Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

INTRACONTINENTAL RIFTING

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tektonika

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Asmoro Widagdo, S.T., M.T., IPP

Oleh:

Aryo Putra Prasetio NIM. H1C019013

Bagas Eka Adhi Pratama NIM. H1C019025

Elfata Dhefi Farera NIM. H1C019029

Diana Eka Puspitasari NIM. H1C019043

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

PURBALINGGA

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii


BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 2
I.1 Latar Belakang.......................................................................................... 2
I.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
I.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
II.1 Pengertian Rifting ..................................................................................... 4
II.2 Pengertian Intracontinental Rifting .......................................................... 4
II.3 Apa yang menyebabkan terjadinya rifting? .............................................. 5
II.4 Apa yang dimaksud Siklus Wilson? ......................................................... 7
II.5 Bagaimana terjadinya pemekaran oleh Mantle Plumes? .......................... 9
II.5.1 Evolusi Mantel Plume ..................................................................... 11
II.6 Studi Kasus ............................................................................................. 13
BAB III. PENUTUP.............................................................................................. 18
III.1 KESIMPULAN ...................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

ii
BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Tektonika adalah salah satu cabang ilmu geologi yang berhubungan dengan arsitektur yang
luas dari bagian luar bumi, yaitu ketampakan kumpulan struktur atau deformasi, mempelajari
hubungan anterdeformasi, asal usul, dan evolusinya. Dengan mengenal ilmu tektonika,
manusia mengenal tempat-tempat yang dilalui sesar (aktif) beserta turunannya sehingga
manusia dapat menghindarkan diri dari daerah berpotensi bahaya. Selain itu,manusia dapat
memperoleh manfaat dari gempa bumi (masa lalu), seperti diketahui bahwa beberapa
endapan mineral hydrothermal dan sistem petroleum yang kita eksploitasi berada di wilayah
yang terdapat gempa bumi.

Di dalam bumi terdapat suatu proses ataupun fenomena geologi yang memberikan
dampak bagi kehidupan organisme di dalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam memahami proses-proses tersebut para ilmuwan telah melakukan berbagai penelitian-
penelitian ilmiah yang akhirnya menghasilkan berbagai teori-teori tentang perkembangan
bumi. Dalam ilmu geologi waktu dan ruang yang dibahas memiliki dimensi yang sangat luas.
Waktu yang dibahas dalam skala jutaan tahun dan ruang dalam skala ratusan kilometer atau
lebih. Untuk itu sangat tidak mungkin apabila kita akan meneliti secara langsung berbagai
proses yang ada. Hal tersebut mendorong para ilmuwan untuk melakukan penelitian
berdasarkan proses yang terjadi saat ini dan menghubungkannya dengan proses yang terjadi
di masa lampau yang kemudian menghasilkan berbagai teori atau konsep. Begitu pula dengan
teori tektonik lempeng. Teori tersebut merupakan perkembangan dari teori Pengapungan
Benua yang di ajukan oleh Alfred Wegener. Dalam penelitiannya Alfred Wegener telah
menemukan berbagai bukti yang membuat dia mempunyai kesimpulan bahwa benua tidak
diam pada satu tempat saja, meskipun pada akhirnya dia tidak dapat menjelaskan
mekanismenya.

Dalam pemekaran benua terdapat konsep-konsep yang dibagi menjadi tiga menurut
perkembangannya (Van Krevelen, 1993) :

1. Owen dan Snider (1857)

Konsep yang menerangkan bahwa terpisahnya benua disebabkan oleh peristiwa yang
katastrofik dalam sejarah bumi.

2
2. Alfred Wegener (1912)

Konsep apungan benua atau continental drift yang mengemukakan bahwa benua-
benua bergerak secara lambat melalui dasar samudera, dikemukakan oleh Alfred
Wegener (1912). Akan tetapi teori ini tidak bisa menerangkan adanya dua sabuk
gunung api di bumi.

