjang, dan jangka pendek.
- Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak.
- Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun.
- Melanjutkan pemantauan rutin.

1.3.4 Skala Kegiatan Gunungapi Aktif

Aktif Normal ( Level I ), Kegiatan gunungapi tidak memperlihatkan


adanya kelainan, berdasarkan pengamatan dari hasil visual, kegempaan,
dan gejala volkanik lainnya.
Waspada ( Level II ), Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan
yang tampak secara visual/hasil pemeriksaan kawah, kegempaan, dan
gejala volkanik lainnya.
Siaga ( Level III ), Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan
visual/pemeriksaan kawah, kegempaan, dan metoda lainnya salin
mendukung.Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti
letusan.
Awas ( Level IV ), Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi
berupa abu/asap.Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan
didikut letusan utama.
1.3.4.1 Gejala Visual Peningkatan Kegiatan Gunungapi di Indonesia
1. Tercium bau gas belerang hingga jarak lebih dari 1 Km dari Kawah.
2. Warna asap kawah berubah, sebelumnya putih menjadi keabu-abuan.
3. Sering terdengar suara gemuruh dari arah kawah hingga radius 1
Km.
4. Mulai terlihat titik api diam di kawah.
5. Terjadi guguran batuan ( lava pijar ) dari arah kawah.
6. Terjadi hujan abu tipis dari kawah.
7. Air danau kawah ( jika ada ) berubah warna menjadi keruh.

Gambar 1.25 : Dam Penanggulangan Lahar Gunung Merapi


Sumber :
http://gunungmerapi.weebly.com/uploads/1/3/5/1/13516430/893347
7_orig.jpg?0

1.4 Gunungapi di Indonesia


Gambar 1.26 : Sketsa Umum Tubuh Gunungapi di Indonesia, Jenis Strato
Sumber : http://www.geocities.com/museumgeologi/kehidupan/jenis.htm

Sungguh ironis melihat sangat sedikitnya jumlah Volkanolog di Indonesia,


Mengapa ? Indonesia merupakan negara dengan jumlah gunungapi terbanyak
di dunia.Terdapat 129 gunungapi aktif, 15 % dari gunungapi aktif di
dunia.Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.2.Dari 129 gunungapi aktif di
Indonesia, 10 – 15 diantaranya dikategorikan sebagai gunungapi kritis,
atau sangat mungkin meletus.Frekuensi letusan gunungapi di Indonesia,
tercatat antara 3 – 5 kali/tahun.Bentuk ancaman dari bencana erupsi
gunungapi akibat aliran lava, lemparan batu, awan panas, gas – gas
beracun, dll adalah korban jiwa, kerusakkan pemukiman, dan kehilangan
harta benda, seperti yang dapat dilihat selengkapnya di Sub – bab 1.3.
Tabel 1.2 : Penyebaran Gunungapi di Dunia
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Pertama.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-52

1.4.1 Klasifikasi Gunungapi di Indonesia


Berdasarkan sejarah erupsinya, gunungapi di Indonesia diklasifikasikan
menjadi:
- Gunungapi Tipe A, yaitu gunungapi yang melakukan kegiatan erupsi
magmatik sesudah tahun 1600.
- Gunungapi Tipe B, yaitu gunungapi yang sejak 1600 tidak menunjukkan
kegiatan erupsi magmatik, tetapi masih memperlihatkan indikasi
kegiatan yang ditandai oleh adanya solfatara ( gas mengandung
belerang ).
- Gunungapi Tipe C, yaitu gunungapi yang pusat erupsinya tidak
diketahui dalam sejarah kegiatannya, tetapi memperlihatkan ciri –
ciri kegiatan masa lampau, yang ditunjukkan oleh lapangan fumarola
( gas – gas gunungapi ).

1.4.2 Penyebaran Gunungapi di Indonesia


Gambar 1.27 : Peta Sebaran Gunungapi aktif di Indonesia Bagian Barat
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Pertama.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-53

Gambar 1.28 : Peta Sebaran Gunungapi Aktif di Indonesia Bagian Timur


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Pertama.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-54

Penyebaran gunugapi di Indonesia.dapat dikelompokkan sebagai berikut :


- Kelompok Sunda, mulai dari Pulau Weh, Sumatera, Jawa, Bali,
Sumbawa, Flores, dan beberapa pulau di sebelah utara, dan timurnya.
- Kelompok Banda, terletak di beberapa pulau di Laut Banda bagian
tengah, dan selatan.
- Kelompok Sulawesi – Sangihe, tersebar mulai dari Teluk Tomini,
Sulawesi Utara, dan bagian utara Kepulauan Sangihe.
- Kelompok Halmahera, tersebar di beberapa pulau di Halmahera bagian
barat, dan utara.
Tabel 1.3 : Penyebaran Gunungapi Aktif di Indonesia
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal
(GL-2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu
Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.6
1.5 Pengantar Metode Pengamatan Gunungapi
Metode Pengamatan Gunungapi dapat dilihat pada Gambar 1.29, dan Gambar
1.30.
Gambar 1.29 : Alat Pengukuran yang Digunakan untuk Mengamati Gunungapi
Sumber : Harsolumakso, Agus.2007.Slide Matakuliah : Geologi Fisik ( GL
- 1211 ) Bagian Volkanisme.Bandung : Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-49

Gambar 1.30 : Kegiatan Pengamatan Gunungapi


Sumber : Harsolumakso, Agus.2007.Slide Matakuliah : Geologi Fisik ( GL
- 1211 ) Bagian Volkanisme.Bandung : Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-50
BAB II : TEKTONIK GUNUNGAPI DAN PEMBENTUKAN MAGMA

2.1 Pengenalan Tektonik Lempeng


2.1.1 Zona Batuan di Bumi
Bumi terdiri dari lapisan yang berkurang densitas ( massa jenis )- nya
dari inti ke kerak.Radius bumi 6370 Km, dengan radius inti 3470 Km, dan
radius selubung 2800 Km, dengan kerak memiliki tebal 5 – 60 Km.Inti Bumi,
terdiri dari Metallic Iron, mengandung sedikit nikel, dengan komposisi
FeS.Selubung terdiri dari batuan ultramafik, kandungan silikon, oksigen,
besi, dan magnesium, dalam keadaan padat ( solid state ), dan tekanan
tinggi ( great confining pressure ).Sementara itu, kerak tersusun atas
metal ringan, berupa aluminum, sodium, kalsium, kalium, dengan silika
dan oksigen melimpah.
Gambar 2.1 : Interior Bumi
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-6
Gambar 2.2 : Zona Utama Interior Bumi
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-3
Secara komposisi, bumi dibagi menjadi inti, selubung, dan
kerak.Beradasarkan sifat fisik, dibagi menjadi lithosfer, asthenosfer,
dan mesosfer.
Gambar 2.3 : Struktur Bumi
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-4

Kerak ( Crust ) adalah bagian luar yang terbagi menjadi kerak benua, dan
kerak samudera. Selubung ( Mantle ) terdiri dari bagian atas, dan bagian
bawah.Inti ( Core ) bagian luar,bersifat cair, sedangkan bagian dalam
bersifat padat.Kerak, dan selubung atas membentuk lithosfer, yang
bersifat brittle , yang terletak diatas astenosfer yang bersifat
plastis.Dibawah astenosfer adalah selubung bagian bawah yang bersifat
padat, yang terletak diatas inti luar.Lithosfer terdiri dari bagian –
bagian yang dapat bergerak, karena adanya energi konveksi dari
astenosfer, serta bersifat rigid , yang dinamakan lempeng ( plate
).Lempeng – lempeng bergerak saling menjauh, menumbuk, dan menggeser,
yang akhirnya membentuk dinamika bumi.Inilah yang dirumuskan secara utuh
dalam Tektonik Lempeng.

2.1.2 Kerak Benua, dan Kerak Samudera


Kerak benua didominasi batuan granitik ( Felsic ), sedangkan kerak
samudera terdiri dari batuan mafik ( Basalt, dan Gabbro ).Kerak benua
lebih tebal daripada kerak samudera.Batas bawah kerak dinamakan Bidang
Moho.Bidang Moho merupakan pertemuan anatara batuan kerak yang mafik,
dengan batuan selubung yang ultramafik.

Gambar 2.4 : Kerak Benua dan Kerak Samudera di Zona Subduksi


Sumber : http://mlhi.org/marsci/Comp4/MarSciPd2/ocean19.gif
2.1.3 Lithosfer dan Asthenosfer
Lithosfer terdiri dari kerak, dan selubung bagian luar.Lithosfer
bersifat rapuh ( Brittle ).Ketebalan lithosfer berkisar anatara 50 – 125
Km ( rata – rata 75 Km ).Asthenosfer ( lapisan lunak selubung bagian
atas )memiliki temperatur tinggi ( 1400 ℃ ), dan dapat mengalir ( strong
flowage ).Dari lithosfer ke asthenosfer temperatur berangsur
meningkat.Lithosfer yang rigid, dan brittle dapat bergerak diatas
asthenosfer yang lunak, dan plastis, seperti dapat dilihat pada Gambar
2.5.
Gambar 2.5 : Shearing Motion pada batuan lunak di asthenosfer,
bergerak menyerupai bergesernya tumpukkan kartu.Bayangkan kartu di
bagian atas dilekatkan sehingga bergerak seperti lempeng, yang
menggambarkan lithosfer
Sumber : http://www.erictwelker.com/HotspotsFig3_550.gif
2.1.4 Lithosfer Benua dan Lithosfer Samudera
Dasar benua adalah lapisan tebal dari lithosfer benua.Lithosfer benua
mengandung kerak benua, sehingga lebih ringan dari lithosfer
samudera.Dasar samudera adalah lapisan tipis lithosfer benua.
2.1.5 Lempeng Lithosfer
Lithosfer bersifat rapuh ( Brittle ), dan cenderung pecah menjadi
beberapa bagian.Lithosfer cenderung tipis pada area yang luas ( pada
lantai samudera ), dan relatif tebal pada daerah lain ( khususnya pada
benua ).Lithosfer yang tipis mudah pecah.Pecahnya lithosfer membentuk
beberapa lempeng lithosfer ( Lithospheric Plate ).Tiap lempeng lithosfer
dapat bergerak karena adanya energi konveksi dari asthenosfer.
2.1.6 Tektonik Lempeng dan Batas Lempeng
Tektonik lempeng adalah teori tentang lempeng lithosfer, dan interaksi
batasnya.Istilah aktivitas tektonik mengacu pada segala bentuk pecah,
dan melipatnya ( bending ) batuan pada lithosfer.
Lithosfer samudera bergerak menuju lithosfer benua, karena lithosfer
benua laebih ringan daripada lithosfer samudera, sehingga lithosfer
samudera menujam dibawah lithosfer benua.Lithosfer samudera terpanaskan
oleh astenosfer, sehingga melunak, dan mencair menjadi magma, yang
kemudian magma tersebut dapat bergerak ke atas ( ke lithosfer benua )
membentuk gunungapi.Palung samudera ( oceanic trench ) adalah batas
menujamnya lempeng samudera.Lithosfer samudera mengalami akresi (
accretion ).Terdapat tiga jenis utama batas lempeng aktf :
- Batas Divergen adalah batas dua lithosfer samudera bergerak
terpisah, dan lithosfer samudera baru oleh magma.
- Batas Konvergen adalsh batas lithosfer dikonsumsi dibawah selubung,
terjadi zona subduksi.
- Batas Transform adalah batas lempeng saling bergerak menyamping
sepanjang sesar transcurrent/sesar transform.

Gambar 2.6 : Interaksi Antar Lempeng 1, A : Divergen, B: Transform


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-10
Gambar 2.7 : Interaksi Antar Lempeng 2, C : Konvergen ( Subduksi ), D:
Konvergen ( Kolisi)
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-10
2.1.7 Sistem Lempeng Lithosfer Global
Gambar 2.8 : Peta Dunia Lempeng Lithosfer Utama
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-14

Sistem lempeng lithosfer, terdiri dari 12 lempeng utama, yaitu :


- Lempeng Pasifik ( Hampir seluruhnya lithosfer samudera )
- Lempeng Amerika ( Dominasi lithosfer benua )
- Lempeng Eurasia ( Dominasi lithosfer benua )
- Lempeng Afrika ( Lithosfer benua )
- Lempeng Australia ( Lithosfer samudera, dan benua )
- Lempeng Antartika
- Lempeng Cocos
- Lempeng Filipina
- Lempeng Arab
- Lempeng Karibia
- Lempeng Juan de Fuca

2.1.8 Siklus Wilson : Tahap Pembentukan, dan Penutupan Cekungan Samudera


Gambar 2.9 : John Tuzo Wilson ( 1908 – 1993 )
Sumber :
http://www.ldeo.columbia.edu/vetlesen/images/recipients/wilson_bio.gif

Menurut deskripsi buku Physics and Geology 2nd Edition, bab 15 : The Life
Cycle of Ocean Basin, halaman 387 – 470, yang dikarang oleh J.A.Jacobs,
R.D. Russell, dan J.T. Wilson pada tahun 1974, Siklus Wilson
menggambarkan siklus tektonik.Siklus permulaan, dan akhir dari suatu
cekungan samudera, dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.10 : Siklus Wilson
Sumber :
http://www.earth.northwestern.edu/people/seth/202/new_2004/seth_images
/5_6_01.jpg

Berikut adalah penjelasan dari Gambar 2.9 :


1. Tahap 1 : Continental rifting dimulai, membentuk rift valley yang
merupakan embrio samudera.
2. Tahap 2 : Tahap awal pembentukan samudera, terbentuk teluk sempit.
3. Tahap 3 : Tahap akhir pembentukan samudera, samudera luas dengan
passive continental margin di kedua sisi.
4. Tahap 4 : Penutupan Samudera dimulai dengan pembentukkan batas
subduksi baru pada lempeng samudera.
5. Tahap 5 : Terbentuk busur kepulauan gunungapi di dekat batas
subduksi.
6. Tahap 6 : Tumbukkan busur kepulauan .Batas subduksi baru di dekat
batas benua mengakibatkan busur kepulauan gunungapi bertumbukkan
dengan benua.
7. Tahap 7 : Tumbukkan benua menghasilkan orogen diatas sutura,
mengakhiri siklus.
2.1.8.1 Pecahnya Benua ( Continental Rupture ), dan Terbentuknya
Cekungan Samudera Baru ( New Ocean Basin )

Gambar 2.11 : East African Rift Valley System


Sumber : http://theflyschdeposit.files.wordpress.com/2010/12/africa-
rift.png

Tahapan pecahnya benua, dan terbentuknya cekungan samudera baru, dapat


dituliskan sebagai berikut :
1. Kerak terdongkrak ( Uplifted ), dan meregang, menyebabkan kerak
terpecah menjadi beberapa blok, dan miring pada jalur sesar.
2. Terbentuk samudera sempit didasari oleh kerak samudera.
3. Samudera melebar, sementara batas benua menurun, dan mendapatkan
sedimen dari benua.
2.1.8.2 Batas Pasif, dan Sedimen ( Passive Margin and Their Sediment
Wedges )
Lithosfer samudera bergerak semaikn jauh dari pusat pemekaran,
sehingga menjadi semakin dingin.Pendinginan disertai dengan
meningkatnya densitas batuan, sehingga samudera menjadi semakin
dalam.Sedimen dari benua, tersedimentasi ke laut.Pada batas kontinen
terbentuk sediment wedge.Tepi luar paparan, terdapat lereng benua
curam.Arus Turbidit membawa sedimen hingga ke dasar samudera, dimana
terakumulasikan tipe kedua sediment wedge.Jenis batas kontinen ini
dinamakan batas kontinen pasif ( passive margin ).
2.1.8.3 Perkembangan Busur Kepulauan Gunungapi ( The Development of
Volcanic Island Arc )
Perkembangan busur kepulauan gunungapi, merupakan permulaan penutupan
cekungan samudera.Harus terdapat minimal satu zona subduksi, sehingga
lithosfer samudera dapat menujam di palung.Kepulauan gunungapi
terbentuk didekat palung.Terjadi litosfer lempeng dibawah lempeng
benua ( Underplating ).Magma berakresi ke tepi lempeng.Terjadi
akumulasi sedimen di palung.Terjadi perkembangan prisma akresi (
accretionary wedge ) berupa deformasi sedimen benua, dan sedimen laut
dalam.Sedimen ini berubah menjadi batuan metamorf.

Gambar 2.12 : Skema Island Arc


Sumber : http://www.daviddarling.info/images2/island_arc.jpg
Gambar 2.13 : Skema Continental Arc
Sumber : http://www.le.ac.uk/geology/art/gl209/lecture2/image26.gif

2.1.8.4 Tumbukkan Benua – Busur Kepulauan ( Arc Continent Collision


)
Kepulauan gunungapi, bersama dengan batas pasif ( passive margin ),
menghasilkan tumbukkan kontinen dengan busur kepulauan, dan
menghasilkan pegunungan ( orogen ).Pada zona benua ( inland
zone/foreland ) terdapat foreland thrust, terdir dari beberapa sesar
naik.Kerak benua yang baru merupakan sumbu gunung api
terdahulu.Sedimen yang terendapkan di dasar kerak samudera membentuk
paparan benua.
2.1.8.5 Tumbukkan Benua – Benua ( Continent – Continent Collision )

Gambar 2.14 : Skema Kolisi Pegunungan Himalaya


Sumber : http://cosscience1.pbworks.com/f/1248192706/Module10-
014.gif

Merupakan tahap akhir dari penutupan samudera.Diawali dari dua massa


benua menumbuk,dan melenyapkan lithosfer samudera, diakhiri dengan
menghasilkan struktur ikatan permanen yang disebut batas sutura (
Continental Suture ).Tahapan ini dapat terjadi tanpa didahului
tumbukkan sumbu gunungapi dengan benua.Yang dibutuhkan adalah adanya
batas subduksi yang berada dekat dengan salah satu batas benua pasif
( passive continental margin ).Proses mendekatnya dua kontinen membawa
serta sediment wedge ke pegunungan dengan prisma akresi.Contoh
tumbukkan benua – benua adalah Pegunungan Himalaya.
2.1.9 Umur Relatif Benua, dan Cekungan Samudera
Lithosfer samudera yang baru terbentuk secara menerus dikonsumsi ke batas
lempeng konvergen.Maka dari itu, umur lithosfer samudera tidak dapat
lebih tua.Namun, lithosfer benua benua dapat berumur lebih tua dari
lithosfer samudera karena ketebalannya, sehingga massa lithosfer benua
yang lebih ringan menyebabkan tidak mudah menujam.Sekali tumbukkan
antara benua – benua terbentuk, lithosfer benua bertambah luas.Umumnya
umur lithosfer benua antara 1 – 2,5 Milyar tahun, sedangkan lithosfer
samudera tidak lebih tua dari 230 juta tahun.
2.1.10 Benua dan Pemisahannya
Benua memiliki rekaman sejarah geologi yang panjang.Ditemukan bukti dua
dekade silam yang mendukung hipotesa, bahwa suatu saat semua benua pernah
bergabung menjadi satu, yang dinamakan Superkontinen ( Pangaea) yang
dikelilingi satu samudera ( Panthalassa ).Selanjutnya, superkontinen
menjadi tidak stabil,karena terdapat pemanasan dibawahnya, yang
mengakibatkan pemekaran benua ( Continental Rifting ).
Gambar 2.15 : Rekonstruksi Benua dari Perm hingga Holosen, Menurut
Teori Tektonik Lempeng
Sumber : http://www.yecheadquarters.org/wp-
content/uploads/2011/06/pangea-continental-drift.jpg

Gambar 2.16 : Diagram Siklus Superkontinen


Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
uDYrxtW2mVg/UnKQvkqKo5I/AAAAAAAAH2Y/y5zUpVWXiZY/s1600/1-s2.0-
S1342937X13000506-fx1.jpg

2.1.10 Sejarah Tektonik Lempeng

Gambar 2.17 : Alfred Wegener ( 1880 – 1930 )


Sumber :
http://academic.emporia.edu/aberjame/histgeol/wegener/wegener_portrait
2.jpg

