JILID I
OLEH:
SANDY HARDIAN.S.H.
PENERBIT MATAHARI
Volkanologi Selayang Pandang Jilid I
Seri Geanarchism No. 1
Oleh:
Sandy Hardian.S.H.
Penulis
BAB I : PENDAHULUAN
Gambar 1.1 : Vulcan Dewa Gunungapi dan Pembuat Senjata dalam Mitologi
Romawi Digambarkan dalam Bentuk Patung Coran Besi setinggi 17 m di
Montgomery, Alabama, Amerika Serikat.Patung ini Merupakan Patung
Vulcan Terbesar di Dunia, Sekaligus Patung Coran Besi Terbesar di
Dunia
Sumber : Photo by M. L. Kennedy,courtesy of Vulcan Park
Foundation
Gunungapi menurut M.M.Purbo-Hadiwidjoyo dalam Kamus Geologi dan Ranah
Rinangkun terbitan Badan Geologi tahun 2013, berarti kata benda dengan
bentuk yang biasanya berupa kerucut yang dibangun oleh kegiatan magma.
Tektonik Lempeng
Hot Spot
Pergerakan
Lempeng
Punggungan Tengah
Batas Transcurrent Batas Palung Konvergen
Samudra/Divergen
Bahaya Gunungapi
Risiko Bencana
Pemantauan Potensi
Sejarah Gunungapi dan Gunungapi
Panasbumi
Geologi
Persiapan Model Interpretasi
Pekerjaan Sipil
Mineralisasi
Hasil Gunungapi Struktur dan Bentuk
Gunungapi
Gunungapi
Sebagai Kegiatan Tata Guna Lahan
Sumber Daya Gunungapi
Alam/Quarry Sekunder
Usia badan yang dibentuk dibawah naungan Dienst van Het Mijnwezen (
Departemen Pertambangan ) ini tidak panjang, hanya dua tahun.Pada
tahun 1922, namanya diubah menjadi Volcanologische Onderzoek ( Pusat
Penelitian Vulkanologi ),yang kemudian lebih dikenal sebagai
Volcanological Survey.Badan ini masih diketuai oleh Kemmerling, yang
dibantu oleh Charles Edgar Stehn, seorang ahli volkanologi alumni
Universitas Bonn, Jerman.Pada 1926, Stehn diangkat menjadi Ketua
Volcanologische Onderzoek menggantikan Kemmerling yang sakit, dan
harus kembali ke Belanda.Peneliti volkanologi dari Volcanologische
Onderzoek lainnya yang berpengaruh adalah Berend George Escher, ahli
geologi kelahiran Gorinchem, Belanda.Escher datang ke Jawa pada 1919,
dan langsung tertarik pada fenomena volkanik Krakatau, dan Kelud.Saat
itu, beliau sudah menduduki beberapa jabatan penting di Belanda,
seperti Ketua Geologi di Universitas Leiden, dan menjadi Direktur di
Rijksmuseum van Geologie en Mineralogie pada tahun 1922.Sebelum
Volcanologische Onderzoek terbentuk, Escher sempat melakukan
observasi terhadap gunungapi akitif.Escher membuat peta dari kawah
gunungapi, dan mengambil fumarol darisana.Beliau kemudian menyarankan
pemerintah kolonial agar membuat badan yang bergerak dalam bidang
penelitian volkanologi. Selain ketiga tokoh yang disebutkan diatas,
masih ada beberapa Volkanolog berpengaruh di Hindia Belanda,seperti
Reinout Willem Van Bemmelen ( lahir di Batavia ), dan Maur Neumann
Van Padang ( lahir di Padang ). Volcanologische Onderzoek berhasil
membuat 150 fieldtrip tentang volkanologi, mempelajari 41 gunungapi
aktif, dan menerbitkan 34 makalah.Selain itu, selama kurun waktu 21
tahun, Volcanologische Onderzoek telah membangun beberapa pos
pemantauan gunungapi aktif di Jawa, seperti di Ijen, Anak Krakatau,
Tangkuban Parahu, Papandayan, Merapi, Semeru, dan Kelud.
Volcanologische Onderzoek juga menempatkan seismograf di Merapi,
Papandayan, dan Kelud.Salah satu tujuan pemerintah Kolonial membuat
badan pengawas gunungapi, dan membangun pemantauan di beberapa lokasi
adalah untuk membuat pemerintah lebih mudah dalam mengambil keputusan
terkait peringatan erupsi, dan mitigasi bencana.
