Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR MEDIS SECTIO CAESAREA

1. Pengertian Sectio Caesarea

a. Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan di mana janin dilahirkan

melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam syarat

dalam keadaan utuh dan berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1980).

b. Sectio caesarea adalah pembedahan untuk mengeluarkan anak dan rongga

rahim dengan mengiris rongga rahim (Obgin Unpad, 1988).

c. Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat

insisi pada dinding abdomen dan uterus (Harry Oxorn, 1990).

d. Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding

abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi) (Dr. Davia

Lotisna, Dr. I. M. S. Murah Manoe, SpOG, 1990).

2. Indikasi

Pada keadaan di mana penundaan persalinan yang lebih lama akan

menimbulkan bahaya yang serius bagi janin ibu dan keduanya, padahal

persalinan pervaginan tidak mungkin diselesaikan dengan aman.

a. Indikasi Ibu

1) Panggul sempit absolut

2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

3) Stenosis serviks vagina

5
6

4) Placenta previa

5) CPD (Ketuban Pecah Dini)

6) Ruptur Uteri

b. Indikasi Janin

1) Kelainan letak

2) Gawat janin

c. Kontra Indikasi

1) Ibu yang syok, anemia berat, sebelum diatasi

2) Kelainan congenital berat

3) Janin mati

3. Jenis-jenis sectio caesarea

Jenis-jenis sectio caesarea adalah

a. Sectio caesarea klasik

Insisi memanjang pada segmen atas uterus

b. SSTP (sectio sesario trans peritonealis)

Insisi pada segmen bawah rahim

c. Sectio caesarea extra pentonealis

Dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uteri yang berat

d. Sectio caesarea vaginal

4. Nasehat Pasca Bedah

a. Kehamilan dan persalinan berikutnya harus diawasi.

b. Jangan hamil dulu sebelum kurang lebih 2 tahun.


7

B. KONSEP DASAR NIFAS

1. Pengertian

a. Masa nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk

pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Obgin

Fakultas Kedokteran Padjajaran, Bandung, 1983).

b. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dan persalinan

selesai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil, lama masa nifas

yaitu 6-8 minggu (Prof. Dr. Rustam, M.Mph, 1998).

c. Masa nifas (puerperium adalah langsung selama 6 minggu atau 42 hari,

merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada

keadaan yang normal (Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, DSOG, 1998).

d. Nifas adalah masa sesudah melahirkan sampai dengan pulihnya alat-alat

reproduksi dan organ tubuh lainnya kembali sebelum terjadi kehamilan

(Sarwono, 1989).

e. Nifas adalah masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir setelah

kira-kira 6 minggu akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali

seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Sarwono, 1986).

2. Lamanya

Lamanya masa nifas adalah 6 minggu atau 42 hari.

3. Periode Nifas

Nifas dibagi dalam tiga periode:


8

a. Immediate post partum

Sampai dengan 24 jam pertama

b. Early post partum

Sampai dengan minggu pertama

c. Late post partum

Sampai minggu II sampai dengan minggu IV

4. Kejadian Penting pada Masa Nifas

a. Involusi

1) Involusi Uterus

Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi sehingga

akhirnya kembali seperti sebelum hamil, setelah bayi dilahirkan,

uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan reaksi akan

menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang

bermuara pada bekas implantasi plasenta.

Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut involusi

Involusi TFU Berat


Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir Dua jari di bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat 500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas sim 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Normal 30 gram

Involusi terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil, karena

sitoplasma-nya yang berlebihan dibuang. Involusi disebabkan oleh


9

proses autolisis. Di mana zat protein dinding rahim pecah, diabsorbsi

dan kemudian dibuang dengan air kencing.

2) Involusi Tempat Placenta

Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan

permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan.

Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya

sebesar 3-4 cm, dan pada akhir nifas 1-2 cm.

3) Perubahan Pembuluh Darah rahim

Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang

besar, tetapi setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah

yang banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas.

4) Serviks

Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corok

berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang

terdapat perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk

rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari, setelah 7 hari

hanya dapat dilalui 1 jari.

4) Dinding perut dan peritoneum

Setelah persalinan dinding perut longgar karena direnggang begitu

lama, tetapi biasanya pulih dalam waktu 6 minggu.