Lebih dari beberapa abad silam, beberapa pengamat peta bumi memperhatikan
adanya kemiripan bentuk garis pantai timur Amerika Selatan, dan Afrika
Barat ( dengan bentuk konveks Pantai Timur Brasil yang besar, begitu
mirip dengan bentuk konkaf antara Nigeria, dan Angola ).Diantaranya
adalah Sir Francis Bacon, yang menulis tentang kesesuaian tersebut pada
1620 ; Paleontologist Perancis, Comte de Buffon penulis buku besar
Natural History setebal 36 jilid, juga berspekulasi tentang alasan
kemiripan tersebut pada 1778 ; dan pada 1855 seorang Katastrofis ternama,
Antonio Snider – Pellegrini malah mengemukakan bahwa sebuah
superkontinen pernah ada, dan kemudian pecah, pecahan – pecahannyalah
yang membentuk benua – benua saat ini.Eduard Suess pada 1885 mengemukakan
adanya benua bernama Gondwana ( tetapi samudera menurut beliautercipta
akibat pecahan – pecahan tersebut tenggelam, dan karam, bukan karena
merayap, dan terapung – apung ).Pada 1910, seorang Geologist Amerika
Serikat, Frank Taylor menulis tentang kemungkinan benua – benua bergerak
perlahan menuju khatulistiwa ( Taylor’s Creeping Crustal Sheets
).Tetapi, hanya segelintir dari nama – nama diatas yang dikenang karena
dalam bidang geologi tektonik, menujukkan bahwa publik geologi abad ke
– 17, sampai dengan awal abad ke – 20 masih enggan menerima teori tentang
bumi yang dinamik, ketika itu teori fixist dianggap sebagai keniscayaan.
Hal ini cukup wajar karena perkembangan di bidang ilmu lain, seperti
kosmologi abad itu masih menganut teori fixist tentang alam semesta yang
tak hingga, yang dikemukakan oleh Isaac Newton.Dalam salah satu suratnya
kepada Richard Bentley, Newton menjawab pertanyaan berkaitan dengan
implikasi teori gravitasi – nya, yang diterapkan pada setiap bintang di
alam semesta, bahwa bintang – bintang akan tarik menarik satu sama lain,
sampai bintang – bintang bertabrakan di satu titik, akankah bintang tetap
diam, ataukah bintang akan bergerak ? Newton menjawab, bahwa bintang –
bintang tidak bertabrakkan adalah mungkin, sebab kita hidup dalam model
alam semesta yang statis, tetapi berada dalam ruang yang tak hingga,
sehingga tidak ada titik pusat dimana semua bintang akan
bertabrakkan.Argumen ini memiliki banyak kelemahan, karena dalam alam
semesta yang tak hingga, setiap titik dapat dianggap sebagai pusat,
karena di tiap titik, ada bintang yang berjumlah tak hingga di setiap
sisinya.Pendekatan yang benar, adalah mempertimbangkan situasi
terhingga, dimana semua bintang saling betemu, dan bertabrakan, lalu apa
yang terjadi jika ditambahkan bintang – bintang lain di luar sistem
tersebut ? Menurut Kosmologi Newtonian, bintang – bintang tambahan tidak
akan menimbulkan perubahan pada sistem bintang awalnya, sehingga bintang
– bintang pada sistem tetap saling bertabrakkan, dan bintang – bintang
tambahan juga saling bertabrakkan, sebuah paradoks, bukan? Bahkan model
Kosmologi Newtonian ini menyalahi aturan gravitasi newton sendiri.Ada
lagi keberatan dari Heinrich Olbers seorang filsuf dari Jerman, yang
mengatakan bahwa jika bintang – bintang jumlahnya tak hingga, dan setiap
titik adalah pusat semesta, semestinya langit malam bakal terang
benderang, kenyataannya tidak.Meskipun mempunyai banyak kelemahan, model
kosmologi statis tak hingga Newtonian tetap bertahan, sampai Edwin Hubble
pada 1924 melihat, bahwa galaksi – galaksi yang jauh, bergerak menjauhi
kita, yang menjadi dasar dari model kosmologi alam semesta yang
mengembang.Kecenderungan Aristotelian, yang menyatakan bahwa dunia,
sudah ada, dan akan selamanya ada masih mendominasi secara etis pemikiran
awal abad ke – 20, seolah – olah para ilmuwan, dan filsuf moderen (
sebelum ditutup oleh Friedrich Nietzsche ) nyaman dengan kebenaran yang
abadi, yang di – Tuhan – kan, kemudian dipaksa kelogisannya ( Onto –
Theo – Logis ).
Ketika itu, teori fixist , atau dapat disebut sebagai geo - ‘statika‘ (
karena kini tektonik lempeng masuk kedalam studi geodinamika ) yang
berkembang pesat, dan diterima di kalangan Geologist dunia adalah teori
geosinklin.
Gambar 2.18 : James Hall ( 1811 – 1898 )
Sumber :
http://gallery.usgs.gov/images/07_22_2009/kOf6JVu22C_07_22_2009/medium
/575004-James_Hall.jpg

Konsep geosinklin pertama kali berkembang pada pertengahan abad ke 18


saat Geologist Amerika, James Hall, dan James Dwight Dana menaruh
perhatian besar terhadap Pegunungan Appalachian. Teorinya pertama kali
digunakan untuk menjelaskan cekungan yang terus terisi sambil terus
mendalam yang pada akhirnya diperkirakan akan menghasilkan kontraksi
pada kerak yang diakibatkan oleh pendinginan dan kontraksi dari bumi.
Meskipun sering diterjemahkan sedikit berbeda oleh beberapa peneliti
tapi secara umum teori ini adalah cekungan yang terus menerus mendalam
sepanjang batas benua yang kemudian terdefomasi menjadi bagian dari
pegunungan. Beberapa fase yang penting dari geosinklin, tektogenik dan
orogenesa diantaranya adalah pengakumulasian sedimen pada palung
subduksi yang hadir bersamaan dengan endapan marginal atau hasil
erupsisubmarine dari lava basa dan ultra basa termasuk ofiolit;
terdapatnya lipatan, sesar anjakan dan separasi pada batuan di
geosinklin; pengangkatan dan penggantian sedimentasi pada daerah palung
marginal pada pelebaran zona geosinklin, metamorfisme regional dam
penggantian oleh batolit; pengangkatan epirogenik dengan erupsi volkanik
dari basalt, andesit, dan riolit serta intrusi plutonik yang ko –
magmatis, dan peneplasi.
Gambar 2.19 : James Dwight Dana ( 1813 – 1895 )
Sumber : http://www.sil.si.edu/digitalcollections/hst/scientific-
identity/thumbnails/TNSIL14-D1-06.jpg
Teori ini kemudian berkembang pesat pada akhir abad 19 dan awal abad 20
dan dipergunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena cekungan
pembentukan pegunungan sebelum digantikan oleh teori tektonik lempeng
pada medio tahun 1960 -an.Perbedaan pandangan yang terjadi diantara
pengemuka geosinklin dari Amerika dan Eropa terjadi dalam perkembangan
teori geosinklin, hal ini terjadi Karena kedua kelompok geologist
tersebut menggunakan dua pegunungan yang
berbeda satu sama lain.Geologist Amerika menggunakan analog dari
Pegunungan Appalachia sementara geologist Eropa menggunakan Pegunungan
Alpen sebagai contoh.
Konsep tersebut menyatakan bahwa geosinklin terbentuk memanjang atau
seperti cekungan dalam skala ribuan meter, yang terus menurun akibat
dari akumulasi batuan sedimen dan volkanik.Sedangkan geosinklin adalah
suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi selama beberapa
waktu sehingga terendapkan secara ekstrim sedimen yang tebal. Proses
pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar cekungan.
Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses
orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini
endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami
metamorfosa. Terdeformasinya batuan di dalamnya dapat dijelaskan sebagai
akibat dari menyempitnya cekungan, sehingga batuan di dalamnya terlipat
dan tersesarkan. Pergerakan ini terjadi akibat adanya gaya penyeimbang
atau isostasi. Kelemahan dari teori yakni tidak bisanya menjelaskan
asal-usul vulkanik. Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya
yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertikal. Artinya, semua deformasi
yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan
bidang yang terdeformasi.
Gambar 2.20 : Konsep Geosinklin
Sumber : http://www.uwgb.edu/dutchs/Graphics-Geol/platetec/geosyn0.gif
Teori geosinklin menyatakan bahwa suatu daerah sempit pada kerak bumi
mengalami depresi selama beberapawaktu sehingga terendapkan secara
ekstrim sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini
menyebabkan subsidence(penurunan) pada dasar cekungan. Endapan sedimen
yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa yang
membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang
telah terbentuk akan mengalami metamorfosa.
Batuan yang terdeformasididalamnya dijelaskan sebagai akibat
menyempitnya cekungan karena terus menurunnya cekungan, sehingga batuan
terlipat dan tersesarkan.Pergerakan yang terjadi adalah pergerakan
vertikal akibat gaya isostasi. Teori ini mempunyai kelemahan tidak mampu
menjelaskan asal-usul aktivitas volkanik dengan baik dan logis.
Keteraturan aktivitas volkanik sangatlah tidak bisa dijelaskan dengan
teori geosinklin. Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya
yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertikal. Artinya, semua deformasi
yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan
bidang yang terdeformasi.
Gambar 2.21 : Pegunungan Appalachia, Amerika Serikat
Sumber :
http://static.tumblr.com/utalvtg/q1Xleuim6/appalachian_trail2.jpg

Konsep geosinklin oleh Geologist Amerika


 Di suatu ketebalan sedimen, sedimen yang ditemukan pada zona laut
dangkal akan mencirikan terdapatnya suatu cekungan (geosinklin).
 Pengendapan supply sedimen pada geantiklin (sebelah geosinklin)
mengikuti rata-rata jumlah sedimentasi yang terendapkan pada
cekungan tersebut.
 Geosinklin berada pada daerah marginal sampai dengan continent
Konsep geosinklin oleh Geologist Eropa

 Menjelaskan terjadinya sedimen pada zona laut dalam dan


menyimpulkan bahwa geosinklin merupakan daerah yang dalam, berupa
cekungan yang relatif memanjang.
 Sulit terjadi kesetimbangan pada sistem pengendapan di geosinklin,
dan sejarah serta durasi dari geosinklin bergantung pada rata-rata
relatif dari penurunan cekungan dan sedimentasi.
 Geosinklin terbentuk pada daerah marginal sampai
dengan continent atau diantara continental masses.

1. Pembagian geosinklin menggunakan elemen tektonik


Krumbein and Sinityzn
Stille 1935- Aubouin
Kay 1951 Sloss 1963; and Peyve
1940 1965
Badgley 1965 1950
Geosynclin
Orthogeosyncl es
Orthogeosycl
ines Orthogeosynclin ine Eu-furrows
es Primary
Eugeosyncline Miogeosyncli geosyncli Mio-
s Eugeosynclines nal ne furrows
Miogeosynclin Miogeosynclines transitional
zone Eu-ridges
es
Mio-ridges
Secondary Back-deep
Epieugeosynclin Postorogenic
geosyncli
e basins Intra-deep
nes
Parageosyncli
Intracratoni Foredeep
nes Intracratonal Residual
c basins
geosynclines geosyncli Intracrato
Marginal nes nic
Exogeosycline
basin furrows
Zeugeosyncline Yoked basin Basins
Autogeosyncline Interior
basin
Taphrogeosyncli
Rift valley
nes
Coastal Trenchs
Paraliageosyncl
geosyncline
ines
Craton
Hochkraton Stable shelf
Craton Platform
Tiefkraton Unstable
shelf

2. Pembagian geosinklin berdasarkan karakteristik batuan


Japan sea
Atlantic type Andean type Island arc type
type
Margin of
Miogeosyc Eugeosync Mountain
Trench Islands Trench restricte
line line s
d basin
Intermedi
Continen Oceani Oceani
Continent Oceanic Intermedi ate,
tal c c
al crust crust ate crust modified
crust crust crust
crust
Abundant A
Abunda
Rare A and E;
nt C; Locally
and B; Locally
Rare abundant
Rare to Abunda common B;
Common C; to B; Rare
Abundant A abundant nt C; C present
Rare D; common C;
and B F; Common if basin
Abundant E E; Abundant
Abundant G floor
Common F and G;
H; oceanic;
to Common I
Common I Tuffs of
rare G
F; Rare G

Karakteristik tipe Batuan:


a. Shallow marine and coastal plain clastic sediments
b. Carbonate sediments
c. Interbedded pelagic sediments, thoelitic lavas, and ultrabasic rocks
d. Thoelitic volcanic turbidites
e. Compositionally mature turbidites
f. Calc-alkaline volcanic rocks and minor instrusions
g. Calc-alkaline volcan
h. Continent-derived
i. Intermediate or acid
Beberapa istilah yang sering dihunakan dalam menjelaskan bagian bagian
dari geosinklin, diantaranya:
 Miogeosinklin adalah geosinklin yang terbentuk sepanjang batas
kontinen pada kerak kontinen dan tersusun atas sedimen dengan
kehadiran batugamping, batupasir dan serpih.
 Eugeosinklin adalah geosinklin yang terbentuk agak jauh dari tepi
kontinen. Hal ini mengakibatkan komposisi batuan di daerah ini
terdiri dari batuan dengan ukuran butir lebih halus atau endapan-
endapan laut dalam. Endapan-endapan di lingkungan eugeosinklin akan
mendapa pengaruh yang besar dari deformasi, metamorfosa dan
terintrusi oleh pluton batuan beku; terkadang juga mengandung
sediment mélange dan terkadang mengandung material eksotis dari
flysch.
 Orthogeosinklin sabuk geosinklin yang terletak diantara kontinen
dan samudera dan memiliki sabuk volcanik internal
 Zeugogeosinklin adalah geosinklin yang berada di kraton atau daerah
yang stabil yang juga merupakan daerah yang sudah terangkat
 Parageosinklin adalah cekungan geosinklin yang terbentuk
berbarengan dengan terbentuknya pegunungan geosinklin yang teletak
di tengah kraton.
 Exogeosinklin adalah parageosinklin yang terletak sepanjang batas
kraton dan mendapatkan suplai sedimen dari orthogeosinklin di luar
kraton; dikenal juga dengan nama geosinklin delta,foredeep
atau cekungan transverse.
Baik, kembali pada topik awal, perkembangan tektonik lempeng yang
stagnan, bertahan sampai pada tahun 1912, ketika seorang Meteorologist
Jerman, Alfred Wegener melontarkan konsep Pengapungan Benua (
Continental Drift, pada awalnya beliau menuliskan sebagai die
Verschiebung der Kontinente, yang secara harafiah berarti pergeseran
benua, tetapi lebih dikenal sebagai Continental Drift , karena dalam
terbitan berbahasa Inggris tahun 1925, memuat terjemahan salah kaprah
tersebut ) dalam monografi Die Entstehung der Kontinente und Ozeane (
Asal Usul Benua – Benua , dan Samudera – Samudera ).Hipotesa utamanya
adalah adanya sebuah superkontinen, yang dinamakan Pangaea ( semua
daratan ), yang dikelilingi Panthalassa ( semua lautan ).Hipotesa ini
selanjutnya mengatakan, bahwa sekitar 200 juta tahun yang lalu
superkontinen pecah menjadi benua – benua yang lebih kecil, dan bergerak
ketempatnya, seperti yang dijumpai sekarang ini.Wegener menghubungi Hans
Cloos, Geologist Jerman yang terkenal dengan publikasi – publikasinya
tentang pembentukan patahan bumi, dan deformasi – deformasi granit sampai
jauh dibawah permukaan bumi untuk membantunya dengan fakta – fakta, dan
konsep – konsep geologi yang tidak beliau miliki.Akhirnya terkumpulah
dukungan dari bukti – bukti dari geologi struktur, paleontologi,
paleoklimatologi, dan biogeografi yang membantunya menjelaskan Teori
Pengapungan Benua.
Segera, sesudah penerbitan bukunya, Alfred Wegener sang generalis dalam
sains ini menggemparkan dunia ahli geologi.Spesialis geologi yang telah
menekuni bidang ini bertahun – tahun merasa Teori Pengapungan Benua tidak
lebih dari omong kosong belaka, bahkan Thomas Chamberlin, seorang ahli
geologi terkemuka saat itu mengatakan, ”Jika kita mempercayai hipotesa
ini, maka apa yang dipelajari dalam 70 tahun belakangan adalah sia –
sia, dan kita harus mulai dari nol lagi.”, pada simposium American
Association of Petroleum Geologists di New York.Harold Jeffreys juga
mengatakan, bahwa karya Alfred Wegener ini tidak lebih dari Geopuisi
yang berisikan fantasi orang kurang kerjaan.Alfred Wegener dikucilkan,
dan dianggap hanya sebagai ‘lalat’ pengganggu dalam bidang tektonik waktu
itu.Bahkan, meteorologist lulusan Universitas Friedrich Wilhelms (
sekarang Universitas Humboldt di Berlin ) ini tidak mendapatkan gelar
profesor sama sekali dari universitas di Jerman, pun Universitas Grasz,
di Austria yang mau menerimanya untuk menjadi dosen, hanya berkenan
memberikan posisi sebagi pengajar meteorologi, bidang awalnya ( namanya
diabadikan sebagai nama dua halo-arcs , kristal es yang langka, serta
untuk eponim mekanisme penciptaan bentuk titik air hujan ( Proses Wegener
– Bergson – Findeisen ), yang ditemukan berkat bantuan Wegener ).Seolah
– olah beliau dianggap begitu hina oleh para geologist ketika itu, dan
layak dijauhkan dari bidang yang bukan spesialisasinya tersebut.
Suami dari Else Köppen ( Saudara perempuan Wladimir Peter Köppen, ahli
klimatologi yang menjadi orang pertama di dunia, yang mengklasifikasikan
iklim global dengan menggunakan tanaman ( peta tanaman dunia dari de
Candolle ), yang juga merupakan guru Wegener ) meninggal dengan tersenyum
di Greenland ( ekspedisinya yang keempat ) pada November 1930 di usia
yang relatif muda 50 tahun ( diduga karena penyakit jantung ), tanpa
dikenal, dan nyaris tidak dianggap atas penemuannya akan Teori
Pengapungan Benua.Hingga kini, jasadnya hilang entah kemana.
Baru pada dekade 1960 – an, mulai terkumpul berbagai macam data yang
memperliahtkan bahwa bumi ini memang dinamik.Sampai akhirnya purna – lah
Teori Tektonik Lempeng di tangan John Tuzo Wilson dalam Siklus Wilson (
lihat Sub – bab 2.1.8 ).
Bukti bahwa lantai samudera bergerak merupakan suatu dorongan yang
diperlukan bagi kemajuan teori tektonik lempeng.Dua hal yang penting
untuk merumuskan teori tektonik lempeng adalah :
1. Zona dimana kecepatan gelombang seismiknya rendah, pada kedalaman
antara 100, dan 350 Km bersifat sangat lemah, dan seperti
cairan.Zona ini dikenal sebagai asthenosfer, yang sebenarnya sudah
diduga sebelumnya untuk menjelaskan gejala isostasi, akan tetapi
belum terbukti.
2. Lithosfer yang kaku cukup kuat untuk membentuk lempeng – lempeng
koheren yang dapat bergerak kesamping diatas asthenosfer yang
lemah, dan plastis.
Kedua hal tersebut dapat menjawab keberatan akan ide – ide Wegener.
Pergerakan harus ada dengan hambatan dari gesekan sekecil
mungkin.Bagaimanapun juga, lithosfer jauh lebih tebal dari kerak,
sehingga akibatnya, jika lithosfer bergerak, maka kerak akan terbawa
diatasnya.Tidak diragukan lagi, bahwa benua memang bergerak, penciptaan
lempeng – lempeng baru dapat diketahui melalui pemekaran lantai samudera,
serta problematika mengenai luas bumi yang akan bertambah teratasi
dengan ditemukannya Zona Benioff.Zona – zona miring ini merupakan pusat
gempa dalam ( foci ), yang merupakan tempat – tempat dimana lithosfer
samudera lama yang dingin, tenggelam kembali kedalam
asthenosfer.Penghancuran lithosfer samudera lama, dan pembentukan
lithosfer samudera baru menjawab segala sanggahan tentang tektonik
lempeng yang gagasan awalnya diajukan oleh Wegener, seolah memberi makna
pada senyum kematian Sang Meteorologist.

2.2 Kedudukan Tektonik Lempeng Gunungapi

Gambar 2.22 : Gunungapi Aktif yang Mengikuti Pola Batas Lempeng


Lithosfer
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-15
Terdapat sekitar 500 – 600 gunungapi aktif yang ada di dunia, dengan
distribusi yang tidak acak, tetapi menunjukkan suatu keteraturan yang
mengikuti pola batas lempeng lithosfer.Batas lempeng lithosfer yang
terbentuk tidak hanya bersifat kompresi, tetapi dapat juga bersifat
ekstensi ,maupun transform.Perbedaan ini menyebabkan perbedaan sistem
didalamnya, hubungannya ditunjukkan oleh Gambar 2.23.

Gambar 2.23 : Hubungan Sistem Gunungapi dengan Kedudukan Tektoniknya


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-18
Aktivitas volkanik menurut tektonik lempeng menurut Cas, dan Wright (
1988 ) dapat dibagi menjadi :
- Volkanisme Mid – Ocean Spreading Ridge, contohnya di pematang
tengah Samudera Atlantik.
Gambar 2.24 : Skema Mid – Ocean Spreading Ridge
Sumber :
http://www.geology.sdsu.edu/how_volcanoes_work/Images/Diagrams/mo
r.gif

Gambar 2.25 : Mid – Ocean Spreading Ridge di Pematang Atlantik


Sumber :
http://static.bbc.co.uk/earthscience/images/ic/640x360/surface_an
d_interior/mid_ocean_ridge.jpg

- Volkanisme interarc basin spreading, contohnya di Tinggian Lau –


Havre, dan Tinggian Mariana.
Gambar 2.26 : Tinggian Lau – Havre dalam Peta
Sumber : http://review.nsf-
margins.org/Figures/JPGIllustrations/SubFac13.gif

- Volkanisme ocean intraplate , misalnya volkanisme pada Hawaiian


Chain.