Pada tempo pendudukan Jepang ( 1942 – 1945 ), pengawasan gunungapi
ditangani oleh Kazan Chosabu, yang diketuai oleh Perwira Angkatan
Darat ( Rikugun ) berpangkat Kolonel.Kazan Chosabu berada dalam
naungan Sangyobu Chisitsu Chosajo sebagai pengganti Dienst van Het
Mijnwezen, juga berkantor di Bandung.Ada kisah menarik ketika Kepala
Volcanologische Onderzoek , R.W. Van Bemmelen pada Juli 1941 sampai
Maret 1942 ketika Jepang mengambil alih seluruh aset Pemerintahan
Hindia Belanda.Sebagaimana Warga Belanda lainnya, Van Bemmelen pun
masuk interniran Jepang, akan tetapi karena kemampuan analisa, dan
pengalamannya, beliau sempat diminta tiga kali mengamat Merapi ( Juli
1942, April 1943, dan yang terlama pada Juni 1943 ketika kondisi
Merapi dianggap mengkhawatirkan oleh Kolonel Wada, Kepala Kazan
Chosabu ).Dari hasil pengamatan 7 Juli 1942, Van Bemmelen menghasilkan
lukisan yang menggambarkan situasi Merapi, dan lereng bagian atas
yang terbagi menjadi :
- Merapi Tua
- Muka Patahan Kukusan
- Merapi Muda
Semuanya dapat dibedakan dengan jelas dari morfologi, dan
vegetasinya.Merapi Tua ditutupi hutan lebat, sedangkan Merapi Muda
tampak gersang.Lukisan ini dibuat di Pos Pengamatan Deles.Lukisan ini
dimuat di salah satu publikasinya seusai Perang Dunia II.
Gambar 1.8 : Pijar-pijar lava membara mengalir dari tubuh Merapi
Sumber : Foto Heru Suparwoko, Geomagz September 2014
Pada Kunjungan April 1943, Van Bemmelen menghasilkan sketsa puncak
Merapi yang digambar dari Pos Pengamatan Babadan pada 15 April
1943.Sketsa ini menggambarkan perkembangan kubah tahun 1943, yang
menerobos kubah tahun 1940.Arah lidah lava tahun 1943 menuju Kali
Blongkeng, berbeda dengan arah tahun 1942 yang menuju Kali
Senowo.Kunjungan – kunjungan ini, melengkapi analisis pertumbuhan
kubah lava Merapi sejak terjadinya erupsi awal pada bulan Juni 1942,
serta hubungannya dengan kenaikkan, dan penurunan temperatur di
Lapangan Solfatara Woro.Sketsa, dan laporan mengenai Merapi ini,
dimuat dalam buku The Geology of Indonesia ( Halaman 206 – 209, Gambar
65, 66, dan 68, Tabel 64, dan 65 ).Pada kunjungan Juni 1943, terjadi
kegiatan awan panas( Nuee Ardente ) Merapi yang dirasa Kolonel Wada
mengkhawatirkan.Tetapi, bagi Van Bemmelen kegiatan itu, sesungguhnya
merupakan fase akhir dari rangkaian erupsi sebelumnya, karena itu
erupsi kali ini tidak akan membesar, sesuai dengan Kaidah
Hartmann.Kaidah Hartmann adalah suatu rumusan pola letusan dalam satu
episode ( awal sampai akhir ).Selain pekerjaan rutin, seperti
menerjemahkan dokumen geologi Berbahasa Belanda ke Bahasa Inggris,
dan mengamat Merapi, pada periode ini diterbitkan juga Laporan periode
1941 yang memuat catatan – catatan tentang erupsi gunungapi sejak
1826, dan daftar gunungapi aktif.Laporan ini semestinya rampung pada
November 1941, tetapi belum sempat diterbitkan ketika Belanda, masih
berkuasa.Laporan 1941 baru dapat diterbitkan setelah diperiksa oleh
Ikibe ( Seorang ahli paleontologi, yang menjadi Kepala Museum Geologi
ketika itu ).Katika Masa Pendudukan Jepang, Van Bemmelen yang semula
bergaji pokok 1000 gulden/bulan, belum lagi ditambah luaran dari honor
menerjemahkan artikel Berbahasa Inggris ke Bahasa Belanda, yang waktu
itu sering diminta oleh Bandoeng Vooruit , sekarang menjadi hanya 3
gulden/bulan.Dapat dibayangkan bagaimana sengsaranya masa itu.
Gambar 1.9 : Reinout Willem Van Bemmelen ( 1904 – 1983 )
Sumber : http://todayinsci.com/V/VanBemmelen_RW/VanBemmelenRW-
Color300px.jpg
Lahar Letusan terjadi pada gunungapi yang mempunyai danau kawah, atau
sekeliling kawah terdapat salju/es yang dapat meleleh saat
erupsi.Apabila volume air alam kawah cukup besar, akan menjadi ancaman
langsung saat terjadi letusan dengan menumpahkan lumpur panas.
Tsunami Volkanik merupakan kejadian yang langka, tetapi banyak yang
berakhir dengan mematikan.Dalam 250 tahun belakangan, hanya terdapat
90 Tsunami Volkanik, tetapi 25 % diantaranyaberdampak fatal terhadap
kehidupan.Tsunami Volkanik tertua yang sampai sekarang dapat
diketahui, adalah Tsunami Volkanik Gunungapi Santorini di Yunani pada
1638 SM yang menghancurkan peradaban Kreta.Tsunami Volkanik yang
paling mematikan, dan terbesar sepanjang sejarah yang diketahui sampai
saat ini, adalah Erupsi Plinian Krakatau, yang diikuti oleh Tsunami
setinggi 30 - 40 m di Pantai Barat Banten, dan Pantai Selatan Lampung
pada 27 Agustus 1883.Kejadian Krakatau ini merenggut kurang lebih
36000 jiwa.