10

b. Proses Laktasi

Masing-masing buah dada terdiri 15-24 lobus yang terletak terpisah satu

sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri atas lobuli yang terdiri

pula dari acini. Acini ini menghasilkan air susu. Tiap lobulus mempunyai

saluran halus untuk mengalirkan air susu. Saluran yang halus ini bersatu

menjadi satu saluran untuk tiap lobus. Saluran ini disebut ductus

lactiferous yang memusat menuju puting susu di mana masing-masing

bermuara.

Keadaan buah dada pada dua hari pertama nifas sama dengan keadaan

kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu melainkan

kolostrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areolamamae.

Kolostrum adalah cairan kuning dengan BDI 1.030 - 1.035 dan reaksinya

alkalis (Bagian OBGIN Unpad, 1982).

5. Gambaran Klinis Masa Nifas

Segera setelah persalinan dapat terjadi peningkatan suhu badan tetapi tidak

lebih dan 38 °C berturut-turut selama 2 hari, kemungkinan terjadi infeksi.

Uterus yang telah menyelesaikan tugasnya, akan menjadi keras karena

kontraksinya, sehingga terjadi penutupan pembuluh darah. Kontraksi uterus

yang diikuti his pengiring menimbulkan rasa nyeri disebut “nyeri ikutan”

(after pain) terutama pada multi para.

Masa puerperium diikuti pengeluaran cairan sisa lapisan endometrium dan

sisa dan tempat implantasi plasenta disebut loekia.


11

a. Pengeluaran loekia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya

sebagai berikut:

1) Loekia Rubra (kruenta)

a) 1 sampai 3 hari, berwarna merah dan hitam.

b) Terdiri dan sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa

mekoneum, sisa darah.

2) Loekia Sanguelenta

a) 3 sampai 14 hari

b) Berwarna putih bercampur merah.

3) Loekia Serosa

a) 7 sampai 14 hari

b) Berwarna kekuningan, cairan tidak berdarah lagi.

4) Loekia Alba

a) Setelah hari ke-14

b) Berwarna putih

b. Pengeluaran loekia menunjukkan keadaan yang abnormal seperti:

1) Perdarahan berkepanjangan.

2) Pengeluaran loekia tertahan (loekia statika).

3) Loekia purulenta, berbentuk nanah.

4) Rasa nyeri yang berlebihan.


12

5) Dengan perubahan yang abnormal dapat diduga adanya sisa plasenta

yang menjadi sumber perdarahan yang dapat terjadi infeksi intrauterin

(Manuaba. I. G, 1997).

c. Gangguan pengeluaran loekia kemungkinan

1) Tertinggalnya sisa plasenta/selaput janin.

2) Kontraksi uterus lemah

3) Adanya infeksi jalan lahir

4) Ibu tidak menyusui bayinya.

6. Perubahan pada Organ Lain

a. Tanda-tanda Vital

1) Suhu 37,5 ºC

2) Setelah 24 jam meningkat selama 2 hari berturut-turut dalam 10 hari

maka akan dicurigai adanya sepsis puerperalis, infeksi saluran kemih

dan mastitis.

b. Perubahan Kardiovaskuler

1) Tekanan darah tetap stabil.

2) Terjadi penurunan tekanan sistolik  20 mmHg pada saat ibu berubah

posisi dan tidur terlentang ke posisi duduk disebut hipotensi

orthostatik.

3) Pusing dalam 48 jam I merupakan gangguan sementara pada

kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan tekanan vaskuler

panggul.
13

c. Perubahan sistem urinaria

Selama proses persalinan kandung kemih mengalami tekanan dan trauma

penimbunan cairan dalam jaringan selama kehamilan dikeluarkan melalui

diuresis (terjadi mulai 24 jam post partum akan terjadi penurunan berat

badan 2,5 kg pada masa post partum aseton uria ringan (early post

partum) setelah persalinan lama.

d. Perubahan Sistem Endokrin

1) Sistem endokrin mulai mengalami perubahan kala IV persalinan

mengikuti lahirnya plasenta (karena menurunnya hormon estrogen,

progesteron dan menguatkan hormon prolaktin pada ibu menyusui).

2) Menstruasi akan terjadi pada minggu ke 12 pada masa nifas ibu yang

tidak menyusui dan pada ibu menyusui terjadi pada minggu ke-36.

e. Perubahan Sistem Gastrointestinal

Ibu biasanya mengalami obstipasi karena:

1) Adanya tekanan pada alat pencernaan pada waktu partus sehingga

colon menjadi kosong.