Gambar 2.27 : Rantai Gunungapi Hawaii


Sumber :
http://volcano.oregonstate.edu/oldroot/education/vwlessons/hot_sp
ot_pics/Matt's_Island_Diagram.gif
- Volkanisme intraplate continent, misalnya volkanisme kenozoik
Australia Timur.

Gambar 2.28 : Hotspot di Australia Timur, berumur Kenozoikum,


ditandai dengan Warna Merah
Sumber : http://www.mantleplumes.org/images2/BryanFig3_550.gif

- Volkanisme continental rift, misalnya pada zona rifting, Afrika


Timur.

Gambar 2.29 : Rifting di Afrika Timur ditampilkan dalam Peta


Sumber :
http://blogs.ei.columbia.edu/files/2010/02/east_africa_map-
300x294.jpg
- Volkanisme young island, berasosiasi dengan zona subduksi palung,
contohnya Mariana, dan Tonga Kermadec

Gambar 2.30 : Tonga Kermadec


Sumber :
http://www.nature.com/ncomms/journal/v4/n4/images/ncomms2702-f1.jpg

- Volkanisme microcontinental arc , berasosiasi dengan zona subduksi


palung.Contohnya Jepang, Selandia Baru, Indonesia.
Gambar 2.31 : Volkanisme di Indonesia
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Pertama.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-51
- Volkanisme continental margin, seperti Andes, dan Pegunungan
Cascades
Gambar 2.32 : Pegunungan Cascades
Sumber :
http://volcano.oregonstate.edu/oldroot/education/vwlessons/hot_sp
ot_pics/Matt's_Island_Diagram.gif
2.3 Magma
“ Basalt, der schwarze Teufelsmohr,
Aus tiefster Hölle bricht hervor,
Zerspaltet Fels, Gestein und Erden,
Omega muß zum Alpha werden.
Und so wäre denn die liebe Welt
Geognostisch auf den Kopf gestellt.”
- Goethe, 1827 -
Magma merupakan lelehan material batuan ( seperti pasta ), yang sangat
panas.Magma terbentuk di bawah kerak bumi, atau bagian atas selubung,
pada kedalaman sekitar 200 Km.Magma merupakan campuran kompleks dalam
bentuk padat, cair, dan gas.Komposisi magma terutama terdiri dari
campuran sistem silikat yang kompleks, air, dan material lain berbentuk
gas – gas dalam larutan.
Unsur – unsur utama magma adalah Silikon, Oksigen, Aluminum, Kalsium,
Natrium, Kalium, Besi, dan Magnesium.
Dari hasil analisa kimia batuan beku, secara umum magma dapat dibedakan,
sebagai :

 Magma Basa ( Basaltic Magma ) : Kandungan SiO2 – nya dibawah 50 %,


bertemperatur tinggi anatara 900 ℃ − 1200 ℃, serta viskositasnya
rendah ( sehingga memiliki kemampuan untuk mengalir.Terbentuk oleh
peleburan parsial mantel yang bergerak ke atas sepanjang pemekaran
lantai samudera.Salah satu contoh batuannya adalah basalt.

 Magma Asam ( Rhyolitic Magma ) : kandungan SiO2 – nya antara 60 %,


sampai dengan 70 %, bertemperatur rendah dibawah 800 ℃, dengan
viskositas tinggi.Lebih kental dari magma basa, mobilitasnya
rendah.Terbentuk dari peleburan parsial kerak samudera, dan bagian
bawah kerak benua.Salah satu contoh batuannya adalah riolit.

 Magma Intermedier ( Andesitic Magma ) : Berkadar SiO2 60 %, terletak


diantara basa, dan asam.Salah satu contoh batuannya, adalah
andesit.

2.3.1 Kerangka Tektonik Pembentukan Magma

Gambar 2.33 : Jenis Aktivitas Lempeng, dan Penyebaran Gunungapi


Sumber : Harsolumakso, Agus.2007.Slide Matakuliah : Geologi Fisik ( GL
- 1211 ) Bagian Mineral & Batuan.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-21
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa magma terbentuk dari peleburan
batuan di bawah kerak/selubung bagian atas.Batuan kerak benua, ataupun
kerak samudera berperan penting dalam komposisi magma.Oleh karena
komposisi kerak benua, dan kerak samudera berbeda, maka magma yang
terbentuknya pun berbeda komposisinya.Selain itu, juga bergantung pada
kerangka tektonik dimana magma terbentuk.
Dua jenis magma utama yang terbentuk pada kerangka tektonik adalah :

 Magma Basaltik : Magma basaltik terbentuk oleh lelehan, atau


peleburan parsial selubung yang mendesak ke atas sepanjang pusat
pemekaran, dimana lempeng – lempeng bergerak saling
menjauh.Volkanisme basaltis mendominasi aktivitas magmatis
cekungan samudera.Sebagai contoh, misalkan batuan yang terdiri dari
mineral – mineral piroksen, plagioklas ( berkomposisi antara albit,
dan anorit ), dan olivin.Pada awal peleburan, piroksen, dan
komponen plagioklas keluar, terpisah dari mineral yang tidak
meleleh, maka komposisi batuan yang terbentuk berbeda dengan batuan
residual, atau batuan asal.Proses pembentukan magma berkomposisi
berbeda – beda dengan pelelehan parsial yang tidak sempurna disebut
diferensiasi magma oleh lelehan parsial.

Gambar 2.34 : Pembentukan Magma dengan Proses Penurunan Tekanan


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi
dan Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-11
 Magma Rhyolitik : Terbentuk di daerah subduksi, dimana lempeng –
lempeng yang bergerak saling mendekat, dan bertemu.Disini magma
terbentuk akibat lelehan parsial dari kerak benua bagian bawah,
dan kerak samudera.

Gambar 2.35 : Pembentukan Magma dengan Proses Penambahan Air


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi
dan Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-12
Batuan beku yang merupakan produk langsung dari magma beragam jenisnya,
karena komposisi magma induk – nya berbeda – beda ( basa, asam, atau
intermedier ), selain itu juga karena adanya proses – proses lain sesudah
magma mendingin, yaitu diferensiasi, dan asimilasi magma.
2.3.1.1 Diferensiasi, dan Asimilasi Magma
Gambar 2.36 : Proses Diferensiasi Magma
Sumber :
http://www.gly.fsu.edu/~salters/GLY1000/8Igneous_rocks/Slide21.jp
g

Proses ini terjadi pada saat magma mulai mendingin.Saat magma mulai
mendingin, terjadilah kristal – kristal mineral pada temperatur yang
masih tinggi.Akibat gaya gravitasi, kristal – kristal yang terbentuk
lebih dahulu ini mengendap, demikianlah seterusnya, sehingga terjadilah
pemisahan kristal yang mengakibatkan komposisi magma induknya
berubah.Hasilnya adalah batuan beku lain yang komposisinya
berbeda.Sebagai contoh, mineral olivin yang kemudian terakumulasi
menjadi peridotit.Akibat diferensiasi magma, terkadang dapat memberi
kesan berlapis.
Proses asimilasi magma terjadi bila terdapat material asing dalam tubuh
magma.Ada batuan sekitar magma yang masuk, dan bereaksi dengan magma
induk.Adanya penambahan material asing ini menjadikan komposisi magma
induk berubah.Komposisi barunya, tergantung dari batuan yang bereaksi
dengan magma induk, nantinya batuan beku yang dihasilkan berbeda.
Gambar 2.37 : Proses Asimilasi Magma
Sumber : Harsolumakso, Agus.2007.Slide Matakuliah : Geologi Fisik ( GL
- 1211 ) Bagian Volkanisme.Bandung : Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-7

2.3.2 Batuan Beku


2.3.2.1 Pengantar Tentang Batuan
Batuan adalah kumpulan dari satu atau lebih mineral, yang merupakan
bagian dari kerak bumi.Terdapat tiga jenis batuan yang utama yaitu :
batuan beku (igneous rock), terbentuk dari hasil pendinginan dan
kristalisasi magma didalam bumi, atau dipermukaan bumi ; batuan sedimen
(sedimentary rock), terbentuk dari sedimen hasil rombakan batuan yang
telah ada, oleh akumulasi dari material organik, atau hasil penguapan
dari larutan ; dan batuan metamorfik (metamorphic rock), merupakan hasil
perubahan dalam keadaan padat dari batuan yang telah ada menjadi batuan
yang mempunyai komposisi dan tekstur yang berbeda, sebagai akibat
perubahan panas, tekanan, kegiatan kimiawi atau perpaduan ketiganya.
Semua jenis batuan ini dapat diamati dipermukaan sebagai(singkapan).
Proses pembentukannya juga dapat diamati saat ini. Sebagai contoh,
kegiatan gunung api yang menghasilkan beberapa jenis batuan beku, proses
pelapukan , erosi, transportasi dan pengendapan sedimen yang setelah
melalui proses pembatuan ( lithification ) menjadi beberapa jenis batuan
sedimen.
Kerak bumi ini bersifat dinamik, dan merupakan tempat berlangsungnya
berbagai proses yang mempengaruhi pembentukan ketiga jenis batuan
tersebut. Sepanjang kurun waktu dan akibat dari proses-proses ini, suatu
batuan akan berubah menjadi jenis yang lain. Hubungan ini merupakan dasar
dari jentera (siklus)batuan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.38.

Gambar 2.38 : Jentera Batuan


Sumber : http://www.scienceviews.com/geology/images/rockcycle.jpg

2.3.2.2 Asal Batuan Beku


Batuan beku merupakan kumpulan (aggregate) dari bahan yang lebur yang
berasal dari selubung bumi (mantel). Sumber panas yang diperlukan untuk
meleburkan bahan ini berasal dari dalam bumi, dimana temperatur bertambah
dengan 300 ℃ setiap kilometer kedalaman (geothermal gradient) . Bahan
yang lebur ini, atau magma, adalah larutan yang kompleks, terdiri dari
silikat dan air, dan berbagai jenis gas. Magma dapat mencapai permukaan,
dikeluarkan (ekstrusi)sebagai lava, dan didalam bumi disebut batuan beku
intrusif dan yang membeku dipermukaan disebut sebagai batuan beku
ekstrusif.

Komposisi dari magma tergantung pada komposisi batuan yang dileburkan


pada saat pembentukan magma. Jenis batuan beku yang terbentuk tergantung
dari berbagai faktor diantaranya, komposisi asal dari peleburan magma,
kecepatan pendinginan dan reaksi yang terjadi didalam magma ditempat
proses pendinginan berlangsung. Pada saat magma mengalami pendinginan
akan terjadi kristalisasi dari berbagai mineral utama yang mengikuti
suatu urutan atau orde, umumnya dikenal sebagai Seri Reaksi Bowen.
Gambar 2.39 : Seri Reaksi Bowen
Sumber : http://csmres.jmu.edu/geollab/Fichter/RockMin/rockmin2.gif

Seri reaksi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.39 memberikan petunjuk


pembentukan berbagai jenis batuan beku dan menjelaskan asosiasi dari
beberapa mineral.

Pada gambar ditunjukkan bahwa mineral pertama yang terbentuk cenderung


mengandung silika rendah. Seri reaksi menerus ( continuous ) pada
plagioklas dimaksudkan bahwa, kristal pertama, plagioklas-Ca ( anorthite
), menerus bereaksi dengan sisa larutan selama pendinginan
berlangsung.Disini terjadi substitusi sodium ( Na ) terhadap kalsium (
Ca ).

Seri tak-menerus ( discontinuous ) terdiri dari mineral-mineral


feromagnesian ( Fe – Mg ). Mineral pertama yang terbentuk adalah olivine.
Hasil reaksi selanjutnya antara olivine dan sisa larutannya membentuk
piroksen ( pyroxene ). Proses ini berlanjut hingga terbentuk biotite.

Apabila magma asal mempunyai kandungan silika rendah dan kandungan besi
( Fe ) dan magnesium ( Mg ) tinggi, magma dapat membentuk sebelum seluruh
seri reaksi ini terjadi. Batuan yang terbentuk akan kaya Mg dan Fe, yang
dikatakan sebagai batuan mafic , dengan mineral utama olivin, piroksen
dan plagioklas-Ca.Sebaliknya, larutan yang mengandung Mg dan Fe yang
rendah, akan mencapai tahap akhir reaksi, dengan mineral utama felspar,
kwarsa dan muskovit, yang dikatakan sebagai batuan felsic atau sialic.

Seri reaksi ini adalah ideal, bahwa perubahan komposisi cairan magma
dapat terjadi di alam oleh proses kristalisasi fraksional ( fractional
crystallization ), yaitu pemisahan kristal dari cairan karena pemampatan
( settling ) atau penyaringan ( filtering ), juga oleh proses asimilasi
( assimilation ) dari sebagaian batuan yang terlibat akibat naiknya
cairan magma, atau oleh percampuran ( mixing) dua magma dari komposisi
yang berbeda.

Seri reaksi ini adalah ideal, bahwa perubahan komposisi cairan magma
dapat terjadi di alam oleh proses kristalisasi fraksional ( fractional
crystallization ), yaitu pemisahan kristal dari cairan karena pemampatan
( settling ) atau penyaringan( filtering ), juga oleh proses asimilasi
( assimilation ) dari sebagaian batuan yang terlibat akibat naiknya
cairan magma, atau oleh percampuran ( mixing ) dua magma dari komposisi
yang berbeda.

2.3.2.3 Bentuk, dan Keberadaan Batuan Beku

Batuan intrusif dan batuan ekstrusif dapat berupa bentuk geometri yang
bermacam-macam. Gambar 2.40 menunjukkan bentuk-bentuk batuan beku yang
umumnya dijumpai dialam, dan hubungan antara jenis batuan dan
keberadaannya ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Gambar 2.40 : Geometri Batuan Beku


Sumber : Harsolumakso, Agus.2007.Slide Matakuliah : Geologi Fisik ( GL
- 1211 ) Bagian Volkanisme.Bandung : Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-46
Table 2.1 : Hubungan Antara Jenis Batuan, dan Keberadannya pada Kerak
Bumi
Sumber : Pedoman Praktikum Geologi Dasar ( GL – 2011) tahun 2009,
Laboratorium Geologi Dinamik, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung halaman 16

Massa batuan beku ( pluton ) intrusif adalah batolit ( batholith ),


umumnya berkristal kasar ( phaneritic ), dan berkomposisi granitik. Stok
( stock ), mempunyai komposisi yang sama, berukuran lebih kecil ( < 100
km ). Korok ( dike ) berbentuk meniang ( tabular ), memotong arah struktur
tubuh batuan. Bentuk-bentuk ini, didasarkan pada hubungan kontaknya
dengan struktur batuan yang diterobos disebut sebagai bentuk batuan beku
yang diskordan ( discordant igneous plutons ). Sill,berbentuk tabular,
dan Lakolit ( lacolith ), tabular dan membumbung dibagian tengahnya,
memotong sejajar arah umum batuan, yang disebut sebagai bentuk batuan
beku yang konkordan ( concordant igneous plutons ).

Gambar 2.41 : Geometri Batuan Beku dalam Model 3D


Sumber : Harsolumakso, Agus.2007.Slide Matakuliah : Geologi Fisik ( GL
– 1211 ) Bagian Volkanisme.Bandung : Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-45

Gambar 2.42 : Geometri Sill


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2012.Slide Matakuliah : Kristalografi dan
Mineralogi ( GL-2041 ) Minggu Ke-8, Bagian Mineralogi Batuan
Beku.Bandung : Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.Slide ke-27
Gambar 2.43 : Geometri Dike
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2012.Slide Matakuliah : Kristalografi dan
Mineralogi ( GL-2041 ) Minggu Ke-8, Bagian Mineralogi Batuan
Beku.Bandung : Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.Slide ke-26
Gambar 2.44 : Geometri Batholit
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2012.Slide Matakuliah : Kristalografi dan
Mineralogi ( GL-2041 ) Minggu Ke-8, Bagian Mineralogi Batuan
Beku.Bandung : Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.Slide ke-29
Gambar 2.45 : Geometri Volcanic Neck
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2012.Slide Matakuliah : Kristalografi dan
Mineralogi ( GL-2041 ) Minggu Ke-8, Bagian Mineralogi Batuan
Beku.Bandung : Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.Slide ke-28

2.3.2.4 Pengenalan Batuan Beku

Batuan beku diperikan dan dikenal berdasarkan komposisi mineral dan sifat
tekstur nya. Komposisi mineral batuan mencerminkan informasi tentang
magma asal batuan tersebut dan posisi tektonik ( berhubungan struktur
kerak bumi dan mantel ) tempat kejadian magma tersebut. Tekstur akan
memberikan gambaran tentang sejarah atau proses pendinginan dari magma.

2.3.2.4.1 Komposisi Mineral

Pada dasarnya sebagian besar ( 99% ) batuan beku hanya terdiri dari
unsur-unsur utama, yaitu ; Oksigen, Silikon, Aluminium, Besi, Kalsium,
Sodium, Potasium, dan Magnesium. Unsur-unsur ini membentuk mineral
silikat utama, yaitu ; Felspar, Olivin, Piroksen, Amfibol, Kwarsa, dan
Mika.Mineral-Mineral ini menempati lebih dari 95% volume batuan beku,
dan menjadi dasar untuk klasifikasi dan menjelaskan tentang magma
asal.Komposisi mineral berhubungan dengan sifat warna batuan. Batuan
yang banyak mengandung mineral silika dan alumina ( felsik ) akan
cenderung berwarna terang, sedangkan yang banyak mengandung magnesium,
besi dan kalsium umumnya mempunyai warna yang gelap. Bagan yang
ditunjukkan pada Gambar 2.46 merupakan cara pengenalan secara umum yang
didasarkan terutama pada komposisi mineral.

Gambar 2.46 : Bagan Pengenalan, dan Klasifikasi Umum Batuan Beku


Sumber : Pedoman Praktikum Geologi Dasar ( GL – 2011) tahun 2009,
Laboratorium Geologi Dinamik, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung halaman 18

2.3.2.4.2 Tekstur Batuan Beku

Tekstur adalah kenampakkan dari ukuran, bentuk dan hubungan keteraturan


butiran,atau kristal dalam batuan. Didalam pemerian makroskopik, dikenal
tekstur-tekstur yang utama yaitu :

- Fanerik ( Phaneric ) : Terdiri dari mineral yang dapat diamati


secara makroskopik, berbutir ( kristal ) kasar, umumnya lebih besar
dari 1 mm sampai lebih besar dari 5 mm. Pada pengamatan lebih
seksama dibawah mikroskop, dapat dibedakan bentuk-bentuk kristal
yang sempurna ( euhedral ), sebagaian sisi kristal tidak baik
(subhedral) bentuk kristal tak baik ( anhedral ).

- Afanitik ( Aphanitic ) : Terdiri dari mineral berbutir ( kristal


) halus, berukuran mikroskopik, lebih kecil dari 1 mm, dan tidak
dapat diamati dibawah pengamatan biasa.
- Porfiritik ( Porphyritic ) : Tekstur ini karakteristik pada batuan
beku, yang memperlihatkan adanya butiran ( kristal ) yang tidak
seragam ( inequigranular ), dimana butiran yang besar, disebut
sebagai fenokris ( phenocryst ), berbeda didalam massa dasar (
groundmass ) atau matriks ( matrix ) yang lebih halus.

- Vesikuler ( Vesicular ) : Tekstur yang ditujukkan adanya rongga


(vesicle) pada batuan, berbentuk lonjong, oval atau bulat. Rongga-
rongga ini adalah bekas gelembung gas yang terperangkap pada saat
pendinginan. Bila lubang-lubang ini telah diisi mineral disebut
amygdaloidal.

- Gelas ( Glassy ) : Tekstur yang menyerupai gelas, tidak mempunyai


bentuk kristal (amorph).

Beberapa tekstur karakteristik yang masih dapat diamati secara


makroskopik diantaranya adalah tekstur ofitik ( ophytic ) atau tekstur
diabasik ( diabasic ).

Tekstur pada batuan beku merupakan pencerminan mineralogi dan proses


pembekuan magma atau lava pada tempat pembentukannya. Tekstur fanerik
adalah hasil pembekuan yang lambat, sehingga dapat terbentuk kristal
yang kasar. Umumnya terdapat pada batuan plitonik. Tekstur afanitik atau
berbutir halus, umumnya terdapat pada batuan ekstrusif, yang merupakan
hasil pembekuan yang bertahap, dari proses pendinginan yang lambat, dan
sebelum keseluruhan magma membeku, kemudian berubah menjadi cepat.
Tekstur vesikuler merupakan ciri aliran lava, dimana terjadi lolosnya
gas pada saat lava masih mencair, menghasilkan rongga-rongga. Tekstur
gelas terjadi karena pendinginan yang sangat cepat tanpa disertai gas,
sehingga larutan mineral tidak sempat membentuk kristal ( amorf ).
tekstur ini umumnya terdapat pada lava.

2.3.2.4.3 Klasifikasi Batuan Beku

Dasar untuk mengelompokan batuan beku yang terutama adalah kriteria


tentang komposisi mineral dan tekstur. Kriteria ini tidak saja berguna
untuk pemerian batuan, akan tetapi juga untuk menjelaskan asal kejadian
batuan.