3. Tektonik Lempeng

Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang yaitu Teori
Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada pertengahan tahun enampuluhan. Teori ini
terutama didukung oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor Spreading)
dan bermula di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge : MOR) yang
diajukan oleh Hess (1962)

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dari rifting?
2. Apa yang dimaksud dari intracontinental rifting?
3. Apa yang menyebabkan terjadinya rifting?
4. Apa yang dimaksud Siklus Wilson?
5. Bagaimana terjadinya pemekaran oleh Mantle Plumes?

I.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian dari rifting.
2. Mengetahui pengertian dari intracontinental rifting.
3. Mengetahui penyebab terjadinya rifting.
4. Mengetahui pengertian dari Siklus Wilson.
5. Mengetahui mekanisme terjadinya pemekaran oleh Mantle Plumes.

3
BAB II. PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Rifting


Rifting berasal dari kata rift menurut bahasa ialah celah, renggang atau keretakan antara dua
medium. Sehingga dapat dikatakan rifting ialah proses pemisahan dari satu medium akibat
terjadinya keretakan. Rifting dalam ilmu geologi dimaksudkan pada pemekaran pada lempeng
akibat gaya yang berasal dari bawah permukaan (arus konveksi). Jadi Rifting adalah salah
satu istilah untuk menggambarkan proses ekstensional atau gaya tarikan di permukaan bumi,
sebagai bentuk gejala tektonik divergen yang menyebabkan kerak tersebut mengalami
patahan-patahan atau sesar (fracture) pada daerah yang mengalami penipisan tersebut
(pemisahan benua). Rifting memiliki intensitas stretching (merenggang) yang cukup besar
sehingga menimbulkan patahan-patahan/sesar. Apabila intensitas stretching tersebut
ditinggikan lagi, maka yang terbentuk adalah passive margins yang kemudian dilanjutkan
menjadi oceanic spreading centres dimana kerak tersebut terbelah menjadi 2 dan terpisahkan
dan magma keluar dari celah lempeng tersebut.

II.2 Pengertian Intracontinental Rifting

Gambar 1 Continental Rifting Membentuk Samudera Baru (simantu.pu.go.id)

Rifting kontinental merupakan rift yang terjadi di tengah lempeng benua. Rifting continental
dimulai ketika gerakan lempeng menghasilkan gaya tensional yang menarik dan
meregangkan litosfer. Peregangan ini, pada gilirannya, menyebabkan mantel berusaha

4
bergerak menerobos keatas atau upwelling. Selama proses ini, litosfer menipis, sedangkan
batuan kerak rapuh pecah menjadi blok besar.
Ketika kekuatan tektonik terus memisahkan kerak, pecahan kerak yang remuk tenggelam
kedalam lapisan dibawahnya yang panas , menghasilkan depresi memanjang yang disebut
retakan kontinental, yang dapat melebar membentuk laut yang sempit dan akhirnya
berkembang menjadi cekungan samudera baru. Contoh dari retakan benua aktif adalah
Retakan Afrika Timur .

II.3 Apa yang menyebabkan terjadinya rifting?


Penyebab rifting yang di kemukakan oleh Van der Pluijm dan Marshak 2004, yaitu sebagai
berikut :

1. Rifting yang terjadi akibat mantel plume. Kenaikan plime menyebabkan


pengangkatan pada litosfer, membentuk kubah pada kerak, dan menyebabkan
penipisan dan penarikan kerak

Gambar 2 Rift akibat mantel plume (blogspot.com)

2. Ekstensional busur luar (outer-arc). Ekstensional busur luar (outer-arc) pada lempeng
yang membengkok pada zona subduksi; sebagai akibat dari masuknya lempeng ke
mantel, bagian atas dari lempeng tertarik dan menghasilkan sekelompok sesar-sesar
turun.

Gambar 3 Penyebab terjadinya rift (blogspot.com)

5
3. Runtuhnya kerak yang tebal karena ekstensional yang didorong oleh gravitasi melalui
sesar-sesar normal. Hal ini dapat terjadi meskipun konvergensi lempeng masih
berlangsung.