Terdapat sedikitnya lima hipotesis terkait muasal Tsunami Volkanik di
Krakatau tesebut, antara lain :
- Hipotesis Runtuhan, yang menyangka bahwa Tsunami timbul sesudah
jatuhnya Bomb Volkanik hasil erupsi yang sangat eksplosif (
kebanyakan berupa pumice ), jatuh ke laut, lalu menmbulkan
gelombang tsunami.
- Hipotesis Cekungan ( Yokoyama, 1981 ), erupsi Krakatau telah
menyebabkan terjadinya cekungan di dalam laut. Air laut masuk
mengisi ke dalam kaldera dan kemudian membalik ke luar menjadi
gelombang tsunami.
- Hipotesis Longsoran Gunungapi ke arah tertentu ( Debris Avalanche
), saat meletus, material letusan keluar dari samping tubuh gunung
sehingga menimbulkan longsoran yang menyebabkan tsunami.
- Hipotesis Nuee Ardente masuk kebawah laut, naiknya temperatur air
laut secara tiba-tiba akibat limpahan awan panas ( Nuee Ardente )
ini menyebabkan terjadinya perubahan tekanan sehingga memicu
terjadinya gelombang tsunami.
- Hipotesis Nuee Ardente merambat diatas permukaan laut, rambatan
awan panas inilah yang memicu gelombang tsunami. Pendapat ini
didukung ahli kelautan dan gunung api dari Universitas Rhode
Island, Amerika Serikat, Haraldur Sigurdsson dan Steven Carey.
Hipotesis ini dikuatkan kesaksian Warga Katimbang yang terbakar
awan panas.Awan panas itu merambat di atas air laut, sambil
merambat juga memicu tsunami.
Terdapat 18 gunungapi di Indonesia yang berpotensi menimbulkan tsunami
jika meletus. Dari 18 gunungapi itu, hanya tiga gunungapi yang
memiliki data rinci dan terpantau perkembangannya saat ini. Ketiga
gunungapi itu adalah Anak Krakatau di Selat Sunda, yang menyebabkan
tsunami saat meletus tahun 1883; Tambora di Sumbawa, saat meletus
tahun 1815; dan Banda Api di Laut Banda.
Selain tiga gunung itu, beberapa gunung api yang diduga kuat pernah
menyebabkan tsunami di masa lalu, di antaranya, adalah Rokatinda di
Pulau Flores, yang meletus tahun 1928; Pulau Ruang pada 1889, Pulau
Awu pada 1856 dan 1892, Pulau Gamkonora pada 1673, dan Pulau Gamalama
pada 1871.
Gunungapi Makian di Halmahera, Karangetan di Sangihe, dan Una-Una di
Teluk Tomini juga diduga kuat pernah menyebabkan tsunami. Selain itu,
gunungapi bawah laut di sekitar Pulau Weh juga pernah mengirim tsunami
hingga ke Banda Aceh.
Pengetahuan kita tentang tsunami yang diakibatkan erupsi gunungapi
masih sangat sedikit karena kejadiannya sudah sangat lama dan
sedikitnya catatan. Kebanyakan, pengetahuan itu berasal dari sedimen
tsunami.Sedangkan, materi Volkanostratigrafi saja, masih sedikit
dikuasai oleh Volcanologist Indonesia.
Gas Volkanik Beracun umumnya muncul pada gunungapi aktif berupa gas
CO, CO2, HCN, H2S, SO2,dll pada konsentrasi di atas ambang,dapat
membunuh.
Gambar 1.21 : KAWAH SIKIDANG, DIENG
Asap putih nampak mengepul dari dalam kawah yang sekelilingnya
diberi pembatas. Beberapa orang pengunjung berusaha mengabadikan
momen tersebut. Itulah Kawah Sikidang di Desa Dieng Kulon, Kecamatan
Batur, Kabupaten Banjarnegara, sebelah timur Dieng, berjarak sekitar
3 km dari pusat kawasan Dataran Tinggi Dieng. Kawah ini sering
dikunjungi wisatawan karena sangat mudah dicapai dan menawarkan
pemandangan alam yang sangat indah. Kawah Sikidang terbentuk pada
periode letusan ketiga Gunung Api Dieng, bersama dengan beberapa
titik letusan dan kubah lava, seperti Kawah Sikunang, Gunung
Pakuwaja, dan Kubah Kunir. Area yang termasuk dalam daerah prospek
panas bumi ini tersusun oleh andesit abu-abu hingga kehitaman yang
termalihkan akibat kontak dengan panas bumi, sehingga warnanya
menjadi putih kekuningan. Konsentrasi gas CO2 di Kawah Sikidang
relatif lebih rendah dibandingkan dengan Kawah Sikendang dan Kawah
Buntu yang sama-sama termasuk wilayah timur Dieng. Di sekitar Kawah
Sikidang dipasang papan peringatan larangan masuk ke kawah jika
cuaca mendung dan hujan. Para pengunjung juga dihimbau untuk
menggunakan masker ketika masuk ke kawah.