Banyak sekali klasifikasi yang dapat dipakai, yang penting untuk


diketahui untuk kriteria mineralogi adalah :

- Kehadiran Mineral Kwarsa : Kwarsa adalah mineral utama pada batuan


felsik, dan merupakan mineral tambahan pada batuan menengah atau
mafik.

- Komposisi dari Felspar : K-Felspar dan Na-Felspar adalah mineral-


mineral utama pada batuan felsik, tetapi jarang atau tidak terdapat
pada batuan menengah atau mafik.Ca-Plagioklas adalah mineral
karakteristik batuan mafik.
- Proporsi Kehadiran Mineral Feromagnesia ( Fe – Mg ) : Sebagai
batasan umum, batuan mafik kaya akan mineral Fe-Mg, dan batuan
felsik kaya akan kwarsa. Olivin umumnya hanya terdapat pada batuan
mafik. Piroksen dan amfibol hadir pada batuan mafik sampai
menengah. Biotit umumnya terdapat pada batuan menengah sampai
felsik.

Gambar 2.46 adalah bagan klasifikasi yang umum, yang dapat dipakai untuk
pemberian jenis batuan beku secara makroskopik.

2.2 Magmatisme Gunungapi

Magmatisme pada lithosfer, pada dasarnya bersifat basaltik, dimana magma


basaltik dari selubung mentransfer panas ke kerak bumi.Adanya partial
melting, asimilasi, fraksinasi, dan magmatic mixing menghasilkan
berbagai jenis magma, mulai dari basaltik,menjadi intermediate, hingga
silisik.Seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.39.

Gambar 2.47 : Classification and Flow Characteristics of Volcanic


Rocks
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kedua.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-27

Bervariasinya magmatisme pada lithosfer, berakibat pada :


- Kecepatan, dan waktu pembentukkan dari magma yang bersifat
basaltik, dan perjalanannya dari selubung menuju kerak.
- Keadaan stress pada lithosfer.
- Ketebalan, umur, dan komposisi dari kerak bumi.
Magma secara nyata berhubungan dengan kerangka tektonik, tetapi faktor
secara detail belum diketahui dengan jelas.Pre – existing structures
pada kerak bumi diatas zona subduksi, dapat membentuk zona – zona
lemah, dimana volkanisme, dan intrusi terfokus.Zona – zona lemah
berada pada batas lempeng yang tersegmentasi, dimana berkaitan dengan
karakteristik dari sistem volkanisme – nya.
Berdasarkan Hochstein ( 1995 ), dan Muffler ( 1995 ), transfer panas
dari kerak bumi, terdiri dari :
1. Transfer Panas dari Volcanic Arc :
- Transfer panas sementara oleh erupsi gunungapi.
- Waktu yang bervariasi, tetapi seperti pengurangan yang menerus dari
panas yang berasal dari gunungapi aktif, dan degassing dari intrusi
pada kerak.
- Anomali transfer konduktif tinggi.
- Transfer konvektif yang seperti menerus oleh fluida geothermal.

2. Transfer panas oleh plume, keberadaannya tidak berhubungan


dengan tektonik lempeng lithosfer, tetapi berasosiasi dengan
Uplift, dan Voluminous Flood.
3. Transfer panas dari pelelehan subcrustal oleh underplating (
proses yang disebabkan oleh akumulasi lelehan subcrustal, dan
mengeras dibagian bawah kerak kontinen ).
4. Transfer panas yang berasosiasi dengan subcrustal/crustal
rifting.
5. Panas yang ditimbulkan oleh deformasi plastis.
Terdapat dua tipe sumber panas untuk magma felsik pada kerak bumi, dimana
dihasilkan oleh leburan sebagian dari kerak, yaitu :
- Transfer panas oleh konduksi selubung lokal yang bertemperatur
tinggi.
- Transfer panas oleh akumulasi dari magma basaltis.Tingkat dari
akumulasi magma dibagian bawah kerak bumi bergantung pada stress
yang ada.
BAB III : ENDAPAN VOLKANOKLASTIK DAN LAVA

E Pele e
Ke akua o na pOhaku 0ena 0ena
0Eli 0eli kau mai
[Oh Pele, Goddess of the burning stones,
let a profound awe possess me]
[Traditional Hawaiian oli (chant)]

3.1 Pengantar
Aktivitas volkanik adalah segala fenomena yang berasosiasi dengan
keluarnya material magmatik ke permukaan bumi.Hasil dari aktivitas
volkanik ini salah satunya adalah batuan volkanik ( volcanic rocks ).
Bentuk – bentuk erupsi magmatik terdiri dari :
- Erupsi linier ( Fissure – Like Eruption ) : Berbentuk rekahan
Panjang seperti pipa.
Gambar 3.1 : Erupsi Linier
Sumber : http://www.volcanolive.com
Copyrighted by John Seach

- Erupsi Sentral ( Central Eruption ) : Berbentuk memusat seperti


kerucut.
Gambar 3.2 : Erupsi Sentral
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi
dan Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Ketiga.Bandung : Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-5

VOLCANIC ERUPTION

EFFUSIVE EXPLOSIVE

mass - flow traction suspension


lava flows
(syn-volcanic intrusions)
pyroclastic pyroclastic pyroclastic
flow deposits surge deposits fall deposits
welded welded
coherent lava autoclastic
non-welded non-welded non-welded
(or intrusion) deposits

RESEDIMENTATION

mass - flow traction suspension

resedimented (syn-eruptive) volcanic deposits

WEATHERING, EROSION,
REWORKING AND (POST-ERUPTIVE) RESEDIMENTATION

mass - flow traction suspension

volcanogenic sedimentary deposits

Gambar 3.3 : Klasifikasi Genetis Endapan Volkanik ( McPhie,


Doyle, dan Allen, 1993 )
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi
dan Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Ketiga.Bandung : Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-6

3.2 Tinjauan Ulang Magma


Magma adalah batuan yang melebur, atau setengah melebur, terletak dibawah
permukaan bumi.Ketika magma tererupsi ke permukaan, maka akan disebut
sebagai lava.Magma umumnya terdiri dari :
- Bagian cair ( sering disebut sebagai leburan/lelehan batuan ).
- Bagian padat, terbentuk dari mineral yang terkristalisasi langsung
dari lelehan batuan.
- Batuan padat ( yang lebih tua ), yang tergabung bersama magma
karena terdapat sepanjang saluran/reservoir magma, disebut sebagai
xenoliths, atau inklusi.
- Gas – gas yang terlarut.

Gambar 3.4 : Sketsa Reservoir Magma di Bawah Gunungapi, dengan Sebuah


Pipa Kepundan Utama Mengarah Menuju Kubah Lava di Permukaan.Tanda
Panah Menunjukan Arah Pergerakan Magma dari Sumber
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Ketiga.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-8
3.3 Lava
Gambar 3.5 : Lava
Sumber : http://volcanoes.usgs.gov
Photograph by J.D. Griggs on 13 November 1985

Lava adalah magma yang keluar ke permukaan bumi.Geologist juga terbiasa


menggunakan kata Lava untuk merujuk pada batuan beku volkanik ( hasil
aliran lava yang membeku ), juga pada pecahan yang terlempar ke udara
oleh erupsi yang eksplosif ( misalnya, lava bombs/blocks ).Kata lava
berasal dari Bahasa Italia, yang berarti aliran, diturunkan dari kata
lavare, yang berarti to wash.
3.4 Batuan Beku Volkanik
Batuan beku mulanya adalah magma.Batuan beku intrusif, seperti granit
terbentuk ketika magma mendingin di dalam bumi.Batuan beku ekstrusif
seperti lava basalt pada Gambar 3.6, terbentuk di permukaan bumi.Batuan
beku volkanik merupakan batuan beku ekstrusif.

Gambar 3.6 : Aliran Lava Basal


Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by Steve Mattox, Juli 1990
Sebagaimana batuan beku intrusif, batuan beku volkanik juga
diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu riolit, dasit, andesit, dan
basalt.Dalam klasifikasi batuan beku, batuan beku volkanik termasuk
dalam kelompok batuan afanitik.Kenyataan bahwa kecepatan pendinginan
memepengaruhi besar butir dapat dipergunakan sebagai cara sederhana
untuk membedakan batuan beku intrusif, dengan batuan beku
volkanik.Aapabila batuan beku memperlihatkan butiran – butiran kasar,
maka adalah batuan beku intrusif.Sebaliknya, jika memperlihatkan butiran
– butiran halus, maka batuan tersebut adalah batuan beku
volkanik.Meskipun untuk ketelitian, diperlukan perhatian lebih pada
tekstur batuan beku tersebut.Berikut ini adalah deskripsi singkat masing
– masing jenis batuan beku volkanik :
1. Basal

Gambar 3.7 : Lava Pijar Basaltik


Sumber : http://volcanoes.usgs.gov

Basal adalah batuan beku volkanik yang keras, dan berwarna


hitam.Basal mengandung 52 % silika dari berat keseluruhannya.Karena
basal mengandung silika dalam jumlah sedikit, maka basal memiliki
viskositas rendah.Karenanya, lava basaltik dapat mengalir secara
cepat, dan mudah untuk bergerak diatas 20 Km dari rekahannya.Lava
berviskositas rendah umumnya dapat mengeluarkan gas volkanik tanpa
menimbulkan kolom erupsi yang besar.Meskipun demikian, lava
fountain basaltik, dan erupsi linier tetap dapat menghasilkan
pancaran setinggi ratusan meter.Mineral yang umum dijumpai pada
basal meliputi olivin, piroksen, dan plagioklas.Basa tererupsi pada
temperatur antara 1100 – 1250 ℃.

2. Andesit
Gambar 3.8 : Kenampakan dari Dekat Andesit di Brokeoff Volcano,
California
Sumber : http://volcanoes.usgs.gov

Andesit adalah batuan beku volkanik berwarna dari abu – abu sampai
hitam.Andesit mengandung 52 – 63 % silika dari keseluruhan
beratnya.Andesit mengandung kristal yang utamanya terdiri dari
plagioklas felspar, sat atau lebih mineral piroksen (
clinopyroxene, dan orthopyroxene ), serta sedikit hornblenda.Pada
kandungan silika yang lebih rendah, lava andesit dapat juga
mengandung olivin.Magma andesit dapat membuat erupsi yang
eksplosif, yang dapat menimbulkan piroklastik aliran, dan
piroklastik surges, serta kolom erupsi yang besar.Andesit tererupsi
pada temperatur antara 900 – 1100 ℃.

3. Dasit

Gambar 3.9 : Kenampakan dari Dekat Dasit Hasil Erupsi Mei 1915 di
Lassen Peak, California
Sumber : http://volcanoes.usgs.gov

Lava dasit seringkali dijumpai berwarna abu – abu muda, tetapi


dapat pula berwarna abu – abu tua, sampai hitam.Dasit mengandung
63 – 68 % silika dari keseluruhan beratnya.Dasit mengandung mineral
plagioklas felspar, piroksen, dan amfibol.Dasit umumnya tererupsi
pada temperatur 800 – 1000 ℃.Dasit merupakan salah satu dari tipe
batuan umum yang diasosiasikan dengan erupsi plinian.

4. Rhyolit

Gambar 3.10 : Pita Aliran ( Flow Banding ) dalam Lava Rhyolitik (


Pita Hitam Tersusun dari Obsidian ) dari Mono - Inyo Craters
Volcanic Chain, California
Sumber : http://volcanoes.usgs.gov

Ryolit adalah batuan beku volkanik berwarna terang.Rhyolit


mengandung silika lebih dari 68 % dari keseluruhan beratnya, dengan
sodium, dan potassium oksida dapat mencapai 5 % beratnya.Mineral
yang umum dijumpai pada Rhyolit adalah kuarsa, felspar, dan biotit,
dan seringkali ditemukan dalam matriks yang menyerupai kaca (
glassy matrix ).Rhyolit tererupsi pada temperatur 700 – 850 ℃.
Gambar 3.11 : Kandungan Silika Batuan Beku Volkanik
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Ketiga.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-10

Tabel 3.1 : Komposisi Kimia Rata – Rata Batuan Beku Volkanik ( Le


Maitre, 1976 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.30
3.5 Tipe Erupsi, dan Hasil Erupsi
Setidaknya, terdapat tiga jenis tipe erupsi gunungapi, yaitu :
- Aliran Lava ( Lava Flow )
- Erupsi Pumice – Ashfall
- Erupsi Glowing Avalance
Mengapa terjadi tipe erupsi yang berbeda – beda ?

- Terdapat perbedaan temperatur magma ( basaltik 600 – 1100 ℃,


silisik/rhyolitik lebih dingin ).
- Bervariasinya mobilitas magma.
- Perbedaan kemampuan jarak tempuh lava, rhyolitik lebih dekat ;
basaltik lebih jauh.
- Magma dengan viskositas tinggi mengandung banyak gas – gas, dan
uap air, sehingga erupsinya lebih eksplosif.

3.6 Aliran Lava ( Lava Flow )


Aliran lava adalah massa dari lelehan batuan yang tertuang ke permukaan
bumi selama erupsi efusif.Lava yang bergerak, serta hasil pembekuan lava
( batuan beku volkanik ) merupakan aliran lava.Karena mencakup jangkauan
yang luas, meliputi:
- viskositas lava yang berbeda ( basaltik, andesitik, dasitik, dan
rhyolitik ) ;
- pelepasan lava selama erupsi ;
- karakteristik dari rekahan tempat lava keluar, dan topografi
wilayah yang dilalui lava,
Maka, wajarlah jika aliran lava amat beragam, meliputi berbagai bentuk,
dan ukuran.
Gambar 3.12 : Tipe Erupsi Lava Flow
Sumber : http://www.volcanolive.com
Copyrighted by John Seach
Erupsi gunungapi yang bersifat efusif akan menghasilkan lava dengan
bermacam – macam jenis berdasarkan ukuran, bentuk, serta kenampakan
permukaan, dan di dalam lavanya sendiri.Lava terutama dikontrol oleh
viskositas, kecepatan efusi, dan keadaan lingkungan pengendapannya (
darat/laut ).Aliran lava dapat dibedakan menjadi lava encer yang memiliki
viskositas, dan kandungan silika rendah, dan lava kental yang memiliki
viskositas, dan kandungan silika yang tinggi Gambar 3.13, dan Gambar
3.14 memperlihatkan jenis aliran lava yang terbentuk merupakan fungsi
dari kecepatan efusi dengan viskositas.
Gambar 3.13 : Hubungan Aliran Lava dengan Viskositas ( Walker, 1971 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.29
(A) pahoehoe
Abundant
vesic les

Cavity
Tree m ould
Billowy surfac e

(B) Aa Visic les

Steep flow front


Rough c linker top

Massive lava
with bloc ky joint
Gambar 3.14 : Lava Subaerial yang diendapkan di Lingkungan Darat
(Lockwood, dan Lipman, 1980)
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.29

Temperatur lava basal di Kilauea sekitar 1160 – 1250 ℃, sistem tabung


lava pada erupsi gunungapi Hawaii yang membawa lava panas sejauh 10 Km
dari pusat erupsi ke laut , temperaturnya mendingin hanya sebesar 10
℃.Saat mencapai laut, temperaturnya masih sekitar 1140 ℃.Warna batuan
dapat mencerminkan temperatur batuan, sebagai contoh warna oranye –
kuning ( warna saat batuan lebur, atau lebih panas lagi ), memiliki
temperatur sekitar 900 ℃.Warna gelap – merah terang mencerminkan batuan
yang mendingin, dengan temperatur sekitar 630℃, sedangkan warna merah
muda temperaturnya sekitar 480 ℃.
Pengambilan contoh lava sangat berisiko, tetapi sangat penting.Mengapa
? Karena contoh lava panas dapat memberikan informasi mengenai dapur
magma.Berdasarkan percobaan laboratorium, menunjukkan bahwa semakin
panas magma, maka kandungan magnesium – nya semakin tinggi.Analisa kimia
tidak hanya akan memberikan sejarah kristalisasi magma, tetapi juga
menunjukan temperatur saat erupsi terjadi.Lava gunungapi di Indonesia
biasanya memiliki viskositas sedang, sampai tinggi, yang berasal dari
magma andesitik.

Gambar 3.15 : Sketsa Lava Bantal


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Ketiga.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-40
Gambar 3.16 : Kenampakan Lava Bantal
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Ketiga.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-41
Lava yang diendapkan di air laut ( submarine ), mempunyai nama khusus,
yaitu lava bantal ( pillow lava ), yang tidak lain adalah lava yang
membeku secara perlahan, dan bercampur dengan air laut.Gambar 3.17 ( a
) memperlihatkan proses pengendapan lava bantal, dan alirannya ;
sedangkan gambar ( b ) adalah penampang melintang, dimana diameter lava
berkisar antara 10 Cm, hingga beberapa meter.
Gambar 3.17 : Pengendapan Lava Bantal, dan Penampang Melintangnya (
Hargreaves, dan Ayres, 1979 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.31
Bentuk aliran lava rhyolit dapat dibagi menjadi :
- Kubah ( dome/tholoid ): Kubah berbentuk melingkar, menempati daerah
yang tidak luas.
- Lava Mesa : Kubah yang berbentuk hampir bundar, menyerupai biskuit.
- Coulees : Lava yang pada saat mengalirnya tidak simetris, dan
terkonsentrasi pada salah satu sisi pipa kawah, menghasilkan bentuk
memanjang.
Gambar 3.18 : Kubah Lava di Augustine Volcano diambil pada 1982
Sumber : Photo by : C.Nyee, ADGGS

Gambar 3.19 : Volcanic Dome di Puncak Novarupta, Lembah Seribu


Asap, Taman Nasional Katmai, Alaska.Kubah ini Dikeluarkan Oleh
Pipa Kepundan yang Sama dengan Pipa Kepundan yang Mengeluarkan 15
Km3 Magma pada Erupsi yang Sangat Eksplosif Tahun 1912.
Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by T.P. Miller in June 1979
Gambar 3.20 : Coulees
Sumber :
http://volcano.oregonstate.edu/oldroot/CVZ/chao/images/figm4a.jpg
Ketebalan lava rhyolit rata – rata sekitar 100 m, tetapi umumnya sangat
bervariasi, dapat kurang dari 50 m, ataupun lebih besar dari 500 m.Lihat
Gambar 3.21.
Gambar 3.21 : Ukuran/Tebal Lava dengan Komposisi yang Berbeda (
Walker, 1973 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.32
Ciri khas dari aliran lava rhyolit adalah ditemukannya obsidian, lapisan
yang mengandung sperulit, lapisan batuapung, dan batuan riolit.Obsidian
dihasilkan oleh pendinginan magma yang cepat lava riolit dengan ketebalan
sekitar 10 m dari permukaan, dan dasar aliran, seperti dapat dilihat
pada Gambar 3.24.
Gambar 3.22 : Obsidian
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Ketiga.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-27
Tesktur sperulit yang merupakan agregat radial daru alkali felspar,
dengan diameter 0.1 – 2 Cm, dan terkadang dapat mencapai 10 Cm, sangat
umum dijumpai pada gelas obsidian.Proses pembentukan tekstur sperulit
menunjukan adanya kristalisasi pada saat lava mengalir, dimana kandungan
air yang tinggi dalam lapisan lava rhyolit akan lebih mempertinggi
pembentukannya secara lokal.
Gambar 3.23 : Obsidian dengan Tekstur Sperulit
Sumber : http://skywalker.cochise.edu/wellerr/rocks/igrx/6obsidian7-
02a.jpg

Gambar 3.24 : Penampang Skematik Aliran Lava Rhyolit ( Cas, dan


Wright, 1988 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.32
Gambar 3.25 : Aliran Lava Selalu Mengikuti Topografi
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Ketiga.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-33

3.7 Macam – Macam Aliran Lava

Lava Pahoehoe adalah jenis umum dari lava basaltik yang mendingin
membentuk permukaan yang halus, bergelombang, atau berurat khas.
Seringkali, membentuk jerawat kecil lava dari aliran atas berkulit
inflating datar, tidak teratur. Hal ini khas untuk gunung berapi perisai
seperti di Hawaii, di mana nama ( yang berarti sesuatu seperti “baik
untuk berjalan” ) berasal dari sana.
Gambar 3.26 : Ujung Jari ( Toes ) dari Muka Aliran Pahoehoe
Menyeberangi Jalan di Kalapana, Pada Zona Rekahan Timur Gunungapi
Kilauea
Sumber : http://volcanoes.usgs.gov
Photograph by J.D. Griggs
on 16 July 1990
Lava Pahoehoe adalah bentuk dari lava basaltik panas ketika viskositas
lava (misalnya karena rendah konten gelembung gas dan suhu tinggi)
dan/atau laju regangan aliran (terutama berkaitan dengan tingkat letusan
dan kecuraman tanah) yang rendah. Ketika perubahan faktor, lava asli
yang sama dapat menghasilkan yang lain akhir-anggota yang dikenal sebagai
a’a-lava, yang memiliki, terfragmentasi kasar, permukaan terkadang
berduri, atau kuning. Selain itu, jenis transisi dari lava antara kedua
a’a dan pahoehoe lava dapat ditemukan.
Beberapa jenis endapan Lava Pahoehoe adalah :
- Ropy Pahoehoe : Tekstur permukaan yang paling umum ditemui dari
aliran lava pahoehoe.Kerutan, dan lipatan yang sangat banyak adalah
karakteristik dari ropy pahoehoe.Terbentuk ketika permukaan keras
dari aliran lava yang masih tipis,dan membeku sebagian melambat,
atau bahkan berhenti (sebagai contoh, ketika permukaan keras
menjumpai hambatan, atau permukaan keras yang bergerak lebih
lambat), karena lava dibelakang permukaan keras tersebut tetap
bergerak maju, maka lava tersebut cenderung untuk menyeret
permukaan keras untuk maju, permukaan keras tersebut lalu
berperilaku seperti akordeon, yang mana akan menekan bersama,
permukaan keras.Lalu,permukaan keras cukup fleksibel untuk
mengembangkan kerutan, atau serangkaian tonjolan kecil dan cekungan
yang berbentuk seperti tertekan, dan terdorong ke depan.