Gambar 4 Penyebab terjadinya rift (blogspot.com)

4. Ekstensional belakang busur yang berasosiasi dengan konvergensi lempeng. Terjadi


apabila lempeng yang disubduksi bergerak dengan arah yang berbeda dengan
lempeng yang menyubduksi (terjadi rollback).

Gambar 5 Penyebab terjadinya rift (blogspot.com)

5. Pergerakan yang saling menjauh dan suatu lempeng (misalnya disebabkan oleh slab
pull menyebabkan terjadinya zona ekstensional dengan pembentukan sesar-sesar
normal.

Gambar 6 Penyebab terjadinya rift (blogspot.com)

6
6. Cekungan pullapart yang terbentuk pada zona belokan (releasing bend) di sepanjang
suatu sesar geser strike-fault.

Gambar 7 Penyebab terjadinya rift (blogspot.com)

II.4 Apa yang dimaksud Siklus Wilson?


Teori tektonik lempeng membahas mengenai lempengan bumi yang terpecah saling
bergerak mendekat membentuk pegunungan dan menjauh membentuk lantai samudera.
Seorang ahli Geologi asal Kanada, J. Tuzo Wilson berpendapat bahwa akan terjadi suatu
siklus tektonik dimana suatu continental akan terpecah membentuk suatu cekungan
samudera, kemudian cekungan itu lambat laun akan menghilang dan akhirnya membentuk
satu continental utuh lagi seperti semula. Siklus ini dikenal dengan nama siklus Wilson.

Siklus Wilson sendiri dimulai dengan adanya pecahnya benua melalui bidang – bidang
retakan seperti yang terjadi saat ini di bagian timur Benua Afrika, setelah itu bidang – bidang
retakan tersebut secara perlahan akan mengalami rifting atau pembukaan membentuk
cekungan samudera dengan tepian benua pasif di kedua sisinya. Batuan-batuan tertua di
margin benua pasif adalah batuan batuan yang merupakan kumpulan dari keretakan –
keretakan benua pada tahap awal siklus ini.

Setelah mengalami proses pembukaan, cekungan – cekungan sedimen yang terbentuk


akan mulai terisi oleh sedimen benua dan sedimen abysal akan mengisi di dasar laut dekat
dengan zona rifting. Pembukaan yang terus berlangsung akan membentuk suatu cekungan
oceanic yang besar seperti Atlantik. Ketika proses rifting berhenti, maka pada kedua kontinen
yang terpisah tadi akan mulai kembali mendekat akibat adanya proses penujaman pada salah
satu marginya.

Penutupan lengkap dari cekungan-cekungan tadi adalah terjadinya collision, seperti


yang terjadi selama permian Baltica bertabrakan dengan Siberia membentuk pegunungan
ural. Dari catatan geologi menggambarkan Siklus Wilson sudah terjadi berkali-kali selama
Phanerozoic.

7
Gambar 8 Siklus Wilson (reddit.com)

Proses siklus Wilson dapat digambarkan sebagai:

1) Fase Bukaan
Fase A: Sebuah lempeng benua tunggal, memiliki kesetimbangan isostatik yang sempurna,
dan tidak ada aktivitas tektonik apapun.

Fase B: Munculnya mantel plume bersifat mafic atau ultramafic (berasal dari mantel dalam)
yang naik ke permukaan membentuk hot spot. Panas yang sangat intens dari hot spot ini akan
membuat benua ini membengkak, kemudian semakin menipis dan akhirnya retak. Hot spot
tersebut akan membuat benua terbelah menjadi dua bagian, namun belum terpisah seutuhnya.
Laut merah dan dataran afar adalah salah satu contoh tempat terjadinya fase B. Pada proses
ini terdapat satu wilayah yang disebut Axial Rift. Axial Rift merupakan suatu bentuk lahan
‘penanda’ berpisahnya dua kerak benua, lebih rendah dari kedua sisi lainnya. Axial Rift itu
adalah block-fault graben yang dibatasi oleh horst di kedua sisinya. Bagian horst yang
berbatasan dengan Axial Rift disebut Continental Terrance (hinge zone). Awalnya bagian
graben axial rift ini hanyalah bagian kecil yang diisi oleh air, tapi lambat laut bagian ini akan
meregang dan kemudian akan membentuk cekungan laut tahap awal.