Sumber : Teks oleh Priatna, dan Atep Kurnia, Sketsa oleh Ayi
Sacadipura
Geomagz, September 2014
- Erupsi Gunungapi
- Eksplosi Uap Air
- Alterasi Batuan pada Tubuh Gunungapi, Sehingga Menjadi Rapuh
- Gempa Bumi Berintensitas Kuat
Longsoran volkanik umumnya jarang terjadi di gunungapi, sehingga dalam
Peta Kawasan Rawan Bencana, tidak mencantumkan bahaya longsoran
volkanik.
Kerak ( Crust ) adalah bagian luar yang terbagi menjadi kerak benua, dan
kerak samudera. Selubung ( Mantle ) terdiri dari bagian atas, dan bagian
bawah.Inti ( Core ) bagian luar,bersifat cair, sedangkan bagian dalam
bersifat padat.Kerak, dan selubung atas membentuk lithosfer, yang
bersifat brittle , yang terletak diatas astenosfer yang bersifat
plastis.Dibawah astenosfer adalah selubung bagian bawah yang bersifat
padat, yang terletak diatas inti luar.Lithosfer terdiri dari bagian –
bagian yang dapat bergerak, karena adanya energi konveksi dari
astenosfer, serta bersifat rigid , yang dinamakan lempeng ( plate
).Lempeng – lempeng bergerak saling menjauh, menumbuk, dan menggeser,
yang akhirnya membentuk dinamika bumi.Inilah yang dirumuskan secara utuh
dalam Tektonik Lempeng.
Menurut deskripsi buku Physics and Geology 2nd Edition, bab 15 : The Life
Cycle of Ocean Basin, halaman 387 – 470, yang dikarang oleh J.A.Jacobs,
R.D. Russell, dan J.T. Wilson pada tahun 1974, Siklus Wilson
menggambarkan siklus tektonik.Siklus permulaan, dan akhir dari suatu
cekungan samudera, dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.10 : Siklus Wilson
Sumber :
http://www.earth.northwestern.edu/people/seth/202/new_2004/seth_images
/5_6_01.jpg
Lebih dari beberapa abad silam, beberapa pengamat peta bumi memperhatikan
adanya kemiripan bentuk garis pantai timur Amerika Selatan, dan Afrika
Barat ( dengan bentuk konveks Pantai Timur Brasil yang besar, begitu
mirip dengan bentuk konkaf antara Nigeria, dan Angola ).Diantaranya
adalah Sir Francis Bacon, yang menulis tentang kesesuaian tersebut pada
1620 ; Paleontologist Perancis, Comte de Buffon penulis buku besar
Natural History setebal 36 jilid, juga berspekulasi tentang alasan
kemiripan tersebut pada 1778 ; dan pada 1855 seorang Katastrofis ternama,
Antonio Snider – Pellegrini malah mengemukakan bahwa sebuah
superkontinen pernah ada, dan kemudian pecah, pecahan – pecahannyalah
yang membentuk benua – benua saat ini.Eduard Suess pada 1885 mengemukakan
adanya benua bernama Gondwana ( tetapi samudera menurut beliautercipta
akibat pecahan – pecahan tersebut tenggelam, dan karam, bukan karena
merayap, dan terapung – apung ).Pada 1910, seorang Geologist Amerika
Serikat, Frank Taylor menulis tentang kemungkinan benua – benua bergerak
perlahan menuju khatulistiwa ( Taylor’s Creeping Crustal Sheets
).Tetapi, hanya segelintir dari nama – nama diatas yang dikenang karena
dalam bidang geologi tektonik, menujukkan bahwa publik geologi abad ke
– 17, sampai dengan awal abad ke – 20 masih enggan menerima teori tentang
bumi yang dinamik, ketika itu teori fixist dianggap sebagai keniscayaan.
Hal ini cukup wajar karena perkembangan di bidang ilmu lain, seperti
kosmologi abad itu masih menganut teori fixist tentang alam semesta yang
tak hingga, yang dikemukakan oleh Isaac Newton.Dalam salah satu suratnya
kepada Richard Bentley, Newton menjawab pertanyaan berkaitan dengan
implikasi teori gravitasi – nya, yang diterapkan pada setiap bintang di
alam semesta, bahwa bintang – bintang akan tarik menarik satu sama lain,
sampai bintang – bintang bertabrakan di satu titik, akankah bintang tetap
diam, ataukah bintang akan bergerak ? Newton menjawab, bahwa bintang –
bintang tidak bertabrakkan adalah mungkin, sebab kita hidup dalam model
alam semesta yang statis, tetapi berada dalam ruang yang tak hingga,
sehingga tidak ada titik pusat dimana semua bintang akan
bertabrakkan.Argumen ini memiliki banyak kelemahan, karena dalam alam
semesta yang tak hingga, setiap titik dapat dianggap sebagai pusat,
karena di tiap titik, ada bintang yang berjumlah tak hingga di setiap
sisinya.Pendekatan yang benar, adalah mempertimbangkan situasi
terhingga, dimana semua bintang saling betemu, dan bertabrakan, lalu apa
yang terjadi jika ditambahkan bintang – bintang lain di luar sistem
tersebut ? Menurut Kosmologi Newtonian, bintang – bintang tambahan tidak
akan menimbulkan perubahan pada sistem bintang awalnya, sehingga bintang
– bintang pada sistem tetap saling bertabrakkan, dan bintang – bintang
tambahan juga saling bertabrakkan, sebuah paradoks, bukan? Bahkan model
Kosmologi Newtonian ini menyalahi aturan gravitasi newton sendiri.Ada
lagi keberatan dari Heinrich Olbers seorang filsuf dari Jerman, yang
mengatakan bahwa jika bintang – bintang jumlahnya tak hingga, dan setiap
titik adalah pusat semesta, semestinya langit malam bakal terang
benderang, kenyataannya tidak.Meskipun mempunyai banyak kelemahan, model
kosmologi statis tak hingga Newtonian tetap bertahan, sampai Edwin Hubble
pada 1924 melihat, bahwa galaksi – galaksi yang jauh, bergerak menjauhi
kita, yang menjadi dasar dari model kosmologi alam semesta yang
mengembang.Kecenderungan Aristotelian, yang menyatakan bahwa dunia,
sudah ada, dan akan selamanya ada masih mendominasi secara etis pemikiran
awal abad ke – 20, seolah – olah para ilmuwan, dan filsuf moderen (
sebelum ditutup oleh Friedrich Nietzsche ) nyaman dengan kebenaran yang
abadi, yang di – Tuhan – kan, kemudian dipaksa kelogisannya ( Onto –
Theo – Logis ).