2) Pengeluaran cairan waktu persalinan dan kurang nafsu makan.

3) Kembali fungsi normal usus pada minggu I nifas, hal ini berhubungan

dengan mobilitas usus.

4) Setelah minggu I nafsu makan meningkat, intake cairan cukup, BAB

menjadi lancar.
14

f. Perubahan Sistem Musculoskeletal

1) Otot abdomen melebar selama kehamilan yang mengakibatkan

berkurangnya tonus otot yang akan jelas terlihat pada saat periode post

partum.

2) Abdomen lunak, lembut. lemah dan kendor.

3) Otot-otot dan fasia dinding abdomen mengendor kembali normal pada

akhir periode nifas 6 minggu.

g. Perubahan Sistem Integumen

Cloasma gravidarum biasanya tidak akan terlihat pada akhir kehamilan.

Hiperpigmentasi pada areolamamae dan linea nigra mungkin belum

menghilang sempurna sesudah melahirkan.

h. Perubahan Organ Reproduksi

Involutio uteri terjadi setelah melahirkan dan prosesnya berlangsung

cepat.

i. Perubahan Pada Vagina

1) Beberapa hari post partum, osteum ekstrernum dapat melalui 2 jari,

pinggir tidak rata, retak-retak karena robekan.

2) Minggu III post partum rugae mulsi tampak kembali labia mayora dan

minora sedikit tegang dan kurang licin. Mukosa vagina atrofi sampai

siklus menstruasi terjadi kembali.


15

j. Perubahan pada Perineum

Bila dilakukan episitomi, pemulihan lebih lambat. Tanpa episitomi

kelihatan sedikit memar pada early post partum (I Gde Manuaba, 1997).

7. Perawatan dalam Masa Nifas

a. Early Ambulation

Yang dimaksud dengan early ambulation adalah kebijakan untuk selekas

mungkin membimbing penderita keluar dan tempat tidurnya dan

membimbingnya selekas mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak

dianggap perlu lagi menahan penderita terlentang di tempat tidur selama

7-14 hari setelah melahirkan. Penderita sudah diperbolehkan bangun dan

tempat tidur 24-48 jam post partum. Keuntungan dari Early Ambulation:

1) Penderita merasa lebih sehat dengan early ambulation.

2) Faal usus dan kandung kencing lebih baik.

3) Early ambulation memungkinkan kita untuk mengajar ibu memelihara

anaknya, memandikan, menggantikan pakaian, memberi makanan dan

lain-lain selama ibu masih di rumah sakit.

4) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomi).

b. Diit

Diit harus sangat mendapat perhatian dalam nifas karena makanan yang

baik mempercepat penyembuhan ibu. Lagi pula makanan ibu sangat

mempengaruhi air susu ibu.


16

c. Suhu

Harus diawasi terutama dalam minggu pertama dan masa nifas karena

kenaikan suhu adalah tanda pertama infeksi.

d. Miksi

Penderita disuruh kencing tiap 6 jam post partum kalau dalam 8 jam post

partum belum dapat kencing atau sekali kencing belum melebihi 100 cc,

maka dilakukan kateterisasi, akan tetapi kalau ternyata kandung kencing

penuh, tidak usah menunggu sampai 8 jam untuk kateterisasi.

e. Defekasi

Jika hari ke tiga penderita belum juga buang air besar, maka dilakukan

clysma air sabun atau gliserin.

f. Puting Susu

Puting susu harus diperhatikan kebersihannya dan rhagade (luka pecah)

harus segera diobati, karena kerusakan puting susu dapat menimbulkan

mastitis. Air susu yang kering menjadi kerak dan dapat merangsang kulit

sehingga menimbulkan edema, maka sebaiknya puting susu dibersihkan

dengan air yang telah dimasak, tiap kali sebelum dan sesudah menyusui bayi.

g. Datangnya Haid kembali

Ibu yang tidak menyusui anaknya, haid datang lebih cepat dari ibu yang

menyusui anaknya. Pada ibu golongan pertama biasanya haid datang 8

minggu setelah persalinan pada ibu golongan kedua haid seringkali tidak

datang selama menyusukan anaknya, tetapi kebanyakan haid lagi pada


17

bulan ke 4. Amenorhoe waktu laktasi disebabkan karena terhalangnya

ovulasi mungkin karena hormon LTH.