Fase C: Pembuatan Lempeng Samudera baru di antara kedua lempeng benua yang telah
terbentuk sebelumnya.

Fase D: Terjadinya divergen di salah satu lempeng benua yang tadi terpisah dengan kerak
samudera, kerak samudra melebar, namun continental margin tetap (passive margin).
Samudera atlantik merupakan contoh tempat terjadinya fase C dan D.

2) Fase Tutupan

8
Fase E: Divergen terhenti, dan kedua lempeng benua yang tadinya menjauh berbalik
mendekat, terbentuk Busur vulkanik karena pergerakan lempeng benua yang menelan
lempeng samudera ke bawah seperti yang terjadi di samudera pasifik.

Fase f: Terjadinya kolisi antara lempeng benua dengan busur vulkanik.dimana busur vulkanik
(hinterland) naik ke atas lempeng benua (foreland). Seiring berjalannya waktu, hinterland
tererosi dan meninggalkan dataran peneplain (datar) pada lempeng benua yang dinaikinya.

Fase G: Pembentukan pegunungan coldilleran, dimana merupakan pegunungan yang


terbentuk akibat terjadinya penujaman kedua, yakni ketika dataran peneplain dan lempeng
benua pasangannya semakin mendekat.

Fase H: Pembentukan pegunungan kolisi benua - benua,yakni ketika kedua lempeng benua
telah bertabrakan satu sama lain seperti yang terjadi di Pegunungan himalaya.

Gambar 9 Proses Siklus Wilson (searchanddiscovery.com)

II.5 Bagaimana terjadinya pemekaran oleh Mantle Plumes?


Mantle plume merupakan aliran magma yang membumbung dan bergerak naik ke atas.
Konsep mentle plume untuk beberapa tahun merupakan hipotesa, karena tidak ada cara
langsung untuk mengobservasi adanya fenomena tersebut. Awalnya terbentuk plume di dasar
mantel, dan kemudian plume tersebut bergerak naik ke atas. Plume itu sendiri terdiri dari

9
kepala dan ekor. Pada saat plume menyentuh litosfer atau tepat berada di bawah litosfer
itulah yang disebut dengan hotspot.

Gambar 10 Mekanisme mantle plume (pmfias.com)

Mantle plumes dapat disebut sebagai kolom panas yang naik dari dalam mantel. Proses ini
terjadi karena batuan pada beberapa bagian di mantel lebih panas dan lebih ringan dari bagian
sekitarnya di mantel. Sumber panas yang menyebabkan mantel plume bisa jadi berasal dari
inti bumi atau peluruhan radioaktif di dalam mantel. Kuantitas magma dalam jumlah banyak
yang membentuk mantel plume dan naik ke permukaan Bumi pada lokasi gunungapi disebut
hot spot. Karena mantel plume berasal dari dalam mantel, erupsi gunungapi hot spot biasanya
terjadi di bagian dalam/tengah lempeng tektonik, jauh dari batas lempeng.

Beberapa ahli geologi mengatakan mantel plume bisa jadi disebabkan oleh pusat pemekaran
yang baru di litosfer. Saat pemekaran terjadi, mekanisme dorongan dan tarikan akan menjaga
lempeng bergerak, sekalipun mantel plume padam.