Gambar 3.27 : Kenampakan dari Dekat Tekstur Ropy Pahoehoe yang


Terbentuk Pada Permukaan Aliran Lava Pahoehoe di Gunungapi
Kilauea, Hawaii
Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by T.N. Mattox
on 11 June 1995
- Pahoehoe Toe : Tonjolan kecil yang umum dijumpai sepanjang tepi,dan
bagian depan dari aliran lava pahoehoe ketika melintas dipermukaan
datar, atau lereng yang tidak curam.Aliran akan menyebar sebagai
tonjolan kecil,lalu tumbuh, dan bergabung bersama membentuk front
pahoehoe toe yang lebar, yang nantinya bentuk ini juga akan pecah,
dan aliran lava kembali bergerak lagi.

Gambar 3.28 : Pahohoe Toe Tampak Pada Bagian Depan Dari Aliran
Lava Pijar Yang Keluar Dari Salah Satu Rekahan di Gunungapi
Kliauea
Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by J.D. Griggs on 29 July 1985
- Pahoehoe Entrail : Diberi nama sesuai dengan usus binatang, bentuk
terbaik yang terjadi ketika aliran lava pahoehoe menuruni lereng
yang terjal.Pahoehoe entrail biasanya ditemmukan pada sisi pipa
kepundan yang tidak menentu, seperti hornito, dan rekahan
tumuli.Terdapat contoh yang amat mencolok di sisi selatan Kilauea,
dimana aliran lava pahoehoe mengalir menuruni lereng yang curam
pada Sesar Hilina.
Gambar 3.29 : Individu Duduk Pada Pahoehoe Entrail Disepanjang Chain
of Craters Road di Taman Nasional Hawaii, Gunungapi Kilauea, Hawaii
Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by D.A. Swanson on 13 December 1998
- Pahoehoe Lava Coil : Lava kumparan adalah spiral atau fitur
berbentuk yang terbentuk karena lava sepanjang bergerak lambat
gerus dalam alirannya sendiri; misalnya, di sepanjang tepi saluran
yang kecil. Arah aliran dapat ditentukan dari kumparan lava. Lava
di sisi kanan Gambar 3.30 itu bergerak ke arah atas, relatif
terhadap lava di sisi kiri.

Gambar 3.30 :Lava Kumparan Pada Aliran Lava Pahoehoe, Gunungapi


Kilauea, Hawaii
Sumber : http://www.volcanoe.usgs.gov
Photograph by W.W. Chadwick in January 1983

Lava Aa : Aliran lava aa mempunyai permukaan sangat kasar, demikian pula


dbagian ujung dan dasar aliran, karena tersusun oleh fragmen - fragmen
lava berbentuk meruncing, sampai dengan sangat meruncing, berdiameter
kurang dari 50 cm. Pembentukan fragmen batuan beku itu disebabkan oleh
pendinginan sangat cepat sehingga terjadi pengkerutan dan pecah-pecah.
Di bagian tengah aliran lava, karena pendinginannyarelatif lebih lambat
maka terbentuk tubuh masif batuan beku yang mengalami kekar bongkah dan
cenderung membentuk kekar kolom atau kekar lembar. Di dalam aliran lava
aa ini sering dijumpai pohon lava ( lava tree ) dan lava tali (ropy lava
).

Gambar 3.31 : Lava Aa


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi
dan Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Ketiga.Bandung : Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-53
Lava Bongkah ( Block Lava ), memiliki ciri – ciri :
- Berbentuk bahan aliran, memanjang atau seperti kipas, tergantung
bentuk bentang alam awal yang dilaluinya. Bentuk memanjang sempit
biasanya terjadi bila lava mengalir di lembah sungai, sedang bentuk
kipas bila melalui bentang alam relatif datar. Dari bentuk geometri
ini sering juga nampak struktur aliran.

- Efek kontak hanya terjadi pada batuan yang ditindihnya, dapat


berupa efek bakar atau oksidasi.

- Tekstur permukaan sangat kasar, berbongkah-bongkah dengan diameter


mencapai 3 – 5 m, ke bawah membreksi sedang di bagian tengah tubuh
lava berupa batuan beku masif. Mendekati dasar aliran batuan beku
ini kembali membreksi, dan berbongkah namun ukurannya lebih kecil
dari yang ada di permukaan.

- Bagian atas membentuk struktur berlubang, semakin encer dan basa


bentuk lubang menyerupai elips yang berguna untuk menunjukkan arah
aliran. Apabila aliran lava cukup tebal, di bagian tengah dapat
terbentuk kekar kolom, sedang di bagian bawah membentuk kekar
lembar. Pada batuan gunungapi tua dimana bagian permukaan aliran
lava sudah mengalami erosi, maka identifikasi efek kontak, tekstur
dan struktur di bagian bawah menjadi sangat penting.

Gambar 3.32 : Block Lava


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi
dan Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Ketiga.Bandung : Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-52
Lava Bantal ( Pillow Lava ) , memiliki ciri – ciri :
- Bentuk memanjang agak membulat, seperti bantal guling, atau sosis,
sekaligus menunjukkan struktur aliran.

- Di bagian permukaan tubuh aliran terdapat kulit kaca ( glassy skin


), sedang ke arah tengah semakin banyak kristal, atau paling tidak
bertekstur afanitik.

- Struktur rekahan, dan aliran ( ropy wrinkle ) terdapat dipermukaan,


sedang dari penampang terlihat struktur konsentris dan rekahan
radial.

- Batuan umumnya berkomposisi basal, mungkin berasosiasi dengan


hyaloclastites.
BAB IV : ENDAPAN PIROKLASTIK DAN LAHAR

“ Dia yang memandang bumi sehingga bergentar, yang menyentuh


gunung – gunung hingga berasap. “
- Mazmur 104 : 32 -

4.1 Batuan Piroklastik


4.1.1 Pengertian Umum

Gambar 4.1 : Sigurður Þórarinsson ( 1912 – 1983 ), Seorang Ahli


Geologi, Volkanologi, Glasiologi dari Islandia.Namanya kini diabadikan
sebagai medali untuk mereka yang berkonstribusi luar biasa di bidang
volkanologi dari International Association of Volcanology and
Chemistry of the Earth's Interior ( IAVCEI ). Sigurður Þórarinsson
adalah pionir dalam bidang Tephrochronology, suatu bidang yang
mengkaji geokronologi pada lapisan – lapisan tephra.
Sumber :
http://en.wikipedia.org/wiki/Thorarinsson_Medal#mediaviewer/File:Thora
rinssonMedal.png

Batuan piroklastik adalah fragmental material yang dihasilkan dari suatu


erupsi gunungapi yang eksplosif, berukuran dari debu, sampai dengan
blok/bomb volkanik.Batuan piroklastik terjadi karena disebabkan oleh
dikeluarkannya gas – gas yang larut dalam magma secara cepat.
Batuan hasil erupsi gunungapi dapat berupa hasil endapan lelehan lava
seperti yang dibahas di BAB III, yang diklasifikasikan ke dalam batuan
beku ; serta dapat pula berupa suatu produk erupsi eksplosif yang
bersifat fragmental yang dapat berbentuk cair, padat, maupun gas.
Beberapa ahli mengelompokan batuan piroklastik secara berbeda – beda.Ada
yang mengelompokkan kedalam batuan beku ( karena sifat pyro : pijar ),
ada pula yang mengelompokkan kedalam batuan sedimen ( mengingat sifat
clastics : fragmental ).Dalam pembahasan ini, batuan piroklastik bukan
merupakan keduanya, melainkan secara genetik dapat berdiri sendiri
sebagai batuan piroklastik.
Sigurður Þórarinsson pada 1954, memberikan suatu terminologi tefra, yang
merupakan tufa yang digunakan untuk batuan piroklastik yang telah
terkompaksi secara kolektif.Berdasarkan besar butirnya, maka dikenal
beberapa istilah, yaitu debu yang diidentikan dengan ukuran butir
lempung, dan pasir berupa lapili.
Material yang keluar dari kepundan dengan ukuran yang lebih besar dikenal
sebagai blok, dan bomb, serta material yang lebih halus dikenal sebagai
akhnelit.

Gambar 4.2 : Blok Volkanik


Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by C. Heliker on January 26, 1988
Gambar 4.3 : Bomb Volkanik Produk Erupsi Gunungapi Taketomi di Pulau
Atlosov, Rusia.Keterangan : Pisau Damascus Sebagai Pembanding
Sumber : http://www.ecosystema.org
Photograph by Tatiana Kotenko on August, 2007
Klasifikasi batuan piroklastik didasarkan pada :
- Ukuran Butirnya.
- Komposisi Penyusunnya.
- Bentuk Butiran
4.1.2 Klasifikasi Batuan Piroklastik
4.1.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Ukuran Butir
Berdasarkan ukuran butirnya, maka batuan piroklastik dapat dibagi
seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 : Klasifikasi Batuan Piroklastik Berdasarkan Ukuran Butir
Sumber : Tucker, Maurice E.2003.Sedimentary Rocks in The Field.West
Sussex : John Wiley & Sons.Ltd hlm.60
4.1.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Bentuk Butiran
Berdasarkan bentuk butirnya, batuan piroklastik dapat dibagi menjadi:
- Bentuk butir membulat, sampai dengan membulat tanggung, disebut
sebagai aglomerat.
- Bentuk butir yang menyudut, sampai dengan menyudut tanggung,
disebut sebagai breksi volkanik.
Kedua jenis batuan tersebut merupakan pembagian yang berkaitan dengan
bentuk material pijar yang keluar melalui pipa kepundan gunungapi.
Material Yang Kompaksi Bentuk Butiran
Dierupsikan
Blok Mengalami Pemadatan Breksi Volkanik
Bomb Terpadatkan Agglomerat

Tabel 4.2 : Pengelompokan Berdasarkan Bentuk Butir Batuan Piroklastik


Sumber : Anonim.1980.Penuntun Praktikum Petrologi.Bandung :
Laboratorium Petrologi, dan Geologi Ekonomi, Departemen Teknik
Geologi, Institut Teknologi Bandung hlm.76
Kedua jenis batuan diatas ukuran butirnya bervariasi mulai dari bongkah,
sampai lebih halus dari kerakal ( 32 – 256 mm ).
Gambar 4.4 : Klasifikasi Batuan Piroklastik Berdasarkan Kombinasi
Ukuran Butir, Serta Bentuk Butirnya ( Schmid,1981 )
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-16

4.1.2.3 Klasifikasi Berdasarkan Komposisinya


Berdasarkan komposisinya, maka batuan piroklastik dapat dibagi menjadi
yang ditunjukkan oleh Gambar 4.5 ( a ) berikut.

Gambar 4.5 : Klasifikasi Batuan Piroklastik Berdasarkan : ( a ) Jenis


Material, dan ( b ) Ukuran Fragmen Volkanik
Sumber : Susanto, Arif.2008.Diktat Praktikum Petrologi.Bandung :
Laboratorium Petrologi & Volkanologi, Program Studi Teknik Geologi,
Institut Teknologi Bandung hlm.19
4.1.3 Mekanisme Pengendapan
Proses pengendapan batuan piroklastik pada prinsipnya hampir sama dengan
proses pengendapan batuan sedimen, tetapi ada faktor penting yaitu
bahwasanya material yang kelaur melalui lubang kepundan belum tercampur
dengan material sedimen selama transportasinya.Jadi, dalam proses
pengendapab batuan piroklastik, material langsung diendapkan pada saat
letusan berupa awan pijar, atau debu yang membentuk nuee ardente.
Terdapat dua jenis mekanisme pengendapan batuan piroklastik, yaitu :
- Fall Deposits : Endapan proklastik yang disebabkan oleh jatuhan
material halus yang terbawa oleh angin.
- Flow Deposits : Endapan piroklastik dengan media pengangkut berupa
air, dimana terjadi pencampuran dari segala macam ukuran butir.
Berdasarkan mekanisme pengendapan diatas, maka batuan piroklastik, dapat
dibedakan dengan batuan epiklastik ( hasil rombakan (pelapukan dan erosi)
batuan piroklastik ).Untuk lebih jelas, lihat Tabel 4.3.
Parameter Batuan Piroklastik Batuan Epiklastik
Tekstur Terjadi tingkat Terjadi ukuran butiran
keseragaman butiran penyusun yang sangat
penyusun batuan. bervariasi.
Komposisi - Disusun oleh - Pada umumnya
variasi material disusun oleh
yang stabil, dan bahan – bahan
tidak stabil. yang relatif
- Secara murni stabil.
disusun oleh - Telah terjadi
bahan – bahan pencampuran
dari letusan dengan material
gunungapi ( sedimen lainnya.
piroklastik )
Pengangkutan Terendapkan langsungMerupakan hasil
dari pusat erupsi. pengangkutan kembali
dari material
piroklastik.
Tabel 4.3 : Perbedaan Antara Batuan Piroklastik, dan Batuan Epiklastik
Sumber : Anonim.1980.Penuntun Praktikum Petrologi.Bandung :
Laboratorium Petrologi, dan Geologi Ekonomi, Departemen Teknik
Geologi, Institut Teknologi Bandung hlm.82
Tabel 4.4 : Penamaan Untuk Batuan Campuran Piroklastik – Epiklastik (
Schmid, 1981 )
Sumber : Susanto, Arif.2008.Diktat Praktikum Petrologi.Bandung :
Laboratorium Petrologi & Volkanologi, Program Studi Teknik Geologi,
Institut Teknologi Bandung hlm.20
4.1.4 Terminologi Berkaitan Dengan Batuan Piroklastik
- Piroklast : fragmen batuan yang terlontarkan ( ejected ) saat
erupsi gunungapi.

Gambar 4.6 : Macam – Macam Ukuran Piroklast


Sumber : Susanto, Arif.2008.Diktat Praktikum Petrologi.Bandung :
Laboratorium Petrologi & Volkanologi, Program Studi Teknik
Geologi, Institut Teknologi Bandung hlm.19
- Piroklastik : batuan yang terbentuk dari piroklast - piroklast.

- Tephra: bahan piroklastik yang dilontarkan dari gunungapi, dan


belum sempat membentuk agregat.

Gambar 4.7 : Berbagai Ukuran Tefra


Sumber : Priadi, Bambang.2009.Slide Matakuliah : Kristalografi
dan Mineralogi (GL – 2041 ) Minggu Kesembilan, Bagian Mineralogi
Batuan Beku dan Piroklastik.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-61

- Pumice : Sering disebut juga sebagai batuapung.Pumice merupakan


hasil erupsi padat yang sangat berongga ( vesikuler ), porositas
sangat tinggi, dan bersifat gelasan.Batuan ini terjadi karena suatu
erupsi yang sangat eksplosif, terjadi pada magma berviskositas
tinggi.

- Scoria : berwarna cokelat gelap, merah gelap, atau hitam.Berongga


– rongga.Merupakan hasil erupsi dari magma basaltik, dan
andesitik.Spesific gravity – nya berkisar antara 0,8 –
2,1.Merupakan versi mafik dari pumice.
Gambar 4.8 : Perbedaan Skoria Dengan Pumice
Sumber : Priadi, Bambang.2009.Slide Matakuliah : Kristalografi
dan Mineralogi (GL – 2041 ) Minggu Kesembilan, Bagian Mineralogi
Batuan Beku dan Piroklastik.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-65

- Obsidian : Diproduksi ketika lava felsik mendingin, dan membeku


dengan cepat, tidak memberikan waktu yang cukup bagi pertumbuhan
kristal, akibatnya bersifat gelasan.

Gambar 4.9 :Rekahan Conchoidal Pada Obsidian


Sumber : Priadi, Bambang.2009.Slide Matakuliah : Kristalografi
dan Mineralogi (GL – 2041 ) Minggu Kesembilan, Bagian Mineralogi
Batuan Beku dan Piroklastik.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-66

4.2 Macam – Macam Pengendapan Batuan Piroklastik


Suatu erupsi gunungapi yang eksplosif akan menghasilkan tiga macam
endapan piroklastik, yaitu : piroklastik jatuhan, piroklastik aliran,
dan piroklastik surge.Mekanisme erupsi eksplosif yang terjadi dapat
disebabkan oleh erupsi magmatik, phreatomagmatik, dan phreatik.Gambar
4.10 memperlihatkan hubungan geometri endapan piroklastik pada permukaan
topografi yang sama.Gambar 4.11 memperlihatkan skematik pengendapan
batuan piroklastik.Klasifikasi bahan piroklastik ditunjukkan oleh Tabel
4.5.

Gambar 4.10 : Hubungan Geometri Endapan Piroklastik Pada Permukaan


Topografi Sama ( Wright, Smith, dan Self, 1980 )
Sumber : Tucker, Maurice E.2003.Sedimentary Rocks in The Field.West
Sussex : John Wiley & Sons.Ltd hlm.62
Gambar 4.11 : Skematik Pengendapan Piroklastik ( Walker, 1983 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.34
Tabel 4.5 : Klasifikasi Bahan Piroklastik ( Wohletz, dan Heiken, 1992
)
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-23

Tabel 4.6 : Analisa Saringan Untuk Bahan Piroklastik ( Cas, dan


Wright, 1988 )
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-49

4.2.1 Piroklastik Jatuhan


Geometri, dan ukuran endapan jatuhan piroklastik menunjukkan tinggi pipa
kawah erupsi, kecepatan, dan arah angin.Terjadi akibat erupsi gunungapi
yang eksplosif, pada erupsi phreatik abu gunungapi tidak sebanyak pada
erupsi magmatik.Endapan piroklastik jatuhan ketebalannya relatif
seragam, dengan pemilahan baik, sebagai akibat fraksinasi oleh angin
saat pengendapannya.Struktur sedimen perlapisan kadang – kadang
teramati, disebabkan oleh kelakuan kolom erupsi yang berbeda.Pada bagian
bawah lapisan piroklastik jatuhan, tidak pernah terdapat struktur
perlapisan silang, atau bidang erosional. Pada erupsi ini, material
fragmental/tephra dilemparkan ke udara sangat tinggi, dan jatuh kembali
ke permukaan tanah pada jarak yang bervariasi terhadap kawah.