Ketika itu, teori fixist , atau dapat disebut sebagai geo - ‘statika‘ (
karena kini tektonik lempeng masuk kedalam studi geodinamika ) yang
berkembang pesat, dan diterima di kalangan Geologist dunia adalah teori
geosinklin.
Gambar 2.18 : James Hall ( 1811 – 1898 )
Sumber :
http://gallery.usgs.gov/images/07_22_2009/kOf6JVu22C_07_22_2009/medium
/575004-James_Hall.jpg
Proses ini terjadi pada saat magma mulai mendingin.Saat magma mulai
mendingin, terjadilah kristal – kristal mineral pada temperatur yang
masih tinggi.Akibat gaya gravitasi, kristal – kristal yang terbentuk
lebih dahulu ini mengendap, demikianlah seterusnya, sehingga terjadilah
pemisahan kristal yang mengakibatkan komposisi magma induknya
berubah.Hasilnya adalah batuan beku lain yang komposisinya
berbeda.Sebagai contoh, mineral olivin yang kemudian terakumulasi
menjadi peridotit.Akibat diferensiasi magma, terkadang dapat memberi
kesan berlapis.
Proses asimilasi magma terjadi bila terdapat material asing dalam tubuh
magma.Ada batuan sekitar magma yang masuk, dan bereaksi dengan magma
induk.Adanya penambahan material asing ini menjadikan komposisi magma
induk berubah.Komposisi barunya, tergantung dari batuan yang bereaksi
dengan magma induk, nantinya batuan beku yang dihasilkan berbeda.
Gambar 2.37 : Proses Asimilasi Magma
Sumber : Harsolumakso, Agus.2007.Slide Matakuliah : Geologi Fisik ( GL
- 1211 ) Bagian Volkanisme.Bandung : Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-7
Apabila magma asal mempunyai kandungan silika rendah dan kandungan besi
( Fe ) dan magnesium ( Mg ) tinggi, magma dapat membentuk sebelum seluruh
seri reaksi ini terjadi. Batuan yang terbentuk akan kaya Mg dan Fe, yang
dikatakan sebagai batuan mafic , dengan mineral utama olivin, piroksen
dan plagioklas-Ca.Sebaliknya, larutan yang mengandung Mg dan Fe yang
rendah, akan mencapai tahap akhir reaksi, dengan mineral utama felspar,
kwarsa dan muskovit, yang dikatakan sebagai batuan felsic atau sialic.
Seri reaksi ini adalah ideal, bahwa perubahan komposisi cairan magma
dapat terjadi di alam oleh proses kristalisasi fraksional ( fractional
crystallization ), yaitu pemisahan kristal dari cairan karena pemampatan
( settling ) atau penyaringan ( filtering ), juga oleh proses asimilasi
( assimilation ) dari sebagaian batuan yang terlibat akibat naiknya
cairan magma, atau oleh percampuran ( mixing) dua magma dari komposisi
yang berbeda.
Seri reaksi ini adalah ideal, bahwa perubahan komposisi cairan magma
dapat terjadi di alam oleh proses kristalisasi fraksional ( fractional
crystallization ), yaitu pemisahan kristal dari cairan karena pemampatan
( settling ) atau penyaringan( filtering ), juga oleh proses asimilasi
( assimilation ) dari sebagaian batuan yang terlibat akibat naiknya
cairan magma, atau oleh percampuran ( mixing ) dua magma dari komposisi
yang berbeda.
Batuan intrusif dan batuan ekstrusif dapat berupa bentuk geometri yang
bermacam-macam. Gambar 2.40 menunjukkan bentuk-bentuk batuan beku yang
umumnya dijumpai dialam, dan hubungan antara jenis batuan dan
keberadaannya ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Batuan beku diperikan dan dikenal berdasarkan komposisi mineral dan sifat
tekstur nya. Komposisi mineral batuan mencerminkan informasi tentang
magma asal batuan tersebut dan posisi tektonik ( berhubungan struktur
kerak bumi dan mantel ) tempat kejadian magma tersebut. Tekstur akan
memberikan gambaran tentang sejarah atau proses pendinginan dari magma.