h. Lamanya Perawatan di Rumah Sakit

Lamanya perawatan di rumah sakit bagi ibu-ibu yang bersalin di

Indonesia sering ditentukan oleh keadaan sosial ekonomi dan kekurangan

tempat tidur. Maka pada umumnya ibu-ibu dengan biasa tidak lama

tinggal di rumah sakit, kira-kira antara 3 sampai 5 hari.

i. Keluarga Berencana (Post Partum Program)

Masa post partum merupakan saat yang paling baik untuk menawarkan

kontrasepsi, oleh karena pada saat ini motivasi paling penting. Oleh

karena pil dapat mempengaruhi sekresi ASI, maka biasanya ditawarkan

IUD injectable atau sterilisasi (Bagian OBGIN Unpad, 1982).

8. Nasehat untuk Ibu Nifas

a. Susukanlah bayi.

b. Kerjakan senam nifas habis bersalin

c. Untuk kesehatan ibu, bayi dan keluarga sebaiknya ber-KB.

d. Bawalah bayi untuk memperoleh imunisasi.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Proses Keperawatan

a. Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan

asuhan keperawatan yang mempunyai 4 tahap yaitu pengkajian, diagnosa

keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi (H. Lismidar, ddk).


18

b. Proses keperawatan adalah metode kerja dalam memberikan pelayanan

keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis,

menentukan cara pemecahannya, melaksanakan tindakan dan

mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan (Malinda Murray).

c. Proses keperawatan adalah tindakan yang berurutan, dilakukan secara

sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan

untuk mengatasinya, melaksanakan rencana tersebut atau menugaskan

orang lain untuk melaksanakannya serta mengevaluasi keberhasilan

secara efektif terhadap masalah yang diatasi (Yura).

d. Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan

secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah

pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta

mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakannya

(Anna Mariner).

e. Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk

menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan

dalam rangka membantu pasien untuk mencapai dan memelihara

kesehatan seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut

dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan

dinamis (Wolf dan Weitzel).


19

2. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

praktek keperawatan yang langsung diberikan pada klien di berbagai tatanan

pelayanan kesehatan dengan menggunakan metode proses keperawatan

dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung

jawab keperawatan (Kelompok Kerja Untuk Keperawatan, 1992).

a. Pengkajian untuk Ibu Nifas

1) Pemeriksaan umum:

Vital sign

Keluhan-keluhannya

2) Selera makan (fungsi gastrointestinal)

3) Payudara, ASI, puting susu

4) Dinding perut, perineum, kandung kemih, rektum

5) Lockia: banyaknya, warnanya, bau

6) Pemeriksaan: pada uterus (involusio), tinggi fundus uterus, kontraksi

dan posisi.

7) Keadaan perineum dan rektum istirahat dan kenyamanan.

b. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat menghubungkan data

dengan konsep, teori, dan prinsip yang relevan untuk membuat

kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan

dengan cara:
20

1) Meneliti kembali data yang terkumpul (validasi data).

2) Mengelompokkan data sesuai kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual

dalam setiap masalah keperawatan yang timbul.

3) Membandingkan dengan standar.

4) Membuat kesimpulan tentang kesenjangan (masalah) yang ditemukan.

5) Patofisiologi penyimpangan terhadap kebutuhan dasar manusia.

c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sering ditemukan:

1) Resiko tinggi terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan

dengan pengeluaran yang berlebihan.

2) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma pada kandung

kemih.

3) Perubahan pola eliminasi BAB konstipasi berhubungan dengan

kurang mobilisasi diit yang tidak seimbang dan trauma pada

persalinan.

4) Nyeri berhubungan dengan adanya peregangan pada perineum, luka

operasi, involusio uteri.

5) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka post

operasi.

6) Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan belum

pengalaman dalam persalinan dan merawat bayinya.


21

7) Proses laktasi yang tidak efektif berhubungan dengan kurang

pengetahuan tentang keperawatan payudara dan cara menyusui.

d. Perencanaan

1) Diagnosa I

Resiko tinggi terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan

dengan pengeluaran yang berlebihan.

Tujuan:

Klien akan mempertahankan tidak terjadi kekurangan cairan dan

elektrolit dengan kriteria:

a. Tidak nampak adanya tanda dehidrasi.

b. Vital sign dalam batas normal

Intervensi:

a. Pantau adanya gejala dan tanda dehidrasi.

b. Pantau masukan dan keluaran cairan dengan cermat.

c. Monitor TTV setiap 4 jam.