Gambar 4.12 : Awan Erupsi, dan Kolom Erupsi :Awan yang Terdiri Dari
Tephra, dan Gas Lainnya yang Terbentuk Seturut Jurusan Angin dari
Erupsi disebut Sebagai Awan Erupsi ( Eruption Cloud ).Sedangkan, Pilar
Awan Vertikal yang Terdiri Dari Tephra, dan Gas Lainnya yang Langsung
Naik Dari Kawah Disebut Sebagai Kolom Erupsi ( Eruption Column ).
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-26
Gambar 4.13 : Persamaan Gerak Dari Kolom Erupsi ( Wilson, 1976 )
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-21
4.2.2 Piroklastik Aliran ( Debris Avalanches / Nuee Ardente )
Abu panas, fragmen bstuan, dan gas yang bergerak kebawah dari pusat
erupsi eksplosif sebagai longsoran berkecepatan tinggi, atau terjadi
ketika ada bagian kubah lereng gunungapi yang roboh, menghasilkan aliran
piroklastik yang temperaturnya dapat mencapai 815 ℃, dan bergerak dengan
kecepatan 65 – 100 Km/Jam, sehingga dapat menghancurkan, dan membakar
jalan yang dilewati.Endapan aliran piroklastk umumnya terdiri dari tiga
jenis utama, yaitu :
- Endapan aliran bongkah, dan abu
- Endapan aliran Scoriae
- Endapan aliran batuapung ( menghasilkan ignimbrit / welded tuff )
Dalam aliran piroklastik dikenal juga istilah ekor, tubuh, kepala.
Gambar 4.14 : Skema Piroklastik Aliran
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-30

Gambar 4.15 : Nuee Ardente Erupsi Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat


Pada 1982
Sumber : http://volcano.und.nodak.edu/vwdocs/
Gambar 4.16 : Mekanisme Terjadinya Aliran Piroklastik ( Cas, dan
Wright, 1988 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.38
Gambar 4.17 : Skematik Suatu Endapan Aliran Piroklastik ( Cas, dan
Wright, 1981 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.37

Gambar 4.18 : Endapan Piroklastik Aliran di Merapi, Jawa Tengah


Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photo by Jack Lockwood, U.S. Geological Survey, November 2, 1982.
Gambar 4.19 : Efek Dari Piroklastik Aliran
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-37
4.2.3 Piroklastik Surges ( Blasts/Ledakan )
Gambar 4.20 : Mekanisme Terbentuknya Endapan Surges ( Cas, dan Wright,
1988 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.40

Endapan piroklastik surge terdapat tiga macam, yaitu base surge ( surge
dasar ), ground surge ( surge tanah ), dan ash cloud surge ( surge awan
abu ).Umumnya surge berasosiasi dengan erupsi phreatik/phreatomagmatik,
piroklastik aliran, dan piroklastik jatuhan.Istilah surges pertamakali
diperkenalkan oleh Moore et.al pada tahun 1966 berdasarkan hasil studi
kegiatan erupsi phreatomagmatik Gunungapi Taal, Filipina pada tanggal
18 – 30 September 1965.
A

Gambar 4.21 : Gambar A : Penyebaran Fasies Surge Dengan Jarak Relatif


Terhadap Kepundan Ubehebe, California, Amerika Serikat ; Gambar B :
Memperlihatkan Klasifikasi Lapisan Base Surge ( Wohletz, dan Sheridan,
1979, Alleb, 1982, op.cit.Cas, dan Wright, 1988 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.41
4.2.3.1 Base Surges
Berlapis, terkadang masif, fragmen batuan klastik
vesikuler/nonvesikuler, abu dengan diameter 10 Cm, terbentuk kristal,
dan sedikit fragmen batuan.Bom sags yang dilemparkan ke udara berada
dekat dengan kepundan.Untuk magma dengan erupsi phreatomagmatik, dimana
terjadi interaksi antara air dengan magma yang cukup banyak, endapan
piroklastik disekitar kepundan dapat mencapai lebih dari 100 m.Pada
gunungapi strato endapan biasanya tipis, dapat lebih kecil dari 5 Cm,
atau lebih kecil dari 5 m.Struktur sedimen memperlihatkan pengarahan
bentuk perlapisan, dan bentuk dune.Disekitar kepundan sangat sulit
membedakan endapan surge perlapisan planar, dengan perlapisan akibat
jatuhan piroklastik.Endapan surge biasanya terpotong ( truncated )
dengan sudut rendah, terkadang menunjukkan kondisi yang basah, dan
lengket saat diendapkan.Penggumpalan lapili menjadi nodule – nodule
kecil berukuran dibawah 2 Cm umum dijumpai.
4.2.3.2 Ground Surges
Memperlihatkan perlapisan dengan arah tertentu, dan ketebalannya kurang
dari 1 m.Biasanya merupakan dasar dari aliran piroklastik.Endapannya
terdiri dari abu gunungapi, fragmen vesikuler, batuan, dan
kristal.Terdapat juga kayu terbakar, dan bekas saluran/pipa gas.
4.2.3.3 Ash Cloud Surges
Endapan ini terletak di atas jatuhan piroklastik dengan ketebalan kurang
dari 1 m.Bentuk lapisan terpancung, kadang terpisah sebagai lensa.Ukuran
butir tergantung dari komposisi lava aliran piroklastik.Seperti juga
ground surges, teramati juga adanya bekas saluran.

Tabel 4.7 : Perbandingan Endapan Piroklastik Jatuhan, Piroklastika


Aliran, dan Piroklastik Surge
Sumber : Suparka, Emmy.2011.Slide Matakuliah : Petrologi ( GL-2042 )
Bagian Petrologi Batuan Piroklastik.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-17

Tabel 4.8 : Kenampakan Struktur Endapan Piroklastik (Fischer, dan


Schminke, 1984 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.42
4.3 Lahar
Gambar 4.22 : Aliran Lahar Menuruni Lembah di Guatemala
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-54
Lahar adalah aliran lumpur ( mudflow ), atau aliran debris ( debris flow
) pada wilayah volkanik.Kata Lahar berakar dari Bahasa Jawa, yang berarti
aliran lumpur, saat ini digunakan oleh dunia volkanologi internasional.
Lahar adalah campuran yang panas, atau dingin dari air, dan fragmen
batuan yang mengalir menuruni lereng gunungapi, dan/ atau lembah
sungai.Material yang ditransportasikan didalam lahar berkisar dari
material berukuran lempung, sampai bongkah berdiameter 10 m.
Lahar memiliki ukuran, dan kecepatan meluncur yang bervariasi.Lahar
kecil berukuran lebar beberapa meter, dan dalam beberapa sentimeter,
kecepatan alirannya bisanya rendah ( tidak mencapai orde puuhan meter
per sekon ).Sedangkan, lahar besar yang memiliki lebar beberapa ratus
meter, dan dalam beberapa puluh meter, dapat meluncur dengan kecepatan
hingga 30 Km/jam, dengan jarak dapat mencapai lebih dari 50 Km dari titik
awal.
Lahar dapat terjadi karena beberapa pemicu, yaitu :
- Erupsi Gunungapi : Dapat memicu lahar secara langsung dengan
pencairan salsu, dan es secara cepat pada suatu tubuh gunungapi (
misalnya di Pegunungan Alpen ), atau karena erupsi
phreatik/phreatomagmatik ( misalnya Lahar Panas pada Erupsi Kelud).
- Curah Hujan yang Tinggi : Curah hujan yang tinggi selama, dan/atau
setelah erupsi, akan memudahkan erosi dari tephra di lereng
gunungapi.Cara pembentukan lahar seperti ini adalah yang paling
sering terjadi.

- Gerakan Tanah : Seringkali dipicu oleh erupsi gungapi, gempa bum,


hujan, atau peningkatan tarikan gravitasi pada gunungapi.
Lahar dapat diklasifikasikan menjadi lahar primer, dan sekunder.Agar
lebih jelas, lihat Tabel 4.9.

Tabel 4.9 : Lahar Primer, dan Sekunder ( Suryo, dan Clarke, 1985 )
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-55
4.3.1 Terminologi Berkaitan Dengan Lahar

- Debris Flow : Bila lahar mengandung muatan sedimen lebih besar dari
80 % masssa – nya.

- Mudflow : Bila lahar dominan tersusun oleh partikel – partikel


berukuran halus, dengan diameter dibawah 2 mm ( pasir, dan lanau
).

- Hyperconcentrated Streamflow : Bila lahar mengandung muatan sedimen


40 – 80 % dari massa – nya.

- Cohesive Lahars : Jika Debris Flow, atau Mudflow mengandung lebih


dari 3 – 5 % sedimen berukuran lempung.

- Non-Cohesive Lahars : Jika Debris Flow, atau Mudflow mengandung


kurang dari 3 – 5 % sedimen berukuran lempung.
4.3.2 Dampak Aliran Lahar
Aliran lahar yang bergerak cepat menuruni lembah sungai, dan kemudian
menyebar di dataran banjir pada daerah kaki gunungapi, dapat menyebabkan
kerusakan ekonomi, dan lingkungan yang serius.Dampak langsung dari
turbulensi yang terjadi di ujung aliran lahar, atau dari bongkah –
bongkah batuan, dan kayu yang dibawa aliran lahar adalah menghancurkan,
dan menggerus segala sesuatu yang ada di jalur aliran lahar.Bangunan –
bangunan, dan lahan – lahan berharga dapat hancur, atau paling tidak
rusak tertimbun oleh lahar.Aliran lahar juga dapat merusak jalan, dan
jembatan, sehingga menyebabkan penduduk sekita gunungapi terisolasi di
daerah bahaya erupsi.
Selain merugikan, aliran lahar juga memberikan dampak yang menguntungkan
secara ekonomi, yaitu turut membawa serta endapan – endapan
volkanoklastik yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, seperti
pasir volkanik, dan pecahan andesit yang memberi dampak positif (
meskipun tidak benar juga, karena di salah satu bagian lereng Merapi,
dan penulis yakini banyak di bagian lain pula, keluarga para penambang
pasir justru melarat, dan rawan terkena bencana lahar dingin, serta rawan
pula dari larangan pemerintah terkait mitigasi bencana tidak tepat
sasaran, sementara para pengepul pasir yang menguasi modal hidup jauh
lebih sejahtera, dan terhindar dari banyak risiko ).Selain itu, endapan
lahar yang melapuk menjadi tanah akan baik untuk pertanian, karena lahan
tersebut amat subur.
Gambar 4.23 : Bencana Pasca Erupsi yang Ditimbulkan Oleh Banjir Lahar
Dingin Dari Gunungapi Pinatubo, Filipina
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-57
BAB V : BENTUK, ERUPSI, DAN STRUKTUR GUNUNGAPI

5.1 Bentuk Gunungapi


Bentuk gunungapi bergantung pada :
- Bahan erupsi
- Letak titik erupsi
- Sifat erupsi
- Tipe erupsi
- Lingkungan gunungapi berada ( darat/laut )
Bahan piroklastik akan membentuk kerucut yang sangat mudah tererosi.Jika
pusat erupsi berpindah – pindah, maka bentuk gunungapi tidak
teratur.Gambar 5.1 memperlihatkan bentuk – bentuk utama gunungapi.Setiap
bentuk memiliki karakteristik yang berbeda, yang ditunjukan oleh Tabel
5.1.
Gambar 5.1 : Bentuk Gunungapi Utama
Sumber : USGS/Lyn Topinka, 1998
Tabel 5.1 : Karakteristik Bentuk – Bentuk Gunungapi
Sumber : USGS/Lyn Topinka, 1998
5.1.1 Bentuk Rekahan ( Fissure Volcano )/Basal

Gambar 5.2 : Sketsa Gunungapi Rekahan


Sumber : Dokumen Pribadi Penulis
Gunungapi rekahan merupakan sebuah retakan panjang pada permukaan bumi
dimana aliran magma keluar melalui retakan tersebut.Ciri :Rekahan,Basal.
Contoh : Plato Kolumbia di bagian barat-laut Amerika Serikat; dan Plato
Deccan di India.

Gambar 5.3 : Moses Coulee showing multiple flood basalt flows of the
Columbia River Basalt Group. The upper basalt is Roza Member, while
the lower canyon exposes Frenchmen Springs Member basalt
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-32
5.1.2 Bentuk Perisai ( Shield Volcano )

Gambar 5.4 : Sketsa Gunungapi Perisai


Sumber : Nandi.2006.Handouts Geologi Lingkungan ( GG405 ), Bagian
Vulkanisme.Bandung : Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia hlm.14
Terbentuk oleh perlapisan lava encer yang merupakan pengulangan erupsi
yang membentuk kubah landai.Perpindahan pusat erupsi, dapat membuat
bentuknya tidak teratur.Bentuk gunungapi ini merupakan khas Gunungapi
Hawaiian.

Gambar 5.5 : Mauna Kea, Salah Satu Gunungapi Perisai di Hawaii


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-15

Gambar 5.6 : Pemandangan Sisi Utara – Barat Laut Mauna Loa, Dari Sisi
Selatan Mauna Kea, Hawaii.Keduanya Merupakan Gunungapi Perisai.
Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by D. Little (date unknown)
5.1.3 Bentuk Kerucut Bara ( Cinder Cone )

Gambar 5.7 : Sketsa Gunungapi Kerucut Bara


Sumber : Dokumen Pribadi Penulis
Terjadi akibat erupsi magmatik eksplosif yang menghasilkan bahan
piroklastik seperti bom, lapili, pumice, dan abu volkanik.Biasanya kawah
yang ada lebar, dan tidak tinggi, akibat bahan piroklastik rentan
terhadap erosi.Piroklastik yang menyusun, teksturnya vesikuler,
berkomposisi dari basal sampai andesit.

Gambar 5.8 : Cinder, atau Scoria Cone di Red Hill, California


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-25
Gambar 5.9 : Tuff Cone ( Variasi Sebentuk Dengan Kerucut Bara ), di
Oregon
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-26
Gambar 5.10 : Hvrell Tuff Ring dekat Dengan Danau Myvatu ( Tinggi
sekitar 463 m, Dengan Lebar Kawah 1040 m), Islandia. Tuff Ring Adalah
Variasi Sebentuk Dengan Kerucut Bara, yang Dikenal Juga Sebagai
Kerucut Tephra, Atau Kerucut Abu Volkanik
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-27
5.1.4 Bentuk Strato ( Komposit )

Gambar 5.11 : Sketsa Gunungapi Strato


Sumber : Dokumen Pribadi Penulis
Terbentuk oleh adanya perlapisan antara lava dengan piroklastik,
contohnya antara lain Tangkuban Parahu di bagian utara Bandung yang pusat
erupsinya berpindah dari sebelah barat ke timur, sehingga berbentuk
menyerupai perahu yang terbalik.Sedangkan bentuk gunungapi kerucut yang
sempurna adalah Sindoro, dan Sumbing di Jawa Tengah, dekat Kota Wonosobo,
dan Gunungapi Tidore di Maluku Utara.Di luar negeri gunungapi strato
yang terkenal adalah Gunungapi Mayon di Filipina, Gunungapi Fuji di
Jepang, serta Gunungapi Klilimanjaro di Afrika Timur.
Gambar 5.12 : Gunungapi Sumbing, Jawa Tengah Dengan Ketinggian Puncak
Mencapai 3371 m dpl.Merupakan Salah Satu Gunung Strato Dengan Bentuk
Kerucut Paling Sempurna di Indonesia
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-9

Gambar 5.13 : Legaspi, Albay, Filipina.Salah Satu Dari Gunungapi


Starto Yang Berbentuk Paling Sempurna di Dunia
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-7
5.1.5 Bentuk Kubah Lava ( Volcanic Dome )

Gambar 5.14 : Sketsa Gunungapi Kubah Lava


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-6
Sangat berhubungan sekali dengan komposisi magma, dan viskositasnya,
semakin encer magma/lava akan mempunyai penyebaran yang luas, dan
membentuk plato ( seperti plato basaltik ).Kubah lava terjadi, jika
viskositas lava tinggi, dan jangkauan alirannya tidak jauh.Lava akan
menjadi sumbat kepundan yang sewaktu – waktu dapat diletuskan karena
adanya tekanan gas dari dalam kepundan.
Gambar 5.15 : Kubah Lava di Gunungapi Agustinus di Cook Inlet, Alaska
Sumber : Photo by C.Nyee, ADGGS, 1982
5.1.6 Bentuk Kaldera

Gambar 5.16 : Sketsa Kaldera


Sumber : Nandi.2006.Handouts Geologi Lingkungan ( GG405 ), Bagian
Vulkanisme.Bandung : Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia hlm.14
Kaldera adalah morfologi depresi yang ( umumnya ) berbentuk lingkar yang
sangat besar, dengan diameter antara 1,5 – 10 Km, terletak di puncak
gunungapi.Kaldera terbentuk ketika magma dalam volume sangat besar
tererupsi dari resrvoir magma yang dangkal dibawah permukaan.Area yang
ditinggalkan magma dalam volume besar tersebut, akan membuat batuan
kehilangan struktur penopangnya, sehingga mengakibatkan batuan runtuh
membentuk depresi yang sangat besar.Kaldera berbeda dengan kawah (
sebentuk lingkaran depresi yang kecil ).Depresi pada kawah diseabkan
semata oleh batuan yang keluar selama erupsi yang eksplosif.
Contoh kaldera di Indonesia adalah Kaldera Gunung Batur di Bali (
diameter 10 Km ), Kaldera Tambora di Pulau Sumbawa ( diameter 6 Km ),
Kaldera Rinjani ( diameter 4,5 Km ), Kaldera Toba, Kaldera Krakatau, dan
Kaldera Sunda ( salah satu bekasnya adalah Situ Lembang, tempat latihan
tahap hutan – gunung pendidikan komando, Kopassus, TNI – AD ).
Gambar 5.17 : Sketsa Terbentuknya Kaldera Gunungapi La Cumbre, Pulau
Ferdinand, Kepulauan Galapagos
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-17

Gambar 5.18 : Kaldera Gunungapi La Cumbre, Pulau Ferdinand, Kepulauan


Galapagos
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-17
Gambar 5.19 : Citra Landsat Kaldera Gunungapi Toba ( Panjang 100 Km,
Lebar 30 Km ) Hasil Erupsi Supervolcano Pada Pleistosen ( 74000 Tahun
Silam ), Yang Melontarkan 2800 Km3 Abu Volkanik ke Angkasa Setinggi
Sampai 40 Km, Menyebabkan Temperatur Bumi Rata – Rata Turun Sebesar 3
– 5 ℃
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-19
5.1.7 Bentuk – Bentuk Lainnya
Gambar 5.20 : Klasifikasi Bentuk Gunungapi ( Simkin, dan Siebert, 1994
)
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-3
Selain keenam tipe gunungapi utama tersebut, terdapat lagi beberapa tipe
lainnya, yaitu :
5.1.7.1 Bentuk Kompleks Gunungapi ( Compound/Complex Volcano )

Gambar 5.21 : Sketsa Compound/Complex Volcano


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-11
Kompleks gunungapi merupakan kenampakan gunungapi dengan lebih dari satu
tonjolan, atau morfologi positif dalam satu wilayah volkanik.Hal ini
disebabkan oleh perubahan karakteristik erupsi, atau lokasi dimana
terdapat banyak sekali rekahan kepundan dalam satu wilayah volkanik.
Gambar 5.22 : Kompleks Gunungapi Homa di Kenya
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-11
Gambar 5.23 : Kompleks Gunungapi Plato Dieng, Jawa Tengah
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-13
5.1.7.2 Bentuk Maar

Gambar 5.24 : Sketsa Maar


Sumber : Nandi.2006.Handouts Geologi Lingkungan ( GG405 ), Bagian
Vulkanisme.Bandung : Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia hlm.14
Maar adalah kawah lebar yang berelief rendah.Maar terbentuk karena erupsi
eksplosif singkat dari magma yang dangkal, yang menghasilkan piroklastik
berukuran sedang.Eksplosi biasanya diakibatkan oleh pemanasan, dan
mendidihnya air bawah tanah, ketika terkena kontak dengan magma (
phreatik ).Lubang kawah maar biasanya terisi air.Contoh maar di Indonesia
adalah Gunung Lamongan, Jawa Timur ( memiliki sekitar 27 maar ), yang
terbesar adalah Maar Klakah yang berdiameter 625 m, kedalaman 28 m,
tinggi dinding kawah 18 m terhadap sekitarnya.
Gambar 5.25 : Maar Eichholz
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-30
Gambar 5.26 : Penampang Vertikal Gunung Lamongan, Dan Bagian –
Bagiannya
Sumber : Mulyana, Iyan, et.al.2000.Laporan Pengamatan Visual, Dan
Kegempaan, Serta Pemeriksaan Ranu – Ranu G.Lamongan, Jawa Timur Juni
2000.Proyek Penyelidikan , dan Pengamatan Gunungapi Tahun Anggaran
2000,Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen
Energi dan Sumberdaya Mineral
5.1.7.3 Bentuk Somma Volcano ( Sommian / Somma Strato Volcano )

Gambar 5.27 : Sketsa Gunungapi Somma


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-20
Somma volcano merupakan fenomena yang pertama kali dikenali di Gunung
Somma yang merupakan gunungapi strato baru yang muncul dari Kaldera
Gunung Vesuvius di Italia.Gunungapi tipe somma adalah kaldera yang
sebagian darinya terisi oleh kemunculan gunungapi baru ( biasanya
merupakan tipe strato ).Contoh Somma Volcano di Indonesia adalah
Gunungapi Anak Krakatau, dan Gunung Bromo di Kaldera Tengger.
Gambar 5.28 : Gunungapi Somma yang Muncul Dari Kaldera Vesuvius,
Italia
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-21
Gambar 5.29 : Gunung Bromo yang Muncul Dari Kaldera Tengger, Jawa
Timur
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-18

5.2 Erupsi Gunungapi


5.2.1 Jenis Erupsi Berdasarkan Sumber Kejadian
Erupsi berdasarkan sumber kejadiannya, dapat dikelompokan menjadi :
- Erupsi Magmatik : Terjadi akibat magma yang berhasil naik, dan
keluar ke permukaan bumi, material volkanik dihasilkan oleh suatu
proses erupsi yang eksplosif, dan/atau efusif.Erupsi magmatik
menghasilkan batuan klastik juvenil selama dekompresi
eksplosif.Jangkauan intensitasnya antara lava fountain pada
gunungapi tipe hawaiian, hingga kejadian katastrofik seperti tipe
erupsi ultraplinian, yang dapat menhasilkan kolom erupsi setinggi
30 Km.

- Erupsi Phreatik : Disebut juga sebagai eksplosi phreatik, atau


erupsi ultravolkanian.Terjadi akibat adanya kontak air secara
langsung, maupun tidak langsung dengan magma yang naik.Magma yang
memiliki temperatur antara 600 – 1710 ℃ menyebabkan evaporasi dari
sistem aliran air yang terkena kontak, menyebabkan ledakan yang
mengandung uap air, air, bomb volkanik, dan abu volkanik.Pada
intensitas geothermal yang lebih rendah, akan menghasilkan
mudvolcano, seperti yang terjadi di Bledug Kuwu, Jawa Tengah.Thomas
August Jaggar, Jr pada tahun 1949 menyebut kejadian itu dengan
istilah steam – blast eruption.