Pada dasarnya sebagian besar ( 99% ) batuan beku hanya terdiri dari
unsur-unsur utama, yaitu ; Oksigen, Silikon, Aluminium, Besi, Kalsium,
Sodium, Potasium, dan Magnesium. Unsur-unsur ini membentuk mineral
silikat utama, yaitu ; Felspar, Olivin, Piroksen, Amfibol, Kwarsa, dan
Mika.Mineral-Mineral ini menempati lebih dari 95% volume batuan beku,
dan menjadi dasar untuk klasifikasi dan menjelaskan tentang magma
asal.Komposisi mineral berhubungan dengan sifat warna batuan. Batuan
yang banyak mengandung mineral silika dan alumina ( felsik ) akan
cenderung berwarna terang, sedangkan yang banyak mengandung magnesium,
besi dan kalsium umumnya mempunyai warna yang gelap. Bagan yang
ditunjukkan pada Gambar 2.46 merupakan cara pengenalan secara umum yang
didasarkan terutama pada komposisi mineral.
Gambar 2.46 adalah bagan klasifikasi yang umum, yang dapat dipakai untuk
pemberian jenis batuan beku secara makroskopik.
E Pele e
Ke akua o na pOhaku 0ena 0ena
0Eli 0eli kau mai
[Oh Pele, Goddess of the burning stones,
let a profound awe possess me]
[Traditional Hawaiian oli (chant)]
3.1 Pengantar
Aktivitas volkanik adalah segala fenomena yang berasosiasi dengan
keluarnya material magmatik ke permukaan bumi.Hasil dari aktivitas
volkanik ini salah satunya adalah batuan volkanik ( volcanic rocks ).
Bentuk – bentuk erupsi magmatik terdiri dari :
- Erupsi linier ( Fissure – Like Eruption ) : Berbentuk rekahan
Panjang seperti pipa.
Gambar 3.1 : Erupsi Linier
Sumber : http://www.volcanolive.com
Copyrighted by John Seach
VOLCANIC ERUPTION
EFFUSIVE EXPLOSIVE
RESEDIMENTATION
WEATHERING, EROSION,
REWORKING AND (POST-ERUPTIVE) RESEDIMENTATION
2. Andesit
Gambar 3.8 : Kenampakan dari Dekat Andesit di Brokeoff Volcano,
California
Sumber : http://volcanoes.usgs.gov
Andesit adalah batuan beku volkanik berwarna dari abu – abu sampai
hitam.Andesit mengandung 52 – 63 % silika dari keseluruhan
beratnya.Andesit mengandung kristal yang utamanya terdiri dari
plagioklas felspar, sat atau lebih mineral piroksen (
clinopyroxene, dan orthopyroxene ), serta sedikit hornblenda.Pada
kandungan silika yang lebih rendah, lava andesit dapat juga
mengandung olivin.Magma andesit dapat membuat erupsi yang
eksplosif, yang dapat menimbulkan piroklastik aliran, dan
piroklastik surges, serta kolom erupsi yang besar.Andesit tererupsi
pada temperatur antara 900 – 1100 ℃.
3. Dasit
Gambar 3.9 : Kenampakan dari Dekat Dasit Hasil Erupsi Mei 1915 di
Lassen Peak, California
Sumber : http://volcanoes.usgs.gov
4. Rhyolit
Cavity
Tree m ould
Billowy surfac e
Massive lava
with bloc ky joint
Gambar 3.14 : Lava Subaerial yang diendapkan di Lingkungan Darat
(Lockwood, dan Lipman, 1980)
Sumber : Sumintadireja,Prihadi.2005.Vulkanologi dan Geothermal (GL-
2241).Bandung : Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung hlm.29
Lava Pahoehoe adalah jenis umum dari lava basaltik yang mendingin
membentuk permukaan yang halus, bergelombang, atau berurat khas.
Seringkali, membentuk jerawat kecil lava dari aliran atas berkulit
inflating datar, tidak teratur. Hal ini khas untuk gunung berapi perisai
seperti di Hawaii, di mana nama ( yang berarti sesuatu seperti “baik
untuk berjalan” ) berasal dari sana.
Gambar 3.26 : Ujung Jari ( Toes ) dari Muka Aliran Pahoehoe
Menyeberangi Jalan di Kalapana, Pada Zona Rekahan Timur Gunungapi
Kilauea
Sumber : http://volcanoes.usgs.gov
Photograph by J.D. Griggs
on 16 July 1990
Lava Pahoehoe adalah bentuk dari lava basaltik panas ketika viskositas
lava (misalnya karena rendah konten gelembung gas dan suhu tinggi)
dan/atau laju regangan aliran (terutama berkaitan dengan tingkat letusan
dan kecuraman tanah) yang rendah. Ketika perubahan faktor, lava asli
yang sama dapat menghasilkan yang lain akhir-anggota yang dikenal sebagai
a’a-lava, yang memiliki, terfragmentasi kasar, permukaan terkadang
berduri, atau kuning. Selain itu, jenis transisi dari lava antara kedua
a’a dan pahoehoe lava dapat ditemukan.