Peranan Mantel Plume dalam Arus Konveksi Ada beberapa hal penting mengenai
pergerakkan mantel plume ini yang salah satunya berperan penting dalam arus konveksi yang
terjadi di mantel. Berbicara tentang arus konveksi tentunya berkaitan dengan pergerakan
lempeng tektonik . Satu hal yang mengganjal hipotesis Wegener tentang Apungan Benua
adalah dia tidak dapat menjelaskan mekanisme seperti apa yang menyebabkan pergerakan
lempeng. Saat ini, ada tiga ide yang dikemukakan oleh para ilmuwan terkait mekanisme
penggerak tersebut :

10
Gambar 11 Mekanisme penggerak mantle plumes (slideshare.net)

1. Pertama, ide tentang adanya arus konveksi yang besar di dalam mantel bumi yang
menggerakkan lempeng seperti sabuk konveyor.
2. Kedua, ide yang menjelaskan bahwa lempeng yang menunjam lebih berat daripada
lempeng di atasnya, karenanya akan menarik lempeng ini ke bawah. Hal ini disebut
slab-pull. Juga karena gravitasi, bagian atas dari lempeng di lokasi pematang
terdorong ke atas. Ini disebut slab-push.
3. Ketiga, ide tentang adanya plume (aliran magma yang membumbung) yang bergerak
ke atas. Ide ini menjelaskan bahwa hanya ada beberapa plume yang sangat besar yang
menggerakkan arus konveksi ke arah atas di dalam mantel bumi, sedangkan lempeng
yang menunjam menggerakkan arus konveksi ke arah bawah dan menyempurnakan
perputaran arus konveksi tersebut.

II.5.1 Evolusi Mantel Plume

Gambar 12 Evolusi Mantle Plume (slideshare.net)

11
Kepala dan Ekor serta Mekanisme Pergerakkannya seperti sistem tektonik lempeng, mantel
plume merupakan tipe konveksi yang secara perlahan menggerakkan mantel. Meskipun
begitu, tektonik lempeng dan mantel plume merupakan tipe konveksi yang jelas berbeda.
Yang satu merupakan konveksi yang menyebabkan pergerakan lempeng dimana material
naik pada batas lempeng divergen dan turun pada batas konvergen. Yang lain merupakan
peningkatan tiang pipih dari material dalam plume yang tipis dari kedalaman mantel.
Meskipun plume jelas membawa kalor yang jauh lebih sedikit daripada proses di batas
lempeng tektonik, mantel plume juga sebagian besar digerakkan oleh panas internal. Plume
mungkin muncul dari lapisan panas di dasar mantel. Karena sangat panas, lapisan batas yang
menyelubungi inti besi cair pastinya memiliki viskositas yang jauh lebih kecil(100 sampai
1000 kali lebih kecil) dan densitas yang sedikit lebih kecil dari mantel di atasnya. Saat kalor
dari inti besi cair mengalir ke dalam lapisan batas ini, bagian mantel mengembang dan
menjadi lebih kecil densitasnya. Ketika sebagian kecil menjadi lebih ringan dari mantel yang
lebih dingin di atasnya(perbedaanya sekitar 2000C dan 0.1 g/cm3 mungkin cukup), bagian itu
akan menjadi ringan dan mulai naik. Oleh sebab itu, benjolan kecil terbentuk di lapisan batas.
Hal ini bisa membentuk diaper yang akhirnya membesar dan berkembang menjadi mantel
plume ringan. Percobaan laboratorium memberi kesan bahwa plume yang baru muncul naik
melewati mantel dengan kepala bulat besar yang disuplai oleh pipa tipis yang panjang, atau
ekor, yang memanjang ke kedalaman. Saat plume yang baru naik melewati mantel, resistansi
terhadap alirannya menyebabkan kepalanya naik lebih pelan dibandingkan dengan material di
ekor. Karenanya, kepala plume tersebut membesar sambil disuplai oleh material yang
mengalir melewati ekor panjang yang tipis; kepala plume yang naik tersebut mengembang
seperti balonn. Pembesaran kepala tersebut juga terjadi karena material mantel yang lebih
dingin di sekelilingnya berubah menjadi plume. Karena kepala plume bertumbuh sambil
bergerak melewati mantel, kepala blume yang besar hanya dapat berkembang jika melintasi
jarak yang panjang. Dengan menggunakan hubungan ini, kita dapat memperkirakan bahwa
plume pasti naik ribuan kilometer, mungkin dari batas mantel-inti ke permukaan dengan jarak
2700 km. Jika ini benar, banyak panas yang hilang dari inti metal cair dibawa oleh mantel
plume. Plume mungkin bertanggung jawab atas 10% dari total panas yang hilang dari bumi;
tektonik lempeng terhitung lebih dari 80% dari panas yang hilang dari mantel. Ketika kepala
plume yang baru naik mendekati permukaan dan bertemu dengan litosfer yang keras, plume
tersebut tampak menyebar dan membentuk piringan material panas dengan lebar 1500 sampai
2500 km dan tebal 100 sampai 200 km. Ini mengenai ukuran dari sebagian besar daerah
luapan basalt benua (flood basalt).
12
Gambar 13 Mantle plume (slideshare.net)