Gambar 5.30 : Semburan Lumpur Dari Aktivitas Mudvolcano Bledug


Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah
Sumber : http://www.barnorama.com/wp-
content/images/2012/03/bledug-kuwu/05-bledug-kuwu.jpg

Gambar 5.31 : Thomas Augustus Jaggar, Jr ( 1871 – 1953 ), Seorang


Ahli Volkanologi Amerika Serikat, Pendiri Hawaiian Volcano
Observatory.Namanya Diabadikan Sebagai Thomas A. Jaggar Museum Di
Hawaii Volcanoes National Park
Sumber : http://www.sciencephoto.com/image/435417/350wm/C0114286-
Thomas_Jaggar,_US_volcanologist-SPL.jpg

Gambar 5.32 : Model Hipotetis Kegiatan Erupsi Phreatik Yang


Diakibatkan Oleh Adanya Magma,
a.Kontak Awal Antara Magma Dengan Air Formasi, b.Uap Terbentuk,
c.Magma bercampur Dengan Batuan Sekitarnya, d.Ekspansi Uap
Bertekanan Tinggi Menyebabkan Terjadinya Letusan
( Sheridan dan Wohletz, 1983, op.cit. Wohletz dan Heiken, 1992 )
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi
dan Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-40

- Erupsi Phreatomagmatik : Menghasilkan batuan klastik juvenil,


sebagai akibat antara interaksi magma dengan air.Perbedaannya
dengan erupsi magmatik adalah, karena terjadi interaksi magma
dengan air, sedangkan perbedaannya dengan erupsi phreatik karena
erupsi phreatomagmatik menghasilkan batuan klastik juvenil.Erupsi
phreatomagmatik umum terjadi pada erupsi yang sangat eksplosif,
dimana sifat erupsi merupakan gabungan erupsi phreatomagmatik, dan
erupsi magmatik.
Gambar 5.33 : Endapan Jatuhan Abu yang Berasal Dari Erupsi
Phreatomagmatik, Terdapat Diatas Endapan Jatuhan Lapili yang
Berasal Dari Erupsi Magmatik.Tampak Buku Catatan Lapangan
Berwarna Kuning Sebagai Pembanding
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi
dan Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.Slide ke-39

5.2.2 Tipe Erupsi


Gambar 5.34 : Klasifikasi Erupsi Utama Sederhana Berdasarkan Proporsi
Material yang Dierupsikan ( Geze, 1964 dengan modifikasi )
Sumber : P.Lockwood, John, et.al.2010.Volcanoes Global
Perspective.West Sussex : John Wiley & Sons.Ltd hlm.120
Tabel 5.2 : Tipe – Tipe Erupsi
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-45
Tipe erupsi suatu gunungapi dapat terdiri lebih dari satu macam, karena
erupsi magmatik dapat berlangsung dalam beberapa jam, hari, minggu,
bahkan ada juga yang berlangsung dalam orde tahunan.Beberapa tipe erupsi
yang dikenal akan dibahas secara singkat dibawah ini.
5.2.2.1 Erupsi Tipe Hawaiian
Gambar 5.35 : Diagram Erupsi Hawaiian, Keterangan : 1. Ash plume, 2.
Lava fountain, 3. Crater, 4. Lava lake 5. Fumaroles 6. Lava flow 7.
Layers of lava and ash, 8. Stratum, 9. Sill, 10. Magma conduit, 11.
Magma chamber, 12. Dike
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-46
Erupsi Hawaiian merupakan ciri khas gunungapi di Hawaii.Erupsi Hawaiian
merupak erupsi yang relatif paling tenang dibandingkan erupsi tipe
lainnya.Karakter dari erupsi hawaiian adalah erupsi yang efusif
basaltik, dengan muatan gas yang rendah, serta volume material volkanik
yang dierupsikan dapat kurang dari setengah volume erupsi tipe
lainnya.Lava yang berjumlah sedikit, namun encer itulah yang membangun
tubuh gunungapi perisai yang lebar.
Erupsi Hawaiian juga tidak terpusat di puncak, seperti umumnya erupsi
tipe lain, melainkan melebar ke sekelilingnya melalui pola erupsi linear
yang keluar dari jalur – jalur rekahan diseputar puncak.Meskipun
demikian, erupsi hawaiian dapat pula keluar dari puncak, baik secara
sporadis, maupun kontinyu, dengan menghasilkan lava fountain yang
ketinggian semburannya dapat mencapai ribuan meter.Partikel hasil erupsi
lava fountain umumnya membeku langsung di udara, yang nantinya ketika
menyentuh tanah sudah menjadi padatan, yang lalu dapat membentuk fragmen
scoria cindery.Tetapi ketika angkasa terlalu penuh dengan klastik –
klastik produk lava fountain, maka partikel tersebut sukar membeku di
udara, sehingga ketika mencapai tanah masih dalam keadaan panas, yang
nantinya dapat membentuk spatter cone.Jika kadar erupsi lebih besar lagi,
maka akan membentuk splattery – fed lava flows.
Erupsi Hawaiian seringkali berlangsung dalam durasi waktu yang lama,
seperti Pu’u O’o, yang merupakan kubah bara dari Kilauea, erupsinya
dimulai pada tahun 1983, dan masih berlanjut hingga sekarang.Ciri lain
erupsi hawaiian adalah adanya danau lava yang aktif.Danau lava adalah
kolam berisi lava yang mampu memperbaharui diri sendiri, dengan dasar
berupa kerak tipis yang semi dingin.Di bumi ini hanya terdapat lima buah
kolam lava, salah satunya terdapat di Kupaianaha, Kilauea.

Gambar 5.36 : Pu’u O’o


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-50
Gambar 5.37 : Lava Fountain
Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by J.D. Griggs on 5 October 1983

Gambar 5.38 : Tampak Udara Dari Danau Lava Kupainaha


Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by E.W. Wolfe on 16 December 1986
Berdasarkan karakteristik strukturalnya, aliran lava basaltik dari
erupsi hawaiian, dapat dibagi menjadi :
- Lava Pahoehoe : Aliran lava basaltik yang sangat encer, halus,
dapat membentuk gelembung, dan urat, dapat bergerak dalam sebuah
lembaran, dengan gerakan yang relatif cepat.

- Lava A’a : Aliran lava basaltik yang lebih kental dari pahoehoe,
bergerak lebih lambat, ketebalan alirannya 2 – 20 m.
Karena peningkatan viskositas, dan/atau shear, lava pahoehoe dapat
menjadi lava A’a, tetapi tidak sebaliknya.
Erupsi Hawaiian juga menghasilkan produk volkanik yang sangat unik,
antara lain adalah Pele’s tears, yang merupakan partikel volkanik kecil,
yang terbawa angin, sehingga membentuk seperti tetesan air mata yang
bertekstur glassy, ketika kecepatan angin lebih besar, dapat pula
membentuk seperti surai, yang dikenal sebagai Pele’s hair.Sebagai
informasi saja, bahwasanya Pele merupakan dewa gunungapi dalam
kepercayaan Masyarakat Hawaii.Beberapa lava basaltik yang terisi oleh
angin dapat menjadi reticulite, yang merupakan batuan dengan densitas
paling rendah di bumi.
Erupsi Hawaiian bukanlah melulu terdapat di rantai gunungapi sekitar
Hawaii.Semburan lava fountain tertinggi ( 1600 m, lebih dari dua kali
tinggi gunungapi tersebut, yang hanya 764 m ) yang pernah tercatat,
merupakan hasil erupsi dari Mount Mihara di Pulau Izu Ōshima, Jepang
pada 1986.

5.2.2.2 Erupsi Tipe Strombolian


Gambar 5.39 : Diagram Erupsi Strombolian.Keterangan : 1. Ash plume, 2.
Lapilli, 3. Volcanic ash rain, 4. Lava fountain, 5.Volcanic bomb, 6.
Lava flow, 7. Layers of lava and ash, 8. Stratum, 9. Dike, 10. Magma
conduit, 11. Magma chamber, 12. Sill
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-52

Gambar 5.40 : Pemandangan Jarak Dekat Gunungapi Stromboli, Italia


Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by B. Chouet in December 1969
Mengacu pada erupsi Gunungapi Stromboli di Laut Tyrrhenia, Italia yang
tererupsi secara kontinyu sejak 2000 tahun yang lalu.Erupsi gunungapi
tipe strombolian disebabkan oleh ledakan gelembung gas yang terdapat
pada magma.
Pada saat dibawah permukaan, gelembung gas magma ini terakumulasi, lalu
bergabung menjadi gelembung gas yang lebih besar yang disebut sebagai
gas slug .Setelah cukup besar untuk melewati kolom lava, gas slug terus
naik hingga sampai di permukaan.Akibat perbedaan tekanan udara pada
permukaan, gelembung gas besar tersebut pecah, diikuti dengan suara
ledakan yang keras, dan menghamburkan magma ke udara, seperti pola yang
terjadi pada gelembung sabun.Karena tekanan gas berasosiasi dengan lava,
maka aktivitas lanjutan yang membentuk episode erupsi yang eksplosif
juga selalu diikuti dengan suara ledakan yang keras.Selama erupsi,
ledakan terdengar dengan selang waktu beberapa menit.
Banyak volcanologist yang mengklasifikasikan erupsi strombolian secara
tidak pandang bulu, yang digunakan untuk mendeskripsikan berbagai erupsi
volkanik dengan variasi sangat luas, mulai dari ledakan volkanik kecil,
hingga erupsi yang membentuk kolom erupsi yang besar.Pada kenyataannya,
tipe erupsi strombolian dikarakterisasikan sebagai erupsi singkat dari
lava dengan viskositas intermediate, yang kerap terbuncah ke udara,
terkadang dapat menghasilkan kolom erupsi dengan ketinggian hingga
mencapai ratusan meter.Lava erupsi strombolian adalah lava basaltik yang
kental, dengan produk akhir berupa skoria.Erupsi strombolian dianggap
tidak begitu, berbahaya karena dengan kontinyu – nya erupsi selama
ratusan tahun, membuatnya dapat dihindari oleh manusia.
Erupsi tipe strombolian menghasilkan bomb volkanik, dan lapili yang
mengikuti jalur parabol saat dierupsikan sebelum sampai pada
permukaan.Akumulasi dari erupsi strombolian yang stabil akan
menghasilkan kerucut bara, yang tersusun oleh piroklast basaltik, yang
jika diteruskan akan menjadi cincin tefra yang sempurna.
Erupsi tipe strombolian hampir mirip dengan erupsi tipe hawaiian, hanya
saja memiliki perbedaan yang mencolok juga.Perbedaan tersebut antara
lain :
- Erupsi strombolian lebih berisik relatif terhadap tipe hawaiian.
- Erupsi strombolian dapat menghasilkan kolom erupsi, meskipun tidak
secara kontinyu, sedangkan erupsi hawaiian tidak.
- Erupsi strombolian tidak memproduksi material volkanik yang khas
dari erupsi hawaiian ( seperti Pele’s tears, dan Pele’s hair ).
- Erupsi strombolian memproduksi jauh lebih sedikit aliran lava
ketimbang erupsi hawaiian, meskipun material yang dierupsikannya
cenderung untuk membentuk rivulet kecil ).

5.2.2.3 Erupsi Tipe Vulkanian


Gambar 5.41 : Diagram Erupsi Vulkanian.Keterangan : 1. Ash plume, 2.
Lapilli, 3. Lava fountain, 4. Volcanic ash rain, 5. Volcanic bomb, 6.
Lava flow, 7. Layers of lava and ash, 8. Stratum, 9. Sill, 10. Magma
conduit, 11. Magma chamber, 12. Dike
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-57
Gambar 5.42 : Erupsi Tipe Vulkanian Dari Gunungapi Tavurvur, Kaldera
Rabaul, Papua Nugini
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-61
Erupsi vulkanian diberi nama berdasarkan karakteristik erupsi Gunungapi
Vulcano di Italia pada tahun 1888 – 1890, yang diteliti oleh Giuseppe
Mercalli.Erupsi vulkanian adalah akibat dari magma berviskositas tinggi,
yang membuat sulit gelembung gas untuk keluar ke permukaan.Mirip dengan
erupsi strombolian, yang diawali dengan pembentukan gelembung gas
dibawah permukaan, yang nantinya akan meledakkan sumbat magma ( kubah
lava ), dan akhirnya menghasilkan erupsi yang eksplosif.Tetapi, erupsi
vulkanian memiliki beberapa perbedaan mencolok dengan erupsi
strombolian, antara lain :
- Lava yang dierupsikan oleh tipe vulkanian tidak seaerodinamis lava
yang dierupsikan oleh tipe strombolian.Hal ini disebabkan
viskositas magma vulkanian lebih tinggi dari viskositas magma
strombolian, serta adanya gabungan dalam jumlah besar antara lava
erupsi vulkanian dengan kubah lava yang hancur.
- Erupsi vulkanian lebih eksplosif daripada erupsi strombolian,
dengan menghasilkan kolom erupsi yang sering mencapai ketinggian 5
– 10 Km.

- Hasil erupsi vulkanian biasanya berkomposisi andesitik, hingga


dasitik, bukan basaltik.
Aktivitas erupsi vulkanian diawali dengan seri ledakan singkat yang
bertahan selama beberapa menit, hingga beberapa jam, yang menghasilkan
bomb , dan blok volkanik.Erupsi ini menghancurkan kubah lava, yang
nantinya berlanjut ke erupsi lanjutan yang lebih tidak
berisik.Pertumbuhan kubah lava adalah tanda dari aktivitas erupsi tipe
vulkanian selanjutnya.
Endapan hasil erupsi vulkanian di dekat kawah adalah bomb, dan blok
volkanik yang sangat besar, yang dikenal sebagai bomb kerak roti ( bread
– crust bomb ).Abu volkanik yang halus dalam jumlah yang sedikit juga
merupakan bagian dari endapan hasil erupsi vulkanian, meskipun terkadang
jika derajat eksplosi sangat tinggi, dapat ditemukan lapisan tanpa abu
volkanik dari volkanostratigrafi erupsi vulkanian.Dalam beberapa kasus,
ditemukan endapan vulkanian yang merupakan hasil interaksi dengan air
meteorik, yang mengindikasikan bahwa sebagian erupsi vulkanian,
merupakan erupsi hidrovolkanik.
5.2.2.4 Erupsi Tipe Plinian
Gambar 5.43 : Diagram Erupsi Plinian.Keterangan : 1. Ash plume, 2.
Magma conduit, 3. Volcanic ash rain, 4. Layers of lava and ash, 5.
Stratum, 6. Magma chamber
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-66
Erupsi plinian berakar pada nama Pliny, seorang mantan perwira kavaleri
Romawi yang juga merupakan naturalis penulis 37 jilid ensiklopedia
tentang alam ( juga pencetus kata ensiklopedia ), yang tewas ketika ingin
menyelidiki erupsi Vesuvius pada 24 agustus tahun 79 M.Namanya kini
diabadikan, menjadi nama erupsi gunungapi paling eksplosif.
Erupsi plinian, diawali pada dapur magma, dimana gas terlarut yang mudah
menguap tersimpan di dalamnya.Gas tersebut menggelembung, dan
terakumulasi seiring dengan kenaikannya ke magma conduit.Gelembung gas
ini menggumpal, serta membesar, dan akhirnya saat mencapai ukuran 75 %
dari volume magma conduit, gas tersebut meledak.Ruang yang sempit dalam
magma conduit, memaksa gas, dan magma tersebut keluar, yang akhirnya
membentuk kolom erupsi raksasa.Kecepatan erupsi ini bergantung pada
komposisi gas, kuat lemahnya batuan permukaan yang pasti hancur karena
erupsi, dan pembentukan lidah lava keluar struktur yang akan mempercepat
laju gas.
Ciri khas erupsi plinian adalah kolom erupsi yang sangat masif, dapat
mecapai ketinggian 2 – 45 Km di atas atmosfer.Semakin ke atas, densitas
kolom erupsi akan semakin berkurang, hingga akhirnya terbawa oleh angin
yang sangat kuat, sehingga membentuk awan erupsi.Konveksi, dan ekspansi
termal akan membawa abu volkanik sampai ke stratosfer.
Erupsi plinian bersifat sangat eksplosif karena berasosiasi dengan lava
dasitik, dan rhyolitik yang mudah menguap, dimana kejadian ini umumnya
terjadi pada gunungapi tipe strato.Durasi erupsi berlansung kira – kira
dalam jam, hingga hari, berbading lurus dengan semakin tinggi derajat
keasaman magma gunungapi tersebut.Walaupun berasosiasi dengan magma
felsik, erupsi plinian dapat terjadi pada gunungapi dengan kandungan
magma basaltik, jika saja dapur magma – nya kaya akan silika.
Erupsi plinian mirip dengan erupsi vulkanian, dan strombolian, hanya
saja dalam hal erupsi, plinian tidak membuat suatu seri erupsi diskrit
yang kecil, melainkan langsung membuat erupsi kontinyu dengan sifat yang
sangat eksplosif.
Wilayah yang terkena oleh erupsi plinian dikenali dengan hujan batuapung
yang volumenya berkisar antara 0,5 – 5 Km3.Material seperti abu volkanik
dapat ditemukan dalam lapisan yang cukup tebal, jika saja dapat kembali
ke permukaan.Abu volkanik yang dilontarkan dari erupsi plinian mencapai
volume beberapa Km3.Material erupsi plinian yang paling berbahaya adalah
hancuran tubuh gunungapi itu sendiri, yang dapat mencapai kecepatan 28
– 700 Km/jam, dengan jangkauan dapat mencapai ratusan kilometer dari
pusat erupsi.
Berdasarkan Smithsonian Institution's Volcanic Explosivity Index, jika
VEI mencapai 6 – 8, maka erupsi tersebut akan masuk kedalam klasifikasi
ultraplinian.Erupsi ultraplinian, umumnya menghasilkan tinggi kolom
erupsi 25 Km, dengan volume material erupsi sebesar 10 – 1000 Km3.Yang
tercatat dalam sejarah sebagai erupsi ultraplinian adalah Gunungapi Toba
( 74000 tahun silam ), Tambora ( 1815 ), dan Krakatau ( 1883 ).

Gambar 5.44 : Lukisan Tentang Erupsi Vesuvius Tahun 79 M


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-69
Gambar 5.45 : Lukisan Tentang Erupsi Krakatau Pada 1883
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-71
5.2.2.5 Erupsi Tipe Surtseyan
Gambar 5.46 : Diagram Erupsi Surtseyan.Keterangan : 1. Water vapor
cloud, 2. Compressed ash, 3. Crater, 4. Water, 5. Layers of lava and
ash, 6. Stratum, 7. Magma conduit, 8. Magma chamber, 9. Dike
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-73
Gambar 5.47 : Erupsi Gunungapi Surtsey di Islandia Pada 30 November
1963, 16 Hari Sesudah Erupsi Dimulai
Sumber : Image: Howell Williams. Image source: NOAA
Erupsi surtseyan, yang dikenal juga dengan sebutan erupsi hidrovolkanik
adlah tipe erupsi yang disebabkan kontak antara air yang dangkal dengan
lava.Erupsi surtseyan dinamakan demikian, sedudah erupsi Gunungapi
Surtsey di Islandia pada 1963.Erupsi surteseyan mempunyai perbandingan
( jika tanpa air ) yang setara dengan erupsi strombolian, tetapi erupsi
surtseyan lebih eksplosif, karena kontak antara lava yang memanaskan
air, yang dalam sekejap akan meluas, dan berubah menjadi uap panas, akan
menimbulkan ledakan yang cukup eksplosif.
Tipe erupsi surtseyan seolah telah menjadi hal yang umum bagi kepulauan
gunungapi volkanik yang dikelilingi oleh perairan dangkal.Tetapi, erupsi
surtseyan dapat juga terjadi di darat, yang diakibatkan oleh kontak
antara magma yang naik dengan akuifer ( lapisan bawah tanah, yang
mengandung, dan dapat mengalirkan air ) pada lapisan rendah dibawah
gunungapi.Produk erupsi surtesyan umumnya berupa oxidized palagonite
basalts, jika terjadi erupsi andesitik, maka akan menghasilkan albeit
yang jarang.Seperti juga erupsi strombolian, erupsi surtseyan akan
menghasilkan erupsi yang menerus, dan ritmik.
Hal yang unik dari erupsi surtseyan adalah dihasilkannya endapan base
surges, yang merupakan lingkaran awan panas permukaan yang terbentuk
kira – kira seperti kolom erupsi.Base surge terjadi akibat kolom erupsi
yang sangat berat, karena berisikan uap air, tertarik kebawah oleh
gravitasi.Densitas base surge terberat, berada dekat kawah, yang akan
menghasilkan endapan berstruktur wedge.Struktur dune akan berasosiasi
dengan endapan hasil gerak menyamping dari base surge, dalam endapan ini
adakalanya dijumpai bomb sags yang turut terlempar dari kawah selama
eksplosi.Akumulasi dari abu volkanik yang basah, dan membulat akan
menghasilkan endapan accretionary lapilli.
Erupsi surtseyan yang berlangsung secara kontinyu dari waktu ke waktu,
akan menghasilkan bentuk maar, dan tuff ring.Bentuk ini berasosiasi
dengan erupsi pada satu kawah, jika saja erupsi muncul disepanjang zona
rifting, akan menghasilkan banyak pula bentuk seperti diatas, dan
tentunya akan menghasilkan erupsi yang lebih dahsyat, seperti erupsi
Gunungapi Tarwera pada tahun 1886.
Kerucut litoral 534 adalah salah satu penciri lainnya dari erupsi
surtseyan.Kerucut basaltik ini terbentuk ketika eksplosi uap air memecah
batuan samping, yang nantinya akan terendapkan pada lereng sekitar
gunungapi tersebut.Seri erupsi yang kontinyu, akan membangun kerucut
litoral 534 tersebut.