Rasional:

a. Penurunan volume yang bersirkulasi menyebabkan kekeringan

jaringan dan pemekatan urine. Deteksi dini terapi penggantian

cairan segera untuk memperbaiki defisit cairan.

b. Membantu mendeteksi tanda-tanda dini ketidakseimbangan cairan

dan elektrolit dalam tubuh.


22

c. Perubahan TTV akan menunjukkan adanya ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit terutama tekanan darah dan denyut nadi.

2) Diagnosa II

Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma pada kandung

kemih.

Tujuan:

Klien akan menunjukkan tidak terjadi perubahan eliminasi urine

dengan kriteria:

a. Pola BAK dalam keadaan normal.

b. Vesika urinaria tidak tampak adanya distensi.

Intervensi:

a. Kaji adanya perubahan pola eliminasi BAK klien.

b. Pantau adanya tanda-tanda kegagalan eliminasi BAK.

c. Laporkan bila terdapat gejala kegagalan atau komplikasi saat

berkemih (misalnya: disuria, anuria).

Rasional:

a. Untuk mengetahui pola eliminasi BAK dan menjadi acuan dalam

menetapkan intervensi selanjutnya.

b. Kegagalan eliminasi BAK seperti retensi urine, inkontinensia

dapat timbul saat post partum

c. Kegagalan/komplikasi dapat timbul saat post partum atau post

operasi sehingga dapat dilakukan penanganan secara cepat.


23

3) Diagnosa III

Perubahan pola eliminasi BAB konstipasi berhubungan dengan

kurang mobilisasi diit yang tidak seimbang dan trauma pada

persalinan.

Tujuan:

Klien akan menunjukkan eliminasi BAB konstipasi teratasi dengan

kriteria:

a. Pola BAB lancar.

b. Peristaltik usus normal (5-35 x/menit).

Intervensi:

a. Kaji penyebab terjadinya konstipasi.

b. Bantu klien dalam melakukan aktivitas ringan secara bertahap

sesuai kemampuannya.

c. Anjurkan klien untuk makan makanan yang berserat seperti

pisang.

d. Lakukan palpasi ringan pada abdomen kiri bawah.

e. Observasi adanya perubahan bunyi peristaltik usus.

f. HE tentang efek yang timbul apabila menunda BAB.

g. Penatalaksanaan pemberian supositoria dulcolax.

Rasional:

a. Untuk mengetahui faktor penyebab konstipasi sehingga

memudahkan pemberian intervensi lebih lanjut.


24

b. Aktivitas ringan merangsang pergerakan usus sehingga mencegah

terjadinya penumpukan feces.

c. Makanan yang berserat selulosa yang dapat mencegah terjadinya

feces yang mengeras pada usus.

d. Konstipasi dapat menyebabkan mengerasnya daerah abdomen kiri

bawah saat dilakukan palpasi.

e. Konstipasi dapat mempengaruhi perubahan peristaltik usus,

sehingga dapat dilakukan intervensi lanjutan.

f. Menunda BAB membuat feces menjadi keras dalam melakukan

rektum sehingga timbul konstipasi.

g. Supositoria dulcolax akan merangsang usus besar mempercepat

proses defekasi.

4. Diagnosa IV

Nyeri berhubungan dengan adanya peregangan pada perineum, luka

operasi, invalutio uteri.

Tujuan:

Klien akan mengungkap rasa nyeri teratasi/berkurang dengan kriteria:

a. Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang timbul.

b. Ekspresi wajah ceria/tidak cemas.

c. Vital sign dalam batas normal.

Intervensi:

a. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan durasi nyeri.


25

b. Ajarkan klien teknik relaksasi (nafas dalam).

c. Lakukan massage ringan.

d. Berikan posisi anatomi sesuai dengan keinginan klien.

e. Observasi tanda-tanda vital.

f. Kolaborasi/penatalaksanaan pemberian obat analgetik apabila

nyeri tidak berkurang.

Rasional:

a. Untuk mengetahui keluhan nyeri yang dialami klien, sehingga

dapat menjadi indikasi dalam pemberian intervensi selanjutnya.

b. Nafas dapat melancarkan suplai O2 ke jaringan, serta terjadi

relaksasi pada otot sehingga nyeri berkurang.

c. Massage ringan dapat memblokir reseptor saraf yang berdiameter

besar, sehingga stimulus nyeri tidak dipersepsikan ke otak.

d. Posisi anatomis nyaman dapat menghindari terjadinya penekanan

pada daerah nyeri/luka.

e. Nyeri dapat menimbulkan perubahan tanda-tanda vital terutama

tekanan darah/denyut nadi.

f. Analgetik bersifat terapi yang dapat menekan/memblokir stimulus

nyeri pada pusat nyeri di otak.