Beberapa jenis endapan Lava Pahoehoe adalah :
- Ropy Pahoehoe : Tekstur permukaan yang paling umum ditemui dari
aliran lava pahoehoe.Kerutan, dan lipatan yang sangat banyak adalah
karakteristik dari ropy pahoehoe.Terbentuk ketika permukaan keras
dari aliran lava yang masih tipis,dan membeku sebagian melambat,
atau bahkan berhenti (sebagai contoh, ketika permukaan keras
menjumpai hambatan, atau permukaan keras yang bergerak lebih
lambat), karena lava dibelakang permukaan keras tersebut tetap
bergerak maju, maka lava tersebut cenderung untuk menyeret
permukaan keras untuk maju, permukaan keras tersebut lalu
berperilaku seperti akordeon, yang mana akan menekan bersama,
permukaan keras.Lalu,permukaan keras cukup fleksibel untuk
mengembangkan kerutan, atau serangkaian tonjolan kecil dan cekungan
yang berbentuk seperti tertekan, dan terdorong ke depan.
Gambar 3.28 : Pahohoe Toe Tampak Pada Bagian Depan Dari Aliran
Lava Pijar Yang Keluar Dari Salah Satu Rekahan di Gunungapi
Kliauea
Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by J.D. Griggs on 29 July 1985
- Pahoehoe Entrail : Diberi nama sesuai dengan usus binatang, bentuk
terbaik yang terjadi ketika aliran lava pahoehoe menuruni lereng
yang terjal.Pahoehoe entrail biasanya ditemmukan pada sisi pipa
kepundan yang tidak menentu, seperti hornito, dan rekahan
tumuli.Terdapat contoh yang amat mencolok di sisi selatan Kilauea,
dimana aliran lava pahoehoe mengalir menuruni lereng yang curam
pada Sesar Hilina.
Gambar 3.29 : Individu Duduk Pada Pahoehoe Entrail Disepanjang Chain
of Craters Road di Taman Nasional Hawaii, Gunungapi Kilauea, Hawaii
Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by D.A. Swanson on 13 December 1998
- Pahoehoe Lava Coil : Lava kumparan adalah spiral atau fitur
berbentuk yang terbentuk karena lava sepanjang bergerak lambat
gerus dalam alirannya sendiri; misalnya, di sepanjang tepi saluran
yang kecil. Arah aliran dapat ditentukan dari kumparan lava. Lava
di sisi kanan Gambar 3.30 itu bergerak ke arah atas, relatif
terhadap lava di sisi kiri.
Gambar 4.12 : Awan Erupsi, dan Kolom Erupsi :Awan yang Terdiri Dari
Tephra, dan Gas Lainnya yang Terbentuk Seturut Jurusan Angin dari
Erupsi disebut Sebagai Awan Erupsi ( Eruption Cloud ).Sedangkan, Pilar
Awan Vertikal yang Terdiri Dari Tephra, dan Gas Lainnya yang Langsung
Naik Dari Kawah Disebut Sebagai Kolom Erupsi ( Eruption Column ).
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-26
Gambar 4.13 : Persamaan Gerak Dari Kolom Erupsi ( Wilson, 1976 )
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-21
4.2.2 Piroklastik Aliran ( Debris Avalanches / Nuee Ardente )
Abu panas, fragmen bstuan, dan gas yang bergerak kebawah dari pusat
erupsi eksplosif sebagai longsoran berkecepatan tinggi, atau terjadi
ketika ada bagian kubah lereng gunungapi yang roboh, menghasilkan aliran
piroklastik yang temperaturnya dapat mencapai 815 ℃, dan bergerak dengan
kecepatan 65 – 100 Km/Jam, sehingga dapat menghancurkan, dan membakar
jalan yang dilewati.Endapan aliran piroklastk umumnya terdiri dari tiga
jenis utama, yaitu :
- Endapan aliran bongkah, dan abu
- Endapan aliran Scoriae
- Endapan aliran batuapung ( menghasilkan ignimbrit / welded tuff )
Dalam aliran piroklastik dikenal juga istilah ekor, tubuh, kepala.
Gambar 4.14 : Skema Piroklastik Aliran
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-30
Endapan piroklastik surge terdapat tiga macam, yaitu base surge ( surge
dasar ), ground surge ( surge tanah ), dan ash cloud surge ( surge awan
abu ).Umumnya surge berasosiasi dengan erupsi phreatik/phreatomagmatik,
piroklastik aliran, dan piroklastik jatuhan.Istilah surges pertamakali
diperkenalkan oleh Moore et.al pada tahun 1966 berdasarkan hasil studi
kegiatan erupsi phreatomagmatik Gunungapi Taal, Filipina pada tanggal
18 – 30 September 1965.
A
Tabel 4.9 : Lahar Primer, dan Sekunder ( Suryo, dan Clarke, 1985 )
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Keempat.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-55
4.3.1 Terminologi Berkaitan Dengan Lahar
- Debris Flow : Bila lahar mengandung muatan sedimen lebih besar dari
80 % masssa – nya.