Gambar 5.48 : Accretionary Lapilli


Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-12

5.2.2.6 Erupsi Tipe Submarine


Gambar 5.49 : Diagram Erupsi Submarine.Keterangan : 1. Water vapor
cloud, 2. Water, 3. Stratum, 4. Lava flow, 5. Magma conduit, 6. Magma
chamber, 7. Dike, 8. Pillow lava
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-77
Erupsi submarine merupakan erupsi gunungapi yang terjadi dibawah
air.Material hasil erupsi gunungapi bawah laut, menempati 75 % dari total
material erupsi yang dikeluarkan oleh gunungapi di seluruh dunia.Erupsi
tipe ini dihasilkan oleh batas lempeng divergen seperti mid ocean ridges
, ataupun batas lempeng konvergen seperti subduksi di sekitar Tonga
Kermandec.Karakteristiknya baru diketahui banyak setelah ditemukannya
alat untuk mendeteksi langsung pada tahun 1990 – an, ketika hydrophone
yang dapat menangkap gelombang akustik T – Waves yang dihasilkan oleh
gempa bawah laut ( berasosiasi dengan erupsi gunungapi bawah laut
).Seismometer yang biasanya digunakan di darat tidak mampu menangkap
getaran bawah laut, jika besarannya dibawah 4 SR.Kegiatan pendeteksian
getaran bawah laut di Pasifik Utara, kini dilaksanakan oleh Angkatan
Laut Amerika Serikat.
Erupsi submarine dihasilkan oleh gunungapi bawah laut, dan dikendalikan
oleh satu/ dua proses.Gunungapi bawah laut pada mid ocean ridges, akan
menghasilkan lava basaltik, sedangkan gunungapi bawah laut pada zona
subduksi akan menghasilkan lava rhyolitik, dan bersifat lebih eksplosif.
Kecepatan spreading sangat beragam, 2 Cm/tahun pada Mid Atlantic Ridge,
sekitar 16 Cm/tahun di sepanjang East Pacific Rise.Semakin tinggi
kecepatan spreading biasanya disebabkan oleh semakin tinggi pula
aktivitas volkanisme pada wilayah tersebut.
Hasil dari erupsi submarine yang umum dijumpai adalah lava bantal, dan
jika erupsi terjadi pada lingkungan laut dangkal, akan menghasilkan
batuan sedimen volkanoklastik.Seperti juga lempeng tektonik yang akan
mengubah posisi tubuh gunungapi bawah lau dari sumber erupsinya,
begitupun dengan erosi air laut yang akan menghancurkan tubuh gunungapi
tersebut, sampai erupsi padam secara perlahan.Jenjang akhir dari
penutupan gunungapi bawah laut adalah menutup gunungapi tersebut dengan
aliran alkalik.
Saat ini terdapat 100000 – an gunungapi bawah laut di dunia, beberapa
contohnya antara lain Loihi Seamount, Bowie Seamount, Cross Seamount,
dan Denson Seamount.

Gambar 5.50 : Sayatan Melintang Dari Lava Bantal Pada Tebing Curam
Dekat Oamaru, Selandia Baru.Terlihat Lava Bantal yang Berwarna Gelap,
Memiliki Struktur Retakan yang Diakibatkan Oleh Pendinginan Lava
Cepat.Batuan Berwarna Putih yang Terdapat Disekitar Lava Bantal Adalah
Batugamping
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-81
5.2.2.7 Erupsi Tipe Subglacial

Gambar 5.51 : Diagram Erupsi Subglacial.Keterangan : 1. Water vapor


cloud, 2. Crater lake, 3. Ice, 4. Layers of lava and ash, 5. Stratum
6. Pillow lava, 7. Magma conduit, 8. Magma chamber, 9. Dike
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-82
Erupsi subglacial merupakan tipe dari erupsi volkanik yang dicirikan
dengan interaksi antara lava dengan lapisan es, terkadang terjadi
bersamaan dengan gletser.Secara natural erupsi subglacial terjadi di
wilayah lintang tinggi, dengan ketinggian yang relatif tinggi
pula.Erupsi dari aktivitas volkanik ini akan menghasilkan panas yang
menimbulkan banjiran lelehan es, yang nantinya dapat menghasilkan bahaya
banjir ( jökulhlaups ), dan lahar panas.
Studi tentang aktivitas glasiovolkanisme merupakan bidang ilmu yang
relatif baru.Paper dalam Bahasa Inggris pertama yang membahas tentang
erupsi subglacial diterbitkan oleh William Henry Mathew pada 1947, yang
membahas tentang Lapangan Tuya Butte di barat laut Provinsi British
Columbia, Kanada.Proses erupsi subglacial menurut paper tersebut,
dimulai dengan pertumbuhan gunungapi dibawah lapisan es, yang ketika
mengerupsi akan menghasilkan kontak hancuran lava dengan es berupa breksi
glassy,yang dikenal sebagai hyaloclastite.Setelah meleleh, erupsi
gunungapi akan terkena kontak dengan air yang terkumpul dari lelehan es
tersebut dapat berlanjut menjadi erupsi tipe surtseyan, yang
menghasilkan kerucut litoral yang terdiri dari breksi
hyaloclastite.Terkadang, sesudah erupsi eksplosif, erupsi masih terus
berlanjut, dengan menghasilkan aliran lava efusif yang tebal, dengan
pendinginan lava yang lambat, proses ini akan menghasilkan columnar
joint.Bentuk dari keseluruhan proses erupsi subglacial dikenal dengan
sebutan Tuyas.Tuyas yang masih terawetkan dengan sempurna terdapat di
Islandia.
Produk erupsi subglacial menghasilkan struktur yanng amat beragam,
bergantung pada kompleks erupsi, dan interaksi dengan lingkungan
sekelilingnya.Produk erupsi subglacial adalah indikator yang baik untuk
mengetahui distribusi es pada tempo lampau, membuatnya penting untuk
studi paleoklimatologi.Selain itu, tuyas dapat juga menjadi indikator
pemanasan global, karena lapisan es yang semakin menipis di seluruh dunia
dapat menimbulkan keruntuhan tuyas ( karena tuyas berada dibawah lapisan
es ), yang dapat menimbulkan longsoran besar.Kejadian semakin menipisnya
lapisan es tuyas terjadi di Islandia, dan sebagian di British Columbia,
Kanada.
Erupsi subglacial terjadi di Islandia, Provinsi British Columbia, Kanada
; Negara Bagian Amerika Serikat, meliputi Hawaii, dan Alaska ; Pegunungan
Cascadian di bagian barat Amerika Utara, dan Selatan ; bahkan juga di
Planet Mars.
Gambar 5.52 : Gunungapi Herðubreið di Islandia, Kenampakan Dari Arah
Tenggara
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-85

Gambar 5.53 : Penampang Melintang Dari Barat ke Timur Dari Gunngapi


Eyjafjallajökull, dan Katla di Islandia.Intrusi Magmatik Digambarkan
Dengan Warna Merah ; Rhyolitic domes, dan Cryptodome Berwarna Kuning ;
Lapisan Es Dalam Warna Biru Muda
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-87
5.2.2.8 Erupsi Tipe Phreatik
Gambar 5.54 : Diagram Erupsi Phreatik.Keterangan : 1. Water vapor
cloud, 2. Volcanic bomb, 3. Magma conduit, 4. Layers of lava and ash
5. Stratum, 6. Water table, 7. Explosion, 8. Magma chamber
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-88
Erupsi phreatik, seringkali disebut sebagai erupsi ledakan uap, adalah
tipe erupsi yang disebabkan oleh ekspansi uap air.Air bawah tanah,
ataupun air permukaan yang dingin terkena kontak dengan magma sangat
panas, lalu akan menimbulkan ledakan uap yang menghancurkan batuan
samping, dan mendesak keluarnya campuran uap air, air, bomb volkanik,
dan blok volkanik.
Ciri khusus dari erupsi phreatik adalah material padat yang dikeluarkan
hanya berupa fragmen batuan lama yang terdapat pada saluran volkanik,
tidak ada magma baru yang tererupsi.Kejadian erupsi phreatik bergantung
pada kekuatan batuan samping/penutup dari pusat erupsi.Jika saja batuan
penutup kuat, maka eksplosi dari ledakan uap air tersebut tidak akan
menimbulkan erupsi, melainkan hanya akan melemahkan batuan
samping/penutup tersebut, yang dapat memicu erupsi phreatik dikemudian
hari.
Erupsi phreatik seringkali merupakan pertanda awal bagi kegiatan
volkanik selanjutnya, karenanya erupsi phreatik umumnya berenergi
relatif lemah ketimbang erupsi tipe lainnya.Erupsi phreatik dapat dipicu
juga oleh gempabumi.
Erupsi phreatik dapat menghasilkan base surge, lahar, avalanches, serta
hujan bomb volkanik.Erupsi phreatik dapat juga menghasilkan gas beracun
yang membuat mati lemas setiap manusia yang ada dalam radius erupsi.

Gambar 5.55 : Erupsi Phreatik di Puncak Gunungapi St.Helena di


Washington, Amerika Serikat Pada Musim Semi 1980
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-90
5.2.2.9 Erupsi Tipe Merapi

Gambar 5.56 : Sketsa Erupsi Tipe Merapi


Sumber : Dokumen Pribadi Penulis
Erupsi tipe ini didasarkan pada erupsi Merapi di Jawa Tengah.Kawah pada
gunungapi yang mengalami erupsi merapi, akan memiliki kawah yang
tersumbat oleh kubah lava yang dihasilkan oleh erupsi efusif, sedangkan
nantinya jika terjadi erupsi, nuee ardente yang dihasilkan berasal dari
lava pijar yang longsor, atau langsung dari pusat erupsi.Ciri khusus
penanda erupsi merapi adalah erupsi yang bersifat periodik, mempunyai
siklus tertentu, gunungapi yang menghasilkan erupsi tipe merapi biasanya
aktif dalam jangka waktu 2 – 3 tahun sekali, yang fase keaktifannya dapat
berlangsung hingga 7 tahun, lalu kemudian istirahat selama 6 – 12 tahun.
Terdapar empat macam tipe erupsi merapi, yaitu :
- Tipe A : Magma naik melalui pipa kepundan, memecahkan kubah yang
lama, membentuk kubah baru ( lidah lava ).Pada fase ini, mulai
terdapat letusan kecil yang tidak terlalu berbahaya yang
menghasilkan nuee ardente ( wedhus gembel , menurut istilah warga
sekitar ).

- Tipe B : Dimulai dengan naiknya magma melalui pipa kepundan, dan


memecahkan penutup diatasnya dengan letusan – letusan kecil, dan
keluarnya lava.Fase utama adalah penghancuran sebagian puncak
gunungapi.Pada fase akhir, lava membentuk kubah baru yang berasal
dari lava berviskositas tinggi.Wedhus gembel dapat mencapai 12 –
14 Km dari pusat erupsi.

- Tipe C : Dimulai dengan naiknya magma dengan kandungan gas cukup


tinggi.Letusan yang terjadi memecahkan penutup diatasnya, dan
melepaskan gas yang terkandung, tidak ada aliran lava yang
terbentuk.Biasanya erupsi berlangsung singkat, setelah tekanan gas
berkurang, kubah lava terbentuk kembali.

- Tipe D : Merupakan tipe erupsi merapi yang paling berbahaya, tanpa


aliran lava, puncak dihancurkan, kaldera terbentuk, banyak sekali
terdapat wedhus gembel.

5.2.2.10 Erupsi Tipe Peleean


Didasarkan pada erupsi Gunungapi Pelee yang terletak di St.Pierre
Karibia, antara Amerika Tengah, dan Hindia Barat pada 1902 yang
menewaskan 29000 jiwa.Erupsi Peleean diawali dengan adanya penguapan
fumarola, dan jatuhan debu dengan bau sulfur yang menyengat, lalu yang
terjadi selanjutnya adalah awan panas erupsi terarah mendatar (
disebabkan oleh penghancuran kubah bagian bawah ), lalu kubah lava yang
tidak longsor, akan menjadi beban penahan tekanan gas.
5.2.2.11 Erupsi Tipe Kombinasi
Erupsi dalam satu tubuh gunungapi dapat berbeda – beda setiap fase
erupsinya.Sebagai contoh, Semeru yang pada periode 1958 – 1968
menghasilkan erupsi tipe Vulkano – Merapi, tetapi pada perode setelahnya
1968 – hingga kini menghasilkan erupsi tipe vulkano – strombolian.

Gambar 5.57 : Klasifikasi Mekanisme Erupsi Berdasarkan Ukuran Butir,


dan Penyebaran Endapan Jatuhan , dan Skema Dari Erupsi Gunungapi (
Wohletz, dan Heiken, 1992 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.22

Gambar 5.58 : Hubungan Fenomena Erupsi Dengan Tipe Endapan ( Sheridan,


dan Wohletz, 1983 )
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.22

5.2.3 Volcanic Explosivity Index ( VEI )


VEI saat ini diterima secara universal sebagai cara untuk mengkategorikan
besaran relatif dari eksplosifitas erupsi.VEI awalnya dikerjakan oleh
Newhall, dan Self pada tahun 1982, berdasarkan anjuran Robert Decker (
belakangan menjadi Profesor di Darmouth College ).
Semakin tinggi nilai VEI, maka semakin eksplosif erupsi gunungapi
tersebut.VEI menghubungkan volume dari material volkanik yang
dikeluarkan oleh erupsi dengan berbagai macam kriteria fisik lainnya,
seperti tingginya kolom erupsi, dan lamanya durasi erupsi.Hal ini mungkin
diketahui dengan studi lapangan yang teliti tentang endapan hasil erupsi
tempo lampau ( yang tidak dibahas pada buku ini ).
Pendekatan lainnya, ditawarkan oleh Sapper pada 1927, yang diperbaharui
oleh Bullard pada 1977, yaitu indeks letusan gunungapi yang
diformulasikan dengan mengaitkan lava, dan piroklastik, dengan persamaan
sebagai berikut :

Dimana untuk gunungapi yang sangat eksplosif hanya abu, batuapung, dan
fragmen material batuan saja yang dikeluarkan ( tanpa lava ).Hal ini
disebabkan gas yang berada di dalam magma menekan kepundan di atasnya,
sehingga menyebabkan terjadinya letusan.
Ada lagi pendekatan yang ditawarkan oleh Fedetov pada 1985.Beliau
merancang skala erupsi eksplosif berdasarkan persamaan logaristmik
keluaran magma selama erupsi.
Decker pada 1990 memperbaharui VEI, dengan mengerjakan studi statistik
dari VEI untuk menghitung frekuensi erupsi yang mempunyai besaran VEI
tertentu.Risetnya menguatkan dugaan, bahwa erupsi yang sifatnya lebih
kecil lebih sering terjadi.Pada plot log – log, dimana frekuensi versus
VEI, erupsi dengan besaran VEI 2 – 6, digambarkan dengan kemiringan 0,5
( berarti setiap kali kenaikan satu unit VEI, maka frekuensinya berkuran
5 kali lipat ) ; erupsi dengan besaran VEI 6 – 7, memiliki kemringan
yang meningkat menjadi 1 ( berarti setiap satu unit kenaikan VEI, akan
menurunkan kejadian sebanyak 10 kali lipat ), semntara pada VEI 7 – 8
kemiringan meningkat menjadi 10 ( kenaikan satu unit VEI, menyebabkan
turunnya kejadian sebesar 100 kali ).Batas paling atas dari skala VEI
terletak diantara 8 – 9, dengan contoh erupsi Supervolcano Toba pada
74000 tahun yang lalu.
Dari analisis tersebut dapat diestimasikan besaran kejadian per waktu
dalam bentuk VEI/tahun, sebagai berikut :

Hasil ini berdasarkan pada grafik pada Gambar 5.59.

Gambar 5.59 : ( a ) Plot Dari Frekuensi Erupsi VEI Tertentu, dan yang
Terbesar Selama 200 Tahun Terakhir, Berdasarkan Basis Data Dari Simkin
et.al, 1980, oleh Decker ( 1990 ) ; ( b ) Beberapa Erupsi Besar Selama
Kurun Waktu 10000 Tahun Terakhir
Sumber : P.Lockwood, John, et.al.2010.Volcanoes Global
Perspective.West Sussex : John Wiley & Sons.Ltd hlm.125
Gambar 5.60 : Diagram yang Menunjukan Skala VEI Dengan Volume yang
Dierupsikan
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-94
Tabel 5.61 : Kriteria Untuk Menghitung VEI
Sumber : P.Lockwood, John, et.al.2010.Volcanoes Global
Perspective.West Sussex : John Wiley & Sons.Ltd hlm.124

5.3 Struktur Gunungapi


Gambar 5.62 : Penampang suatu gunungapi dan bagian-bagiannya. (
Diedit, dan modifikasi dari Krafft, 1989 )
Sumber : http://www.rovicky.wordpress.com

Struktur gunungapi, terdiri atas :


- Struktur Kawah : Bentuk morfologi negatif atau depresi akibat
kegiatan suatu gunungapi, bentuknya relatif bundar.

- Kaldera : bentuk morfologinya seperti kawah tetapi garis tengahnya


lebih dari 2 km. Kaldera terdiri atas : kaldera letusan, terjadi
akibat letusan besar yang melontarkan sebagian besar tubuhnya;
kaldera runtuhan, terjadi karena runtuhnya sebagian tubuh gunungapi
akibat pengeluaran material yang sangat banyak dari dapur magma;
kaldera resurgent, terjadi akibat runtuhnya sebagian tubuh
gunungapi diikuti dengan runtuhnya blok bagian tengah; kaldera
erosi, terjadi akibat erosi terus menerus pada dinding kawah
sehingga melebar menjadi kaldera.

- Rekahan, dan Graben : Retakan-retakan atau patahan pada tubuh


gunungapi yang memanjang mencapai puluhan kilometer dan dalamnya
ribuan meter.Rekahan paralel yang mengakibatkan amblasnya blok
diantara rekahan disebut graben.

- Depresi volkano - tektonik : Pembentukannya ditandai dengan deretan


pegunungan yang berasosiasi dengan pemebentukan gunungapi akibat
ekspansi volume besar magma asam ke permukaan yang berasal dari
kerak bumi.Depresi ini dapat mencapai ukuran puluhan kilometer
dengan kedalaman ribuan meter.
DAFTAR PUSTAKA

- Anonim.1980.Penuntun Praktikum Petrologi.Bandung : Laboratorium


Petrologi, dan Geologi Ekonomi, Departemen Teknik Geologi, Institut
Teknologi Bandung.
- Suparka, Emmy.2011.Slide Matakuliah : Petrologi ( GL-2042 ) Bagian
Petrologi Batuan Piroklastik.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.
- Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, dan
Kelima.Bandung : Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.
- Nandi.2006.Handouts Geologi Lingkungan ( GG405 ), Bagian
Vulkanisme.Bandung : Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan
Indonesia.
- Mulyana, Iyan, et.al.2000.Laporan Pengamatan Visual, Dan
Kegempaan, Serta Pemeriksaan Ranu – Ranu G.Lamongan, Jawa Timur
Juni 2000.Proyek Penyelidikan , dan Pengamatan Gunungapi Tahun
Anggaran 2000,Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral,
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral.
- Hadiwidjojo, M.M. Purbo.2013.Kamus Geologi Dan Ranah
Rinangkun.Bandung : Badan Geologi.
- Harsolumakso, Agus.2007.Slide Matakuliah : Geologi Fisik ( GL -
1211 ) Bagian Volkanisme.Bandung : Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi
Bandung.
- P.Lockwood, John, et.al.2010.Volcanoes Global Perspective.West
Sussex : John Wiley & Sons.Ltd.
- Sapiie, Benyamin, et.al.2006.Catatan Kuliah ( GL – 1211 ) Geologi
Fisik.Bandung : Penerbit ITB.
- Sapiie, Benyamin.2010.Catatan Kuliah ( GL – 2012 )
Tektonofisik.Bandung : Penerbit ITB.
- Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian
dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung.
- Susanto, Arif.2008.Diktat Praktikum Petrologi.Bandung :
Laboratorium Petrologi & Volkanologi, Program Studi Teknik Geologi,
Institut Teknologi Bandung.
- Priadi, Bambang.2009.Slide Matakuliah : Kristalografi dan
Mineralogi (GL – 2041 ) Minggu Kesembilan, Bagian Mineralogi Batuan
Beku dan Piroklastik.Bandung : Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.
- Tucker, Maurice E.2003.Sedimentary Rocks in The Field.West Sussex
: John Wiley & Sons.Ltd.
- Wilson, John T, et.al.1974. Physics and Geology 2nd Edition.New
York : McGraw-Hill.
- Winchester, Simon.2003.Krakatoa, The Day The World Exploded August
27, 1883.New York : HarperCollins.
- http://www.rovicky.wordpress.com
- http://www.volcanoes.usgs.gov
- http://www.vsi.esdm.go.id

Anda mungkin juga menyukai