Plume yang naik mengangkat permukaan dan membentuk kubah rendah yang luas.
Pengangkatan ini dapat menyebabkan perluasan, patahan normal, keretakan dari litosfer yang
terbentang di atas. Lebih dari itu, saat plume naik ke kedalaman yang dangkal, penurunan
tekanan memungkinkannya untuk melebur sebagian dan menghasilkan magma basaltic.
Semakin besar kepala plume, semakin besar volume basalt yang dapat terbentuk.

Akhirnya, kepala plume menghilang oleh pendinginan atau pencampuran dengan astenosfer
dangkal. Yang tersisa dari plume sebelumnya didominasi oleh aliran yang melewati ekor
yang panjang. Berbeda dengan kepala plume, ekor yang tipis dianggap hanya berdiameter
sekitar 300 km. kenaikan, perluasan, dan magmatisasi basaltic juga akan terkait dengan
bagian dari evolusi plume, tapi semuanya akan lebih kecil daripada waktu plume mulai naik.
Saat litosfer bergerak menjauh dari pusat plume, litosfer akan mendingin, berkontraksi, dan
menyusut. Fase pendinginan mungkin berlangsung ratusan juta tahun dan mungkin disertai
penyusutan yang lambat dari kerak dan perkembangan cekungan sedimen besar. Akhirnya,
plume itu sendiri kehilangan energy termal dan mati, dan di saat yang bersamaan plume baru
terbentuk di bagian yang lain dan terus membawa panas dari interior ke permukaan. Jangka
hidup yang khas mungkin sekitar 100 juta tahun. Secara singkat, mantel plume merupakan
fitur sementara yang terbentuk dan pada akhirnya memudar dan mati.

II.6 Studi Kasus

Judul Paper : “TEKTONOSTRATIGRAFI DAN SIKUEN STRATIGRAFI ENDAPAN


LISU BLOK DUYUNG, CEKUNGAN NATUNA BARAT”
Penulis : ANY A. RACHMAD, DJUHAENI, PRIHADI SUMINTADIREDJA

13
Pada paper ini dijelaskan bahwa lokasi penelitian berada di wilayah blok Duyung meliputi
area seluas 4.640 km2 dan keseluruhan area berlokasi di lepas pantai Natuna dengan
kedalaman air berkisar antara 60-100 m. Secara geologis, Blok Duyung merupakan bagian
dari Cekungan Natuna Barat. Cekungan tersebut di bagian utara dibatasi oleh Khorat Swell
yang merupakan tinggian batuan dasar (basement high) monoklin dengan kemiringan arah
selatan. Di bagian selatan dibatasi oleh Paparan Sunda dan di bagian timur oleh Busur
Natuna. Di bagian barat laut terbuka ke arah Cekungan Malay sementara di bagian barat daya
terbuka ke arah Cekungan Penyu. Di cekungan ini dijumpai beberapa elemen struktur utama
yang dapat dikenali, yaitu: Terban Anoa, Terban South Kakap, Tinggian Nothern Central,
Tinggian Southern Central dan Terban Anambas (Gambar 14) (Murti dkk., 2015) dengan
orientasi struktur utama berarah barat daya-timur laut dan barat laut-tenggara
(Wongsosantiko dan Wirojudo, 1984 dalam Murti dkk., 2015) termasuk beberapa sesar
terpilin (wrench fault) besar berarah barat laut-tenggara.