5. Diagnosa V

Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka post

operasi.
26

Tujuan:

Klien akan mempertahankan tidak terjadi infeksi dengan kriteria:

a. Tidak tampak adanya infeksi.

b. Vital sign, analisa gas darah dalam batas normal (terutama kadar

leukosit).

Intervensi:

a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada luka operasi/vulva.

b. Lakukan vulva hygiene terutama dalam masa nifas.

c. Lakukan teknik septik dan antiseptik saat melakukan tindakan.

d. Observasi tanda-tanda vital

e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antibiotik.

Rasional:

a. Untuk mengetahui adanya gejala awal dan proses infeksi.

b. Vulva sebagai organ yang selalu dalam keadaan lembab yang

sangat mudah terjadi infeksi bila tidak terjaga kebersihannya.

c. Mencegah terjadinya kontaminasi kuman penyebab infeksi baik

melalui instrumen maupun melalui tangan perawat.

d. Proses infeksi dalam tubuh akan menimbulkan perubahan/

meningkatkan tanda-tanda vital.

e. Anti bakteri/anti biotik dapat menghambat pembentukan dinding

sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Di samping itu


27

antibiotik juga dapat membunuh langsung sel bakteri penyebab

infeksi.

6. Diagnosa VI

Gangguan konsep diri: harga din rendah berhubungan dengan belum

pengalaman dalam persalinan dan merawat bayinya.

Tujuan:

Klien akan memperlihatkan tidak tampak adanya harga din rendah,

dengan kriteria:

a. Mampu menerima proses persalinan yang dialami klien.

b. Mampu merawat bayinya secara mandiri.

Intervensi:

a. Kaji perasaan klien dalam menerima bayinya.

b. Berikan pemahaman pada klien tentang pentingnya perawatan

diri/bayinya.

c. Ganti mitos dengan suatu kenyataan bahwa SC biasanya tidak

mempengaruhi respon seksual fisiologis.

d. Padukan dukungan emosional ke dalam sesi penyuluhan teknis

(teknis perawatan luka dan mandi).

Rasional:

a. Anggapan negatif terhadap anaknya bisa timbul pada saat ibu post

partum, karena belum bisa menerima keadaan bayinya.


28

b. Dapat meningkatkan pengetahuan klien perihal keadaan perawatan

dirinya saat post partum sehingga diharapkan klien dapat bertindak

secara mandiri.

c. Mis-informasi menunjang terjadinya kecemasan dan kekuatan

yang tidak mendasar, sehingga informasi yang akurat dapat

membantu mengurangi stressor emosional klien.

d. Keadaan dapat mendorong resolusi isu-isu yang emosional, sambil

menyuluh keterampilan teknis pada klien dan keluarganya.

7. Diagnosa VII

Proses laktasi yang tidak efektif berhubungan dengan kurang

pengetahuan tentang perawatan payudara dan cara menyusui.

Tujuan:

Klien akan menunjukkan proses laktasi yang efektif dengan kriteria:

a. Tidak tampak adanya tanda-tanda bendungan ASI

b. ASI diproduksi pada hari ke-11

c. Produksi banyak

Intervensi:

a. Pantau adanya tanda-tanda bendungan ASI

b. Lakukan massage ringan pada payudara

c. Anjurkan pada klien untuk menyusui anaknya sesering mungkin

d. Ajarkan klien teknik perawatan payudara


29

e. Observasi adanya tanda-tanda komplikasi (mastitis) atau infeksi

seperti merah sakit pada payudara.

Rasional:

a. Bendungan ASI bisa terjadi pada ibu baru melahirkan sehingga

tanda-tanda bendungan dapat diketahui secara dini.

b. Perawatan/massage ringan pada payudara dapat merangsang

kelancaran hormon prolaktin yang dapat mempercepat

pembentukan dan pengeluaran ASI.

c. Menyusui dapat merangsang dan memperlancar pengeluaran ASI

sehingga mencegah terjadinya stagrasi ASI.

d. Deteksi dini terhadap adanya tanda infeksi sehingga dapat

dilakukan tindakan lebih lanjut.

e. Diagnosa Keperawatan

Menurut Lynda Juan Carpenito, diagnosa keperawatan yang sering

dilakukan pada saat post partum sectio caesarea:

1) Resiko tinggi terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan

dengan pengeluaran yang berlebihan.