Gambar 5.3 : Moses Coulee showing multiple flood basalt flows of the
Columbia River Basalt Group. The upper basalt is Roza Member, while
the lower canyon exposes Frenchmen Springs Member basalt
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-32
5.1.2 Bentuk Perisai ( Shield Volcano )
Gambar 5.6 : Pemandangan Sisi Utara – Barat Laut Mauna Loa, Dari Sisi
Selatan Mauna Kea, Hawaii.Keduanya Merupakan Gunungapi Perisai.
Sumber : http://www.volcanoes.usgs.gov
Photograph by D. Little (date unknown)
5.1.3 Bentuk Kerucut Bara ( Cinder Cone )
- Lava A’a : Aliran lava basaltik yang lebih kental dari pahoehoe,
bergerak lebih lambat, ketebalan alirannya 2 – 20 m.
Karena peningkatan viskositas, dan/atau shear, lava pahoehoe dapat
menjadi lava A’a, tetapi tidak sebaliknya.
Erupsi Hawaiian juga menghasilkan produk volkanik yang sangat unik,
antara lain adalah Pele’s tears, yang merupakan partikel volkanik kecil,
yang terbawa angin, sehingga membentuk seperti tetesan air mata yang
bertekstur glassy, ketika kecepatan angin lebih besar, dapat pula
membentuk seperti surai, yang dikenal sebagai Pele’s hair.Sebagai
informasi saja, bahwasanya Pele merupakan dewa gunungapi dalam
kepercayaan Masyarakat Hawaii.Beberapa lava basaltik yang terisi oleh
angin dapat menjadi reticulite, yang merupakan batuan dengan densitas
paling rendah di bumi.
Erupsi Hawaiian bukanlah melulu terdapat di rantai gunungapi sekitar
Hawaii.Semburan lava fountain tertinggi ( 1600 m, lebih dari dua kali
tinggi gunungapi tersebut, yang hanya 764 m ) yang pernah tercatat,
merupakan hasil erupsi dari Mount Mihara di Pulau Izu Ōshima, Jepang
pada 1986.
Gambar 5.50 : Sayatan Melintang Dari Lava Bantal Pada Tebing Curam
Dekat Oamaru, Selandia Baru.Terlihat Lava Bantal yang Berwarna Gelap,
Memiliki Struktur Retakan yang Diakibatkan Oleh Pendinginan Lava
Cepat.Batuan Berwarna Putih yang Terdapat Disekitar Lava Bantal Adalah
Batugamping
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-81
5.2.2.7 Erupsi Tipe Subglacial
Dimana untuk gunungapi yang sangat eksplosif hanya abu, batuapung, dan
fragmen material batuan saja yang dikeluarkan ( tanpa lava ).Hal ini
disebabkan gas yang berada di dalam magma menekan kepundan di atasnya,
sehingga menyebabkan terjadinya letusan.
Ada lagi pendekatan yang ditawarkan oleh Fedetov pada 1985.Beliau
merancang skala erupsi eksplosif berdasarkan persamaan logaristmik
keluaran magma selama erupsi.
Decker pada 1990 memperbaharui VEI, dengan mengerjakan studi statistik
dari VEI untuk menghitung frekuensi erupsi yang mempunyai besaran VEI
tertentu.Risetnya menguatkan dugaan, bahwa erupsi yang sifatnya lebih
kecil lebih sering terjadi.Pada plot log – log, dimana frekuensi versus
VEI, erupsi dengan besaran VEI 2 – 6, digambarkan dengan kemiringan 0,5
( berarti setiap kali kenaikan satu unit VEI, maka frekuensinya berkuran
5 kali lipat ) ; erupsi dengan besaran VEI 6 – 7, memiliki kemringan
yang meningkat menjadi 1 ( berarti setiap satu unit kenaikan VEI, akan
menurunkan kejadian sebanyak 10 kali lipat ), semntara pada VEI 7 – 8
kemiringan meningkat menjadi 10 ( kenaikan satu unit VEI, menyebabkan
turunnya kejadian sebesar 100 kali ).Batas paling atas dari skala VEI
terletak diantara 8 – 9, dengan contoh erupsi Supervolcano Toba pada
74000 tahun yang lalu.
Dari analisis tersebut dapat diestimasikan besaran kejadian per waktu
dalam bentuk VEI/tahun, sebagai berikut :
Gambar 5.59 : ( a ) Plot Dari Frekuensi Erupsi VEI Tertentu, dan yang
Terbesar Selama 200 Tahun Terakhir, Berdasarkan Basis Data Dari Simkin
et.al, 1980, oleh Decker ( 1990 ) ; ( b ) Beberapa Erupsi Besar Selama
Kurun Waktu 10000 Tahun Terakhir
Sumber : P.Lockwood, John, et.al.2010.Volcanoes Global
Perspective.West Sussex : John Wiley & Sons.Ltd hlm.125
Gambar 5.60 : Diagram yang Menunjukan Skala VEI Dengan Volume yang
Dierupsikan
Sumber : Sucipta,Eddy I.G.B.2013.Slide Matakuliah : Vulkanologi dan
Geothermal ( GL-3041 ) Minggu Kelima.Bandung : Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung.Slide ke-94
Tabel 5.61 : Kriteria Untuk Menghitung VEI
Sumber : P.Lockwood, John, et.al.2010.Volcanoes Global
Perspective.West Sussex : John Wiley & Sons.Ltd hlm.124