Gambar 14 Elemen Struktur Cekungan Natuna Barat (Murti dkk.,)

14
Cekungan Natuna Barat diklasifikasikan oleh Daines, 1985 dalam Murti dkk., 2015 sebagai
cekungan gagal lisu dalam benua (intracontinental failed rift basin). Gagal lisu ini terjadi
akibat penghentian subduksi Lempeng Pasifik ke arah utara terhadap Lempeng Eurasia pada
kala Eosen. Penghentian ini diikuti oleh pelisuan yang membuka Laut Cina Selatan pada
Oligosen Awal-Tengah. Perubahan pergerakan Lempeng Pasifik ini menghentikan subduksi
sepanjang garis dari barat daya Kalimantan melalui timur Natuna hingga lepas pantai
Vietnam dan berubah menjadi sesar geser (strike-slip fault) (Daly dkk., 1991 dalam Murti
dkk., 2015). Kerangka stratigrafi di Cekungan Natuna Barat dibagi menjadi empat
megasikuen tektonostratigrafi utama, yaitu:
✓ Lisu (Syn-rift) yang menghasilkan sedimentasi Formasi Lama, Benua dan Lower
Gabus;
✓ Pasca-lisu (Post-rift) yang menghasilkan sedimentasi Formasi Upper Gabus dan
Keras;
✓ Sin-inversi (Syn-inversion) menghasilkan sedimentasi Formasi Barat dan Arang serta
✓ Pasca-inversi (Post-inversion) menghasilkan sedimentasi Formasi Muda (BPPKA,
1994).
Megasikuen tektonostratigrafi pada penelitian ini disebut sebagai fase tektonostratigrafi.
Yang mendasari tatanan stratigrafi di Cekungan Natuna Barat adalah batuan dasar Zaman
Kapur (Cretaceous) yang terdiri dari batuan beku asam intrusif seperti diorit kuarsa, granit,
filit, sekis klorit, genes dan amfibolit (Murti dkk., 2015). Formasi Lama berumur dari Eosen
Akhir (?) hingga Oligosen Awal, dijumpai di atas batuan dasar, terutama terdiri dari batupasir
fluvio-deltaik, fluvial dan kipas aluvial. Formasi Benua secara selaras berada di atas Formasi
Lama. Formasi Benua merupakan serpih yang diinterpretasikan sebagai endapan lakustrin. Di
atas Formasi Benua diendapkan Formasi Lower Gabus berupa perselingan batupasir dan
serpih. Batupasir berukuran halus hingga sedang dengan puing tanaman, biasanya tebal,
membongkah atau menghalus ke atas dan umumnya terlihat masif. Sikuen ini
diinterpretasikan sebagai lingkungan fluvio-deltaik dan fluvial serta berdasarkan polinomorf,
berumur Oligosen (Murti dkk., 2015).
Pembentukan Cekungan Natuna
Cekungan Natuna Barat terbentuk akibat intra-continentalriftbasin dalam Dataran
Sunda(Sundaland). Cekungan terbentuk pada kala Eosen-Oligosen pada fasa ekstensional,
pada kala Miosen-saat ini terjadi pembalikan fasa berupa inversi dan kontraksi. Cekungan ini
memiliki karakteristik berupa seri graben berarah Timur laut yang terbentuk pada fasa
ekstensi yang terletak sepanjangbatas barat dari punggungan metamorfik/plutonik Natuna.
15
Fase kompresi terjadi pada kala Miosenyang merubah graben terlipatkan menjadi
antiklin.Secara tektonik cekungan Natuna Barat dikelilingi oleh Khorat Swell pada bagian
utara, selatan dikelilingi oleh paparan Sunda dan bagian timur adalah busur Natuna. Pada
bagian barat laut dibatasi oleh Cekungan Malay dan pada bagian barat daya dibatasi oleh
Cekungan Penyu.Orientasi struktur dominan pada cekungan Natuna Barat berarah SW-NE
dan NW-SE. pada arah NW-SE struktur dominan adalah sesar mendatar. Terdapat antiklin
pada cekungan ini terutama padabagian atas dari bentukan half graben. Kenampakan elemen
struktur ini dibentuk dari dua fasatektonik berbeda. Fasa ekstensi terjadi pada kala Eosen
Akhir-Oligosen dan kemudian dilanjutkandengan fasa kompresional yang menghasilkan
struktur inversi.Cekungan Natuna Timur dibatasi oleh busur Natuna pada bagian barat dan
pada bagian timurdibatasi oleh cekungan Serawak. Bagian selatan oleh paparan Sunda dan
bagian utara dibatasi oleh Cekungan Vietnam. Cekungan terbagi menjadi dua sub cekungan
yaitu Sub Cekungan Sokang dan Sub Cekungan Natuna Timur laut. Rekonstruksi pada zaman
Kapur Akhir hingga Eosen Awal (White danWing 1978) menghasilkan kesimulan bahwa
Cekungan Natuna Timur adalah bagian dari fore arc basin yang besar yang memanjang
melalui perairan Natuna hingga serawak.Berbeda dengan CekunganNatuna Barat, Cekungan
Natuna Timur memiliki arah struktur SW-NE yang didominasi oleh bentukansesar-sesar
akibat ekstensional yang mirip dengan cekungan Natuna Barat, namun pada cekungan
initidak ditemukan sama sekali regime kompresional. Menurut White dan Wings 1978,
kecenderunganstruktur mengikuti tatanan dari basement yang terbentuk dari migrasi zona
subduksi kearah timur.