2) Perubahan eliminasi BAB konstipasi berhubungan dengan kurang

mobilisasi, diit yang tidak seimbang dan trauma pada persalinan.

3) Nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi.

4) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka post

operasi.
30

5) Gangguan konsep din (harga din rendah) berhubungan dengan belum

pengalaman dalam persalinan dan merawat bayinya.

6) Ansietas berhubungan perubahan status kesehatan.

7) Resiko terjadi kehamilan berikutnya berhubungan dengan

ketidaktahuan tentang manfaat KB.

f. Intervensi

1) Resiko tinggi kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

pengeluaran yang berlebihan.

2) Perubahan eliminasi BAB konstipasi berhubungan dengan kurangnya

mobilisasi, diit yang tidak seimbang dan trauma persalinan. Intervensi

sama pada post partum.

3) Nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi. Intervensi sama

dengan pada post partum.

4) Resiko tinggi terjadinya infeksi 6/8 adanya luka post operasi.

Intervensi sama pada post partum kecuali,

Intervensi:

Pertahankan teknik aseptik yang steril pada saat ganti verban.

Rasional:

Teknik aseptik yang steril akan mencegah masuknya kuman,

penyebab infeksi ke dalam tubuh.

5) Proses laktasi yang tidak efektif berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan tentang perawatan payudara dan cara menyusui.


31

6) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Intervensi:

a. Kaji ulang tingkat kecemasan klien.

b. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan

perasaannya.

c. Berikan penjelasan tentang proses penyembuhan pada luka

pembedahan.

d. Anjurkan klien untuk lebih mendekatkan diri pada TYME.

Rasional:

a. Sebagai sumber data yang merupakan pedoman dalam intervensi

selanjutnya.

b. Pengungkapan perasaan secara terbuka memberikan rasa percaya

dan membantu mengurangi ansietas.

c. Untuk menambah pengetahuan klien, mengerti proses

penyembuhan pada luka pembedahan dan kecemasan pada klien

dapat berkurang.

d. Proses penyembuhan pada luka memang tergantung pada

pengobatan dan perawatan, tetapi masih ada yang menentukan

proses penyembuhan TYME, dengan mendekatkan diri maka

perasaan akan lebih tenang dan kecemasan berkurang.

7) Resiko terjadinya kehamilan berikutnya berhubungan dengan

ketidaktahuan tentang KB.


32

Intervensi:

a. Kaji tingkat pengetahuan ibu tentang KB

b. Berikan penyuluhan (HE) tentang KB

1. Manfaat KB

2. Akibat bila tidak ikut KB

Rasional:

a. Untuk menetapkan intervensi yang lebih tepat

b. Pengetahuan tentang KB dan bahaya akan mempengaruhi klien

untuk menjadi akseptor KB.

g. Pelaksanaan

Pada tahap dilakukan pelaksanaan dan perawatan yang telah ditentukan,

dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.

Pelaksanaannya adalah pengelolaan dan perwujudan dan rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan:

1) Secara mandiri (independen) adalah tindakan yang diprakarsai sendiri

oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya

atau menanggapi reaksi karena adanya stresor (penyakit) misalnya:

a. Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari

b. Memberikan dorongan pada pasien untuk mengungkapkan

perasaannya secara wajar.

2) Secara ketergantungan/kolaborasi (interdependen), adalah tindakan

keperawatan atas dasar kerjasama tim perawatan atau tim kesehatan


33

lainnya misalnya dalam hal pemberian obat sesuai instruksi dokter,

pemberian infus: tanggung jawab perawat kapan infus itu terpasang.

h. Evaluasi

1) Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana

tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan.

2) Penilaian keperawatan adalah keberhasilan dan rencana dan

pelaksanaan tindakan perawatan yang dilakukan dalam memenuhi

kebutuhan pasien.

3) Adapun evaluasi umum yang diharapkan dan klien nifas adalah:

a. Klien mengungkapkan rasa nyaman nyeri berkurang atau hilang.

b. Infeksi tidak terjadi atau hilang.

c. Klien mengungkapkan dapat merawat bayinya.

Anda mungkin juga menyukai