16
Gambar 15 Tatanan Tektonik Natuna

Gambar 16 Peta Lokasi Natuna

17
BAB III. PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
Rifting adalah salah satu istilah untuk menggambarkan proses ekstensional atau gaya tarikan
di permukaan bumi, sebagai bentuk gejala tektonik divergen yang menyebabkan kerak
tersebut mengalami patahan-patahan atau sesar (fracture) pada daerah yang mengalami
penipisan tersebut (pemisahan benua). Rifting kontinental merupakan rift yang terjadi di
tengah lempeng benua. Rifting continental dimulai ketika gerakan lempeng menghasilkan
gaya tensional yang menarik dan meregangkan litosfer. Rifting dapat terjadi salah satunya
karena konveksi yang terjadi di mantel, dan juga mantle plumes. Siklus Wilson adalah siklus
tektonik dimana suatu continental akan terpecah membentuk suatu cekungan samudera,
kemudian cekungan itu lambat laun akan menghilang dan akhirnya membentuk satu
continental utuh lagi seperti semula. Mantle plume merupakan aliran magma yang
membumbung dan bergerak naik ke atas. Konsep mentle plume untuk beberapa tahun
merupakan hipotesa, karena tidak ada cara langsung untuk mengobservasi adanya fenomena
tersebut. Awalnya terbentuk plume di dasar mantel, dan kemudian plume tersebut bergerak
naik ke atas. Plume itu sendiri terdiri dari kepala dan ekor. Pada saat plume menyentuh
litosfer atau tepat berada di bawah litosfer itulah yang disebut dengan hotspot.

18
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Ria. Perbedaan Rifting Dan Spreading. t.thn. https://www.scribd.com/ (diakses Juni
2, 2021).

Devita, Natalia. Pemekaran Benua. t.thn. https://pdfcoffee.com (diakses Juni 1, 2021).

Manyoe, Intan Noviantari. Tektonik Lempeng. 2019. http://www.dosen.ung.ac.id (diakses


Juni 1, 2021).

Muaja, Estrela Bellia. Makalah Hotspot & Mantle Plume. 2015. http://www.slideshare.net
(diakses Juni 2, 2021).

Namang, Acinetus. Rifting. 2018. https://id.scribd.com (diakses Juni 1, 2021).

Purnomo, Hendry. 3513 Wilson Cycle. t.thn. https://id.scribd.com (diakses Juni 2, 2021).

19

Anda mungkin juga menyukai